DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5:
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Kromatografi penukar ion (IEC) dipandang sebagai salah satu pilihan metode analisis
yang paling tepat guna penentuan polutan dalam konsentrasi rendah, meskipun rentang ukur
dengan metode ini cukup luas. IEC merupakan suatu instrument yang memiliki kecepatan,
selektivitas (Todorović, Rajaković, & Onjia, 2017), dan sensitivitas yang lebih tinggi
(Michalski, 2016), serta mampu mengukur analit pada konsentrasi rendah (Nesterenko &
Paull, 2017; Small, 2013).
Kromatografi pertukaran ion adalah proses pemisahan senyawa yang didasarkan pada
pertukaran (penjerapan) ion antara fase gerak dengan ion pada fasa diam. Prinsip dasar
pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion adalah perbedaan kecepatan migrasi ion-
ion di dalam kolom penukar ion. Proses pertukaran ion dikerjakan dengan cara pembebanan
ion-ion pada kolom penukar ion. Kemudian ion-ion yang terikat dalam resin dialiri eluen
yang mampu memberi kondisi keseimbangan yang berbeda. Keseimbangan yang berbeda ini
mengakibatkan kecepatan migrasi ion dalam kolom resin tidak sama (Biyantoro, 2006).
Secara prinsip, konsep dasar metode ini adalah pemisahan berdasarkan interaksi muatan
positif dan negatif dengan molekul spesifik pada analit ion dengan matriks dalam fase diam
(Sarzanini & Bruzzoniti,2016). Metode ini juga dapat melakukan deteksi secara simultan dan
memiliki kestabilan pada kolom pemisah (Yoshikawa, Uekusa, & Sakuragawa, 2015;
Zatirakha, Smolenkov, & Shpigun, 2016).
Fasa diam dalam kromatografi pertukaran ion merupakan suatu matriks yang kuat (rigid)
dan pada permukaannya mempunyai muatan yang dapat berupa muatan positif maupun
negatif. Bila matriks padat tersebut mempunyai gugus fungsional yang bermuatan negatif
seperti gugus sulfonat (-SO3-), maka akan dapat berfungsi sebagai penukar kation.
Sebaliknya, bila bermuatan positif, misalnya mempunyai gugus amin kuaterner (-N(CH) 3+),
maka akan dapat berfungsi sebagai penukar anion. Kromatografi ini sangat bermanfaat untuk
memisahkan molekul – molekul bermuatan terutama ion – ion baik anion maupun kation.
Secara umum, teradapat dua jenis kromatografi pertukaran ion, yaitu:
Kromatografi pertukaran kation, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan positif
dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan negatif. Kolom yang digunakan
biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus karboksil (-CH 2-CH2-
CH2SO3- dan -O-CH2COO-). Larutan penyangga (buffer) yang digunakan dalam sistem
ini adalah asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam malonat, buffer MES dan fosfat.
Kromatografi pertukaran anion, bila molekul spesifik yang diinginkan bermuatan negatif
dan kolom kromatografi yang digunakan bermuatan positif. Kolom yang digunakan
biasanya berupa matriks dekstran yang mengandung gugus -N+(CH 3)3, -N+(C2H5)2H, dan
–N+(CH3)3. Larutan penyangga (buffer) yang digunakan dalam sistem ini adalah N-metil
piperazin, bis-Tris, Tris, dan etanolamin.
Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi smpai tingkat yang tinggi yang
mengandung ikatan-ikatan hubungan silang (cross-linking) serta gugusan yang
mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan. Berdasarkan gugusan fungsionalnya,
resin penukar ion dibagi menjadi dua yaitu resin penukar kation dan resin penukar anion.
Resin penukar kation mengandung kation yang dapat dipertukarkan. Sedangkan resin
penukar anion, mengandung anion yang dapat dipertukarkan (Diyah dan Setyo, 2007).
Menurut Basset (1994), syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah:
1. Resin itu harus cukup terangkai silang, sehingga kelarutannya yang dapat diabaikan.
2. Resin itu harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
3. Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai dan
harus stabil kimiawi.
4. Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada air.
Berdasarkan pada keberadaan gugusan labilnya; resin penukar ion dapat secara luas
diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni :
Resin penukar kation asam kuat mengandung gugus fungsi asam teradisi pada
cincin aromatik dari resin. Penukar kation asam kuat mempunyai gugus asam sulfonate
(-SO3H), yang bersifat asam kuat seperti asam sulfat. Penukar kation asam lemah
mempunyai gugus fungsi karboksilat yang hanya terionisasi sebagian. Proton dari kedua
jenis penukar kation dapat ditukar dengan kation-kation lain dengan persamaan reaksi
berikut:
dimana Rz adalah simbol dari resin. Kesetimbangan ini dapat diubah ke kiri atau ke kanan
oleh penaikan [H+] atau [Mn+], atau penurunan salah atu diantaranya dengan
memperhatikan banyaknya resin yang ada. (Soebagio, 2005).
Resin penukar kation biasanya tersedia dalam bentuk ion hidrogen, tetapi bentuk
ini dapat diubah ke dalam bentuk ion natrium, oleh perlakuan dengan garam dapur. Ion
natrium ini kemudian mengalami pertukaran dengan kation lainnya. Pada prinsipnya
resin penukar kation dalm bentuk H+ dikocok dengan larutan NaCl. Pengocokan beberapa
lama hingga tercapai kesetimbangan, menurut reaksi:
Penggunaan resin penukar kation asam lemah dibatasi dalam rentang pH, yaitu
pada pH 5 s/d 14. Sebaliknya resin penukar kation asam kuat dapat digunakan pada pH 1
s/d 14. Pada harga pH rendah, penukar kation asam lemah akan terikat kuat pada proton
untuk terjadinya pertukaran. Demikian juga penukar kation asam lemah tidak akan dapat
sempurna melepaskan kation dari basa sangat lemah. Hal ini sebaliknya akan terjadi
untuk resin penukar kation asam kuat. Hal ini sejalan dengan ketidak sempurnaan reaksi
asam lemah-basa lemah. Resin asam lemah umumnya digunakan untuk pemisahan basa
kuat atau zat ionik multifungsi seperti protein atau peptida. Zat tersebut tertahan kuat
pada penukar kation asam kuat, sementara resin asam kuat lebih disukai terutama untuk
campuran yang kompleks. (Soebagio, 2005).
Prinsip dasar resin jenis ini ialah dapat ditukarnya anion hidroksil oleh anion lain
yang terjadi pada resin penukar ion. Ada dua jenis resin penukar anion, yaitu resin yang
memiliki gugus basa kuat (gugus ammonium kuartener) dan resin yang memiliki gugus
basa lemah (gugus anion). Reaksi pertukaran dapat dituliskan sebagai berikut:
Penukar basa kuat dapat digunakan di atas rentangan pH 0 s/d 12, sedangkan resin
penukar basa lemah hanya di atas rentangan pH 0 s/d 9. Golongan penukar basa lemah
tidak akan melepaskan asam yang sangat lemah, tetapi akan lebih disukai untuk asam
kuat yang mungkin tertahan oleh resin basa kuat seperti sulfonate (Soebagio, 2005).
C. Rangkaian Alat
Rangkaian alat atau komponen dasar biasa dipakai dalam teknik kromatografi ion,
yang terdiri atas:
1. Eluent, yang berfungsi sebagai fase gerak yang akan membawa sampel tersebut
masuk ke dalam kolom pemisah.
2. Pompa, yang berfungsi untuk mendorong eluent dan sampel tersebut masuk ke
dalam kolom.
3. Injektor, tempat memasukkan sampel dan kemudian sampel dapat didistribusikan
masuk ke dalam kolom.
4. Kolom pemisah ion, berfungsi untuk memisahkan ion-ion yang ada dalam sampel.
Ada dua cara untuk melaksanakan penukaran ion, yaitu cara “unggun” (bath
exchange) dan cara penukaran dalam kolom. Cara pertama jarang digunakan, oleh karena
itu pembicaraan difokuskan pada cara kedua, yaitu penukaran di dalam kolom.
Ada persesuaian antara proses penukaran ion di dalam kolom –enukar ion dengan
proses kromatografi partisi cair-cair. Seperti halnya pada kolom kromatografi akan terjadi
juga banyak sekali proses kesetimbangan secara bersamaan. Untuk memahami proses
yang terjadi, maka dibayangkan bahwa di dalam kolom tersebut terdapat lapisan-lapisan
imajiner (pelat-pelat teori) tempat terjadinya proses kesetimbangan. Oleh karena itu
konsep pelat teori yang dikembangkan oleh Martin dan Synge pada kromatografi partisi
dapat diaplikasikan secara langsung dalam kromatografi penukaran ion dengan beberapa
perubahan terminologi.
Secara kuantitatif afinitas resin penukar ion terhadap ion-ion yang ditukar
dinyatakan dengan besaran angka banding distribusi (D) sebagai berikut:
dalam kromatografi penukar ion, persamaan fundamental yang umum digunakan adalah
VR = VM + K.VS, dengan;
VR = Volume retensi komponen X
VM = Volume fasa gerak dalam kolom
K = Koefisien distribusi komponen X antara fasa gerak dan fasa diam
VS = Volume fasa diam dalam kolom
Bila tR adalah waktu retensi, dan F adalah laju alir fasa gerak dalam kolom, maka
VR = tR × F. Selain itu VS dapat pula dinyatakan dalam bentuk lain yaitu VR = VM (1 +
k’), dimana k’ = factor kapasitas. (Soebagio, 2005).
Larutan ionik seringkali bersifat korosif dan mengakibatkan kolom tidak bertahan
lama
F. Aplikasi Kromatografi
1. Determination of Iron (III) and Iron (II) from Iron Sucrose Injection and
Iron Polymaltose by Ion Chromatography (Volume 8 Issue 1, January 2019).
Acikara, O.B., 2013, Ion-Exchange Chromatography And Its Applications, Intech, Open Sience
Open Minds.
Amin, M., 2020, Penentuan Secara Serempak Kadar Minor Anion (F -, Cl-, No2-, Br-, No3-,
So42– Dan Po43-) pada Sampel Air Minum dalam Kemasan (AMDK) dengan Teknik
Kromatografi Ion Kinerja Tinggi, Techno, 09.
Araujo, D.F., 2017, Ion Exchange Chromatography And Mass Bias Correction For Accurate And
Precise Zn Isotope Ratio Measurements In Environmental Reference Materials By
Mc-Icp-Ms, J. Braz. Chem. Soc., Vol. 28, No. 2, 225-235
Biyantoro, Dkk. 2006. Pemisahan Ce Dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-X8 Melalui
Proses Pertukaran Ion, Jurnal Batan, Vol 9, No 1, Hal 29 – 35.
Day, R. A dan A.L Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Chetan,dkk.2019. Determination of Iron (III) and Iron (II) from Iron Sucrose Injection and Iron
Polymaltose by Ion Chromatography, Vol 8, Hal 740-753.
Day, R. A dan A.L Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Lestari, R.P., Nelson R., Gifrianto, R., Dan Hindratmo, B., 2020, Pengujian Sulfur Oksida (So )
x
Dari Emisi Sumber Tidak Bergerak Menggunakan Metode Ion Kromatografi, Ecolab,
14.2, 101-110
Nesterenko, P. N., & Paull, B. (2017). Ion Chromatography Liquid Chromatography (Pp. 205-
244): Elsevier.
Sulistyani, R., Pusparini, W.R., Biyantoro, D., 2016, Pemisahan Y, Dy, Gd Hasil Ekstraksi Dari
Konsentrat Itrium Menggunakan Kolom Penukar Ion, Prosiding Pertemuan Dan
Presentasi Ilmiah – Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Nuklir 2016.
Todorović, Ž., Rajaković, L. V., & Onjia, A. E. (2017). Modelling Of Cations Retention In Ion
Chromatography With Methanesulfonic Acid As Eluent. Hemijska Industrija, 71(1),
27-33.
Yoshikawa, K., Uekusa, Y., & Sakuragawa, A. (2015). Determination Of Sulphite In Wines
Using Suppressed Ion Chromatography. Food Chemistry, 174, 387-391.
Zatirakha, A., Smolenkov, A., & Shpigun, O. (2016). Preparation And Chromatographic
Performance Of Polymer-Based Anion Exchangers For Ion Chromatography: A
Review. Analytica Chimica Acta, 904, 33- 50.