PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Percobaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b.
Resin harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
c.
Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat
dicapai dan harus stabil kimiawi.
d.
air.
mengikat ion pada kristal, konsentrasi ion-ion yang bertukaran, ukuran kedua
ion, kelonggaran ion-ion kisi dan efek kelarutan. Teori lapisan rangkap, Gouy dan
Stern menggambarkan lapisan rangkap terdiri atas lapisan dalam yang tetap
serta lapisan muatan luar yang mudah bergerak dan menghambur. Lapisanlapisan muatan berasal dari ion-ion yang terabsorpsi dan ion-ion tersebut
berbeda dengan ion-ion yang terdapat pada lapisan bagian dalam. Lapisan ion
ini berpengaruh terhadap sifat elektronika system koloid. Teori membran donnan
berhubungan dengan distribusi tidak serasi ion-ion pada kedua sisi membran.
Satu sisi mengandung elektrolit yang ion-ionnya tidak dapat menembus melalui
membran.[11]
Asam arisulfonat merupakan asam kuat. Sehingga gugus-gugus ini
terionisasi pada saat air menembus manic-manik resin:
R __ SO3H R __ SO3-H+
Hal ini bertolak belakang dengan elektrolit biasa, anion terikat secara permanen
pada matriks polimernya, anion ini tidak bisa bermigrasi melalui fasa berair di
dalam pori-pori resin dan tidak bias melepaskan diri dan bergerak keluar menuju
larutan terluar.[12]
Penukar ion memiliki keuntungan dan kerugian, yaitu:[13]
a. Keuntungannya antara lain:
1. Mudah dioperasikan.
2. Harga faktor dekontaminasinya cukup tinggi
bila dibandingkan cara kimia biasa.
3. Dibandingkan dengan proses ekstraksi pelarut,
pertukaran ion lebih efisien.
4. Bila resin mengalami kejenuhan sementara dapat
diregenerasi, yaitu pengusiran
kembali ionion dalam gugus nmgsional dcngan aSc1m basa yang lebih kuat.
5. pemungutan radionuklida lebih selektif dan kuantitatif.
b. Kerugiannya antara lain:
1. Harga mahal.
2. Harga peralatan mahal. Hal ini dapat diimbangi
karena resin penukar ion dapat diregenerasi sehingga dapat
dipakai beberapa kali.
3. Stabilitas terhadap sultu terbatas Operasi pertukaran ion pada
umumnya dilakukan pada suhu kamar.
Suatu kekurangan lain dalam penggunaan penukar ion cairan adalah
perlu mengekstraksi balik spesi-spesi yang diperlukan dari fasa organic ke dalam
fase air sebelum menyelesaikan penetapan. Namun, fase organiknya kadangkadang dapat digunakan langsung untuk penetapan spesi-spesi ysng diekstraksi
itu, khususnya dengan menghembuskannya langsung ke nyala api dan menaksir
ion-ion logam yang telah diekstraksi tadi dengan fotometri nyala atau
spektroskopi absorpsi atom.[14]
BAB III
METODE PERCOBAAN
A.
Hari/ Tanggal
Pukul
: 07.30-10.00 WITA
Tempat
: Laboratotium Kimia Analitik Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar.
B.
1.
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu oven, buret basa 25 mL, kolom
resin, pipet volume 25 mL, gelas kimia 250 mL dan 500 mL, cawan penguap,
kaca arloji, corong, batang pengaduk, spatula, bulp, pipet tetes dan botol
semprot.
2.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aluminium foil, aquades (H2O),
indikator fenoftalein (C20H1404) 0,05%, natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N,
natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M dan resin.
C.
Prosedur Kerja
1.
Menimbang + 3 gram resin penukar ion dengan menggunakan cawan
penguap dan ditutup dengan aluminium foil kemudian merendamnya selama 1
malam untuk mengaktifkan resin.
2.
Mengeringkan resin penukar kation menggunakan cawan penguap ke
dalam oven selama 2 hari dengan temperatur 35oC.
3.
4.
Menuangkan ke dalam kolom resin tersebut dengan aquades hingga
setengah dari bagian kolom.
5.
Menimbang 0,5 gram resin kering dalam kaca arloji dan memasukkannya
ke dalam kolom.
6.
Menambahkan dengan air suling untuk melindungi resin dengan
permukaan air 1 cm di atas permulaan resin.
7.
Menambahkan 250 mL 0,25 M Na2SO4 melalui corong di atas kolom
dengan kecepatan penetesan 2mL/ menit.
8.
9.
Menitrasi efluen dengan larutan standar 0,1 M NaOH dengan indikator
fenoftalein sampai berwarna merah muda.
10. Menghitung kapasitas resin penukar kation dalam miliekivalen/gram.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan
1.
Resin berwarna
kuning muda
2.
Larutan berwarba
bening
3.
Larutan bening
4.
merah muda
B.
Reaksi
2R-H+ + Na2SO4
C.
2R-Na+ + H2SO4
Hasil Pembahasan
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan pada percobaan ini adalah pada resin penukar kation, kation
yang ditukarkan adalah Na+ dari Na2SO4 yang bertukar dengan kation H+ dari
resin kation, menghasilkan H2SO4. Setelah dititrasi dengan NaOH kembali
menghasilkan Na2SO4 dan H2O kapasitas resin penukar kation dalam percobaan
ini adalah 49,5540 mol/gr resin.
B.
Saran
Saran untuk percobaan ini yaitu sebaiknya dalam percobaan dilakukan juga
uji terhadap resin penukar anion sehingga dapat dibedakan hasil pengamatan
antara resin penukar kation dan resin penukar anion.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
1994.
Biyantoro, Dwi, dkk. Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-x8
melalui proses Pertukaran ion, Vol. IX, No. 1 (Januari 2006). h. 29-35.
Day dan Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta: Erlangga. 2002.
Hendayana, Sumar. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.
Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI Press. 2010
Supardi, Busron Masduki. Pengolahan Limbah Radioaktif Uranium Cair
dengan Resin Penukar Ion Campuran. (Maret 1996). h. 308-312.
[14]Basset, J, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, h. 202.
Diposkan oleh Star yuliana di 21.28
A.
Judul Percobaan
Tujuan Percobaan
Landasan teori
dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada
permukaan atau di dalam pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan
suatu molekul zat terlarut teartentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat
penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul
tersebut di antara fase bergerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahana
secara selektif, maka masing-masing kmponen akan bergerak sepanjang kolom
dengan laju yang tergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika
pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval
waktu yang berbeda, mengingat bahwa proses keseluruhan adalah fenomena
migrasi secara diferensial yang dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif
berupa aliran fase bergerak (Khopkar, 2010:135-136).
Pekerjaan pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin
penukar ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam usaha untuk
memisahkan produk-produk reaksi fisi. Bahan pertukaran ion adalah zat yang tak
dapat larut yang mengandung ion. Ion ini dapat ditukar gantikan oleh ion dari
dalam larutan elektrolit. Ion fosfat merupakan pangganggu yang dijumpai dalam
banyak analisis yang melibatkan penetapan logam. Namun jika larutan itu
dilewatkan kolom resin penukar anion dalam bentuk ion klorida, maka ion fosfat
itu digantikan oleh ion klorida. Sama juga, penentuan fosfat dipersukar oleh
adana pelbagai ion logam, tetapi jika larutan itu dilewatkan kolom reasin penukar
kation dalam bentuk terprotonkan, maka kation pengaganggu digantikan oleh
hidrogen ion (Basset, 1994: 10-11).
Menurut Khopkar (2010:16), resin penukar ion berdasarkan pada keberadaan
gugus labilnya dapat secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni:
1.) Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
2.) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan COOH)
3.) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier
atau kuartener.
4.)
Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai
gugusan labil).
Kapasitas dan efektivitas resin terhadap klor dikerjakan dengan melewatkan
larutan klor dengan beberapa variasi konsentrasi ke dalam kolom resin yang
didiamkan selama waktu jenuhnya. Kapasitas resin penukar anion didefinisikan
sebagai banyakny anion yang dapat diturunkan oleh setiap 1 g resin kering,
selanjutnya kapasitas resin dapat dicari berdasarkan grafik kapasitasnya yang
diperoleh dengan cara membuat grafik antara variasi konsentrasi larutan klor
dengan banyaknya klor yang terikat oleh 1 g resin (Antara, 2008: 90).
Mengetahui besarnya nilai penukaran suatu resin penukar ion dalam praktek
berguna untuk dapat memperkirakan berapa banyaknya resin yang diperlukan
(yang harus dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu
pemisahan. Dalam praktek biasanya jumlah resin yang dimasukkan ke dalam
kolom adalah 2 kali jumlah yang dihitung berdasarkan nilai kapasitas
penukarannya (Tim Dosen Kimia Analitik, 2013: 17-18).
--->
Fe(CN)3
Dalam larutan yang sedikit asam, Fe3+ yang direaksikan dengan ammonium
tiosianat, dihasilkan pewarnaan merah tua (perbedaan dari ion besi (II)), yang
disebabkan karena pembentukan suatu kompleks besi (III) tiosianat yang tak
berdisosiasi:
Fe3+ + 3SCN-
----->
Fe(SCN)3
Molekul yang tak bermuatan ini dapat diekstraksi oleh eter atau amil alkohol.
Selain itu, terbentuk pula serangkaian ion-ion kompleks, seperti [Fe(SCN)]2+,
[Fe(SCN)4]-, [Fe(SCN)5]2-, dan [Fe(SCN)6]3- (Svehla, 1998: 263-264).
D.
1.
a.
Alat
Buret 50 mL 4 buah
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Erlenmeyer 250 mL
i.
j.
k.
l.
m.
n.
2.
Bahan
a.
b.
c.
d.
Indikator pp
Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Dimetil glioksim
n.
Larutan KSCN
E.
Prosedur Kerja
1.
Menentukan kapasitas resin penukar kation
a.
Mengisi buret (kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang
terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
b.
Menimbang dengan teliti 0,5 g resin penukar kation ke dalam gelas kimia
100 mL dan memindahkan resin tersebut ke dalam kolom dengan menggunakan
corong yang kering.
c.
Menambahkan aquades secukupnya sampai seluruh resin terendam
semua. Mengeluarkan gelembung udara yang ada di dalam dengan cara
memukul-mukul kolom tersebut dengan tabung karet. Selanjutnya atur tinggi air
sekitar 1 cm di atas permukaan resin.
d.
Mengisi corong pisah dengan 250 mL larutan Na2SO4 0,25 M. Membiarkan
larutan tersebut masuk ke kolom dengan kecepatan kira-kira 2 tetes per 3
menit.
e.
f.
Bila larutan telah masuk ke dalam kolom semua maka selanjutnya efluen
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indikator pp
untuk menentukan titik akhir titrasi.
2.
Penentuan kapasitas resin penukar anion
a.
Mengisi buret (sebagai kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang
terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
b.
Menimbang dengan teliti 0,1 gram resin penukar anion kering yang bersifat
basa kuat dan memasukkan resin tersebut ke dalam kolom dengan
menggunakan corong yang kering.
c.
Mengisi corong pisah dengan larutan NaNO3 0,25 M dan membiarkan
menetes melalui kolom dengan kecepatan 2 tetes per menit.
d.
e.
Setelah semua larutan telah masuk ke dalam kolom, titrasi efluen dengan
larutan AgNO3 0,1 M standar, menggunakan indikator K2CrO4untuk menentukan
titik akhir titrasi.
3.
a.
Menimbang 20 g resin penukar kation yang dimasukkan ke dalam gelas
kimia 250 mL.
b.
c.
Mengaduk selama beberapa menit kemudian mendekantir cairannya
hingga volumenya tinggal 25 mL.
d.
e.
Memasukkan resin ke dalam kolom kromatografi yang bagian bawahnya
telah diisi dengan sedikit kapas dan aquades sedemikian rupa hingga tinggi resin
dalam buret 20 cm. Menutup bagian atas resin dengan sedikit kapas.
f.
Mencuci kolom resin dengan sedikit aquades dan menjaga agar permukaan
air tidak berada di bawah lapisan kapas bagian atas.
g.
Memasukkan 25 mL HCl pekat ke dalam corong pisah yang telah dipasang
di atas tabung kolom resin. Dengan hati-hati, meneteskan HCl pekat ke dalam
kolom sambil mengeluarkan aquades dalam kolom per tetes juga hingga
permukaan HCl pekat dalam kolom 1cm di atas lapisan kapas.
h.
Dengan menggunakan pipet, mengambil 2 mL larutan cuplikan yang
mengandung campuran Ni2+ dan Fe3+ dan memasukkannya ke dalam kolom
resin. Mengisi corong pisah lagi dengan 25 mL HCl pekat.
i.
Mengeluarkan larutan HCl dari kolom resin dan mengatur laju air efuen 0,5
mL per menit. Menampung efluen dalam labu Erlenmeyer hingga volumenya 10
mL. Selama pengeluaran efluen, HCl pekat dalam corong pisah harus selalu
diteteskan hingga permukaan HCl pekat dalam kolom sesalu tetap.
j.
Mengganti labu Erlenmeyer tersebut dengan labu Erlenmeyer lain untuk
menampung efluen I yang menandung ion.
k.
Setelah semua ion Ni2+ keluar, mengisi corong pisah dengan 25 mL HCl
0,5 M. Mengalirkan ke dalam kolom resin sambil mengeluarkan dan menampung
efluen II (Fe3+).
l.
Menampung tiga (3) tetes terakhir dari efluen dalam tabung reaksi dan
menambahkan beberapa tetes dimetil glioksim. Jika tidak terjadi perubahan
warna, maka efluent diganti dengan HCl 0,5 M untuk mengelusi Fe3+ dari kolom.
m. Menguji efluen II dengan 2-3 tetes KSCN untuk mengidentifikasi adanya
besi.
n.
Setelah pekerjaan selesai, mencuci kolom resin dengan aquades hingga
bersih.
F.
1.
Hasil Pengamatan
Penentuan kapasitas resin penukar kation
No
.
Perlakuan
Hasil Pengamatan
2.
Menambahkan H2O ke
dalam kolom.
3.
Memasukkan 250 mL
Na2SO4 0,25 M ke dalam
kolom melalui corong
pisah sedikit demi sedikit.
1.
4.
2.
3.
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1.
2.
3.
4.
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1.
Menimbang 20 g resin
penukar kation dan
memasukkannya ke dalam
kolom yang telah diisi
kapas dan resin telah
didekantir, dan ditambah
H2O.
2.
Memasukkan 25 mL HCl
pekat ke dalam kolom
melalui corong pisah
sedikit demi sedikit
kemudian memasukkan 2
mL campuran Ni2+ dan
Fe3+ kemudian 25 mL HCl
pekat.
a.
3.
4.
5.
Konsentrasi NaOH
= 0,1 N
Volume NaOH
= 0,2 mL
Berat resin
= 0,5 g
Kapasitas resin
= 0,8 meq/g
b.
Konsentrasi AgNO3
Volume AgNO3
= 0,1 N
= 0,4 mL
Berat resin
= 0,1g
Kapasitas resin
= 8 meq/g
c.
Efluen I
= Ni2+
Efluen II
= Fe3+
Analisis Data
Kapasitas resin penukar kation
Diketahui:
V NaOH = 0,2 mL
w = 0,5 g
a NaOH = 0,1 N = 0,1 meq/mL
Ditanyakan: C = ..?
Penyelesaian:
Fp =
= 20
C = Fp
= 20
= 0,8 meq/g
2.
Diketahui:
V AgNO3 = 0,4 mL
w = 0,1 g
a AgNO3 = 0,1 N = 0,1 meq/mL
Ditanyakan: C = ..?
Penyelesaian:
Fp =
= 20
C = Fp
= 20
= 8 meq/g
H.
1.
Pembahasan
Penentuan kapasitas resin penukar kation
pertukaran ion H+ dan Na+secara teratur dan lebih banyak diperoleh. Reaksi
yang terjadi antara resin dan Na2SO4 adalah sebagai berikut:
Resin penukar anion merupakan resin yang gugus fungsionalnya memiliki ion
negatif (anion) untuk dipertukarkan. Besarnya kapasitas suatu resin penukar
anion yang bersifat basa dapat ditentukan dengan cara menetapkan banyaknya
milligram ekivalen NO3- yang dapat dipertukarkan dengan 1 g resin dalam
bentuk ion Cl-. Prinsip kerja penukar anion sama dengan resin penukar kation.
Hanya saja ion yang dipertukarkan yang berbeda. Senyawa yang ditambahkan
melalui corong pisah pada percobaan ini adalah NaNO3 dimana ion NO3- akan
bertukar dengan ion Cl- pada resin untuk mencapai kestabilan karena perbedaan
keelektronegatifan. Unsur atau senyawa yang memiliki harga keelektronegatifan
lebih tinggi, maka kemampuannya untuk berikatan dengan atom lain dalam
ikatan kimia semakin besar. Dalam kasus ini, Cl- lebih elektronegatif dari
NO3- dan perbedaan keelektronegatifan Cl- dan Na+ lebih besar dari Na+ dan
NO3- sehingga Na+ lebih cenderung tertarik ke Cl- untuk membentuk ikatan
ionik. Reaksi yang terjadi yaitu:
akhir titrasi dari tak berwarna menjadi berwarna jingga. Volume AgNO3 yang
digunakan dalam titrasi ini adalah 0,4 mL. Pada titik akhir titrasi, akan terbentuk
endapan pada larutan karena kelebihan Ag yang tidak berikatan dengan Clbereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4. Adapun reaksinya yaitu:
Berdasarkan analisis data, kapasitas resin penukar anion yang diperoleh adalah
8 meq/g, yang berarti bahwa dalam 1 g resin, sebanyak 8 mgreek anion yang
dipertukarkan.
3.
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan ion Ni2+ dan Fe3+ dalam cuplikan
dengan menggunakan resin penukar kation. Menurut teori, resin yang
seharusnya digunakan adalah resin penukar anion karena Ni2+ dan Fe3+ adalah
kation yang akan bereaksi dengan Cl- dari resin yang dielusi dengan HCl pekat
yang berfungsi sebagai pengompleks ion Ni2+ dan Fe3+. Ni2+ bereaksi dengan
HCl pekat dapat membentuk kompleks [Ni(Cl4)]2-. Penggunaan HCl pekat pada
Ni karena HCl tersebut akan terikat kuat pada resin dan anion akan membentuk
senyawa kompleks dengan Ni2+. Sedangkan Fe3+ menggunakan HCl encer
untuk mengelusi anion-anion yang terikat pada resin tersebut membentuk ion
kompleks [Fe(Cl)6]3-. Ion kompleks [Fe(Cl)6]3- terserap sangat kuat oleh resin
penukar anion karena tetapan kestabilannya lebih stabil daripada ion [Ni(Cl)4]2-,
sehingga [Ni(Cl)4]2-akan cepat keluar dari kolom sementara ion
[Fe(Cl)6]3- ditahan oleh resin penukar anion sebagai akibat penggunaan HCl
pekat. Efluen I berwarna kuning dan efluen II berwarna hijau. Menurut teori,
efluen I berwarna hijau yang mengandung Ni2+dan efluen II berwarna kuning
yang mengandung Fe3+. Ketidaksesuaian dengan teori dapat diakibatkan karena
penggunaan resin yang salah.
Pengidentfikasian ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan menambahkan
indikator pada masing-masing efluen. Efluen I yang berwarna kuning direaksikan
dengan dimetil glioksim (C4H8O2N2) menghasilkan warna yang tetap. Menurut
teori, nikel yang direaksikan dengan dimetil glioksim juga memiliki warna tetap
(tidak terjadi perubahan warna). Efluen II yang berwarna hijau direaksikan
dengan kalium tiosianat (KSCN) menghasilkan larutan yang berwarna merah
yang menandakan larutan positif mengandung besi (Fe). Hal ini sesuai teori,
dimana jika terdapat sampel yang mengandung besi dan direaksikan dengan
KSCN akan menghasilkan warna merah. Reaksi nikel (Ni2+) dan besi (Fe3+)
yaitu:
I.
Penutup
1.
Kesimpulan
a.
b.
c.
Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan kromatografi
penukar anion, dimana menurut teori, efluen I adalah Ni2+ yang berwarna hijau
dan tetap hijau setelah direaksikan dengan dimetil glioksim. Efluen II adalah
Fe3+ yang berwarna kuning dan akan berubah menjadi merah setelah
direaksikan dengan KSCN.
2.
Saran
Pada pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+ haruslah memperhatikan resin yang dipakai.
Resin yang benar untuk digunakan dalam percobaan ini adalah resin penukar
anion.
DAFTAR PUSTAKA
Antara,IK.G.dkk.2008. Kajian Kapasitas dan Efektivitas Resin Penukar Anion untuk
Mengikat Klor dan Aplikasinya pada Air. Jurnal Kimia 2(2), Juli 2008, Hal: 87-92.
Basset, J.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harimu, La.dkk. 2009. Sintesin Poliugenil Oksiasetat sebagai Pengemban untuk
Pemisahan Ion Logam Berat Fe(III), Cr(III), Ni(II), Co(II), dan Pb(II) Menggunakan
Metode Ekstraksi Pelarut. Indo.J.Chem, 2009, 9(2), Hal:261-266.
Khopkar,S.M. 2010. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Svehla,G.1998. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Edisi Ke Lima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar:
Laboratorium Kimia FMIPA UNM.
PERCOBAAN V
RESIN PENUKAR ION
I.
Tujuan
1.1 Mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode penukar ion
1.2 Menentukan kapasitas resin penukar ion
II.
Tinjauan Pustaka
Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam
bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan
perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium di mana keseragaman
dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat
stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran ion adalah suatu
proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh
mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan
positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar
yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan
(Counterion). Pada umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar
resin penukar ion asam kuat dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren
divinilbenzena. Ikatan kimia pada polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah
larut dalam keasaman dan sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada suhu
diatas 150oC (Underwood, 1989).
Resin dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu harus cukup terangkai
silang, sehingga keterlarutan yang dapat diabaikan, resin itu cukup hidrofilik
untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur
dan berguna. Selain itu, resin juga harus menggunakan cukup banyak gugus
penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi dan resin yang sedang
mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air (Harjadi, 1993).
Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah banyak menetapkan penelitianpenelitian dalam sistem air, serta menghasilkan penetapan-penetapan yang
berguna. Namun lingkup dari pertukaran ion telah diperluas selama sekitar
dekade terakhir ini, dengan menggunakan baik sistem pelarut organik, maupun
sistem pelarut campuran air-organik. Pelarut-pelarut organik yang umum
digunakan adalah senyawaan-senyawaan akso dari tipe alkohol, keton dan
karboksilat yang umumnya mempunyai tetapan dielektrik dibawah 40 (Svehla,
1985).
Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan
sifat: mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan
mengandung ion-ion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara
reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi
perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut. Penukaran ion
bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa
suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion
lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini berupa kation-kation dalam penukar kation,
dan berupa anion-anion dalam penukar anion (Bassett, 1994).
Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar
kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses
pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah
terpakai ke bentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion
dari kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya
disebut eluent. Yang disebut dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah
gugusan-gugusan yang dapat dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam
V.
Perlakuan/Jenis
Resin
Titran
Volume Titran
(mL)
NaOH 0,1 M
0,2
AgNO30,1
M
0,1
= 0,1 M ~ 0,1 N
= 0,1 M ~ 0,1 N
= 0,2 mL
= 0,1 mL
= 1 gram
Ckation = C1
= 0,02 meq/gram
b)
Canion = C2
= 0,01 meq/gram
5.3 Pembahasan
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion positif
atau ion negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia lain
dari luar. Terdapat dua jenis resin penukar ion, yaitu resin penukar kation dan
resin penukar anion. Pada resin penukar kation, kation yang terikat pada resin
akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitu pula pada
resin penukar anion, anion yang terikat pada resin akan digantikan oleh anion
pada larutan yang dilewatkan.
Percobaan ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui teknik pemisahan
dengan metode penukar ion dan menentukan kapasitas resin penukar ion kation
dan anion berdasarkan prinsip kerjanya, yaitu pertukaran ion yang terikat pada
polimer pengisi resinnya dengan ion yang dilewatkan. Pada percobaan ini
digunakan masing-masing 1 gram resin penukar kation dan resin penukar anion.
Perlakuan pertama menggunakan resin penukar kation. Sebelum resin penukar
kation dimasukkan dalam kolom resin, terlebih dahulu dimasukkan kapas sampai
pada ujung kolom. Kapas ini berfungsi untuk menyaring larutan yang akan
menuruni kolom sehingga akan diperoleh efluen yang murni. Resin yang
dimasukkan dalam kolom resin kemudian dibasahi menggunakan aquades agar
lebih mudah bereaksi dengan larutan yang akan ditambahkan, yaitu larutan
Na2SO4 0,25 M. Aquades dijaga tetap berada 1 cm di atas resin, karena pada
perlakuan ini aquades berfungsi sebagai wadah untuk bereaksinya resin dengan
larutan Na2SO4. Penambahan larutan Na2SO4 dilakukan dengan cara
meneteskannya sedikit demi sedikit ( 1 tetes/2 detik) menggunakan corong
pisah, dengan tujuan agar pertukaran ion H+ dan Na+ berlangsung lebih teratur
dan lebih banyak. Hal ini dikarenakan resin yang digunakan mengandung
H+ dan juga bahan lainnya, dan ion H+ pada resin yang akan bertukar dengan
Na+membutuhkan waktu untuk lepas dari ikatannya dengan ion lain di dalam
resin. Maka penambahan Na2SO4 dilakukan secara lambat, agar Na+ dapat
bertukar dengan ion H+ dengan tepat. Pada perlakuan ini, resin penukar kation
yang digunakan adalah resin yang mengandung gugus H+ yaitu yang bersifat
basa kuat. Ion H+ ini nantinya akan ditukarkan dengan ion Na+ dari Na2SO4,
sehingga efluen yang terbentuk adalah efluen H2SO4. Ion H+ dan Na+ dapat
bertukar karena adanya perbedaan keelektronegatifan di mana atom H dan Na
berada pada golongan yang sama, sebagaimana diketahui dari atas ke bawah
sifat keelektronegatifannya semakin kecil. Atom H berada pada periode 1
sedangkan Na berada pada periode 3, jadi H+ lebih elektronegatif daripada Na+,
sehingga H+lebih stabil berikatan dengan SO42- daripada Na+. Selain itu, H juga
unsur nonlogam sehingga lebih mudah untuk membentuk kation kovalen.
Dengan demikian proses pertukaran kation dapat berlangsung.
VI. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion
positif atau negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia
dari luar. Resin penukar ion tebagi 2, yaitu resin penukar kation dan resin
penukar anion.
2.
Pada resin penukar kation, kation yang ditukarkan adalah Na+ dari
Na2SO4 yang bertukar dengan kation H+ dari resin kaion, menghasilkan H2SO4.
Setelah dititrasi dengan NaOH kembali menghasilkan Na2SO4 dan H2O.
3.
Pada resin penukar anion, anion yang ditukarkan adalah NO3- dari
NaNO3 yang bertukar dengan anion Cl- dari resin anion, menghasilkan NaCl.
Setelah dititrasi dengan AgNO3 kembali menghasilkan NaNO3 dan endapan putih
AgCl.
4.
Kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya
resin yang diperlukan untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan.
5.
Kapasitas resin penukar kation dalam percobaan ini adalah 0,02 meq/gram,
sedangkan kapasitas resin penukar anion adalah 0,01 meq/gram.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penyisihan kesadahan dengan metode penukar ion. Laboratorium
Operasi Teknik Kimia FT UNTIRTA. Banten.
Anonim. 2013. Resin Penukar Ion. http://brown13zt.blogspot.com. Diakses pada
24 November 2013. Palu.
Bassett, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.