Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin penukar


ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam usaha untuk memisahkan
produk-produk reaksi fisi. Penukar kation, sintesis digunakan untuk memisahkan
unsur-unsur anggota series lantanida dan aktinida . pemisahan senyawa organik
seperti asam-asam amino telah dicapai dengan metode penukar ion.[1]
Beraneka ragam bahan, organik dan anorganik, memperagakan
perilaku pertukaran ion, tetapi pada penelitian di laboratorium dimana
keseragaman sangat penting, pertukaran ion yang sangat disukai biasanya
adalah bahan-bahan sintesis yang dikenal sebagai resin pertukaran ion. Resin ini
dibuat dengan memasukkan gugus yang dapat diionisasi ke dalam matriks
polimer organik, yang paling utama adalah polistirena terhubung silang sebagai
adsorben.[2]
Awalnya penukaran ion adalah silikat-silikat, tanah diatomea,
aluminosilikat sintesis seperti zeolit. Penemuan ini suatu kebetulan. Thomas dan
Way di Inggris memperhatikan sifat-sifat penukar basa suatu sampel tanah
dengan menambahkan penyubur seperti amonium sulfat.pertukaran natrium,
kalsium di dalam tanah membentuk kalsium aluminosilikat yang menunjukkan
fenomena reaksi pertukaran ion. Penukar-penukar ion anorganik mempunyai
penggunaan penting dalam pemisahan radiokimia. Garam-garam zirkonium tidak
larut seperti tungstat dan posfat banyak dimanfaatkan dalam analisis kimia.[3]
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan percobaan
kromatgrafi kolom (resin penukar ion).

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam percobaan ini yaitu bagaimana cara


menentukan kapasitas resin penukar kation?

C.

Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk menentukan kapasitas


resin penukar kation.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah pertukaran ion secara umum diartikan sebagai pertukaran dari


ion-ion yang bertanda muatan (listrik) sama, antara suatu larutan dan suatu
badan (bahan) yang padat serta sangat tidak dapat larut pada saat larutan itu
bersentuhan. Zat padat itu (pertukaran ion) tentu saja harus mengandung ionion miliknya sendiridan agar pertukaran dapat berlangsung dengan cukup pesat
dan ektensif sehingga mempunyai nilai praktis, zat padat itu harus mempunyai
struktur molekuler yang terbuka dan permeable (dapat ditembusi) sehingga ionion dan molekul-molekul pelarut dapat bergerak keluar masuk dengan bebas.
Banyak zat, baik alamiah maupun yang buatan, mempunyai sifat-sifat penukar
ion, tetapi untuk pekerjaan analisis, yang paling menarik adalah pertukaran
organik sintesis.[4]
Prinsip dasar pemisahan dengan kromatografi kolom penukar ion
adalah perbedaan kecepatan migrasi ionion di dalam kolom penukar ion. Apabila
resin di masukkan ke dalam air, maka air akan terserap resin dan resin akan
menggelembung, sedangkan gugus asamnya larut. Besarnya penggelembungan
resin ditentukan oleh derajad ikatan silangnya, yaitu banyaknya % berat
divinilbenzen dalam resin. Semakin besar derajat ikatan silangnya
akan semakin kuat ikatan resin dan semakin kecil penggelembungannya. Resin
yang dimasukkan dalam air akan terionisasi menurut persamaan :
ResinSO3H Resin SO3- + H+
Ion H+ dalam gugus sulfonat dapat diganti oleh kation yang lain (Ce dan Nd).
Reaksi pertukaran kation ini akan sangat tergantung pada afinitas kation
terhadap gugus fungsi sulfonat. Afinitas atau kekuatan ikatan suatu kation pada
gugus sulfonat akan sangat tergantung pada muatan kation dan jari-jari ion.[5]
Resin penukar ion itu harus berupa partikel yang berukuran kecil
supaya memberi permukaan kontak yang luas, namun tidak boleh begitu halus
sampai menimbulkan laju aliran yang sangat lambat. Kebanyakan pekerja
analisis bahan-bahan 50-100 mesh atau 100-200 mesh akan memadai. Hal ini
berarti diameter manic resin harus kurang dari sepersepuluh diameter kolom.
Resin dengan rangkaian silang yang sedang atau tinggi jarang menunjukkan
perubahan volume lebih lanjut dan apabila terkena perubahan kekuatan ionic
yang egitu besar maka akan terjadi perubahan-perubahan volume yang berarti.
[6]
syarat-syarat dasar bagi suatu resin yang berguna adalah:[7]
a.
Resin itu harus cukup terangkai silang sehingga kelarutannya dapat
diabaikan.

b.
Resin harus cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui
strukturnya dengan laju yang terukur (finite) dan berguna.
c.
Resin harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat
dicapai dan harus stabil kimiawi.
d.
air.

Resin yang sedang mengembang harus lebih besar rapatannya daripada

Karakteristik fasa gerak dalam kromatografi pada penukaran ion seperti


yang diperlukan oleh jenis kromatografi lain. Fasa gerak harus melarutkan
cuplikan, mempunyai kekuatan pelarut yang memberikan waktu retensi yang
cocok, berinteraksi dengan solut sehingga memberikan harga selektivitas yang
tepat. Fasa gerak dalam kromatografi penukaran ion adalah larutan dalam air
yang dapat mengandung sedikit metanol atau pelarut organik lain yang
bercampur dengan air. Pelarut ini juga mengandung senyawa-senyawa ionis
dalam bentuk buffer. Kekuatan pelarut dan selektifitas ditentukan oleh jenis dan
konsentrasi bahan-bahan tambahan ini. Ion-ion dari fasa gerak saling bersaing
dengan ion analit untuk memperebutkan tempat paling penukar ion. Fasa diam
dalam kromatografi penukar ion dapat berupa penukar ion asam sulfonat untuk
kation atau penukar amin untuk anion.[8]
Proses pertukaran ion dikerjakan dengan cara pembebanan ion-ion pada kolom
penukar ion. Kemudian ionion yang terikat dalam resin dialiri dengan eluen yang
mampu memberi kondisi keseimbangan yang berbeda-beda terhadap masingmasing ion yang terserap dalam resin. Keseimbangan yang berbeda ini me
ngakibatkan kecepatan migrasi ion dalam kolom resin tidak sama.[9]
Penukaran ion yang bernilai dalam analisis memilih beberapa
keasaman sifat yaitu hamper tidak larut dalam air dalam pelarut organic dan
mengandung ion-ion aktif atau ion-ion lawan yang akan bertukar secara
reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinya tanpa disertai
perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam perubahan tersebut, penukaran
ion ini bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah sederhana. Polimer ini
membawa sebuah muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan
pada ion-ion lawannya (ion akttif). Ion-ion aktif ini berupa kation-kation dalam
suatu penukar kation dan berupa anion-anion dalam suatu penukar anion
sehingga suatu penukar kation terdiri suatu anion polimerik dan kation-kation
aktif. Sementara suatu penukar anion adalah suatu kation polimerik dengan
anion-anion aktif.[10]
Berbagai teori telah mengemukakan untuk mekanisme pertukaran
yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu pertukaran kisi Kristal, lapisan rangkap
dan membran donnan. Teori kisi Kristal, Pauling dan Bragg menggambarkan
suatu analogi antara resin penukar ion dan zat padat ionik. Apabila ditempatkan
dalam medium dengan tetapan dielektrikum tinggi seperti air, gaya tarik
menarik bersih yang mengikat ion pada kristal berkurang sampai pada suatu
keadaan pertukaran ion ini dengan ion yang lain dalam larutan menjadi
sedemikian mudah. Pertukaran demikian tergantung pada besarnya gaya yang

mengikat ion pada kristal, konsentrasi ion-ion yang bertukaran, ukuran kedua
ion, kelonggaran ion-ion kisi dan efek kelarutan. Teori lapisan rangkap, Gouy dan
Stern menggambarkan lapisan rangkap terdiri atas lapisan dalam yang tetap
serta lapisan muatan luar yang mudah bergerak dan menghambur. Lapisanlapisan muatan berasal dari ion-ion yang terabsorpsi dan ion-ion tersebut
berbeda dengan ion-ion yang terdapat pada lapisan bagian dalam. Lapisan ion
ini berpengaruh terhadap sifat elektronika system koloid. Teori membran donnan
berhubungan dengan distribusi tidak serasi ion-ion pada kedua sisi membran.
Satu sisi mengandung elektrolit yang ion-ionnya tidak dapat menembus melalui
membran.[11]
Asam arisulfonat merupakan asam kuat. Sehingga gugus-gugus ini
terionisasi pada saat air menembus manic-manik resin:
R __ SO3H R __ SO3-H+
Hal ini bertolak belakang dengan elektrolit biasa, anion terikat secara permanen
pada matriks polimernya, anion ini tidak bisa bermigrasi melalui fasa berair di
dalam pori-pori resin dan tidak bias melepaskan diri dan bergerak keluar menuju
larutan terluar.[12]
Penukar ion memiliki keuntungan dan kerugian, yaitu:[13]
a. Keuntungannya antara lain:
1. Mudah dioperasikan.
2. Harga faktor dekontaminasinya cukup tinggi
bila dibandingkan cara kimia biasa.
3. Dibandingkan dengan proses ekstraksi pelarut,
pertukaran ion lebih efisien.
4. Bila resin mengalami kejenuhan sementara dapat
diregenerasi, yaitu pengusiran
kembali ionion dalam gugus nmgsional dcngan aSc1m basa yang lebih kuat.
5. pemungutan radionuklida lebih selektif dan kuantitatif.
b. Kerugiannya antara lain:
1. Harga mahal.
2. Harga peralatan mahal. Hal ini dapat diimbangi
karena resin penukar ion dapat diregenerasi sehingga dapat
dipakai beberapa kali.
3. Stabilitas terhadap sultu terbatas Operasi pertukaran ion pada
umumnya dilakukan pada suhu kamar.
Suatu kekurangan lain dalam penggunaan penukar ion cairan adalah
perlu mengekstraksi balik spesi-spesi yang diperlukan dari fasa organic ke dalam

fase air sebelum menyelesaikan penetapan. Namun, fase organiknya kadangkadang dapat digunakan langsung untuk penetapan spesi-spesi ysng diekstraksi
itu, khususnya dengan menghembuskannya langsung ke nyala api dan menaksir
ion-ion logam yang telah diekstraksi tadi dengan fotometri nyala atau
spektroskopi absorpsi atom.[14]
BAB III
METODE PERCOBAAN

A.

Waktu dan Tempat

Hari/ Tanggal

: Senin/ 21 April 2014

Pukul

: 07.30-10.00 WITA

Tempat
: Laboratotium Kimia Analitik Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar.

B.
1.

Alat dan Bahan


Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu oven, buret basa 25 mL, kolom
resin, pipet volume 25 mL, gelas kimia 250 mL dan 500 mL, cawan penguap,
kaca arloji, corong, batang pengaduk, spatula, bulp, pipet tetes dan botol
semprot.
2.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu aluminium foil, aquades (H2O),
indikator fenoftalein (C20H1404) 0,05%, natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N,
natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M dan resin.

C.

Prosedur Kerja

1.
Menimbang + 3 gram resin penukar ion dengan menggunakan cawan
penguap dan ditutup dengan aluminium foil kemudian merendamnya selama 1
malam untuk mengaktifkan resin.
2.
Mengeringkan resin penukar kation menggunakan cawan penguap ke
dalam oven selama 2 hari dengan temperatur 35oC.
3.

Menyiapkan kolom resin penukar ion ukuran + 15 cm x 1,0 cm.

4.
Menuangkan ke dalam kolom resin tersebut dengan aquades hingga
setengah dari bagian kolom.
5.
Menimbang 0,5 gram resin kering dalam kaca arloji dan memasukkannya
ke dalam kolom.
6.
Menambahkan dengan air suling untuk melindungi resin dengan
permukaan air 1 cm di atas permulaan resin.
7.
Menambahkan 250 mL 0,25 M Na2SO4 melalui corong di atas kolom
dengan kecepatan penetesan 2mL/ menit.
8.

Menampung efluen dalam Erlenmeyer 250 mL.

9.
Menitrasi efluen dengan larutan standar 0,1 M NaOH dengan indikator
fenoftalein sampai berwarna merah muda.
10. Menghitung kapasitas resin penukar kation dalam miliekivalen/gram.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Pengamatan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat diamati


sebagai berikut:
No
.

Zat yang Bereaksi

Hasil Pengamatan

1.

Ditimbang 0,5 gram, diaktifkan dengan


penambahan aquades (H2O) dan
didiamkan selama 1 hari

Resin berwarna
kuning muda

2.

Resin kation dimasukkan ke dalam


kolom, ditambah aquades (H2O) dan
larutan Na2SO40,25 M dan ditampung
efluen

Larutan berwarba
bening

3.

Efluen ditambah indicator PP

Larutan bening

4.

Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M


dari warna bening menjadi warna

Larutan merah muda

merah muda

B.

Reaksi

2R-H+ + Na2SO4

C.

2R-Na+ + H2SO4

Hasil Pembahasan

Resin penukar kation adalah sebagai suatu polimer berbobot molekul


tinggi, yang terangkai-silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat,
karboksilat, fenolat, dan sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu
serta sejumlah kation yang ekuivalen.
Percobaan ini menggunakan resin penukar kation yang sebelumnya
ditimbang sebanyak + 3 gram resin penukar kation dan merendamnya selama
satu malam untuk mengaktifkan resin dan mengeringkannya di oven pada suhu
35oC. hal ini dilakukan agar struktur molekuler resin menjadi terbuka dan
permeable sehingga ion-ion dan molekul-molekul pelarut dapat bergerak keluar
masuk dengan bebas.
Resin kemudian dimasukkan dalam kolom resin dan dibasahi
menggunakan aquades agar lebih mudah bereaksi dengan larutan yang akan
ditambahkan, yaitu larutan Na2SO4 0,25 M. Aquades dijaga tetap berada 1 cm di
atas resin, karena pada perlakuan ini aquades berfungsi sebagai wadah untuk
bereaksinya resin dengan larutan Na2SO4. Penambahan larutan
Na2SO4dilakukan dengan cara meneteskannya sedikit demi sedikit
menggunakan corong, dengan tujuan agar pertukaran ion H+ dan
Na+ berlangsung lebih teratur dan lebih banyak. Hal ini dikarenakan resin yang
digunakan mengandung H+ dan juga bahan lainnya, dan ion H+ pada resin yang
akan bertukar dengan Na+ membutuhkan waktu untuk lepas dari ikatannya
dengan ion lain di dalam resin. Maka penambahan Na2SO4 dilakukan secara
lambat, agar Na+ dapat bertukar dengan ion H+ dengan tepat. Pada perlakuan
ini, resin penukar kation yang digunakan adalah resin yang mengandung gugus
H+ yaitu yang bersifat basa kuat. Ion H+ ini nantinya akan ditukarkan dengan
ion Na+ dari Na2SO4, sehingga efluen yang terbentuk adalah efluen H2SO4. Ion
H+ dan Na+ dapat bertukar karena adanya perbedaan keelektronegatifan di
mana atom H dan Na berada pada golongan yang sama, sebagaimana diketahui
dari atas ke bawah sifat keelektronegatifannya semakin kecil. Atom H berada
pada periode 1 sedangkan Na berada pada periode 3, jadi H+ lebih
elektronegatif daripada Na+, sehingga H+ lebih stabil berikatan dengan
SO42- daripada Na+. Selain itu, H juga unsur nonlogam sehingga lebih mudah
untuk membentuk kation kovalen. Dengan demikian proses pertukaran kation
dapat berlangsung.

Efluen yang diperoleh dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan


menggunakan indikator fenolftalein (PP). Titran NaOH digunakan untuk
mendeteksi adanya H2SO4 pada efluen, di mana NaOH akan bereaksi dengan
H2SO4 membentuk garam dan air sesuai dengan prinsip kerja titrasinya, yaitu
titrasi asam-basa. Indikator yang digunakan adalah indikator PP, karena reaksi
antara NaOH dan H2SO4 akan menghasilkan garam basa sehingga diperlukan
indikator yang akan menghasilkan perubahan warna pada suasana basa. Dengan
trayek pH 8,2-10, indikator PP merupakan indikator yang sesuai untuk perlakuan
ini. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi
merah muda. Setelah titik akhir titrasi tercapai, volume titran NaOH yang
diperoleh adalah 0,25 mL, sehingga kapasitas resinnya adalah sebesar 49,5540
mol/gr. Kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya
resin yang dibutuhkan untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Hal ini
berarti resin penukar kation yang dibutuhkan untuk pemisahan ini adalah
sebanyak 49,5540 mol/gr resin.

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Kesimpulan pada percobaan ini adalah pada resin penukar kation, kation
yang ditukarkan adalah Na+ dari Na2SO4 yang bertukar dengan kation H+ dari
resin kation, menghasilkan H2SO4. Setelah dititrasi dengan NaOH kembali
menghasilkan Na2SO4 dan H2O kapasitas resin penukar kation dalam percobaan
ini adalah 49,5540 mol/gr resin.

B.

Saran

Saran untuk percobaan ini yaitu sebaiknya dalam percobaan dilakukan juga
uji terhadap resin penukar anion sehingga dapat dibedakan hasil pengamatan
antara resin penukar kation dan resin penukar anion.

DAFTAR PUSTAKA

Basset, dkk. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
1994.
Biyantoro, Dwi, dkk. Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-x8
melalui proses Pertukaran ion, Vol. IX, No. 1 (Januari 2006). h. 29-35.
Day dan Underwood. Analisis Kimia Kuantitatif, Jakarta: Erlangga. 2002.
Hendayana, Sumar. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2010.
Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI Press. 2010
Supardi, Busron Masduki. Pengolahan Limbah Radioaktif Uranium Cair
dengan Resin Penukar Ion Campuran. (Maret 1996). h. 308-312.

1Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik (Jakarta: UI Press, 2010), h. 114.


[2]Day dan Underwood, Analisis Kimia Kuantitatif (Jakarta: Erlangga, 2002), h.
530.
[3]Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik, h. 114.
[4]J. Basset, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Jakarta:
EGC), h. 192.
[5]Dwi Biyantoro, dkk, Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-x8
melalui proses Pertukaran ion, Vol. IX, No. 1 ( Januari 2006), h. 29-30.
[6]J. Basset, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, h. 105.
[7]J. Basset, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, h. 195.
[8]Sumar Hendayana, Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern (Bandung: PT Remja Rosdakarya, 2010), h. 105-106.
[9]Dwi Biyantoro, dkk, Pemisahan Ce dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-x8
melalui proses Pertukaran ion, h. 30.
[10]J. Basset, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, h. 192.
[11]Khopkar, Konsep Dasar Kimia Analitik, h. 117-119.
[12]Day dan Underwood, Analisis Kimia Kuantitatif, h. 531.
[13]Supardi dan Busron Masduki, Pengolahan Limbah Radioaktif Uranium Cair
dengan Resin Penukar Ion Campuran (Maret 1996), h. 309.

[14]Basset, J, dkk, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, h. 202.
Diposkan oleh Star yuliana di 21.28

A.

Judul Percobaan

Kromatografi Penukar Ion.


B.

Tujuan Percobaan

Menentukan kapasitas dari penukar ion dan memisahkan campuran Ni2+dan


Fe2+ dengan resin penukar ion.
C.

Landasan teori

Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran menjadi komponennya


dengan bantuan perbedaan sifat fisik masing-masing komponen. Alat yang
digunakan terdiri atas kolom yang didalamnya diisikan fasa stasioner (padatan
atau cairan). Campuran ditambahkan ke kolom dari ujung satu dan campuran
akan bergerak dengan bantuan pengemban yang cocok (fasa mobil). Pemisahan
dicapai oleh perbedaan laju turun masing-masing komponen dalam kolom, yang
ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau koefisien partisi antara fasa mobil dan
fasa diam (stasioner) (Takeuchi, 2009).
Tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat
sebagai cara untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatogafi,
komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase
diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekulmolekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap di

dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada
permukaan atau di dalam pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan
suatu molekul zat terlarut teartentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat
penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul
tersebut di antara fase bergerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahana
secara selektif, maka masing-masing kmponen akan bergerak sepanjang kolom
dengan laju yang tergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika
pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval
waktu yang berbeda, mengingat bahwa proses keseluruhan adalah fenomena
migrasi secara diferensial yang dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif
berupa aliran fase bergerak (Khopkar, 2010:135-136).
Pekerjaan pemisahan secara kromatografi dengan mempergunakan resin
penukar ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam usaha untuk
memisahkan produk-produk reaksi fisi. Bahan pertukaran ion adalah zat yang tak
dapat larut yang mengandung ion. Ion ini dapat ditukar gantikan oleh ion dari
dalam larutan elektrolit. Ion fosfat merupakan pangganggu yang dijumpai dalam
banyak analisis yang melibatkan penetapan logam. Namun jika larutan itu
dilewatkan kolom resin penukar anion dalam bentuk ion klorida, maka ion fosfat
itu digantikan oleh ion klorida. Sama juga, penentuan fosfat dipersukar oleh
adana pelbagai ion logam, tetapi jika larutan itu dilewatkan kolom reasin penukar
kation dalam bentuk terprotonkan, maka kation pengaganggu digantikan oleh
hidrogen ion (Basset, 1994: 10-11).
Menurut Khopkar (2010:16), resin penukar ion berdasarkan pada keberadaan
gugus labilnya dapat secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni:
1.) Resin penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
2.) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan COOH)
3.) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier
atau kuartener.
4.)
Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai
gugusan labil).
Kapasitas dan efektivitas resin terhadap klor dikerjakan dengan melewatkan
larutan klor dengan beberapa variasi konsentrasi ke dalam kolom resin yang
didiamkan selama waktu jenuhnya. Kapasitas resin penukar anion didefinisikan
sebagai banyakny anion yang dapat diturunkan oleh setiap 1 g resin kering,
selanjutnya kapasitas resin dapat dicari berdasarkan grafik kapasitasnya yang
diperoleh dengan cara membuat grafik antara variasi konsentrasi larutan klor
dengan banyaknya klor yang terikat oleh 1 g resin (Antara, 2008: 90).
Mengetahui besarnya nilai penukaran suatu resin penukar ion dalam praktek
berguna untuk dapat memperkirakan berapa banyaknya resin yang diperlukan
(yang harus dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu
pemisahan. Dalam praktek biasanya jumlah resin yang dimasukkan ke dalam
kolom adalah 2 kali jumlah yang dihitung berdasarkan nilai kapasitas
penukarannya (Tim Dosen Kimia Analitik, 2013: 17-18).

Jumlah konsentrasi ion logam dalam larutan akan mempengaruhi kemampuan


pengamban dengan konsentrasi tetap untuk diekstraksi dari fasa air ke fasa
organik. Ion logam dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam Fe(III), Cr (III), Ni(II),
Pb(II), Co(II), dan Cu(II) yang ada di fasa air. Pada konsentrasi tertentu semua
situs pengemban telah mengikat ion logam. Saat kondisi seperti ini meskipun
konsentrasi ion logam bertambah tidak akan mempengaruhi jumlah ion logam
yang terekstraksi, justru menurun karena akivitas logam dalam larutan menjadi
lebih kecil sehingga yang terkompleks juga menjadi berkurang (Harimu,
2009:265).
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan
sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC, dan bersifat sedikit magnetis.
Semua senyawa nikel, bila dipanaskan dengan natrium karbonat di atas arang,
menghasilkan serpih-serpih logam nikel berwarna abu-abu yang sedikit
magnetis. Jika serpih-serpih itu ditaruh di atas selambar pita kertas saring,
dilarutkan dengan beberapa tetes asam nitrat, lalu ditambahkan beberapa tetes
asam klorida pekat, dan kertas saring dikeringkan dengan menggerakkannya
maju mundur dalam nyala api, atau dengan menaruhnya pada dinding sebelah
luar tabung uji yang mengandung air yang dipanaskan sampai titik didih, maka
kertas mendapat warna hijau yang disebabkan oleh terbentuknya nikel (II)
klorida. Dengan membasahkan kertas saring itu dengan larutan ammonia, dan
menambahkan beberapa tetes dimetilglioksima, terjadi warna merah (Svehla,
1998:284-285).
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia
melebur pada 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni; biasanya besi
mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dan besi, serta
sedikit grafit. Bila kalium sianida ditambahkan perlahan-lahan, menghasilkan
endapan coklat kemerahan besi (II) sianida:
Fe3+ + 3CN-

--->

Fe(CN)3

Dalam larutan yang sedikit asam, Fe3+ yang direaksikan dengan ammonium
tiosianat, dihasilkan pewarnaan merah tua (perbedaan dari ion besi (II)), yang
disebabkan karena pembentukan suatu kompleks besi (III) tiosianat yang tak
berdisosiasi:
Fe3+ + 3SCN-

----->

Fe(SCN)3

Molekul yang tak bermuatan ini dapat diekstraksi oleh eter atau amil alkohol.
Selain itu, terbentuk pula serangkaian ion-ion kompleks, seperti [Fe(SCN)]2+,
[Fe(SCN)4]-, [Fe(SCN)5]2-, dan [Fe(SCN)6]3- (Svehla, 1998: 263-264).
D.

Alat dan Bahan

1.
a.

Alat
Buret 50 mL 4 buah

b.

Statif dan klem @ 3 buah

c.

Corong biasa 2 buah

d.
e.

Gelas ukur 250 mL 1 buah


Gelas ukur 25 mL 1 buah

f.
g.

Batang pengaduk 2 buah


Gelas kimia

h.

Erlenmeyer 250 mL

i.

Neraca analitik 1 buah

j.
k.
l.

Botol semprot 1 buah


Corong pisah 250 mL 2 buah, 100 mL 1 buah
Pipet tetes 5 buah

m.

Gelas ukur 10 mL 1 buah

n.

Tabung reaksi 3 buah

2.

Bahan

a.
b.

Resin penukar kation yang bersifat asam kuat (Dowex-50 Wx8)


Larutan natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M

c.
d.

Indikator pp
Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M

e.

Resin penukar anion yang bersifat basa kuat (D0wex 1x8)

f.
g.

Larutan natrium nitrat (NaNO3) 0,25 M


Larutan standar perak nitrat (AgNO3) 0,1 M

h.

Larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator

i.

Larutan asam klorida (HCl) pekat dan 0,5 M

j.
k.
l.

Larutan cuplikan yang mengandung Ni2+ dan Fe3+


Kapas
Aquades (H2O)

m.

Dimetil glioksim

n.

Larutan KSCN

E.

Prosedur Kerja

1.
Menentukan kapasitas resin penukar kation
a.
Mengisi buret (kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang
terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.

b.
Menimbang dengan teliti 0,5 g resin penukar kation ke dalam gelas kimia
100 mL dan memindahkan resin tersebut ke dalam kolom dengan menggunakan
corong yang kering.
c.
Menambahkan aquades secukupnya sampai seluruh resin terendam
semua. Mengeluarkan gelembung udara yang ada di dalam dengan cara
memukul-mukul kolom tersebut dengan tabung karet. Selanjutnya atur tinggi air
sekitar 1 cm di atas permukaan resin.
d.
Mengisi corong pisah dengan 250 mL larutan Na2SO4 0,25 M. Membiarkan
larutan tersebut masuk ke kolom dengan kecepatan kira-kira 2 tetes per 3
menit.
e.

Menampung efluen di dalam Erlenmeyer 500 mL.

f.
Bila larutan telah masuk ke dalam kolom semua maka selanjutnya efluen
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indikator pp
untuk menentukan titik akhir titrasi.
2.
Penentuan kapasitas resin penukar anion
a.
Mengisi buret (sebagai kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang
terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
b.
Menimbang dengan teliti 0,1 gram resin penukar anion kering yang bersifat
basa kuat dan memasukkan resin tersebut ke dalam kolom dengan
menggunakan corong yang kering.
c.
Mengisi corong pisah dengan larutan NaNO3 0,25 M dan membiarkan
menetes melalui kolom dengan kecepatan 2 tetes per menit.
d.

Menampung efluen dalam labu Erlenmeyer 500 mL.

e.
Setelah semua larutan telah masuk ke dalam kolom, titrasi efluen dengan
larutan AgNO3 0,1 M standar, menggunakan indikator K2CrO4untuk menentukan
titik akhir titrasi.
3.

Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+

a.
Menimbang 20 g resin penukar kation yang dimasukkan ke dalam gelas
kimia 250 mL.
b.

Menambahkan 100 mL aquades.

c.
Mengaduk selama beberapa menit kemudian mendekantir cairannya
hingga volumenya tinggal 25 mL.
d.

Mengulangi cara kerja c, hingga cairannya benar-benar jernih.

e.
Memasukkan resin ke dalam kolom kromatografi yang bagian bawahnya
telah diisi dengan sedikit kapas dan aquades sedemikian rupa hingga tinggi resin
dalam buret 20 cm. Menutup bagian atas resin dengan sedikit kapas.
f.
Mencuci kolom resin dengan sedikit aquades dan menjaga agar permukaan
air tidak berada di bawah lapisan kapas bagian atas.

g.
Memasukkan 25 mL HCl pekat ke dalam corong pisah yang telah dipasang
di atas tabung kolom resin. Dengan hati-hati, meneteskan HCl pekat ke dalam
kolom sambil mengeluarkan aquades dalam kolom per tetes juga hingga
permukaan HCl pekat dalam kolom 1cm di atas lapisan kapas.
h.
Dengan menggunakan pipet, mengambil 2 mL larutan cuplikan yang
mengandung campuran Ni2+ dan Fe3+ dan memasukkannya ke dalam kolom
resin. Mengisi corong pisah lagi dengan 25 mL HCl pekat.
i.
Mengeluarkan larutan HCl dari kolom resin dan mengatur laju air efuen 0,5
mL per menit. Menampung efluen dalam labu Erlenmeyer hingga volumenya 10
mL. Selama pengeluaran efluen, HCl pekat dalam corong pisah harus selalu
diteteskan hingga permukaan HCl pekat dalam kolom sesalu tetap.
j.
Mengganti labu Erlenmeyer tersebut dengan labu Erlenmeyer lain untuk
menampung efluen I yang menandung ion.
k.
Setelah semua ion Ni2+ keluar, mengisi corong pisah dengan 25 mL HCl
0,5 M. Mengalirkan ke dalam kolom resin sambil mengeluarkan dan menampung
efluen II (Fe3+).
l.
Menampung tiga (3) tetes terakhir dari efluen dalam tabung reaksi dan
menambahkan beberapa tetes dimetil glioksim. Jika tidak terjadi perubahan
warna, maka efluent diganti dengan HCl 0,5 M untuk mengelusi Fe3+ dari kolom.
m. Menguji efluen II dengan 2-3 tetes KSCN untuk mengidentifikasi adanya
besi.
n.
Setelah pekerjaan selesai, mencuci kolom resin dengan aquades hingga
bersih.
F.
1.

Hasil Pengamatan
Penentuan kapasitas resin penukar kation
No
.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

Menimbang 0,5 g resin


penukar kation dan
memasukkan ke dalam
kolom yang telah diisi
kapas.

0,5 g resin penukar kation di


dalam kolom.

2.

Menambahkan H2O ke
dalam kolom.

Resin dalam keadaan basah


dan aquades 1 cm di atas
resin.

3.

Memasukkan 250 mL
Na2SO4 0,25 M ke dalam
kolom melalui corong
pisah sedikit demi sedikit.

Efluen tak berwarna (H2SO4)

1.

4.

2.

3.

Menitrasi efluen dengan


NaOH 0,2 mL dengan
indikator pp.

Titran warna merah muda (titik


akhir titrasi.

Penentuan kapasitas resin penukar anion


No
.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

1.

Menimbang 0,1 g resin


penukar anion dan
memasukkannya ke dalam
kolom yang telah diisi
kapas.

0,1 g resin penukar anion di


dalam kolom

2.

Menambah H2O ke dalam


kolom.

Resin basah dan H2O berada 1


cm di atas resin.

3.

Memasukkan NaNO3 0,25


M sebanyak 250 mL ke
dalam corong pisah sedikit
demi sedikit.

Efluen tak berwarna (NaCl)

4.

Menitrasi efluen denga


AgNO3 0,4 mL dengan
indikator K2CrO4

Titran warna jingga.

Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+


No
.

Perlakuan

Hasil Pengamatan

1.

Menimbang 20 g resin
penukar kation dan
memasukkannya ke dalam
kolom yang telah diisi
kapas dan resin telah
didekantir, dan ditambah
H2O.

Resin bersih di dalam kolom


dalam keadaan basah dan
H2O berada 1 cm di atas
resin.

2.

Memasukkan 25 mL HCl
pekat ke dalam kolom
melalui corong pisah
sedikit demi sedikit
kemudian memasukkan 2
mL campuran Ni2+ dan
Fe3+ kemudian 25 mL HCl

Efluen berwarna kuning


(Ni2+)

pekat.

a.

3.

Memasukkan 25 mL HCl 0,5


M ke dalam kolom melalui
corong pisah.

Efluen berwarna hijau (Fe3+)

4.

Menetesi efluen warna


kuning dengan 2-3 tetes
dimetil glioksim.

Warna tetap kuning,


menandakan larutan
mengandung nikel.

5.

Menetesi efluen warna


hijau dengan 2-3 tetes
KSCN

Efluen berwarna merah


menandakan mengandung
besi.

Kapasitas resin penukar kation

Konsentrasi NaOH

= 0,1 N

Volume NaOH

= 0,2 mL

Berat resin

= 0,5 g

Kapasitas resin

= 0,8 meq/g

b.

Kapasitas resin penukar anion

Konsentrasi AgNO3
Volume AgNO3

= 0,1 N
= 0,4 mL

Berat resin

= 0,1g

Kapasitas resin

= 8 meq/g

c.

Pemisahan Ni2+ dan Fe3+

Efluen I

= Ni2+

Efluen II

= Fe3+

Laju alir efluen


G.
1.

= 0,333 tetes per detik

Analisis Data
Kapasitas resin penukar kation

Diketahui:
V NaOH = 0,2 mL
w = 0,5 g
a NaOH = 0,1 N = 0,1 meq/mL
Ditanyakan: C = ..?

Penyelesaian:
Fp =
= 20
C = Fp
= 20
= 0,8 meq/g
2.

Kapasitas resin penukar anion

Diketahui:
V AgNO3 = 0,4 mL
w = 0,1 g
a AgNO3 = 0,1 N = 0,1 meq/mL
Ditanyakan: C = ..?
Penyelesaian:
Fp =
= 20
C = Fp
= 20
= 8 meq/g
H.
1.

Pembahasan
Penentuan kapasitas resin penukar kation

Resin merupakan senyawa hidrokarbon terpolimerisasi, yang mengandung ikatan


hubung silang (crosslinking) serta gugusan-gugusan fungsional yang mempunyai
ion-ion tertentu. Pada resin penukar kation, gugus fungsionalnya memiliki ion
positif (kation) yang nantinya akan bertukar dengan kation dari senyawa yang
akan direaksikan.
Kolom yang akan digunakan untuk kromatografi, sebelum ditambahkan resin
terlebih dahulu dimasukkan kapas yang berfungsi untuk menyaring efluen yang
akan menuruni kolom sehingga efluen yang diperoleh murni. Air juga digunakan
untuk mengeluarkan udara dari kapas dan membasahi resin agar lebih mudah
bereaksi dengan Na2SO4 0,25 M yang akan diteteskan melalui corong pisah.
Resin yang digunakan pada percobaan ini adalah resin yang memiliki gugus
H+ yaitu bersifat basa kuat, yang nantinya akan dipertukarkan dengan ion
Na+ dari Na2SO4. Penambahan Na2SO4 dilakukan melalui corong pisah yang
diteteskan sedikit demi sedikit bertujuan untuk membentuk H2SO4 karena

pertukaran ion H+ dan Na+secara teratur dan lebih banyak diperoleh. Reaksi
yang terjadi antara resin dan Na2SO4 adalah sebagai berikut:

Ion H+ dan Na+ dapat bertukar karena perbedaan keelektronegatifan yang


menyebabkan H+ lebih stabil berikatan dengan SO42- daripada Na+, dimana
atom H dan Na berada dalam satu golongan dan dalam satu golongan tersebut,
dari atas ke bawah sifat keelektronegatifannya semakin kecil. Dalam tabel
periodik diketahui bahwa H berada pada periode 1 dan Na periode 3, sehingga
H+ lebih elektronegatif daripada Na+. Selain itu, H juga unsur non logam
sehingga lebih mudah untuk membentuk ikatan kovalen. Dengan demikian,
proses pertukaran kation dapat berlangsung.
Efluen kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 M dengan indikator pp. Larutan NaOH
digunakan untuk titrasi bertujuan untuk mendeteksi adanya H2SO4 pada efluen.
Indikator pp digunakan untuk mendeteksi terjadinya titik akhir titrasi dari tak
berwarna menjadi berwarna merah muda pada larutan. Volume NaOH yang
dibutuhkan untuk titrasi adalah 0,2 mL sehingga kapasitas resin penukar kation
yang diperoleh dari analisis data adalah 0,8 meq/g. Mengetahui besarnya
kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya resin
yang diperlukan (yang dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau
suatu pemisahan. Reaksi yang terjadi pada penitrasian yaitu:
H2SO4 + 2NaOH
2.

----> Na2SO4 + 2H2O

Penentuan kapasitas resin penukar anion

Resin penukar anion merupakan resin yang gugus fungsionalnya memiliki ion
negatif (anion) untuk dipertukarkan. Besarnya kapasitas suatu resin penukar
anion yang bersifat basa dapat ditentukan dengan cara menetapkan banyaknya
milligram ekivalen NO3- yang dapat dipertukarkan dengan 1 g resin dalam
bentuk ion Cl-. Prinsip kerja penukar anion sama dengan resin penukar kation.
Hanya saja ion yang dipertukarkan yang berbeda. Senyawa yang ditambahkan
melalui corong pisah pada percobaan ini adalah NaNO3 dimana ion NO3- akan
bertukar dengan ion Cl- pada resin untuk mencapai kestabilan karena perbedaan
keelektronegatifan. Unsur atau senyawa yang memiliki harga keelektronegatifan
lebih tinggi, maka kemampuannya untuk berikatan dengan atom lain dalam
ikatan kimia semakin besar. Dalam kasus ini, Cl- lebih elektronegatif dari
NO3- dan perbedaan keelektronegatifan Cl- dan Na+ lebih besar dari Na+ dan
NO3- sehingga Na+ lebih cenderung tertarik ke Cl- untuk membentuk ikatan
ionik. Reaksi yang terjadi yaitu:

Efluen kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,1 M dengan menggunakan


K2CrO4 sebagai indikator. Hal ini bertujuan untuk membuktikan adanya NaCl
pada efluen. Indikator K2CrO4 berfungsi untuk mengidentifikasi terjadinya titik

akhir titrasi dari tak berwarna menjadi berwarna jingga. Volume AgNO3 yang
digunakan dalam titrasi ini adalah 0,4 mL. Pada titik akhir titrasi, akan terbentuk
endapan pada larutan karena kelebihan Ag yang tidak berikatan dengan Clbereaksi dengan ion CrO42- dari K2CrO4. Adapun reaksinya yaitu:

Berdasarkan analisis data, kapasitas resin penukar anion yang diperoleh adalah
8 meq/g, yang berarti bahwa dalam 1 g resin, sebanyak 8 mgreek anion yang
dipertukarkan.
3.

Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+

Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan ion Ni2+ dan Fe3+ dalam cuplikan
dengan menggunakan resin penukar kation. Menurut teori, resin yang
seharusnya digunakan adalah resin penukar anion karena Ni2+ dan Fe3+ adalah
kation yang akan bereaksi dengan Cl- dari resin yang dielusi dengan HCl pekat
yang berfungsi sebagai pengompleks ion Ni2+ dan Fe3+. Ni2+ bereaksi dengan
HCl pekat dapat membentuk kompleks [Ni(Cl4)]2-. Penggunaan HCl pekat pada
Ni karena HCl tersebut akan terikat kuat pada resin dan anion akan membentuk
senyawa kompleks dengan Ni2+. Sedangkan Fe3+ menggunakan HCl encer
untuk mengelusi anion-anion yang terikat pada resin tersebut membentuk ion
kompleks [Fe(Cl)6]3-. Ion kompleks [Fe(Cl)6]3- terserap sangat kuat oleh resin
penukar anion karena tetapan kestabilannya lebih stabil daripada ion [Ni(Cl)4]2-,
sehingga [Ni(Cl)4]2-akan cepat keluar dari kolom sementara ion
[Fe(Cl)6]3- ditahan oleh resin penukar anion sebagai akibat penggunaan HCl
pekat. Efluen I berwarna kuning dan efluen II berwarna hijau. Menurut teori,
efluen I berwarna hijau yang mengandung Ni2+dan efluen II berwarna kuning
yang mengandung Fe3+. Ketidaksesuaian dengan teori dapat diakibatkan karena
penggunaan resin yang salah.
Pengidentfikasian ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan menambahkan
indikator pada masing-masing efluen. Efluen I yang berwarna kuning direaksikan
dengan dimetil glioksim (C4H8O2N2) menghasilkan warna yang tetap. Menurut
teori, nikel yang direaksikan dengan dimetil glioksim juga memiliki warna tetap
(tidak terjadi perubahan warna). Efluen II yang berwarna hijau direaksikan
dengan kalium tiosianat (KSCN) menghasilkan larutan yang berwarna merah
yang menandakan larutan positif mengandung besi (Fe). Hal ini sesuai teori,
dimana jika terdapat sampel yang mengandung besi dan direaksikan dengan
KSCN akan menghasilkan warna merah. Reaksi nikel (Ni2+) dan besi (Fe3+)
yaitu:

I.

Penutup

1.

Kesimpulan

a.

Kapasitas resin penukar anion yang diperoleh adalah 8 meq/g.

b.

Kapasitas resin penukar kation yang diperoleh adalah 0,8 meq/g.

c.
Pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan kromatografi
penukar anion, dimana menurut teori, efluen I adalah Ni2+ yang berwarna hijau
dan tetap hijau setelah direaksikan dengan dimetil glioksim. Efluen II adalah
Fe3+ yang berwarna kuning dan akan berubah menjadi merah setelah
direaksikan dengan KSCN.
2.

Saran

Pada pemisahan ion Ni2+ dan Fe3+ haruslah memperhatikan resin yang dipakai.
Resin yang benar untuk digunakan dalam percobaan ini adalah resin penukar
anion.

DAFTAR PUSTAKA
Antara,IK.G.dkk.2008. Kajian Kapasitas dan Efektivitas Resin Penukar Anion untuk
Mengikat Klor dan Aplikasinya pada Air. Jurnal Kimia 2(2), Juli 2008, Hal: 87-92.
Basset, J.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harimu, La.dkk. 2009. Sintesin Poliugenil Oksiasetat sebagai Pengemban untuk
Pemisahan Ion Logam Berat Fe(III), Cr(III), Ni(II), Co(II), dan Pb(II) Menggunakan
Metode Ekstraksi Pelarut. Indo.J.Chem, 2009, 9(2), Hal:261-266.
Khopkar,S.M. 2010. Dasar-Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Svehla,G.1998. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
Edisi Ke Lima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar:
Laboratorium Kimia FMIPA UNM.

PERCOBAAN V
RESIN PENUKAR ION
I.

Tujuan

1.1 Mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode penukar ion
1.2 Menentukan kapasitas resin penukar ion

II.

Tinjauan Pustaka

Resin adalah senyawa hidrokarbon terpolimerisasi sampai tingkat yang tinggi


yang mengandung ikatan-ikatan hubung silang (cross-linking) serta gugusan
yang mengandung ion-ion yang dapat dipertukarkan . Berdasarkan gugus
fungsionalnya, resin penukar ion terbagi menjadi dua yaitu resin penukar kation
dan resin penukar anion. Resin penukar kation, mengandung kation yang dapat
dipertukarkan. sedang resin penukar anion, mengandung anion yang dapat yang
dapat dipertukarkan (Lestari,2007).
Penukar ion adalah pertukaran ion-ion secara reversible antara cairan dan
padatan. Pertukaran ion antar fasa yang berlangsung pada permukaan padatan
tersebut merupakan proses penyerapan yang menyerupai proses penyerapan.
Dalam pengolahan air, penukar ion dapat digunakan dalam pelunakan air,
demine-ralisasi atau recovery ion-ion metal yang terdapat di dalam air. Bahan
penukar ion merupakan suatu struktur organik/anorganik yang berupa gugusgugus fungsional berpori. Kapasitas penukaran ion ditentukan oleh jumlah gugus
fungsional per-satuan massa resin. Penukar ion positif (resin kation) ialah resin
yang dapat mempertukarkan ion-ion positif dan penukar ion negatif ialah resin
yang dapat mempertukarkan ion-ion negatif. Resin kation mempunyai gugus
fungsi asam, seperti sulfonat, sementara resin anion mempunyai gugus fungsi
basa, seperti Amina. Resin penukar ion dapat digolongkan atas bentuk gugus
fungsi asam kuat, asam lemah, basa kuat, dan basa lemah (Anonim, 2007).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat
dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan
kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim di antaranya ialah
polisterina hubungan silang yang di atas digunakan sebagai absorben. Produk
tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang. Suatu resin umum yang
lazim ialah resin 8% terhubung silang yang berarti kandungan
divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik
bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuranukuran lain juga tersedia
(Svehla, 1985).

Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam
bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan
perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium di mana keseragaman
dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat
stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran ion adalah suatu
proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh
mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan
positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar
yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan
(Counterion). Pada umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar
resin penukar ion asam kuat dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren
divinilbenzena. Ikatan kimia pada polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah
larut dalam keasaman dan sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada suhu
diatas 150oC (Underwood, 1989).
Resin dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu harus cukup terangkai
silang, sehingga keterlarutan yang dapat diabaikan, resin itu cukup hidrofilik
untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur
dan berguna. Selain itu, resin juga harus menggunakan cukup banyak gugus
penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi dan resin yang sedang
mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air (Harjadi, 1993).
Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah banyak menetapkan penelitianpenelitian dalam sistem air, serta menghasilkan penetapan-penetapan yang
berguna. Namun lingkup dari pertukaran ion telah diperluas selama sekitar
dekade terakhir ini, dengan menggunakan baik sistem pelarut organik, maupun
sistem pelarut campuran air-organik. Pelarut-pelarut organik yang umum
digunakan adalah senyawaan-senyawaan akso dari tipe alkohol, keton dan
karboksilat yang umumnya mempunyai tetapan dielektrik dibawah 40 (Svehla,
1985).
Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan
sifat: mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan
mengandung ion-ion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara
reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi
perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut. Penukaran ion
bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa
suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion
lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini berupa kation-kation dalam penukar kation,
dan berupa anion-anion dalam penukar anion (Bassett, 1994).
Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar
kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses
pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah
terpakai ke bentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion
dari kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya
disebut eluent. Yang disebut dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah
gugusan-gugusan yang dapat dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam

miliekivalen. Kapasitas penerobosan (break through capacity) didefinisikan


sebagai banyaknya ion yang dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan;
dapat juga dikatakan sebagai banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan
dalam kolom tanpa ada kebocoran yang dapat teramati. Kapasitan penerobosan
lebih kecil dari kapasitas total pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap
sejumlah variabel, seperti tipe resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan,
ukuran partikel, dan laju aliran (Khopkar, 1990).

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain corong pisah, kolom resin,
erlenmeyer 50 ml, neraca analitik, buret 25 ml, pipet tetes, klem dan statif, botol
semprot, corong kaca, dan gelas ukur 100 ml.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam perobaan ini antara lain resin penukar kation dan
anion, larutan Na2SO4 0,25 M, NaOH 0,1 N, indikator PP, aquades, larutan
AgNO3 0,1 M, larutan NaNO3, indikator K2CrO4 dan kapas.

IV. Prosedur Kerja


4.1 Resin penukar kation
Menyiapkan kolom resin penukar ion dan menambahkan ke dalam kolom resin
tersebut 1 gram resin penukar kation yang telah ditimbang sebelumnya.
Selanjutnya menuangkan ke dalam kolong resin tersebut air suling untuk
melindungi resin dengan permukaan air tetap 1 cm di atas permukaan resin.
Kemudian menambahkan 50 ml Na2SO4 0,25 M melalui corong pisah di atas
kolom dengan kecepatan penetapan 2 ml/detik atau 1 tetes/2 detik, dan
menampung efluen dalam erlenmeyer.
Setelah semua efluen telah tertampung, menitrasi efluen dengan larutan standar
NaOH 0,1 M dengan indikator PP sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah, lalu menghitung kapasitas resin penukar ionnya.
4.2 Resin penukar anion
Menyiapkan kolom resin penukar ion dan menambahkan ke dalam kolom resin
tersebut 1 gram resin penukar anion yang telah ditimbang seelumnya.
Selanjutnya menuangkan ke dalam kolom resin tersebut air suling untuk
melindungi resin dengan permukaan air tetap 1 cm di atas permukaan resin.
Kemudian menambahkan 50 ml NaNO3 melalui corong pisah di atas kolom
dengan kecepatan penetapan 2 ml/detik atau 1 tetes/2 detik, dan menampung
efluen dalam erlenmeyer.
Setelah semua efluen tertampung, menitrasi efluen denganlarutan standar
AgNO3 0,1 M dengan larutan indikator K2CrO4, lalu menghitung kapasitas resin
penukar ionnya.

V.

Hasil dan Pembahasan

5.1 Hasil Pengamatan


No
.

Perlakuan/Jenis
Resin

Titran

Volume Titran
(mL)

Resin penukar kation

NaOH 0,1 M

0,2

Resin penukar anion

AgNO30,1
M

0,1

5.2 Analisis Data


Diketahui : M NaOH (a1)
M AgNO3 (a2)

= 0,1 M ~ 0,1 N

= 0,1 M ~ 0,1 N

Volume NaOH (V1)

= 0,2 mL

Volume AgNO3 (V2)

= 0,1 mL

Berat resin kation (W1) = 1 gram


Berat resin anion (W2)

= 1 gram

Ditanya : a) Ckation = ...?


b) Canion = ...?
Penyelesaian:
a)

Ckation = C1

= 0,02 meq/gram
b)

Canion = C2

= 0,01 meq/gram

5.3 Pembahasan
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion positif
atau ion negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia lain
dari luar. Terdapat dua jenis resin penukar ion, yaitu resin penukar kation dan
resin penukar anion. Pada resin penukar kation, kation yang terikat pada resin
akan digantikan oleh kation pada larutan yang dilewatkan. Begitu pula pada
resin penukar anion, anion yang terikat pada resin akan digantikan oleh anion
pada larutan yang dilewatkan.
Percobaan ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui teknik pemisahan
dengan metode penukar ion dan menentukan kapasitas resin penukar ion kation
dan anion berdasarkan prinsip kerjanya, yaitu pertukaran ion yang terikat pada
polimer pengisi resinnya dengan ion yang dilewatkan. Pada percobaan ini
digunakan masing-masing 1 gram resin penukar kation dan resin penukar anion.
Perlakuan pertama menggunakan resin penukar kation. Sebelum resin penukar
kation dimasukkan dalam kolom resin, terlebih dahulu dimasukkan kapas sampai
pada ujung kolom. Kapas ini berfungsi untuk menyaring larutan yang akan
menuruni kolom sehingga akan diperoleh efluen yang murni. Resin yang
dimasukkan dalam kolom resin kemudian dibasahi menggunakan aquades agar
lebih mudah bereaksi dengan larutan yang akan ditambahkan, yaitu larutan
Na2SO4 0,25 M. Aquades dijaga tetap berada 1 cm di atas resin, karena pada
perlakuan ini aquades berfungsi sebagai wadah untuk bereaksinya resin dengan
larutan Na2SO4. Penambahan larutan Na2SO4 dilakukan dengan cara
meneteskannya sedikit demi sedikit ( 1 tetes/2 detik) menggunakan corong
pisah, dengan tujuan agar pertukaran ion H+ dan Na+ berlangsung lebih teratur
dan lebih banyak. Hal ini dikarenakan resin yang digunakan mengandung
H+ dan juga bahan lainnya, dan ion H+ pada resin yang akan bertukar dengan
Na+membutuhkan waktu untuk lepas dari ikatannya dengan ion lain di dalam
resin. Maka penambahan Na2SO4 dilakukan secara lambat, agar Na+ dapat
bertukar dengan ion H+ dengan tepat. Pada perlakuan ini, resin penukar kation
yang digunakan adalah resin yang mengandung gugus H+ yaitu yang bersifat
basa kuat. Ion H+ ini nantinya akan ditukarkan dengan ion Na+ dari Na2SO4,
sehingga efluen yang terbentuk adalah efluen H2SO4. Ion H+ dan Na+ dapat
bertukar karena adanya perbedaan keelektronegatifan di mana atom H dan Na
berada pada golongan yang sama, sebagaimana diketahui dari atas ke bawah
sifat keelektronegatifannya semakin kecil. Atom H berada pada periode 1
sedangkan Na berada pada periode 3, jadi H+ lebih elektronegatif daripada Na+,
sehingga H+lebih stabil berikatan dengan SO42- daripada Na+. Selain itu, H juga
unsur nonlogam sehingga lebih mudah untuk membentuk kation kovalen.
Dengan demikian proses pertukaran kation dapat berlangsung.

Menurut Anonim (2013), penambahan Na2SO4 yang dilakukan melalui corong


pisah bertujuan untuk membentuk H2SO4, dan H2SO4 di sini merupakan efluen,
kecepatan Na2SO4 dalam corong pisah harus sama dengan kecepatan larutan
dalam kolom, yang bertujuan untuk menjaga kestabilan volumenya. Seain itu
aquades juga digunakan, untuk menjaga agar resin tidak kering dan untuk
mengeluarkan udara dari kpas sehingga resin lebih mudah bereaksi dengan
Na2SO4.
Selanjutnya, efluen yang diperoleh dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M dengan
menggunakan indikator fenolftalein (PP). Titran NaOH digunakan untuk
mendeteksi danya H2SO4 pada efluen, di mana NaOH akan bereaksi dengan
H2SO4 membentuk garam dan air sesuai dengan prinsip kerja titrasinya, yaitu
titrasi asam-basa. Indikator yang digunakan adalah indikator PP, karena reaksi
antara NaOH dan H2SO4 akan menghasilkan garam basa sehingga diperlukan
indikator yang akan menghasilkan perubahan warna pada suasana basa. Dengan
trayek pH 8,2-10, indikator PP merupakan indikator yang sesuai untuk perlakuan
ini. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi
merah muda. Titik akhir titrasi adalah titik di mana terjadi perubahan warna pada
indikator. Titik akhir titrasi tercapai setelah titik equivalen tercapai. Titik
equivalen adalah titik di mana jumlah mol titran sama dengan jumlah mol titrat
(Polling, 1986). Setelah titik akhir titrasi tercapai, volume titran NaOH yang
diperoleh adalah 0,2 mL, sehingga kapasitas resinnya adalah sebesar
0,02 meq/gram. Kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan
banyaknya resin yang dibutuhkan utnuk suatu penetapan atau suatu pemisahan.
Hal ini berarti resin penukar kation yang dibutuhkan untuk pemisahan ini adalah
sebanyak 0,02 meq per gram resin.
Pada perlakuan titrasi ini, reaksi yang terjadi adalah:
H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O
Perlakuan kedua, pemisahan dengan menggunakan resin penukar anion. Resin
penukar anion adalah resin yang pada gugus fungsionalnya memiliki ion negatif
(anion) yang ditukarkan. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan yang
dilakukan pada resin penukar kation, namun pada perlakuan ini larutan yang
ditambahkan menggunakan corong pisah adalah larutan NaNO3. Efluen yang
akan terbentuk adalah NaCl, karena ion NO3- dari larutan NaNO3 akan bertukar
dengan gugus Cl dari resin anion pada kolom resin untuk mencapai kestabilan
karena perbedaan keelektronegatifannya. Unsur dengan keelektronegatifan
tinggi memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom lain yang besar dalam
ikatan kimia. Ion Cl- lebih elektronegatif dari NO3- sehingga perbedaan
keelektronegatifan antara Cl- dan Na+ lebih besar daripada perbedaan
keelektronegatifan antara NO3- dan Na+. Maka Na+ lebih cenderung
membentuk ikatan dengan Cl-.
Kemudian, efluen yang diperoleh dititrasi menggunakan larutan AgNO3 0,1 M
dengan indikator K2CrO4. Titrasi ini merupakan titrasi argentometri atau titrasi
pengendapan, di mana titik akhir titrasi dengan indikator K2CrO4 ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan putih AgCl. Menurut Underwood (1989),

pembentukan suatu endapan dapat digunakan untuk mengindikasi selesainya


sebuah titrasi pengendapan. Selain itu menurut G. Svehla (1985), perak
merupakan logam putih yang dapat ditempa dan dilihat. Logam perak tidak
dapat larut dalam asam klorida melainkan akan membentuk suatu endapan
putih perak klorida, sebab perak memiliki kerapatan yang tinggi yaitu 10,5
gram/ml dan dapat melebur pada suhu 960,5oC.
Setelah terbentuk endapan putih, diperoleh volume titran AgNO3 yang
digunakan adalah 0,1 mL dengan kapasitas resin sebesar 0,01 meq/gram. Hal ini
menunjukkan dalam1 gram resin anion seanyak 0,01 meq anion ditukarkan.
Reaksi yang terjadi pada titrasi ini adalah:
AgNO3 + NaCl AgCl + NaNO3

VI. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Resin penukar ion adalah suatu bahan padat yang memiliki bagian (ion
positif atau negatif) tertentu yang bisa dilepas dan ditukar dengan bahan kimia
dari luar. Resin penukar ion tebagi 2, yaitu resin penukar kation dan resin
penukar anion.
2.
Pada resin penukar kation, kation yang ditukarkan adalah Na+ dari
Na2SO4 yang bertukar dengan kation H+ dari resin kaion, menghasilkan H2SO4.
Setelah dititrasi dengan NaOH kembali menghasilkan Na2SO4 dan H2O.
3.
Pada resin penukar anion, anion yang ditukarkan adalah NO3- dari
NaNO3 yang bertukar dengan anion Cl- dari resin anion, menghasilkan NaCl.
Setelah dititrasi dengan AgNO3 kembali menghasilkan NaNO3 dan endapan putih
AgCl.
4.
Kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya
resin yang diperlukan untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan.
5.
Kapasitas resin penukar kation dalam percobaan ini adalah 0,02 meq/gram,
sedangkan kapasitas resin penukar anion adalah 0,01 meq/gram.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Penyisihan kesadahan dengan metode penukar ion. Laboratorium
Operasi Teknik Kimia FT UNTIRTA. Banten.
Anonim. 2013. Resin Penukar Ion. http://brown13zt.blogspot.com. Diakses pada
24 November 2013. Palu.
Bassett, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Kedokteran EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.


Lestari , D. E . Utomo, S. B. 2007. Karakteristik Kinerja Resin Penukar Ion Pada
Sistem Air Bebas Mineral (GCA01) RSG-GAS. Pusat Reaktor Serba Guna-BATAN.
Banten.
Polling, C. 1986. Ilmu Kimia. Erlangga. Jakarta.
Svehla. 1985. Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan SemiMikro. PT Kalman
Media Pusaka. Jakarta.
Underwood, A.L., dan Day R. A. 1989. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai