Ekonomi Publik
Ekonomi Publik
MAKALAH
Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Lilik Nur Cholidah (12402193292)
2. Tri Via Amalia (12402193296)
3. Dian Alam Nur Hidayat (12402193300)
4. Sulik Rahma Hanifa (12402193320)
5. Yoni Masdian (12402193327)
6. Viola Dessy P. (12402193334)
SEMESTER IV
JURUSAN EKONOMI SYARIAH 4G
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2021
KATA PENGANTAR
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam
3. Bapak Dr. H. Muhammad Aswad, MA. selaku Kepala Jurusan Ekonomi
Syariah
4. Ibu Ayu Febri Puspita Sari, M.AB. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
“Ekonomi Publik”.
5. Serta semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.
Kami menyadari bahwa yang di sajikan dalam makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kepada semua pihak atas kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. kami berharap dari
makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita
semua, Amin
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana inefisiensi dan keterpaksaan dalam pemungutan suara?
2. Bagaimana teori Wicksell?
3. Bagaimana teori Buchanan dan Thullock?
4. Bagaimana teori pemungutan suara?
5. Bagaimana Pemilihan suara dengan suara bulat / aklamasi?
6. Bagaimana pemilihan berdasarkan pemilih terbanyak?
7. Apa yang dimaksud arrow paradoks pada pemungutan suara?
8. Bagaimana pilihan berdsarkan pilihan titik / point voting?
9. Bagaimana pilihan berdasrkan pilihan ganda/ plurality voting?
10. Bagaimana teori demokrasi perwakilan?
11. Bagaimana koalisi dalam pemungutan suara?
12. Bagaimana pertukaran suara atau logrolling?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui inefisiensi dan keterpaksaan pada pemungutan suara
2. Untuk mengetahui teori wicksell
3. Untuk mengetahui teori buchanan dan thullock
4. Untuk mengetahui teori pemengutan suara
5. Untuk mengetahui pemilihan suara dengan suara bulat (aklamasi)
6. Untuk mengetahui pemilihan berdasarkan pemilih terbanyak
7. Untuk mengetahui arrow paradoks pada pemungutan suara
8. Untuk mengetahui pilihan berdsarkan pilihan titik / point voting
1
9. Untuk mengetahui pilihan berdasrkan pilihan ganda/ plurality voting
10. Untuk mengtahui teori demokrasi perwakilan
11. Untuk mengetahui koalisi dalam pemungutan suara
12. Untuk mengetahui pertukaran suara atau logrolling
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
masyarakat yang jumlahnya besar dan hanya pemungutan suara dengan suara mutlak
100% yang dapat menyamai hasil yang dicapai melalui sistem harga untuk barang
swasta.1
Namun wicksell menyadari dengan cara pemungutan suara secara mutlak
tidak mudah dilakukan karena sangat sulit memperoleh suara bulat dan bisa
menghambat pelaksanaan perekonomian maka dia mengusulkan cara yang kedua
yaitu relatif suara di mana 5/6 suara yang menang.
C. Teori Buchanan dan Tullock
Buchanan dan Tullock juga mengemukakan pendapat mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi cara pengambilan keputusan. Mereka menganalisis berapa jumlah
suara sebaiknya yang menang dalam suatu pemungutan suara.
Kurva SS pada diagram di atas menunjukkan biaya yang harus dipikul oleh
golongan masyarakat yang tidak setuju dengan pembangunan suatu proyek. Apabila
jumlah orang yang setuju dengan adanya suatu proyek sebesar 1% dan proyek
tersebut dilaksanakan maka orang lain yang tidak setuju dengan adanya proyek
tersebut harus ikut memikul biaya pembangunan proyek di atas. Ini menunjukkan,
biaya bagi orang yang tidak suka (sebesar 99 persen) menjadi sangat tinggi karena
biaya ini mencerminkan ketidaksukaan mereka akan proyek yang akan dilaksanakan
tersebut. Semakin banyak orang yang setuju maka semakin sedikit pula orang yang
mencerminkan ketidaksukaan orang yang tidak setuju akan adanya proyek tersebut.
Pada titik A semua orang setuju sehingga biaya yang mencerminkan ketidaksenangan
pada proyek yang akan dibangun menjadi nol. 2
Kurva DD, menunjukkan biaya yang diperoleh untuk mendapatkan suara
setuju pada proyek tersebut maka biaya yang harus dikeluarkan agar mendapatkan
1
Mohamad Khusaini, Ekonomi Publik, ( Malang : UB Press, 2019), hal.61
2
Ibid.,
4
suara yang menyetujui adanya proyek menjadi semakin besar. Biaya tersebut terdiri
dari biaya untuk mendatangkan orang, biaya rapat dan sebagainya. Kurva TT
menunjukkan biaya keseluruhan supaya bisa mendapatkan suara setuju, yang
merupakan penjumlahan secara vertikal kurva SS dan DD. Biaya minkmum dicapai
3
pada jumlah suara sebesar Gc persen suara menyatakan setuju.
Jadi, dalam hal pemungutan suara, terdapat suatu hubungan yang searah antara
efisiensi dengan biaya, semakin besar efisiensi hasil pemungutan suara, semakin
besar pula biaya pemungutan suara, begitu pula sebaliknya.
5
dilaksanakan karena suara mayoritas membedakannya, tetapi dengan cara aklamasi
maka proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan karena adanya golongan minoritas
yang tidak setuju sehingga kepentingan mereka dalam cara pemungutan suara
aklamasi ini terjamin. Hanya saja cara ini sulit dilaksanakan apabila jumlah pemungut
suara besar sekali. Semakin besar atau banyaknya jumlah pemungut suara maka akan
semaki sulit tercapi suatu persetujuan aklamasi.
G. Arrow Paradoks
Sistem pemungutan suara dengan cara mayoritas sederhana tampaknya akan
dengan mudah mencapai keputusan. Akan tetapi, Arrow berhasil menunjukkan
adanya masalah yang timbul dengan sistem ini apabila pemungutan suara diadakan
untuk menentukan pilihan atas tiga kegiatan atau lebih. Arrow menyebutkan 5 syarat
yang harus dipenuhi, agar pemilihan suara dapat mencapai hasil yang efisien, yaitu
hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang sebenarnya.
1. Pilihan harus dilaksanakan secara konsisten. Misalnya ada 3 pilihan X, Y,
Z. Maksud dari syarat yang pertama ini adalah, apabila X lebih disukai
dari Ydan Y lebih disukai dari Z, maka X harus lebih disukai dari Z.
2. Pilihan alternatif (yang kedua) tidak boleh ditekuk dengan berubahnya
urut-urutan pilihan yang disukai. Misalnya ada 5 jenis pilihan dengan urut-
urutan dari yang disukai sampai yang paling tidak disukai sebagai
berikut:X, Y, Z, W,N.Di sini X adalah yang paling disukai dan N adalah
yang paling tidak disukai. Ranking dari pilihan haruslah tidak berubah
5
Ibid., Hal. 60
6
apabila urut-urutan diubah menjadi Y, X, Z, W,N oleh karena X tetap
berada di atas Z, W, dan N.
3. Urut-urutan pilihan tidak boleh berubah apabila satu (atau lebih) pilihan
alternatif dihilangkan. Jadi apabila urut-urutan pilihan adalah X, Y, Z, W,
N dan pilihan Y dan dihilangkan, maka urut-urutan harus tetap, yaitu X,
W,Z,W,N.
4. Pemilih harus menentukan pilihannya dengan bebas.
5. Penentuan pilihan tidak boleh dilaksanakan secara dictatorial. 6
Tabel di bawah menunjukkan satu contoh, di mana masyarakat terdiri dari 3
orang pemilih yang harus menentukan pilihan mereka atas 3 jenis proyek pemerintah,
yaitu untuk peningkatan keamanan dengan menambah jumlah polisi (P), untuk
membangun jalan (J) dan untuk membuat Dam(D). Sistem pemungutan suara
dilakukan dengan cara mayoritas sederhana dan hasil pemungutan suara adalah
sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.
Pilihan
I II III
P J
Adil V -
Bei - V
Surya V -
6
Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik ( Yogyakarta :BPFE,2014 ) hal.94
7
Hasil 2 1
Adil lebih menyukai jasa polisi (P) daripada pembuatan jalan (J), begitu juga
dengan Surya. Sebaliknya, Bei lebih menyukai pembuatan jalan daripada jasa polisi.
Hasil pemilihan dapat dilihat pada tabel diatas di mana jasa polisi mendapat suara
lebih banyak daripada pembuatan jalan (1).
Misalkan selanjutnya bahwa sekarang jasa polisi yang dihapuskan sehingga
individu A, B, dan S menghadapi 2 pilihan , yaitu J dan D. Dapat dilihat bahwa A dan
B memilih J dan S memilih D sehingga pilihan J mendapat suara yang lebih banyak
daripada pilihan D.
Pilihan
J D
Adil V -
Bei V -
Surya - V
Hasil 2 1
P D
Adil V -
Bei - V
Surya - V
Hasil 1 2
8
Dari tabel-tabel diatas dapat dilihat bahwa adanya ketidakkonsistenan atas
proyek pemerintah yang dipilih. Proyek yang dipilih itu mengalami perubahan dengan
hapusnya satu jenis proyek sehingga keadaan tersebut melanggar syarat ketiga yang
dikemukakan oleh Arrow. Dalam hal ini didapatkan bahwa proyek P lebih disukai
daripada proyek J, proyek J lebih disukai daripada proyek D, akan tetapi proyek D
lebih disukai dari proyek P yang arti melanggar syarat Arrow yang pertama.
Jadi, Arrow menunjukkan bahwa pemilihan dengan sistem mayoritas
sederhana mungkin memberikan hasil yang tidak rasional sehingga akibatnya proyek
tidak ada satu pun proyek yang diunggulkan dan tidak dapat dipustuskan proyek mana
yang akan dilaksanakan. Pemungutan suara secara mayoritas sederhana dapat sesuai
dengan keinginan pemilih hanya pada keadaan tertentu saja. 7
7
Ibid., Hal. 94-97
8
Ibid., Hal. 100
9
Ibid., Hal 102
9
J. Teori Demokrasi Perwakilan
Demokrasi merupakan pemahaman ataupun teori pemerintahan yang berbasis
kedaulatan rakyat. Peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah
tentang demokrasi, karena dua alasan.10 Pertama, hampir semua negara di dunia ini
telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental, hal itu ditunjukkan
oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950an yang mengumpulkan lebih dari 100
Sarjana Barat dan Timur. Di tiap-tiap negara itu, demokrasi dilaksanakan dengan
cara-cara yang berbeda yaitu dalam hal pemberian porsi peranan kepada negara dan
masyarakat sama-sama mengaku sebagai negara demokrasi. Kedua, demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi
ternyata demokrasi itu berjalan dalam rute yang berbeda-beda sehingga menimbulkan
implikasi yang berbeda pula pada tiap-tiap negara.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada
tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah- masalah pokok yang
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara karena
kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. 11 Jadi negara demokrasi adalah
negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika
ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan
oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan
rakyat.12
10
Moh. Mahfud MD. Demokrasi dan Hukum di Negara Republik Indonesia. Diktat Pelengkap Bahan
Kuliah. Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 1989. Hal. 4
11
Deliar Noer. Pengantar ke Pemikiran Politik. CV Rajawali, Jakarta. 1983. Hal. 207
12
Amirmachmud. Demokrasi, Undang-Undang dan Peran Rakyat. Dimuat dalam PRISMA No. 8.
LP3ES, Jakarta. 1984
13
Ni’matul Huda. Ilmu Negara. Rajawali Pers, Jakarta. 2010. Hal. 208
10
untuk menentukan jalannya negara. Sehingga seluruh model demokrasi menurut
hemat penulis pasti dapat diartikan sebagai liberal atau setidak-tidaknya memiliki visi
liberalisme. Demokrasi liberal ini berkembang di Eropa Barat, yang menurut
Soekarno dan Hatta hanyalah demokrasi politik yang dalam bidang sosial dan
ekonomi merugikan rakyat karena kecendrungannya memihak pada golongan yang
kuat sosial ekonominya. 14
14
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi. Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi. 1965. Hal. 407
15
Frank Bealey, Dictionary of Political Science Oxford UK Blackwell Publisher Ltd 2000, Hal. 64
16
Arend Lijphart, Patterns of Democracy Government Forms and Performance in Thirty Six Countries
New Haven and London Yale University Press 1999, Hal. 134-138
11
menarik bagi setiap anggota legislatif. 17 Dalam analisis organisasi , ini mengacu pada
praktik di mana organisasi yang berbeda mempromosikan agenda satu sama lain,
masing-masing dengan harapan bahwa yang lain akan saling membalas. Dalam
konteks akademis, Nuttall Encyclopedia mendeskripsikan logrolling sebagai "saling
memuji oleh penulis dari karya masing-masing".
Ada tiga jenis logrolling, yakni:
1. Masuk ke dalam demokrasi langsung : beberapa individu memberikan
suara secara terbuka, dan suara mudah untuk diperdagangkan, diatur ulang,
dan diamati. Demokrasi langsung tersebar luas di majelis perwakilan dan
unit pemerintahan kecil.
2. Logrolling implisit: banyak pemilih memutuskan masalah yang kompleks
dan memperdagangkan suara tanpa perdagangan suara formal. 18
3. Logrolling distributif: memungkinkan pembuat kebijakan mencapai tujuan
publik mereka. Para pembuat kebijakan ini mencatat untuk memastikan
bahwa kebijakan distrik dilaksanakan terlepas dari apakah kebijakan
mereka benar-benar efisien.
Logrolling distributif adalah jenis logroll yang paling umum ditemukan dalam
sistem pemerintahan yang demokratis. "Quid pro quo" meringkas konsep logrolling
dalam proses politik Amerika Serikat saat ini. Logrolling adalah proses di mana
politisi memperdagangkan dukungan untuk satu masalah atau bagian undang-undang
dengan imbalan dukungan politisi lain, terutama melalui suara legislatif. 19 Jika
seorang legislator melakukan logroll, dia memulai perdagangan suara untuk satu
undang-undang atau undang-undang tertentu untuk mengamankan suara atas nama
undang-undang atau undang-undang lain. Logrolling berarti bahwa dua pihak akan
berjanji untuk saling mendukung, sehingga kedua RUU tersebut dapat mencapai
mayoritas sederhana. Sebagai contoh, Logrolling tidak dapat terjadi selama pemilihan
presiden, di mana populasi pemilih yang besar mengharuskan suara individu memiliki
sedikit kekuatan politik, atau selama pemungutan suara rahasia. Karena logrolling
dapat menyebar dalam proses politik, penting untuk memahami situasi eksternal mana
17
Pendidikan 2020, kursus pemerintah; definisi logrolling: "Kesepakatan oleh dua atau lebih anggota
parlemen untuk saling mendukung tagihan satu sama lain."
18
James M Buchanan. dan Gordon Tullock (1962). The Calculus of Consent: Landasan Logis Demokrasi
Konstitusional . Ann Arbor, Michigan: Universitas Michigan Press
19
Randall Holcombe (2006). Ekonomi Sektor Publik: Peran Pemerintah dalam Ekonomi Amerika . New
Jersey: Prentice Hall. Hal. 179–181.
12
yang menentukan kapan, mengapa, dan bagaimana logrolling akan terjadi, dan apakah
itu menguntungkan, efisien, atau tidak keduanya.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15
16