Anda di halaman 1dari 19

TEORI PEMUNGUTAN SUARA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik


Dosen Pengampu:
Ayu Febri Puspita Sari, M.AB.

Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Lilik Nur Cholidah (12402193292)
2. Tri Via Amalia (12402193296)
3. Dian Alam Nur Hidayat (12402193300)
4. Sulik Rahma Hanifa (12402193320)
5. Yoni Masdian (12402193327)
6. Viola Dessy P. (12402193334)

SEMESTER IV
JURUSAN EKONOMI SYARIAH 4G
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas


segala karunia-Nya pembuatan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat dan
salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya.

Sehubungan dengan terselesainya penulisan makalah “Kebijakan


Moneter” ini maka kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri Tulungagung.
2. Bapak Dr. H. Dede Nurohman, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam
3. Bapak Dr. H. Muhammad Aswad, MA. selaku Kepala Jurusan Ekonomi
Syariah
4. Ibu Ayu Febri Puspita Sari, M.AB. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
“Ekonomi Publik”.
5. Serta semua pihak yang telah membantu terwujudnya makalah ini.

Kami menyadari bahwa yang di sajikan dalam makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kepada semua pihak atas kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. kami berharap dari
makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita
semua, Amin

Tulungagung, 18 Maret 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1


BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................... 3

A. Inefisiensi dan Keterpaksaan ............................................................... 3


B. Teori Wicksell .................................................................................... 3
C. Teori Buchanan dan tullock ................................................................. 4
D. Teori Pemungutan Suara ..................................................................... 5
E. Pilihan Berdasarkan Suara Bulat/Aklamasi.......................................... 5
F. Pilihan Berdasarkan Suara Terbanyak ................................................. 6
G. Arrow Paradoks .................................................................................. 6
H. Pilihan Berdasarkan Pilihan Titik/Point Voting ...................................9
I. Pilihan Berdasarkan Pilihan Ganda/Plurality Voting............................ 9
J. Teori Demokrasi Perwakilan ............................................................. 10
K. Koalisi Dalam Pemungutan Suara ..................................................... 11
L. Pertukaran Suara Atau Logrolling ..................................................... 11
BAB III : PENUTUP ..................................................................................... 14

A. KESIMPULAN ................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Di era globalisasi pada saat ini, kegiatan bidang ekonomi bahkan kegiatan
selain bidang ekonomi telah menerima berbagai ide dan kreasi dari berbagai pihak
dan kalangan. Ini menjadikan terciptanya pola atau cara dari berbagai pihak dan
kalangan tersebut untuk mengeluarkan berbagai jenis tanggapan dan pendapat.
Karena banyaknya berbagai jenis tanggapan dan pendapat baik yang bersifat
positif atau negatif, kritik atau saran, pro atau kontra, fakta atau isu, bahkan persuatif
atau provokatif memicu lahirnya kata mufakat dan kesepakatan.
Kesepakatan ini menyatukan dan menyimpulkan dari hasil berbagai ide dan
pemikiran yang terjadi tersebut. Sebelum kata sepakat ini terwujud maka kita perlu
mengetahui langkah-langkah yang dilakukan. Salah satunya melalui proses
pemungutan suara (atau biasa disebut voting).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana inefisiensi dan keterpaksaan dalam pemungutan suara?
2. Bagaimana teori Wicksell?
3. Bagaimana teori Buchanan dan Thullock?
4. Bagaimana teori pemungutan suara?
5. Bagaimana Pemilihan suara dengan suara bulat / aklamasi?
6. Bagaimana pemilihan berdasarkan pemilih terbanyak?
7. Apa yang dimaksud arrow paradoks pada pemungutan suara?
8. Bagaimana pilihan berdsarkan pilihan titik / point voting?
9. Bagaimana pilihan berdasrkan pilihan ganda/ plurality voting?
10. Bagaimana teori demokrasi perwakilan?
11. Bagaimana koalisi dalam pemungutan suara?
12. Bagaimana pertukaran suara atau logrolling?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui inefisiensi dan keterpaksaan pada pemungutan suara
2. Untuk mengetahui teori wicksell
3. Untuk mengetahui teori buchanan dan thullock
4. Untuk mengetahui teori pemengutan suara
5. Untuk mengetahui pemilihan suara dengan suara bulat (aklamasi)
6. Untuk mengetahui pemilihan berdasarkan pemilih terbanyak
7. Untuk mengetahui arrow paradoks pada pemungutan suara
8. Untuk mengetahui pilihan berdsarkan pilihan titik / point voting

1
9. Untuk mengetahui pilihan berdasrkan pilihan ganda/ plurality voting
10. Untuk mengtahui teori demokrasi perwakilan
11. Untuk mengetahui koalisi dalam pemungutan suara
12. Untuk mengetahui pertukaran suara atau logrolling

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Inefisiensi dan Keterpaksaan


Dalam pemungutan suara yang menggunakan sistem mayoritas sederhana
terdapat kemungkinan suatu proyek yang dilaksanakan merupakan proyek yang tidak
efisien dan beberapa orang dipaksa untuk menerima proyek tersebut meskipun mereka
memperoleh manfaat yang sangat kecil dari proyek tersebut sebagaimana dapat dilihat
pada tabel berikut :
Pemilih Biaya Manfaat Manfaat Setuju/Tidak
Netto Setuju

A 500 750 250 Setuju

B 500 550 50 Setuju

C 500 100 -400 Tidak

1.500 1.400 -100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa :


1. Individu A,B dan C harus membayar Rp1.500 untuk membangun proyek
2. Hanya A dan B yang menerima manfaat netto sehingga mereka setuju
dengan pembangun proyek tersebut
3. Individu C menerima manfaat negatif hingga ia tak menyetujui
pembangunan proyek tersebut
4. Proyek tersebut hanya memberikan manfaat sebesar Rp1.400, tetapi biaya
nya Rp1.500
5. A dan B hanya mendapatkan manfaat Rp300, sedangkan C mengalami
kerugian sebesar Rp400 hingga ada kerigian netto Rp100
6. Proyek tersebut tidak efisien.
B. Teori Wicksell
Menurut Wicksell cara pemungutan suara mutlak 100% hasilnya akan sama
dengan sistem harga pada pasar persaingan sempurna. Menurut wicksell penentuan
harga untuk barang publik tidak dapat dilakukan dengan cara sistem pasar pada

3
masyarakat yang jumlahnya besar dan hanya pemungutan suara dengan suara mutlak
100% yang dapat menyamai hasil yang dicapai melalui sistem harga untuk barang
swasta.1
Namun wicksell menyadari dengan cara pemungutan suara secara mutlak
tidak mudah dilakukan karena sangat sulit memperoleh suara bulat dan bisa
menghambat pelaksanaan perekonomian maka dia mengusulkan cara yang kedua
yaitu relatif suara di mana 5/6 suara yang menang.
C. Teori Buchanan dan Tullock
Buchanan dan Tullock juga mengemukakan pendapat mengenai faktor-faktor
yang memengaruhi cara pengambilan keputusan. Mereka menganalisis berapa jumlah
suara sebaiknya yang menang dalam suatu pemungutan suara.

Kurva SS pada diagram di atas menunjukkan biaya yang harus dipikul oleh
golongan masyarakat yang tidak setuju dengan pembangunan suatu proyek. Apabila
jumlah orang yang setuju dengan adanya suatu proyek sebesar 1% dan proyek
tersebut dilaksanakan maka orang lain yang tidak setuju dengan adanya proyek
tersebut harus ikut memikul biaya pembangunan proyek di atas. Ini menunjukkan,
biaya bagi orang yang tidak suka (sebesar 99 persen) menjadi sangat tinggi karena
biaya ini mencerminkan ketidaksukaan mereka akan proyek yang akan dilaksanakan
tersebut. Semakin banyak orang yang setuju maka semakin sedikit pula orang yang
mencerminkan ketidaksukaan orang yang tidak setuju akan adanya proyek tersebut.
Pada titik A semua orang setuju sehingga biaya yang mencerminkan ketidaksenangan
pada proyek yang akan dibangun menjadi nol. 2
Kurva DD, menunjukkan biaya yang diperoleh untuk mendapatkan suara
setuju pada proyek tersebut maka biaya yang harus dikeluarkan agar mendapatkan

1
Mohamad Khusaini, Ekonomi Publik, ( Malang : UB Press, 2019), hal.61
2
Ibid.,

4
suara yang menyetujui adanya proyek menjadi semakin besar. Biaya tersebut terdiri
dari biaya untuk mendatangkan orang, biaya rapat dan sebagainya. Kurva TT
menunjukkan biaya keseluruhan supaya bisa mendapatkan suara setuju, yang
merupakan penjumlahan secara vertikal kurva SS dan DD. Biaya minkmum dicapai
3
pada jumlah suara sebesar Gc persen suara menyatakan setuju.
Jadi, dalam hal pemungutan suara, terdapat suatu hubungan yang searah antara
efisiensi dengan biaya, semakin besar efisiensi hasil pemungutan suara, semakin
besar pula biaya pemungutan suara, begitu pula sebaliknya.

D. Teori Pemungutan Suara


Apabila dalam masyarakat hanya ada dua orang konsumen atau dalam
masyarakat kecil, untuk mencerminkan preferensi/kesukaan dapat dilakukan dengan
proses negosiasi atau tawar menawar, tetapi proses negosiasi tidak dapat dilakukan
dengan masyarakat yang besar. Oleh karena itu, dalam masyarakat demokratis ,
kesukaan-kesukaan masyarakat dan kesediaaan mereka untuk membiayai barang
publik harus dilakukan dengan pemungutan suara. Namun, dalam negara yang
mempunyai sistem pemerintahan diktator, pengusahalah yang memutuskan brang dan
jasa publik apa dan berapa jumlah yang akan disediakan dan bagaimana cara
pembiayaan barang publik tersebut. Oleh karena itu, hasil dari pemungutan suara
tergantung dari dua faktor yaitu:
1. Dsitribusi suara diantara pemilih
2. Cara penentuan hasil pemungutan suara 4

E. Pemilihan Suara dengan Pemilihan Bulat/Aklamasi


Cara pemungutan suara dengan suara yang bulat dimana 100% orang yang
setuju akan diadakannya suatu proyek yang merupakan cara yang paling baik. Ini
disebabkan karena cara ini dapat melindungi golongan minoritas dalam suatu
masyarakat. Misalnya saja, pemerintah akan melaksanakan proyek pembangunan
DAM. Dari para pemilih, sebanyak 99% penduduk setuju adaya DAM tersebut, tetapi
ada 1% penduduk yang tidak setuju karena mereka akan tergusur dengan adanya
DAM tersebut. Dengan cara pemungutan suara yang lain misalnya dengan sistem
pemungutan suara berdasarkan suara mayoritas maka proyek tersebut akan tetap
3
Ibid.,
4
Ibid., Hal. 58

5
dilaksanakan karena suara mayoritas membedakannya, tetapi dengan cara aklamasi
maka proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan karena adanya golongan minoritas
yang tidak setuju sehingga kepentingan mereka dalam cara pemungutan suara
aklamasi ini terjamin. Hanya saja cara ini sulit dilaksanakan apabila jumlah pemungut
suara besar sekali. Semakin besar atau banyaknya jumlah pemungut suara maka akan
semaki sulit tercapi suatu persetujuan aklamasi.

F. Pemilihan Berdasarkan Pemilih Terbanyak


Melalui cara ini keputuan diambil apabila jumlah orang yang setuju lebih
banyak daripadajumlah oranng yang tidak setuju. Sistem ini yang cukup sederhana
karena menggunakan perhitungan 50%+1 ((n/2)+1), atau sistem kourum dimana
keputusan dilaksanakan apabila ((2/3)n) menyatakan setuju. Misalnya, apabila ada
jumlah pemilih sebanyak 100 orang maka suatu proyek akan dilaksanakan apabila 75
orang menyatakan setuju atau paling minimal 51 orang menyatakan setuju untuk
dilaksanakan.5

G. Arrow Paradoks
Sistem pemungutan suara dengan cara mayoritas sederhana tampaknya akan
dengan mudah mencapai keputusan. Akan tetapi, Arrow berhasil menunjukkan
adanya masalah yang timbul dengan sistem ini apabila pemungutan suara diadakan
untuk menentukan pilihan atas tiga kegiatan atau lebih. Arrow menyebutkan 5 syarat
yang harus dipenuhi, agar pemilihan suara dapat mencapai hasil yang efisien, yaitu
hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang sebenarnya.
1. Pilihan harus dilaksanakan secara konsisten. Misalnya ada 3 pilihan X, Y,
Z. Maksud dari syarat yang pertama ini adalah, apabila X lebih disukai
dari Ydan Y lebih disukai dari Z, maka X harus lebih disukai dari Z.
2. Pilihan alternatif (yang kedua) tidak boleh ditekuk dengan berubahnya
urut-urutan pilihan yang disukai. Misalnya ada 5 jenis pilihan dengan urut-
urutan dari yang disukai sampai yang paling tidak disukai sebagai
berikut:X, Y, Z, W,N.Di sini X adalah yang paling disukai dan N adalah
yang paling tidak disukai. Ranking dari pilihan haruslah tidak berubah

5
Ibid., Hal. 60

6
apabila urut-urutan diubah menjadi Y, X, Z, W,N oleh karena X tetap
berada di atas Z, W, dan N.
3. Urut-urutan pilihan tidak boleh berubah apabila satu (atau lebih) pilihan
alternatif dihilangkan. Jadi apabila urut-urutan pilihan adalah X, Y, Z, W,
N dan pilihan Y dan dihilangkan, maka urut-urutan harus tetap, yaitu X,
W,Z,W,N.
4. Pemilih harus menentukan pilihannya dengan bebas.
5. Penentuan pilihan tidak boleh dilaksanakan secara dictatorial. 6
Tabel di bawah menunjukkan satu contoh, di mana masyarakat terdiri dari 3
orang pemilih yang harus menentukan pilihan mereka atas 3 jenis proyek pemerintah,
yaitu untuk peningkatan keamanan dengan menambah jumlah polisi (P), untuk
membangun jalan (J) dan untuk membuat Dam(D). Sistem pemungutan suara
dilakukan dengan cara mayoritas sederhana dan hasil pemungutan suara adalah
sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.
Pilihan

I II III

Adil (A) Polisi Jalan Dam

Bei (B) Jalan Dam Polisi

Surya(S) Dam Polisi Jalan

Misalkan proyek D dihapuskan, sehingga Adil, Bei dan Surya dihadapkan


pada dua pilihan saja, yaitu pembuatan jalan (J) dan jasa polisi (P)Seperti ditunjukkan
pada tabel dibawah.
Pilihan

P J

Adil V -

Bei - V

Surya V -

6
Guritno Mangkoesoebroto, Ekonomi Publik ( Yogyakarta :BPFE,2014 ) hal.94

7
Hasil 2 1

Adil lebih menyukai jasa polisi (P) daripada pembuatan jalan (J), begitu juga
dengan Surya. Sebaliknya, Bei lebih menyukai pembuatan jalan daripada jasa polisi.
Hasil pemilihan dapat dilihat pada tabel diatas di mana jasa polisi mendapat suara
lebih banyak daripada pembuatan jalan (1).
Misalkan selanjutnya bahwa sekarang jasa polisi yang dihapuskan sehingga
individu A, B, dan S menghadapi 2 pilihan , yaitu J dan D. Dapat dilihat bahwa A dan
B memilih J dan S memilih D sehingga pilihan J mendapat suara yang lebih banyak
daripada pilihan D.
Pilihan

J D

Adil V -

Bei V -

Surya - V

Hasil 2 1

Selanjutnya, apabila pilihan J dihapuskan sehingga A, B dan S hanya


menghadapi pilihan P dan D, dari tabel dibawah dapat dilihat bahwa pilihan P hanya
mendapat satu suara dan pilihan D mendapat dua suara.
Pilihan

P D

Adil V -

Bei - V

Surya - V

Hasil 1 2

8
Dari tabel-tabel diatas dapat dilihat bahwa adanya ketidakkonsistenan atas
proyek pemerintah yang dipilih. Proyek yang dipilih itu mengalami perubahan dengan
hapusnya satu jenis proyek sehingga keadaan tersebut melanggar syarat ketiga yang
dikemukakan oleh Arrow. Dalam hal ini didapatkan bahwa proyek P lebih disukai
daripada proyek J, proyek J lebih disukai daripada proyek D, akan tetapi proyek D
lebih disukai dari proyek P yang arti melanggar syarat Arrow yang pertama.
Jadi, Arrow menunjukkan bahwa pemilihan dengan sistem mayoritas
sederhana mungkin memberikan hasil yang tidak rasional sehingga akibatnya proyek
tidak ada satu pun proyek yang diunggulkan dan tidak dapat dipustuskan proyek mana
yang akan dilaksanakan. Pemungutan suara secara mayoritas sederhana dapat sesuai
dengan keinginan pemilih hanya pada keadaan tertentu saja. 7

H. Pilihan Berdasarkan pilihan titik/point voting


Pemungutan suara berdasarkan pilihan titik (point voting) merupakan suatu
cara mengatasi kelemahan tersebut dengan cara memberikan angka tertentu kepada
setiap pemilih yang dapat mengalokasikannya pada setiap jenis proyek berdasarkan
kesukaannya. Angka tersebut mencerminkan kesukaan pemilih pada suatu proyek.
Misalnya setiap pemilih diberikan nilai 100 yang dapat dialokasikan pada ketiga jenis
proyek. Jadi pemilih yang sangat tidak suka pada suatu proyek dapat akan memberi
nilai nol pada proyek tersebut dan akan mengalokasi semua nilainya untuk proyek
yang sangat disukainya. 8

I. Pilihan berdasarkan Pilihan Ganda/Plurality Voting


Pemungutan suara berdasarkan pilihan ganda dilakukan dengan memberikan
angka berdasarkan urutan kesukaan. Untuk proyek yang paling disukai diberi angka 1
dan nilai yang semakin besar untuk proyek yang tidak disukai. Misalnya ada 3 proyek
J, D, dan P sehingga maksimum angka untuk proyek yang paling tidak disukai adalah
nilai 3. Proyek yang mendapat nilai terkecil adalah proyek yang menang, Sedangkan
proyek dengan nilai terbesar adalah proyek yang kalah. 9

7
Ibid., Hal. 94-97
8
Ibid., Hal. 100
9
Ibid., Hal 102

9
J. Teori Demokrasi Perwakilan
Demokrasi merupakan pemahaman ataupun teori pemerintahan yang berbasis
kedaulatan rakyat. Peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah
tentang demokrasi, karena dua alasan.10 Pertama, hampir semua negara di dunia ini
telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental, hal itu ditunjukkan
oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950an yang mengumpulkan lebih dari 100
Sarjana Barat dan Timur. Di tiap-tiap negara itu, demokrasi dilaksanakan dengan
cara-cara yang berbeda yaitu dalam hal pemberian porsi peranan kepada negara dan
masyarakat sama-sama mengaku sebagai negara demokrasi. Kedua, demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi
ternyata demokrasi itu berjalan dalam rute yang berbeda-beda sehingga menimbulkan
implikasi yang berbeda pula pada tiap-tiap negara.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada
tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah- masalah pokok yang
mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara karena
kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. 11 Jadi negara demokrasi adalah
negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika
ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan
oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan
rakyat.12

Demokrasi Perwakilan atau Demokrasi Tidak Langsung, suatu sistem


pemerintahan yang menggunakan pejabat yang dipilih untuk mewakili kepentingan
atau pendapat warga negara dalam daerah-daerah yang terbatas sambil tetap
menjunjung tinggi aturan hukum. Ibu Ni’matul Huda menggunakan istilah demokrasi
liberal untuk menggambarkan model demokrasi ini, 13 namun penulis tidak sepakat
dengan penggunaan kata liberal disana. Karena, arti liberal secara terminologi jika
digabungkan dengan kata demokrasi maka memiliki makna demokrasi dalam rangka
pluralisme yang harus memberikan peluang sebesar-besarnya bagi peranan rakyat

10
Moh. Mahfud MD. Demokrasi dan Hukum di Negara Republik Indonesia. Diktat Pelengkap Bahan
Kuliah. Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 1989. Hal. 4
11
Deliar Noer. Pengantar ke Pemikiran Politik. CV Rajawali, Jakarta. 1983. Hal. 207
12
Amirmachmud. Demokrasi, Undang-Undang dan Peran Rakyat. Dimuat dalam PRISMA No. 8.
LP3ES, Jakarta. 1984
13
Ni’matul Huda. Ilmu Negara. Rajawali Pers, Jakarta. 2010. Hal. 208

10
untuk menentukan jalannya negara. Sehingga seluruh model demokrasi menurut
hemat penulis pasti dapat diartikan sebagai liberal atau setidak-tidaknya memiliki visi
liberalisme. Demokrasi liberal ini berkembang di Eropa Barat, yang menurut
Soekarno dan Hatta hanyalah demokrasi politik yang dalam bidang sosial dan
ekonomi merugikan rakyat karena kecendrungannya memihak pada golongan yang
kuat sosial ekonominya. 14

K. Koalisi dalam Pemungutan Suara


Konsep koalisi lazimnya menunjuk pada persekutuan dua partai atau lebih
yang didasarkan pada kepentingan politik dan platform haluan politik yang sama
Pemerintahan koalisi coalition government adalah suatu pemerintahan yang dibentuk
oleh lebih dari satu partai politik. 15 Pemerintahan koalisi lazimnya adalah
pemerintahan gabungan partai partai di dalam sistem parlementer yang berbasis
multipartai. Namun konsep koalisi pemerintahan government coalition menunjuk
pada pemerintahan yang didukung oleh lebih dari satu partai di dalam konteks sistem
presidensial Secara teoritik model koalisi sebenarnya sangat beragam namun atas
dasar skala atau besarannya model koalisi dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu
minimal winning coalition minority coalition dan grand coalition atau oversized
coalition.16 Kategori pertama koalisi pemenang minimal menunjuk pada
pemerintahan yang mendapatkan dukungan mayoritas sederhana di parlemen.
Kategori kedua koalisi minoritas koalisi pemerintahan dari partai partai kecil dan
karena itu tidak mendapat dukungan mayoritas sederhana di parlemen. Sementara itu
kategori ketiga koalisi besar mentinjuk pada koalisi pemerintahan yang didukung oleh
mayoritas mutlak partai politik di parlemen Format koalisi yang terbentuk lazimnya
memengaruhi kecende rungan relasi kekuasaan antara lembaga eksekutif dan
legislatif.

L. Pertukaran Suara atau Logrolling


Logrolling adalah perdagangan bantuan, atau quid pro quo, seperti
perdagangan suara oleh anggota legislatif untuk mendapatkan bagian tindakan yang

14
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi. Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi. 1965. Hal. 407
15
Frank Bealey, Dictionary of Political Science Oxford UK Blackwell Publisher Ltd 2000, Hal. 64
16
Arend Lijphart, Patterns of Democracy Government Forms and Performance in Thirty Six Countries
New Haven and London Yale University Press 1999, Hal. 134-138

11
menarik bagi setiap anggota legislatif. 17 Dalam analisis organisasi , ini mengacu pada
praktik di mana organisasi yang berbeda mempromosikan agenda satu sama lain,
masing-masing dengan harapan bahwa yang lain akan saling membalas. Dalam
konteks akademis, Nuttall Encyclopedia mendeskripsikan logrolling sebagai "saling
memuji oleh penulis dari karya masing-masing".
Ada tiga jenis logrolling, yakni:
1. Masuk ke dalam demokrasi langsung : beberapa individu memberikan
suara secara terbuka, dan suara mudah untuk diperdagangkan, diatur ulang,
dan diamati. Demokrasi langsung tersebar luas di majelis perwakilan dan
unit pemerintahan kecil.
2. Logrolling implisit: banyak pemilih memutuskan masalah yang kompleks
dan memperdagangkan suara tanpa perdagangan suara formal. 18
3. Logrolling distributif: memungkinkan pembuat kebijakan mencapai tujuan
publik mereka. Para pembuat kebijakan ini mencatat untuk memastikan
bahwa kebijakan distrik dilaksanakan terlepas dari apakah kebijakan
mereka benar-benar efisien.
Logrolling distributif adalah jenis logroll yang paling umum ditemukan dalam
sistem pemerintahan yang demokratis. "Quid pro quo" meringkas konsep logrolling
dalam proses politik Amerika Serikat saat ini. Logrolling adalah proses di mana
politisi memperdagangkan dukungan untuk satu masalah atau bagian undang-undang
dengan imbalan dukungan politisi lain, terutama melalui suara legislatif. 19 Jika
seorang legislator melakukan logroll, dia memulai perdagangan suara untuk satu
undang-undang atau undang-undang tertentu untuk mengamankan suara atas nama
undang-undang atau undang-undang lain. Logrolling berarti bahwa dua pihak akan
berjanji untuk saling mendukung, sehingga kedua RUU tersebut dapat mencapai
mayoritas sederhana. Sebagai contoh, Logrolling tidak dapat terjadi selama pemilihan
presiden, di mana populasi pemilih yang besar mengharuskan suara individu memiliki
sedikit kekuatan politik, atau selama pemungutan suara rahasia. Karena logrolling
dapat menyebar dalam proses politik, penting untuk memahami situasi eksternal mana

17
Pendidikan 2020, kursus pemerintah; definisi logrolling: "Kesepakatan oleh dua atau lebih anggota
parlemen untuk saling mendukung tagihan satu sama lain."
18
James M Buchanan. dan Gordon Tullock (1962). The Calculus of Consent: Landasan Logis Demokrasi
Konstitusional . Ann Arbor, Michigan: Universitas Michigan Press
19
Randall Holcombe (2006). Ekonomi Sektor Publik: Peran Pemerintah dalam Ekonomi Amerika . New
Jersey: Prentice Hall. Hal. 179–181.

12
yang menentukan kapan, mengapa, dan bagaimana logrolling akan terjadi, dan apakah
itu menguntungkan, efisien, atau tidak keduanya.

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam pemungutan suara yang menggunakan sistem mayoritas sederhana terdapat


kemungkinan suatu proyek yang dilaksanakan merupakan proyek yang tidak efisien dan
beberapa orang dipaksa untuk menerima proyek tersebut meskipun mereka memperoleh
manfaat yang sangat kecil dari proyek tersebut. Menurut Wicksell cara pemungutan suara
mutlak 100% hasilnya akan sama dengan sistem harga pada pasar persaingan
sempurna.dalam hal pemungutan suara, terdapat suatu hubungan yang searah antara efisiensi
dengan biaya, semakin besar efisiensi hasil pemungutan suara, semakin besar pula biaya
pemungutan suara, begitu pula sebaliknya. Dalam masyarakat demokratis , kesukaan-
kesukaan masyarakat dan kesediaaan mereka untuk membiayai barang publik harus
dilakukan dengan pemungutan suara. Cara pemungutan suara dengan suara yang bulat
dimana 100% orang yang setuju akan diadakannya suatu proyek yang merupakan cara yang
paling baik. Ini disebabkan karena cara ini dapat melindungi golongan minoritas dalam suatu
masyarakat. Arrow menyebutkan 5 syarat yang harus dipenuhi, agar pemilihan suara dapat
mencapai hasil yang efisien, yaitu hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang
sebenarnya.Logrolling adalah perdagangan bantuan, atau quid pro quo, seperti perdagangan
suara oleh anggota legislatif untuk mendapatkan bagian tindakan yang menarik bagi setiap
anggota legislatif. Dalam analisis organisasi , ini mengacu pada praktik di mana organisasi
yang berbeda mempromosikan agenda satu sama lain, masing-masing dengan harapan bahwa
yang lain akan saling membalas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Khusaini, Mohamad, Ekonomi Publik, ( Malang : UB Press, 2019)


Mangkoesoebroto, Guritno, Ekonomi Publik ( Yogyakarta :BPFE,2014 )
Mahfud MD, Moh., Demokrasi dan Hukum di Negara Republik Indonesia.
Diktat Pelengkap Bahan Kuliah. Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 1989
Noer, Deliar, Pengantar ke Pemikiran Politik. CV Rajawali, Jakarta. 1983
Amirmachmud, Demokrasi, Undang-Undang dan Peran Rakyat. Dimuat
dalam PRISMA No. 8. LP3ES, Jakarta. 1984
Huda, Ni’matul, Ilmu Negara. Rajawali Pers, Jakarta. 2010
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi. Panitia Penerbit Di Bawah Bendera
Revolusi. 1965
Bealey, Frank, Dictionary of Political Science, Oxford UK, Blackwell
Publisher Ltd 2000
Lijphart, Arend, Patterns of Democracy Government Forms and Performance
in Thirty Six Countries, New Haven and London Yale University Press 1999
Pendidikan 2020, kursus pemerintah; definisi logrolling: "Kesepakatan oleh
dua atau lebih anggota parlemen untuk saling mendukung tagihan satu sama lain."
Buchanan, James M. dan Tullock, Gordon. The Calculus of Consent:
Landasan Logis Demokrasi Konstitusional. Ann Arbor, Michigan: Universitas
Michigan Press 1962
Holcombe, Randall, Ekonomi Sektor Publik: Peran Pemerintah dalam
Ekonomi Amerika . New Jersey: Prentice Hall 2006

15
16

Anda mungkin juga menyukai