Anda di halaman 1dari 14

noer el anwar

Jumat, 09 Mei 2014


SEJARAH KHAT ARAB

A.    Sejarah khat Arab


I.                   Asal Muasal Tulisan Arab
Masalah tulisan arab merupakan masalah yang cukup rumit dalam sejarah. Ini
dikarenakan informasi atau riwayat yang didapat kurang kuat, dikarenkan mereka hanya
menggunakan jalan prakiraan. Mereka juga mendapatkan informasi hanya bersumber dari syair
para penyair atau dari informasi secara lisan dari antar generasi.
Ibnu Abi Daud as-Sajistani (w. 316 H) menyebutkan tiga riwayat mengenai awal masuknya
tulisan arab :
1.      Para imigran (Mekkah) mempelajarinya dari penduduk wilayah Hirah. Dan penduduk Hirah
mempelajari dari penduduk Anbar.
2.      Dikatakan seorang yang bernama Bisyr bin Abdul Malik al-Kindi mempelajari tulisan Arab dari
wilayah Anbar. Kemudian, ia Mekkah hingga akhirnya dia menikah dengan Shahba’ binti Harb
bin Umayyah. Lalu ia mengajarkan tulisan arab kepada ayah mertuanya, Harb bin Umayyah, dan
kepada saudara istrinya. Tulisan ini juga dipelajari oleh Umar bin Khattab dan orang quraisy
lainnaya.
3.      Dikatakan juga, bahwa maramir bin Murrah, ‘Amir bin Jadarah, dan Salamah bin Hazarah
adalah orang-orang pertama yang meletakkan dasar tulisan Arab. Mereka dari sebuah kaum ath-
Thayyi’.
Namun ada pendapat yang lain masalah muasal tulisan Arab yaitu Abu ‘Ubaidillah
Muhammad bin ‘Abdus al-Jahsyari (w. 331). Ia mengemukan pendapat dengan data yang
dikemukan oleh as-Sajistani. Ia mengutip sebuah riwayat dari Ka’ab bin al-Ahbar, bahwa Nabi
Adam a.s. adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar tulisan Suryani. Namun ia juga
meriwayatkan, bahwa yang meletakkan dasar-dasar tulisan Arab pertama adalah Nabi Ismail bin
Ibrahim.
Diiriwayatkan dalam riwayat lain bahwa orang yang pertama menulis dengan tulisan
Arab adalah tiga orang dari Boulan yaitu, Maramir bin Murrah, Aslam bin Sudrah, dan ‘Amir bin
Jadarah, namun ia tidak menyebutkan kalau mereka dari Anbar. Sehingga dalam ungkapan al-
Jahsyari mempunyai tiga pendapat, namun pendapt itu masih secara global. Dan ia juga tidak
merinci secara detail.
Setelah as-Sajistani dan al-Jahsyari, muncul Ibnu an-Nadim (w. 385 H). Ia tidak
mengambil riwayat dari Ka’ab al-Ahbar. Karena menurutnya, informasi yang dikemukan Ka’ab
al-Ahbar lebih tepat dikatakan sebagai sebuah dongeng. Pendapat yang ia kemukakan adalah
pendapt yanh juga oleh al-Jahsyari. Menurutnya lewat tiga orang inilah tulisan Arab sampai ke
Hirah. Dan juga ia mengemukakan riwayatnya yang menurutnya lebih tepat tentang muasal
tulisan Arab. Dalam riwayatnya disebutkan bahwa Allah SWT mengajarkan tulisan kepada Nabi
Ismail bin Ibrahim.
Namun ulama semasa hidup Ibnu an-Nadim mengutip pendapat dari riwayat Ka’ab bin
al-Ahbar. Lalu, Ibnu Faris menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, bahwasannya nabi
Ismail adalah orang pertama yang menulis dengan tulisan Arab. Kemudian ia menyimpulkan,
bahwa tulisan Arab itu bersifat Tauqifi. Dan az-Zarkasyi (w. 794 H) juga berpendapat serupa
dengan Ibnu Faris, bahwa tulisan Arab itu bersifat tauqifi.
Setelah itu 50 tahun kemudian, kita jumpai Abu ‘Amr ad-Dai (w. 444 H) mengemukakan
sebuah informasi yang diambil dari riwayat Ibnu ‘Abbas. Menurutnya, asal muasal tulisan Arab
berasal dari Jaljalah bin Muhaimin, seorang juru tulis nabi Hud a.s. Kemudian, ada orang Yaman
yang datang secara tiba-tiba dari daerah Kindah yang belajar dari ad-Dai. Namun pendapat ini
masih samar dikarenakan informasi yang kurang jelas , dikarenakan ia menyebutkan
bahwasannya ada perantara yang kurang jelas seperti orang yang datang secara tiiba-tiba dari
Yaman.
Setelah itu, pada masa lalu tidak ada seorang yang melakukan pendekatan secara rasional
selain Abdurrahman bin Khaldunn (w. 808 H). Ibnu Khaldun tidak menentukan siapa-siapa yang
berperan dalam mentranformasikan tulisan Arab. Ia hanya memprediksikan saja, namun ia
menyatakan bahwa tulisan Arab telah berkembang sebelum berdirinya negara Tababi’ah, yang
dalam sejarah juga disebut dengan negara Humairi II (300-525 M).
Namun setelah Ibnu Khaldun pembahasan tentang masalah tulisan Arab masih belum
selesai. Beralih pada ulama kontemporer diantaranya Hifni Nashif yang telah mengatakan dalam
bukunya “Hayah al-Lughah al-“Arabiyah”, bahwasannya permulaan tulisan Arab yang
ditetapkan para sejarawan adalah permulaan yang besifat relatif, bukan permulaan yang bersifat
mutlak. Di dalam pendapatnya, ia mengambil jalan tengah dari para pendapat terdahulu.
Kemudian ia menetapkam bahwa yang paling lama dalam mata rantai tulisan Arab adalah
penduduk Mesir. Hifni juga menguatkan dengan mengumpulkan bukti-bukti dari tulisan Arab
tempo dulu.
Dan sejarawan lain yang mengungkapkan dan membahas tentang tulisan Arab adalah Dr.
Nashiruddin al-Asad. Ia menyimpulkan bahwa bangsa Arab pada masa jahiliyyah (selama tiga
Abad) telah menulis dengan tulisan Arab, jadi pengetahuan Arab jahiliyyah tulisan Arab telah
ada sejak lama.
Jadi, pengetahuan Arab tentang masalah tulisan Arab bukan suatu hal yang baru, karena ia telah
menjadi bahasan yang cukup panjang pada ulama-ulama terdahulu. Telah dipaparkan beberapa
pendapat tentang asal muasal tulisan Arab.
II.                Pemberian Tanda Nuqath (Tanda Harakat) Dan I’jam (Tanda Titik) Pada Tulisan Arab
Dalam bahasan ini, kita akan membahas tentang kaitan tulisan Arab pada masa Nabi Muhammad
SAW dengan dua karakteristik yaitu nuqath dan i’jam. Telah dibahas sebelumnya bahwa tulisan
mushaf-mushaf pertama hanya berupa bentuk-bentuk huruf saja. Abu Ahmad al-‘Askari
mengatakan :
“selama empat puluh tahun lebih kaum Muslimin membaca mushaf Utsmani tanpa
menggunakan tanda titik sampai pada masa Abdul Malik bin Marwan. Karena sering timbul
kesalahan dalam membaca Al-Quran, maka al-Hajjaj menyuruh para juru tulisnya untuk
memberi tanda titik pada huruf yang bentuknya sama dan juga memberi tanda harakat.”
Namun belum diketahui secara pasti siapa yang pertama kali memberi tanda titik dan harakat.
Namun sebuah riwayat mengatakan bahwa orang yang pertama kali memprakasainya adalah
Nashr bin ‘Ashim, tapi riwayat lain mengatakan bahwa yang pertama kali adalah Abu al-Aswad
ad-Duwali. Pada masa pemerintahan  Ziyad bin Abid, Abu al-Aswad ad-Duwali diminta untuk
dipublikasikan kepada publik, agar bisa dijadika pedoman. Dan setelah itu Abu al-Aswad
meletakkan dasar-dasar tanda harakat. Ia meletakkan tanda harakat di atas huruf sebagai tanda
dhammah, ditengah sebagai tanda fatha, dibawah sebagai tanda harakat.
Namun perlu kita ketahui pula bahwa pemberian tanda tidak sama dengan pemberian
tanda harakat. Banyak yang mengatakan bahkan sering kita dengar bahwa tanda titik sudak
dikenal sejak pada masa jahiliyyah. Diriwayatkan dari Hisyam al-Kalbi, ia berkata, “telah masuk
islam Ibnu Jadrah. Ia adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pemberian tanda titik
pada dan pemberiain tanda harakat pada kata.” Riwayat ini dinisbahkan kepada Ibnu ‘Abbas.
Tanda titik ini ini sudah ada bersamaan dengan adanya huruf-huruf Arab, kemudian ia mengutip
pendapat al-Qasyandi. Al-Qasyandi mengatakan, “Tidak mungkin huruf-huruf hijaiyah yang
bentuknya sama tidak diberi tanda tihatik pada mushaf.”
Dari pernyataan di atas dapat kita ambil kesimpulan huruf hijaiyah, apabila jika tidak
diberi tada titik akan menimbulkan kesalahan kepada para pembaca. Karena para sahabat pada
zaman Nabi hanya bersadar pada metode hafalan dalam mentranformsikan Al-Quran, oleh
karenanya mereka mengesampingkan pemberian tanda titik dalam ayat –ayat yang mereka tulis.
Contoh huruf hijaiyah yang sama yaitu : “ba”, “ta”, dan “tsa”. Contoh lain “nun”, “dzal” dan
lain sebagainya.
Dengan upaya yang dilakukan oleh para ahli bahasa Arab kontemporer maka tulisan
semakin jelas dan lebih mudah untuk dibaca. Mereka memberi tanda itu dengan sistem yang
telah dikenal sebelumnya. Pemberian tanda harakat dan tanda titik sudah dikenal sejak pada
masa sahabat dan pemuka tabiin. Khusus bagi mereka yang bertugas menyalin mushaf, mereka
menmbahkan tanda-tanda pada mushaf, dengan tujuan untuk menentukan maksud dan pemberian
harakat bacaan dalam lingkup salinan mushaf yang telah disepakati.
Ibnu al-Jazari mengatakan :
“setelah selesai menyalin mushaf-mushaf Utsman, para sahabat mengosongkan dari tanda titik
dan harakat. Mereka mengosongkan mushaf dari tanda-tanda itu, agar petunjuk satu tulisan
dapat mencakup dua lafal yang diterima dan didengar dari Nabi. Hal ini sama dengan petunjuk
satu lafal yang memiliki dua art dan pengertian”.
Dari ungkapan di atas dapat kita pahami bahwa para sahabat sengaja mengosongkan
tanda-tanda titik ini pada , sebagian teks Al-Quran. Sebagaimana disebutkan ad-Dani dalam
pernyataannya, “mereka (para sahabat) sengaja mengosongkan mushaf dari tanda titik dan tanda
harakat, karena mereka menghendaki petunjuknya tetap bersifat fleksibel dalam bahasa, dan
bersifat luwes dalam bacaan Al-Quran”.
B.     Bentuk bentuk khat Arab dan contoh contohnya
1.      Khat Naskhi
Seperti yang kita ketahui budaya orang arab yang sampai sekarang masih berlanjut, yaitu
selalu melakukan perjalanan antar daerah, atau bahkan antar negara dengan tujuan berdagang.
Begitu pula ketika permulaan dari mereka yang terpengaruh oleh masyarakat yang berpikiran
maju dan memiliki moral yang tinggi, dari sini mereka belajar menulis  terhadap orang syam dan
irak, juga sebagian diantara mereka belajar khat yang bernama Nabthi dan Suryani, dua bentuk
khat/tulisan  ini tetap ada dan terkenal sampai setelah  penaklukan Islam di Arab. Setelah khat
Nabthi, selang dikemudian hari munculah khat yang bernama Naskhi, yang masih kita kenal
sampai sekarang. Artinya bentuk khat Naskhi ini adalah perubahan, atau perbaikan dari khat
Nabthi dengan gaya bentuk tulisan yang semakin indah sehingga digunakan untuk urusan
administrasi perkantoran dan surat menyurat.
Pada abad ke-3 dan ke-4 hijriyah, bentuk bentuk khat naskhi ini bertambah indah. Menurut
para ahli sejarah orang yang pertama meletakan dasar dasar khat Naskhi dalam bentuknya yang
sempurna dan perubahan yang semakin indah adalah Ibnu Muqlah (272-328) pada zaman bani
Abbas. Usaha kodifikasi khat Naskhi menjadi sangat indah, bahkan mencapai puncaknya, yaitu
pada zaman kekuasaan Atabek Ali (545 H), sehingga gaya penulisan tersebut terkenal dengan
nama khat Naskhi Atabeki yang banyak digunakan untuk menyalin mushaf Alquran diabad
pertengahan islam.[1]
Contoh penulisan khat naskhi;
                         
            Khat Naskhi terbagi menjadi dua jenis:
a.       Khat Naskhi Qadim
Khat ini adalah gaya tulisan yang telah berkembang dari zaman Bani Abbas, yang
kemudian diperindah oleh Ibnu Muqlah, dilanjutkan lagi dengan terus memperindah oleh
masyarakat Atabek, kemudian diolah menjadi karya seni yang lebih sempurna oleh orang-orang
Turki, dan sampailah akhirnya kepada kita sekarang ini dengan bentuk yang penuh keindahan.
Para khattat sekarang memilih menulis gaya khat ini lebih memakai kaidah-kaidah dan asal
muasal yang lama dengan mengikuti dasar-dasar yang telah diletakan para pendahulunya,
meliputi dari ukurannya, ketinggiannya, tipis dan tebalnya, serta garis horizontal dan vertikalnya,
bahkan sampai bentuk-bentuk lengkungannya.
b.      Khat Naskhi
Naskhi Suhufi atau jurnalistik ini merupakan gaya tulisan yang terus berkembang bentuk huruf-
hurufnya. Dinamai suhufi ini karena penyebarannya yang luas di jurnal-jurnal. Berbeda dengan
Naskhi Qadim yag lebih lentur dengan banyak putaran, sedangkan Naskhi Suhufi cenderung
kaku dan pada beberapa bagian mendekati bentuk kufi karena mempunyai sudut-sudut yang
tajam.[2]
Kemudian dari khat Suryani munculah khat Kufi, khat ini merupakan khat tertua dan
merupakan sumber seluruh khat ataupun kaligafi Arab. Penamaan Kufi ini diambil dari nama
sebuah kota yaitu Kufah yang kemudian tersebar luas keseluruh jazirah Arab. Khat Kufi sendiri
pernah menjadi satu satunya khat yang digunakan untuk menyalin mushaf Alquran dan penulisan
ayat ayat Alquran yang dipateri di dinding dinding masjid, istana, nisan nisan, dan kuburan.
Setelah itu khat Kufi berkembang dengan bermacam macam jenisnya.

C.    Bentuk dan ciri-ciri penulisan Rasm Usmani


Rasm utsmani adalah tulisan kalimat kalimat Al qur an yang digunakan oleh para sahabat
pada zaman khalifah Ustman dan sesuai dengan kaidah kaidah penulisan yang telah ditetapkan.
Terdapat sembilan kaidah-kaidah Rasm Ustmani;
Kaidah Pertama : al-Hadzf (pembuangan huruf)
Kasus Hadzf terjadi pada 5 huruf Hijaiyah, diantaranya yang paling banyak terjadi ialah pada
3 huruf yaitu alif, wawu, ya, dan 2 huruf lainnya yaitu huruf nun dan lam tetapi hal ini jarang.
Hadzf tebagi menjadi 3 golongan;
a.       Hadzf Isyarah
Adalah Hadzf sebagai petunjuk suatu qira’at, seperti pembuangan alif pada lafadz
 ‫واعد نا‬
b.      Ikhtishar
Hadzf yang tidak khusus pada satu kalimat saja, tetapi juga yang semisalnya, seperti
pembuangan alif pada lafadz ‫العالمين‬
c.       Iqtishar
Hadzf yang khusus pada satu kalimat, bukan yang lain semisalnya, seperti pembuangan alif pada
lafadz ‫الميعاد‬ dalam surat Al anfal, dan lafadz ‫الكافر‬ dalam surat Ar-Ra’du.[3]
1.      Hadzf Alif
Hadzf alif pada lafadz Ar rahman (‫ )الرحمن‬dimanapun berada dalam al-qur’an, begitu juga alif
pada lafadz Allah (‫ & )هللا‬Allahumma (‫ )اللهم‬yang terletak antara Lam (‫ & )ل‬Ha ( ‫)ه‬, kasus
pembuangan pada tiga lafadz ini disebabkan karena seringnya diulang ulang dalam Al qur an,
dan sering diucapkan dengan lisan diluar Al qur’an.[4]
Alif pada ‘ain lafadz Al ‘Alamiina (‫ )العلمين‬dan yang semisalnya, seperti jama’ Salim, baik
Mudzakar maupun Muannas, seperti lafadz ‫بيّنت‬ ,‫مسلمت‬ ,‫أيت‬ ,‫الذريت‬ ّ  ,‫الصّدقين‬. dengan syarat setelah
alifnya jama’ Mudzakar Salim tidak berupa huruf yang ditasydid, atau berupa Hamzah,
seperti ‫والالضّالّين‬ dan ‫ائفين‬p‫إالخ‬ , berbeda dengan jama’ Muanas Salim, meskipun setelah alifnya
berupa huruf bertasydid atau hamzah, tetap dibuang, seperti ]5[.‫ص ئمت‬ ّp ‫وال‬ ,‫صفّت صفّا‬
ّ ‫وال‬ Akan tetapi
lafaz ‫بنات‬  yang dibuang alifnya, menurut riwayat Abu Dawud hanya terdapat pada tiga tempat,
yaitu dalam surat An nahl:57 ‫ويجعلون هلل البنت سبحا‬  ‫نه‬, dalam surat Al An’am:100 ‫وبنت بغيرعلم سبحانه‬ ,
dalam surat At Tur:39 ]6[. ‫أم له البنت‬
Hadzf juga diberlakukan pada dua alif yang terdapat pada jama’ muanas salim yang
selain musyaddad[7] dan mahmuz[8], seperti, ‫والقنتت‬ ,‫برت‬p‫والص‬ ,‫لحت‬p‫والص‬ ,‫دقت‬p‫الص‬, tetapi terdapat
sebagian mushaf yang tidak membuang alif pertamanya.[9]
Kasus hadzf alif pada jama’ salim diatas adalah menurut pendapat yang telah disepakati,
terdapat pula pendapat dengan tidak membuang alif pada lafadz-lafadz jama’ salim yang lain
sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abi Daud dalam kitabnya At-Tanzil, bahwa tidak
membuang alif pertama pada lafadz ‫يابست‬ yang terdapat di dua tempat dalam surah yusuf ayat 43
dan ayat 46, pada lafadz ‫رسالت‬ dalam surah al-Maidah ayat 67, lafadz ‫راسيت‬ dalam surah saba’
ayat 13, lafadz ‫باسقت‬ dalam surah Qaf ayat 10.[10]
Pembuangan alifnya lafazd ‫القرآن‬ hanya terjadi dalam dua tempat yaitu dalam surah yusuf
ayat 2  ‫اه قرءناعربيا‬ppp‫إناأنزلن‬dan dalam surah az-Zuhruf ayat 3 ‫ه قرءناعربيا‬ppp‫إناجعلن‬, az-Zarkasyi
mempunyai alasan bahwa makna yang dimaksud dari kedua lafadz ‫رءن‬ppp‫ق‬ tersebut adalah
pemahaman menurut akal, karena terdapat qarinah ayat sesudahnya yaitu ‫لعلكم تعقلون‬. Sedangkan
setiap lafadz ‫الكتاب‬ alifnya dibuang kecuali dalam 4 tempat yaitu dalam surah ar-Ra’d ayat 38 ‫لكل‬
‫أجل كتاب‬ , dalam surah  Al hijr ayat 4, ‫إال ولهاكتاب معلوم‬, dalam surat Al kahfi ayat 27,‫واتل ماأوحى إليك‬
‫من كتاب‬, dalam surat An naml ayat 1, ]11[.‫تلك ءايت القرءان وكتاب مبين‬
Pembuangan juga diberlakukan pada alifnya ya’ nida’ seperti ‫اد‬pp‫ يعب‬,‫يقوم‬ , menurut Az-
Zarkasyi kasus ini ilatnya karena alif tersebut merupakan tambahan yang digunakan untuk
menyambung antara dua martabat dan hal itu merupakan perkara yang tidak bisa terlihat oleh
panca indera.[12]
Lafadz ‫أيها‬ yaitu alifnya ha’ tanbih yang terdapat dalam nida’ masih menurut Az-Zarkasyi
dibuang tetapi hanya pada tiga tempat dan tidak membuangnya pada tempat yang lain. Tempat-
tempat tersebut yaitu dalam surah An-nur ‫أيه المؤمنون‬  , dalam surah Az-zuhruf‫يأيه الساحر‬  , dalam
surah Ar-rahman ‫أيه الثقالن‬.
Pembungan alif pada nama nama ‘Ajam yang terdapat dalam Al qur an seperti ‫لقمن إسحق‬
‫إبرهم إسمعيل هرون سليمن عمرن‬.
Kriteria asma’ ‘ajam yang dibuang alifnya terdapat empat (4) syarat;
a.       Nama ‘ajam tersebut adalah  isim ‘alam selain lafadz ‫نمارق‬

b.      Nama ‘ajam tersebut terdiri lebih dari tiga huruf, kecuali lafadz ‫عاد‬

c.       Alifnya terletak ditengah, bukan diakhir kata seperti ‫عسى‬ ,‫موسى‬

d.      Nama tersebut sering digunakan oleh orang arab, adapun nama yang jarang digunakan , maka
alifnya tidak dibuang, seperti, ‫طالوت جالوت يأجوج مأجوج‬ , dan yang serupa dengannya.[14]

Perlu diketahui bahwa, nama nama ‘ajam menurut syeikh Al-maraghini terbagi menjadi dua
kelompok;
a.       Asma ‘ajam yang sering digunakan, yang terdiri dari 9 nama, yaitu; ‫إبرهم إسمعل إسحق عمرن هرن‬
‫لقمن سليمن داوود إسرائيل‬  , semua nama nama tersebut, menurt pendapat yang disepakati alifnya di
hadzf, kecuali‫داوود‬ , karena pendapat yang telah disepakati adalah menetapkan alifnya,
sedangkan lafadz ‫إسرائيل‬ masih diperselisihkan.
b.      Asma ‘ajam yang jarang digunakan, terdiri dari 9 nama, ‫الوت‬p‫ط‬ ‫ان‬p‫ارون هام‬p‫ميكائيل هاروت ماروت ق‬
‫جالوت يأجوج مأجوج‬, adapun yang telah disepakati alifnya tidak dibuang ada 4, yaitu ‫طالوت جالوت‬
‫يأجوج مأجوج‬, sedangkan lafadz ‫ميكائيل هاروت ماروت قارون‬ alif dibuang, sedangkan untuk lafadz ‫هامان‬,
alif yang pertama masih terjadi khilaf, dan tidak ada khilaf untuk pembuangan alif yang kedua.
[15]

2.      Hadzf ya’
Perlu diketahui sebelumnya bahwa dalam pembahasan ini mengecualikan ya’ yang dibuang
karena sebab ada ‘amil jazm, seperti yang terdapat dalam ayat ( ‫ إنه من‬,‫ إنه من يتق هللا ويصبر‬, ‫من يهد هللا‬
‫) يأت ربه مجرما‬.
Ya’ yang dihapus dari rasmnya dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
a.       Mufradah
Ya’ dalam kategori ini ada dua macam, pertama ya’ zaidah yaitu ya’ mutakallim,
seperti ‫ني‬p‫ يؤت‬,‫دني‬pp‫ يه‬,‫يري‬p‫ نك‬,‫وعيدي‬. Dalam al-qur’an banyak sekali yang termasuk dalam contoh
hazdf ya’ zaidah ini, diantaranya yaitu ‫ربكم‬pp‫ إني أمنت ب‬, ‫اتقون‬pp‫اي ف‬pp‫ وإي‬, ‫ارهبون‬pp‫اي ف‬pp‫ وإي‬, ‫نين‬pp‫إن كنتم مؤم‬
‫و‬ ‫خافون‬ ‫فاسمعون‬. Selanjutnya terdapat suatu qaidah bahwa setiap isim munada yang diidhafahkan
dengan ya’ mutakallim, maka ya’ nya harus dibuang, baik disebutkan huruf nida’nya seperti ‫ياعباد‬
‫ ويا قوم استغفروا‬, ‫فاتقون‬  , ataupun huruf nida’ tersebut terbuang seperti ‫رني‬p‫ رب انص‬, ‫ر وارحم‬p‫رب اغف‬.
Terdapat pengecualian pada tiga tempat dimana ya’ mutakalimnya tidak dibuang yaitu dalam
surat Ankabut ‫ياعبادي الذين أمنوا إن أرضي‬  , dalam surat Az-Zumar ‫قل ياعباي الذين أسرفوا‬ , dalam surat
Az-Zukhruf ]16[ .‫ياعبادي الخوف عليكم اليوم‬
Sedangkan ya’ yang kedua adalah ashliyah yaitu ya’ yang kedudukannya sebagai lam fi’il
seperti ]17[‫ري‬p‫ يس‬,‫ نبغي‬,‫ يأتي‬,‫ الهادي‬,‫ الداعي‬,‫الجواري‬. Ya’ ashliyah yag dibuang terdapat didalam 20
kata dan terletak di 29 tempat di dalam al-qur’an. Tujuh kata dianstaranya adalah berupa fi’il,
yaitu;  ‫يؤت‬dalam An-Nisa’ ayat 14 ‫يأت‬ , ‫وسوف يؤت هللا‬ dalam surat Hud ayat 105  ‫يوم يأت ال تكلم نفس إال‬
‫يسر‬ , ‫بإذنه‬ dalam surat Al-Fajr ayat 4 yang berbunyi ‫تغن‬ , ‫واليل إذايسر‬ dalam surat Al-Qamar ayat 5
yaitu ‫اد‬p‫ين‬ , ‫ذر‬p‫فما تغن الن‬ dalam surat Qaf ayat 41 ‫ننج‬ , ‫اد‬p‫اد المن‬p‫وم ين‬p‫تمع ي‬p‫واس‬ yang kedua dalam surat
Yunus ayat 103‫نبغ‬ ,  ‫حقا علينا ننج المؤمنين‬ dalam surat Al-kahfi ayat 66 ‫قال ذلك ماكنا نبغ‬.
Sedangkan lainnya berupa isim , yaitu;  p‫المهتد‬dalam surat Al-Kahfi dan Al-Isra’‫من يهد هللا فهو‬
‫صال‬ , ‫المهتد‬ dalam surat As-Shaffat ayat 163 ‫المتعال‬ , ‫صال الجحيم‬ dalam surat Ar-Ra’du ayat 9  ‫الكبير‬
‫داع‬p‫ال‬ , ‫المتعال‬ dalam 3 tempat yaitu surat Al-Baqarah ayat 186 ‫داع‬p‫وة ال‬p‫أجيب دع‬ , dalam surat Al-
Qamar ayat 6 dan 8  ‫يوم يدع الداع‬ dan ‫الباد‬ , ‫مهطعين إلى الداع‬ dalam surat Al-Haj ayat 25‫سواء العكف فيه‬
‫الواد‬ , ‫والباد‬ terdapat di empat tempat yaitu dalam surat Thoha ayat 12 ‫إنك بالواد المقدس طوى‬ , surat Al-
Qashas ayat 30 ‫من شاطئ الواد أليمن‬ , surat An-Nazi’at ayat 16‫إذناديه ربه بالواد المقدس طوى‬ , surat Al-
Fajr ayat 9 ‫واد‬ , ‫الذين جابوا الصخر بالواد‬ dalam surat An-Nahl ayat 18 ‫الجواب‬ , ‫علي واد النمل‬ dalam surat
Saba’ ayat 13 ‫التالق‬ , ‫كالجواب وقدورراسيت‬ dalam surat Ghafir ayat 15‫التناد‬ , ‫لينذر يوم التلق‬ dalam surat
Ghafir ayat 30 ‫ادي‬ppp‫المن‬ , ‫اد‬ppp‫وم التن‬ppp‫اف عليكم ي‬ppp‫إني أخ‬ dalam surat Qaf ayat 41 ‫اد‬ppp‫وم ين‬ppp‫تمع ي‬ppp‫واس‬
‫الجوار‬ , ‫المناد‬ terdapat di 3 tempat yaitu dalam surat As-Syura ayat 32 ‫ومن أيته الجوار في البحر كااألعلم‬ ,
surat Ar-Rahman ayat 24 ‫وله الجوارالمنشأت‬ , surat At-Takwir ayat 16 ‫هاد‬ , ‫الجوارالكنس‬ terdapat di dua
tempat yaitu dalam surat Al-Haj ayat 54 ‫وإن هللا لهاد الذين أمنوا‬ , surat Ar-Rum ayat 53 ‫د‬p‫اأنت به‬p‫وم‬
]18[. ‫العمي‬
b.      Ghairu mufradah
Yaitu dua ya’ yang berkumpul dalam satu kata,  kelompok ini dibedakan menjadi dua, yaitu;
Pertama, dua ya’ yang berada ditengah-tengah kata, seperti ‫ ربانيين‬, ‫ النبيين‬, ‫ األميين‬, ‫الحواريين‬ , ya’
salah satu dari empat kata-kata tersebut pasti dibuang dimanapun berada dalam al-qur’an. Abu
Amr mengatakan bahwa pembuangan adalah pada ya’ yang pertama sedangkan Abu Dawud
adalah ya’ yang kedua, meskipun beliau juga membolehkan membuang ya’ pertamanya.[19]
Kedua, dua ya’ yang berada di akhir kata, ya’ kategori ini dibagi menjadi dua, yaitu ya’ yang
kedua sukun seperti ‫رة‬pp‫دنيا وآلخ‬pp‫ أنت ولي في ال‬, ‫يي ويميت‬pp‫يح‬ , dalam kasus ini pendapat yang rajih
mengatakan bahwa yang dibuang adalah ya’ yang kedua. Kemudian ya’ yang kedua berharakat
yang terdapat dalam empat kata yaitu‫ أليس بقادر علي أن‬, ‫ ويحي من حي عن بينة‬, ‫إن وليي هللا الذي نزل الكتب‬
‫ لنحيي به بلدة ميتا‬, ‫يحيي الموتى‬  , hukum yang rajih adalah membuang ya’ yang pertama.[20]
3.      Hadzf wawu
            Wawu yang dibuang dalam bab ini adalah wawu yang dibuang bukan karena ada I’rab
jazm, seperti dalam ayat ‫ ومن يعش عن‬,‫ا‬ppppp‫ة الى حمله‬ppppp‫دع مثقل‬ppppp‫ وإن ت‬,‫ر‬ppppp‫ا أخ‬ppppp‫ع هللا إله‬ppppp‫ م‬p‫دع‬ppppp‫ومن ي‬
‫ذكرالرحمن‬. Pembuangan wawu dari rasmiyah dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
1.      Mufradah
Menurut yang disepakati wawu yang dibuang rasmnya terdapat pada lima tempat, yaitu;
a.       Lafadz  ‫ويدع‬, dalam surat Al Isra ayat 11(‫ويدع اإلنسان باالشر‬ )

b.  Lafadz ‫يدع‬, dalam surat Al Qamar ayat 6 ( ‫يوم يدع الداع‬ )


c.  Lafadz ‫سندع‬ , dalam surat Al ‘Alaq ayat 17 (  ‫)سندع الزبانيه‬
d.  Lafadz ‫يمح‬ , dalam surat As Syura ayat 24 ( ‫يمح هللا الباطل‬ )
e.  Lafadz ‫صالح‬ , dalam surat At Tahrim ayat 4 ( ‫وصالح المؤمنين‬ ).[21]
2.      Ghairu mufradah
Ghairu mufradah artinya bahwa terdapat dua wawu yang berkumpul dalam satu kata. Salah
satu wawu tersebut ada yang menunjukkan arti jama’ dan ada yang memang asli dari susunan
kata.
Contoh wawu yang berupa wawu jama’ seperti lafadz ‫توون‬pp‫يس‬  , dalam ayat ‫ا‬pp‫ان مؤمن‬pp‫أفمن ك‬
‫كان فاسقا ال يستوون‬  ‫كمن‬, lafadz ‫الغاوون‬ , dalam ayat ‫فكبكبو فيهاهم والغاوون‬  dan ayat ‫والشعراء يتبعهم الغاوون‬ ,
dan lafadz ‫والتلوون‬ , dalam ayat ‫والتلوون على أحد‬ dan ayat  ‫وان تلووا أو تعرضوا‬. Sedangkan wawu yang
berupa asli dari susunan kata seperti lafadz ‫ووري‬ , dalam ayat ‫ا ووري عنهما‬pp‫ا م‬pp‫دي لهم‬pp‫ليب‬ , dan
lafadz ‫الموءودة‬  , dalam ayat ‫واذا الموءودة سئلت‬ dan lafadz ‫داوود‬ , dimanapun berada dalam al-qur’an.
[22]
Menurut Az-Zarkasyi yang dibuang adalah wawu yang bukan asli susunan kata tersebut, baik
kata tersebut berupa fi’il seperti dalam ayat ‫ليسؤا وجوهكم‬ , atau sifat seperti‫ الغاون‬,‫ ليسؤس‬,‫الموءدة‬ ,
atau isim seperti ]23[.‫داود‬ Sedangkan menurut pengarang Dalil al-hairan yang paling bagus
adalah membuang alif ke-dua, kecuali lafadz ‫يسؤوا‬ dalam ayat‫ليسوؤوا وجوهكم‬  , karena pendapat
yang rajih mengatakan yang dibuang adalah alif yang pertama.[24]
4.      Hadzf Lam
            Hadzf lam terjadi hanya dalam lima bentuk kata, yaitu ‫اليل‬  seperti ‫ل‬ppp‫واختالف الي‬
‫الالئ‬ , ‫ار‬ppp‫والنه‬ seperti ‫تي‬ppp‫ال‬ , ‫دنهم‬ppp‫إال الالئ ول‬ seperti  ‫الالتي‬  , ‫ا‬ppp‫نت فرجه‬ppp‫تي أحص‬ppp‫وال‬ seperti  ‫أتين‬ppp‫والالتي ي‬
‫الذي‬  , ‫الفاحشة‬ seperti ‫اعبدوا ربكم الذي خلقكم‬ . Menurut Ad-Dani yang dibuang adalah lam yang kedua,
sedangkan menurut Abu Daud adalah lam yang pertama.
5.      Hadzf Nun
Bagian pembuangan nun ini ditemukan ketika nun sebagai lam fi’il, menurut Az-Zarkasyi
pembuangan ini mempunyai beberapa isyarat antara lain menyimpan makna kecil dan rendahnya
derajat sesuatu, seperti dalam ayat ‫ك نطفة‬pp‫ألم ي‬  , mengisyaratkan akan kecil dan hinanya awal
penciptaan manusia, dan seperti ayat ‫وإن تك حسنة يضعفها‬ , isyaratnya adalah meskipun kecil ukuran
dan rendah kelihatannya tetapi hal itu bisa sangat mungkin dilipatgandakan, seperti halnya
isyarat yang terkandung dalam ayat ]25[. ‫إن تك مثقال حبة من خردل‬
Kaidah Kedua : al-Ziadah (penambahan huruf)
Ziyadah Alif
            Kalimat kalimat yang mendapatan penambahan alif,  yaitu; ‫مائة‬ seperti dalam ayat ‫قال بل‬
‫ام‬pp‫ة ع‬pp‫لبثت مائ‬, dan lafadz‫ائتين‬pp‫م‬  yang terdapat dalam surat Al anfal ayat 65, p‫ائتين‬pp‫يغلبوام‬, dan
lafadz ‫ألاذبحنه‬ dalam surat An naml, ‫عذاباشديدا أوألاذبحنه‬ , dan lafadz ‫لكنا‬ dalam ayat ‫لكناهو هللا ربى‬ , dan
lafadz ‫ايء‬pp‫الش‬ dalam ayat ‫ايء إنى فاعل‬pp‫ولن لش‬pp‫والتق‬, dan lafadz ‫ابن‬  dalam ayat ‫ريم‬pp‫ى ابن م‬pp‫عيس‬, dan
lafadz ‫أنا‬  dalam ayat ‫قال أناأحيى وأميت‬. dll.
Ziyadah Ya
            Penambahan ya terdapat dalam kata ‫اءى‬ppp‫من تلق‬ dalam ayat ‫اءى نفسى‬ppp‫ه من تلق‬ppp‫أن أبدل‬, dan
lafadz ‫ايتاءى‬  dalam ayat ‫وإيتاءى الزكاة يخافون‬, dan lafadz ‫نبإى‬  dalam surat Al An’am ‫ولقدجاءك من نبإى‬
‫لين‬ppppp‫المرس‬, dan lafadz ‫مأل‬ yang di jarkan dan dimudhafkan seperti  ‫ون ومالئه‬ppppp‫إلى فرع‬,
dan  lafadz ‫بأييدى‬  seperti ‫والسماء بنيناها بأييد‬ , dll.
Perlu diketahui bahwa contoh contoh diatas dapat dikelompokan menjadi tiga (3),
1.      Hamzah kasrah yang sebelumnya bukan alif, seperti lafadz ‫نبإى‬  dalam surat Al An’am ‫ولقدجاءك‬
‫من نبإى المرسلين‬
2.      Hamzah yang berharakat selain kasrah dan didahului alif, seperti kata ‫من تلقاءى‬ dalam ayat ‫أن أبدله‬
‫من تلقاءى نفسى‬
3.      Hamzah yang berharakat selain kasrah, ‫بأييكم‬  seperti ‫بأييكم المفتون‬, dan lafadz ‫بأييدى‬ seperti ‫ماء‬p‫والس‬
]26[.‫بنيناها بأييد‬
Ziyadah Wawu
            Terdapat empat kata yang disepakati mendapat wawu tambahan dan dua kata yang masih
diperselisihkan. Empat kata tersebut adalah; ‫أولى‬ seperti ‫أولوا‬ , ‫ياأولى األلباب لعلكم تتقون‬ seperti ‫وا‬pp‫وأول‬
‫أوالت‬ , ‫األرحام‬ seperti ‫أوالء‬ , ‫وأوالت األحمال‬ seperti ‫أولئك على هدى‬
            Adapun kalimat yang masih diperselisihkam wawu tambahannya ada dua,
yaitu; ‫سأوريكم‬  seperti ‫ألصلبنكم‬ , ‫سأوريكم دارالفاسقين‬  seperti ]27[.‫وألصلبنكم فى جذوع النخل‬
I.                Hamzah
Hamzah menurut bahasa artinya penekanan dan pendorongan, karena ketika mengucapkan
hamzah membutuhkan penekanan dan pendorongan suara karena beratnya mengeluarkan
makhraj hamzah yaitu dari pangkal tenggorokan. Perlu diketahui bahwa orang Arab tidak
menulis hamzah dengan bentuk rasm, tetapi mereka hanya meminjam bentuk huruf sebagai tanda
hamzah tersebut, karena mereka keberatan mengucapkan hamzah maka meringankannya dengan
tidak menulis dengan rasm.[28]
Hamzah terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu;[29]
1.      Hamzah diawal suatu kata, hamzah tersebut merupakan hamzah yang pasti menyandang harakat.
Hamzah ini ditulis dengan bentuk alif baik hamzah tersebut berharakat fathah, dhomah, kasrah
seperti ‫ إياك‬, ‫ أولئك‬, ‫أنعمت‬ , ataupun didahului oleh huruf zaidah seperti ‫ فإن‬, ‫ سألقي‬, ‫سأصرف‬  . Perlu
diketahui juga bahwa hamzah washal hukumnya mengikuti hamzah yang diawal suatu kata yaitu
rasmnya ditulis dengan alif seperti ‫ اعبدواربكم‬, ‫ اهدناالصراط‬, ‫الحمدهلل‬ .
2.      Hamzah ditengah suatu kata, terdapat dua macam, yaitu; Pertama, hamzah yang bersukun
dan kedua hamzah yang berharakat, hamzah berharakat yang ditengah kata ini terbagi juga
menjadi dua, yaitu; didahului oleh huruf bersukun dan didahului oleh huruf berharakat. 

3.      Hamzah diakhir suatu kata, sebagaimana hamzah ditengah kata, hamzah ini juga terdiri dari
hamzah yang bersukun dan berharakat, hamzah berharakat di akhir kata ada kalanya didahului
oleh huruf yang bersukun ataupun huruf yang berharakat.
Dikecualikan dari hukum hamzah diawal kata dan dihukumi hamzah ditengah yaitu yang
terjadi dalam 14 kalimat, 11 diantaranya ditulis dengan ya’ yaitu; , ‫ أئنكم‬, ‫ائن‬ ّ , ‫ ائفكا‬, ‫ لئال‬, ‫ لئن‬, ‫أئمة‬
ْ , ‫ أئنا‬, ‫ ائذا‬, p‫ حينئذ‬, p‫يومئذ‬ dan 3 ditulis dengan wawu, yaitu; ‫ أؤنبئكم‬, ‫ يبنؤم‬, ‫هؤالء‬ . Hamzah-hamzah
‫أئن‬
diatas 4 diantaranya yang asli berdiri sendiri artinya jika dipisah antara keduanya masih masing
mempunyai arti yang cukup yaitu; ‫ يبنؤم‬, ‫ هؤالء‬, ‫ حينئذ‬, ‫يومئذ‬ , dan 10 yang  lainnya tidak berdiri
sendiri.[30]
Hamzah yang jatuh setelah huruf berharakat sukun selain alif  dan huruf tersebut yang berada
ditengah kata, maka hamzah tersebut tidak memiliki rasm, seperti ‫ ملء‬, ‫شئ‬ , kecuali 6 kalimat,
karena kalimat-kalimat tersebut diantaranya ditulis dengan alif dan sebagian yang lain ditulis
dengan ya’,sesuai dengan harakat yang sejenisnya. Kalimat-kalimat tersebut yaitu; , ‫ السوأى‬, ‫لتنوأ‬
]31[. ‫ موئال‬, ‫ يسئلون‬, ‫ النشأة‬, ‫تبوأ‬
Telah dijelaskan bahwa hamzah yang jatuh setelah huruf berharakat sukun tidak ada
rasmnya, hukum ini dikecualikan ketika hamzah ditengah kata dan jatuh setelah alif maka
hukumnya ditulis sesuai harakatnya, artinya bila hamzah tersebut berharakat fathah maka ditulis
dengan alif seperti; ‫ نداء‬, ‫جاءكم‬, bila kasrah dengan ya’ seperti; ‫ اولئك‬, ‫المالئكة‬ , dan apabila dhomah
maka ditulis dengan wawu, contoh; ‫ نساؤكم‬, ‫دعاؤكم‬ . Perlu diketahui bahwa contoh hamzah yang
berharakat fathah tidak ditulis dengan alif secara hakikatnya karena dikhawatirkan akan
berkumpul dua rasm yang sama, dan hal itu tidak diperkenankan.[32]
Hamzah ditengah dan diakhir kata yang berharakat sukun jatuh setelah huruf berharakat serta
Hamzah diakhir kata yang berharakat dan jatuh setelah huruf berharakat maka hukumnya adalah
ditulis sesuai dengan harakat huruf sebelumya, artinya bila huruf sebelum hamzah fathah maka
hamzah ditulis dengan alif seperti; ‫ بدأ‬, ‫أنشأتم‬, bila kasrah ditulis dengan ya’ seperti; ‫ يشأ‬, ‫جئتم‬  dan
bila dhomah ditulis dengan wawu seperti; ]33[.‫ؤ‬p‫اللؤل‬ Tetapi kaidah ini dikecualikan terhadap 4
kalimat, karena hukum huruf yang memantasi hamzah tersebut dihapus, 2 diantaranya telah
disepakati yaitu; ‫ وادرءتم‬, ‫الرءيا‬ , dan dua yang lainya masih khilaf yaitu; ]34[. ‫ اطمأننتم‬, ‫امتألت‬
II.             Ibdal (ganti)
Ibdal rasm ada dua yaitu;
1.      Alif yang diganti tulisan rasmnya dengan ya’
Terbagi menjadi 4 bagian;
a.       Alif yang diganti dengan ya’ Seperti lafadz ‫ يحسرتي‬, ‫ عمي‬, ‫ هويه‬, ‫ هديهم‬,  , rasm alif yang diganti
dengan ya’ ini adalah berlaku bagi alif yang jatuh sebagai lam fi’il, tidak berlaku bagi alif yang
sebagi ‘ain fiil seperti ‫ جاء‬, ‫باع‬  .
b.      Alif yang diserupakan dengan alif yang diganti ya’ yaitu alif ta’nist, seperti lafadz , ‫ إحدي‬, ‫يتيمي‬
‫ األيمي‬, ‫أنثي‬ , hukum ini dikecualikan terhadap 7 kalimat yaitu; , ‫ بسيمىهم‬, ‫ عصاني‬, ‫ تواله‬, ‫ أقصا‬, ‫األقصا‬
]35[. ‫ مرضات‬, ‫طغا الماء‬
c.       Alif yang majhulah artinya tidak diketahui aslinya yaitu ya’ atau wawu. Terdapat 7 kalimat
yaitu; ]36[.  ‫ بلي‬, ‫ لدي‬, ‫ متي‬, ‫ أني‬, ‫ الي‬, ‫حتى‬ , ‫علي‬
d.      Alif yang aslinya dari wawu terdapat 7 kalimat yaitu;‫ ضحيها‬, ‫ دحيها‬, ‫الضحي‬ ,  ‫تليها‬  , ‫ القوي‬, ‫ زكي‬, ‫سجي‬
,, tetapi oleh syaikh al-Maraghini ditambah satu lagi yaitu lafadz ‫العلى‬ , karena lafadz ini aslinya
isim tsulasti yang diambil dari kata ]37[. ‫العلو‬
2.      Alif yang diganti tulisan rasmnya dengan wawu.
Terjadi pada 8 lafadz yaitu; ‫ الزكوة‬, ‫ الصلوة‬, ‫ الحيوة‬, ‫ الربوا‬, ‫ كمشكوة‬, ‫ بالغدوة‬, ‫ النجوة‬, ‫ومنوة‬ . terdapat satu
lagi tetapi masih diperselisihkan yaitu lafadz ‫ربي‬ , dalam surat ar-Rum. Apabila lafadz-
lafadz   ‫ الزكوة‬, ‫ الصلوة‬, ‫الحيوة‬di idhofahkan dengan dhomir maka ditulis dengan alif, contoh; , ‫حياتكم‬
‫بصالتك‬ , namun untuk lafadz ‫الزكوة‬ yang dimudhofkan tidak ditemukan dalam al-qur’an.
III.             Fashal dan Washal
Beberapa lafadz yang menerima fashal dan washal.
1.      ‫أن ال‬
Missal dalam ayat,  ‫دوا إالهللا‬pp‫ أال تعب‬, ‫ أن ال ملجأ من هللا‬, ‫أقول علي هللا إال الحق‬  ‫أن ال‬  , ‫أن ال يقولوا علي هللا إال الحق‬
‫إنني لكم‬
2.      ‫من ما‬
Seperti ayat , ‫ا‬pp‫ومم‬ , ‫و منت‬pp‫ا ملكت أيمنكم من الم‬pp‫ف ِمن م‬ , ‫ا ملكلت أينكم‬pp‫هل كم ٌمن م‬ , ‫ف ِمن ما ملكت أيمنكم من المو منت‬
‫ رزقنهم ينفقون‬,
3.      ‫عن ما‬
Seperti dalam ayat ,  ‫ عما تعملون‬, ‫عما سلف‬ , ‫فلما عتوا عن ٌما نهوا عنه‬ , ‫عن ٌمن تولى‬ ,‫عن ٌمن يشاء‬  
4.      ‫إن لم‬
Contoh,  ‫ فإلم يستجيبوا‬, ‫ فإلم يكونا رجلين‬, ‫فإن لم تفعلوا‬ , ‫أيحسب أن لم يره أحد‬ ,  ‫ذلك ان لٌم يكن ربك‬
5.      ‫أن ما‬ dan ‫إن ما‬
Seperti dalam ayat, ‫إنما هللا إله واحد‬ , ‫وأن ما تدعون من دونه البطل‬ , ‫إنما عندهللا هو خيرلكم‬ , ‫واعلموا أنما غنمتم‬
6.      ‫كل ما‬
Seperti dalam ayat, ‫كلما ألقي فيها فوج‬, ‫ك ّل ما ردوا إلى الفتنة‬ ,  ‫وأتيكم من كل ما سألتموه‬
7.      ‫مال‬  
Misal dalam ayat, ‫مال هذ الكتب‬ , ‫فمال الذين كفروا‬ , ‫فمال هؤالء‬
8.      ‫أين ما‬
Sesuai alam ayat , ‫ من دون هللا‬p‫أين ما كنتم تعبدون‬ , ‫أينما يوجهه ال يات بخير‬ , ‫فأينما تولوا فثم هللا‬ ‫كل ما‬
9.      ‫في ما‬
Seperti dalam ayat,  ‫ولكن ليبلوكم في ماءاتيكم‬ , ‫فيما فعلن في أنفسهن بالمعرف‬ , ‫في ما فعلن‬ ,
10.  ‫بئسما‬
Seperti tertera dalam ayat , ‫فلبئس ما شروابه‬ , ‫بئسما اشتروا به أنفسهم‬                              
11.  ‫لكي ال‬
Contoh dalam ayat, ‫لكيال يعلم من بعد علم شيئا‬ , ‫لكي ال يكون على المؤمنين خرج‬ , dsb.
IV.          Kalimat yang mempunyai dua macam bacaan.
V.             Kalimat yang dibaca dengan bacaan yang syadz.
VI.          Beberapa qiraah yang berbeda dan masyhur
VII.       Huruf potongan (fawatih al-suwar)
           Rasm ustmani menjadikan kaidah ini setelah diketahui bacaan lafadz qur’an tersebut
mutawatir, karena pada awalnya mushaf dahulu disunyikan dari titik dan syakl, tanpa membuang
alif di beberapa kalimat dan tanpa hamzah.
Contoh ‫الصراط‬ tetap ditulis dengan shad (‫)ص‬, meskipun qiraatnya Makki dari riwayat Qunbul
dengan sin (‫)س‬, dan qiraatnya ( bacaan) Khalaf dengan isymam, dan imam yag lain murni
dengan  ‫ص‬ dan yang semisal dengan contoh tadi adalah pada lafadz ‫بصطة‬  dan ‫بمصيطر‬ semuanya
tetap ditulis dengan shad ( ‫ص‬ ).[38] Qira’at (‫دنا‬p‫ ووع‬- ‫دين‬p‫وم ال‬p‫ك ي‬p‫)مل‬  pada kedua lafadz ini sebagian
imam membaca dengan menetapkan alif dan yang lainnya membuang, dan Rasm usmani
menulisnya dengan tanpa alif.[39]

[1] . Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 3
[2] . Sirajudin AR. Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam. Jakarta. Darul Ulim press. Cet. I hal. 4
[3] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Azhar, Jillid I, cet.II, hal.14
[4] . Ibrahim Almaraghini, ‫دليل الحيران‬, Darul Hadis, Cairo, hal.67
[5] . Ibid. Hal, 69, lihat Az-Zarkasyi, al-Burhan, hal.269-270
[6] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.75
[7] . Musyaddad adalah: jama’ Muanas Salim yang setelah Alifnya berupa huruf bertasydid
[8] . Mahmuz adalah: Jama’ Muanas Salim yang setelah alifnya bukan huruf Hamzah
[9] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.73
[10] . Ibrahim Al, hal.74, lih. Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, JJilid I, hal.17
[11] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, , Cairo, Darul Hadis, hal.266, lih. Ahmad Muhammad Abu Zaitihar,  ‫لطائف‬
‫البيان‬, Azhar, Jilid I, cet.II, hal.23
[12] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul Hadis, hal.270
[13] . Az-Zarkasyi, al-Burhan, Cairo,Darul Hadis, hal.270
[14] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal. 95-97.  lih. Az-Zarkasyi, al-Burhan,
Cairo,Darul Hadis, hal. 267. Lih, Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid I,
cet.II, hal. 26
[15]. Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal. 99
[16] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II, cet.II, hal.217-219
[17] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.204
[18] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.204-208. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu
Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II, cet.II, hal. 3-4
[19] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.221
[20] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.223
[21] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.225. lih. Lih, Ahmad Muhammad Abu
Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid I, cet.II, hal.12
[22] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid I,  cet.II, hal.13
[23] . Az-Zarkasyi, hal.270
[24] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.227-228
[25] . Az-Zarkasyi, hal.276-277
[26] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.277-282
[27] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.283-284
[28] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.231
[29] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.16
[30] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.17
[31] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.239-240
[32] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.241
[33] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.21-22
[34] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.22
[35] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.288-289
[36] . Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.301
[37] Ibrahim Almarahini, ‫دليل الحيران‬, Cairo, Darul Hadis, hal.306
[38] . Muhammad Tahir bin Abdul Qadir Al kirdi Al Makki, ‫تاريخ القرأن وغرائب رسمه وحكمه‬, cet : kedua, hal:
94
[39] . Ahmad Muhammad Abu Zaitihar, ‫لطائف البيان‬, Cairo, Azhar, Jilid II,  cet.II, hal.80
Diposting oleh Unknown di 23.25 
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai