Anda di halaman 1dari 7

TUGAS BERSAMA

PL 4042 PERENCANAAN DAN POLITIK

STUDI KASUS PROYEK MEIKARTA LIPPO CIKARANG: PELANGGARAN PERATURAN DAERAH


RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BEKASI

Kelompok 2:
1. Lydia Ega Asmara (15417136)
2. Ayu Nur Safiyah (15417130)
3. William Samalo (15418052)
4. Omega Prasetyaningrum (15417127)
5. Alda Novianti (15417137)

Dosen Pengampu:
Ir. Teti Armiati Argo MES, Ph.D.
Nurrohman Wijaya, S.T, M.T, M.Sc.

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2020
BAGIAN 1 - STUDI KASUS YANG DIPILIH
Studi kasus terpilih dalam tugas ini adalah proyek pembangunan CBD Meikarta
seluas 500 hektar yang berada di Cikarang, Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2017, Lippo
Group meluncurkan proyek Meikarta yang ditujukan untuk pembangunan kawasan
perkotaan baru. Walaupun belum memperoleh IMB dan perizinan lainnya, serta berbagai
pelanggaran yang dilakukan dari pembangunan proyek ini, namun pembangunan tetap
dilaksanakan. Salah satu pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran terhadap RTRW
Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2018 juga sempat terjadi kasus suap yang melibatkan
petinggi Lippo Group dan Bupati Bekasi serta beberapa orang lainnya. Selanjutnya, tim kami
akan menganalisis bagaimana perencanaan dan politik yang terjadi dalam pembangunan
proyek Meikarta.

BAGIAN 2 - KAITAN STUDI KASUS DENGAN MATERI PERKULIAHAN


Berdasarkan hasil diskusi, kasus yang terjadi pada proyek Meikarta berkaitan dengan
beberapa topik yang dibahas dalam perkuliahan Perencanaan dan Politik (PL 4042), yaitu
​ an ​urban social movement​. Berikut ini penjabaran
elite theory, conflict and disagreement, d
keterkaitan proyek Meikarta dengan masing-masing topik.
1. Elite Theory
Dalam pembangunan mega proyek Meikarta, terindikasi adanya kelompok elit yang
berkuasa, sehingga memberi pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan
pelaksanaan proyek ini. Kelompok elit yang dimaksud dalam hal ini adalah pemerintah,
utamanya Bupati dan kepala dinas Kabupaten Bekasi, serta pengembang (kapitalis), yaitu
para petinggi Lippo Group. Para kapitalis ini mencoba menjalin hubungan dengan
pemerintah untuk mempermudah urusan bisnis mereka. Sementara itu, kondisi eksisting
lahan yang ada untuk pembangunan meikarta ini diperuntukkan sebagai Kawasan Industri.
Oleh karena itu, ​Lippo Group sebagai kaum elit memanfaatkan kedekatannya dengan
pemerintah untuk mempermudah dan meloloskan perizinan untuk bisa mendirikan
perkotaan meikarta.

2. Conflict and Disagreement


Kondisi sosial menjadi salah satu kondisi terpenting yang harus dipertimbangkan
oleh seorang perencana. Hal ini dikarenakan kondisi sosial bisa mempengaruhi kekuatan
kelompok tertentu. Suatu kelompok sosial dapat terbentuk secara alami salah satunya
melalui keberadaan konflik yang terjadi diantara individu dalam kelompok sosial tersebut.
Akan tetapi, konflik juga dapat mengakibatkan pertentangan yang dapat menghambat
proses perencanaan. Dalam studi kasus meikarta, konflik dan pertentangan terjadi sebagai
akibat dari adanya kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan
dengan kekuatan pemerintah. Dimana seharusnya pemerintah yang memiliki kekuatan
dalam suatu kebijakan akhirnya dicampuri oleh kelompok yang memiliki kepentingan
dalam proyek pembangunan Meikarta.
3. Urban Social Movement
Masyarakat merupakan elemen suatu perkotaan yang memiliki pengaruh besar.
Kedudukannya sebagai subjek dan objek perencanaan membuat pendapat dan sudut
pandang mereka menjadi suatu hal yang tidak boleh dilupakan. Selain itu, keikutsertaan
mereka dalam proses perencanaan dan pengembangan perkotaan harus diperhatikan agar
tetap selaras antara perencanaan yang dibuat dan keinginan masyarakat. Salah satu teori
yang menjelaskan terkait pergerakan sosial masyarakat di suatu perkotaan adalah ​Urban
Social Movement.​ Dalam studi kasus proyek meikarta, terdapat ​trust issue ​yang cukup
besar kepada pemerintah dan korporat setempat. Disisi lain, kualitas kehidupan
masyarakat sekitar bisa mengalami penurunan karena adanya penurunan kualitas air tanah
dan lingkungan. Ada juga masyarakat yang harus tergusur dan direlokasi dari tempatnya
semula sehingga harus memulai penyesuaian kondisi sosial ekonomi untuk keberlanjutan
hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pergerakan untuk melawan segala bentuk
kekuasaan yang mapan guna mengembangkan internal kelompok tersebut guna mencapai
keadilan dan kesejahteraan.

BAGIAN 3 - ANALISIS
Hal-Hal yang Mengakibatkan Persoalan Meikarta Tidak Dapat Ditangani Secara
Teknokratis
Persoalan utama dalam kasus meikarta ini adalah terkait perizinan yang belum
keluar tetapi pembangunan sudah dilaksanakan. Disisi lain, penawaran sangat gencar dan
sudah banyak konsumen yang mengambil unit di perkotaan meikarta ini. Bahkan ada juga
unit yang sudah mulai ditempati oleh konsumennya. Hal ini menjadi pertentangan karena
perizinan masih belum keluar tapi unit yang ada di sana bahkan sudah dihuni oleh
pemiliknya. Untuk mempercepat perizinan pihak Lippo ​Group selaku penanggung jawab
proyek ini memanfaatkan kedekatannya dengan pemerintah agar bisa mempercepat proses
perizinan ini. Akhirnya Lippo Group mengajukan usulan perubahan peruntukan lahan.
Ketika proses usulan diajukan, adanya “kerja sama” antara pemda dengan pihak Lippo
Group untuk mengubah peruntukan suatu kawasan dan terkait perizinan IMB pun ternyata
mengalami ‘suap’ agar perizinan dapat segera dikeluarkan oleh pemerintah. Pihak Lippo
Group beralasan, melakukan hal tersebut karena sudah ‘terikat dengan vendor dan
konsumen’, jadi proyek ini harus tetap berjalan. Pada akhirnya persoalan utama adalah
pemerintah sebagai pembuat kebijakan disetir oleh para kaum yang memiliki kepentingan
dalam proyek tersebut. Oleh karena itu, persoalan ini tidak bisa lagi ditangani secara
teknokratis.

Intervensi Sifat Non-Teknokratis dalam Proyek Meikarta


Intervensi yang bisa dilakukan dalam penanganan kasus meikarta saat ini salah
satunya melalui pendekatan non teknokratis. Hal ini dikarenakan penyelesaian secara
teknokratis melalui kebijakan yang ada di Bekasi sebelumnya telah gagal mengatasi
persoalan ini. Oleh karena itu, pendekatan non teknokratis menjadi salah satu alternatifnya.
Pihak pemerintah dan Lippo ​Group ​harus membuat kesepakatan dan membuka ruang
komunikasi dengan konsumen yang sudah tinggal disana. Pembangunan masif yang
dilakukan tidak bisa dihentikan. Salah satu alternatifnya adalah membuat proyek ini tidak
semakin memberikan dampak lingkungan. Artinya, harus ada komunikasi dengan berbagai
pihak terutama dalam mengatasi persoalan lingkungan, transportasi, lalu lintas, dan isu
sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Dampak Proyek Meikarta terhadap Tata Ruang


Secara umum pembangunan Meikarta dapat memberikan dampak positif dan juga
dampak negatif. Dampak positif diantaranya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi,
mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta, mengurangi backlog perumahan, dan menarik
investor asing, namun disisi lain beberapa dampak negatif yang mungkin timbul, utamanya
terhadap lingkungan dan sosial, yaitu menurunnya kualitas air, tanah, dan udara, serta
perubahan sosial dan budaya masyarakat yang ada di sekitar tapak. Dari sisi penataan
ruang, berikut ini dampak yang mungkin ditimbulkan terkait aspek perencanaan ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
1. Dampak terhadap Perencanaan Ruang
Proyek Meikarta dibangun di kawasan yang sedang sangat pesat dikembangkan
industri. Bahkan sebagian wilayah rencana berada di zona industri. Tentunya selain
akan mengacaukan rencana pola ruang yang telah ditetapkan, Adanya kota baru
Meikarta juga akan berdampak rencana struktur ruang yang sudah ada, salah satu
contohnya mengenai infrastruktur transportasi massal yang sudah direncanakan
ataupun yang sudah ada, seperti LRT, tol Cikampek, dan kereta cepat Bandung-Jakarta
yang melewati Meikarta untuk mengurai kemacetan.
2. Dampak terhadap Pemanfaatan Ruang
Perlu adanya intervensi atau program yang dapat mengatasi dampak negatif atau
eksternalitas yang mungkin ditimbulkan dengan adanya Meikarta. Misalnya sebagai
kawasan kota baru yang dikelilingi Kawasan Industri besar, perlu dilakukan intervensi
agar antar kegiatan tidak saling memberi dampak negatif. Selain itu, mega proyek yang
mengakibatkan alih fungsi lahan secara besar-besaran untuk difungsikan sebagai
kawasan perkotaan yang ​compact akan menurunkan kualitas lingkungan yang ada,
maka perlu adanya intervensi khusus pula terkait permasalahan lingkungan yang
mungkin timbul dari aktivitas dalam kota tersebut. Kemudian perlu diintervensi pula
terkait tarikan dan bangkitan yang ditimbulkan dengan adanya Meikarta.
3. Dampak terhadap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Mengingat dari awal dibangun banyak peraturan yang sudah dilanggar oleh Lippo Group
dalam proyek Meikarta ini, namun proyek tetap berjalan. Selain itu juga terjadi kasus
suap dalam penerbitan perizinan, hal ini menggambarkan betapa lemahnya penegakan
peraturan yang ada, khususnya di Kabupaten Bekasi. Sebagai kabupaten dengan PMA
yang besar, utamanya dari sektor industri dan ​real estate,​ maka aspek penegakan
hukum dan pengendalian pemanfaatan ruang, justru harus semakin diperkuat agar
kejadian serupa tidak terulang dan pemanfaatan ruang dapat berjalan sesuai rencana
yang ada.

Pihak-Pihak yang Diuntungkan dan Dirugikan dengan adanya Proyek Meikarta


Proyek Meikarta pada dasarnya merupakan salah satu kemajuan pembangunan yang
menawarkan konsep kota dengan konektivitas dan aksesibilitas yang baik. Proyek ini
tentunya akan sangat menguntungkan bagi masyarakat yang bisa tinggal di sana karena
dapat menghemat ​travel cost dan ​time cost​. Akan tetapi, sasaran konsumen yang hanya
untuk masyarakat kalangan menengah keatas saja membuat keuntungan tersebut hanya
bisa dinikmati oleh mereka saja. Selain itu, keuntungan tentunya diperoleh oleh pihak Lippo
Group yang mengalami kenaikan nilai saham seiring meningkatnya minat konsumen
terhadap proyek meikarta ini. Disisi lain, terdapat masyarakat lain yang juga dirugikan
karena adanya proyek ini. Salah satu yang dirugikan adalah masyarakat di sekitar Kawasan
Meikarta ini. Mereka akan mengalami penurunan kesempatan perolehan sumber daya
seperti air tanah dan kualitas udara. Selain itu, proyeksi jumlah penduduk meikarta yang
sangat besar dapat mengakibatkan adanya peningkatan tarikan dan bangkitan sekitar
kawasan menuju Jabodetabek. Oleh karena itu, masyarakat yang tidak menerima fasilitas
dari meikarta bisa mendapatkan tambahan ​travel cost​ dan ​time cost​.

Evaluasi dan Rekomendasi


Terlepas dari kasus pembangunan mega proyek Meikarta, tentunya banyak
membawa implikasi yang baik dan juga tidak memuaskan bagi berbagai pihak yang ikut andil
dalam permasalahan ini. Dapat digambarkan secara jelas, bahwa para ​stakeholder ​dan
pengembang belum dapat memahami secara jelas bagaimana seharusnya kewajiban
seorang aparatur sipil dan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan produk tata
ruang, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR). Selain itu, proyek ini juga dinilai tidak menyelesaikan masalah malah menimbulkan
masalah baru. Hal tersebut digambarkan dari evaluasi proyek yang terjadi pada
pembangunan ini. Pembangunan ini mempunyai dampak yang buruk terhadap bangkitan
dan tarikan yang semakin kompleks di wilayah tersebut. Selain itu, peletakkan zona ​buffer
industry atas kawasan industri yang berdekatan dengan pemukiman dan Meikarta turut
menimbulkan konflik dari berbagai pihak. Ditambah lagi kajian analisis dampak lingkungan
hidup yang belum maksimal dan menyeluruh dari proyek Meikarta ini. Berikut skema yang
dapat digambarkan terkait proses evaluasi dan rekomendasi yang dilakukan pemerintah
guna menuntaskan dan menyelesaikan masalah pembangunan mega proyek meikarta.
Gambar 1. Skema Permasalahan Proyek Meikarta
Sumber: Hasil Analisis Pribadi, 2020

Dari sisi Pemerintah, perlu adanya pengawasan yang ketat dan terintegrasi antara
masing-masing satuan atau badan pemerintah yang memiliki tugas, posisi, dan fungsi
terhadap perencanaan, penataan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Selain itu,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi atau Daerah dapat bersinergi untuk membentuk
sistem administrasi terpusat dan satu pintu sehingga dapat dipastikan segala bentuk
aktivitas fisik dan non-fisik yang berhubungan dengan perencanaan, penataan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang senantiasa diawasi oleh lembaga yang
berwenang, kredibel, dan berkualitas. Hal ini tentunya dilakukan untuk mengedepankan
perencanaan yang adil dan sejahtera serta mewujudkan kemaslahatan bagi setiap
masyarakat Indonesia.
Dari sisi Pengembang Meikarta, perlu adanya penjaminan atas kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat yang mengalami kerugian akibat pembangunan ini. Kerugian tersebut
dapat digantikan dengan program ​Corporate Social Responsibility (CSR) guna
mengembangkan dan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk maju. Ditambah lagi,
perlu adanya penyelesaian dalam bentuk infrastruktur solutif yang mampu mengurangi
dampak kemacetan dan kepadatan penduduk yang tinggi akibat pembangunan proyek ini.
Selain itu, perlu dilakukan penataan ulang secara bertahap guna memastikan pembangunan
ruang atau lahan yang tidak berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar serta
kawasan industri yang sudah menetap lama di sana.
DAFTAR PUSTAKA

Basarah, R. S. (31 Agustus 2017). ​Meikarta Dinilai Rusak Struktur Ruang Wilayah di Jabar​.
Republika.co.id​. Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://republika.co.id/berita/ovj9aq352/meikarta-dinilai-rusak-struktur-ruang-wilay
ah-di-jabar
Kurniati, D. (18 Oktober 2018). ​Proyek Meikarta Berlanjut, Kementerian ATR Segera Surati
Pemkab Bekasi​. ​KBR.id.​ Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://kbr.id/nasional/10-2018/proyek_meikarta_berlanjut__kementerian_atr_seg
e
ra_surati_pemkab_bekasi/97786.html
Murtadho, M. N. (2019). ​Kasus Suap Perizinan Meikarta​. ​Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya​, 1-10.
Niman, M. (4 Agustus 2017). ​Proyek Meikarta Tak Menyalahi Tata Ruang​. ​Beritasatu.com.​
Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://www.beritasatu.com/aditya-l-djono/megapolitan/445489/proyek-meikarta-t
ak-menyalahi-tata-ruang
Rasika Mayantia, Yeti Sumiyati. (2018). Pembangunan Meikarta sebagai Industrial Research
Center (IRC) dan Dampaknya terhadap Lingkungan Hidup Ditinjau dari UU No. 32
Tahun 2009 dan Perda Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2014. ​Fakultas Hukum,
Universitas Islam Bandung,​ 129-136.
Rohmah, A. N. (2018). Kebijakan Publik dan Ekonomi Politik (Studi Kebijakan Investasi Asing
dan Izin Mendirikan Bangunan dalam Pembangunan Kota Meikarta di Cikarang,
Kabupaten Bekasi Tahun 2017). ​Skripsi Program Studi Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta​, 1-117.
Sugianto, D. (20 Juni 2019). ​Sempat Terbelit Kasus Suap, Bagaimana Nasib Meikarta? Lippo:
Jalan​. ​Finance.detik.com.​ Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://finance.detik.com/properti/d-4593937/sempat-terbelit-kasus-suap-bagaima
n
a-nasib-meikarta-lippo-jalan
Suryowati, E. (23 Agustus 2018). ​Deddy Mizwar Akui Raperda Tata Ruang untuk Meikarta
Bermasalah​. ​Jawapos.com.​ Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/23/08/2019/deddy-mizwar-ak
u
i-raperda-tata-ruang-untuk-meikarta-bermasalah/
Winarto, Y. (23 Oktober 2018). ​RK: Tidak Ada Masalah Dari Sisi Administrasi Perizinan
Meikarta​. ​Kontan.co.id.​ Diakses pada 5 Desember, 2020, dari
https://nasional.kontan.co.id/news/rk-tidak-ada-masalah-dari-sisi-administrasi-perizi
nan-meikarta

Anda mungkin juga menyukai