Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH.

KENAPA KORUPSI MERAJALELA


Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila &
Kewarganegaraan (PKN)

Dosen pengampu
Prof. Dr. Cecep Darmawan, S.Pd.,S.Ip.,M.Si.,M.H.
& Alda Rifada Rizki, S.H.,M.H.

Nama kelompok :
- Tri yanthi 19-4301-269.
- Bernadet Maksui 19-4301-173.
- Suhardi 19-4301-299.
- M Radja Dhavin Raziqi 19-4301-185.
- Sherly indah somantri 19-14301-011.
- Muhammad Rizky Maulana 19-4301-200.
- Keukeu 14-4301-174.

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG (STHB)


JURUSAN HUKUM
2019
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME, karena dengan limpahan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat membuat dan
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
& Kewarganegaraan (PKN) dengan Dosen pengampu Prof. Dr. Cecep Darmawan,
S.Pd.,S.Ip.,M.Si.,M.H. & Alda Rifada Rizki, S.H.,M.H. dengan judul makalah
“Kenapa Korupsi Merajalela“ sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dalam penyusunan makalah ini, banyak sekali pihak yang telah
membantu. Untuk itu tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada
Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat
konstruktif. Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kelangsungan
proses belajar mengajar dikelas khususnya.

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................i


Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah.................................................................3
1.4 Metode Penelitian...............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................4
2.1 Pengertian dan Bentuk-bentuk Korupsi..............................................4
2.2 Motif terjadinya Korupsi....................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa. Di
Indonesia, perilaku korupsi telah berlangsung cukup lama dengan pola
penyebaran yang hampir merata. Bahkan Indonesia pernah menduduki
peringkat keempat pada awal tahun 2019 ini sebagai negara terkorup di
ASEAN. Oknum-oknum yang terlibat berasal dari berbagai unsur, mulai dari
DPR-RI, DPRD, aparat pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai perangkat
desa serta institusi swasta dan masyarakat biasa dari berbagai latar belakang
dan profesi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Bentuk-bentuk Korupsi


2.1.1 Pengertian
Berbicara mengenai Korupsi, sama saja kita membicarakan semut
ditengah lautan. Menyinggug masalah Korupsi berarti menyinggung pula
masalah pelanggaran dan kejahatan jabatan, latar belakang, faktor-faktor
penyebabnya sampai penanggulangannya. Setelah negara RI
memproklamerkan kemedekaannya, Bangsa Indonesia mempunyai
Kemerdekaan Politik, Kebebasan ekonomi dan budaya, dan semenjak itulah
pemerintahan ada ditangan bangsa Indonesia sendiri tetapi hukum yang
berlaku masih hukum peninggalan Belanda.memang istilah Korupsi pada
waktu itu tidak dikenal tetapi apabila kenyataannya ada penyelewengan oleh
oknum-oknum tertentu, biasanya disebut OKB atau Orang Kaya Baru, dan
terhadap ini belum dapat ditindak, sebab harus dilihat dulu siapa OKB
tersebut, apakah ada pelindungnya atau tidak.
Dalam ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa Latin:
corruption = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat,
badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya
penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfia dari
korupsi dapat berupa :
1. Kejahatan kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran.
2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan sogok dan
sebagainya.
3. Korup (busuk; suka menerima uang suap, uang sogok; memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya.
4. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya);
5. Koruptor (orang yang korupsi).
Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers,
menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang
menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di
bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi
Hartanti, S.H., 2005:9)
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung
merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau
perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara (Pasal 2);
2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat
merugikan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).
3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210,
387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
Adapun pengertian korupsi menurut para Ahli :
 Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an
intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights
of others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan
kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain). menurut Black adalah
perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan
jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan
kewajibannya
 S Hornby istilah korupsi diartikan sebagai suatu pemberian atau
penawaran dan penerimaan hadiah berupa suap (the offering and
accepting of bribes), serta kebusukan atau keburukan (decay).
 David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai
bidang, antara lain menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan
dengan manipulasi di bidang ekonomi dan menyangkut bidang
kepentingan umum.
 Wertheim yang menggunakan pengertian yang lebih spesifik.
Menurutnya, seorang pejabat dikatakan melakukan tindak pidana korupsi,
adalah apabila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
memengaruhinya agar mengambil keputusan yang menguntungan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang – kadang pengertian ini juga
mencakup perbuata menawarkan hadiah, atau bentuk balas jasa yang lain.
 David H Baley mengatakan, korupsi sementara dikaitkan dengan
penyuapan adalah suatu istilah umum yang meliputi penyalahgunaan
wewenang sebagai akibat pertimbangan keuntungan pribadi yang tidak
selalu berupa uang. Batasan yang luas dengan titik berat pada
penyalahgunaan wewenang memungkinkan dimasukkannya penyuapan,
pemerasan, penggelapan, pemanfaatan sumber dan fasilitas yang bukan
milik sendiri untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan nepotisme ke
dalam korupsi.
2.1.2 Sebab-sebab terjadinya Korupsi
Banyak faktor penyebab korupsi terjadi. Akan tetapi, secara umum
dapatlah dirumuskan, sesuai dengan pengertian korupsi diatas yaitu bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi / kelompok / keluarga / golongannya
sendiri atau faktor – faktor lain, seperti:
1. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kurangnya pendidikan.
4. Adanya banyak kemiskinan.
5. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
6. Struktur pemerintahan.
7. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk, dll
 Tipe korupsi menurut Para Ahli
Tipe korupsi menurut Vito Tanzi
1. Korupsi transaksi, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara
seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan pemaksaan
untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang
yang dekat dengan pelaku korupsi.
3. Korupsi investif, yaitu korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan
investasi untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.
4. Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus
baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek
bagi keluarga dekat.
5. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat
mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam
(insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya
dirahasiakan.
6. Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang
menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan.
7. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka
mempertahankan diri dari pemerasan.
8. Tipe korupsi menurut Syed Hussein Alatas, dibagi menjadi 7 jenis, yaitu :
9. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukkan
kepadaadanya kesepakatan timbal balik antara pihak pembeli dan pihak
penerima, demi keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif
diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-duanya.
10. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi dimana
pihak pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang
sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal
yang dihargainya.
11. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa
tanpa ada pertalian langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan
yang dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang.
12. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang
tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan yang
mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain, kepada
mereka, secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
13. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi
dengan pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
14. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilaksanakan
oleh seseorang seorang diri.
15. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara
langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

2.1.3 Bentuk-bentuk Korupsi


Berikut dipaparkan berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku
Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK :
2006). Dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan Undang-Undang No.
20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-
pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan terperinci mengenai
perbuatan-perbuatan yang dikenakan pidana korupsi:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Pengelapan dalam jabatan 
4. Pemerasan 
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan 
7. Gratifikasi 

2.1.4 Ada beberapa jenis korupsi yakni:


1. Korupsi transaktif (transactive corruption), menunjuk kepada adanya
kesepakatantimbal balik antara pemberi dan pihak penerima, demi
keuntungan kedua belah pihak.
2. Korupsi yang memeras (extortive corruption), menunjuk adanya
pemaksaan kepada pihak pemberi untuk menyuap guna mencegah
kerugian yang sedang mengancan dirinya, kepentingannya atau hal-hal
yang dihargainya.
3. Korupsi investif (investive corruption), adalah pemberian barang atau jasa
tanpa ada 8 pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh dimasa yang akan datang.
4. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang
tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan
dalam pemerintahan, atau tindakan yang memberikan perlakuan istimewa
secara bertentangan dengan norma dan peraturan yang berlaku.
5. Korupsi defensif (defensive corruption) adalah perilaku korban korupsi
dengan pemerasan. Korupsinya dalam rangka mempertahankan diri.
6. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang dilakukan
oleh seseorang seorang diri.
7. Korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang dilakukan
untuk memperkuat korupsi yang sudah ada.

2.2 Motif terjadinya Korupsi


Untuk memahami masalah korupsi yang begitu meluas di berbagai
negara khususnya pada negara berkembang, harus dikaitkan bahwa korupsi
seolah-olah sebagai satu keharusan dan tidak terpisahkan dengan negara-
negara berkembang. Korupsi sesungguhnya merupakan suatu proses yang
berhubungan dengan latar belakang sejarah bangsa atau negara yang
bersangkutan. Tanpa memahami latar belakang budaya dan sejarahnya,
diagnosis dan terapi yang dilakukan untuk pemberantasan atau
penanggulangan korupsi bisa saja keliru, yang akan berakibat besar dan
merupakan masalah tersendiri karena tindakan-tindakan penanggulangan yang
diterapkan tidak akan efektif.
Motif, penyebab, atau pendorong seseorang untuk melakukan tindakan
korupsi sebenarnya bervariasi dan beranekaragam. Akan tetapi, secara umum
dapat dirumuskan, bahwa tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapat
keuntungan pribadi, keluarga, kelompok, golongannya sendiri. Dengan
mendasarkan pada motif keuntungan pribadi atau golongan ini, dapatlah
dipahami jika korupsi terdapat dimana-mana dan terjadi kapan saja karena
masalah korupsi selalu terkait dengan motif yang ada pada tiap insan manusia
untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau golongannya.
Cara yang ditempuh menurut norma-norma yang berlaku merupakan
usaha yang bersifat halal dan ridha. Cara korupsi yang dilakukan untuk
mendapatkan keuntungan tidak mengikuti dan didasari norma-norma yang
berlaku, jelas bahwa hal ini tidak halal dan tidak diridhai. Apabila tindakan
atau usaha ini dilakukan dengan penggunaan dan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau wewenang atau kesempatan kerja dengan persyaratan seperti
dirumuskan dalam pengertian kerja, usaha ini dikategorikan tindakan korupsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi motif untuk melakukan tindakan
korupsi yang menginginkan keuntungan pribadi atau golongan. Menurut
komisi IV, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya korupsi di
Indonesia, yakni:
1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
Komisi IV juga menyatakan, kemungkinan meluasnya perbuatan
korupsi berhubungan dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi
pembangunan, seperti perluasan perkreditan, bantuan luar negeri dan
penanaman modal asing.
Menurut Dr. Sarlito W, tidak ada jawaban yang persis untuk menjawab
alasan apa yang mendorong terjadinya korupsi, tetapi ada dua hal yang jelas,
yaitu faktor rangsangan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak
dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misal dorongan dari teman-
teman, adanya kesempatan, dan kurang kontrol dan sebagainya.
A.S. Harris Sumidiria menjawab bahwa korupsi lahir karena
ambruknya nilai-nilai sosial, korupsi kambuh karena adanya penyalahgunaan
tujuan wewenang dan kekuasaan, dan korupsi hidup karena sikap dan mental
pejabat yang bobrok, baik pejabat tinggi maupun pejabat rendahan. Dr. Andi
Hamzah dalam disertasinya menginventariskan beberapa penyebab korupsi,
yakni kesan yang berlebih-lebihan, seolah-olah telah tersebar luas, terutama di
kalangan pejabat tinggi. Rasa khawatir akan membesarnya kesan inilah yang
menyebabkan Nehru secara terus-menerus menolak tuntutan-tuntutan agar dia
membersihkan pemerintahannya dan birokrasi negara dari korupsi. “Berteriak
keras-keras bahwa setiap orang berbuat korupsi hanya akan menciptakan iklim
korupsi,” katanya. “Rakyat akan berpendapat bahwa mereka hidup dalam
iklim korupsi dan karena itu akan melakukan korupsi pula”.
Dengan mempertimbangkan pandangan Nehru mengenai dongeng
rakyat tentang korupsi tersebut, mungkin perlu pula dipertimbangkan tentang
strategi atau taktik untuk penanggulangan dan pemberantasan korupsi, apakah
perlu dilaksanakan secara sensional ataukah secara tenang-tenang atau diam-
diam tetapi dengan langkah-langkah yang pasti, terencana, operasional, dan
efektif. Di samping itu, mungkin terdapat pula aspek lain yang perlu
dipertimbangkan dalam masalah ini, yakni tentang kemungkinan adanya
golongan tertentu (politik misalnya) memang dengan sengaja mengobarkan
api desas-desus dongeng rakyat tentang korupsi ini.
Apabila diinventarisasikan, banyak sekali faktor-faktor yang dapat
disebut sebagai penyebab timbul, lahir, tumbuh, serta perkembangan korupsi,
khususnya di negara-negara yang sedang berkembang. Diantara sekian banyak
faktor ini, James C. Scot mengemukakan beberapa hal yang secara khusus
memiliki hubungan dengan aspek politik dan pemerintahan, yakni:
1. Sistem politik resmi belum sepenuhnya diterima dan masih lemah
landasan hukumnya dibandingkan dengan ikatan keluarga dan suku yang
masih kukuh;
2. Pemerintah penting sebagai sumber pekerjaan dan mobilits sosial;
3. Ada golongan-golongan elite yang kaya raya yang tidak diberi kesempatan
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah secara langsung dan terbuka;
4. Tidak ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk hidup berlandaskan
hukum yang berlaku di pihak golongan-golongan elite maupun dipihak
rakyat banyak
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah Korupsi Di Indonesia


B. Penyebab Merajalelanya Korupsi Di Indonesia
C. Hambatan Menghilangkan Korupsi di Indonesia
D. Cara Mengatasi Korupsi Dengan Pendidikan Anti Korupsi
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai