Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN 2

NILAI, NORMA, BATASAN DIRI DAN HUBUNGAN DENGAN ORANG LAIN

A. Deskripsi singkat
Bagian dua fokus pada pembahasan mengenai nilai, norma dan budaya terkait kesehatan
reproduksi. Ini adalah dasar pengetahuan untuk dapat membantu remaja memahami dan
mengidentifikasi nilai-nilai positif yang dapat dimilikinya untuk mampu membuat keputusan
yang sehat dan bertanggungjawab terkait kesehatan reproduksinya. Budaya akan dikaitkan
dengan fenomena pernikahan usia anak yang masih menjadi persoalan di Indonesia,
terutama karena masih berkontribusi pada masalah tingginya angka kematian ibu dan anak
yang disebabkan oleh kehamilan yang terjadi di usia remaja.

Nilai dan norma juga berpengaruh pada bagaimana remaja dapat memahami batasan
dirinya. Baik dalam memahami privasi dan hak akan tubuhnya serta berkaitan dengan
pemberian persetujuan akan tubuh dan hubungannya. Pembahasan ini akan berlanjut pada
bagaimana remaja dapat mengidentifikasi sentuhan baik dan buruk serta mampu untuk
melakukan tindakan yang diperlukan jika remaja tersebut mengalami perlakukan yang
membuat dirinya tidak nyaman.

Pada bagian ini akan dibahas pula mengenai hubungan dengan orang lain. Bagaimana
remaja dapat mengidentifikasi peran teman bagi dirinya, serta mengelola hubungan yang
sehat dengan orang lain. Hal ini perlu didukung dengan pemahaman mengenai toleransi dan
saling menghargai serta kemampuan untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif. Hal
ini pun berkaitan dengan tugas perkembangan remaja berikutnya untuk dapat membangun
kehidupan keluarga yang harmonis, sehat dan bahagia.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti materi, peserta memahami mengenai nilai, norma, batasan diri dan
hubungan dengan orang lain terkait kesehatan reproduksi

C. Indikator Pembelajaran
1. Mendukung remaja untuk menerapkan hubungan yang sehat dengan orang lain
2. Membantu remaja mengidentifikasi dan memahami nilai dan norma terkait kesehatan
reproduksi
3. Menerapkan komunikasi yang efektif dalam membina hubungan dengan orang lain

D. Materi
Topik 1. Nilai Norma dan Budaya
NIlai

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 1


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Nilai adalah pinsip-prinsip, keyakinan dan ide-ide yang kita percayai dan memandu kita
dalam berperilaku. Nilai kita pelajari dari keluarga, teman sebaya, guru, media, dan
masyarakat. Nilai dan keyakinan membantu kita mengambil keputusan tentang hidup dan
hubungan antara sesama manusia. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau
buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang yang didasarkan pada
nilai yang kita percayai.

Proses menimbang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak
heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan
tata nilai.

Ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut:


 Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
 Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir)
 Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
 Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia
 Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain
 Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
 Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat
 Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai

Nilai dapat terus berkembang dalam perjalanan hidup seseorang. Nilai-nilai yang dianut
individu akan banyak memberikan pengaruh pada pilihan dan keputusan-keputusan yang
diambilnya. Nilai-nilai yang dianut seseorang akan membentuk karakternya dan terlihat dari
perilaku yang ditunjukkannya di lingkungan.

Penting bagi seorang remaja untuk lebih menyadari nilai-nilai yang dianutnya. Hal ini akan
banyak membantu dirinya dalam proses menuju kedewasaan. Nilai akan mempengaruhi
beberapa hal dalam tingkah laku kita, seperti tata krama dalam pergaulan, hal-hal yang kita
banggakan atau kita anggap penting, cara kita berpakaian, orang-orang yang berarti bagi
kita, dan lain-lain.

Norma :
Menurut ilmu sosiologi, norma adalah aturan tidak tertulis yang mengatur perilaku individu di
dalam kehidupan sosial dan telah mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku.
Soerjono Soekanto menyebutkan norma adalah sebuah perangkat yang dibuat untuk
mengatur hubungan di dalam suatu masyarakat agar dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Selain itu, semua norma yang dibuat di dalam suatu masyarakat pasti
mengalami sebuah proses, sehingga norma-norma tersebut dapat diakui, dihargai, dikenal,
hingga ditaati oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 2


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Macam-macam norma :
- Norma Agama
- Norma Kesusilaan
- Norma Kesopanan
- Norma Kebiasaan (Habit)
- Norma Hukum

Fungsi norma :
- Mengatur tingkah laku masyarakat sesuai nilai yang berlaku
- Membantu untuk mencapai tujuan bersama masyarakat
- Menciptakan ketertiban dan keadilan dalam lingkungan masyarakat
- Sebagai dasar memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar aturan-aturan
yang terdapat dalam norma.

Ciri-ciri norma :
- Pada umumnya tidak tertulis
- Merupakan hasil dari kesepakatan
- Masyarakat merupakan pendukung yang menaatinya
- Melanggar norma sosial mendapatkan sanksi atau hukuman
- Menyesuaikan dengan prubahan sosial sehingga dapat dikatakan bahwa norma sosial
dapat mengalami perubahan
- Dibuat secara sadar

Penerapan nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari terkait kesehatan reproduksi
Nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari terkait kesehatan reproduksi akan dipengaruhi
juga oleh pemahaman dan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi.

Pemahaman dan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi selama ini terbilang
masih rendah dan tidak sedikit pula yang mengabaikannya. Hal ini dapat berimplikasi pada
risiko seksual yang dihadapi oleh remaja. Pemahaman terhadap kesehatan reproduksi yang
diberikan di lembaga pendidikan formal maupun informal cenderung memandang aspek
kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja hanya sebatas pada fenomena biologis
semata dan cenderung mengkonstruksikan seksualitas remaja sebagai hal yang tabu dan
berbahaya yang biasanya dikontrol melalui wacana moral, dan agama. (Miswanto, 2014)

Selain itu, agar lebih efektif, pemahaman terhadap kesehatan reproduksi perlu dikon
tekstualisasikan berdasarkan realitas dan kondisi remaja. Diharapkan hal ini dapat
menjelaskan seksualitas remaja secara positif sebagai makhluk seksual (sexual being) yang
memiliki hak kesehatan reproduksi dan agar dapat bertanggungjawab terhadap kesehatan
seksual dan reproduksinya.

Pemahaman mengenai nilai dan norma bagi remaja diperlukan agar mereka dapat
mengidentifikasi nilai dan norma apa saja yang mereka pegang dan nilai dan norma apa

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 3


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
yang berlaku di keluarga maupun masyarakat. Jika nilai dan norma ini sejalan, maka remaja
tidak akan mengalami konflik. Namun, jika tidak sejalan, maka remaja perlu mendiskusikan
nilai dan norma mana yang akan ia anut kemudian. Konflik ini perlu diselesaikan dengan
komunikasi yang baik agar tidak terjadi pertentangan yang berkepanjangan sehingga dapat
mempengaruhi keputusan remaja tersebut dalam berperilaku.

Seringkali remaja mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan ketika nilai atau yang ia
anut ternyata berbeda dengan nilai atau norma yang diterapkan di lingkungan sosialnya,
terutama dengan adanya kebutuhan remaja untuk diterima oleh lingkungan dan pengaruh
teman yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan, perilaku yang ditunjukkannya kemudian
dapat bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku umum di masyarakat.

Remaja sangat perlu untuk dibekali dengan kemampuan untuk mengambil keputusan
dengan mempertimbangkan risiko dan dampak negative dari setiap pilihan keputusan
perilaku yang akan diambil. Pertimbangan dapat dilakukan dengan baik, jika remaja tersebut
didukung oleh pengetahuan yang tepat dan lengkap. Oleh karena itu, dampingan orang
dewasa, guru, orang tua dan masyarakt dalam memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi yang lengkap sangatlah dibutuhkan.

Pesan Kunci :
- Guru perlu mendiskusikan dengan remaja, nilai-nilai apa saja yang
berlaku di keluarga dan masyarat terkait perilaku seksual, maupun
kesehatan reproduksi
- Guru perlu menggali nilai dan norma yang remaja tersebut percayai.
- Jika terjadi perbedaan nilai, maka guru perlu mendampingi siswa untuk
dapat menentukan nilai mana yang akan remaja tersebut adaptasi
dalam perilakunya.
- Pendampingan ini perlu dilakukan dengan komunikasi yang baik dan
efektif.
- Pengetahuan yang lengkap mengenai kesehatan reproduksi akan
membantu remaja menentukan nilai yang baik untuk dipercayainya dan
akan membantunya dalam membuat keputusan yang lebih sehat dan
bertanggungjawab.

Budaya
Budaya menurut E.B Taylor adalah sesuatu kompleks yang mencakup pengetahuan
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lainnya yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.

Pengertian budaya menurut William H. Haviland adalah seperangkat peraturan dan norma
yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua
masyarakat.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 4


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengartikan kebudayaan sebagai semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya meliputi produk teknologi dan kebendaan lainnya.
Rasa meliputi jiwa manusia yang selaras dengan norma dan nilai sosial. Cipta meliputi
kemampuan kognitif dan mental untuk mengamalkan apa yang diketahuinya.

Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski membagi unsur-unsur budaya menjadi


empat:
 Sistem norma yang memungkinkan terciptanya tindakan kooperatif kelompok manusia
untuk menguasai alam sekitarnya.
 Organisasi ekonomi yang memungkinkan manusia untuk bertahan hidup dan mencapai
kesejahteraan.
 Lembaga pendidikan yang memungkinkan proses sosialisasi norma dan nilai sosial.
 Organisasi kekuatan yang memungkinkan insisiatif untuk mengorganisir kehidupan
sosial.

Jadi jelas bahwa budaya dapat mempengaruhi perilaku dan pemikiran masyarakatnya.
Kondisi ini dapat menguntungkan dan merugikan dalam konteks kesehatan termasuk
kesehatan reproduksi tergantung budaya yang berlaku di sebuah daerah.

Pengaruh Budaya dalam konteks kesehatan reproduksi


Perilaku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan merupakan suatu tingkah laku
yang selektif, terencana, dan tanda dalam suatu sistem kesehatan yang merupakan bagian
dari budaya masyarakat yang bersangkutan.

Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi
masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang
dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan
pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.

Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan


atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam berperilaku, begitu pula dalam
masalah kesehatan reproduksi. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku
kesehatan reproduksi, harus dilihat secara komprehensif, termasuk kaitannya dengan
kebudayaan.

Budaya mempengaruhi kesehatan adalah pandangan suatu masyarakat terhadap tindakan


yang mereka lakukan ketika mereka mengalami sakit, ini akan sangat dipengaruhi oleh
budaya, tradisi, dan kepercayaan yang ada dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa social budaya sangat mempengaruhi kesehatan baik itu individu
maupun kelompok.

Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 5


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
dengan mempelajari kebudayaan mereka dan menciptakan kebudayaan yang inovatif
sesuai dengan norma, berpola, dan benda hasil karya manusia.

Kebudayaan kesehatan masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan


atau kegiatan individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi berbagai kebutuhan
kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan diri dari
penyakit. Oleh karena itu dalam memahami suatu masalah perilaku kesehatan harus dilihat
dalam hubungannya dengan kebudayaan, organisasi sosial, dan kepribadian individu-
individunya.

Salah satu contoh perilaku yang dilatarbelakangi budaya dan berkaitan dengan kesehatan
reproduksi adalah pilihan orang tua atau remaja itu sendiri untuk segera menikah setelah
melewati masa pubertas. Berbagai alasan dapat melatarbelakangi pilihan perilaku tersebut,
misalnya karena takut remajanya mengalami kehamilan di luar nilkah, alasan ekonomi,
maupun persoalan kesempatan pendidikan.

Perkawinan anak
Perkawinan anak di Indonesia merupakan salah satu isu yang dipengaruhi oleh nilai, norma
dan budaya. Contoh kasus, seorang remaja perempuan yang sudah berusia 17 tahun dan
belum menikah di daerah tertentu akan disebut perawan tua sehingga orangtua lebih baik
menikahkan anaknya di usia muda walaupun setelah itu bercerai dan menjadi janda.

Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan yang dilakukan pada saat salah satu
atau keduanya masih berusia anak, yaitu kurang dari 18 tahun. Praktik ini melanggar hak-
hak anak yang dilindungi oleh Undang – Undang nomor 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak sebagai perubahan Undang – Undang nomor 23 tahun 2002. Menurut
UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, usia perkawinan tanpa izin orang tua adalah
21 tahun.

Mengapa perkawinan anak terjadi :


- Penerimaan terhadap norma budaya dan sosial
- Ketidaksetaraan gender
- Kemiskinan
- Kurangnya akses terhadap pendidikan dan kesempatan ekonomi
- Kurangnya akses dan informasi terhadap kesehatan reproduksi

Dampak perkawinan anak pada perempuan :


1. Pendidikan
Di Indonesia, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki
kemungkinan 6 (enam) kali lebih rendah untuk menyelesaikan pendidikan menengah
dibandingkan dengan anak perempuan yang menikah setelah 18 tahun.
Ketika seorang anak perempuan putus sekolah artinya hak atas pendidikan telah
terlanggar. Ini berarti kesempatannya mengembangkan kemampuan, keterampilan dan

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 6


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
pengetahuan akan semakin menipis sehingga sulit untuk mencapai hidup sehat,
mendapatkan penghasilan dan berkontribusi bagi keluarga maupun komunitasnya.
2. Kesejahteraan keluarga
Di Indonesia, kelompok perempuan dengan kesejahteraan paling rendah memiliki
kemungkinan 4 (empat) kali lebih besar untuk menikah sebelum usia 18 tahun
dibandingkan dengan perempuan pada kelompok yang memiliki kesejahteraan tertinggi.
Pengantin anak lebih cenderung menjadi miskin dan tetap miskin.
Salah satu fase dalam kehidupan manusia yang mayoritas akan dijalani adalah
kehidupan perkawinan. Kehidupan perkawinan bila direncanakan dengan matang, akan
membentuk fondasi keluarga yang kuat dan membentuk keluarga yang berdaya. Di sisi
lain, bila perkawinan tidak direncanakan dengan baik akan berujung pada berbagai hal
seperti konflik, kekerasan, hingga perceraian. Salah satu faktor risiko yang membuat
pernikahan tidak terencana dengan baik adalah perkawinan anak.
3. Kesehatan
Secara global, komplikasi selama kehamilan adalah penyebab utama kematian kedua
tertinggi bagi anak perempuan antara usia 15-19. Selain itu, bayi yang lahir dari ibu yang
berusia di bawah 20 tahun memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk meninggal
selama 28 hari pertama dibandingkan bayi yang lahir dari ibu berusia 20-an dan 30
tahun.
Perkawinan anak memiliki konsekuensi yang merusak kesehatan anak perempuan.
Pengantin anak menghadapi risiko kematian yang lebih tinggi saat melahirkan dan
sangat rentan terhadap komplikasi terkait kehamilan.
4. Kekerasan
Anak perempuan yang sudah menikah lebih rentan terhadap kekerasan dalam rumah
tangga. Perkawinan anak menempatkan anak perempuan pada risiko yang lebih tinggi
terhadap kekerasan seksual, fisik dan psikologis sepanjang hidup mereka.
5. Pertumbuhan ekonomi
Di Indonesia, perkawinan anak diperkirakan memakan biaya 1,7% dari Produk Domestik
Bruto, dengan mempertimbangkan dampak pada kesehatan ibu dan kematian bayi;
sistem kesehatan masyarakat; menurunnya produktivitas dan hilangnya penghasilan.
Perkawinan anak memiliki biaya besar tidak hanya untuk anak perempuan dan keluarga
mereka tetapi juga untuk negara secara keseluruhan.

Perkawinan anak ini juga memberikan dampak yang negatif pada laki-laki. Secara umum,
dampak yang akan dirasakan sama dengan yang dirasakan oleh anak perempuan.
Walaupun dari sisi kesehatan dampak akan terasa lebih besar pada anak perempuan.
Mengakhiri perkawinan anak akan mengurangi beban pada infrastruktur kesehatan dan
memungkinkan anak perempuan berkontribusi secara berarti bagi komunitas mereka.

Tips untuk orang dewasa:


- Menunda perkawinan untuk masa depan cerah anak anda – pernikahan tidak
menyelesaikan masalah ekonomi keluarga karena anak Anda belum mandiri secara
ekonomi setelah menikah

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 7


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
- Jaga anak Anda untuk tetap bersekolah - Dengan bersekolah ke jenjang yang tinggi,
Anda memberikan kesempatan yang lebih baik untuk anak perempuan dan laki-laki
- Ajarkan anak tentang cara menggunakan internet dan media sosial secara aman
- Ajak anak Anda berdiskusi terbuka mengenai topik-topik sensitif
- Memberikan teladan/role model untuk anak dari beragam profesi
- Mengarahkan anak untuk bersekolah dan mengikuti kegiatan positif (misalnya:
ekstrakurikuler)
Tips untuk anak:
- Dengan menyelesaikan pendidikan, kamu bisa meraih mimpi dan cita-cita – pikirkan dulu
pendidikan sebelum menikah
- Perkawinan memerlukan kesiapan fisik, psikis, sosial, dan ekonomi – menikahlah hanya
jika kamu sudah siap
- Sebagai orang tua, tugas utamamu nanti ialah memenuhi hak-hak anak
- Membangun proses belajar yang memotivasi anak untuk mengembangkan dirinya
dengan baik

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 8


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
10 Pesan Kunci #StopPerkawinanAnak
Definisi anak 0-18 tahun, melegalkan seseorang di bawah 18 tahun menikah =
melegalkan anak menikah

1 dari 4 perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun (Survey Sosial


Ekonomi Nasional (Susenas) 2008, 2009, 2010, 2011, 2012)

Setiap tahunnya 6.9 juta anak perempuan dan 28 ribu anak laki-laki menikah
sebelum usia 18 tahun!! (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012)

Perkawinan usia anak menghilangkan kesempatan tumbuh kembang optimal


untuk menjadi dewasa yang matang. Perkawinan pada usia anak membuat
yang bersangkutan tercerabut dari keluarga dan jejaring pertemanan sebaya.

Perkawinan pada Usia Anak memiliki hubungan yang sangat erat dengan
terputusnya pendidikan. Persentase perempuan yang menikah di atas usia 18
memiliki kesempatan menyelesaikan pendidikan Menengah Atas 6 kali lebih
dibandingkan yang menikah di bawah 18 tahun (Susenas 2012).

Perkawinan pada usia anak berkontribusi pada pelestarian rantai kemiskinan


khususnya pada perempuan. Perempuan yang menikah pada usia anak dan
terputus pendidikannya akan semakin terpuruk baik pada aspek modal sosial
(kecakapan hidup, pendidikan, kesehatan termasuk kesehatan reproduksi),
kepemilikan aset, dan jejaring sosial (World Bank, 2001). Mereka kerap terasing
dari dunia kerja, memiliki akses terbatas pada penyediaan layanan, dan tidak
memiliki kontrol terhadap pemasukan/income rumah tangga.

Perkawinan pada usia anak meletakkan anak pada resiko dan kerentanan yang
lebih besar terhadap kekerasan. Perkawinan di bawah 18 tahun: belum
matang secara psikologis, pendidikan rendah, keuangan belum mandiri =
rentan konflik, gangguan mental dan perceraian.

Hubungan seksual suami istri di bawah usia 20 tahun meningkatkan risiko


kanker leher rahim, hepatitis B dan HIV

Kehamilan dan persalinan di bawah usia 19 tahun 3-7x lipat lebih rentan
terjadi berbagai masalah kesehatan yang mengancam jiwa ibu dan bayi yang
dikandungnya

Perkawinan usia anak akan berdampak buruk bukan hanya untuk anak (atau
generasi) nya tetapi juga untuk generasi selanjutnya. Anak yang lahir dari ibu di
bawah 19 tahun lebih tinggi untuk lahir prematur, berat lahir rendah, gagal
Topik 2. Batasan Diri
mendapatkan ASI dan rentan terhadap berbagai penyakit. Sorang anak (di
Nilai diri akan menentukan bagaimana seseorang menentukan batasan dirinya (personal
bawah 18 tahun) tidak seharusnya membesarkan seorang anak.
boundaries). Batasan diri adalah aturan dan batasan yang kita tentukan untuk diri kita
sendiri dalam berkomunikasi, menjalin hubungan ataupun berinteraksi dengan orang lain.
Seseorang yang memiliki batasan diri yang sehat akan mampu berkata tidak untuk sesuatu
yang tidak disetujuinya atau tidak membuatnya nyaman namun juga mampu terbuka pada
orang lain ketika dirinya merasa nyaman dan percaya.

Ada tiga tipe batasan diri, yaitu:

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 9


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
- Batasan diri yang KAKU
- Batasan dir yang LONGGAR
- Batasan diri yang SEHAT

KAKU LONGGAR SEHAT


Menghindari hubungan Sangat terbuka dalam Menghargai pendapat
yang dekat dengan orang memberikan informasi pribadinya sendiri
lain pribadi
Cenderung enggan untuk Sulit berkata tidak pada Berkata tidak jika memang
meminta pertolongan orang permintaan orang lain tidak setuju, berkata iya jika
lain memang mau
Sangat tertutup mengenai Suka mencampuri urusan Membagi permasalahan atau
informasi pribadi orang lain informasi pribadi dengan
cara yang tepat pada orang
yang sesuai
Cenderung menyimpan Sangat bergantung pada Memahami kebutuhan dan
sendiri permasalahan yang pendapat orang lain keinginannya sendiri serta
dihadapi mampu menyampaikannya
kepada orang lain
Cenderung menjauh dari Cenderung mau menerima Dapat menerima jika orang
kelompok karena takut perlakuan buruk dari orang lain berkata tidak kepada
akan ditolak lain dirinya..
Sangat takut dijauhi atau
ditolak oleh kelompok/orang
lain sehingga cenderung
mengikuti saja keinginan
orang lain.

Pada umumnya tidak ada individu yang hanya memiliki satu tipe batasan diri. Sebagian
besar orang akan memiliki semua tipe dan menunjukkan tipe yang berbeda pada situasi
yang berbeda pula. Misalnya termasuk tipe kaku di sekolah, namun longgar di keluarga
ataupun bisa juga tipe sehat di lingkungan pertemanannya. Namun setiap orang akan
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar pada satu tipe sebagai bagian dari sifat atau
karakter dirinya.

Sangatlah penting bagi setiap orang untuk dapat menyadari pada situasi seperti apa dirinya
dapat menunjukkan batasan diri yang mana. Hal ini agar individu tersebut dapat
menunjukkan perilaku yang tepat dengan kondisi dan lingkungan tempatnya berada. Faktor
budaya dan nilai cukup banyak memberikan pengaruh pada batasan diri seseorang.
Misalnya pada budaya tertentu akan dianggap tidak pantas jika seseorang menunjukkan
perasaan atau emosinya di tempat umum, dan pada budaya tertentu pun berkata menolak
sebuah tawaran walaupun sebenernya kita tidak setuju akan dianggap tidak sopan atau
merendahkan.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 10


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Kemampuan komunikasi yang baik dalam menyampaikan perasaan dan pendapat sesuai
dengan yang sebenarnya dirasakan diperlukan dalam situasi dengan budaya yang berbeda
seperti disebutkan diatas. Hal ini perlu dilatih dan dikuatkan oleh lingkungan.

Sehubungan dengan konteksnya, maka ada beberapa jenis batasan diri, yaitu:
1. Batasan Fisik, adalah ruang pribadi dan sentuhan fisik yang dimiliki seseorang.
Batasan fisik yang sehat adalah kesadaran akan bagian tubuh mana yang pantas/boleh
untuk disentuh. Hal ini terkait pada jenis hubungan yang dimiliki dengan orang lain.
Misalnya sentuhan dalam bentuk jabatan tangan, rangkulan, pelukan ataupun ciuman.

Pelanggaran batasan fisik terjadi jika seseorang melakukan sentuhan fisik tanpa
persetujuan dari kita. Ruang pribadi adalah jarak yang kita setujui atau kenyamanan
yang kita rasakan dengan orang lain. Misalnya, kita tidak akan berkeberatan duduk
berdekatan dengan teman, namun akan memberikan jarak ketika duduk dengan orang
yang belum kita kenal. Ruang pribadi juga termasuk kamar pribadi, sehingga kita akan
merasa tidak nyaman jika seseorang masuk ke dalam kamar kita tanpa persetujuan kita
terlebih dahulu.
2. Batasan Intelektual, adalah batasan yang terkait ide dan pendapat. Batasan intelektual
yang sehat termasuk menghargai perbedaan pendapat atau ide orang lain. Termasuk
juga kesadaran akan topik pembicaraan apa yang pantas untuk didiskusikan dengan
orang lain. Batasan intelektual dilanggar ketika seseorang merendahkan ataupun
menganggap ide atau pendapat orang lain adalah tidak penting.
3. Batasan Emosional, adalah batasan yang terkait perasaan individu. Batasan
emosional yang sehat adalah dengan tidak terlalu banyak mengumbar perasaan
ataupun emosi yang sedang dialami kepada orang lain. Pelanggaraan pada batasan
emosional adalah ketika kita menganggap emosi ataupun perasaan yang sedang
dirasakan seseorang adalah tidak berharga atau tidak penting, termasuk perasaaan kita
sendiri.
4. Batasan Seksual, adalah batasan terkait aspek emosional, intelektual dan fisik pada
seksualitas. Batasan seksual yang sehat termasuk saling pengertian dan saling
menghargai akan keputusan seksual orang lain termasuk pasangan. Pelanggaran
batasan seksual dapat termasuk pelecehan seksual, menyentuh tanpa persetujuan dan
juga memberikan komentar negatif terkait seksualitas seseorang.
5. Batasan Material, adalah batasan terkait barang milik ataupun uang. Batasan material
yang sehat termasuk kesadaran akan kepada siapa kita berbagi penggunaan barang
milik ataupun uang yang kita miliki. Pelanggaran batasan material dapat termasuk
menggunakan barang lain tanpa ijin atau merusak barang yang dipinjam.
6. Batasan Waktu, adalah batasan terkait bagaimana seseorang menggunakan
waktunya. Batasan waktu yang sehat adalah ketika seseorang dapat membagi waktu
yang dimiliki pada hal-hal yang penting dan juga pada orang-orang yang berarti,
misalnya membagi waktu antara bermain dengan teman dan berkumpul dengan
keluarga. Pelanggaraan batasan waktu terjadi ketika kita menghabiskan waktu pada
satu hal dan mengabaikan tugas dan kewajiban kita.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 11


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Batasan diri ini pun berhubungan dengan “Persetujuan”. Hal ini pun menyangkut pula
pemberian dan penerimaan penolakan. Pemberian persetujuan adalah ungkapan
persetujuan kita terhadap permintaan ataupun perilaku yang dilakukan orang lain terhadap
diri kita. Di sisi lain individu pun diharapkan untuk dapat menerima penolakan (tidak setuju)
dari orang lain. Penolakan ini perlu dilakukan dengan penuh kesadaran, tanpa merasa
diremehkan ataupun tidak dihargai. Sebaliknya, ketika seseorang menyampaikan
penolakan, sebaiknya tetap dihargai, karena setiap orang memiliki nilai, norma dan batasan
dirinya masing-masing.

Komunikasi adalah hal kunci dalam proses penyampaian dan penerimaan persetujuan ini.
Adalah penting untuk melatihkan komunikasi kepada para remaja, untuk secara asertif dan
terbuka menyampaikan keputusan dan pendapatnya. Misalnya: mau berkata tidak atau
menolak ajakan berpacaran, walaupun teman-temannya yang lain sudah berpacaran. Hal ini
berhubungan dengan nilai yang dianut oleh remaja tersebut.

Privasi dan hak atas tubuh


Privasi adalah kebebasan atau keleluasaan pribadi. Setiap individu memiliki hak untuk
memiliki privasi, baik dalam bentuk informasi maupun perlindungan untuk tubuhnya secara
fisik. Pemahaman mengenai batasan diri akan menentukan ketegasan seseorang untuk
membuat batas dalam privasinya. Hal ini juga akan mendorong rasa percaya diri dan
keteguhan untuk memegang nilai-nilai baik yang dianut.

Mengapa remaja perlu mengetahui privasi dan hak atas tubuh


Remaja sebagai individu juga memiliki hak privasi dan hak atas tubuhnya. Hal ini perlu
diketahui oleh remaja agar mereka dapat melindungi haknya tersebut dan yang penting juga
adalah mereka dapat menghargai privasi dan hak atas tubuh orang lain. Dengan demikian
dapat terjalin hubungan interpersonal yang lebih sehat dengan orang lain.

Sentuhan baik dan buruk


Salah satu perilaku yang membutuhkan “Persetujuan” adalah sentuhan sebagai salah satu
cara setiap orang untuk berkomunikasi satu sama lain. Namun, dalam sentuhan ada
batasan-batasannya. Batasan diperlukan untuk melindungi diri dari manipulasi,
penyalahgunaan, atau tindak kekerasan orang lain. Sentuhan terdiri dari sentuhan baik dan
sentuhan buruk.

Sentuhan baik adalah sentuhan yang dirasakan nyaman dan aman. Bahkan membuat kita
merasa disayangi. Contohnya berjabat tangan dengan teman atau guru atau saat orangtua
memeluk dan mencium anaknya saat akan tidur maupun bangun tidur.

Sentuhan buruk adalah sentuhan yang membuat merasa tidak nyaman, merasa kotor,
takut, khawatir, bingung, marah, bersalah dan menimbulkan perasaan negatif lainnya.
Sentuhan yang membuat kita merasa terluka secara fisik maupun perasaan. Contohnya
ketika seseorang menyentuh bagian tubuh kita sementara kita tidak ingin disentuh pada
bagian tersebut. Termasuk ketika orang lain memaksa kita menyentuh bagian tubuhnya.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 12


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Selain itu, juga termasuk ketika pelaku meminta kita untuk tidak memberitahukan ke orang
lain atau bahkan dengan ancaman.

Perlu disampaikan kepada remaja bagian tubuh mana yang menurutnya wajar atau tidak
wajar untuk disentuh oleh orang lain. Misalnya bagian yang bisa disentuh orang lain yang
dikenal adalah bagian kepala, tangan dan kaki. Dan bagian kepala yang tidak boleh adalah
bagian tubuh yang ditutupi pakaian dalam.
Hal penting lainnya yang perlu dipahami dan dilatihkan kepada remaja adalah tindakan yang
harus segera lakukan ketika mengalami sentuhan buruk atau sentuhan yang membuat
mereka merasa tidak nyaman.
Tindakan yang perlu dilakukan, misalnya:
- Menyampaikan keberatan kepada orang tersebut bahwa yang dilakukannya membuat
tidak nyaman
- Menjauh dari pelaku
- Memberitahu orang lain (orang tua atau orang dewasa yang dapat dipercaya) tentang
kejadian yang telah dialami
- Berteriak dan melawan jika merasa terancam dan tidak bisa menjauh.

Menyampaikan, menerima dan mengidentifikasi “Persetujuan”


Menyampaikan, menerima dan mengidentifikasi persetujuan adalah keterampilan.
Keterampilan ini perlu dilatihkan kepada remaja. Kemampuan komunikasi, berpikir kritis dan
empati berperan dalam proses menyampaikan, menerima dan mengidentifikasi persetujuan
ini.

Kemampuan menyampaikan dapat dilatihkan dengan mempraktekkan pola komunikasi


asertif, yaitu mengungkapkan perasaan, pendapat maupun gagasan secara langsung dan
jujur sesuai dengan yang dirasakan oleh individu tersebut. Jika dirasa perlu, alasan ataupun
argumentasi pun perlu disampaikan agar orang lain dapat mengerti latar belakang
keputusan yang telah diambil.

Menerima persetujuan dapat dilatihkan dengan mempraktekkan sikap saling menghargai


dan bertoleransi atas keputusan orang lain. Memahami bahwa setiap orang memiliki nilai
dan normanya masing-masing menjadi dasar penerimaan atas perbedaan keputusan yang
dilakukan. Sesuatu yang dapat dilakukan oleh seseorang, mungkin saja tidak dapat
dilakukan oleh orang lain.

Mengidentifikasi persetujuan dapat dilatihkan dengan empati. Empati memungkinkan


seseorang untuk memahami orang lain, walaupun komunikasi yang terjadi tidak berlangsung
secara baik. Dengan empati, tanda-tanda komunikasi non verbal dapat lebih diterima.
Empati juga membuat seseorang dapat lebih mudah menerima keputusan orang lain,
walaupun dapat saja keputusan tersebut bertentangan dengan keputusannya sendiri.

Membuat keputusan

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 13


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Ketika remaja berhadapan pada situasi yang bertentangan dengan pengetahun, nilai, norma
maupun perilaku yang tidak menyenangkan terjadi pada dirinya, maka remaja perlu
membuat keputusan.

Keputusan yang salah dapat membuat masa depan menjadi suram. Kesalahan dalam
pengambilan keputusan akan menyebabkan frustasi, putus asa atau asal-asalan dalam
menentukan langkah.
Keterampilan pengambilan keputusan bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
adalah beberapa cara dalam melakukan pengambilan keputusan, antara lain:
a. Membuat daftar pilihan/alternatif solusi.
b. Jangan mengambil keputusan saat sedang emosi.
c. Jernihkan pikiran, sehingga kondisi menjadi tenang dalam menemukan solusi.
d. Mempertimbangkan hasil yang mungkin terjadi didasarkan pada pengalaman atau
pengamatan.
e. Pilihlah keputusan terbaik dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, pendidikan,
keluarga dan spiritual.
f. Komunikasikan hasil keputusan kepada orang lain yang bekaitan, agar mereka juga
dapat membantu dalam melaksakan keputusan tersebut.
g. Melaksanakan keputusan dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab.

Topik 3. Hubungan dengan Orang lain

Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
(Stuart dan Sundeen,1991: 372 ). Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, yang
terbentuk melalui pengalaman hidup dan interaksi dengan lingkungan, dan mendapat
pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting. (Shavelson, Hubner and Stanton (1974)

Teori Perkembangan Konsep Diri


 Konsep diri belum ada sejak lahir tapi berkembang secara bertahap dan dipelajar
melalui kontak sosial dan pengalaman;
 Proses eksplorasi diri sendiri, hubungan dengan orang dekat dan bermanfaat bagi
dirinya;

Konsep diri berkembang dengan baik bila:


• Budaya dan pengalaman dalam keluarga memberikan pengalaman yang positif;
• individu memperoleh kemampuan yang berarti;
• Mampu beraktualisasi diri sehingga individu menyadari potensi yang ada pada dirinya.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 14


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Pengalaman awal dalam kehidupan keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri
karena keluarga dapat memberikan perasaan diri yang kuat dan tidak kuat serta perasaan
diterima atau ditolak.

Komponen konsep diri


1. Gambaran diri
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar atau tidak sadar
termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu.

2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan
standar pribadi. Standar ini berhubungan dengan tipe orang atau sejumlah aspirasi cita-cita
nilai yang dicapai. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi
oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Ini diperlukan oleh
individu untuk memacu dirinya ke tingkat yang lebih baik.

3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai degan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari penghargaan diri
sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai dan dihormati. Jika individu
selalu berhasil maka cenderung mempunyai harga diri yang tinggi dan jika individu sering
mengalami kegagalan maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah.

Untuk meningkatkan harga diri dapat dilakukan dengan:


a. Memberi kesempatan untuk berhasil yaitu dengan memberikan tugas yang
memungkinkan diselesaikan, kemudian diberi pujian atau penghargaan atas
keberhasilannya.
b. Menanamkan/memberi gagasan yang dapat memotivasi kreativitas untuk berkembang.
c. Mendorong aspirasi dengan menanggapi pertanyaan dan pendapatnya serta memberi
dukungan terhadap aspirasi yang positif sehingga merasa diterima.

Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia, sehingga :


a. Semakin dekat diri ideal kita dengan citra diri kita, semakin tinggi harga diri kita.
b. Semakin jauh diri ideal kita dengan citra diri kita, semakin rendah harga diri kita.
c. Tinggi rendahnya harga diri seseorang akan mempengaruhi kepercayaan dirinya.

4. Peran
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat menjadi pencetus stres
terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 15


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak
jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang berlebihan.

Konflik peran dialami jika peran yang diminta konflik dengan system individu atau peran
yang konflik satu sama lain; Peran tidak jelas terjadi jika pelaku diberi peran yang tidak jelas
dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan; Peran tidak sesuai terjadi jika individu
dalam proses transisi merubah nilai dan sikap; Peran berlebihan terjadi jika individu
menerima banyak peran tetapi tidak mampu untuk melakukannya.

5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri merupakan gabungan dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang
kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain termasuk
persepsinya terhadap jenis kelamin, memiliki otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,
respek diri, mampu dan menguasai diri, mengatur diri sendiri dan menerima diri.

Ciri-ciri individu identitas diri positif adalah:


- Mengenal diri sebagai organisme yang utuh, terpisah dari orang lain.
- Mengakui jenis kelamin sendiri
- Memandang berbagai aspek diri sebagai suatu keselarasan
- Menilai diri sesuai dengan penilaian masyarakat
- Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan yang akan datang
- Memiliki tujuan yang dapat direalisasikan

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah pada
kerendahan hati dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang
mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.

Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah :


- Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai rasa percaya
diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak
lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
- Merasa setara dengan orang lain. ia selalu rendah hati, tidak sombong, tidak mencela
atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
- Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa
menghilangkan rasa rendah hati, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak
membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
- Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta
perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan
orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak di
setujui oleh masyarakat.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 16


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
- Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian
yang tidak disenangi orang lain dan berusaha untuk memperbaiki atau intropreksi diri
menjadi lebih baik sebelum menginstrospeksi orang lain, agar diterima di lingkungannya.

Tanda-Tanda individu yang memiliki konsep diri negatif adalah :


- Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik dan mudah marah atau naik
pitam. ini berarti individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya, sehingga
kritikan dianggap sebagai hal yang salah. Bagi orang seperti ini koreksi sering
dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Orang yang memiliki
konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras
mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru;
- Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari
pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian. Bagi
orang seperti ini, semua hal yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian.
Bersamaan dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap
orang lain.
- Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun
dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan
atau pengakuan pada kelebihan orang lain;
- Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena
itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan
kehangatan dan keakraban persahabatan, berarti individu tersebut merasa rendah diri
atau bahkan berperilaku yang tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau
bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan);
- Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk
bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan
berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
- Konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia mengalami
kegagalan akan menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain. Konsep diri
positif akan bersikap optimis, percaya diri sendiri dan selalu bersikap positif terhadap
segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialami. Kegagalan tidak dipandang
sebagai akhir segalanya, namun dijadikan sebagai penemuan dan pelajaran berharga
untuk melangkah ke depan. Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu
menghargai dirinya sendiri

Pertemanan dan pengaruh teman


Hampir semua orang, mempunyai hubungan interpersonal untuk menjadi bahagia.
Hubungan interpersonal adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Kegiatan seperti bekerja sama, melakukan kegiatan secara bersama, curhat dengan
orang lain dikategorikan sebagai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal timbul
akibat rasa ketertarikan dengan orang lain. Rasa tertarik bukan hanya didefinisikan sebagai

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 17


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
cinta atau suka melainkan juga melalui rasa empati. Contohnya adalah pertemanan atau
persahabatan.

Melakukan hubungan interpersonal sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Tak


terbayangkan bila kita hidup tanpa melakukan hubungan interpersonal. Beberapa alasan
yang dapat menimbulkan hubungan interpersonal adalah rasa ketertarikan yang positif,
adanya kesamaan, efek timbal balik yang memberikan keuntungan positif serta perasaan
nyaman bisa saling berbagi. Hubungan interpersonal memiliki banyak manfaat, salah
satunya adalah dukungan sosial. Setelah kita melakukan hubungan interpersonal maka kita
dapat lebih percaya diri dan semangat dalam menghadapi suatu hal.

Remaja biasanya mempunyai teman sebaya, baik di sekolah, rumah maupun di


lingkungannya. Menurut Santrock (2007), teman sebaya (peer) adalah anak-anak atau
remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Cukup banyak istilah
yang dipakai dalam pertemanan. Ada yang menyebut teman atau sahabat.

Empat fungsi hubungan teman sebaya, mencakup:

1. Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk
memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stres;
2. Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk
pemecahan masalah dan mendapatkan pengetahuan;
3. Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya
keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk
kelompok) diperoleh atau ditingkatkan;
4. Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan
lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan
teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.

Selagi masih remaja, kita perlu terus menjalin persahabatan dengan teman sebaya. Ini
adalah salah satu cara untuk mengembangkan diri. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh
antara lain:
- Biasanya dengan sahabat kita bisa berbicara terbuka dan jujur. Hal ini memberikan
kemampuan kita untuk peka pada kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan keinginan
orang lain. Persahabatan memungkinkan kita untuk saling berbagi dalam banyak hal,
termasuk persoalan yang bersifat pribadi. Persahabatan dapat memberikan kesempatan
bagi kita untuk menggali dan mengenali diri sendiri.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 18


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
- Kepekaan kita karena persahabatan akan dapat meningkatkan rasa empati atau dapat
merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kebersamaan dengan teman menjadikan kita
akan merasa memperoleh dukungan, termasuk saat kita sedang bermasalah atau
sewaktu mengalami stres.
- Sikap positif yang ada pada kita seperti disiplin, rajin belajar, patuh pada orang tua, bisa
ditiru atau diikuti oleh sahabat maupun sebaliknya. Kalau kita melakukan hal baik, akan
terlihat baik di mata teman.

Selain hal-hal positif yang ditimbulkan dari persahabatan dengan teman sebaya ada juga
ternyata aspek negatifnya antara lain:
- Karena ingin diakui atau diterima oleh teman, kita kadang melakukan hal-hal yang
kurang pas. Karena takut dibilang aneh, walau salah, kita tetap lebih menerima
pendapat teman dibanding pilihan kita sendiri
- Kita juga jadi suka termakan tren. Kalau teman lain membeli sepatu atau tas baru
misalnya, terkadang kita pun tidak mau kalah dan ingin mengikutinya
- Kadang karena terlalu sering bersama teman, kita jadi tidak punya cukup waktu untuk
melakukan hal-hal lain yang menarik termasuk jadi jarang ketemu keluarga.

Hubungan sehat dan tidak sehat dengan orang lain


Ketika remaja membina hubungan dengan orang lain (keluarga, teman, sahabat, pacar atau
masyarakat), remaja perlu memahami hubungan yang sehat dan tidak sehat. Hubungan
yang sehat adalah hubungan yang memiliki karakteristik komunikasi yang terbuka, tingginya
tingkat kepercayaan satu sama lain, dan pasangan yang usianya relatif dekat atau tidak jauh
berbeda (Sorensen, 2007).

Hubungan yang sehat dapat membantu individu untuk membentuk identitasnya,


mengembangkan keterampilan interpersonal dan mendapatkan dukungan emosional. Akan
tetapi, tidak selamanya hubungan dapat memberikan dampak yang positif, ada pula
hubungan yang tidak sehat yang justru memberikan dampak negatif yang berkepanjangan.

Hubungan interpersonal adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Kegiatan seperti bekerja sama, melakukan kegiatan secara bersama, curhat dengan
orang lain dikategorikan sebagai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal timbul
akibat rasa ketertarikan dengan orang lain. Rasa tertarik bukan hanya didefinisikan sebagai
cinta atau suka melainkan juga melalui rasa empati. Contohnya adalah pertemanan atau
persahabatan.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 19


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Hubungan Intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri
komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi intrapersonal merupakan
keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan.

Sebaliknya, hubungan yang tidak sehat adalah hubungan lebih banyak dampak negatif yang
didapatkan dibandingkan dampak positif, individu dapat mempertimbangkan kembali apakah
ia perlu mempertahankan hubungan tersebut atau tidak dan memberikan jawaban yang
tegas kepada pasangannya.

Manfaat yang kita dapat dengan melakukan hubungan interpersonal adalah dukungan sosial
dan rasa nyaman dengan lingkungan. Dukungan sosial perlu dimiliki karena (menurut
Stroebe dan Stroebe, 1997 dalam Hewstrone, Fincham dan Foster, 2005) individu yang
merasa terintegrasi dengan lingkungan sosialnya akan berdampak positif pada kesehatan
fisik maupun psikologisnya, termasuk kesehatan reproduksi.

Ciri-ciri hubungan yang tidak sehat adalah:


a. Perasaan takut pada seseorang contohnya kamu jadi selalu memikirkan hal yang harus
dilakukan apabila berada di dekat orang tersebut. Kamu jadi selalu merasa hati-hati
dengan ucapan dan tindakan kamu.
b. Seseorang membuatmu merasa tidak berharga contohnya seperti mengejek dan tidak
menghargai pendapatmu
c. Seseorang berlaku kasar atau mengancam kamu contohnya dia mengancam akan
menyakiti kamu bahkan menghancurkan barang kamu
d. Seseorang menunjukkan perilaku mengontrol Contohnya pacar yang cemburu
berlebihan dan selalu membatasi ruang geraknya bahkan mengontrol apa yang
dilihatnya di media sosial

Cinta, ekspresi dan komitmen

Cinta
Cinta adalah salah satu bentuk dari emosi dan perasaan yang dimiliki setiap orang. Makna
cinta bagi remaja berbeda-beda, ada yang memberi arti cinta sebatas rasa kasih sayang
sebagaimana yang diberikan oleh orang tua, karena pengalaman yang dimiliki memang
sebatas itu. Tapi ada juga yang memberi arti cinta sebagai perasaan ketertarikan terhadap
orang lain, bahkan sampai muncul rasa ingin memiliki, karena ada pengalaman hidup yang
membuat dia nyaman.

Seseorang yang sama bisa saja memberi arti cinta yang berbeda di situasi atau suasana
hati yang berbeda. Misalnya, remaja yang lain yang sedang dibuai kasih sayang, mungkin

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 20


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
akan memberi arti cinta dengan sejuta rasa yang menyenangkan. Karena cinta adalah
bagian dari emosi, maka remaja sangat perlu memahami perubahan emosi dan
mengelolanya ketika mereka mencintai seseorang. Cinta dapat ditujukan kepada banyak hal
misalnya: cinta kepada keluarga, cinta kepada teman, cinta kepada orang lain menarik hati,
cinta kepada diri sendiri, cinta kepada negara, dan lain-lain.

Cinta dapat memberikan dampak positif bagi remaja, yaitu memberikan semangat dan
motivasi untuk meraih cita-cita ke depan, selain juga membuat remaja menjadi lebih peduli
terhadap diri sendiri dan orang lain. Sudah seharusnya pula cinta selalu memberikan
dampak positif bagi kehidupan pribadi maupun orang yang dicintai.

Namun, terkadang cinta juga dapat memberikan dampak negatif, misalnya:


1) Cinta semu;

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang remaja terjebak oleh cinta yang semu seperti cinta
pada artis idola, atau ngefans. Sebenarnya ini wajar namun terkadang remaja menjadi
tidak obyektif seperti membenarkan semua yang dilakukan oleh idola padahal yang
dilakukan adalah hal yang negatif. Idola menjadi acuan dan ditiru perilakunya.

Sebenarnya ini adalah cara remaja untuk menutupi ketidakmampuan dan


ketidakpercayaan diri. Segala hal yang positif selalu ditampakkan melalui tokoh idola,
bukan dari dalam diri remaja sendiri.

2) Mencintai secara berlebihan

Mencintai secara berlebihan dapat membuat seseorang menjadi ketergantungan,


misalnya diekspresikan dengan “aku tak bisa hidup tanpamu”. Selain itu juga cinta yang
berlebihan membuat remaja merasa memiliki sampai mengatur hidup orang yang dia

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 21


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
cintai. Cinta seperti itu dapat menimbulkan tindakan yang akan menyakiti baik terhadap
diri sendiri atau terhadap orang yang dicintai. Hubungan pertemanan yang sangat dekat
juga dapat mengakibatkan terjadinya hubungan seksual

Ekspresi Cinta
Mengekspresikan cinta kepada orang lain dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya
dengan memberikan semangat, perhatian, dukungan maupun dengan kata-kata. Seringkali
remaja menyalahartikan ekspresi cinta ini hanya dengan sentuhan fisik, padahal banyak hal
lain yang dapat dilakukan untuk dapat menyampaikan perasaannya kepada orang lain.

Cinta adalah bentuk emosi positif yang diungkapkan secara berbeda oleh setiap individu.
Sebagai emosi positif, cinta harus diartikan sebagai unsur emosi di mana ada rasa saling
menghormati, saling percaya dan saling menghormati untuk menjaga hubungan ketertarikan
seksual yang menimbulkan perasaan senang.

Ekspresi cinta kini diartikan sebagai emosi negatif di mana dorongan nafsu yang berperan
besar dalam suatu hubungan. Dampak akan mempengaruhi remaja ketika hubungan
berlanjut, termasuk peningkatan angka kehamilan di luar nikah, putus sekolah, dan
peningkatan penularan HIV / AIDS.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah keadaan darurat terhadap perilaku seksual remaja. Oleh karena itu,
remaja perlu dilatih untuk mencegah ekspresi cinta yang berlebihan.

Pesan Kunci :
Ekspresi cinta jangan berlebihan, bangunlah cinta sebagai bentuk emosi positif, terdapat
rasa saling menghormati, saling percaya untuk menjaga hubungan

Komitmen
Komitmen adalah suatu keadaan dimana seseorang membuat perjanjian (keterikatan), baik
kepada diri sendiri maupun kepada orang lain yang tercermin dalam tindakan/ perilaku
tertentu yang dilakukan secara sukarela maupun terpaksa. Komitmen adalah suatu bentuk
kewajiban yang mengikat seseorang dengan sesuatu, baik itu diri sendiri maupun orang lain,
tindakan tertentu, atau hal tertentu.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 22


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Secara terminologi, kata “komitmen” berasal dari bahasa Latin, yaitu “commiter” yang berarti
menyatukan, mengerjakan, menggabungkan, dan mempercayai. Sehingga menurut asal
katanya, arti komitmen adalah suatu sikap setia dan tanggungjawab seseorang terhadap
sesuatu, baik itu diri sendiri, orang lain, organisasi, maupun hal tertentu.

Dari penjelasan pengertian komitmen di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa secara umum
tujuan dari komitmen adalah untuk memberikan jaminan sehingga sesuatu tidak berubah di
masa depan dan tetap sesuai dengan isi komitmen.

Menurut Steers dan Porter (1983), arti komitmen adalah suatu keadaan dimana individu
menjadi terikat oleh tindakannya sehingga akan menimbulkan keyakinan yang menunjang
aktivitas dan keterlibatannya.

Ciri-Ciri Komitmen
Komitmen di dalam diri seseorang timbul karena adanya rasa tanggungjawab terhadap
sesuatu. Sebagian orang berkomitmen karena menyukai yang dilakukannya, sedangkan
sebagian orang lainnya berkomitmen karena adanya perasaan takut kehilangan sesuatu jika
tidak menjalankan komitmennya.
Adapun ciri-ciri komitmen adalah sebagai berikut:
1. Adanya perjanjian yang disepakati, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak
lain.
2. Terdapat tujuan atau goal tertentu yang ingin dicapai setelah melaksanakan komitmen.
3. Semua pihak yang terlibat dalam suatu komitmen harus bertanggungjawab dengan isi
perjanjian.
4. Adanya kesetiaan (loyalitas) dari semua pihak terhadap tujuan yang ingin dicapai.

Adapun beberapa contoh bentuk komitmen adalah sebagai berikut:


1. Komitmen Terhadap Diri Sendiri. Adalah bentuk komitmen yang berlandaskan
adanya keinginan dari diri sendiri untuk mencapai sesuatu yang lebih baik. Misalnya,
seseorang berkomitmen untuk melakukan gaya hidup sehat dengan mengonsumsi
makanan sehat dan berolah raga. Hasil akhir yang ingin dicapai dari komitmen ini adalah
tubuh yang lebih sehat dan berat badan yang ideal.
2. Komitmen Terhadap Keluarga. Bentuk komitmen yang berasal dari diri seseorang
terhadap keluarganya. Artinya, seseorang tidak hanya mementingkan dirinya tapi juga
bertanggungjawab terhadap keluarganya. Misalnya seseorang suami yang berkomitmen
pada keluarganya untuk memberikan nafkah lahir dan batin.
3. Komitmen dalam Bekerja. Menurut John Meyer dan Natalie Allen dalam buku
berjudul “Human Resource Management Review”, ada tiga model komitmen kerja
seseorang terhadap perusahaan tempatnya bekerja.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 23


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
4. Komitmen Dalam Hubungan. Semua hubungan manusia membutuhkan komitmen
guna mempertahankan hubungan tersebut. Misalnya hubungan pernikahan, hubungan
persahabatan, dan lain-lain.
5. Komitmen Terhadap Lingkungan Hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya
juga membutuhkan suatu komitmen agar kondisi alam tetap baik seperti adanya.
Misalnya komitmen para pendaki gunung untuk tidak membuang sampah sembarangan
dan bertanggungjawab untuk menjaga lingkungan alam tetap asri.

Pesan Kunci :
Semua hubungan manusia membutuhkan komitmen guna mempertahankan hubungan
tersebut. Misalnya hubungan pernikahan, hubungan persahabatan, dan lain-lain.
Komitmen bagi remaja menjadi penting untuk mulai belajar bertanggung jawab,
termasuk bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.

Toleransi
Untuk membina hubungan yang sehat, remaja perlu memiliki sikap toleransi dan saling
menghargai. Menurut KBBI, Toleransi adalah sifat atau sikap toleran: dua kelompok yang
berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh --; 2 batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; 3 penyimpangan yang masih
dapat diterima dalam pengukuran kerja; Definisi lain dari toleransi adalah suatu sikap yang
saling menghargai kelompok-kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam
lingkup lainnya.

Selain sikap toleransi dan saling menghargai, keterampilan penting dalam membina
hubungan sehat dengan orang lain adalah melalui komunikasi.

Komunikasi Efektif
Komunikasi adalah aktivitas menyampaikan pesan mengenai apa yang ada dalam pikiran
yang dapat berupa gagasan, harapan, keinginan dan perasaan yang ingin kita sampaikan
kepada orang lain. Komunikasi disebut juga seni untuk mempengaruhi orang lain. Dalam
interaksi keluarga penyampai pesan dapat berupa ayah, ibu, orang tua, anak, suami, isteri
dan anggota keluarga lainnya.

Penyampaian pesan dalam komunikasi dilakukan dalam dua bentuk :


a. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan dengan cara lisan
ataupun tulisan (tertulis). Contoh: ayah dan ibu berdiskusi tentang sekolah anak-anak,
ibu meminta tolong kepada anak untuk membuatkan minum, atau kakak menulis surat
kepada temannya.
b. Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan melalui isyarat, bahasa tubuh,
ekspresi wajah, sandi atau kode, dan juga intonasi suara. Contohnya ketika ibu
memasang wajah yang muram atau cemberut, meskipun tidak mengucapkan kata
sedikitpun, itu adalah bentuk komunikasi non verbal.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 24


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Cara menyikapi atau merespon lawan bicara, perilaku komunikasi dapat berupa komunikasi
pasif, aktif dan agresif. Harus diciptakan komunikasi yang efektif yang akan selalu terkait
dengan cara kita menyikapi lawan bicara, apakah kita akan berlaku agresif, bertindak
asertif, atau memilih sikap pasif. Tindakan kita untuk memilih agresif, pasif atau asertif
menjadi penentu hasil akhir sebuah komunikasi.

Berikut ini beberapa perbedaan dalam perilaku komunikasi agresif, pasif, maupun asertif:
a. Komunikasi agresif
Pada perilaku ini, seseorang akan cenderung mempertahankan sikap dan pendapat tanpa
mempedulikan orang lain, serta menginginkan hasil akhirnya sebagai pemenang dari
komunikasi yang terjadi.
Ciri-ciri perilaku agresif yaitu antara lain:
1. Terlalu banyak membuat permintaan kepada orang lain.
2. Terlalu dominan dalam menyuruh dan memerintah orang lain.
3. Kontak mata cenderung tegas dan melotot kepada lawan bicara.
4. Bahasa tubuh kaku dan menunjuk-nunjuk atau mengepalkan tangan.
5. Postur tubuh tegang dan cenderung membusungkan dada.
6. Ekspresi muka tampak memerah atau menahan emosi.
7. Intonasi suara tinggi dan berbicara keras dengan berapi-api.

Sikap perilaku komunikasi agresif bisa berdampak buruk bagi diri pribadi dalam keluarga.
Diantaranya adalah :
1. Menjadi terasing dari orang lain, tidak disukai anggota keluarga lainnya.
2. Menimbulkan rasa takut dan benci pada orang lain.
3. Lebih banyak menyalahkan orang lain daripada mencari tahu akar masalah sendiri.

b. Komunikasi pasif
Pada perilaku ini, seseorang akan cenderung menghindari konflik atau konfrontasi dengan
lawan bicara, demi menjaga suasana damai dan tenang. Orang dengan perilaku pasif akan
cenderung mengalah dengan mengorbankan kepentingan pribadi yang mungkin saja lebih
penting daripada hubungan komunikasi tersebut.

Beberapa ciri-ciri perilaku pasif yaitu:


1. Tidak mampu membuat permintaan kepada lawan bicara atau orang lain.
2. Cenderung menyimpan keinginan dalam hati dan enggan untuk diungkapkan.
3. Tidak mampu berkata “tidak” atau menolak permintaan orang lain, walau sebenarnya
tidak menginginkan permintaan tersebut.
4. Menghindari kontak mata lawan dan tidak mampu menatap lawan bicara.
5. Bahasa Tubuh gugup, salah tingkah, dan tangan cenderung berkeringat.
6. Postur Tubuh cenderung bungkuk, lemah atau lemas.
7. Muka memerah karena menahan malu atau pucat.
8. Berbicara pelan bahkan nyaris tidak terdengar

Dampak komunikasi pasif bagi para pelaku diantaranya berakibat :

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 25


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
1. Merasa cemas karena hidup terasa di luar kontrol diri.
2. Merasa tertekan karena merasa terjebak dan putus asa.
3. Kesal (tapi tidak sadar) karena kebutuhan tidak terpenuhi.
4. Sering merasa bingung karena mengabaikan perasaan sendiri.
5. Tidak akan dewasa (mature) karena masalah nyata tidak pernah teridentifikasikan.

c. Komunikasi Asertif
Perilaku ini merupakan perilaku manusia efektif. Seseorang yang asertif tidak akan
mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Begitu pula sebaliknya, ia tidak
semena-mena menahan diri dari intervensi orang lain. Seseorang tersebut akan mengajak
lawan bicara untuk menemukan kemenangan bersama atau kemenangan bagi kedua belah
pihak. Perilaku asertif adalah contoh komunikasi efektif yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari,

Ciri-ciri pelaku asertif yaitu:


1. Mampu membuat permintaan kepada orang lain dengan cara wajar, tanpa menunjukkan
sikap kuasa atau kata perintah.
2. Mampu menolak permintaan orang lain dengan sikap wajar, sopan dan tidak menyakiti
perasaan orang lain dan perasaan diri sendiri.
3. Kontak mata terjadi secara wajar, dengan pandangan yang tenang dan pantas.
4. Bahasa tubuh luwes, tenang dan wajar dengan aura keakraban.
5. Postur tubuh tegap, tenang dan rileks.
6. Muka tampak berseri-seri, penuh senyuman dan ekspresi wajar.
7. Berbicara dengan intonasi sedang, volume suara cukup, dan terasa lemah lembut.

Pola komunikasi asertif ini sangat jelas dampaknya pada para pelaku yakni :
1. Perasaan terhubung dengan orang lain.
2. Mempunyai kendali pada kehidupan pribadi.
3. Bersikap dewasa karena mampu menggarisbawahi isu masalah yang timbul.
4. Membangun suasana respek bagi orang lain untuk tetap tumbuh dan dewasa.

Keterampilan Komunikasi Asertif


Komunikasi yang baik disebut juga dengan komunikasi asertif. Komunikasi asertif adalah
kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif tanpa terlalu banyak terganggu
dengan apa yang orang lain mungkin pikirkan atau katakan.

Perilaku asertif tidak sama dengan dengan perilaku agresif. Orang asertif berani
menyuarakan sesuatu yang menjadi pendapatnya dengan tetap menghargai orang lain.
Komunikasi asertif juga akan menuntun seseorang untuk memutuskan antara mengatakan
‘ya’ atau ‘tidak’ untuk situasi tertentu. Sebaliknya, orang yang kurang asertif cenderung
selalu berkata ‘ya’ meskipun sebenarnya dia tidak berada dalam mood untuk melakukan hal
tersebut.

Berikut adalah beberapa kelebihan seseorang bersikap asertif.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 26


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
1. Bebas dari konflik internal
Komunikasi asertif harus tetap mengedepankan hubungan saling menghormati.
Sikap asertif akan membuat seseorang terhindar dari stres dan tekanan yang tidak
perlu dari lingkungan.
2. Meningkatkan percaya diri
Komunikasi asertif membantu meningkatkan kepercayaan diri. Orang yang asertif
berarti tidak ragu dalam menyuarakan pendapatnya. Orang lain juga akan cenderung
menghargai orang yang asertif karena berani menyuarakan pikiran dan memilih
memberikan jawaban yang jujur. Apresiasi dan penghargaan dari orang lain pada
akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri kamu yang telah bersikap asertif.
3. Membantu mengelola stres
Bersikap asertif membuat seseorang lebih mudah mengelola stres. Orang yang
asertif tidak akan menyesali apa yang dilakukan karena telah menyuarakan apa yang
menjadi pendapat dan keyakinannya.
4. Hidup yang tidak terikat dan bebas
Orang asertif selalu percaya dengan prinsipnya tanpa terlalu banyak terganggu
dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang asertif umumnya bahagia dan percaya
diri karena mampu menentukan pilihan dan tujuan hidupnya sendiri. Orang lain tidak
akan bisa memanfaatkan orang yang asertif karena perilaku asertif membuat
seseorang tetap kukuh dengan prinsipnya. Sebaliknya, orang yang tidak bisa berkata
‘tidak’ cenderung dimanfaatkan orang lain karena ketidakmampuannya untuk
menolak.
Tidak bisa dipungkiri bahwa remaja sangat dekat dengan teman sebayanya. Remaja
sangat senang membentuk kelompok-kelompok teman sebaya. Tidak menutup
kemungkinan bahwa remaja akan menghadapi berbagai situasi selama
bersosialisasi dengan orang lain. Situasi yang dihadapi bisa merupakan situasi positif
maupun negatif yang berdampak terhadap kehidupan remaja.
5. Remaja yang menghadapi situasi sulit dalam pergaulannya misalnya banyak
mengalami tekanan dari teman sebaya maupun dari lingkungan sekitarnya. Tekanan
dari sebaya dirasa berat apabila remaja tidak mampu menangkal tekanan-tekanan
tersebut secara positif.

Remaja tanpa sadar mendapat tekanan untuk berpenampilan dan berperilaku seperti teman
sebayanya atau peer groupnya agar dapat diterima didalam kelompok. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian oleh Family and Consumer Science di Ohio Amerika Serikat
menunjukkan fakta bahwa kebanyakan remaja mulai merokok karena dipengaruhi oleh
temannya terutama sahabat yang lebih dahulu merokok. Remaja yang lingkungannya
merokok akan lebih mudah ikut-ikutan merokok terutama bila remaja tersebut rentan
terhadap tekanan teman sebaya. Demikian juga pada penyalahgunaan Napza dan seks
bebas dimana remaja tersebut ikut-ikutan teman sebaya yang sudah melakukan seks bebas
dan memakai Napza.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 27


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
Bersikap atau berperilaku asertif adalah ketika seseorang mampu untuk berkata “tidak”,
mampu meminta pertolongan, mampu mengekspresikan perasaan baik positif maupun
negatif secara wajar, serta mampu berkomunikasi tentang hal-hal yang bersifat umum.
Jadi bersikap atau berperilaku asertif adalah berani untuk jujur secara terbuka menyatakan
kebutuhan, perasaan dan pikiran secara tegas tanpa menyinggung perasaan orang lain atau
melanggar hak orang lain.

Pentingnya Bersikap atau Berperilaku Asertif


Remaja sering tidak dapat berperilaku asertif disebabkan takut mengecewakan orang lain,
rasa solidaritas terhadap teman sebaya, takut tidak disukai dan tidak diterima dalam
kelompok peer groupnya. Oleh sebab itu remaja perlu untuk melatih sikap atau perilaku
asertif untuk menangkal hal-hal negatif akibat pengaruh pergaulan dengan sebayanya.
Pentingnya menumbuhkan sikap dan perilaku asertif adalah dapat membantu remaja
menjalin hubungan secara efektif.

Remaja akan mudah untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakannya kepada
orang lain secara langsung sehingga tidak hanya mengikuti kemauan orang lain saja. Oleh
karena itu remaja akan diuntungkan karena remaja dapat menolak ajakan yang membawa
dampak negatif terhadap dirinya dan orang lain.

Selain itu, pentingnya bersikap atau berperilaku asertif pada remaja adalah meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi secara jujur, sabar, percaya diri dan tidak menyinggung
perasaan orang lain. Remaja akan dapat memahami dirinya dan orang lain karena remaja
tahu apa yang diinginkannya dan orang lain sehingga remaja bebas mengekspresikan diri
sendiri yang akan dapat meningkatkan harga diri dan rasa percaya dirinya.

Remaja yang berperilaku asertif mampu dalam membuat keputusan bagi dirinya sehingga
akan lebih mudah menggapai peluang untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Dalam
hal ini, remaja mampu membuat keputusan akan berperilaku positif atau negatif dan
mempunyai keputusan sendiri untuk memilih lingkungan pergaulan yang positif sehingga
terhindar dari resiko-resiko seks bebas yang tidak aman, Napza dan HIV/AIDS serta hal-hal
negatif lainnya.

Agar dapat berperilaku asertif ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan:
1. Kenali diri sendiri dengan baik, apa yang menjadi kelebihan dan apa yang menjadi
kekurangan, kesukaan, ideologi, dan sebagainya.
2. Kembangkan nilai dan kepercayaan yang dapat membuat kita bersikap asertif
3. Pelajari ketrampilan bersikap atau berperilaku asertif, mulai dari mengungkapkan apa
yang diinginkan kepada orang lain, kemudian memperhatikan keinginan orang lain tetapi
tetap mampu mengungkapkan keinginan sendiri
4. Latihan bersikap asertif bisa dilakukan berulang-ulang dengan teman atau keluarga dan
minta mereka untuk memberikan masukan atau evaluasi
5. Kembangkan kemampuan komunikasi yang efektif sehingga dalam penyampaian sikap
asertif akan lebih mudah. Misalnya, belajar berbicara yang disertai dengan kontak mata

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 28


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
dan sikap tubuh yang terbuka dan santai, nada suara mantap serta ekspresi wajah
sesuai dengan pesan yang disampaikan
6. Berani katakan ‘tidak” untuk ajakan yang tidak bermanfaat bahkan cenderung
menyesatkan dan berisiko tehadap seks pra nikah, HIV/AIDS, dan Napza). Caranya
misalnya katakan tidak apabila diajak untuk melakukan sesuatu hal yang sifatnya
negatif, berkata terus terang, beri alasan, mengubah topik pembicaraan, pergi atau
berlalu, angkat bahu dan menghindari situasi. Contoh kalimat yang bisa digunakan:
“Tidak, terima kasih”“Tidak, saya tidak merokok atau tidak mau mencobanya” “Tidak,
terima kasih, Kamu liat pertandingan semalam….”

Akhirnya, perilaku atau sikap asertif merupakan suatu ketrampilan yang harus ditanamkan
pada remaja sejak dini. Keterampilan asertif ini merupakan pola sikap dan perilaku yang
dipelajari sebagai reaksi atas situasi sosial yang dihadapi remaja sehingga perlu untuk terus
dilatih penerapannya. Diharapkan bahwa perilaku asertif dapat menjadi tameng bagi remaja
dalam menangkal dampak-dampak negatif dari pengaruh negatif lingkungannya.

Selain keterampilan komunikasi, seorang remaja juga memerlukan keterampilan negosiasi


(negotiation skill) yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan proses tawar menawar
yang akan menghasilkan persetujuan atau transaksi dengan pihak lain (kelompok, teman
sebaya, geng, dsb). Dalam proses ini melibatkan usaha kedua belah pihak untuk
mempengaruhi pemahaman masing-masing akan situasi yang dihadapinya.

Tujuan negosiasi adalah sebagai berikut:


1. Untuk mencapai suatu kesepakatan
2. Untuk menyelesaikan suatu masalah
3. Untuk mencapai suatu kondisi yang saling menguntungkan

Manfaat negosiasi adalah sebagai berikut:


1. Terciptanya kerjasama antara satu pihak dengan pihak lainnya untuk mencapai tujuan
masing-masing.
2. Adanya saling pengertian antara masing-masing pihak yang bernegosiasi mengenai
kesepakatan yang akan diambil dan dampaknya bagi semua pihak.
3. Negosiasi bermanfaat bagi terciptanya suatu kesepakatan bersama yang saling
menguntungkan bagi semua pihak yang bernegosiasi.
4. Terciptanya suatu interaksi yang positif antara pihak-pihak yang bernegosiasi sehingga
jalinan kerjasama akan menghasilkan dampak yang lebih luas bagi banyak orang.

Topik 4. Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.

Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga sebagai berikut:


1. Pemeliharaan fisik dan kesehatan para anggota keluarga

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 29


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3. Pembagian tugas masing-masing anggota keluarga
4. Sosialisasi antar anggota keluarga
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya

Fungsi yang dijalankan keluarga adalah:


1. Fungsi Agama
Keluarga adalah tempat pertama seorang remaja mengenal agama. Di dalam keluarga
ditanamkan, ditumbuhkan dan dikembangkan nilai-nilai agama sehingga remaja menjadi
manusia yang berakhlak baik dan bertaqwa. Keluarga berperan dalam pendidikan
agama bagi anak-anak, terutama dalam pembentukkan kepribadian. Pelaksanaan fungsi
agama adalah untuk membentuk generasi masyarakat yang agamis, beriman, dan
percaya terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
2. Fungsi Sosial Budaya
Fungsi keluarga yang memiliki peran penting untuk menanamkan pola tingkah laku
berhubungan dengan orang lain (sosialisasi). Fungsi sosial budaya membentuk generasi
yang dapat mempertahankan dan memelihara nilai luhur dalam kehidupan keluarga
serta dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan kehidupan disekitarnya.
3. Fungsi Cinta kasih
Kasih sayang merupakan komponen dasar yang utama dalam proses pembentukan
karakter atau akhlak anak. FUNGSI CINTA KASIH mempunyai makna bahwa keluarga
harus menjadi tempat untuk menciptakan suasana cinta dan kasih sayang dalam
kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaan fungsi
cinta kasih adalah untuk membentuk anak yang lembut dan penurut.
4. Fungsi Perlindungan
Keluarga mempunyai fungsi sebagai tempat berlindung bagi anggota keluarganya dalam
memberikan kebenaran dan keteladanan kepada anak dan keturunannya. Fungsi
perlindungan yang baik dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang
optimal.
5. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga,
bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga merupakan tempat
mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh diantaranya seksualitas yang
sehat dan berkualitas, pendidikan seksualitas bagi anak dan yang lainnya. Fungsi
reproduksi sangat penting untuk mengatur reproduksi sehat dan terencana sehingga
anak-anak yang dilahirkan menjadi generasi penerus yang berkualitas
6. Fungsi Sosial dan Pendidikan
Fungsi sosialisasi dan pendidikan memiliki makna bahwa keluarga sebagai tempat untuk
mengembangkan proses interaksi dan tempat untuk belajar bersosialisasi serta
berkomunikasi secara baik dan sehat. Keluarga menyosialisasikan kepada anaknya

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 30


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
tentang nilai, norma, dan cara untuk berkomunikasi dengan orang lain, mengajarkan
tentang hal-hal yang baik dan buruk maupun yang salah dan yang benar.
7. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi bermakna bahwa keluarga sebagai tempat membina dan menanamkan
nilai-nilai keuangan keluarga dan perencanaan keuangan keluarga sehingga terwujud
keluarga sejahtera. Pelaksanaan fungsi ekonomi untuk mewujudkan generasi cerdas
dalam mengatur keuangan keluarga sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
dan mewujudkan keluarga sejahtera.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan
Keluarga memiliki peran mengelola kehidupan dengan tetap memelihara lingkungan di
sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun sosial, dan lingkungan mikro, meso, dan
makro. Sikap peduli keluarga terhadap lingkungan utuk memberikan yang terbaik bagi
generasi yang akan datang. Fungsi pembinaan lingkungan dalam keluarga untuk
membentuk generasi yang santun dan peduli terhadap kondisi alam dan lingkungannya.

Tugas dan Tanggung Jawab Keluarga


Keluarga yang memiliki anak remaja tentunya mempunyai peran/tanggung jawab yang
disesuaikan dengan perubahan fisik dan psikososial yang sedang terjadi pada remaja.

Peran/tanggungjawab keluarga/orangtua terhadap anak remaja:


- Memahami tentang perubahan (tumbuh-kembang) remaja.
- Bisa menjadi pendengar aktif (orangtua bisa berperan sebagai sahabat).
- Menerapkan dan mendorong anak berdisiplin.
- Komunikatif dan tanggap terhadap kebutuhan/permasalahan remaja.
- Membangun suasana harmonis.
- Menjadi role model.
- Tidak menghakimi/menasehati, harus memahami perubahan/pubertas yang terjadi, dll
- Membimbing anak mencari teman sejati.
- Mengetahui teman-teman anak.
- Mengetahui aktivitas anak/anggota keluarga

Remaja juga mempunyai tanggung jawab/peran remaja dalam keluarga, antara lain:
1. Terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 31


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
2. Komunikasi efektif dengan keluarga/orangtua.
3. Mandiri

Terkait dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, Suprajitno (2004) menyatakan bahwa,


keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan,
meliputi:
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh
kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan
kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang
tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya,
perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.

2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga


Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan
kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat
dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta
bantuan kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.

3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan


Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki
keterbatasan yang telah diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi. Termasuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan disekitarnya bagi keluarga.

4. Membekali anak remajanya dengan pengetahuan kesehatan reproduksi


Keluarga bertanggung jawab untuk membekali anak remajanya dengan pengetahuan
kesehatan reproduksi sedini mungkin untuk pembentukan nilai-nilai yang positif menyangkut
kesetaraan gender, mencegah kekerasan seksual, serta membantu anak remajanya dalam
pembuatan keputusan yang sehat dan bertanggung jawab terutama untuk pencegahan
risiko kesehatan reproduksi termasuk HIV dan AIDS.

Situasi dalam keluarga dapat sangat beragam, sehingga terkadang ada yang bentuknya
dapat mendukung pengembangan diri remaja, namun ada juga yang justru menghambat.
Berikut beberapa tips yang dapat diberikan kepada remaja, dalam menghadapi berbagai
situasi keluarga tersebut. Selain itu, tips-tips ini dapat juga diberikan atau didiskusikan
dengan orangtua. Jika diskusi ini dapat terjalin, maka diharapkan orangtua dapat lebih

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 32


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
terbuka pada perubahan yang dialami remaja dan pentingnya situasi keluarga yang baik
untuk dapat mendukung perkembangan pertumbuhan remaja.

Tips-tips bagi remaja dalam menghadapi berbagai situasi anggota keluarga.


1. Keluarga harmonis tapi tidak terbuka (tabu membicarakan kesehatan reproduksi).

- Sampaikan kepada anggota keluarga bahwa seiring pertambahan usia menuju


remaja, banyak perubahan yang terjadi pada fisik, psikologis dan mental (disebut
pubertas). Hal ini alamiah dan terjadi pada semua orang.
- Ceritakan bahwa semakin bertambah usia maka semakin banyak tantangan yang
dihadapi dalam berperilaku yang lebih sehat. Ceritakan contoh-contoh pengalaman
yang terjadi disekitar rumah, sekolah atau lingkungan bermain, seperti: ajakan
merokok, dsb.
- Ajak anggota keluarga untuk bercerita bagaimana pengalaman mereka dulu ketika
menghadapi masa remajanya. Tanyakan apa yang membuat mereka bertahan dan
melalui masa remajanya dengan baik. Ini dilakukan untuk membiasakan anggota
keluarga saling bercerita pengalaman sehingga mendorong untuk lebih terbuka.
- Minta dukungan keluarga untuk membantu kita tetap berperilaku yang sehat dan
tidak mudah terpengaruh bahkan bisa lebih percaya diri untuk menginspirasi orang
lain untuk hidup sehat.
- Sampaikan bahwa keluarga adalah tempat utama kita belajar tentang pengetahuan,
nilai-nilai dan perilaku dalam hidup. Oleh sebab itu, keterbukaan keluarga dalam
membicarakan kesehatan reproduksi sangat penting untuk melalui masa remaja
dengan baik.
- Sampaikan kepada anggota keluarga bahwa remaja seiring pertambahan usia
menuju kedewasaan, banyak perubahan yang terjadi pada fisik, psikologis dan
mental yang disebut pubertas.

2. Keluarga harmonis tapi ada yang berperilaku negatif (misalnya: orang tua merokok,
kakak sering mabuk, dsb)

- Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dari hati ke hati dengan anggota keluarga
yang memiliki perilaku negatif

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 33


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
- Sampaikan bahwa hal paling membahagiakan dalam keluarga adalah bahwa kita
saling menyayangi, mendukung dan peduli satu sama lain. Sampaikan juga bahwa
dalam keluarga, kita saling belajar dan memberikan contoh perilaku yang baik bagi
anggota keluarga lain
- Nyatakan perasaan kita tentang perilaku negatif dari anggota keluarga tersebut.
Sampaikan empati dan rasa sedih ketika kita mengetahui dan melihat ada anggota
keluarga yang melakukan perilaku yang membahayakan dirinya.
- Sampaikan bahwa kita akan lebih bahagia ketika mengetahui anggota keluarga
hidup sehat dan positif.
- Tanyakan apa yang bisa kita atau anggota keluarga lain bantu untuk membuat
anggota keluarga yang berperilaku negatif tersebut berubah untuk hidup lebih sehat
- Ajak seluruh anggota keluarga untuk peduli dan menyampaikan dukungan kepada
anggota keluarga yang berperilaku negatif untuk berubah dan mempraktekkan pola
perilaku hidup sehat

3. Keluarga sibuk

- Cari waktu yang tepat ketika anggota keluarga sedang berkumpul (misalnya ketika
waktu makan malam) untuk menyampaikan bahwa perhatian, kasih sayang,
kepedulian dan kebersamaan dalam keluarga adalah penting. Untuk itu minta
anggota keluarga meskipun sibuk tetap memiliki waktu bersama untuk
berkomunikasi antar anggota keluarga seperti saat makan malam dan
membicarakan hal-hal penting yang terjadi pada anggota keluarga
- Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk
hidup lebih positif
- Bangun lingkar pertemanan yang positif dan bisa saling mendukung untuk
melakukan perilaku yang positif dan sehat
- Dekatkan diri kepada keluarga yang lebih luas yang dapat dipercaya seperti: om dan
tante untuk tempat curhat jika dibutuhkan dan dukungan untuk membangun perilaku
yang positif dan sehat

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 34


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
4. Keluarga yang terpecah/tidak harmonis (broken home)

- Tanamkan nilai positif dalam diri bahwa meskipun keluarga kita tidak harmonis
bukan berarti hidup kita tidak berharga dan kemudian bisa melakukan pelarian untuk
melakukan perilaku-perilaku negatif yang tidak sehat.
- Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dengan anggota keluarga mengenai
pentingnya keharmonisan dan kasih sayang dalam keluarga
- Bangun hubungan yang lebih baik dengan keluarga yang lebih luas (seperti: om dan
tante terdekat) sebagai tempat bercerita dan mendapatkan dukungan dalam
menghadapi masa remaja secara lebih baik
- Temukan teman dan sahabat yang baik yang bisa saling mengingatkan dan curhat
serta bergaullah secara positif
- Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk
hidup lebih positif
- Berceritalah kepada guru yang kita percaya di sekolah mengenai situasi yang kita
hadapi dan hal-hal yang kemungkinan bisa mendorong kita melakukan perilaku
negatif sehingga guru bisa memberikan dukungan yang diperlukan.

Cinta dan komitmen untuk membangun keluarga


Perkembangan komponen komitmen dan cinta selama berjalannya hubungan sangat
tergantung pada keberhasilan hubungan tersebut. Secara umum, pada awalnya komitmen
berada di tingkat dasar, sebelum seseorang mengenal seorang individu, baru setelahnya
tingkat komitmen mulai meningkat.

Biasanya apabila hubungan tersebut akan menjadi jangka panjang, akan terjadi peningkatan
komitmen secara bertahap. Sama seperti cinta yang memiliki banyak definisi, komitmen pun
memiliki berbagai definisi yang klasik dan pasti dari komitmen. Fehr (1988) mengutip
beberapa pandangan yang dikemukakan oleh tokoh mengenai komitmen, beberapa
pandangan tersebut diantaranya untuk melihat bahwa komitmen mengacu pada : kekuatan
dan keinginandari individu untuk melanjutkan suatu hubungan pernikahan.

CInta dan komitmen untuk membangun keluarga menjadi penting disampaikan kepada
remaja terkait dengan perencanaan untuk membangun keluarga sebagai salah satu hak
dalam kesehatan reproduksi .

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 35


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain
E. Refleksi
1. Penerapan nilai dan norma dan budaya dalam kehidupan sehari-hari terkait akan
mempengaruhi terhadap kesehatan reproduksi
2. Batasan diri penting sebagai batasan yang kita tentukan untuk diri kita sendiri dalam
berkomunikasi, menjalin hubungan ataupun berinteraksi dengan orang lain.
3. Hubungan dengan orang lain, harus diciptakan hubungan yang sehat yang memiliki
karakteristik komunikasi yang terbuka, tingginya tingkat kepercayaan satu sama lain,
dan pasangan yang usianya relatif dekat atau tidak jauh berbeda (Sorensen, 2007).
4. Makna keluarga, jenis keluarga, tugas keluarga, peran/tanggungjawab keluarga,
problematik keluarga dan solusi, penting dikenalkan kepada remaja sebagai dasar
untuk belajar dan berkomitmen membangun keluarga

Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja – 36


Nilai, Norma, Batasan Diri dan Hubungan dengan Orang Lain

Anda mungkin juga menyukai