A. Deskripsi singkat
Bagian dua fokus pada pembahasan mengenai nilai, norma dan budaya terkait kesehatan
reproduksi. Ini adalah dasar pengetahuan untuk dapat membantu remaja memahami dan
mengidentifikasi nilai-nilai positif yang dapat dimilikinya untuk mampu membuat keputusan
yang sehat dan bertanggungjawab terkait kesehatan reproduksinya. Budaya akan dikaitkan
dengan fenomena pernikahan usia anak yang masih menjadi persoalan di Indonesia,
terutama karena masih berkontribusi pada masalah tingginya angka kematian ibu dan anak
yang disebabkan oleh kehamilan yang terjadi di usia remaja.
Nilai dan norma juga berpengaruh pada bagaimana remaja dapat memahami batasan
dirinya. Baik dalam memahami privasi dan hak akan tubuhnya serta berkaitan dengan
pemberian persetujuan akan tubuh dan hubungannya. Pembahasan ini akan berlanjut pada
bagaimana remaja dapat mengidentifikasi sentuhan baik dan buruk serta mampu untuk
melakukan tindakan yang diperlukan jika remaja tersebut mengalami perlakukan yang
membuat dirinya tidak nyaman.
Pada bagian ini akan dibahas pula mengenai hubungan dengan orang lain. Bagaimana
remaja dapat mengidentifikasi peran teman bagi dirinya, serta mengelola hubungan yang
sehat dengan orang lain. Hal ini perlu didukung dengan pemahaman mengenai toleransi dan
saling menghargai serta kemampuan untuk dapat melakukan komunikasi yang efektif. Hal
ini pun berkaitan dengan tugas perkembangan remaja berikutnya untuk dapat membangun
kehidupan keluarga yang harmonis, sehat dan bahagia.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti materi, peserta memahami mengenai nilai, norma, batasan diri dan
hubungan dengan orang lain terkait kesehatan reproduksi
C. Indikator Pembelajaran
1. Mendukung remaja untuk menerapkan hubungan yang sehat dengan orang lain
2. Membantu remaja mengidentifikasi dan memahami nilai dan norma terkait kesehatan
reproduksi
3. Menerapkan komunikasi yang efektif dalam membina hubungan dengan orang lain
D. Materi
Topik 1. Nilai Norma dan Budaya
NIlai
Proses menimbang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak
heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan
tata nilai.
Nilai dapat terus berkembang dalam perjalanan hidup seseorang. Nilai-nilai yang dianut
individu akan banyak memberikan pengaruh pada pilihan dan keputusan-keputusan yang
diambilnya. Nilai-nilai yang dianut seseorang akan membentuk karakternya dan terlihat dari
perilaku yang ditunjukkannya di lingkungan.
Penting bagi seorang remaja untuk lebih menyadari nilai-nilai yang dianutnya. Hal ini akan
banyak membantu dirinya dalam proses menuju kedewasaan. Nilai akan mempengaruhi
beberapa hal dalam tingkah laku kita, seperti tata krama dalam pergaulan, hal-hal yang kita
banggakan atau kita anggap penting, cara kita berpakaian, orang-orang yang berarti bagi
kita, dan lain-lain.
Norma :
Menurut ilmu sosiologi, norma adalah aturan tidak tertulis yang mengatur perilaku individu di
dalam kehidupan sosial dan telah mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku.
Soerjono Soekanto menyebutkan norma adalah sebuah perangkat yang dibuat untuk
mengatur hubungan di dalam suatu masyarakat agar dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Selain itu, semua norma yang dibuat di dalam suatu masyarakat pasti
mengalami sebuah proses, sehingga norma-norma tersebut dapat diakui, dihargai, dikenal,
hingga ditaati oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi norma :
- Mengatur tingkah laku masyarakat sesuai nilai yang berlaku
- Membantu untuk mencapai tujuan bersama masyarakat
- Menciptakan ketertiban dan keadilan dalam lingkungan masyarakat
- Sebagai dasar memberikan sanksi kepada masyarakat yang melanggar aturan-aturan
yang terdapat dalam norma.
Ciri-ciri norma :
- Pada umumnya tidak tertulis
- Merupakan hasil dari kesepakatan
- Masyarakat merupakan pendukung yang menaatinya
- Melanggar norma sosial mendapatkan sanksi atau hukuman
- Menyesuaikan dengan prubahan sosial sehingga dapat dikatakan bahwa norma sosial
dapat mengalami perubahan
- Dibuat secara sadar
Penerapan nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari terkait kesehatan reproduksi
Nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari terkait kesehatan reproduksi akan dipengaruhi
juga oleh pemahaman dan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi.
Pemahaman dan pengetahuan remaja terhadap kesehatan reproduksi selama ini terbilang
masih rendah dan tidak sedikit pula yang mengabaikannya. Hal ini dapat berimplikasi pada
risiko seksual yang dihadapi oleh remaja. Pemahaman terhadap kesehatan reproduksi yang
diberikan di lembaga pendidikan formal maupun informal cenderung memandang aspek
kesehatan reproduksi dan seksualitas remaja hanya sebatas pada fenomena biologis
semata dan cenderung mengkonstruksikan seksualitas remaja sebagai hal yang tabu dan
berbahaya yang biasanya dikontrol melalui wacana moral, dan agama. (Miswanto, 2014)
Selain itu, agar lebih efektif, pemahaman terhadap kesehatan reproduksi perlu dikon
tekstualisasikan berdasarkan realitas dan kondisi remaja. Diharapkan hal ini dapat
menjelaskan seksualitas remaja secara positif sebagai makhluk seksual (sexual being) yang
memiliki hak kesehatan reproduksi dan agar dapat bertanggungjawab terhadap kesehatan
seksual dan reproduksinya.
Pemahaman mengenai nilai dan norma bagi remaja diperlukan agar mereka dapat
mengidentifikasi nilai dan norma apa saja yang mereka pegang dan nilai dan norma apa
Seringkali remaja mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan ketika nilai atau yang ia
anut ternyata berbeda dengan nilai atau norma yang diterapkan di lingkungan sosialnya,
terutama dengan adanya kebutuhan remaja untuk diterima oleh lingkungan dan pengaruh
teman yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan, perilaku yang ditunjukkannya kemudian
dapat bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku umum di masyarakat.
Remaja sangat perlu untuk dibekali dengan kemampuan untuk mengambil keputusan
dengan mempertimbangkan risiko dan dampak negative dari setiap pilihan keputusan
perilaku yang akan diambil. Pertimbangan dapat dilakukan dengan baik, jika remaja tersebut
didukung oleh pengetahuan yang tepat dan lengkap. Oleh karena itu, dampingan orang
dewasa, guru, orang tua dan masyarakt dalam memberikan pendidikan kesehatan
reproduksi yang lengkap sangatlah dibutuhkan.
Pesan Kunci :
- Guru perlu mendiskusikan dengan remaja, nilai-nilai apa saja yang
berlaku di keluarga dan masyarat terkait perilaku seksual, maupun
kesehatan reproduksi
- Guru perlu menggali nilai dan norma yang remaja tersebut percayai.
- Jika terjadi perbedaan nilai, maka guru perlu mendampingi siswa untuk
dapat menentukan nilai mana yang akan remaja tersebut adaptasi
dalam perilakunya.
- Pendampingan ini perlu dilakukan dengan komunikasi yang baik dan
efektif.
- Pengetahuan yang lengkap mengenai kesehatan reproduksi akan
membantu remaja menentukan nilai yang baik untuk dipercayainya dan
akan membantunya dalam membuat keputusan yang lebih sehat dan
bertanggungjawab.
Budaya
Budaya menurut E.B Taylor adalah sesuatu kompleks yang mencakup pengetahuan
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lainnya yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
Pengertian budaya menurut William H. Haviland adalah seperangkat peraturan dan norma
yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat. Jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua
masyarakat.
Jadi jelas bahwa budaya dapat mempengaruhi perilaku dan pemikiran masyarakatnya.
Kondisi ini dapat menguntungkan dan merugikan dalam konteks kesehatan termasuk
kesehatan reproduksi tergantung budaya yang berlaku di sebuah daerah.
Perilaku tersebut terpola dalam kehidupan nilai sosial budaya yang ditujukan bagi
masyarakat tersebut. Perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang
dan sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan
pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.
Kebudayaan perilaku kesehatan yang terdapat dimasyarakat beragam dan sudah melekat
dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan tersebut seringkali berupa kepercayaan gaib.
Sehingga usaha yang harus dilakukan untuk mengubah kebudayaan tersebut adalah
Salah satu contoh perilaku yang dilatarbelakangi budaya dan berkaitan dengan kesehatan
reproduksi adalah pilihan orang tua atau remaja itu sendiri untuk segera menikah setelah
melewati masa pubertas. Berbagai alasan dapat melatarbelakangi pilihan perilaku tersebut,
misalnya karena takut remajanya mengalami kehamilan di luar nilkah, alasan ekonomi,
maupun persoalan kesempatan pendidikan.
Perkawinan anak
Perkawinan anak di Indonesia merupakan salah satu isu yang dipengaruhi oleh nilai, norma
dan budaya. Contoh kasus, seorang remaja perempuan yang sudah berusia 17 tahun dan
belum menikah di daerah tertentu akan disebut perawan tua sehingga orangtua lebih baik
menikahkan anaknya di usia muda walaupun setelah itu bercerai dan menjadi janda.
Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan yang dilakukan pada saat salah satu
atau keduanya masih berusia anak, yaitu kurang dari 18 tahun. Praktik ini melanggar hak-
hak anak yang dilindungi oleh Undang – Undang nomor 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak sebagai perubahan Undang – Undang nomor 23 tahun 2002. Menurut
UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, usia perkawinan tanpa izin orang tua adalah
21 tahun.
Perkawinan anak ini juga memberikan dampak yang negatif pada laki-laki. Secara umum,
dampak yang akan dirasakan sama dengan yang dirasakan oleh anak perempuan.
Walaupun dari sisi kesehatan dampak akan terasa lebih besar pada anak perempuan.
Mengakhiri perkawinan anak akan mengurangi beban pada infrastruktur kesehatan dan
memungkinkan anak perempuan berkontribusi secara berarti bagi komunitas mereka.
Setiap tahunnya 6.9 juta anak perempuan dan 28 ribu anak laki-laki menikah
sebelum usia 18 tahun!! (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012)
Perkawinan pada Usia Anak memiliki hubungan yang sangat erat dengan
terputusnya pendidikan. Persentase perempuan yang menikah di atas usia 18
memiliki kesempatan menyelesaikan pendidikan Menengah Atas 6 kali lebih
dibandingkan yang menikah di bawah 18 tahun (Susenas 2012).
Perkawinan pada usia anak meletakkan anak pada resiko dan kerentanan yang
lebih besar terhadap kekerasan. Perkawinan di bawah 18 tahun: belum
matang secara psikologis, pendidikan rendah, keuangan belum mandiri =
rentan konflik, gangguan mental dan perceraian.
Kehamilan dan persalinan di bawah usia 19 tahun 3-7x lipat lebih rentan
terjadi berbagai masalah kesehatan yang mengancam jiwa ibu dan bayi yang
dikandungnya
Perkawinan usia anak akan berdampak buruk bukan hanya untuk anak (atau
generasi) nya tetapi juga untuk generasi selanjutnya. Anak yang lahir dari ibu di
bawah 19 tahun lebih tinggi untuk lahir prematur, berat lahir rendah, gagal
Topik 2. Batasan Diri
mendapatkan ASI dan rentan terhadap berbagai penyakit. Sorang anak (di
Nilai diri akan menentukan bagaimana seseorang menentukan batasan dirinya (personal
bawah 18 tahun) tidak seharusnya membesarkan seorang anak.
boundaries). Batasan diri adalah aturan dan batasan yang kita tentukan untuk diri kita
sendiri dalam berkomunikasi, menjalin hubungan ataupun berinteraksi dengan orang lain.
Seseorang yang memiliki batasan diri yang sehat akan mampu berkata tidak untuk sesuatu
yang tidak disetujuinya atau tidak membuatnya nyaman namun juga mampu terbuka pada
orang lain ketika dirinya merasa nyaman dan percaya.
Pada umumnya tidak ada individu yang hanya memiliki satu tipe batasan diri. Sebagian
besar orang akan memiliki semua tipe dan menunjukkan tipe yang berbeda pada situasi
yang berbeda pula. Misalnya termasuk tipe kaku di sekolah, namun longgar di keluarga
ataupun bisa juga tipe sehat di lingkungan pertemanannya. Namun setiap orang akan
menunjukkan kecenderungan yang lebih besar pada satu tipe sebagai bagian dari sifat atau
karakter dirinya.
Sangatlah penting bagi setiap orang untuk dapat menyadari pada situasi seperti apa dirinya
dapat menunjukkan batasan diri yang mana. Hal ini agar individu tersebut dapat
menunjukkan perilaku yang tepat dengan kondisi dan lingkungan tempatnya berada. Faktor
budaya dan nilai cukup banyak memberikan pengaruh pada batasan diri seseorang.
Misalnya pada budaya tertentu akan dianggap tidak pantas jika seseorang menunjukkan
perasaan atau emosinya di tempat umum, dan pada budaya tertentu pun berkata menolak
sebuah tawaran walaupun sebenernya kita tidak setuju akan dianggap tidak sopan atau
merendahkan.
Sehubungan dengan konteksnya, maka ada beberapa jenis batasan diri, yaitu:
1. Batasan Fisik, adalah ruang pribadi dan sentuhan fisik yang dimiliki seseorang.
Batasan fisik yang sehat adalah kesadaran akan bagian tubuh mana yang pantas/boleh
untuk disentuh. Hal ini terkait pada jenis hubungan yang dimiliki dengan orang lain.
Misalnya sentuhan dalam bentuk jabatan tangan, rangkulan, pelukan ataupun ciuman.
Pelanggaran batasan fisik terjadi jika seseorang melakukan sentuhan fisik tanpa
persetujuan dari kita. Ruang pribadi adalah jarak yang kita setujui atau kenyamanan
yang kita rasakan dengan orang lain. Misalnya, kita tidak akan berkeberatan duduk
berdekatan dengan teman, namun akan memberikan jarak ketika duduk dengan orang
yang belum kita kenal. Ruang pribadi juga termasuk kamar pribadi, sehingga kita akan
merasa tidak nyaman jika seseorang masuk ke dalam kamar kita tanpa persetujuan kita
terlebih dahulu.
2. Batasan Intelektual, adalah batasan yang terkait ide dan pendapat. Batasan intelektual
yang sehat termasuk menghargai perbedaan pendapat atau ide orang lain. Termasuk
juga kesadaran akan topik pembicaraan apa yang pantas untuk didiskusikan dengan
orang lain. Batasan intelektual dilanggar ketika seseorang merendahkan ataupun
menganggap ide atau pendapat orang lain adalah tidak penting.
3. Batasan Emosional, adalah batasan yang terkait perasaan individu. Batasan
emosional yang sehat adalah dengan tidak terlalu banyak mengumbar perasaan
ataupun emosi yang sedang dialami kepada orang lain. Pelanggaraan pada batasan
emosional adalah ketika kita menganggap emosi ataupun perasaan yang sedang
dirasakan seseorang adalah tidak berharga atau tidak penting, termasuk perasaaan kita
sendiri.
4. Batasan Seksual, adalah batasan terkait aspek emosional, intelektual dan fisik pada
seksualitas. Batasan seksual yang sehat termasuk saling pengertian dan saling
menghargai akan keputusan seksual orang lain termasuk pasangan. Pelanggaran
batasan seksual dapat termasuk pelecehan seksual, menyentuh tanpa persetujuan dan
juga memberikan komentar negatif terkait seksualitas seseorang.
5. Batasan Material, adalah batasan terkait barang milik ataupun uang. Batasan material
yang sehat termasuk kesadaran akan kepada siapa kita berbagi penggunaan barang
milik ataupun uang yang kita miliki. Pelanggaran batasan material dapat termasuk
menggunakan barang lain tanpa ijin atau merusak barang yang dipinjam.
6. Batasan Waktu, adalah batasan terkait bagaimana seseorang menggunakan
waktunya. Batasan waktu yang sehat adalah ketika seseorang dapat membagi waktu
yang dimiliki pada hal-hal yang penting dan juga pada orang-orang yang berarti,
misalnya membagi waktu antara bermain dengan teman dan berkumpul dengan
keluarga. Pelanggaraan batasan waktu terjadi ketika kita menghabiskan waktu pada
satu hal dan mengabaikan tugas dan kewajiban kita.
Komunikasi adalah hal kunci dalam proses penyampaian dan penerimaan persetujuan ini.
Adalah penting untuk melatihkan komunikasi kepada para remaja, untuk secara asertif dan
terbuka menyampaikan keputusan dan pendapatnya. Misalnya: mau berkata tidak atau
menolak ajakan berpacaran, walaupun teman-temannya yang lain sudah berpacaran. Hal ini
berhubungan dengan nilai yang dianut oleh remaja tersebut.
Sentuhan baik adalah sentuhan yang dirasakan nyaman dan aman. Bahkan membuat kita
merasa disayangi. Contohnya berjabat tangan dengan teman atau guru atau saat orangtua
memeluk dan mencium anaknya saat akan tidur maupun bangun tidur.
Sentuhan buruk adalah sentuhan yang membuat merasa tidak nyaman, merasa kotor,
takut, khawatir, bingung, marah, bersalah dan menimbulkan perasaan negatif lainnya.
Sentuhan yang membuat kita merasa terluka secara fisik maupun perasaan. Contohnya
ketika seseorang menyentuh bagian tubuh kita sementara kita tidak ingin disentuh pada
bagian tersebut. Termasuk ketika orang lain memaksa kita menyentuh bagian tubuhnya.
Perlu disampaikan kepada remaja bagian tubuh mana yang menurutnya wajar atau tidak
wajar untuk disentuh oleh orang lain. Misalnya bagian yang bisa disentuh orang lain yang
dikenal adalah bagian kepala, tangan dan kaki. Dan bagian kepala yang tidak boleh adalah
bagian tubuh yang ditutupi pakaian dalam.
Hal penting lainnya yang perlu dipahami dan dilatihkan kepada remaja adalah tindakan yang
harus segera lakukan ketika mengalami sentuhan buruk atau sentuhan yang membuat
mereka merasa tidak nyaman.
Tindakan yang perlu dilakukan, misalnya:
- Menyampaikan keberatan kepada orang tersebut bahwa yang dilakukannya membuat
tidak nyaman
- Menjauh dari pelaku
- Memberitahu orang lain (orang tua atau orang dewasa yang dapat dipercaya) tentang
kejadian yang telah dialami
- Berteriak dan melawan jika merasa terancam dan tidak bisa menjauh.
Membuat keputusan
Keputusan yang salah dapat membuat masa depan menjadi suram. Kesalahan dalam
pengambilan keputusan akan menyebabkan frustasi, putus asa atau asal-asalan dalam
menentukan langkah.
Keterampilan pengambilan keputusan bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut
adalah beberapa cara dalam melakukan pengambilan keputusan, antara lain:
a. Membuat daftar pilihan/alternatif solusi.
b. Jangan mengambil keputusan saat sedang emosi.
c. Jernihkan pikiran, sehingga kondisi menjadi tenang dalam menemukan solusi.
d. Mempertimbangkan hasil yang mungkin terjadi didasarkan pada pengalaman atau
pengamatan.
e. Pilihlah keputusan terbaik dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, pendidikan,
keluarga dan spiritual.
f. Komunikasikan hasil keputusan kepada orang lain yang bekaitan, agar mereka juga
dapat membantu dalam melaksakan keputusan tersebut.
g. Melaksanakan keputusan dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab.
Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
(Stuart dan Sundeen,1991: 372 ). Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, yang
terbentuk melalui pengalaman hidup dan interaksi dengan lingkungan, dan mendapat
pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting. (Shavelson, Hubner and Stanton (1974)
2. Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan
standar pribadi. Standar ini berhubungan dengan tipe orang atau sejumlah aspirasi cita-cita
nilai yang dicapai. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang dipengaruhi
oleh orang penting dari dirinya yang memberikan tuntutan atau harapan. Ini diperlukan oleh
individu untuk memacu dirinya ke tingkat yang lebih baik.
3. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai degan menganalisa
seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari penghargaan diri
sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai dan dihormati. Jika individu
selalu berhasil maka cenderung mempunyai harga diri yang tinggi dan jika individu sering
mengalami kegagalan maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah.
4. Peran
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat menjadi pencetus stres
terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi
Konflik peran dialami jika peran yang diminta konflik dengan system individu atau peran
yang konflik satu sama lain; Peran tidak jelas terjadi jika pelaku diberi peran yang tidak jelas
dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan; Peran tidak sesuai terjadi jika individu
dalam proses transisi merubah nilai dan sikap; Peran berlebihan terjadi jika individu
menerima banyak peran tetapi tidak mampu untuk melakukannya.
5. Identitas
Identitas adalah kesadaran akan diri merupakan gabungan dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang
kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain termasuk
persepsinya terhadap jenis kelamin, memiliki otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,
respek diri, mampu dan menguasai diri, mengatur diri sendiri dan menerima diri.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah pada
kerendahan hati dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang
mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.
1. Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk
memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stres;
2. Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk
pemecahan masalah dan mendapatkan pengetahuan;
3. Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya
keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk
kelompok) diperoleh atau ditingkatkan;
4. Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan
lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan
teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah
terbukti dapat memperhalus hubungan antara anak-anak itu dengan adiknya.
Selagi masih remaja, kita perlu terus menjalin persahabatan dengan teman sebaya. Ini
adalah salah satu cara untuk mengembangkan diri. Beberapa manfaat yang bisa diperoleh
antara lain:
- Biasanya dengan sahabat kita bisa berbicara terbuka dan jujur. Hal ini memberikan
kemampuan kita untuk peka pada kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan keinginan
orang lain. Persahabatan memungkinkan kita untuk saling berbagi dalam banyak hal,
termasuk persoalan yang bersifat pribadi. Persahabatan dapat memberikan kesempatan
bagi kita untuk menggali dan mengenali diri sendiri.
Selain hal-hal positif yang ditimbulkan dari persahabatan dengan teman sebaya ada juga
ternyata aspek negatifnya antara lain:
- Karena ingin diakui atau diterima oleh teman, kita kadang melakukan hal-hal yang
kurang pas. Karena takut dibilang aneh, walau salah, kita tetap lebih menerima
pendapat teman dibanding pilihan kita sendiri
- Kita juga jadi suka termakan tren. Kalau teman lain membeli sepatu atau tas baru
misalnya, terkadang kita pun tidak mau kalah dan ingin mengikutinya
- Kadang karena terlalu sering bersama teman, kita jadi tidak punya cukup waktu untuk
melakukan hal-hal lain yang menarik termasuk jadi jarang ketemu keluarga.
Hubungan interpersonal adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang
lain. Kegiatan seperti bekerja sama, melakukan kegiatan secara bersama, curhat dengan
orang lain dikategorikan sebagai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal timbul
akibat rasa ketertarikan dengan orang lain. Rasa tertarik bukan hanya didefinisikan sebagai
cinta atau suka melainkan juga melalui rasa empati. Contohnya adalah pertemanan atau
persahabatan.
Sebaliknya, hubungan yang tidak sehat adalah hubungan lebih banyak dampak negatif yang
didapatkan dibandingkan dampak positif, individu dapat mempertimbangkan kembali apakah
ia perlu mempertahankan hubungan tersebut atau tidak dan memberikan jawaban yang
tegas kepada pasangannya.
Manfaat yang kita dapat dengan melakukan hubungan interpersonal adalah dukungan sosial
dan rasa nyaman dengan lingkungan. Dukungan sosial perlu dimiliki karena (menurut
Stroebe dan Stroebe, 1997 dalam Hewstrone, Fincham dan Foster, 2005) individu yang
merasa terintegrasi dengan lingkungan sosialnya akan berdampak positif pada kesehatan
fisik maupun psikologisnya, termasuk kesehatan reproduksi.
Cinta
Cinta adalah salah satu bentuk dari emosi dan perasaan yang dimiliki setiap orang. Makna
cinta bagi remaja berbeda-beda, ada yang memberi arti cinta sebatas rasa kasih sayang
sebagaimana yang diberikan oleh orang tua, karena pengalaman yang dimiliki memang
sebatas itu. Tapi ada juga yang memberi arti cinta sebagai perasaan ketertarikan terhadap
orang lain, bahkan sampai muncul rasa ingin memiliki, karena ada pengalaman hidup yang
membuat dia nyaman.
Seseorang yang sama bisa saja memberi arti cinta yang berbeda di situasi atau suasana
hati yang berbeda. Misalnya, remaja yang lain yang sedang dibuai kasih sayang, mungkin
Cinta dapat memberikan dampak positif bagi remaja, yaitu memberikan semangat dan
motivasi untuk meraih cita-cita ke depan, selain juga membuat remaja menjadi lebih peduli
terhadap diri sendiri dan orang lain. Sudah seharusnya pula cinta selalu memberikan
dampak positif bagi kehidupan pribadi maupun orang yang dicintai.
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang remaja terjebak oleh cinta yang semu seperti cinta
pada artis idola, atau ngefans. Sebenarnya ini wajar namun terkadang remaja menjadi
tidak obyektif seperti membenarkan semua yang dilakukan oleh idola padahal yang
dilakukan adalah hal yang negatif. Idola menjadi acuan dan ditiru perilakunya.
Ekspresi Cinta
Mengekspresikan cinta kepada orang lain dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya
dengan memberikan semangat, perhatian, dukungan maupun dengan kata-kata. Seringkali
remaja menyalahartikan ekspresi cinta ini hanya dengan sentuhan fisik, padahal banyak hal
lain yang dapat dilakukan untuk dapat menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
Cinta adalah bentuk emosi positif yang diungkapkan secara berbeda oleh setiap individu.
Sebagai emosi positif, cinta harus diartikan sebagai unsur emosi di mana ada rasa saling
menghormati, saling percaya dan saling menghormati untuk menjaga hubungan ketertarikan
seksual yang menimbulkan perasaan senang.
Ekspresi cinta kini diartikan sebagai emosi negatif di mana dorongan nafsu yang berperan
besar dalam suatu hubungan. Dampak akan mempengaruhi remaja ketika hubungan
berlanjut, termasuk peningkatan angka kehamilan di luar nikah, putus sekolah, dan
peningkatan penularan HIV / AIDS.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah keadaan darurat terhadap perilaku seksual remaja. Oleh karena itu,
remaja perlu dilatih untuk mencegah ekspresi cinta yang berlebihan.
Pesan Kunci :
Ekspresi cinta jangan berlebihan, bangunlah cinta sebagai bentuk emosi positif, terdapat
rasa saling menghormati, saling percaya untuk menjaga hubungan
Komitmen
Komitmen adalah suatu keadaan dimana seseorang membuat perjanjian (keterikatan), baik
kepada diri sendiri maupun kepada orang lain yang tercermin dalam tindakan/ perilaku
tertentu yang dilakukan secara sukarela maupun terpaksa. Komitmen adalah suatu bentuk
kewajiban yang mengikat seseorang dengan sesuatu, baik itu diri sendiri maupun orang lain,
tindakan tertentu, atau hal tertentu.
Dari penjelasan pengertian komitmen di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa secara umum
tujuan dari komitmen adalah untuk memberikan jaminan sehingga sesuatu tidak berubah di
masa depan dan tetap sesuai dengan isi komitmen.
Menurut Steers dan Porter (1983), arti komitmen adalah suatu keadaan dimana individu
menjadi terikat oleh tindakannya sehingga akan menimbulkan keyakinan yang menunjang
aktivitas dan keterlibatannya.
Ciri-Ciri Komitmen
Komitmen di dalam diri seseorang timbul karena adanya rasa tanggungjawab terhadap
sesuatu. Sebagian orang berkomitmen karena menyukai yang dilakukannya, sedangkan
sebagian orang lainnya berkomitmen karena adanya perasaan takut kehilangan sesuatu jika
tidak menjalankan komitmennya.
Adapun ciri-ciri komitmen adalah sebagai berikut:
1. Adanya perjanjian yang disepakati, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak
lain.
2. Terdapat tujuan atau goal tertentu yang ingin dicapai setelah melaksanakan komitmen.
3. Semua pihak yang terlibat dalam suatu komitmen harus bertanggungjawab dengan isi
perjanjian.
4. Adanya kesetiaan (loyalitas) dari semua pihak terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Pesan Kunci :
Semua hubungan manusia membutuhkan komitmen guna mempertahankan hubungan
tersebut. Misalnya hubungan pernikahan, hubungan persahabatan, dan lain-lain.
Komitmen bagi remaja menjadi penting untuk mulai belajar bertanggung jawab,
termasuk bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.
Toleransi
Untuk membina hubungan yang sehat, remaja perlu memiliki sikap toleransi dan saling
menghargai. Menurut KBBI, Toleransi adalah sifat atau sikap toleran: dua kelompok yang
berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh --; 2 batas ukur untuk
penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; 3 penyimpangan yang masih
dapat diterima dalam pengukuran kerja; Definisi lain dari toleransi adalah suatu sikap yang
saling menghargai kelompok-kelompok atau antar individu dalam masyarakat atau dalam
lingkup lainnya.
Selain sikap toleransi dan saling menghargai, keterampilan penting dalam membina
hubungan sehat dengan orang lain adalah melalui komunikasi.
Komunikasi Efektif
Komunikasi adalah aktivitas menyampaikan pesan mengenai apa yang ada dalam pikiran
yang dapat berupa gagasan, harapan, keinginan dan perasaan yang ingin kita sampaikan
kepada orang lain. Komunikasi disebut juga seni untuk mempengaruhi orang lain. Dalam
interaksi keluarga penyampai pesan dapat berupa ayah, ibu, orang tua, anak, suami, isteri
dan anggota keluarga lainnya.
Berikut ini beberapa perbedaan dalam perilaku komunikasi agresif, pasif, maupun asertif:
a. Komunikasi agresif
Pada perilaku ini, seseorang akan cenderung mempertahankan sikap dan pendapat tanpa
mempedulikan orang lain, serta menginginkan hasil akhirnya sebagai pemenang dari
komunikasi yang terjadi.
Ciri-ciri perilaku agresif yaitu antara lain:
1. Terlalu banyak membuat permintaan kepada orang lain.
2. Terlalu dominan dalam menyuruh dan memerintah orang lain.
3. Kontak mata cenderung tegas dan melotot kepada lawan bicara.
4. Bahasa tubuh kaku dan menunjuk-nunjuk atau mengepalkan tangan.
5. Postur tubuh tegang dan cenderung membusungkan dada.
6. Ekspresi muka tampak memerah atau menahan emosi.
7. Intonasi suara tinggi dan berbicara keras dengan berapi-api.
Sikap perilaku komunikasi agresif bisa berdampak buruk bagi diri pribadi dalam keluarga.
Diantaranya adalah :
1. Menjadi terasing dari orang lain, tidak disukai anggota keluarga lainnya.
2. Menimbulkan rasa takut dan benci pada orang lain.
3. Lebih banyak menyalahkan orang lain daripada mencari tahu akar masalah sendiri.
b. Komunikasi pasif
Pada perilaku ini, seseorang akan cenderung menghindari konflik atau konfrontasi dengan
lawan bicara, demi menjaga suasana damai dan tenang. Orang dengan perilaku pasif akan
cenderung mengalah dengan mengorbankan kepentingan pribadi yang mungkin saja lebih
penting daripada hubungan komunikasi tersebut.
c. Komunikasi Asertif
Perilaku ini merupakan perilaku manusia efektif. Seseorang yang asertif tidak akan
mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Begitu pula sebaliknya, ia tidak
semena-mena menahan diri dari intervensi orang lain. Seseorang tersebut akan mengajak
lawan bicara untuk menemukan kemenangan bersama atau kemenangan bagi kedua belah
pihak. Perilaku asertif adalah contoh komunikasi efektif yang berguna dalam kehidupan
sehari-hari,
Pola komunikasi asertif ini sangat jelas dampaknya pada para pelaku yakni :
1. Perasaan terhubung dengan orang lain.
2. Mempunyai kendali pada kehidupan pribadi.
3. Bersikap dewasa karena mampu menggarisbawahi isu masalah yang timbul.
4. Membangun suasana respek bagi orang lain untuk tetap tumbuh dan dewasa.
Perilaku asertif tidak sama dengan dengan perilaku agresif. Orang asertif berani
menyuarakan sesuatu yang menjadi pendapatnya dengan tetap menghargai orang lain.
Komunikasi asertif juga akan menuntun seseorang untuk memutuskan antara mengatakan
‘ya’ atau ‘tidak’ untuk situasi tertentu. Sebaliknya, orang yang kurang asertif cenderung
selalu berkata ‘ya’ meskipun sebenarnya dia tidak berada dalam mood untuk melakukan hal
tersebut.
Remaja tanpa sadar mendapat tekanan untuk berpenampilan dan berperilaku seperti teman
sebayanya atau peer groupnya agar dapat diterima didalam kelompok. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian oleh Family and Consumer Science di Ohio Amerika Serikat
menunjukkan fakta bahwa kebanyakan remaja mulai merokok karena dipengaruhi oleh
temannya terutama sahabat yang lebih dahulu merokok. Remaja yang lingkungannya
merokok akan lebih mudah ikut-ikutan merokok terutama bila remaja tersebut rentan
terhadap tekanan teman sebaya. Demikian juga pada penyalahgunaan Napza dan seks
bebas dimana remaja tersebut ikut-ikutan teman sebaya yang sudah melakukan seks bebas
dan memakai Napza.
Remaja akan mudah untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakannya kepada
orang lain secara langsung sehingga tidak hanya mengikuti kemauan orang lain saja. Oleh
karena itu remaja akan diuntungkan karena remaja dapat menolak ajakan yang membawa
dampak negatif terhadap dirinya dan orang lain.
Selain itu, pentingnya bersikap atau berperilaku asertif pada remaja adalah meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi secara jujur, sabar, percaya diri dan tidak menyinggung
perasaan orang lain. Remaja akan dapat memahami dirinya dan orang lain karena remaja
tahu apa yang diinginkannya dan orang lain sehingga remaja bebas mengekspresikan diri
sendiri yang akan dapat meningkatkan harga diri dan rasa percaya dirinya.
Remaja yang berperilaku asertif mampu dalam membuat keputusan bagi dirinya sehingga
akan lebih mudah menggapai peluang untuk mencapai apa yang dicita-citakannya. Dalam
hal ini, remaja mampu membuat keputusan akan berperilaku positif atau negatif dan
mempunyai keputusan sendiri untuk memilih lingkungan pergaulan yang positif sehingga
terhindar dari resiko-resiko seks bebas yang tidak aman, Napza dan HIV/AIDS serta hal-hal
negatif lainnya.
Agar dapat berperilaku asertif ada beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan:
1. Kenali diri sendiri dengan baik, apa yang menjadi kelebihan dan apa yang menjadi
kekurangan, kesukaan, ideologi, dan sebagainya.
2. Kembangkan nilai dan kepercayaan yang dapat membuat kita bersikap asertif
3. Pelajari ketrampilan bersikap atau berperilaku asertif, mulai dari mengungkapkan apa
yang diinginkan kepada orang lain, kemudian memperhatikan keinginan orang lain tetapi
tetap mampu mengungkapkan keinginan sendiri
4. Latihan bersikap asertif bisa dilakukan berulang-ulang dengan teman atau keluarga dan
minta mereka untuk memberikan masukan atau evaluasi
5. Kembangkan kemampuan komunikasi yang efektif sehingga dalam penyampaian sikap
asertif akan lebih mudah. Misalnya, belajar berbicara yang disertai dengan kontak mata
Akhirnya, perilaku atau sikap asertif merupakan suatu ketrampilan yang harus ditanamkan
pada remaja sejak dini. Keterampilan asertif ini merupakan pola sikap dan perilaku yang
dipelajari sebagai reaksi atas situasi sosial yang dihadapi remaja sehingga perlu untuk terus
dilatih penerapannya. Diharapkan bahwa perilaku asertif dapat menjadi tameng bagi remaja
dalam menangkal dampak-dampak negatif dari pengaruh negatif lingkungannya.
Topik 4. Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
Remaja juga mempunyai tanggung jawab/peran remaja dalam keluarga, antara lain:
1. Terbuka terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
Situasi dalam keluarga dapat sangat beragam, sehingga terkadang ada yang bentuknya
dapat mendukung pengembangan diri remaja, namun ada juga yang justru menghambat.
Berikut beberapa tips yang dapat diberikan kepada remaja, dalam menghadapi berbagai
situasi keluarga tersebut. Selain itu, tips-tips ini dapat juga diberikan atau didiskusikan
dengan orangtua. Jika diskusi ini dapat terjalin, maka diharapkan orangtua dapat lebih
2. Keluarga harmonis tapi ada yang berperilaku negatif (misalnya: orang tua merokok,
kakak sering mabuk, dsb)
- Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dari hati ke hati dengan anggota keluarga
yang memiliki perilaku negatif
3. Keluarga sibuk
- Cari waktu yang tepat ketika anggota keluarga sedang berkumpul (misalnya ketika
waktu makan malam) untuk menyampaikan bahwa perhatian, kasih sayang,
kepedulian dan kebersamaan dalam keluarga adalah penting. Untuk itu minta
anggota keluarga meskipun sibuk tetap memiliki waktu bersama untuk
berkomunikasi antar anggota keluarga seperti saat makan malam dan
membicarakan hal-hal penting yang terjadi pada anggota keluarga
- Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk
hidup lebih positif
- Bangun lingkar pertemanan yang positif dan bisa saling mendukung untuk
melakukan perilaku yang positif dan sehat
- Dekatkan diri kepada keluarga yang lebih luas yang dapat dipercaya seperti: om dan
tante untuk tempat curhat jika dibutuhkan dan dukungan untuk membangun perilaku
yang positif dan sehat
- Tanamkan nilai positif dalam diri bahwa meskipun keluarga kita tidak harmonis
bukan berarti hidup kita tidak berharga dan kemudian bisa melakukan pelarian untuk
melakukan perilaku-perilaku negatif yang tidak sehat.
- Cari waktu yang tepat untuk berdiskusi dengan anggota keluarga mengenai
pentingnya keharmonisan dan kasih sayang dalam keluarga
- Bangun hubungan yang lebih baik dengan keluarga yang lebih luas (seperti: om dan
tante terdekat) sebagai tempat bercerita dan mendapatkan dukungan dalam
menghadapi masa remaja secara lebih baik
- Temukan teman dan sahabat yang baik yang bisa saling mengingatkan dan curhat
serta bergaullah secara positif
- Aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan positif lainnya untuk membangun
konsep diri yang positif, rasa berharga dan percaya diri yang menjadi bekal untuk
hidup lebih positif
- Berceritalah kepada guru yang kita percaya di sekolah mengenai situasi yang kita
hadapi dan hal-hal yang kemungkinan bisa mendorong kita melakukan perilaku
negatif sehingga guru bisa memberikan dukungan yang diperlukan.
Biasanya apabila hubungan tersebut akan menjadi jangka panjang, akan terjadi peningkatan
komitmen secara bertahap. Sama seperti cinta yang memiliki banyak definisi, komitmen pun
memiliki berbagai definisi yang klasik dan pasti dari komitmen. Fehr (1988) mengutip
beberapa pandangan yang dikemukakan oleh tokoh mengenai komitmen, beberapa
pandangan tersebut diantaranya untuk melihat bahwa komitmen mengacu pada : kekuatan
dan keinginandari individu untuk melanjutkan suatu hubungan pernikahan.
CInta dan komitmen untuk membangun keluarga menjadi penting disampaikan kepada
remaja terkait dengan perencanaan untuk membangun keluarga sebagai salah satu hak
dalam kesehatan reproduksi .