Anda di halaman 1dari 15

QUATERNION SEBAGAI PERLUASAN DARI BILANGAN KOMPLEKS

Feri Ferdian Sihabumillah[1], Encum Sumiaty[2], Kosim Rukmana[2]

ABSTRAK

Quaternion merupakan suatu bilangan yang diperluas dari bilangan kompleks. Himpunan
semua quaternion dinotasikan dengan H . 1 Himpunan H memenuhi semua aksioma
untuk suatu field, kecuali hukum komutatif untuk perkalian sehingga H merupakan suatu
division ring. Sifat komutatif perkalian pada H merupakan syarat cukup supaya suatu
fungsi regular menjadi fungsi yang analitik secara keseluruhan. Konsep analitik secara
keseluruhan ini merupakan salah satu konsep yang diperluas dari konsep analitik pada
fungsi variabel kompleks.

Kata kunci: Quaternion, perluasan bilangan kompleks, fungsi analitik, fungsi regular.

1. PENDAHULUAN
Dalam Fungsi Variabel Kompleks, Dedy dan Sumiaty (2001:1) menyatakan
bahwa bilangan kompleks adalah pasangan terurut dari dua bilangan real x dan y yang

dinyatakan dengan lambang z = ( x, y ) . Karena bilangan kompleks z = ( x, y )

merupakan pasangan terurut, maka z = ( x, y ) dapat dipandang sebagai suatu vektor di

¡ 2 . Selanjutnya, dengan menganggap himpunan bilangan kompleks £ sebagai ¡ 2


serta memilih 1 dan i sebagai basisnya, bilangan kompleks z = ( x, y ) ∈ £ dapat

dinyatakan sebagai suatu kombinasi linear z = x + iy .


Dengan melakukan prosedur yang serupa, dapat dikonstruksi bilangan baru yang
disebut dengan quaternion. Pengkonstruksian bilangan ini diawali dengan memandang
£ 2 , yaitu suatu ruang vektor berdimensi dua atas bilangan kompleks. Dengan memilih 1
dan j sebagai basis untuk £ 2 , maka vektor ( a + bi, c + di ) di £ 2 dapat dituliskan

sebagai kombinasi linear a + bi + cj + dk , di mana a + bi + cj + dk adalah bentuk umum


dari bilangan quaternion.

[1] Alumnus Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
[2] Dosen Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI

1
2. QUATERNION
2.1 Aljabar Quaternion
Bilangan di ¡4 dengan bentuk q = a + bi + cj + dk , di mana perkalian elemen

basisnya memenuhi hubungan i 2 = j 2 = k 2 = ijk = −1 disebut dengan quaternion. Pada


quaternion q = a + bi + cj + dk , nilai a disebut dengan bagian skalar quaternion q

sedangkan nilai bi + cj + dk disebut dengan bagian vektor quaternion q . Jika bagian


skalar quaternion q bernilai nol, maka quaternion q disebut dengan quaternion imajiner
murni sedangkan jika bagian vektor quaternion q bernilai nol, maka quaternion q
disebut dengan quaternion skalar. Selanjutnya, himpunan dari semua quaternion
dinotasikan dengan H . Berikut ini adalah operasi-operasi yang berlaku pada H .
Definisi 2.1.1
Untuk sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H , maka operasi-operasi berikut berlaku.

1. q1 ± q2 = ( a1 ± a2 ) + ( b1 ± b2 ) i + ( c1 ± c2 ) j + ( d1 ± d2 ) k ;

2. rq1 = ra1 + rb1i + rc1 j + rd1k untuk setiap r ∈ ¡ ;

3. q1q2 = ( a1a2 − b1b2 − c1c2 − d1d 2 ) + ( a1b2 + b1a2 + c1d 2 − d1c2 ) i +

( a1c2 + c1a2 − b1d2 + d1b2 ) j + ( a1d 2 + d1a2 + b1c2 − c1b2 ) k .


Dengan memperhatikan hubungan i 2 = j 2 = k 2 = ijk = −1 , diperoleh bahwa

ij = k dan ji = − k . Ini menunjukkan bahwa perkalian pada quaternion tidak bersifat


komutatif. Jika q1s dan q2s masing-masing menyatakan bagian skalar quaternion q1 dan
r r
q2 serta q1v dan q2v masing-masing menyatakan bagian vektor quaternion q1 dan q2 ,

maka hasil kali quaternion q1 dan q2 dapat dinyatakan sebagai


r r r r r r
q1q2 = q1s q2 s − q1v ⋅ q2v + q1s q2v + q2 s q1v + q1v × q2 v .
Ini memperlihatkan bahwa ketidakberlakuan sifat komutatif pada perkalian dua
r r
quaternion berasal dari hasil kali silang q1v dan q2v . Hasil ini kemudian memotivasi

adanya teorema berikut.


Teorema 2.1.2
r
Untuk sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H , q1q2 = q2 q1 jika dan hanya jika q1v
r
dan q2 v kolinear.

2
Adapun operasi pembagian pada H didefinisikan secara terpisah melalui definisi
berikut.
Definisi 2.1.3
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H . Jika q2 ≠ 0 membagi q1

dinotasikan dengan q1q2 −1 , maka q1q2 −1 didefinisikan dengan

a1a2 + b1b2 + c1c2 + d1d 2 b1a2 + d1c2 − a1b2 − c1d 2


q1q2 −1 = + i
a2 2 + b2 2 + c2 2 + d 2 2 a2 2 + b2 2 + c2 2 + d 2 2
b1d 2 + c1a2 − a1c2 − d1b2 c b + d a − a d −b c
+ j + 1 2 2 1 22 12 2 21 2 k .
a2 + b2 + c2 + d 2
2 2 2 2
a2 + b2 + c2 + d 2
Tidak berlakunya sifat komutatif perkalian pada H menyebabkan operasi
pembagian pada H menjadi suatu fungsi bernilai banyak. Definisi berikut akan
menjelaskan kemungkinan tentang hasil bagi dari dua quaternion.
Definisi 2.1.4
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H . Jika q2 ≠ 0 membagi q1 , maka

hasil baginya adalah salah satu dari q1q2 −1 atau q2 −1q1 .

Selain operasi yang telah disebutkan di atas, himpunan H juga mempunyai


operasi yang lain yaitu operasi konjuget. Berikut ini adalah definisi operasi konjuget pada
H.
Definisi 2.1.5
Diberikan sebarang quaternion q = a + bi + cj + dk ∈ H . Konjuget dari

quaternion q didefinisikan dengan q = a − bi − cj − dk .

Adapun sifat-sifat operasi konjuget pada H disajikan melalui teorema berikut.


Teorema 2.1.6
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H . Operasi konjuget pada quaternion

adalah:

1. q1 + q2 = q1 + q2 ;

2. rq1 = rq1 untuk setiap r ∈ ¡ ;

3. q1q2 = q2 q1 .
Selanjutnya, akan dibahas tentang modulus dan sifat-sifatnya pada quaternion.

3
Definisi 2.1.7
Modulus dari quaternion q = a + bi + cj + dk ∈ H didefinisikan dengan

q = qq = qq = a 2 + b2 + c 2 + d 2 .
Adapun sifat-sifat modulus pada quaternion disajikan pada teorema berikut.
Teorema 2.1.8
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H , maka:

1. rq1 = r q1 untuk setiap r ∈ ¡ ;

2. q1q2 = q1 q2 .
Suatu quaternion dengan modulus satu disebut dengan versor. Jika q ∈ H dan

q
q ≠ 0 , maka versor dari q didefinisikan dengan U q = . Melalui hasil ini, operasi
q

q1 q2
pembagian pada Definisi 2.3 dapat dituliskan dalam bentuk q1q2 −1 = 2
. Hasil yang
q2
telah diperoleh sejauh ini memotivasi adanya teorema berikut.
Teorema 2.1.10
Himpunan H dengan operasi jumlah dan hasil kalinya merupakan suatu
division ring.
2.2 Akar Kuadrat dari − 1
Terdapat dua bilangan kompleks di £ , yaitu i dan −i yang kuadratnya sama
dengan − 1 . Jika hal tersebut dibicarakan di H , maka terdapat tak berhingga banyak akar
kuadrat dari −1 . Untuk melihat hal tersebut, diberikan q = a + bi + cj + dk ∈ H dengan

q 2 = −1 . Ini berarti bahwa

q 2 = ( a + bi + cj + dk ) = a 2 − b 2 − c 2 − d 2 + 2 abi + 2acj + 2adk = −1 .


2

Diperoleh, a 2 − b 2 − c 2 − d 2 = −1 , 2ab = 0 , 2ac = 0 , dan 2 ad = 0 . Oleh karena itu,


haruslah b = c = d = 0 atau a = 0 .
Kasus 1: Jika b = c = d = 0 , maka a 2 − b 2 − c 2 − d 2 = a 2 = −1 . Hal ini jelas tidak
mungkin karena a ∈¡ .
Kasus 2: Jika a = 0 , maka b 2 + c 2 + d 2 = 1 .

4
Berdasarkan kasus 2, diperoleh bahwa kuadrat suatu quaternion adalah −1 jika
dan hanya jika quaternion tersebut merupakan suatu quaternion imajiner murni satuan.
Solusi quaternion untuk akar kuadrat dari − 1 ini mencakup setiap titik pada permukaan
dari sphere satuan di ¡3 .
2.3 Bentuk Kutub Quaternion
Secara khusus, bentuk kutub yang dibahas pada bagian ini dibatasi hanya untuk
bentuk kutub klasik dari suatu quaternion.
r
Diberikan quaternion q ∈ H dengan q ≠ 0 . Karena q = qs + qv , maka q dapat
r
 r q  r
r q q qv
dituliskan sebagai q = qs + qv = q  s + r v ⋅  , di mana n = r
v
menyatakan
 q qv q  qv
 
r 2 2 qs
vektor satuan dari bagian vektor quaternion q . Karena qs 2 + qv = q , maka dapat
q
r
qv
diinterpretasikan sebagai kosinus dari suatu sudut real dan dapat diinterpretasikan
q

sebagai sinus dengan sudut yang sama. Jika sudut yang dimaksud adalah θ , maka
r
r  qs qrv qv 
q = qs + qv = q  + r ⋅  = q ( cos θ + n sin θ ) … (1)
 q qv q 
Di sisi lain, bentuk deret untuk e nθ adalah

nθ ( nθ ) ( nθ ) + ... .
2 k

e nθ = 1 + + + ... +
1! 2! k!
Karena n adalah quaternion imajiner murni satuan, maka berdasarkan penjelasan

sebelumnya diperoleh bahwa n 2 = −1 . Akibatnya,

nθ ( nθ ) ( nθ ) + ...
2 k

e = 1+ + + ... +
1! 2! k!
nθ θ 2 nθ 3 θ 4
= 1+ − − + + ...
1! 2! 3! 4!
 θ2 θ4 ( −1) θ 2k + ...  + nθ − nθ 3 + ... + n ( −1) θ 2 k +1 + ...
k k

=  1 − + − ... +

 2! 4! ( 2k ) !  1!
 3! ( 2k + 1)!

5
 θ2 θ4 ( −1) θ 2 k  θ θ3 ( −1) θ 2 k +1 
k k

=  1 − + − ... + + ...  + n  − + ... + + ... 



 2! 4! ( 2k ) ! 

 1! 3!
 ( 2k + 1)! 

( −1) θ 2 k + n ∞ ( −1) θ 2k +1
k k

=∑ ∑
k =0 ( 2k ) ! k = 0 ( 2k + 1)!

= cos θ + n sin θ … (2)


Berdasarkan (1) dan (2), diperoleh
q = q ( cos θ + n sin θ ) = q e nθ .

Jika quaternion q dinyatakan dalam bentuk q = q ( cos θ + n sin θ ) = q e nθ , maka

quaternion q telah dinyatakan dalam bentuk kutub. Dalam hal ini, besarnya sudut θ

dibatasi hanya pada interval [ 0,π ] . Ini disebabkan karena modulus dari bagian vektor

suatu quaternion selalu bernilai positif. Hasil ini kemudian memotivasi adanya teorema
berikut.
Teorema 2.3.1 (Perluasan De Moivre untuk Quaternion)
Jika q ∈ H dinyatakan dalam bentuk kutub q = q ( cos θ + n sin θ ) , maka

( cos kθ + n sin kθ ) untuk setiap k ∈ ¢ .


k
qk = q
2.4 Geometri Quaternion
Secara khusus, bagian ini akan menjelaskan tentang geometri perkalian dari dua
buah quaternion. Diberikan quaternion q = a + bi + cj + dk ∈ H . Didefinisikan
a = µ cos θ , b = µ sin θ cos φ , c = µ sin θ sin φ cosψ dan d = µ sin θ sin φ sinψ , di
mana µ adalah modulus dari quaternion q , θ adalah amplitude quaternion q dengan

0 ≤ θ ≤ π , φ adalah sudut lintang (latitude) quaternion q dengan 0 ≤ φ ≤ π dan ψ


adalah sudut bujur (longitude) quaternion q dengan 0 ≤ ψ ≤ π . Untuk lebih memahami
penjelasan di atas, perhatikan gambar berikut.

6
U
garis lintang
garis bujur
P X Q R
0o

O R
50 o O o
A 40
equator
Q
P

S
(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Koordinat Titik Secara Melintang pada Sphere


(b) Koordinat Titik Secara Membujur pada Sphere

Misalkan ( b, c, d ) , ( b ', c ', d ') dan ( b ", c ", d ") adalah koordinat titik-titik pada

sumbu xyz di ruang tiga dimensi serta R , R ' dan R " masing-masing menyatakan titik

di mana vektor bi + cj + dk , b ' i + c ' j + d ' k dan b "i + c " j + d " k yang diperpanjang
memotong sphere satuan dengan pusat di titik asal. Jika R , R ' dan R " masing-masing
adalah titik representasi dari quaternion q , q ' , dan q " dengan qq ' = q " , maka

amplitude dari quaternion q dan q ' masing-masing sama dengan besar sudut R dan R '
pada segitiga permukaan RR ' R " yang diperoleh dengan cara menggambar busur
terpendek RR ' , R ' R " dan RR " . Ini berarti bahwa ∠R = θ dan ∠R ' = θ ' . Adapun
suplemen amplitude dari quaternion q " didefinisikan sebagai besar sudut R " pada

segitiga permukaan RR ' R " yang besarnya sama dengan π − θ " . Dengan kata lain,
∠R " = π − θ " . Selanjutnya jika θ =θ ' =θ "= 0, maka diperoleh persamaan
∠R + ∠R '+ ∠R " = π yang merepresentasikan jumlah sudut pada segitiga di bidang.
Contoh:
Jika q = i , q ' = j , dan q " = k , tentukanlah besar amplitude quaternion q , q ' ,

dan q " .

7
Penyelesaian:
Misalkan q = i , q ' = j , dan q " = k . Karena

q = µ cos θ + µ sin θ cos φ i + µ sin θ sin φ cosψ j + µ sin θ sin φ sinψ k ,


π
maka µ = 1 , θ = dan φ = 0 . Selanjutnya, karena
2
q ' = µ 'cos θ '+ µ 'sin θ 'cos φ ' i + µ 'sin θ 'sin φ 'cosψ ' j + µ 'sin θ 'sin φ 'sinψ ' k dan

q " = µ "cos θ "+ µ "sin θ "cos φ " i + µ "sin θ "sin φ "cosψ " j + µ "sin θ "sin φ "sinψ " k ,
π π π π π
maka µ ' = 1 , θ ' = , φ ' = , ψ ' = 0 , µ " = 1, θ " = , φ " = dan ψ " = . Jika R ,
2 2 2 2 2
R ' dan R " masing-masing adalah titik representasi dari quaternion q , q ' , dan q " ,
π π
maka amplitude dari quaternion q , q ' , dan q " masing-masing adalah θ = , θ'=
2 2
π
dan θ " = . Untuk lebih memahami masalah ini, perhatikan gambar berikut.
2
k

θ ''

θ'
j

θ
i

Gambar 2.2 Geometri Perkalian ij = k

3. FUNGSI REGULAR DAN SIFAT-SIFATNYA


Bagian ini akan membahas tentang fungsi regular dan beberapa sifat dasar dari
fungsi regular, di mana pembahasannya masih terkait dengan quaternion.
3.1 Fungsi Regular
Pada pembahasan ini dan selanjutnya, didefinisikan G sebagai suatu domain

terbatas di ¡3 , Γ = ∂G sebagai suatu permukaan yang cukup mulus, yaitu permukaan


yang mempunyai turunan parsial orde pertama kontinu pada setiap titik di permukaan,

8
dan u sebagai suatu fungsi yang didefinisikan di dalam G dan pada Γ dengan nilai di
H , yaitu fungsi dengan bentuk
u ( x ) = u0 ( x ) + u1 ( x ) i + u2 ( x ) j + u3 ( x ) k , x ∈ G ,

di mana u0 , u1 , u2 dan u3 adalah fungsi bernilai real. Untuk memudahkan penggunaan

dalam pembahasan selanjutnya, notasi e0 , e1 , e2 dan e3 akan lebih sering digunakan

untuk menggantikan notasi 1, i , j dan k . Dengan menggunakan notasi e0 , e1 , e2 dan

e3 , fungsi u dapat ditulis kembali menjadi


3
u ( x ) = ∑ ui ( x ) ei , x ∈ G ,
i =0

di mana ui ( x ) adalah fungsi bernilai real. Asumsikan bahwa sifat-sifat yang dimiliki u

seperti kekontinuan, keterdiferensialan dan keterintegralan juga dimiliki oleh semua

fungsi komponen ui ( x ) , di mana i = 0,1, 2,3 .


r r
Misalkan a = ( a0 , a1 , a2 , a3 ) adalah sebarang vektor di ¡ . Vektor a akan
4

3 r
bersesuaian dengan quaternion a , di mana a = ∑ a e . Jika vektor
i =0
i i a diganti dengan

ur ∂
vektor D = ( 0, D1 , D2 , D3 ) , di mana Di = untuk i = 1, 2,3 , maka diperoleh
∂xi
operator Cauchy-Riemann
3
D = ∑ Di ei .
i =0

Aksi D terhadap fungsi u dari arah kiri didefinisikan dengan Du sedangkan aksi D
terhadap fungsi u dari arah kanan didefinisikan dengan uD .
Definisi 3.1.1
Fungsi u disebut regular kiri di G jika dan hanya jika u ∈ C1H ( G ) dan

Du = 0 sedangkan fungsi u disebut regular kanan di G jika dan hanya jika


u ∈ C1H ( G ) dan uD = 0 .
Selanjutnya, fungsi regular kiri cukup disebut dengan fungsi regular dan
pembahasan dalam bagian ini akan lebih terfokus pada fungsi tersebut. Adapun himpunan
dari semua fungsi regular di G dinotasikan dengan AH ( G ) .

9
Contoh:
Jika u = x1e1 − x2e2 tidak nol, tunjukkan bahwa u merupakan fungsi regular

tetapi u 2 bukan merupakan fungsi regular.


Penyelesaian:
Misalkan u = x1e1 − x2 e2 tidak nol. Perhatikan bahwa

Du = ( D1e1 + D2e2 + D3e3 )( x1e1 − x2e2 ) = −1 + 1 = 0 .

Karena u ∈ CH ( G ) dan Du = 0 , maka berdasarkan Definisi 4.1.1 diperoleh bahwa u


1

merupakan fungsi regular. Selanjutnya, perhatikan bahwa


u 2 = uu = ( x1e1 − x2e2 )( x1e1 − x2e2 ) = − x12 − x2 2 sehingga

( )
Du 2 = ( D1e1 + D2e2 + D3e3 ) − x12 − x2 2 = −2 x1e1 − 2 x2e2 .

Karena u ≠ 0 , maka Du 2 ≠ 0 . Akibatnya, u 2 bukan merupakan fungsi regular.


Adakah kondisi yang menyebabkan kuadrat dari suatu fungsi regular juga
merupakan fungsi regular? Pertanyaan tersebut akan dijawab pada pembahasan
selanjutnya.
3.2 Sifat-sifat Fungsi Regular
Pembahasan pada bagian ini akan dimulai dengan definisi analitik secara
3
keseluruhan dari suatu fungsi u , di mana u mempunyai bentuk u = ∑x d
i =0
i i dengan

di ∈ H .
Definisi 3.2.1
Suatu fungsi u disebut analitik secara keseluruhan jika dan hanya jika u n
merupakan fungsi regular untuk setiap n∈ ¥ .
Diberikan di ∈ H untuk i = 0,1, 2,3 . Karena di ∈ H untuk i = 0,1, 2,3 , maka

terdapat bilangan real aij sedemikian sehingga

 d0   a00 a01 a02 a03  e0 


    
 d1  =  a10 a11 a12 a13  e1 
.
 d2   a20 a21 a22 a23  e2 
    
 d3   a30 a31 a32 a33  e3 
Untuk memudahkan penggunaan dalam pembahasan selanjutnya, didefinisikan A
sebagai matriks dengan bentuk

10
 a01 a02 a03 
 
a a12 a13 
A =  11 .
 a21 a22 a23 
 
 a31 a32 a33 
Selanjutnya, akan dijelaskan tentang sifat-sifat dasar dari fungsi regular. Sifat-
sifat dasar tersebut disajikan melalui teorema-teorema berikut.
Teorema 3.2.2
Diberikan sebarang d0 , d1 , d 2 , d3 ∈ H . d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3 jika

dan hanya jika rank A < 2 .


Teorema 3.2.3
3 3
Jika u ( x ) = ∑ ui ( x ) di , v ( x ) = ∑ vi ( x ) di dan rank A < 2 , maka
i =0 i =0

D ( uv ) = ( Du ) v + ( Dv ) u .
Teorema 3.2.4
3
Jika u ∈ AH ( G ) , u ( x ) = ∑ u ( x) d
i =0
i i dan rank A < 2 , maka u n ∈ AH ( G )

untuk semua n ∈ ¥ .
Konvers dari Teorema 3.2.4 adalah tidak benar. Berikut ini adalah contoh yang
memperlihatkan bahwa konvers dari Teorema 3.2.4 adalah tidak benar.
Contoh:
Jika u = 1 + 2e1 − e2 , tunjukkan bahwa u n ∈ AH ( G ) untuk semua n ∈ ¥ , di
3
mana u dapat dituliskan dalam bentuk u ( x ) = ∑ u ( x ) d , tetapi rank
i =0
i i A= 2.

Penyelesaian:

Misalkan u = 1 + 2e1 − e2 . Karena u adalah fungsi konstan, maka u ∈ AH ( G )


n

untuk semua n ∈ ¥ . Perhatikan bahwa

u = 1 + 2e1 − e2 = (1 + 2e1 − e2 ) + 4 (1 + 2e1 + e2 ) − 3 (1 + 2e1 + e2 ) − (1 + 2e1 + e2 )


sehingga

11
 2 −1 0
2 1 0 
A= .
2 1 0
 
2 1 0
Dengan melakukan operasi baris elementer terhadap matriks A , diperoleh

 2 −1 0
0 2 0 
A= .
0 0 0
 
0 0 0
Ini menunjukkan bahwa terdapat dua buah basis untuk A sehingga rank A = 2 . Jadi,
terbukti bahwa rank A = 2 .
Perhatikan kembali Teorema 3.2.2 dan Teorema 3.2.4. Berdasarkan kedua
teorema tersebut, diperoleh bahwa syarat cukup supaya pangkat ke- n dari suatu fungsi
regular juga merupakan fungsi regular adalah d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3 . Jika

syarat cukup ini dikaitkan dengan Definisi 3.2.1, maka d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3

juga merupakan syarat cukup supaya suatu fungsi regular menjadi fungsi yang analitik
secara keseluruhan.
Jika Teorema 4.2.3 diperhatikan kembali, maka teorema tersebut berlaku jika
masing-masing fungsi merupakan suatu fungsi yang analitik secara keseluruhan. Pada
teorema berikut, aksi D dapat dilakukan terhadap hasil kali dua fungsi, di mana masing-
masing fungsi tidak perlu merupakan fungsi yang analitik secara keseluruhan.
Teorema 3.2.5 (Perluasan Aturan Leibniz)
3 3
Jika u , v ∈ C 1H ( G ) dengan u = ∑ ui ei dan v = ∑ v je j , maka
i= 0 j =0

D ( uv ) = ( Du ) v + u ( Dv ) + 2  Re ( uD )  v .

Untuk penggunaan dalam teorema selanjutnya, didefinisikan


3
α ( y ) = ∑αi ( y ) ei , di mana α i adalah normal satuan yang berarah ke luar pada Γ di
i =1

titik y .

12
Teorema 3.2.6 (Formula Gauss)

Jika u ∈ CH1 ( G ) ∩ CH ( G ' ) , maka α u d Γ = Du dG .


∫ ∫
Γ G

Teorema 3.2.7 (Teorema Integral Cauchy)


Diberikan Γ ' ⊂ G sebagai suatu batas yang cukup mulus dari suatu domain

G ' ⊂ G . Jika u ∈ AH ( G ) , maka ∫ α u d Γ ' = 0 .


Γ'

Berikut ini adalah contoh penggunaan dari Teorema 3.2.7.


Contoh:

Misalkan Γ ' : x3 − 1 − x12 − x2 2 = 0 adalah suatu permukaan yang cukup mulus

dari domain G ': {( x , x , x ) ∈ ¡


1 2 3
3
0 < x12 + x22 + x3 2 < 4 } dan u = x1e1 − x2e2 .

Tentukanlah fungsi α sedemikian sehingga ∫ αu d Γ ' = 0 .


Γ'

Penyelesaian:
Dapat ditunjukkan secara mudah bahwa u = x1e1 − x2e2 ∈ AH ( G ' ) . Selanjutnya,

dapat diperiksa bahwa


DΓ '
α= = x1e1 + x2e2 + x3e3
DΓ '

merupakan normal satuan yang berarah ke luar pada Γ di titik ( x1 , x2 , x3 ) ∈ ¡ 3 . Karena

u = x1e1 − x2e2 ∈ AH ( G ' ) dan α = x1e1 + x2e2 + x3e3 merupakan normal satuan yang

berarah ke luar pada Γ di titik ( x1 , x2 , x3 ) ∈ ¡ 3 , maka berdasarkan Teorema 3.2.7

diperoleh bahwa ∫ αu d Γ ' = 0 .


Γ'

4. KESIMPULAN
Sebagian besar operasi yang terdapat pada £ masih dipertahankan oleh H .
Operasi-operasi yang dimaksud adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian
dan konjuget. Meskipun operasi-operasi tersebut masih dipertahankan, terdapat sedikit
perbedaan pada operasi perkalian, pembagian dan konjuget dalam hal sifat operasinya.
Perbedaan ini disebabkan karena operasi perkalian pada H tidak bersifat komutatif.
Dalam kasus sifat komutatif perkalian dipenuhi, fungsi regular mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pengembangan konsep keanalitikan suatu fungsi. Melalui fungsi

13
analitik secara keseluruhan, konsep lain seperti turunan fungsi analitik dan teorema
integral Cauchy dapat diperluas untuk quaternion.

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard. (1987). Aljabar Linear Elementer. Jakarta: Erlangga.

Bartle, Robert G. dan Sherbert, Donald R. (1999). Introduction To Real Analysis (third
ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Clayton, H. W. dan Straker, D. N. (1968). A Natural Approach to Mathematics. London:


Pergamon Press Ltd., Headington Hill Hall, Oxford.

Dedy, Endang dan Sumiaty, Encum. (2001). Fungsi Variabel Kompleks. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.

Durbin, John R. (2000). Modern Algebra (fourth ed.). New York: John Wiley & Sons,
Inc.

Gallian, Joseph A. (1998). Contemporary Abstract Algebra (fourth ed.). New York:
Houghton Mifflin Company.

G &u& rlebeck, Klaus dan Spr &o& ig, Wolfgang. (1990). Quaternionic Analysis and Elliptic
Boundary Value Problems. Basel.Boston.Berlin: Birkh &a& user Verlag.

Hamilton, W. R. (1853). Lectures On Quaternions. [Online]. Tersedia:


http://books.google.com/books?id=TCwPAAAAIAAJ&printsec=frontcover&dq
=quaternion+quotient+lines+tridimensional+space+time&as_brr=1#v=onepage&
q=quaternion%20quotient%20lines%20tridimensional%20space%20time&f=fals
e [25 Desember 2009]

Hamilton, W. R. (1843). On a new Species of Imaginary Quantities connected with a


theory of Quaternions. [Online]. Tersedia: http://www.maths.tcd.ie/
pub/HistMath/People/Hamilton/Quatern1/Quatern1.html [26 Januari 2010]

Jacob, Bill. (1989). Linear Algebra. New York: W. H. Freeman and Company.

Kyrala, A. (1967). Theoretical Physics: Applications Of Vectors, Matrices, Tensors And


Quaternions. Philadelphia & London: W. B. Saunders Company.

Purcell, Edwin J., Varberg, Dale dan Rigdon, Steven E. (2003). Kalkulus Jilid 2 (eighth
ed.). Jakarta: Erlangga.

Sangadji. (2006). Quaternion Dan Aplikasinya. [Online]. Tersedia:


http://www.batan.go.id/ppin/lokakarya 17.php [26 Januari 2010

Wilkins, David R. (2000). On Quaternions, Or On A New System Of Imaginaries In


Algebra. [Online]. Tersedia: http://www.google.co.id/#hl=id&source=

14
hp&q=on+quaternion%2C+or+on+a+new+system+of+imaginaries+in+algebra&
aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=952627baff9e53e [30 Desember 2009]

___________. (2009). Quaternion. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/


wiki/Quaternion [26 Januari 2010]

___________. (2009). Maths – Quaternions. [Online]. Tersedia: http://


www.euclideanspace.com/maths/algebra/realNormedAlgebra/quaternions/ [26
Januari 2010]

___________. (2009). Maths – Quaternion Arithmetic. [Online]. Tersedia: http://


www.euclideanspace.com/maths/algebra/realNormedAlgebra/quaternions/arithm
etic/index.htm [26 Januari 2010]

___________. (2009). Maths – Quaternion Functions. [Online]. Tersedia: http://


www.euclideanspace.com/maths/algebra/realNormedAlgebra/quaternions/functio
ns/index.htm [26 Januari 2010]

___________. (2009). Quaternions and spatial rotation. [Online]. Tersedia:


http://en.wikipedia.org/wiki/Quaternions_and_spatial_rotation [26 Januari 2010]

15

Anda mungkin juga menyukai