ABSTRAK
Quaternion merupakan suatu bilangan yang diperluas dari bilangan kompleks. Himpunan
semua quaternion dinotasikan dengan H . 1 Himpunan H memenuhi semua aksioma
untuk suatu field, kecuali hukum komutatif untuk perkalian sehingga H merupakan suatu
division ring. Sifat komutatif perkalian pada H merupakan syarat cukup supaya suatu
fungsi regular menjadi fungsi yang analitik secara keseluruhan. Konsep analitik secara
keseluruhan ini merupakan salah satu konsep yang diperluas dari konsep analitik pada
fungsi variabel kompleks.
Kata kunci: Quaternion, perluasan bilangan kompleks, fungsi analitik, fungsi regular.
1. PENDAHULUAN
Dalam Fungsi Variabel Kompleks, Dedy dan Sumiaty (2001:1) menyatakan
bahwa bilangan kompleks adalah pasangan terurut dari dua bilangan real x dan y yang
[1] Alumnus Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
[2] Dosen Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI
1
2. QUATERNION
2.1 Aljabar Quaternion
Bilangan di ¡4 dengan bentuk q = a + bi + cj + dk , di mana perkalian elemen
1. q1 ± q2 = ( a1 ± a2 ) + ( b1 ± b2 ) i + ( c1 ± c2 ) j + ( d1 ± d2 ) k ;
2
Adapun operasi pembagian pada H didefinisikan secara terpisah melalui definisi
berikut.
Definisi 2.1.3
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H . Jika q2 ≠ 0 membagi q1
adalah:
1. q1 + q2 = q1 + q2 ;
3. q1q2 = q2 q1 .
Selanjutnya, akan dibahas tentang modulus dan sifat-sifatnya pada quaternion.
3
Definisi 2.1.7
Modulus dari quaternion q = a + bi + cj + dk ∈ H didefinisikan dengan
q = qq = qq = a 2 + b2 + c 2 + d 2 .
Adapun sifat-sifat modulus pada quaternion disajikan pada teorema berikut.
Teorema 2.1.8
Diberikan sebarang quaternion q1 , q2 ∈ H , maka:
2. q1q2 = q1 q2 .
Suatu quaternion dengan modulus satu disebut dengan versor. Jika q ∈ H dan
q
q ≠ 0 , maka versor dari q didefinisikan dengan U q = . Melalui hasil ini, operasi
q
q1 q2
pembagian pada Definisi 2.3 dapat dituliskan dalam bentuk q1q2 −1 = 2
. Hasil yang
q2
telah diperoleh sejauh ini memotivasi adanya teorema berikut.
Teorema 2.1.10
Himpunan H dengan operasi jumlah dan hasil kalinya merupakan suatu
division ring.
2.2 Akar Kuadrat dari − 1
Terdapat dua bilangan kompleks di £ , yaitu i dan −i yang kuadratnya sama
dengan − 1 . Jika hal tersebut dibicarakan di H , maka terdapat tak berhingga banyak akar
kuadrat dari −1 . Untuk melihat hal tersebut, diberikan q = a + bi + cj + dk ∈ H dengan
4
Berdasarkan kasus 2, diperoleh bahwa kuadrat suatu quaternion adalah −1 jika
dan hanya jika quaternion tersebut merupakan suatu quaternion imajiner murni satuan.
Solusi quaternion untuk akar kuadrat dari − 1 ini mencakup setiap titik pada permukaan
dari sphere satuan di ¡3 .
2.3 Bentuk Kutub Quaternion
Secara khusus, bentuk kutub yang dibahas pada bagian ini dibatasi hanya untuk
bentuk kutub klasik dari suatu quaternion.
r
Diberikan quaternion q ∈ H dengan q ≠ 0 . Karena q = qs + qv , maka q dapat
r
r q r
r q q qv
dituliskan sebagai q = qs + qv = q s + r v ⋅ , di mana n = r
v
menyatakan
q qv q qv
r 2 2 qs
vektor satuan dari bagian vektor quaternion q . Karena qs 2 + qv = q , maka dapat
q
r
qv
diinterpretasikan sebagai kosinus dari suatu sudut real dan dapat diinterpretasikan
q
sebagai sinus dengan sudut yang sama. Jika sudut yang dimaksud adalah θ , maka
r
r qs qrv qv
q = qs + qv = q + r ⋅ = q ( cos θ + n sin θ ) … (1)
q qv q
Di sisi lain, bentuk deret untuk e nθ adalah
nθ ( nθ ) ( nθ ) + ... .
2 k
e nθ = 1 + + + ... +
1! 2! k!
Karena n adalah quaternion imajiner murni satuan, maka berdasarkan penjelasan
nθ ( nθ ) ( nθ ) + ...
2 k
nθ
e = 1+ + + ... +
1! 2! k!
nθ θ 2 nθ 3 θ 4
= 1+ − − + + ...
1! 2! 3! 4!
θ2 θ4 ( −1) θ 2k + ... + nθ − nθ 3 + ... + n ( −1) θ 2 k +1 + ...
k k
= 1 − + − ... +
2! 4! ( 2k ) ! 1!
3! ( 2k + 1)!
5
θ2 θ4 ( −1) θ 2 k θ θ3 ( −1) θ 2 k +1
k k
( −1) θ 2 k + n ∞ ( −1) θ 2k +1
k k
∞
=∑ ∑
k =0 ( 2k ) ! k = 0 ( 2k + 1)!
quaternion q telah dinyatakan dalam bentuk kutub. Dalam hal ini, besarnya sudut θ
dibatasi hanya pada interval [ 0,π ] . Ini disebabkan karena modulus dari bagian vektor
suatu quaternion selalu bernilai positif. Hasil ini kemudian memotivasi adanya teorema
berikut.
Teorema 2.3.1 (Perluasan De Moivre untuk Quaternion)
Jika q ∈ H dinyatakan dalam bentuk kutub q = q ( cos θ + n sin θ ) , maka
6
U
garis lintang
garis bujur
P X Q R
0o
O R
50 o O o
A 40
equator
Q
P
S
(a) (b)
Misalkan ( b, c, d ) , ( b ', c ', d ') dan ( b ", c ", d ") adalah koordinat titik-titik pada
sumbu xyz di ruang tiga dimensi serta R , R ' dan R " masing-masing menyatakan titik
di mana vektor bi + cj + dk , b ' i + c ' j + d ' k dan b "i + c " j + d " k yang diperpanjang
memotong sphere satuan dengan pusat di titik asal. Jika R , R ' dan R " masing-masing
adalah titik representasi dari quaternion q , q ' , dan q " dengan qq ' = q " , maka
amplitude dari quaternion q dan q ' masing-masing sama dengan besar sudut R dan R '
pada segitiga permukaan RR ' R " yang diperoleh dengan cara menggambar busur
terpendek RR ' , R ' R " dan RR " . Ini berarti bahwa ∠R = θ dan ∠R ' = θ ' . Adapun
suplemen amplitude dari quaternion q " didefinisikan sebagai besar sudut R " pada
segitiga permukaan RR ' R " yang besarnya sama dengan π − θ " . Dengan kata lain,
∠R " = π − θ " . Selanjutnya jika θ =θ ' =θ "= 0, maka diperoleh persamaan
∠R + ∠R '+ ∠R " = π yang merepresentasikan jumlah sudut pada segitiga di bidang.
Contoh:
Jika q = i , q ' = j , dan q " = k , tentukanlah besar amplitude quaternion q , q ' ,
dan q " .
7
Penyelesaian:
Misalkan q = i , q ' = j , dan q " = k . Karena
q " = µ "cos θ "+ µ "sin θ "cos φ " i + µ "sin θ "sin φ "cosψ " j + µ "sin θ "sin φ "sinψ " k ,
π π π π π
maka µ ' = 1 , θ ' = , φ ' = , ψ ' = 0 , µ " = 1, θ " = , φ " = dan ψ " = . Jika R ,
2 2 2 2 2
R ' dan R " masing-masing adalah titik representasi dari quaternion q , q ' , dan q " ,
π π
maka amplitude dari quaternion q , q ' , dan q " masing-masing adalah θ = , θ'=
2 2
π
dan θ " = . Untuk lebih memahami masalah ini, perhatikan gambar berikut.
2
k
θ ''
θ'
j
θ
i
8
dan u sebagai suatu fungsi yang didefinisikan di dalam G dan pada Γ dengan nilai di
H , yaitu fungsi dengan bentuk
u ( x ) = u0 ( x ) + u1 ( x ) i + u2 ( x ) j + u3 ( x ) k , x ∈ G ,
di mana ui ( x ) adalah fungsi bernilai real. Asumsikan bahwa sifat-sifat yang dimiliki u
3 r
bersesuaian dengan quaternion a , di mana a = ∑ a e . Jika vektor
i =0
i i a diganti dengan
ur ∂
vektor D = ( 0, D1 , D2 , D3 ) , di mana Di = untuk i = 1, 2,3 , maka diperoleh
∂xi
operator Cauchy-Riemann
3
D = ∑ Di ei .
i =0
Aksi D terhadap fungsi u dari arah kiri didefinisikan dengan Du sedangkan aksi D
terhadap fungsi u dari arah kanan didefinisikan dengan uD .
Definisi 3.1.1
Fungsi u disebut regular kiri di G jika dan hanya jika u ∈ C1H ( G ) dan
9
Contoh:
Jika u = x1e1 − x2e2 tidak nol, tunjukkan bahwa u merupakan fungsi regular
( )
Du 2 = ( D1e1 + D2e2 + D3e3 ) − x12 − x2 2 = −2 x1e1 − 2 x2e2 .
di ∈ H .
Definisi 3.2.1
Suatu fungsi u disebut analitik secara keseluruhan jika dan hanya jika u n
merupakan fungsi regular untuk setiap n∈ ¥ .
Diberikan di ∈ H untuk i = 0,1, 2,3 . Karena di ∈ H untuk i = 0,1, 2,3 , maka
10
a01 a02 a03
a a12 a13
A = 11 .
a21 a22 a23
a31 a32 a33
Selanjutnya, akan dijelaskan tentang sifat-sifat dasar dari fungsi regular. Sifat-
sifat dasar tersebut disajikan melalui teorema-teorema berikut.
Teorema 3.2.2
Diberikan sebarang d0 , d1 , d 2 , d3 ∈ H . d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3 jika
D ( uv ) = ( Du ) v + ( Dv ) u .
Teorema 3.2.4
3
Jika u ∈ AH ( G ) , u ( x ) = ∑ u ( x) d
i =0
i i dan rank A < 2 , maka u n ∈ AH ( G )
untuk semua n ∈ ¥ .
Konvers dari Teorema 3.2.4 adalah tidak benar. Berikut ini adalah contoh yang
memperlihatkan bahwa konvers dari Teorema 3.2.4 adalah tidak benar.
Contoh:
Jika u = 1 + 2e1 − e2 , tunjukkan bahwa u n ∈ AH ( G ) untuk semua n ∈ ¥ , di
3
mana u dapat dituliskan dalam bentuk u ( x ) = ∑ u ( x ) d , tetapi rank
i =0
i i A= 2.
Penyelesaian:
11
2 −1 0
2 1 0
A= .
2 1 0
2 1 0
Dengan melakukan operasi baris elementer terhadap matriks A , diperoleh
2 −1 0
0 2 0
A= .
0 0 0
0 0 0
Ini menunjukkan bahwa terdapat dua buah basis untuk A sehingga rank A = 2 . Jadi,
terbukti bahwa rank A = 2 .
Perhatikan kembali Teorema 3.2.2 dan Teorema 3.2.4. Berdasarkan kedua
teorema tersebut, diperoleh bahwa syarat cukup supaya pangkat ke- n dari suatu fungsi
regular juga merupakan fungsi regular adalah d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3 . Jika
syarat cukup ini dikaitkan dengan Definisi 3.2.1, maka d i d j = d j d i untuk i, j = 0,1, 2,3
juga merupakan syarat cukup supaya suatu fungsi regular menjadi fungsi yang analitik
secara keseluruhan.
Jika Teorema 4.2.3 diperhatikan kembali, maka teorema tersebut berlaku jika
masing-masing fungsi merupakan suatu fungsi yang analitik secara keseluruhan. Pada
teorema berikut, aksi D dapat dilakukan terhadap hasil kali dua fungsi, di mana masing-
masing fungsi tidak perlu merupakan fungsi yang analitik secara keseluruhan.
Teorema 3.2.5 (Perluasan Aturan Leibniz)
3 3
Jika u , v ∈ C 1H ( G ) dengan u = ∑ ui ei dan v = ∑ v je j , maka
i= 0 j =0
D ( uv ) = ( Du ) v + u ( Dv ) + 2 Re ( uD ) v .
titik y .
12
Teorema 3.2.6 (Formula Gauss)
Penyelesaian:
Dapat ditunjukkan secara mudah bahwa u = x1e1 − x2e2 ∈ AH ( G ' ) . Selanjutnya,
u = x1e1 − x2e2 ∈ AH ( G ' ) dan α = x1e1 + x2e2 + x3e3 merupakan normal satuan yang
4. KESIMPULAN
Sebagian besar operasi yang terdapat pada £ masih dipertahankan oleh H .
Operasi-operasi yang dimaksud adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian
dan konjuget. Meskipun operasi-operasi tersebut masih dipertahankan, terdapat sedikit
perbedaan pada operasi perkalian, pembagian dan konjuget dalam hal sifat operasinya.
Perbedaan ini disebabkan karena operasi perkalian pada H tidak bersifat komutatif.
Dalam kasus sifat komutatif perkalian dipenuhi, fungsi regular mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pengembangan konsep keanalitikan suatu fungsi. Melalui fungsi
13
analitik secara keseluruhan, konsep lain seperti turunan fungsi analitik dan teorema
integral Cauchy dapat diperluas untuk quaternion.
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, Robert G. dan Sherbert, Donald R. (1999). Introduction To Real Analysis (third
ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.
Dedy, Endang dan Sumiaty, Encum. (2001). Fungsi Variabel Kompleks. Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Durbin, John R. (2000). Modern Algebra (fourth ed.). New York: John Wiley & Sons,
Inc.
Gallian, Joseph A. (1998). Contemporary Abstract Algebra (fourth ed.). New York:
Houghton Mifflin Company.
G &u& rlebeck, Klaus dan Spr &o& ig, Wolfgang. (1990). Quaternionic Analysis and Elliptic
Boundary Value Problems. Basel.Boston.Berlin: Birkh &a& user Verlag.
Jacob, Bill. (1989). Linear Algebra. New York: W. H. Freeman and Company.
Purcell, Edwin J., Varberg, Dale dan Rigdon, Steven E. (2003). Kalkulus Jilid 2 (eighth
ed.). Jakarta: Erlangga.
14
hp&q=on+quaternion%2C+or+on+a+new+system+of+imaginaries+in+algebra&
aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=952627baff9e53e [30 Desember 2009]
15