Anda di halaman 1dari 109

PROPOSAL SKRIPSI

GAYA BAHASA DAN PESAN MORAL DALAM NOVEL SURAT KECIL


UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR : SEBUAH KAJIAN
STILISTIKA

Disusun Oleh:

Katerina Siene Hungan

207001016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

YOGYAKARTA

TAHUN 2021
LEMBARAN PENGESAHAN

Nama : Katerina Siene

Hungan Nim : 2017001016

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Judul Skripsi : GAYA BAHASA DAN PESAN MORAL DALAM NOVEL SURAT
KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR : SEBUAH
KAJIAN STILISTIKA.

Tanggal pengesahan……………..

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Rusdian Noor, M.Hum Dra. Widowati, M.Hum

NIDN: 0503076401 NIDN :

i
KATA PENGANTAR

ii
BAB I
PEMBUKA

A. Latar Belakang Masalah


Gaya bahasa adalah cara penulis mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadiannya (pemakai bahasa). Keraf (2004:23)
menyatakan bahwa gaya bahasa yang dimiliki oleh seseorang merupakan bagian dari diksi
bertalian erat dengan ungkapan- ungkapan yang individual atau karakteristik atau
memiliki nilai artistik tinggi. Kemudian diwujudkan dengan cara pemilihan diksi dengan
tepat sehingga dapat membedakan individu yang satu dengan yang lainnya, karena pada
hakekatnya unsur gaya mempunyai keterkaitan dengan karya sastra.

Gaya bahasa menurut Slametmuljana merupakan susunan perkataan yang terjadi


karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, sehingga menimbulkan suatu
perasaan tertentu alam hati pembaca (Pradopo,2009: 93). Sebuah gaya bahasa yang baik
harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun dan menarik (keraf, 2007:112-
113 ). Gaya bahasa memungkinkan kita untuk dapat menilai pribadi, watak, dan
kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik bahasa seseorang
semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang,
semakin buruk pulan penilaian orang terhadapanya.

Gaya bahasa dan pesan moral juga menjadi unsur penting dalam sebuah karya sastra.
Setiap pengarang mempunyai cara masing-masing dalam penggunaan gaya bahasa dan
penyampaian pesan moral kepada pembaca. Pesan moral yang disampaikan kepada
pembaca dalam sebuah karya sastra tentu sangat bermanfaat. Demikian juga, pesan moral
yang disampaikan di dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan. Pesan moral yang terdapat
pada novel ini mengajarkan bagaimana hubungan manusia dengan manusia dan juga
manusia dengan Tuhan. Selain itu, penggunaan gaya bahasa di dalam novel ini membuat
para pembaca seolah-olah ikut merasakan langsung kisah Keke di dalam novel tersebut.

Fungsi gaya bahasa bersifat estetika sehingga membuat setiap cerita dalam novel
lebih hidup dan menarik, meningkatkan selera pembaca dan memperkuat gagasan dalam
novel. Gaya bahasa pada umunya dipakai untuk menarik minat pembaca agar tidak bosan
membaca karya tersebut. Maka, Agnes Davonar dalam menulis novel Surat Kecil Untuk
Tuhan ini menggunakan berbagai macam gaya bahasa berupa majas. Macam-macam
majasyang
1
digunakan Agnes Davonar adalah majas perbandingan, yaitu Personifikasi dan hiperbola,
majas pertentangan yaitu, paradoks dan majas litotes, majas sindiran yaitu ironi dan
sarkasme, dan majas penegasan, yaitu Repetisi dan klimaks. Macam-macam gaya bahasa
tersebut digunakan oleh Agnes Davonar agar pembaca tidak merasa bosan ketika membaca
novel yang ditulisnya dan semakin tertarik untuk membaca novel tersebut.

Novel Surat Kecil untuk Tuhan ini merupakan karya Agnes Davonar. Novel ini
diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 yang mengisahkan perjuangan hidup seorang
gadis remaja yang menderita penyakit kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Keke
seorang gadis cantik mantan artis cilik yang berusia 13 tahun, dialah pemeran utama
dalam novel ini. Hal menarik lainnya dalam novel ini adalah perjuangan ayah keke untuk
menyelamatkan putrinya begitu mengharukan.

Oleh karena itu, peneliti memilih teori stilistika sebagai landasan dalam melakukan
penelitian ini karena berbagai gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang novel Surat
Kecil Untuk Tuhan tersebut menarik untuk diteliti. Selain itu, pemilihan novel tersebut
sebagai objek penelitian karena penggunaan ragam gaya bahasa atau majas serta pesan-
pesan moral pada novel tersebut sangat menarik sehingga perlu diteliti untuk memudahkan
para pembaca dalam memahami isi dan maksud yang ingin pengarang disampaikan dalam
novel tersebut. Untuk menuju stilistika peneliti membaca keseluruhan isi pada novel Surat
Kecil Untuk Tuhan ini agar peneliti dapat mengetahui ragam bahasa yang digunakan oleh
pengarang sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Selain itu,
penelitian tentang gaya bahasa dan pesan moral dalam novel ini berguna sebagai referensi
bagi pembaca dan dapat menambah pembendahraan materi guru dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah terutama pelajaran tentang gaya bahasa dan pesan
moral dalam novel.

2
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.

2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar Karya Agnes Davonar.

3. Gaya Bahasa yang paling dominan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

4. Pesan-pesan Moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.

5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.

6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

C. Batasan Masalah
Penelitian ini fokus pada permasalahan yang diteliti yaitu :
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.

2. Makna Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
3. Gaya Bahasa yang paling dominan di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
4. Pesan-pesan moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

Pembatasan masalah diatas bertujuan untuk menghindari adanya penyimpangan


maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian ini lebih terarah dan memudahkan
dalam pembahasan sehingga tujuan dari penelitian ini dapat tercapai.
3
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat disimpulkan rumusan
masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa sajakah macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil
untuk Tuhan Karya Agnes Davonar?
2. Apa makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar?
3. Gaya Bahasa apakah yang paling dominan di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar ?
4. Apa sajakah pesan-pesan moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar?
5. Bagaimanakah cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar?
6. Apa tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan peneliti tentang macam-macam gaya bahasa yang
digunakan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar.
2. Mendeskripsikan tentang makna gaya bahasa yang terkandung dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar.
3. Mendeskripsikan tentang gaya bahasa yang paling dominan di dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar.
4. Mendeskripsikan kepada para pembaca nilai moral yang terdapat di dalam Novel
Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar tersebut.
5. Mendeskripsikan kepada para pembaca cara pengarang menyampaikan pesan
moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

4
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan maanfaat baik teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teori
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
tentang nilai moral dan gaya bahasa bagi peneliti beriktunya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
perkembangan karya sastra di Indonesia.

2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan, serta
sebagai referensi bagi para peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian
dengan tema maupun metode yang sama.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat membaca memahami pesan
moral dan gaya bahasa yang terdapat pada novel Surat Kecil untuk Tuhan
tersebut, serta dapat mengaplikasikan pesan moral tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengajaran sastra di
sekolah terutama pelajaran tentang gaya bahasa di dalam novel pada kelas XI
agar terciptanya pembelajaran yang menarik, kreatif dan inovatif.

5
BAB II
LANDASAN TEORI, PENELITIAN
TERDAHULU YANG RELEVAN DAN
KERANGKA PIKIR

A. Landasan Teori
Landasan teori merupakan bagian dari penelitian yang memuat teori-teori dan hasil-hasil
penelitian yang berasal dari studi kepustakaan yang memiliki fungsi sebagai kerangka teori
untuk menyelesaikan pekerjaan penelitian. Landasan teori juga sering disebut kerangka
teori. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori kajian stilistika.

1. Stilistika

a. Pengertian Stilistika
Istilah stilistika tidak dapat dipisakan dari style karena kedua istilah itu saling
berkaitan satu sama lain. Style adalah salah satu aspek yang digarap oleh stilistika.
Menurut Gorys Keraf, style diambil dari bahasa latin stylus adalah alat untuk menulis
pada lempengan lilin. Kejelasan tulisan dalam lempeng tersebut tergantug pada keahlian
sang penulis. Sementara orang-orang Yunani juga telah mengembangkan teori terkait
Style yang diartikan sebagai kualitas dari sebuah ungkapan.
Stilistika dapat dipahami sebagai suatu kajian atau ilmu yang objeknya adalah
rangkaian gaya bahasa atau style. Menurut Syihabuddin Qalyubi dalam disertasinya
menyabutkan bahwa stiliska adalah ilmu yang mempelajari style dan berusaha
menjelaskan ekspresi pengarang, nilai estetika yang ditimbulkan dari pemilihan kata
dan effek yang di timbulkan dari makna. Selain itu, bidang ilmu stlistika juga
menjelaskan mengenai fonologi, sintaksis, leksikal, diksi, bahkan potensi bahasa yang
tengah digunakan pengarang dalam karya-karyanya.
Stilistika adalah salah satu studi yang mengkaji bagaimana seorang memanipulasi
kaidah-kaidah yang ada dalam sebuah bahasa, sekaligus efek yang ditimbulkan dari
penggunaannya dalam sebuah karya. Menurut Nyoman, stilistika adalah ilmu yang
menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-
aspeknya. Bidang ini lebih memfokuskan pada pengkajian performansi kebahasaan
membuat stilistika tidak bisa lepas dari teori-

6
teori kesastraan. Namun, bahasa stilistikas tidak hanya mengacu pada ragam
bahasa sastra.

Stilistika tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, tetapi
juga studi gaya bahasa pada umumnya meskipun ada perhatian khusus pada bahasa
kesusastraan yang paling sadar dan paling komples. Slametmuljana ( dalam
Rachamad Djoko Pradopo, 1993: 2) mengatakan bahwa stilistika itu pengetahuan
tentang kata jiwa. Kata berjiwa itu adalah adalah kata yang dgunakan dalam cipta
sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Stilistika berguna untuk
membeberkan kesan pemakaian susun kata dalam kalimat yang menyababkan gaya
kalimat, di samping ketetapan pemilihan kata, memegang peran penting dalam cipta
sastra.

Secara teoretis, telah banyak pakar sastra yang memberikan definisi tentang
stilistika. Beberapa di antaranya seperti diuraikan berikut ini. Verdonk (2002: 4)
memandang stilistika, atau studi tentang gaya, sebagai analisis ekspresi yang khas
dalam bahasa untuk mendeskripsikan tujuan dan efek tertentu. Bahasa dalam karya
sastra adalah bahasa yang khas sehingga berbeda dari bahasa dalam karya-karya
nonsastra. Untuk itulah, analisis terhadap bahasa sastra pun membutuhkan analisis
yang khusus. Dalam hal ini dibutuhkan stilistika sebagai teori yang secara khusus
menganalisis bahasa teks sastra (Mills, 1995: 3).

Penggunaan gaya bahasa dalam karya sastra berlawanan dengan pengunaan


bahasa pada karya ilmiah. Penggunaan bahasa pada karya ilmiah pastinya
menggunakan bahasa yang baik dan benar, pemilihan kata yang tepat, kalimatnya
jelas, ini harus diperhatikan sekali agar tidak menimbulkan makna ambigu/ganda.
Sedangkan pemakaian bahasa dalam karya sastra lebih memiliki kebebasan yang
berasal dari kreatifitas pengarang, karena dimaksudkan agar dapat memiliki
kekayaan makna. Musthafa (2008: 51) berpendapat bahwa stilistika adalah gaya
bahasa yang digunakan seseorang dalam mengekspresikan gagasan lewat tulisan.
Pengertian stilistika yang cukup komprehensif dan representatif seperti dikemukakan
oleh Tuloli (2000: 6), stilistika atau ilmu gaya bahasa pada umumnya membicarakan
pemakaian bahasa yang khas atau istimewa, yang merupakan ciri khas seorang
penulis, aliran sastra, atau pula penyimpangan dari bahasa sehari-hari atau dari
bahasa yang normal atau baku, dan sebagainya. Dengan demikian, secara sederhana

7
dapat disimpulkan bahwa stilistika (stylistics) adalah ilmu yang secara spesifik
mengungkap penggunaan gaya bahasa yang khas dalam karya sastra.

b. Ranah Kajian Stilistika.


Menurut Abrams yang dikutip oleh Nurgiyantoro ranah kajian dalam stilistika ada
beberapa aspek. Pertama, aspek fonologi yang dicontohkan dengan pola suara,
ujaran, irama, dan rima. Kedua, sintaksis yang mengkaji struktur morfologi suatu
teks, kalimat, frasa, dan klausa. Ketiga, leksikasl yang berfokus pada wilayah
penggunaan kelas kata baik abstrak maupun konkret atau penggunaan kata kerja,
kata benda dan kata sifat tertentu. Keempat, penggunaan bahasa figurative dan retoris
berupa majas dan citraan.
Nurgiyantoro menyebutkan bahwa unsur-unsur style dalam stilistika meliputi
bunyi, kata, gramatikal, kohesi, pemajasan, penyiasatan struktur dan citraan. Jika
menganut madzhab klasik, maka yang dipakai adalah pandangan Aristoteles yakni
hanya berpaku pada bahasa figurative dan sarana retorika atau penyiasatan struktur.
Jika menggunakan madzhab modern maka seluruh wujud pendayagunaan bahasa,
mulai dari ejaan, pungtuasi dan format penulisan masuk ke dalam komponen style.
Terlepas dari kedua paham tersebut, setiap orang diberi kebebasan untuk menentukan
unsur-unsur apa yang ingin mereka masukan ke dalam kajian stilistika. Bagi
Nurgiyantoro, unsur- unsur yang penting untuk dibahas dalam stilistika antara lain;
unsur bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif (pemanjasan), sarana retorika
(penyiasatan struktur) citraan dan kohesi.

1) Fonologi
Secara etimologis, fonologi berasal dari kata fon yang mengandung arti bunyi
dan logos yang berarti ilmu. Maka secara umum fonologi adalah salah satu bidang
kajian linguistik yang berusaha mempelajari dan menganalisis runtutan bunyi-
bunyi bahasa. Fonologi dibagi menjadi dua menurut objek yang dikajinya.
Pertama yaitu, fonetik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa mengindahkan adanya fungsi pada bunyi-bunyi tersebut. Fonetik
dibagi menjadi tiga dilihat dari proses terjadinya bahasa, yaitu fonetik
artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris. Kedua, fonemik merupakan
percabangan fonologi yang merupakan bunyi-bunyi bahasa sekaligus

8
memperhatikan apakah terdapat fungsi dalam bunyi-bunyi tersebut yang dapat
digunakan sebagai pembeda.
Bunyi sendiri adalah aspek penting dalam eksistensi sebuah bahasa. Bunyi
kemudian mulai dilambangkan dengan huruf, yang kita kenal dengan bahasa
tulis. Dalam bahasa tulis, ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan
aspek bunyi, yaitu fonem konsonan, vokal, dan gabungan antara keduanya.
Kajian stilistika yang datang kemudian, berusaha mengkaji aspek bunyi dengan
berbagai macam sarana, seperti persajakan, irama, orkestrasi, dan lain
sebagainya.

2) Sintaksis
Sintaksis atau juga sering disebut dengan preferensi kalimat adalah bentuk
atau ragam kalimat yang biasa dipergunakan sebagai alat untuk memengaruhi
makna dalam menyampaikan pesan. Sintaksis juga diartikan sebagai hubungan
antara tanda dalam sebuah teks berdasarkan kaidah kebahasaan. Dalam kajian
sintaksis terdapat struktur sintaksis yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran.
Fungsi sintaksis meliputi istilah subjek, objek, predikat, dan keterangan.
Kategori sintaksis meliputi istilah nomina, verba, ajektifa, dan numeralia.
Sementara peran sintaksis meliputi istilah perilaku penderita dan penerima.

3) Leksikal
Aspek leksikal adalah aspek bunyi yang senantiasa terkait dengan kerja kata-
kata, yang ada dalam kajian stilistika. Ia merupakan aspek terkecil dalam konteks
struktus sintaksis dan wacana. Peran kata di sini memang yang paling menonjol,
mengingat kata dapat digunakan untuk mengkaji, menemukan, dan menjabarkan
fungsi keindahan dalam sebuah bahasa. Gorys Keraf menuturkan bahwa yang
dimaksud dengan struktur leksikal adalah berbagai macam relasi semantik yang
terdapat pada tiap kata.
Leksikal digunakan oleh pengarang sebagai kerja pertama setelah menentukan
ide atau pokok bahasan. Pemilihan kata untuk tujuan-tujuan tertentu secara pasti
akan dilakukan oleh pengarang baik dalam bidang sastra maupun non-sastra.
Pemilihan kata tersebut akan berdampak pada kemampuan pembaca memahami
jelis bahasa pengarang. Semisal pengarang menggunakan bahasa ilmiah, maka
diksi yang digunakan tidak boleh keluar dari prasyarat seperti harus

9
menggunakan kata formal, baku, lebih didorong ke makna referensial, dan lain
sebagainya. Berbeda dengan ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra,
maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah ketepatan diksi dan keindahannya.
Aspek bunyi, bentuk, makna, ekspresivitas, sampai aspek sosial perlu juga
diperhatikan lebih mendalam.

4) Bahasa Figuratif dan Retorika


Bahasa figuratif dapat juga diartikan sebagai bahasa penyimpangan yang
berbeda dengan bahasa keseharian. Bahasa figuratif sengaja diciptakan berbeda
dengan bahasa standar untuk memperoleh efek khusus. Secara harfiyah, bahasa
figuratif yang juga dimaknai sebagai deviasi adalah penyimpangan ragam dan
struktur bahasa. Dalam kajian sastra, pengarang terbiasa memberikan ciri khas
pada karya-karyanya dengan penyimpangan dari norma atau konvensi sastra
yang dibakukan. Secara konkret, penyimpangan bahasa ini terjadi pada makna,
bukan lagi makna denotatif tetapi jatuh pada makna kias atau konotatif. Dalam
pandangan klasik, hanya mengklasifikasikan adanya dua komponen yakni
figures of thought dan rhetorical figures. Figures of thought adalah bentuk
penyimpangan bahasa dari makna harfiah, yang lebih mendayakan makna kias,
makna tidak langsung, makna konotasi atau dalam istilah lain disebut dengan
majas. Jadi makna yang terkandung dalam bahasa figuratif ini tidak dapat
ditafsirkan sesuai dengan bentukan katanya.

c. Karya Sastra dari Sudut Stilistika


Untuk mengkaji karya sastra dari sudut stilistika, ada dua
kemungkinan dalam mendekatinya. Pertama, studi stilistika dilakukan
dengan cara menganalisis sistem linguistik karya sastra dan dilanjutkan
dengan menginterpretasi ciri-cirinya, dilihat dari tujuan estetis karya sastra
sebagai makna yang penuh. Kedua, penelitian stilistika ini dilakukan dengan
mengamati variasi dan distorsi terhadap pemakian bahasa yang normal dan
menemukan tujuan estetisnya (Wellek dan Warren, 1990: 226). Dari kedua
pendekatan tersebut terlihat perbedaan letak pijakannya. Namun, kedua
pendekatan tersebut pada hakikatnya tidaklah saling bertentangan.
Dikemukakan Pradopo (dalam Syarifudin, 2006: 15) aspek gaya bahasa
meliputi, bunyi, kata, dan kalimat. Bunyi meliputi asosiasi, alitrasi, pola
10
persajakan, orkestrasi dan iramanya, kata meliputi aspek morfologi, sematik
dan etimologi, dan kalimat meliputi gaya kalimat dan sarana retorika.
Kajian stilistika merupakan bentuk kajian yang menggunakan pendekatan
objektif. Dinyatakan demikian karena ditinjau dari sasaran kajian dan
penjelasan yang dibuahkan, kajian stilistika merupakan kajian yang
berfokus pada wujud penggunaan sistem tanda dalam karya sastra yang
diperoleh secara rasional-empirik dapat dipertanggungjawabkan.

d. Stilistika Sastra dan Stilistika Linguistik


Pembicaraan stilistika tidak dapat dilepaskan dari linguistik atau ilmu bahasa.
Bahkan, secara tegas Starcke (2010: 2) dalam definisinya menyatakan bahwa
stilistika sebagai salah satu disiplin linguistik. Eksistensi linguistik dalam konteks
stilistika itu seperti tampak pada pandangan beberapa pakar berikut. Junus (1989:
xvii) misalnya, memandang stilistika sebagai ilmu gabung (inter atau multidisiplin)
antara linguistik dan ilmu sastra. Widdowson (1997: 3) dan Sudjiman (1993: 3)
memandang stilistika sebagai kajian mengenai diskursus (wacana) kesastraan yang
beranjak dari orientasi linguistik. Mcrae dan Clark (dalam Davies dan Elder, 2006:
328) berpendapat bahwa stilistika sebagai penggunaan linguistik (ilmu bahasa) untuk
mendekati teks sastra. Simpson (2004: 3) melihat analisis stilistika berfungsi untuk
memahami teks sastra dengan dasar wawasan struktur linguistik. Sementara Child
dan Fowler (2006: 229) memandang stilistika sebagai kajian analitis terhadap sastra
dengan menggunakan konsep atau teknik linguistik modern.
Berdasarkan pandangan beberapa pakar tadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa stilistika merupakan pengkajian sastra dari perspektif linguistik. Beberapa
pandangan pakar di atas menjelaskan bahwa dasar pemahaman linguistik menjadi
kebutuhan mutlak jika ingin menerapkan teori stilistika. Wellek dan Warren
(1989:221) lebih menegaskan bahwa stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik
tanpa dasar linguistik yang kuat karena salah satu penelitian utamanya adalah kontras
sistem bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya.

Dengan demikian, pemahaman stilistika sebagai ilmu gabung (linguistik dan


sastra) merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan (Sayuti, 2001: 173).
Penggabungan dua disiplin ilmu, yaitu linguistik dan sastra menyebabkan terjadinya
dikotomi arah kajian atau penelitian stilistika. Teori stilistika dapat diterapkan dalam
11
kerangka penelitian bahasa (linguistik), dan dapat pula diterapkan dalam penelitian
sastra. Teori stilistika yang digunakan dalam kerangka penelitian bahasa (linguistik)
lazim disebut stilistika linguistik, atau dalam istilah Hendricks (dalam Aminuddin,
1995: 22) disebut stylolinguistik. Sementara teori stilistika yang digunakan dalam
kerangka penelitian sastra sering disebut stilistika sastra. Oleh sebab itu, secara
umum, dibedakan menjadi dua jenis stilistika yaitu stilistika linguistik atau
linguistics stylistics dan stilistika sastra atau literary (poetic) stylistics (Missikova,
2003: 15).
Persamaan antara stilistika linguistik maupun stilistik sastra terletak pada objek
kajian yaitu bahasa dalam karya sastra, karena stilistika menurut Wynne (2005: 1)
dan Crystal (2000: 99) adalah kajian terhadap bahasa sastra. Perbedaan keduanya
terletak pada tujuan akhir kajian atau penelitian. Orientasi akhir kajian stilistika
linguistik hanya untuk mendeskripsikan berbagai fenomena kebahasaan dalam karya
sastra, tanpa memperhatikan efek estetika dari penggunaan bahasa tersebut. Darwis
(2002: 91) menyatakan bahwa dalam stilistika linguistik tidak terdapat kewajiban
untuk menjelaskan keterkaitan antara pilihan kode bahasa (bentuk linguistik) dan
fungsi atau efek estetika atau artistik karya sastra.

Stilistika linguistik tidak lain hanyalah berupa penerapan teori linguistik untuk
mengungkap berbagai unsur kebahasaan dalam teks sastra. Penerapan teori linguistik
pada sastra ini yang lazim dikenal dengan istilah linguistik sastra atau literary
linguistics (Fabb, 2003: 446). Stilistika sastra selain mengungkap atau
mendeskripsikan berbagai struktur dan bentuk linguistik, yang lebih utama lagi
adalah deskripsi efek estetika dan kandungan makna di balik berbagai struktur dan
bentuk linguistik tersebut. Yang ditekankan dalam stilistika sastra adalah bagaimana
menemukan fungsi sastra, yaitu memberikan efek estetika (puitis) (Darwis, 2002:
91). Dalam hal ini, stilistika sastra bertujuan mengungkap hakikat yang terselubung
di balik berbagai fenomena kebahasaan tersebut, hakikat yang menjadi tujuan utama
dari sastra, yaitu dulce et utile (menghibur dan bermanfaat), atau dalam istilah
Bressler (1999: 12) disebut to teach (mengajar) dan to entertain (menghibur). Dengan
demikian, penelitian stilistika sastra selain dapat mengungkap efek estetika sebagai
buah kreativitas pengarang, juga mampu mengungkap makna di balik bahasa yang
estetis tersebut.

12
e. Manfaat Stilistika
Berbagai manfaat diperoleh dari stilistika bagi pembaca sastra, guru sastra,
kritikus sastra, dan sastrawan. Manfaat menelaah sastra adalah sebagai berikut.
1) Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang universal dari
segi bahasa dalam karya sastra lebih.
2) Menerangkan keindahan karya sastra dengan menunjukkan keselarasan
penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya sastra.
3) Membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik.
4) Membimbing sastrawan dalam memperbaiki atau meninggikan mutu karya
sastranya.
5) Kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya sastra
dengan karya sastra yang lain.

2. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan
pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan
dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf,
2007: 112).
Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
yang khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Sebuah gaya
bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun, dan
menarik (Keraf, 2007: 113). Gaya bahasa menurut Slametmuljana merupakan
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca (Pradopo,
2009: 93).
Gaya bahasa juga disebut bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal

13
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan
gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale
melalui Tarigan, 2013: 4). Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi,
watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik
gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk
gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya (Keraf,
2007: 113).
Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat.
Gaya bahasa itu menimbulkan reaksi tertentu untuk menimbulkan tanggapan
pikiran kepada pembaca (Pradopo, 2009: 113). Berdasarkan pendapat di atas gaya
bahasa merupakan cara penulis mengungkapkan pikiran agar diperolehnya suatu
efek (berupa perasaan) tertentu secara indah.

b. Jenis-jenis Gaya Bahasa


Gorys Keraf (2007: 115-116) membagi gaya bahasa dari dua segi yaitu segi
nonbahasa dan segi bahasa. Gaya bahasa dari segi nonbahasa dibagi atas tujuh pokok,
yaitu berdasarkan pengarang, masa, medium, subjek, tempat, hadirin, dan tujuan.
Berdasarkan segi bahasanya, gaya bahasa dibedakan berdasarkan pilihan kata, nada yang
terkandung dalam wacana, struktur kalimat, dan langsung tidaknya makna. Berikut adalah
uraian singkat tentang gaya bahasa dilihat dari segi bahasa.
1) Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi
situasi-situasi tertentu, dalam bahasa standar (bahasa baku) dibedakan menjadi:
a) Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan
dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam pidato presiden,
berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato penting,
artikel serius atau esai yang memuat subjek penting. Kecenderungan kalimatnya
adalah panjang dan biasanya mempergunakan inversi. Tata bahasanya konservatif
dan sintaksisnya kompleks (Keraf, 2007: 117-118).
b) Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam
bahasa standar khususnya dalam kesempatan yang kurang formal. Gaya
bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel
mingguan atau 19 bulanan yang baik, perkuliahan, editorial, kolumis, dan

14
sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan
normal bagi kaum terpelajar (Keraf, 2007: 118).

c) Gaya Bahasa Percakapan


Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang pilihan katanya adalah
kata-kata popular dan kata-kata percakapan (Keraf, 2007: 120).
2) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa ini didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-
kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugesti dipancarkan oleh rangkaian
kata-kata, sedangkan rangkaian kata-kata yang berjalan sejajar dan
mempengaruhi yang lain (Keraf, 2007: 117-121). Gaya bahasa ini dibagi menjadi:
a) Gaya yang Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi, perintah, pelajaran,
perkuliahan, dan sejenisnya. Gaya ini cocok pula untuk menyampaikan fakta
atau pembuktian-pembuktian (Keraf, 2007: 117-121).
b) Gaya Mulia dan Bertenaga
Gaya ini penuh dengan vitalitas dan energi, dan biasanya digunakan untuk
menggerakkan sesuatu. Di balik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga
penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan
emosi para pendengar atau pembaca (Keraf, 2007: 117-122).
c) Gaya Menengah
Gaya ini adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan
suasana senang dan damai. Nada ini bersifat lemah-lembut, penuh kasih
sayang, dan mengandung humor yang sehat. Nada ini biasa digunakan pada
acara pesta, pertemuan, dan rekreasi. Berdasarkan sifatnya itu pula biasanya
nada ini menggunakan metafora bagi pilihan katanya (Keraf, 2007: 122-123).

3) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat


Struktur kalimat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa ini.
Struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat
yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Struktur kalimat ada yang bersifat (1)
periodik apabila yang terpenting atau gagasan yang mendapat penekanan

15
ditempatkan pada akhir kalimat. (2) Bersifat kendur apabila kalimat penekanan
ditempatkan pada awal kalimat. (3) Kalimat berimbang, yaitu kalimat yang
mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau
sederajat (Keraf, 2007: 124).
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut maka gaya bahasa
menurut Keraf(2007: 124-128) dibagi menjadi:
a) Klimaks
Klimaks adalah sebuah bentuk gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
yang berurutan mulai dari tingkat paling bawah atau sederhana ke
tingkatyang lebih tingkat yang lebih tinggi, dan biasanya menggunakan
kata hubung ke dalam kalimatnya. Contohnya salah satu persyaratan
masuk di perusahaan tempat ayahku bekerja adalah berusia 20 sampai 30
tahun.
b) Antiklimaks
Majas anti klimaks adalah majas mengurutkan gagasan dari tinggi ke
rendah. Contohnyakini kekeringan melanda rata seluruh perkotaan,
pedesaan, hingga pengunungan.
c) Paralelisme
Gaya bahasa pada majas ini menggunakan kata yang diulang-ulang dalam
berbagi definisi yang berbeda. Jika pengulangannya terletak diawal disebut
dengan anafora. Apabila pengulangannya diakhir disebut dengan epifora.
Contohnya dengarkan aku yang kau abaikan, dengarkan suara hatiku yang
merintih memohon, dengarkan gelisah yang tak berujung.
d) Antitesis
Majas antitesis adalah gaya bahasa dengan memadukan 1 pasang kata yang
artinya bertentangan atau berlawanan. Contohnya semua masyarakat tua-
muda berkumpul di istana untuk menyambut sang araja.
e) Repetisi adalah perangkat sastra yang mengulang kata atau frasa yang
sama beberapa kali untuk membuat tulisan lebih jelas dan lebih muda
diingat.
4) Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa ini mengacu pada makna denotatif dan makna konotatif. Jika
masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos

16
(makna denotatif). Tetapi bila sudah ada perubahan makna, maka sudah
menjadi makna konotatif. Gaya bahasa di atas dibagi atas dua kelompok, yaitu
gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari
konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang
merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna
(Keraf, 2007: 129).
a) Gaya Bahasa Retoris
Macam-macam gaya bahasa retoris menurut Keraf (2007: 129-136) seperti
yang dimaksud di atas adalah: aliterasi, asonansi, litotes, apofasis atau
preterisio, anastrof atau inversi, apostrof, paradox, oksimoron, kiasmus,elipsis,
eufemisme, pleonasme dan tautology, silepsis dan zeugma, perifrasis,
asindeton, histeron proteron, polisindeton, erotesis, prolepsis atau antisipasi,
hiperbol, koreksio atau epanortosis.
b) Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan
atau persamaan. Berikut macam-macam gaya bahasa kiasan menurut Keraf
(2007: 138-145).
(1) Persamaan atau Simile (9) Epitet
(2) Metafora (10) Sinekdoke
(3) Alegori, Parabel, Fabel (11) Metonimia
(4) Personifikasi atau Prosopopoeia (12) Antonomasia
(5) Alusi (13) Inuendo
(6) Hipalase (14) Ironi, Sinisme dan Sarkasme
(7) Eponim (15) Antifrasis
(8) Satire (16) Pun atau Paranomasia

Tarigan (2013: 6) mengemukakan ada sekitar 60 buah gaya bahasa yang dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa
perulangan.
(1) Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan menurut Tarigan (2013: 9-52) dibagi menjadi:
perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis,

17
pleonasme dan tautologi, perifrasis, antisipasi atau prolepsis, koreksi atau
epanortosis.
(a) Perumpamaan
Keraf (2010: 138) berpendapat bahwa perumpamaan adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan
yang bersifat eksplisit ialah menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan,
yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Tarigan (2013: 9) berpendapat bahwa perumpamaan adalah perbandingan
dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap
sama. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perumpamaan
adalah gaya bahasa yang membandingkan antara satu hal dengan hal yang
lain dengan menggunakan kata penghubung, contoh: seperti anak ayam
kehilangan induk.
(b) Metafora
Menurut Keraf (2010: 139), metafora adalah semacam analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang
singkat, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya
bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit dalam bentuk yang
singkat dan padat, contoh: pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
(c) Personifikasi
Keraf (2010: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam
gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bendabenda mati atau barang-
barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Personifikasi juga dapat diartikan sebagai jenis majas yang melekatkan
sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak
(Nurgiyantoro, 2013: 17). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda mati
yang memiliki sifat seperti manusia. Berdasarkan pendapat tersebut gaya
bahasa personifikasi mempunyai contoh: angin yang meraung di tengah
malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
(d) Depersonifikasi
Tarigan (2013: 21) berpendapat bahwa depersonifikasi adalah
kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Apabila
18
personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka
depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya
bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara
eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas
gagasan. Contoh: kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi
bahtera.

(e) Alegori
Tarigan (2013: 24) berpendapat bahwa alegori adalah cerita yang
dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan metafora yang diperluas
dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-
gagasan yang diperlambangkan. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan
kata yang digunakan sebagai lambang yang untuk pendidikan serta
mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam
mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang
penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda
dan jurumudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia
akan sampai ke pulau tujuan.
(f) Antitesis
Keraf (2010: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya
bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan
mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang kata-katanya
merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: mereka sudah kehilangan
banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh
keuntungan dari padanya.
(g) Pleonasme atau Tautologi
Keraf (2010: 133) berpendapat bahwa pleonasme atau tautologi adalah
acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Gaya bahasa
pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti
sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun
hanya sebagai gaya, contoh: saya telah mencatat kejadian itu dengan
19
tangan saya sendiri.

(h) Perifrasis
Tarigan (2013: 31) berpendapat bahwa perifrasis adalah sejenis gaya
bahasa yang mirip dengan pleonasme. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-
kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata
saja (Keraf dalam Tarigan 2013: 31). Contoh: ia telah beristirahat dengan
damai (= mati, atau meninggal).
(i) Antisipasi atau prolepsis
Keraf (2010: 134) berpendapat bahwa antisipasi atau prolepsis adalah
semacam gaya bahasa dimana orang memper- gunakan lebih dahulu kata-
kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya
terjadi. Contoh: pada pagi yang naas itu, mengendarai sebuah sedan biru.
(j) Koreksi atau Epanortosis
Keraf (2010: 135) berpendapat bahwa koreksi atau epanortosis adalah
suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi
kemudian memperbaikinya. Contoh: sudah empat kali saya mengunjungi
daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.
(2) Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan menurut Tarigan (2013: 55-92) dibagi menjadi:
hiperbola, litotes, paranomasia, paralipsis, zeugma dan silepsis, satir, ironi
oksimoron, antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau
preteresio, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, histeron proteron, hipalase,
sinisme,tsarkasme.
(a) Hiperbola
Tarigan (2013: 55) berpendapat bahwa hiperbola adalah sejenis gaya
bahasa yang mengandung pertanyaan yang berlebih-lebihan jumlahnya,
ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pertanyaan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya. Keraf (2010: 135) mengatakan bahwa hiperbola adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pertanyaan yang
berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dari pendapat di atas

20
maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang
mengandung pertanyaan yang berlebihan dari kenyataan, contoh: kurus
kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.

(b) Litotes
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa litotes adalah semacam gaya
bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri. Tarigan (2013: 58) mengatakan bahwa litotes adalah
majas yang didalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif
dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Dari pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang
mengandung pernyataan yang merendahkan diri (dikecilkan) dari makna
yang sebenarnya, contoh: kedudukan saya ini tidak ada artinya sama
sekali.
(c) Ironi
Tarigan (2013: 61) berpendapat bahwa ironi adalah sejenis gaya bahasa
yang mengiimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan seringkali
bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak
sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: O, kamu cepat
bangun, baru pukul sembilan pagi sekarang ini.
(d) Oksimoron
Keraf (2010: 136) berpendapat bahwa oksimoron adalah suatu acuan
yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Jadi dapat dikatakan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa
yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan,
contoh: olahraga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat
berbahaya.
(e) Paronomasia
Keraf (2010: 145) berpendapat bahwa paronomasia adalah kiasan
dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Gaya ini merupakan permainan
kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan
besar dalam maknanya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
paronomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan permainan kata dan
21
mempergunakan kemiripan bunyi, contoh: tanggal dua gigi saya tanggal
dua.

(f) Paralepsis
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa paralepsis adalah gaya bahasa
yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk
menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu sendiri (Tarigan 2013: 66), contoh: biarlah masyarakat
mendengar wasiat tersebut, yang (maafkan saya) saya maksud bukan
membacanya.

(g) Zeugma atau Silepsis


Tarigan (2013: 68) berpendapat bahwa zeugma atau silepsis adalah
gaya bahasa yang mempergunakan dua kontruksi rapatan dengan cara
menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada
hakikatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata
yang pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa zeugma atau
silepsis adalah gaya bahasa menggunakan kata yang tidak logis atau lebih
dari satu makna, sehingga menjadi kalimat yang rancu, contoh: anak itu
memang rajin dan malas di sekolah.
(h) Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu
(Keraf, 2010: 144). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa satire
adalah gaya bahasa yang menolak sesuatu sebagai suatu sindiran, contoh:
sekilas tampangnya seperti anak berandal, tapi kita jangan langsung
menuduhnya, jangan melihat dari penampilan luarnya saja.
(i) Inuendo
Keraf (2010: 144) berpendapat bahwa inuendo adalah semacam
sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa inuendo adalah gaya bahasa sindiran yang
mengungkapkan kenyataan lebih kecil dari yang sebenarnya, contoh: ia

22
menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.
(j) Antifrasis
Keraf (2010: 144) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi
yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang
bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk
menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang
bermakna kebalikannya dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah sang
Raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).
(k) Paradoks
Keraf (2010: 136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam
haya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-
fakta yang ada. Tarigan (2013: 77) juga berpendapat paradoks adalah
pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks
adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan
fakta yang ada, contoh: musuh sering merupakan kawan yang akrab.
(l) Klimaks
Keraf (2010: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang yang
setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan
sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau
hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal
atau gagasan yang penting atau kompleks, contoh: kesengsaraan
membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman
harapan.
(m)Anti klimaks
Keraf (2010: 125) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya bahasa
yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke
gagasan yang kurang penting. Tarigan (2013: 81) berpendapat anti klimaks
juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan dari klimaks. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah gaya bahasa
yang susunan ungkapannya disusun makin lama makin menurun, contoh:
ketua pengadilan negeri itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak
23
terkenal namanya.
(n) Apostrof
Tarigan (2013: 83) berpendapat bahwa apostrof adalah sejenis gaya
bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak
hadir. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apostrof adalah gaya
bahasa yang mengalihkan suatu amanat dari yang hadir kepada yang tidak
hadir, contoh: wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri
atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.
(o) Anastrof atau Inversi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa anastrof atau inversi adalah
semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata
yang biasa dalam kalimat. Dari pendapat di atas tersebut dapat
disimpulkan bahwa anastrof atau inversi adalah gaya bahasa yang
menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum
subjek, contoh: pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat
perangainya.
(p) Apofasis atau Preterisio
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa apofasis atau preterisio
merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Tarigan (2013: 86) berpendapat
juga sama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apofasis atau
preterisio adalah gaya bahasa yang menegaskan dengan cara seolah-olah
menyangkal yang ditegaskan, contoh: saya tidak ingin menyingkapkan
dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.
(q) Histeron Prosteron
Histeron prosteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan
kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar
(Keraf, 2010: 133). Jadi, dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah
gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap
bertentangan dengan kenyataan yang ada, contoh: kereta melaju dengan
cepat di depan kuda yang menariknya.
(r) Hipalase
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya
bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan
24
sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Maksud
pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang
menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk
menjelaskan kata yang lain, contoh: ia berbaring di atas sebuah bantal
yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).
(s) Sinisme
Tarigan (2013: 91) berpendapat bahwa sinisme adalah sejenis gaya
bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung
ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir
sesuatu secara kasar, contoh: memang tidak dapat diragukan lagi bahwa
Andalah yang paling kaya di dunia yang mampu membeli kelima benua di
bumi ini.

(t) Arkasme
Keraf (2010: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan
yang lebih kasar dari ironi dan sinisme, yang mengandung kepahitan dan
celaan yang getir. Jadi, yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya
bahasa penyindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar dan keras,
contoh: mulut kau harimau kau.
(3) Gaya Bahasa Pertautan
Gaya bahasa pertautan menurut Tarigan (2013: 121-137) dibagi menjadi:
metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, erotesis, paralelisme, epitet,
antonomasia, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton. Berikut penjelasan
masing-masing gaya bahasa tersebut.
(a) Metonimia
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa metonimia adalah suatu gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal
lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara itu,
Tarigan (2013: 121) mengatakan bahwa metonimia adalah sejenis gaya
bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu yang lain
berkaitan erat dengannya. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metonimia adalah penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan
nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benda tersebut, contoh:
25
ia membeli sebuah chevrolet.
(b) Sinekdoke
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam
bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk
menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan
nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: setiap kepala
dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1000,-
(c) Alusi
Keraf (2010: 141) berpendapat bahwa alusi adalah semacam acuan
yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau
peristiwa. Dari pendapat di atas, tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi
adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung
kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh: saya ngeri mem-
bayangkan kembali peristiwa Westerling di Sulawesi Selatan.
(d) Eufimisme
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa eufimisme adalah semacam
acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan
orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-
acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau
mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dari pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa eufimisme adalah gaya bahasa yang berusaha
menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus,
contoh: Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (artinya mati).
(e) Eponim
Keraf (2010: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya di
mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat
tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian
nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat
padanya, contoh: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan.
(f) Epitet
Keraf (2010: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan
26
yang menyatakan suatu sifat suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau
menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau
suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu,
contoh: puteri malam untuk bulan.
(g) Antonomasia
Keraf (2010: 142) berpendapat antonomasia merupakan sebuah bentuk
khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk
menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri. Sementara itu antonomasia adalah gaya bahasa
yang menggunakan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai
nama jenis, contoh: Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.

(h) Erotesis
Keraf (2010: 134) berpendapat bahwa erotesis adalah semacam
pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan
untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan
sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan gaya
bahasa erotesis adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai efek
yang lebih mendalam tanpa membutuhkan jawaban, contoh: apakah sudah
wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada
para guru??
(i) Paralelisme
Keraf (2010: 126) berpendapat bahwa paralelisme adalah semacam
gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-
kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama. Jadi dapat dijelaskan bahwa paralelisme adalah
salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata atau yang
menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai kesejajaran,
contoh: baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan
kewajiban yang sama secara hukum.
(j) Elipsis
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa elipsis adalah suatu gaya yang
27
berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat
diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga
struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Jadi
dapat dijelaskan bahwa elipsis adalah gaya bahasa yang menghilangkan
satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan tersebut seharusnya
ada, contoh: masikah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak
apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis.
(k) Gradasi
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa gradasi adalah gaya bahasa
yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau
istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai suatu atau
beberapa ciri semantik secara umum dan gaya diantaranya paling sedikit
suatu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat
kuantitatif (Tarigan, 2013: 134), contoh: “kita malah bermegah juga alam
kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan-uji
menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan.
(l) Asidenton
Keraf (2010: 131) berpendapat bahwa asidenton adalah suatu gaya
yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa
kata, frasa, atau klausa yang sederejat tidak dihubungkan dengan kata
sambung. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa asidenton adalah gaya
bahasa yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana tanpa kata
penghubung, contoh: dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita
detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
(m)Polisindeton
Keraf (2010: 131) berpendapat bahwa polisendeton adalah suatu gaya
yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau
klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata
sambung. Sementara itu polisindeton dapat diartikan suatu gaya bahasa
yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana, yang dihubungkan
dengan penghubung, contoh: dan ke manakah burung-burung yang gelisah
dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal
merontokkan bulu-bulunya?
28
(4) Gaya Bahasa Perulangan
Gaya bahasa perulangan menurut Tarigan (2013: 175-191) dibagi
menjadi: aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes,
anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis dan anadiplosis.
Berikut ini penjelasan masing- masing gaya bahasa tersebut.
(a) Aliterasi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Tarigan (2013:
175) aliterasi juga dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan
yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama
yang diulang lagi pada kata berikutnya, contoh: takut titik lalu tumpah.
(b) Asonansi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa asonansi adalah semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Jadi asonansi
adalah gaya bahasa yang perulangan bunyi vokal sama, contoh: ini muka
penuh luka siapa punya.
(c) Antanaklasis
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa antanaklasis adalah gaya
bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang
berbeda. Jadi, dapat dijelaskan bahwa antanaklasis adalah gaya bahasa
yang menggunakan perulangan kata sama, tetapi dengan makna yang
berbeda (Tarigan, 2013: 179), contoh: karena buah penanya itu dia pun
menjadi buah bibir masyarakat.
(d) Kiasmus
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa kiasmus adalah gaya bahasa
yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan
antara dua kata dalam satu kalimat. Jadi dapat dijelaskan bahwa kiasmus
adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua klausa namun dipertentangkan
satu sama lain (Tarigan, 2013: 180), contoh: yang kaya merasa dirinya
miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.
(e) Epizeukis
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa yang dinamakan epizeukis

29
adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan
diulang beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat
disampulkan bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat
langsung secara langsung secara berturut-turut untuk menegaskan maksud,
contoh: kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar
semua ketinggalan kita.
(f) Tautotes
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa tautotes adalah repetisi atas
sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Pendapat tersebut
menyiratkan bahwa tautotes adalah gaya bahasa repetisi yang
menggunakan perulangan kata dalam sebuah kontruksi, contoh: kau
menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.
(g) Anafora
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa anafora adalah repetisi yang
berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya. Dengan demikian dapat di kalimat berikutnya, contoh: Kita
tidak boleh lengah, Kita tidak boleh kalah. Kita harus tetap semangat.
(h) Epistrofa
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa epistrofa adalah repetisi yang
berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir kalimat berurutan. Jadi
dapat dijelaskan epistrofa adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang
kata di akhir kalimat secara berurutan, contoh: bumi yang kaudiami, laut
yang kaulayari adalah puisi.
(i) Simploke
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa simploke adalah repetisi
pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Jadi dapat
dijelaskan simploke adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di
awal dan akhir secara berurutan, contoh: kamu bilang hidup ini brengsek.
Aku bilang biarin.
(j) Mesodilopsis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di
tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang
mengulang kata ditengah-tengah baris atau kalimat. Contoh: para pendidik
30
harus katakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama yang sama
pada meningkatkan kecerdasan bangsa. para dokter harus meningkatkan
kesehatan masyarakat.
(k) Epanalepsis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa epanalepsis adalah pengulangan
yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang
kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalepsis
adalah pengulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari
suatu kalimat, contoh: kita gunakan pikiran dan perasaan kita.
(l) Anadiplosis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau
frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata
pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir, contoh: dalam laut ada
tiram, dalam tiram ada mutiara.

3. Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Inggris novel dan inilah yang kemudian masuk
ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (bahasa jerman novella). Secara
harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2013:
12). Istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah
Indonesia novelet (Inggris novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Jadi,
novel adalah karya sastra fiksi yang baru, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu
pendek.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi
model kehidupan yang diidealkan dan dunia imajinatif yang dibangun melalui
berbagai unsur-unsur pembangunnya. Novel merupakan cerminan kebudayaan.
Novel tidak akan lahir dari kekosongan budaya. Keterkaitan novel dan budaya
dapat dilihat dari novel yang menggambarkan suatu fenomena di masyarakat dan

31
kebudayaan merupakan fenomena di dalam masyarakat itu sendiri. Ketika seorang
pengarang mengahadirkan cerita manusia secara tidak langsung pengerang juga
mengangkat kebudayaan yang melingkupi manusia tersebut. Hal itu karena
manusia pada hakekatnya tidak dapat lepas dari gambaran kehidupan suatu
masyarakat yang berkelompok membentuk sebuah kebudayaan.

b. Jenis-jenis Novel

Novel terbagi atas beberapa jenis dalam sastra. Jenis novel mencerminkan
keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan antara lain adalah pengarang novel.
Nurgiyantoro (2013: 19-26) membedakan novel menjadi tiga yaitu novel serius,
novel populer, dan novel teenlit.
1) Novel Serius
Novel serius adalah karya cerita rekaan yang mempertimbangkan segi-segi
estetika. Pengertian ini jelas berbeda dengan novel populer yang mengandalkan
permintaan pasar. Novel serius memiliki ciri khas pada isi yang digarap adalah
tentang kemanusiaan, teknik pemaparannya cenderung pada ekperimentasi
bahasa dan sudut pandang yang sering kali tidak umum (Rohman, 2014 : 35)
Nurgiyantoro (2017:18) mengunkapkan bahwa dalam membaca novel
serius, jika ingin memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang
tinggi dan disertai kemauan. Untuk itu, pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Nurgiyantoro (2013:
22) mengungkapkan bahwa dalam novel jenis ini, disamping memberikan
hiburan, dalam novel serius juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman
yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi
dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang
diangkat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel serius adalah
novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara penyajian yang
baru.

2) Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak

32
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer tidak
menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, tidak berusaha meresapi
hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat
artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi Kayam menyebutkan bahwa
kata „pop‟ erat diasosiasikan dengan kata „populer‟, mungkin karena novel-
novel itu sengaja ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikemas dan
dijajakan sebagai suatu “barang dagangan populer”, dan kemudian dikenal
sebagai “bacaan 19 populer” (Nurgiyantoro (2013: 20). Istilah „pop‟ itu
sebagai istilah baru dalam dunia. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa novel populer adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu
rumit. Novel populer juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah
diikuti, dan mengikuti selera pembaca. Selera pembaca yang dimaksudkan
adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegemaran naluriah pembaca, seperti
motif-motif humor dan heroisme sehingga pembaca merasa tertarik untuk
selalu mengikuti kisahceritanya.

3) Novel Teenlit
Pada era 70-an muncul istilah novel populer sebagai konsekuensi logis
terbitnya novel-novel yang popular. Pada awal abad ke-21 muncul istilah baru,
yaitu novel teenlit yang juga karena munculnya novel-novel teenlit. Ada
persamaan antara populer dan novel teenlit, yaitu sama-sama menggenggam
predikat populer di masyarakat khususnya pada para remaja usia belasan.
Sesuai dengan namanya, pembaca utama novel teenlit adalah para remaja
terutama remaja perempuan di perkotaan. Salah satu karakteristik novel teenlit
adalah bahwa mereka selalu berkisah tentang remaja, baik yang menyangkut
tokoh-tokoh utama maupun permasalahannya. Novel teenlit juga memiliki
karakteristik novel populer sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Mereka
ditulis untuk memenuhi selera pembaca remaja tentang dunia remaja. Teenlit
tidak berkisah sesuatu yang berat, mendalam, dan serius terhadap berbagai
persoalan kehidupan karena ia akan menjadi berat yang menyebabkan pembaca
remaja menjadi malas membaca karena merasa itu bukan lagi dunianya.
Namun, juga karena para penulis remaja lebih menguasai dunianya, dunia

33
remaja, dari pada dunia dewasa menuntut keseriusan seperti pada novel serius.
Salah satu karakteristik novel teenlit adalah bahwa mereka selalu berkisah
tentang remaja, baik yang menyangkut tokoh-tokoh utama maupun
permasalahannya.

Berdasarkan jenis-jenis novel yang telah diuraikan penjelasanya di atas,


maka novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar yang diteliti ini
termasuk dalam jenis novel serius. Dikatakan sebagai novel serius karena pada
novel tersebut pengarang mengangkat sebuah cerita yang baru dan belum
pernah diceritakan oleh pengarang lainnya, yaitu menceritakan tentang
perjuangan seorang gadis remaja dalam melawam kanker jaringan lunak yang
di deritanya.

Cerita pada novel tersebut merangsang pembaca untuk ikut merasakan


apa yang dialami oleh tokoh yang diceritakan. Selain itu, novel Surat Kecil
Untuk Tuhan ini banyak berisi pesan-pesan moral yang disampaikan oleh
pengarang kepada para pembaca. Sehingga dapat menambah kesan yang
mendalam dan pemahaman pembaca mengenai bagaimana bersikap
menghadapi setiap persoalan hidup.

34
4. Pesan Moral
a. Pengertian Pesan Moral

Kata moral berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti kebiasaan, dan etika
dari kata ēthos yang berarti tempat hidup bersama, adat kebiasaan dan karakter
seseorang dari tempat itu. Kedua kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
dengan kata mores, yang berarti adat kebiasaan dan karakter manusia. Etika atau
moral berarti perilaku manusisa yang ditentukan oleh suatu komunitas tertentu di
mana ia hidup, yang dalam arti objektif sebagai kebiasaan atau adat dan dalam arti
subyektif sebagai karakter. Kata moral dapat diartikan sebagai adat, kebiasaan,
nilai atau norma yang dipakai oleh kelompok masyarakat tertentu sebagai dasar
hidup dan bertindak dan sekaligus dapat juga berarti sebagai karakter pribadi yang
melingkupi seseorang untuk bertindak (Mali, 2009: 7-9)
Di dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan arti susila. Adapun
pengertian moral yang paling umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan
ide-ide yang diterima umum, yaitu berkaitan dengan makna yang baik dan wajar.
Dengan kata lain, pengertian moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan
ukuran-ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau
lingkungan tertentu. Baik dan buruknya moral adalah hal yang digunakan oleh
manusia sebagai hasil dari standar perbandingan moral itu sendiri.

Pesan moral adalah pesan yang berisikan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, lisan


maupun tulisan, tentang bagaimana manusia itu harus hidup dan bertindak, agar ia
menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang
dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua, guru, para pemuka masyarakat,
serta para orang bijak. Sumber ajaran itu adalah tradisitradisi dan adat istiadat, ajaran
agama, atau ideologi tertentu (Franz Magnis Suseno, 1987: 14). Pesan moral hanya
sebatas tentang ajaran baik-buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak) secara spontan
dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran serta berkaitan
dengan disiplin dan kemajuan kualitas perasaan, emosi, dan kecenderungan
manusia.Sedang nilai- nilai moral diartikan sebagai berfikir, berkata, dan bertindak
baik.Maka pesan moral yang dimaksud dalam skripsi ini adalah di mana tampilan
setiap tayangan gambar dan bahasa yang disampaikan dalam berita menyampaikan
pesan moral.

35
Ada dua macam kebaikan berdasarkan hal yang diyakini oleh setiap orang, yaitu
kebaikan secara personal dan universal atau umum. Kebaikan secara personal, yaitu
orang dapat mengatakan bahwa dirinya baik karena tidak ada orang lain yang
menjadi pembanding. Meskipun ia melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan,
ia akan tetap mengatakan dirinya baik. Kebaikan secara universal adalah kebaikan
yang sudah disepakati oleh masyarakat. Masyarakat yang menentukan apakah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang baik atau tidak.

b. Sikap Keutamaan Moral


Ada lima dasar sikap moral menurut Magnis (1987: 141-150). Lima dasar sikap
moral tersebut merupakan sikap-sikap kepribadian moral yang kuat yang perlu
dikembangkan kalau kita ingin memperoleh keuatan moral, yaitu:
1) Kejujuran
Kejujuran merupakan dasar untuk menjadi orang yang kuat secara moral.
Menurut Magnis-Suseno ada dua arti orang bersikap jujur: Pertama adalah sikap
terbuka, dan kedua adalah sikap fair. Dengan terbuka tidak dimaksud bahwa kita
harus memberitahukan kepada semua orang tentang diri kita. Kejujuran adalah
sikap tidak berpura-pura, tidak ada sesuatu yang ditutupi dan tidak ada
kebohongan. Kita bertindak sesuai dengan 26 keyakinan kita.
2) Kesediaan untuk Bertanggung jawab
Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita.
Artinya, kita memiliki kewajiban untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan kepada kita. Bertanggung jawab adalah sikap melakukan segala sesuatu
tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih. Kita harus berani untuk menerima
segala resiko dari pekerjaan dan kewajiban kita. Sikap tanggung jawab dapat kita
jumpai dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan kewajiban.
3) Kemandirian Moral
Kemandirian moral adalah pengembangan dari sikap jujur dan tanggung
jawab. Mandiri secara moral berarti bahwa kita tahu tindakan yang harus
dilakukan dan yang tidak harus dilakukan. Dalam hal ini suara hati juga berperan
penting.
4) Keberanian Moral

36
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap
mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila
tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki
keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab, meskipun dia akan
merasa malu, dicela, ditentang atau diancam oleh orang-orang yang kuat.
Keberanian moral berarti berpihak kepada yang lebih lemah dan melawan yang
kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil.

5) Kerendahan Hati
Kerendahan hati merupakan keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian
yang mantap. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri seada kita. Kerendahan hati adalah kakuatan
batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Dalam bidang moral
kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kita,
melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral
terbatas. Hal itu berarti kita mau menerima saran dan kritik dari orang lain
tentang pandangannya dan juga tentang dirinya.

c. Moral dalam Karya Sastra


Kenny (dalam Nurgiyantoro 2013 : 430) menjelaskan bahwa moral dalam karya
sastra biasanya dimaksudkan sebagai suatu sasaran yang berhubungan dengan ajaran
moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan), lewat
cerita yang besangkutan oleh pembaca. Jadi setiap karya sastra melalui alur dan
peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh ceirta memiliki ajaran moral tertentu yang
disampaikan oleh pengarang dengan singkat dan dapat diambil oleh pembaca dengan
menafsirkannya sendiri. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai
pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal
itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2013: 430).

Oleh karena itu karya sastra digunakan oleh para pengarang sebagai media
penyampaian pesan atau amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada
masyarakat yang membaca. Pesan atau amanat tersebut dapat disampaikan dengan

37
mudah oleh pengarang atau disembunyikan dibalik alur cerita dan kejadian yang
dialami oleh para tokoh dan apabila dalam puisi disampaikan melalui setiap bait atau
lariknya. Apabila pesan moral tersebut dapat ditemukan dan dipahami oleh pembaca,
makan itu berarti komunikasi antara pengarang dan pembaca berhasil dilakukan.
d. Jenis dan Wujud Pesan Moral
Nurgiantoro (2013: 441-442) mengatakan bahwa

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Penelitian terdahulu yang relevan berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang
penelitian dan analisis sebelumya yang telah dilakukan. Suatu penelitian dapat mengacu
kepada penelitian sebelumnya sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Beberapa
penelitian yang berhubungan dengan Novel Surat Kecil Untuk Tuhan adalah sebagai
berikut:
1. Kurniastuti Dwi melakukan penelitian dengan judul “Analisis Gaya Bahasa pada
novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono dan skenario
pembelajarannya di kelas XI SMA” (2016). Pada penelitian tersebut Kurniastuti
memaparkan macam-macam gaya bahasa yang digunakan dalam novel Hujan
Bulan Juni .
2. Rosyanti melakukan penelitian dengan judul “ Nilai Moral dalam Novel Surat
Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar “ (2017). Pada penelitian tersebut
Rosyanti memaparkan nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri, nilai
moral hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam lingkup social dan
lingkup alam, dan nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan.
3. Setyawati (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai Moral dalam Novel
Surat Kecil Untuk Tuhan”Setyawati menyimpulkan bahwa moral tokoh utama dalam
menghadapi persoalan hidup terdapat beberapa varian yaitu : menerima takdir Tuhan,
tegu pendirian, bersikap pasrah, suka bekerja keras, berdoa kepada Tuhan, tidak mudah
putus asa dan tabah mengahadapi cobaan.
4. Whidyaninty melakukan penelitian dengan judul “ Representasi Perjuangan
Hidup dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Studi Semiologi “ (2011). Dalam
penelitian ini, Whidyaninty memaparkan perjuangan Keke dalam melawan
penyakitnya sangatlah besar. Dalam vonis kematian yang tinggal beberapa saat
saja, ia mampu membuat vonis itu menjadi lebih lama. Dia menjadikan segala
sesuatu menjadi lebih berarti dalam sisa hidupnya. Dia juga memberikan
kekuatan dan semangat hidup kepada orang-orang terdekatnya yang dia cintai

38
agar kuat dan tegar.

Tabel 1
Perbandingan Penelitian Terdahulu

No Penelitian Terdahulu Hasil Penelitian Perbandingan


Persamaan dan Perbedaan
1 Kurniastuti Analisis Hasil penelitian ini Persamanya :
Gaya Bahasa pada adalah tentang unsur-  Menelitian tentang gaya
novel Hujan Bulan unsur inrinsik dan gaya bahasa.
Juni Karya Sapardi bahasa yang digunakan
Djoko Damono dan pada novel tersebut. Perbedaaan :
skenario  Novel yang diteliti
pembelajarannya di Kurniastuti yaitu novel
kelas XI SMA. Hujan Bulan Juni Karya
Sapardi Djoko Damono,
sedangkan novel yang
peneliti teliti yaitu novel
Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
 Landasan teori yang
Kuniastuti gunakan yaitu
Novel dan Gaya Bahasa,
sedang landasan teori yang
peneliti gunakan yaitu
kajian stilistika, Novel,
Gaya Bahasa dan pesan
moral.

39
 Cara menyajikan data.
2 Rosyanti melakukan Pada penelitian tersebut Persamaan :
penelitian dengan judul Rosyanti memaparkan  Membahas Nilai Moral
Nilai Moral dalam Novel
“ Nilai Moral dalam nilai moral hubungan Surat Kecil Untuk Tuhan
Novel Surat Kecil manusia dengan diri karya Agnes Davonar.

Untuk Tuhan karya sendiri, nilai moral Perbedaan :


Agnes Davonar “ hubungan manusia  Rosyanti hanya

(2017). dengan manusia lainnya menggunakan teori yang

dalam lingkup social dan menjelaskan tentang novel

lingkup alam, dan nilai dan gaya bahasa,

moral hubungan manusia sedangkan peneliti

dengan Tuhan. memaparkan hasil


penelitian dengan
mengacuh pada kajian
teori stilistiks
 Cara menyajikan data pun
berbeda.
3 Setyawati (2013) Pada penelitian tersebut Persamaan :
melakukan penelitian Setyawati menyimpulkan  Membahas nilai moral

dengan judul “Analisis bahwa moral tokoh dalam Novel Surat Kecil

Nilai Moral dalam utama dalam menghadapi Untuk Tuhan Karya Agnes

Novel Surat Kecil persoalan hidup terdapat Davonar.

Untuk Tuhan” beberapa varian yaitu : Perbedaan :


menerima takdir Tuhan,  Teori yang Setyawati

tegu pendirian, bersikap gunakan adalah

pasrah, suka bekerja Pragmatik, sedangkan

keras, berdoa kepada teori yang peneliti

Tuhan, tidak mudah gunakan adalah Stilistika.

putus asa dan tabah  Cara menyajikan data.


mengahadapi cobaan.
4 Whidyaninty Dalam penelitian ini, Persamaan :
melakukan penelitian Whidyaninty  Membahas perjuangan
dengan judul “ memaparkan perjuangan hidup tokoh utama pada
Representasi Keke dalam melawan novel SKUT.

40
Perjuangan Hidup penyakitnya sangatlah
dalam Novel Surat besar. Dalam vonis Perbedaan :
Kecil Untuk Tuhan kematian yang tinggal  Whidyaninty mengunakan
Studi Semiologi “ beberapa saat saja, ia studi semiotika, sedangkan
(2011). mampu membuat vonis peneliti gunakan kajian
itu menjadi lebih lama. Stilistika.
Dia menjadikan segala
sesuatu menjadi lebih
berarti dalam sisa
hidupnya. Dia juga
memberikan kekuatan
dan semangat hidup
kepada orang-orang
terdekatnya yang dia
cintai agar kuat dan tegar.

C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan sebuah model atau juga gambaran yang berupa konsep yang
didalamnya itu menjelaskan mengenai suatu hubungan antara variabel yang satu dengan
variabel yang lainnya. Kerangka pikir ini termasuk sebuah cara yang dilakukan oleh
peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah gaya bahasa dan pesan moral yang
bersumber dari Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar yang diterbitkan
oleh inandra Published, Jakarta pada awal 2011 dianalisis menggunakan kajian stilistika.
Analisis dilakukan dengan membaca keseluruhan isi novel untuk memperoleh data yang
diteliti. Permasalahan yang diteliti adalah gaya bahasa dan pesan moral. Analisis gaya
bahasa meliputi macam-macam gaya bahasa, makna gaya bahasa, dan faktor yang
mempengaruhi gaya bahasa. Analisis pesan moral meliputi : pesan-pesan moral yang
terdapat pada novel tersebut, cara pengarang menyampaikan pesan moral, dan tujuan
pesan moral yang disampaikan. Setelah melakukan analisis, maka akan didapat simpulan
dari penelitian tersebut.

41
Kerangka pikir yang terkait dalam penelitian ini akan di lukiskan pada bagan berikut :

Bagan Kerangka Pikir


Novel Surat Kecil Untuk
Tuhan

Gaya Bahasa Pesan Moral

1. Macam-macam gaya bahasa dalam 1. Pesan –pesan moral yang terdapat


novel SKUT. dalam novel SKUT
2. Makna gaya bahasa dalam novel SKUT. 2. Cara pengarang menyampaikan pesan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi moral dalam novel SKUT.
penggunaan gaya bahasa dalam novel 3. Tujuan pengarang menyampaikan
SKUT. pesan moral dalam novel SKUT.

Stilistika

42
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan pada penelitian ini yaitu penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan sebuah metode
penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Jenis
penelitian ini menggambarkan kondisi apa adanya, tanpa memberi perlakuan atau
memanipulasi pada variable yang diteliti. Selain itu, penelitian ini lebih menekankan
makna pada hasilnya.

B. Data
Arikunto(2013: 16) menyatakan bahwa data adalah hasil pencatatan penelitian,
baik yang berupa fakta ataupun angka. Data yang lain diperoleh dari referensi-
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun data yang diperoleh dalam
penelitian ini yaitu data kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa deskripsi
objek gaya bahasa dan pesan moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

C. Sumber Data.
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh ( Arikunto 2013 : 172 ).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data
sekunder. Hal ini dilakukan untuk membantu penulis mengambil hasil pembahasan dan
suatu keputusan dari penelitian ini. Dengan demikian, sumber data primer adalah kutipan
langsung maupun tidak langsung yang terdapat dalam objek penelitian yakni novel Surat
Kecil untuk Tuhan karya Agnes Davonar yang diterbitkan oleh Inandra Published, Jakarta

43
pada awal Agustus 2011.
Selain pemerolehan data primer dari novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes
Davonar tersebut, peneliti juga mengunakan data sekunder berupa pencarian dari
berbagai buku dan jurnal yang dapat dijadikan acuan untuk menggali informasi yang
aktual dan dapat berpegang pada representasi melalui studi pustaka, tulisan dan catatan
yang relevansinya dengan objek penelitian, sehingga akan membangun dan menunjang
validnya penelitian ini.

44
D. Teknik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik pustaka, baca dan
catat.
1. Teknik pustaka yaitu mencari sumber-sumber tertulis dari buku-buku dan jurnal-
jurnal peneliti sebelumnya yang digunakan sebagai referensi untuk memperoleh
data.
2. Teknik membaca dilakukan dengan membaca keseluruhan isi novel Surat Kecil
Untuk Tuhan dengan tujuan untuk mengetahui isi keseluruhan novel tersebut agar
bisa memperoleh data yang diteliti.
3. Teknik mencatat dilakukan dengan mencatat unsur-unsur penting yang hendak
diteliti dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

E. Instrument Penelitian.
Pada penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul
data, instrument selain manusia ( seperti angket, pedoman wawancara, pedoman
observasi dan sebagainya ) dapat pula digunakan,tetapi fungsinya terbatas sebagai
pendukung tugas penelitian sebagai instrument kunci. Oleh karena itu, dalam penelitian
kualitatif kehadiran peneliti adalah mutlak karena peneliti harus berinteraksi dengan
lingkungan baik manusia dan nonmanusia yang ada dalam kancah penelitian
(Wahidmurni, 2017 : 5)
Sugiono (2013:59) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Penelitian inipun instrumennya
peneliti sendiri. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria tentang gaya
bahasa dan pesan moral dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Kriteria-kriteria tetang
gaya bahasa dan pesan moral yang hendak diteliti yaitu
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.

2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar Karya Agnes Davonar.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan gaya bahasa di dalam novel Surat


Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar.

4. Pesan-pesan Moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.

45
5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.

6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

F. Teknik Analisis Data.


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif karena data
memerlukan penjelasan secara deskriptif. Teknik pendeskripsian analisis data dilakukan
untuk mengetahui gaya bahasa dan aspek moral yang terdapat dalam novel Surat Kecil
Untuk Tuhan karya Agnes Davonar. Langka-langka yang digunakan untuk memperoleh data
adalah sebagai berikut :

1. Membaca dan memahami novel SKUT karya Agnes Davonar.

2. Membuat sinopsis, peneliti membuat sinopsis novel tersebut.

3. Peneliti menganalisis dan mengklasifikasi novel SKUT Karya Agnes Davonar


berdasarkan butiran masalah yang diteliti.

4 Membuat kesimpulan. Setelah melakukan analisis peneliti membuat kesimpulan


dari hasil penelitian tersebut

46
G. Jadwal Penelitian.
Tabel 2
No Kegiatan Tanggal kegiatan
1 Survey awal dan penentuan judul. Tgl 26, 27, dan 28 September 2020
2 Pengajuan judul. Tgl, 2 Oktober 2020
3 Pengesahan judul. Tgl,9 Oktober 2020
4 Penyusunan proposal. Tgl, 10 Oktober – 11 Desember 2020
5 Seminar proposal. Tgl, 12 Desember 2020

47
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Novel Surat Kecil Untuk Tuhan merupakan karya Agnes Davonar. Novel tersebut
menceritakan bagaimana perjuangang seorang gadis remaja dalam menghadapi penyakit
kanker jaringan lunak yang dideritanya. Gita Sesa Wanda Cantika atau lebih akrab dipanggil
Keke dialah gadis yang menderita penyakit kanker tersebut. Usianya baru 13 tahun, dia
tinggal bersama kedua kakanya dan ayahnya yang bernama Joddy yang baru cerai dengan
dengan ibunya Keke. Sebelum divonis mengidap penyakit kanker Keke adalah sesosok
remaja yang pintar, cantik dan selalu ceria dalam menjalani hari-hari hidupnya sehingga
pada suatu hari Keke tertular penyakit mata dari kakanya. Awalnya Keke mengirah itu hanya
sakit mata biasa, namun selang beberapa hari penyakit matanya tidak kunjung sembuh.

Pada suatu hari keke sedang bermain bola voli bersama teman-temannya, tiba-tiba
dia jatuh pingsan dan lansung dibawah ke rumah sakit. Dari kejadiaan itulah ayah Keke
mangetahui bawah putrinya terkena penyakit kanker jaringan lunak. Dokter menyarankan
agar segera melakukan operasi karena penyakit tersebut sangat membahayakan nyawa Keke,
tetapi ayahnya lebih ingin mencari jalan lain karena jika melakukan operasi maka Keke akan
kehilangan sebagian wajah dan mata kirinya. Ayah Keke berusaha melakukan segala cara
untuk kesembuhan putri semata wayangnya, namun sayang tidak ada satupun cara yang bisa
menyelamatkan Keke. Keke pun mulai curiga dengan penyakit yang dideritanya sampai
ketika dia hendak melakukan pengobatan di Banten sang pemilik pengobatan tidak sengaja
memberitahu penyakit yang diderita Keke. Mengetahui hal itu hati Keke sangat hancur,
namun dia tidak menunjukan kesedihannya di depan orang-orang yang mengantarnya.

Ayah keke tidak menyerah begitu saja, sampai pada suatu hari Dia bertemu dengan
seorang dokter spesialis. Dokter tersebut menyarankan Keke untuk melakukan kemoterpai
meski hal itu tidak menjamin kesembuhan total. Ayahnya Keke langsung setuju dengan
saran tersebut. Semua proses dan tahapan kemoterpai harus dijalani oleh Keke. Dia selalu
tabah dan sabar dalam menahan rasa sakit yang di rasakan akibat dari terapinya itu. Effek
dari terapi itu Keke mengalami kerontokan rambut hingga kepalanya gundul. Di usia yang
masih 15 tahun, Keke bisa dibilang anak yang sangat tambah dan kuat sampai dia
mendapatkan kesembuhan. Kesembuhan Keke disambut dengan bahagia oleh keluarga,

48
sahabat-sahabat dan juga dokter yang menangani terapi tersebut, tetapi itu hanyalah
sementara. Setelah beberapa bulan kemudian Keke kembali dinyatakan terinfeksi oleh
penyakit yang sama. Keke hanya pasrah mendengar hal itu.

Dia pun mencoba membuat hati ayah dan sahabat- sahabatnya gembira dengan tidak
menunjukan kesedihan diwajahnya dan dia siap menghadapi semua cobaan yang Tuhan
berikan kepadanya. Walaupun dalam keadaan sulit Keke berjuang untuk tetap hidup dan
tetap sekolah seperti gadis normal lainnya. Keke yang sadar hidupnya yang tidak lama lagi,
dia pun berjuang untuk terakhir kalinya dalam hidup untuk ikut ujian sekolah. Keke bertahan
hidup dengan penyakitnya selama tiga tahun sampai akhirnya dia menyerah pada kankernya
dan meninggal pada tanggal 25 desember 2006. Namun sebelum meninggal Keke membuat
sebuah surat kecil untuk Tuhan yang bunyinya :

Tuhan

Andai aku bisa kembali,

Aku ingin tidak ada tangisan di dunia ini,,,,

Tuhan,,,,

Andai aku bisa kembali,

Aku harap tidak ada lagi yang sama padaku, terjadi pada orang lain

Tuhan,,,,

Bolehkah aku menulis surat kecil untukmu ?

Tuhan,,,

Bolehkah aku dapat melihat dengan mataku untuk memandang langit dan bulan
setiap harinya ?

Tuhan,,,,

Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku dapat menjadi wanita seutuhnya

Tuhan,,,

Bolehkah aku tersenyum lebih lama lagi ?

Agar aku bisa memberikan kebahagiaan kepada ayah dan teman-temanku

Tuhan,,,,

Berikalah aku kekuatan untuk menjadi dewasa

49
Agar aku dapat memberikan arti hidupku kepada siapapun yang mengenalku

Tuhan,,,,

Surat kecilku ini adalah surat terakhir dalam hidupku

Andai aku bisa kembali ke dunia yang engkau berikan padaku.

A. Hasil Penelitian

Setelah melakukan penelitian tentang gaya bahasa dan pesan moral yang terdapat
pada Novel Surat Kecil Untuk Tuhan, maka hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai
berikut :

1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan.

Adapun macam-macam gaya bahasa yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi empat macam, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan,
gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.

Berikut ini peneliti menyanjikan tabel hasil penelitian macam-macam gaya


bahasa yang digunakan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan yang di jelaskan
berdasarkan gaya bahasa yang digunakan.

a. Gaya Bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

Gaya bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 3.1 berikut :

No Jenis gaya bahasa Penyajian data halm


perbandingan
1 Perumpamaan 1) Anugerah Tuhan yang membuat 4
(Asosiasi) aku serasa seperti putri dalam
dongeng.

2) Aku merasa sedih dan hatiku1 15


bagaikan teriris sebuah pisau2
tajam.

50
3) Aku merasa bagaikan makluk
asing yang tiba di bumi. 2 24
4) Mungkin istilah yang tepat
setelah itu, Aku bagaikan
terkurung dalam kulkas dan
merasakan kedinginan yang luar 24
biasa padaku.

5) Rasanya bagaikan dikutub


utara. 24

6) Mereka selalu memberikan


karunia seperti malaikat yang 24
datang dalam hidupku

7) Kata-kata itu seolah membuatku


terasa bagaikan dalam sebuah 28

dongeng putri kerajaan.

8) Aku hanya terdiam bagaikan


sebuah boneka. 76
2 Metafora 1) Cinta yang mungkin orang lain 4
bilang cinta monyet.

2) Di setiap hariku, aku mulai 16


merasakan satu keanehan dalam
wajahku, hidungku terasa mati
rasa.

3) Aku mulai berkecil hati dan 41


putus asa

51
4) Namun, kakiku memang terasa
lelah dan tawaran ayah kuterima 41
dengan senang hati.

5) Ayah yang terkulai lemas terus


mengeluh sakit pada lambungnya
68
dan dia terus menangis. Sehingga
psikolog tersebut akhirnya
mengajak ayah untuk berbicara
secara empat mata.

6) Kuperhatikan setiap nilai yang


kudapat, rasa haru dan bahagia
menghiasi ruang hatiku.

73
3 Personifikasi 1) Namun, sepertinya matahari 2
mulai marah padaku karena
masih saja aku menutup mataku.

2) Cahaya matahari pagi itu mulai


2
menyentuh seluruh isi ruangan di
kamarku yang cukup besar.
4 4 Depersonifikasi Aku hanya terdiam bagaikan sebuah 76
boneka.

5 Antitesis 1) Kami adalah genk yang selalu 4


bersama susah atau senang.

2) Bukankah dunia ini cukup adil 5


bagi manusia. Kebahagiaan dan
kesedihan selalu ada dalam dunia

3) Aku hanya bisa tersenyum dan

52
menahan air mata. 46

4) Kuperhatikan setiap nilai yang


kudapat, rasa haru dan bahagia
menghiasi ruang hatiku. 73
7 pleonaspme 1) Mulai dari buku pintar sampai 3
kamus bahasa Inodesia.

2) Di setiap hariku, aku mulai


merasakan satu keanehan dalam
16
wajahku, hidungku terasa mati
rasa.

3) Dan kupandangi ayah dengan


mataku. 75

4) Ingin rasanya aku ingin masuk 77


ke dalam rumah tersebut.

8 Perifrasis Kanker itu merusak pemandangan 75


yang bisa aku lihat dari mataku.
9 Antisipasi atau 1) “jadi langka yang harus diambil
prolepsis adalah memotong tulang pipi, 11
kemudian mata dan setengah dari
wajah pasien. Boleh dikatakan
putri bapak kemungkinan akan
buta dan cacat”

2) kami telah berjanji selain bukan


hanya untuk kumpul-kumpul
bergosip tapi akan belajar
31
bersama agar target kami
mendapatkan sekolah menengah
umum di kelas yang sama dan
tidak terpisahkan dapat terjadi.

53
3) “saya tidak tahu harus bilang apa 33
terhadap keke. Mungkin dia
akan shock mendengar hal ini”

b. Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan disajikan di
dalam tabel 3.2 berikut :

No Gaya bahasa Penyajian data halm


pertentangan
1 Hiperbola 1) Kami adalah kelompok paling
ngetop dan menghebohan di 4
sekolah kami, tak kalah dari geng
apapun.

2) Di saat itu kuucapkan seribu kata


48
terima kasih.

3) Ayah selalu membawah aku liburan


disana, bahkan rasanya itu kota 59
terindah yang pernah Aku lihat.

2 Litotes 1) “ mata gue kena tepa kiki, aduh 7


malu deh”

2) Tidak ada hasil apapun dan


wajahku mulai tidak beraturan.
17

54
3) Aku sadar hanya melakukan satu
kebodohan yang membuat orang
disekitarku cemas.

19
4) Rasanya aku tidak layak
mendapatkan cinta.

5) Tanpa mereka kita bukanlah apa- 28


apa di dunia ini.

6) Aku tidak ingin melihat dia selalu


menunggu aku yang sakit seperti 44

ini entah hingga kapan.

7) Aku tidak akan tegar bila tidak ayah


47
disampingku, tanpa dia mungkin
aku akan hilang tanpa kekuatan
apapun.

69

55
3 Oksimoron 1) Kami adalah geng yang selalu 4
bersama susah atau senang. Duka
atau tangis. Apapun kami lakukan
bersama.

2) Terkadang ada rasa sedih, benci,


marah, namun terlepas dari semua
itu dunia ini terasa indah 5

3) Mungkin istanaku terasa indah,


namun ada sisi dimana aku mulai
merasa sedih.
5
4) Bukankah dunia ini cukup adil bagi
manusia. Kebahagiaan dan
kesedihan selalu ada dalam dunia.

5) Aku tak mengerti apa yang terjadi,


5
namun aku berusaha untuk tegar.

6) Biarkan dia bahagia. Dia pasti 13


cemas ketika ayahnya sakit seperti
ini.

7) Dan tangisan itu seolah bahagia


karena aku membuktikan aku masih
73
sanggup dalam ujian walaupun
kondisiku memburuk.

4 Paradoks 1) Hanya sebuah senyum, senyum 41


kecil diantara rasa takut dan
pasrah.
80

56
2) Dan biarkan harum tersebut
mengakhiri duka sedih ini menjadi
bahagia.

5 klimaks 1) Suka cita besar keluarga, sahabat


dan saudaraku berdondong- 25
bondong hadir dan mengucapkan
selamat atas kesembuhanku.

2) “kami ingin bersama dalam suka


dan duka. Kami ingin berkumpul
hingga salah satu kami menjadi 28
dewasa. Dan memiliki anak dan
cucu, kami ingin selamanya saling
mengenal dan bersama-sama
hingga kami menjadi kakek dan
nenek”

3) Aku berharap setidaknya aku bisa 63

hidup secara normal walaupun dari


hari ke hari aku mulai melemah
dan tidak sehat.

6 Anti klimaks Ayahku, teman sekaligus pacarku.


7 Anastrof atau inversi
8 Hipalase
9 sinisme
10 Sarkasme

57
c. Gaya Bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.

Gaya bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 1.3 berikut :

No Gaya bahasa pertautan Penyajian data Halm


1 Metonimia 1) Sekarang aku duduk di bangku kelas 3
1 SLTP Al-Kamar.

2) Kanker ini masih sama berjenis 33


Rabdomiosarkoma berkembang
secara cepat dalam lima hari.

3) Di sepanjang perjalanan menuju


48
bandara Internasional Soekarno-
Hatta, aku yang terdiam memandang
langit dan pepohonan.

4) Ayah mengambil keputusan


membawaku ke rumah sakit terdekat.
RS Ciptomangunkusumo.
2 Sinekdoke 1) Koko, kaka tertuaku sekarang telah 2
menikah dan memberikan aku
seorang keponakan lucu dan imut.

2) Teman-temanku suka mengeluh jika


3
sedang bepergian denganku.

3) Aku sempat membuat lelucon akan 6


sakit mata yang dialami oleh kakaku.

4) Hampir semua informasi keberadaan


16
orang pintar atau pengobatan
tradisional telah kutemuin.

58
5) Terkadang kita hanya menjadi anak
30
kecil dalam mata orang tua kita.

6) Teman-temanku mulai sibuk


menyiapkan belajar kelompok di
rumahku, agar target kami
31
mendapatkan sekolah menengah
umum di kelas yang sama tidak
terpisahkan dapat terjadi.

7) Pihak rumah sakit menolak untuk


memberikan sinar laser karena aku
baru saja melakukan kurang lebih dari
5 bulan lalu. 36

8) Dr. Peng adalah salah satu dokter


terbaik di asia dalam bidang kanker.
50

9) Semua sahabatku dikelas tidak


pernah merasa terganggu oleh 58
keadaanku
3 Alusi Bandung telah berubah menjadi lebih 62
panas. Kalau ini terjadi akan
mengingatkan kita akan peristiwa
sejarah “Bandung Lautan Api”
peristiwa tanggal 23 Maret 1946,
dimana rakyat mengosongkan
Bandung atas perintah sekutu dengan
memilih membakar Bandung
daripada jatuh ke tangan sekutu.
3 eufemisme 1) Aku pun beranjak menujuh lemari 53
untuk mengganti baju, beberapa saat
kemudian kugunakan topi untuk

59
menutup si gundulku.

2)
4 Eponim 1) Tak lupa kukenalkan pahlawan di 2
keluarga kami.

2) Dia ini adalah raja dari istana kami. 2

3) Ayah walau sudah berumur tampang


2
boleh dibilang tidak jauh dari Tau
Ming Se, bintang F4 asal Taiwan itu
loh.

4) Dan malaikat itu hanya tersenyum


79
kepadaku, lalu ia mengantarku hingga
ke gerbang istana.
5 Epitet Puji Syukur kupanjatkan pada Tuhan 60
karena aku bisa nerasakan keindahan
alam yang luar biasa di bumi
pertiwiku.
6 antononasia 1) Mungkin pernah bangga karena
terpilih menjadi siswa teladan oleh 5
pemerintah dan aku sempat juga
mendapatkan pelukan dari ibu
Megawati yang ketika itu menjabat
menjadi Presiden.

2) Aku hanya terduduk terdiam ketika 7


dokter mulai memeriksa mulut dan
mataku melalui senter kecil.

3) Profesor mulai menjelaskan prosedur


10
yang harus dilakukan untuk
menyembuhkan aku serta
melenyapkan kanker ini.

4) Sebuah informasi seorang Haji yang 17

dapat melenyapkan semua penyakit


kami datangi.

60
5) Mereka mendapat izin dari kepala 22
sekolah untuk mengantarku ke
Bandara.

6) Seorang suster yang lewat


48
memperhatikan kami dan kemudian
dia menutup pintu kamar kami.
Suster itu hanya memandangi kami
kemudian pergi dengan rasa terharu. 56

7 Erotesis 1) Sobat, bisakah kau merasakan apa arti 4


dunia kecil dalam hidup kamu ?

2) Sobat, tahukah kamu apa yang 17


kulakukan ?

3) Tuhan, cobaan apa yang kau berikan


17
padaku ?
8 Paralelisme
9 Elipsis
10 Gradasi
11 Asindeton
12 Polisindeton 1) Mata dan sabagian pelipis pipi dan 51
hidungku.

d. Gaya Bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.

Gaya bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 1.4 berikut :

No Gaya bahasa Penyajian data Halm


perulangan
1 antanakasis 1) Aku merasa tubuh ini terasa dingin,
nafas ku terasa berat, kakiku terasa 33

61
lemas.

2) Bernapas pun aku terasa sesak, 53


tidurpun tidak terasa nyaman.

3) Mungkin kondisiku,
mungkin 58
keadaanku atau mungkin karena
mulai berpikir hal ini tidak mungkin
kembali lagi.

4) Ketika kepala sekolahku


memanggil Ayah untuk ke sekolah
karena ingin memberitahukan
sebuah prestasiku di sekolah.
4 kiasmus
5 epizeukis
6 Anafora 1. “Tapi kenapa Keke ? Kenapa 42
Ayah ? Kenapa harus Keke ?

2. Aku mendengar Ayahku menangis 48


ketika teridur disampingku. Aku
mendengarkan dengan jelas isak
tangis Ayah disampingku, namun
Aku tidak mencoba untuk bangun.

3. Dia adalah Raja hidupku. Dia orang 51


yang paling berjasa dalam hidupku.

4. Mungkin kondisiku. Mungkin


53
keadaanku.

5. Ayah tidak rela anak Ayah yang


cantik harus kehilangan segalahnya.

62
Ayah tidak akan pernah rela untuk 56
semua itu.

6. Penuh dengan ketidakputusaan.


Penuh dengan semangat. Penuh 57
dengan kasih sayang.
7 Epistrofa 1. Tak terlupakan satu sisi lain yang
ingin kukatakan akan perjalanan 4
cinta. Akupun tak bisa terlepas dari
jatuh cinta.

2. Aku mendengar Ayahku menangis


48
ketika teridur disampingku. Aku
mendengarkan dengan jelas isak
tangis Ayah disampingku, namun
Aku tidak mencoba untuk bangun.

3. “Ah, untuk sekarang ini peduli amat


apa kata Dokter yang penting Keke
52
senang. Ayah juga senang. Kita
senang-senang di sini oke!”

4. Ayah jangan menangis. Jika Ayah


menangis Keke jadi ingin ikut 56
menangis.

5. Teman-temanku juga telah


mempersiapkan perjalanan ke
59
Bandung. Mungkin untuk kesekian
kali kami ke Bandung.
8 Mesodilopsis 1. Ayah jangan menangis lagi. Jangan 51
menangis untuk Keke.

2. Kami mulai kelelahan dan kembali


menujuh rumah sakit. Mungkin
54
Ayah melihatku kelelahan karena
berjalan Ayah menawarkan aku

63
untuk digendong.
9 Epanalepsis 1. Kutatap langit dari sampingku. 49
10 Anadiplosis 1. Akupun tak bisa terlepas dari jatuh 4
cinta. Cinta yang mungkin orang
lain bilng cinta monyet.

2. Aku tidak ingin merepotkan ibu


30
dalam hidup ibu. Ibu memiliki
kebahagiaan lain dalam hidup ibu,
dan biarkan aku berbagi kasih
dengan Ayah.

3. Ayah, Keke kedinginan, Keke 39


kedinginan.

4. “Kenapa Tuhan tidak adil sama


40
Keke, Keke sedih Ayah !”

5. “Apa yang Keke ingin rasakan di


dunia ini sekarang Keke telah
rasakan. Mengapa harus marah pada 43
Tuhan ? Tuhan sangat sayang
Keke. Hingga Keke hidup bahagia
dan dapat merasakan apa yang
belum tentu orang lain rasakan”

6. “sama Keke, Keke ini anugrah


45
Tuhan yang paling indah, tanpa
Keke hidup Andi terasa kosong !

7. Di saat itu kuucapka seribu kata


terima kasih, terima kasih untuk 48
segalanya.

8. Pelukan yang diwarnai air mata, air 48


air mata yang tak akan pernah
terlupakan untuk selamanya.

64
2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
Berdasarkan macam-macam gaya bahasa pada novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar yang telah dipaparkan di atas, maka makna macam-macam
gaya bahasa tersebut adalah sebagai berikut :

a. Makna Gaya Bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
Makna Gaya bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 4.1 berikut

No Gaya Bahasa Data Makna Hal


1 Perumpamaan Anugerah Tuhan yang Menyamakan diri dengan 4
membuat aku seperti putri seorang putri di dalam
dalam dongeng. dongeng yang sangat bahagia
karena dicintai oleh
kekasihnya.
Aku merasa sedih dan hatiku Merasakan hati yang sangat 15
bagai teriris sebuah pisau sakit dan terluka.
tajam.
Aku merasa bagaikan Merasa tidak terbiasa dan 23
makhluk asing yang tiba di tersendiri karena suasana yang
bumi. baru.
Mungkin istilah yang tepat Merasa suasana sekitar yang 24
setelah itu, aku bagaikan sangat dingin
terkurung dalam kulkas
dan merasaan dingin yang
luar biasa padaku.
Rasanya bagai dikutub Merasa sangat kedinginan 24
utara.
Aku hanya terdiam bagaikan Hanya berdiam diri dan tidak 76
sebuah boneka. bergerak atau tidak
melakukan sesuatu.

65
2 Metafora 1) Cinta yang mungkin Cinta yang terjalin antar dua 4
orang lain bilang anak muda yang masih
cinta monyet. remaja.

2) Di setiap hariku, aku T Tidak bisa mencium aroma di 1 16


mulai merasakan satu sekitar.
keanehan dalam
wajahku, hidungku
terasa mati rasa.

3) Aku mulai berkecil Merasa tersinggung dan tidak 41


ada harap lagi.
hati dan putus asa.

4) Namun, kakiku Merasa bahagia dengan


memang terasa lelah tawaran yang Ayahnya
dan tawaran ayah berikan.
kuterima dengan
senang hati.

5) Ayah yang terkulai Keadaan dimana hanya ada 68


lemas terus mengeluh dua orang yang sedang
pada lambungnya dan membicarakan sesuatu hal
dia terus menangis. yang penting tanpa ada orang
Sehingga psikolog lain.
tersebut akhinya
mengajak Ayah

66
berbicara empat
mata.
6) Kuperhatikan setiap Keadaan dimana hatinya 68
nilai yang kudapat sangat bahagia.
rasa haru dan bahagia
menghiasi ruang
hatiku.
3 Personifikasi 1) Namun, sepertinya Keadaan dimana seseorang 2
matahari mulai memanusiakan benda mati.
marah padaku Matahari merupakan benda
karena masih saja aku mati sedangkan marah
menutup mataku. marupakan sifat manusia dan
matahari seolah-olah marah
padanya karena dia masih
tidur.

2) Cahaya matahari pagiC cahaya matahari merupakan 2


itu mulai menyentuh benda mati sedangkan
seluruh isi ruangan di menyentuh merupakan sifat
kamar yang cukup manusia. Maka maksud dari
besar. gaya bahasa tersebut adalah
matahari pagi memancarkan
cayahanya di seluruh kamar.

67
q
4 Antitesis 1) Bukannya dunia ini H Hal-hal yang terjadi di dunia 4
cukup adil bagi ini bukan hanya membuat
manusia. bahagia, tetapi juga bisa
Kebahagiaan dan membawah kesedihan.
kesedihan selalu ada
dalam dunia.
S susah atau senang artinya
mereka selalu ada untuk ikut
2) Kami adalah genk merasakan susah atau senang 4
yang selalu bersama
susah atau senang. yang dialami oleh teman
mereka.

3) Aku hanya Keadaan dimana dia berusaha 41


tersenyum dan
menahan air mata. untuk tersenyum, padahal
dibalik senyuman itu dia
hanya menutupi kesedihan
yang dirasakan.

68
4) Kuperhatikan setiap nilaiK Keadaan dimana dia merasa 6 46
yang kudapat, rasa haru
dan bahagia menghiasi iba dan bahagia atas nilai
ruang hatiku. yang didapatnya.

5 Pleonaspme 1) Mulai dari buku pintar Kalimat tersebut memiliki 3


sampai kamus bahasa makna yang berlebihan karena
Indonesia. kata ‘mulai’ tidak diperlukan
lagi karena kata ‘dari’ sudah
berarti ‘mulai’ kegiatan
membaca dari buku pintar
sampai kamus bahasa
Indonesia.
2) Dan kupandangi ayah Kalimat tersebut mengandung 75
dengan mataku. makna yang berlebihan karena
ada kata ‘kupandangi dan
mataku’. Jika sudah
menggunakan kata
‘kupandangi’ maka kata
‘mataku’ tidak harus
digunakan karena kupandangi
sudah pasti menggunakan
mata.
3) Aku ingin rasanya masukP Keadaan dimana dia ingin 77
ke dalam rumah tersebut. masuk kedalam sebuah
rumah.

69
6 Perifrasis 1) Kanker itu merusak K kalimat tersebut mengandung 75
pemandangan yang bisa makna bahwa penyakit kanker
aku lihat dari mataku. yang dideritanya merusak
matanya sehingga dia tidak
dapat melihat dengan baik.

7 Antisipasi atau 1) Jika langka yang harus Kalimat tersebut dikatakan 11


prolepsis diambil adalah memotong sebelum atau mendahului
tulang pipi, kemudian peristiwa yang akan
mata dan setengah dari terjadi,yaitu mengalami buta
wajah pasien. Boleh dan cacat. Sehingga makna
dikatankan putri bapak pada kalimat tersebut yaitu
kemungkinan akan buta seseorang akan mengalami
dan cacat. buta dan cacat setelah
melakukan operasi dibagian
wajahnya.

2) Kami telah berjanji selain K Kalimat tersebut dikatakan 31


bukan hanya untuk sebelum atau mendahului
kumpul-kumpul, tapi peristiwa yang akan terjadi
akan belajar bersama yaitu belajar bersama agar
agar target kami target mereka untuk mendapat
mendapatkan sekolah sekolah dan kelas yang sama
menengah umum di kelas dapat terwujud. Maka, makna
yang sama dapat terjadi. dari kalimat tersebut adalah
mereka akan menjadi satu
sekolah dan satu kelas jika
mereka belajar bersama.

K Kalimat tersebut mendahului

70
3) Saya tidak tahu harus peristiwa yang akan terjadi,
bilang apa sama Keke. yaitu mengalami shock.
Mungkin dia akan Maka, makna kalimat tersebut
shock mendengar hal adalah keke akan mengalami
33
ini. shock setelah mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi.

b. Makna Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

Makna Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
disajikan di dalam tabel 4.2 berikut :

No Gaya Bahasa Data Makna Hal

Pertentangan
1 Hiperbola 1) Kami adalah kelompok Kalimat tersebut memilili 4
paling ngetop dan makna yang melebih-
menghebokan di sekolah lebihkan karena mereka
kami, tak kalah dari genk beranggapan bawah hanya
apapun. genk mereka yang paling
ngetop dan menghebokan di
sekolah.
2) Ayah selalu membawah Kalimat tersebut
aku liburan disana, mengandung makna yang

71
bahkan rasanya itu kota berlebihan karena dia
terindah yang pernah aku beranggapan bahwa kota
lihat. yang dia kunjungi tersebut
adalah kota terindah.

2 Litotes 1) Tidak ada hasil apapun Kalimat tersebut 17


dan wajahku mulai tidak mengandung makna
beraturan. merendahkan diri karena
wajahnya yang mulai tidak
beraturan.
2) Aku sadar hanya ‘Melakukan satu 17
melakukan satu kebodohan’ pernyataan
kebodohan yang tersebut mengandung
membuat orang sekitar makna merendahkan diri
cemas. karena dia sadar bahwa apa
yang dia lakukan hanya
membuat orang sekitar
khawatir.
3) Rasanya aku tidak layak Pernyaataan tersebut
19
mendapatkan cinta. mengandung makna
merendahakn diri karena dia
merasa tidak pantas
mendapatkan cinta.
4) Tanpa mereka, kita Kalimat tersebut 28
bukanlah apa-apa di mengandung makna
dunia ini. merendahkan diri karena dia
merasa tanpa bantuan orang
sekitar dia tidak bisa
melakukan apa-apa.
5) Aku tidak ingin melihat ‘Aku yang sakit seperti 44
dia selalu menunggu aku ini’ pernyaan tersebut

72
yang sakit seperti ini, mengandung makna
entah hingga kapan. merendahkan diri karena
dia sedang sakit sehingga
dia tidak ingin membuat
orng lain menunggu
kesembuhannya.
6) Aku tidak akan tegar bila Kalimat tersebut 47
tidak ada Ayah mengandung makna
disampingku, tanpa dia merendahkan diri karena dia
mungkin aku akan hilang merasa dia akan kehilangan
tanpa kekuatan apapun. kekuatannya jika tidak ada
ayahnya.

3 Oksimoron 1) Kami adalah genk yang ’Susah atau senang’ frasa 4


selalu bersama susah tersebut mengandung
atau senang. makna bertantangan karena
baik mereka bahagia atau
susah selalu bersama.
2) Terkadang ada rasa sedih, Kalimat tersebut 5
benci, marah, namun mengandung makna
terlepas dari semua itu bertantangan karena ada
dunia ini terasa indah. rasa sedih, benci dan marah.
Namun terlepas dari semua
itu dunia ini terasa indah.
3) Mungkin istanaku terasa Kalimat tersebut 5
indah namun ada sisi mengandung makna
dimana aku mulai merasa bertantangan karena
sedih. kehidupannya yang indah
mulai ada rasa sedih yang
mucul.
4) Aku tak mengerti apa Kalimat tersbut 5
yang terjadi namun aku mengandung makna
berusaha untuk tegar. pertantangan karena dia
tidak mengerti apa yang

73
terjadi, namun dia berusah
untuk tegar.

5) Bukankah dunia ini cukup Kalimat tersebut 5


adil bagi manusia. mengandung makna
Kebahagiaan dan bertentangan karena di
kesedihan selalu ada dunia ini selalu ada
dalam dunia. kebahagiaan dan ada juga
kesedihan.

6) Dan tangisan itu seolah Kalimat tersebut 73


bahagia karena aku mengandung makna
membuktikan aku masih bertentangan karena dia
sanggup dalam ujian sedang bersedih namun dia
walaupun kondisiku juga merasa bahagia.
memburuk.

4 Paradoks Hanya sebuah senyum, Kata ‘senyum’ dan kata 41


senyum kecil diantara rasa ‘takut’ adalah dua hal
takut dan pasrah. bertantangan. Senyum
berunjuk pada ekspresi
bahagia. Sehingga pada
kondisi sesunggunya
seharusnya dia tidak merasa
takut.

c. Makna Gaya Bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya
Agnes Davonar.

Makna Gaya Bahasa Pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
karya Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 4.3 berikut:

74
No Gaya Bahasa Penyajian Data Makna Halm

Pertautan

Sinekdoke 1) Koko, kaka tertuaku Kalimat tersebut 2


sekarang telah menikah menggunakan sebagian
dan memberikan aku untuk menyatakan
seorang keponakan keseluruhan dari
lucu dan imut. keponakannya. ( pras pro
toto)
2) Teman-temanku suka Kalimat tersebut 3
mengeluh jika bepergian menggunakan keseluruhan
denganku. untuk menyatakan
sebagian (totem pro parte)
yaitu kalimat “Teman-
temanku”
3) Aku sempat membuat Kalimat tersebut 6
lelucon akan sakit mata mengunakan keseluruhan
yang dialami oleh dari kata kaka untuk
kakaku. menyatakan sebagian yaitu
kakaku. ( totem pro parte)
4) Hampir semua informasi Frasa ‘orang pintar’ pada 16
keberadaan orang pintar kalimat tersebut
atau pengobatan mengunakan keseluruhan
tradisional telah kutemui. orang pintar untuk
menyatakan sebagian
‘orang pintar’ ( totem pro
parte )
5) Terkadang kita hanya Frasa anak kecil pada 30
menjadi anak kecil kalimat tersebut
dalam mata orang tua mempunyai makna yaitu
kita. menggunakan keseluruhan
untuk menyatakan
sebagian ‘anak kecil’
( totem pro parte)

75
6) Pihak rumah sakit Frasa ‘pihan rumah sakit’ 36
menolak untuk pada kalimat tersebut
memberikan sinar laser menggunakan keseluruhan
karena aku baru saja untuk menyatakan
melakukan kurang lebih sebagian saja ‘Pihak
dari 5 bulan lalu. Rumah Sakit’ ( totem pro
parte)
7) Dr. Peng adalah salah Fras salah satu dokter 50
satu dokter terbaik di terbaik di Asia memiliki
Asia dalam bidang makna sebagian untuk
kanker. yang menyatakan
keseluruhan yaitu salah
satu dokter terbaik di
Asia. ( pas pro toto )
8) Semua sahabatku di Frasa ‘semua sahabatku’ 58
kelas tidak pernah memiliki makna yaitu
merasa terganggu oleh menjelaskan sebagian
keadaanku. untuk menyatakan
keseluruhan. ( pas pro toto)
3 Alusi Bandung telah berubah Kalimat tersebut memiliki 62
menjadi lebih panas kalau makna yang berusaha
ini terjadi akan mensugestikan kesamaan
mengingatkan kita akan antara tempat dan
peristiwa sejarah peristiwa. Tempat yaitu
“Bandung Lautan Api” kota Bandung dan
peristiwa tanggal 23 Maret peristiwa Bandung
1946, dimana rakyat Lautan Api pada tanggal
mengosongkan Bandung 23 Maret 1946.
atas perintah sekutu dengan
memilih membakar
Bandung daripada jatuh
ketangan sekutu.

76
3 Eufemisme

4 Eponim 1) Tak lupa kukenalkan Kata ‘Pahlawan’ pada 2


pahlawan dikeluarga kalimat tersebut
kami. menjelaskan sifat
seseorang yang dianggap
sama seperti pahlawan.
Makna kata ‘Pahlawan’
yaitu seseorang yang
memiliki jiwa keberanian
dan rela berkorban demi
kebahagiaan orang lain.
2) Dia ini adalah Raja dari Kata ‘Raja’ pada kalimat 2
istana kami. tersebut digunakan untuk
menjelaskan sifat
seseorang yang sama
seperti seorang ‘Raja’.
Makna dari kata ‘Raja’
yaitu seseorang yang
memiliki kekuasaan
tertinggi di sebuah
kerajaan.
3) Ayah walau sudah Makna pada kalimat 2
berumur tampang boleh tersebut yaitu menjelaskan
dibilang tidak jauh dari tokoh ayah yang walaupun
Tau Ming Se, Bintang sudah berumur tetapi
F4 asal Taiwan itu loh. masih memiliki wajah

77
tampan seperti bintang F4
asal Taiwan yang bernama
‘Tau Ming se’
4) Dan malaikat itu hanya Kata malaikat pada kalimat 79
tersenyum kepadaku, lalu tersebut yaitu
mengantarku hingga menggambarkan seseorang
gerbang istana. yang sangat baik dan mau
menolong orang lain.
5 Epitet Puji Syukur kupanjatkan Makna Kata ‘Bumi 60
pada Tuhan karena aku bisa Pertiwi’ pada kalimat
merasakan keindahan alam tersebut yaitu negara
yang luar biasa di Bumi Indonesia.
Pertiwiku.
6 Antononasia 1) Aku mungkin pernah Kata Presiden memiliki 5
bangga karena terpilih makna yaitu jabatan
menjadi siswa teladan tertinggi seseorang yang
oleh pemerintah dan aku memimpin suatu negara.
sempat juga mendapat
pelukan dari ibu
Megawati yang ketika itu
menjabat menjadi
Presiden.
2) Aku hanya terduduk Dokter adalah gelar 7
terdiam ketika dokter seseorang yang digunakan
mulai memeriksa mulut untuk mengganti nama
dan mataku melalui orang tersebut.
senter kecil.
3) Profesor mulai Profesor memiliki makna 10
menjelaskan prosedur yaitu jabatan fungsional
yang harus dilakukan seseorang yang
untuk menyembuhkan dipekerjakan oleh
aku serta melenyapkan lembaga-lembaga tertentu.
kanker ini. Kata ‘Profesor’ digunakan
untuk mengganti nama

78
orang tersebut.
4) Mereka mendapat izin Makna kata ‘Kepala 22
dari kepala sekolah sekolah’ yaitu seorang
untuk mengantarku ke kepala pimpinan di suatu
Bandara. sekolah yang wenang
memberikan izin kepada
guru dan murid yang
berhalangan hadir.
5) Seorang suster yang Makna kata ‘suster’ yaitu 48
lewat memperhatikan suatu profesi yang kerjanya
kami dan kemudian dia merawat orang sakit.
menutup pintu kamar Panggilan suster digunakan
kami. untuk mengganti namanya.
7 Erotesis 1) Sobat, bisakah kau Makna pada kalimat tanya 4
merasakan apa arti dunia tersebut yaitu
kecil dalam hidup kamu? mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
2) Sobat, tahukah kamu apa Makna pada kalimat tanya 17
yang kulakukan ? tersebut yaitu
mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
3) Tuhan, cobaan apa yang Makna pada kalimat tanya 17
kau berikan padaku ? tersebut yaitu
mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
8 Paralelisme
9 Elipsis
10 Gradasi

79
11 Asindeton
12 polisindeton

d. Gaya Bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.

Gaya bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar dapat disajikan dalam tabel berikut :

No Gaya Bahasa Penyajian Data Makna Halm


Perulangan
1 Antanakasis 1) Aku merasa tubuh ini Kalimat tersebut 33
terasa dingin, nasafku menunjukan pengulangan
terasa berat, kakiku yang sama namun
terasa lemas. memiliki makna yang
berbeda yaitu merasa
dingin, nafas terasa berat
dan kaki terasa lemas.
2) Mungkin kondisiku, Kalimat tersebut 58
mungkin keadaanku atau menunjukan pengulangan
mungkin karena mulai yang sama namun
berpikir hal ini tidak memiliki makna yang
mungkin kembali lagi. berbeda yaitu menjelaskan
kondisi, keadaan dan
memikirkan sesuatu yang
telah berlalu namun
memiliki kemungkinan
untuk kembali.

80
3) Ketika kepala sekolahku Kalimat tersebut
memanggil Ayah untuk menunjukan pengulangan
ke sekolah karena ingin yang sama namun
memberitahukan sebuah memiliki makna yang
prestasiku di sekolah. berbeda.

2 Anafora 1) “tapi kenapa Keke ? Makna pada Pengalan kata 42


kenapa Ayah ? Kenapa ‘kenapa’ yaitu tokoh keke
harus Keke ?” menanyakan kenapa harus
dia yang menderita
kanker. Pengulangan kata
‘kenapa’ digunakan untuk
melakukan penegasan
terhadap maksud dan
tujuan yang ingin
diutarakan dalam kalimat.
2) Dia adalah Raja hidupku. Penggalan kata ‘Dia’ 51
Dia orang yang paling memiliki makna yaitu
berjasa dalam hidupku. digunakan sebagai
pengganti nama orang.
Pengulangan kalimat
tersebut juga dimaksudkan
untuk menegaskan
maksud dan tujuan dari
kalimat.
3) Ayah tidak akan rela Makna pada penggalan 56
anak ayah yang cantik frasa ‘Ayah tidak’ yaitu
harus kehilangan seorang ayah yang tidak
segalanya. Ayah tidak ingin melihat putrinya
akan pernah rela untuk menderita.
semua itu.

81
4) Penuh dengan Makna penggalan frasa 57
ketidakputusasaan, penuh penuh dengan yaitu
dengan semangat, penuh menjelaskan suatu
dengan kasih sayang. keadaan yang dirasakan
oleh seseorang.
Pengulangan pada
penggalan frasa tersebut
juga bertujuan untuk
menjelakan kembali
maksud dan tujuan dari
kalimat tersebut.
3 Epistrofa 1) Tak terlupakan satu sisi Cinta adalah penggalan 4
lain yang ingin kukatakan kata yang diulang pada
akan perjalan cinta. dua kalimat tersebut.
Akupun tak bisa terlepas Makna penggalan kata
dari jatuh cinta. cinta adalah suatu kasih
sayang yang kuat dan
ketertarikan pribadi.
2) Aku mendengar ayahku Disamping adalah 48
menangis ketika tidur penggalan kata yang
disampingku. Aku diulang pada kedua
mendengar dengan jelas kalimat tersebut. Makna
isak tangis ayah kata ‘disampingku adalah
disampingku, namun aku saling bersebelahan.
tidak mencoba untuk
bangun.

3) “Ah, untuk sekarang ini Senang adalah penggalan 52


peduli amat apa kata kata yang diulang pada

82
dokter yang penting Keke bagian akhir kedua
senang. Ayah juga kalimat tersebut. Makna
senang. Kita senang- kata senang adalah sebuah
senang di sini oke!” perasaan puas atau lega
tanpa rasa kecewa.

4) Ayah jangan menangis. Menangis adalah 56


Jika ayah menangis Keke penggalan kata yang
jadi ingin ikut menangis. diulang pada bagian akhir
kedua kalimat tersebut.
Makna kata menangis
adalah respon fisik akibat
dari refleks ataupun dari
gejolak emosi yang
dirasakan oleh seseorang.

5) Teman-temanku juga Bandung adalah 59


telah mempersiapkan penggalan kata yang
perjalanan ke Bandung. diulang pada kutipan
Mungkin untuk kesekian tersebut. Makna kata
kali kami ke Bandung. bandung adalah nama
sebuah kota yang terletak
di Jawa Barat.
4 Mesodilopsis Kami mulai kelelahan dan Kelelahan adalah 54
kembali menujuh rumah penggalan kata yang
sakit. Mungkin ayah diulang pada bagian
melihatku kelelahan karena tengah kutipan tersebut.
berjalan ayah menawarkan Makna kata ‘kelelahan’
aku untuk digendong. adalah merasa tidak
berenergi karena kurang
beristirahat.
5 Epanalepis Kutatap langit dari Pengulangan pada kalimat
sampingku. tersebut adalah kata ‘ku’

83
Makna kata ‘ku’ adalah
pronomina atau kata ganti
orang.
6 Anadiplosis 1) Akupun tak bisa terlepas Cinta adalah penggalan 4
dari jatuh cinta. Cinta kata yang diulang pada
yang mungkin orang lain bagian akhir kalimat
bilang cinta monyet. sebelumnya dan diulang
pada bagian awal kalimat
berikutnya. Makna Kata
‘Cinta’ adalah suatu kasih
sayang yang kuat dan
ketertarikan pribadi.
2) Aku tidak ingin Ibu adalah penggalan kata 30
merepotkan ibu dalam yang diulang pada bagian
hidup ibu. Ibu memiliki akhir kalimat sebelumnya
kebahagiaan lain dalam dan diulang pada bagian
hidup ibu, dan biarkan awal kalimat berikutnya.
aku berbagi kasih dengan Makna kata ’ibu’ adalah
ayah. orang tua persempuan
seorang anak.
3) Ayah Keke kedinginan, Keke kedinginan adalah 39
keke kedinginan. penggalan frasa yang
diulang pada bagian akhir
kalimat sebelumnya dan
diulang pada bagian awal
kalimat berikutnya.
4) “Kenapa Tuhan tidak adil Keke adalah penggalan 40
sama Keke, Keke sedih kata yang diulang pada
Ayah!” bagian akhir kalimat
sebelumnya dan diulang
pada bagian awal kalimat
berikutnya. Makna Kata
‘Keke’ yaitu nama
seseorang.

84
5) “Apa yang Keke ingin Tuhan adalah penggalan 43
rasakan di dunia ini kata yang diulang pada
sekarang Keke telah bagian akhir kalimat
rasakan. Mengapa harus sebelumnya dan diulang
marah pada Tuhan ? pada bagian awal kalimat
Tuhan sangat sayang berikutnya. Makna kata ‘
Keke. Hingga Keke hidup Tuhan’ adalah Roh maha
bahagia dan dapat kuasa dan asas dari suatu
merasakan apa yang kepercyaan.
belum tentu orang lain
rasakan.

6) Disaat itu kuucapkan Terima kasih adalah 48


seribu kata terima kasih, penggalan frasa yang
terima kasih untuk diulang pada bagian akhir
segalanya. kalimat sebelumnya dan
diulang pada bagian awal
kalimat berikutnya.
Makna frasa terimah kasih
adalah bersyukur dengan
apa yang diberikan oleh
orang.

3. Gaya Bahasa Yang Paling Dominan Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.

Gaya bahasa yang paling dominan dalam novel surat kecil untuk Tuhan dapat
disajikan pada tabel berikut:
No Macam-macam Gaya Bahasa Jumlah Data
Gaya bahasa perbandingan
1
a. Perumpamaan 8
b. Metafora 6
c. Personifikasi 2

85
d. Antitesis 4
e. pleonaspme 4
f. Perifrasis 1
g. Antisipasi atau prolepsis 3

2 Gaya Bahasa Pertentangan


a. Hiperbola 3
b. Litotes 7
c. Oksimoron 7
d. Paradoks 2
e. Klimaks 3
f. Anti klimaks 1

3 Gaya Bahasa Pertautan

a. Metonimia 4
b. Sinekdoke 9
c. Alusi 1
d. eufemisme 1
e. Eponim 4
f. antononasia 6
g. Erotesis 3
h. Paralelisme 0

i. Elipsis 0
j. Gradasi 0
k. Asindeton 0

l. Polisindeton 1

4 Gaya Bahasa Perulangan

a. antanakasis 4
b. kiasmus 0
c. epizeukis 0
d. Anafora 6
e. Epistrofa 5
f. Mesodilopsis 2
g. Epanalepsis 1
h. Anadiplosis 8

86
4. Pesan-pesan moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.

Pesan- pesan moral pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar dapat dikategorikan berdasarkan sifat dan kelakuan manusia yang melekat
dalam menjalani hidup. Berbagai persoalan hidup dan penyelesaian yang muncul
dapat memberikan sebuah gambaran tentang sesuatu yang diidealkan oleh pengarang.
Wujud nilai moral dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan yaitu nilai moral dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, nilai moral dalam hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri. Berikut akan
disajikan hasil penelitian nilai moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

Tabel wujud Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

No Wujud moral Nilai Moral Halaman Jumlah


data
1 Hubungan Manusia a. Beriman 9
dengan Tuhan.

b. Berdoa kepada 4
Tuhan.
c. Sholat. 3

2 Hubungan manusia a. Kesabaran 4


dengan diri sendiri. b. Keikhlasan 3

c. Tanggungjawab 7
siswa terhadap
pendidikan.
3 Hubungan manusia a. Kasih sayang orang 25
dengan manusia lain. tua kepada anak.
b. Kasih sayang anak 10
kepada orang tua.

c. Kasih sayang antar 17


teman.

87
d. Nasihat orang tua 10
kepada anak.

e. Nasihat antar 5
teman.
f. Tanggungjawab 2
orang tua kepada
anak.

5. Cara Pengarang Menyampaikan Pesan Moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.

Pada tabel berikut akan disajikan cara pengarang menyampaikan pesan moral
di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.

Tabel

No Cara Penyampaian Bentuk Penyampaian Halaman Data Jumlah


Pesan Moral Data
1 Penyampaian secara a. Uraian 6
langsung. pengarang.
b. Melalui 18
tokoh.
2 Penyampaian secara a. Peristiwa 7
tidak langsung.
b. Konflik 6
Jumlah Data =

6. Tujuan Pengarang Menyampaikan Pesan Moral di dalam Novel Surat Kecil


Untuk Tuhan

Hasil penelitian tentang tujuan pengarang menyampaikan pesan moral di dalam


novel Surat Kecil Untuk Tuhan dapat disajikan pada tabel berikut:

No Tujuan Halaman Data Jumlah Data

88
Penyampaian Pesan
Moral.
1 Meningkatkan Iman
dan taqwa kepada
Tuhan
2 Meningkatkan
kesabaran dalam
menjalani kehidupan
3 Meingkatkan
keikhlasan dalam
menerimah
kenyaataan.
4 Mempererat
hubungan antara
anak dan orang tua
5 Mempererat
hubungan antar
sahabat
6 Menyadari
pentingnya
pendidikan
7 Menyadari
tanggungjawab
orang tua kepada
anak.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya, maka peneliti akan
menuraikan pembahasan sebagai berikut :

1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan.

Adapun macam-macam gaya bahasa yang digunakan dalam penelitian ini


dibagi menjadi empat macam, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa

89
pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.

Berikut ini peneliti akan membahas hasil penelitian macam-macam gaya


bahasa yang digunakan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan yang di jelaskan
berdasarkan gaya bahasa yang digunakan.

a. Gaya Bahasa Perbandingan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar
Macam-macam gaya bahasa perbandingan yang ditemukan pada novel
Surat Kecil Untuk Tuhan adalah gaya bahasa perumpamaan ( Asosiasi),
metafora, Personifikasi, Antitesis, Pleonasme, perifrasis, dan antisipasi atau
prolepsisi. Berikut ini akan dibahas masing-masing gaya bahasa tersebut :
1) Gaya Bahasa Perumpamaan ( Asosiasi )
Keraf (2010:138) berpendapat bahwa perumpamaan adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan bersifat eksplisit ialah
mengatakan sesuatu sama dengan hal yang lain, ia menujukan upaya yang
eksplisit menunjukan persamaan yaitu mengunakan kata-kata penghubung:
seperti, sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa perumpamaan dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan adalah sebagai berikut :
a) “Anugera Tuhan yang membuat aku merasa seperi putri dalam
dongeng” (halm4)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung “seperti”. Kata
penghubung seperti menunjukan persamaan seseorang pada kutipan
tersebut dengan seorang putri dalam dongeng.

b) “Aku merasa sedih dan hatiku bagaikan teriris sebuah pisau


tajam.”(hlm 15)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung yaitu kata
“bagaikan”. Si tokoh Aku dalam kutipan itu menggunakan kata
penghubung “bagaikan” karena hatinya yang sangat terluka ibarat
teriris sebuah pisau tajam.

90
c) “aku merasa bagaikan makhluk asing yang tiba di Bumi”(hlm 24)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung yaitu kata
“bagaikan”. Kata penghubung “bagaikan” digunakan si tokoh aku
pada kutipan tersebut untuk menunjukan kesamaan dirinya dengan
makhluk asing yang baru tiba di bumi.

d) “mungkin istilah yang tepat setelah itu, aku bagaikan terkurung


dalam kulkas dan merasakan kedinginan yang luar biasa padaku”
(hlm 24)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung “bagaikan”.
Kata penguhubung “bagaikan” digunakan dalam kutipan tersebut
untuk menyamakan keadaan sekitar yang sangat dingin seperti di
dalam kulkas.

e) “Rasannya bagaikan di kutub utara” (halm 24)


Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung ‘bagaikan’.
Kata penghubung tersebut digunakan untuk menghubungkan kata
‘rasanya dan ‘di kutub’ yang dimaksud keadaan sekitar sangat dingin
sama seperti di daerah kutub utara.

f) “Mereka selalu memberikan karunia seperti malaikat yang datang


dalam hidupku”. (hlm 24)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata ‘seperti’. Kata penghubung
tersebut digunakan untuk menunjukan suatu kesamaan sifat yang ada
pada orang-orang di sekitar dengan seorang malaikat yang sangat
sama – sama baik.

g) “Aku hanya terdiam bagaikan sebuah boneka” (hlm 76)


Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa

91
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung ‘bagaikan’.
Kata tersebut digunakan oleh si tokoh aku dalam kutipan tersebut
untuk menyamakan dirinya yang tidak bergerak dengan sebuah
boneka.

2) Gaya Bahasa Metafora


Menurut keraf (2010:139) metafora adalah semacam analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat.
Dengan demikian dapat disimpulkan metafora adalah gaya bahasa yang
membandingkan dua hal secara implisit dalam bentuk yang singkat dan
padat.
Berikut ini peneliti akan membahas hasil penelitian tentang gaya
bahasa metafora di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
a) “Cinta yang mungkin orang lain bilang cinta monyet” (hlm 4)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora karena menggunakan kata
implisit yaitu ‘cinta monyet’ tanpa kata seperti atau sebagai diantara keduanya sehingga
kalimat tersebut mengandung makna yang tersembunyi atau bukan makna yang benarnya.
a) “Di setiap hariku, aku mulai meraskan satu keanehan dalam wajahku,
hidungku telah mati rasa” (hlm 16)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘mati rasa’ tanpa
menggunakan kata seperti atau sebagai diantara kedua hal yang
berbeda.
Pada kutipan tersebut menggambarkan keadaan seseorang
yang mulai kehilang kepekaan terhadap berbagai aroma disekitarnya.

b) “Aku mulai berkecil hati dan putus asa” (hlm 41)


Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘berkecil hati dan putus
asa’ tanpa menggunakan kata seperti atau sebagainya diantara kedua
hal yang berbeda sehingga kata tersebut memiliki makna yang
tersembunyi atau bukan makna yang sebenarnya.

92
c) “namun, kakiku memang terasa lelah dan tawaran ayah ku terimah
dengan senang hati” (hlm 41)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘senang hati’ tanpa
menggunakan kata seperti atau sebagainya diantara kedua hal yang
berbeda sehingga kata tersebut memiliki makna yang tersembunyi
atau bukan makna yang sebenarnya.

d) “Ayah yang terkulai lemas terus mengeluh sakit pada lambungnya


dan dia terus menangis. Sehingga psikolog tersebut akhirnya
mengajak ayah untuk berbicara secara empat mata”. (hlm 68 )
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘empat mata’ tanpa
menggunakan kata seperti atau sebagainya diantara kedua hal yang
berbeda sehingga kata tersebut memiliki makna yang tersembunyi
atau bukan makna yang sebenarnya.

e) “Kuperhatikan setiap nilai yang kudapat, rasa haru dan bahagia


menghiasi ‘ruang hatiku’. (hlm 73)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘Ruang Hati’. Kalimat
tersebut tidak menggunakan kata penghubung seperti atau sebagainya
diantara dua hal yang berbeda sehingga kalimat tersebut makna yang
tersebunyi atau bukan makna yang sebenarnya.

3) Gaya Bahasa Personifikasi


Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf 2010:140). Personifikasi juga
dapat diartikan sebagai jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada
benda yang tidak bernyawa dan ide yang absatrak (Nurgiyanto, 2013:17).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa personifikasi adalah
gaya bahasa yang menggambarkan benda mati yang memiliki sifat seperti
manusia.

93
Berikut ini peneliti akan membahas hasil penelitian tentang gaya
bahasa personifikasi yang terdapat dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
a) “Namun sepertinya ‘matahari mulai marah’ padaku karena masih saja
aku menutup mataku” (hlm 2)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena terdapat frasa ‘matahari mulai marah’. Matahari adalah benda
mati namun diibaratkan memiliki sifat manusia yaitu ‘marah’. Sehingga
kutipan tersebut seolah-olah menggambarkan matahari yang marah
kepada seseorang karena masih saja tertidur.

b) “Cahaya matahari pagi itu mulai menyentuh seluruh isi ruangan di


kamarku yang cukup besar” (halm 2)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena terdapat kata ‘menyentuh’. Menyentuh hanya dilakukan oleh
makhluk hidup, sedangkan matahari adalah benda mati yang tidak
bernyawa. Namun pada kutipan tersebut matahari digambarkan memiliki
sifat seperti makhluk hidup yaitu menyentu ruang kamar si tokoh aku.

4) Gaya Bahasa Depersonifikasi


Tarigan (2013: 21) berpendapat bahwa depersonifikasi adalah kebalikan
dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Apabila personifikasi
menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru
membendakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini
terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata
kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan.

Hasil penelitian tentang gaya bahasa depersonifikasi pada novel Surat


Kecil Untuk karya Agnes Davonar akan dibahas berikut ini :
a) “ aku hanya terdiam bagaikan sebuah boneka” (hlm 76)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa depersonifikasi
karena membendakan manusia yaitu tokoh ‘aku’ ibarat ‘boneka’.
Tokoh aku merupakan makhluk hidup (manusia), sedangkan boneka
merupakan benda mati yang tidak bernyawa. Sehingga kutipan tersebut

94
menggambarkan seorang manusia yang hanya berdiam diri seperti
boneka.

5) Gaya Bahasa Antitesis


Keraf (2010:126) berpendapat bahwa antitesis adalah gaya bahasa
yang mengandung gagasan-gagasan yang bertantangan dengan
mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa antitesis adalah gaya bahasa yang kata-
katanya merupakan dua hal yang bertantangan.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa antitesis yang terdapat pada
novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar tersebut akan dibahas
berikut ini:
a) “kami adalah genk yang selalu bersama susah atau senang” (hlm 2)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa antitesis karena
di dalamnya terdapat dua kata yang bertantangan yaitu kata ‘susah’ atau
‘senang’. Kedua kata tersebut memiliki makna yang bertantangan. Kata
senang adalah suasana bahagia, sedangkan susah adalah suasana
menyedihkan, menyakitkan atau menyusahkan. Jadi kutipan tersebut
menggambarkan sekelompok remaja yang selalu bersama dalam kondisi
apapun.
b) “Bukankah dunia ini cukup adil bagi manusia. Kebahagiaan dan
kesediahan selalu ada di dalam dunia. (hlm 5)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa antitesis karena
didalamnnya terdapat dua kata yang memiliki makna bertantangan yaitu
kata ‘kebahagiaan dan kesedihan’. Kebahagiaan adalah suasana dimana
seseorang tidak merasa sedih atau susah, sedangkan kesedihan adalah
suasana dimana seseorang merasa sedih. Jadi kutipan di atas pengarang
menggambarkan bagaimana kehidupan kita sebagai manusia tidak
terlepas dari perasaan bahagia dan sedih.
c) “aku hanya bisa tersenyum dan menahan air mata” (hlm 46)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa antitesisa karena
terdapat dua kata yang memiliki makna bertantangan yaitu ‘tersenyum’
dan ‘menahan air mata’. Tersenyum adalah raut wajah yang terlihat
bahagia, sedangkan menahan air mata adalah suasana dimana seseorang

95
ingin menangis namun berusah untuk menahannya agar air matanya tidak
menetes. Jadi pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan kepada
pembaca seseorang yang ingin menangis, tetapi berusaha untuk
menutupinya dengan tersenyum.
d) “kuperhatiakan setiap nilai yang kudapat, ‘rasa haru’ dan ‘bahagia’
menghiasai ruang hatiku” (hlm 73)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa antitesis karena
terdapat dua kata yang mengandung makna yang bertantangan yaitu ‘rasa
haru’ dan ‘bahagia’.

6) Gaya Bahasa Pleonasme atau Tautologi


Keraf (2010: 133) berpendapat bahwa pleonasme atau tautologi
adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Gaya bahasa
pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti
sekaligus, tetapi sebaiknya tidak perlu baik untuk penegasan arti maupun
hanya sebagai gaya.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa pleonasme yang terdapat dalam
novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar akan diuraikan
penjelasannya sebagai berikut:

a) “dan kupandangi ayah dengan mataku” (hlm 75)


Kutipan kalimat diatas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
pleonasme karena menggunakan kata lebih banyak daripada yang
diperlukan234 yaitu kata ‘kupandangi dan mataku’. Kupandangi sudah
pasti menggunakan mata, maka sebaiknya kata ‘mataku’ tidak perlu
digunakan lagi.
7) Gaya Bahasa Perifrasis
Gaya bahasa perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang mirip dengan

96
pleonasme. Pada gaya bahasa perifrasis kata-kata yang berlebihan itu pada
prinsipnya dapat diganti dengan satu kata saja. (Keraf 2010 )
a) “Kanker itu merusak pemandangan yang bisa kulihat dari mataku” (hlm
75)
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa perifrasis
karena menggunakan kata-kata yang berlebihan yaitu kata “kulihat dan
mataku”. Kulihat sudah pasti menggunakan mata sehingga kalimat
tersebut sebenarnya bisa diperpendek dengan menggunakan satu kata saja
menjadi “ Kanker itu merusak pemandangan yang bisa kulihat’’

8) Gaya Bahasa Antisipasi atau Prolepsis


Keraf (2010 : 135) berpendapat bahwa antisipasi atau prolepis adalah
semacam gaya bahasa yang dimana orang mempergunakan lebih dahulu kata-
kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.
a) “jadi langka yang harus diambil adalah memotong tulang pipi, kemudian
mata dan setengah dari wajah pasien. Boleh dikatakan putri bapak
kemungkinan akan buta dan cacat. (hlm 11)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa antisipasi atau
prolepsis karena menggunakan lebih dahulu kata-kata sebelum peristiwa
sebenarnya terjadi. Kata-kata yang digunakan yaitu ‘akan buta dan
cacat’. Kata-kata tersebut dikatakan terlebih dahulu sebelum orang yang
dimaksud benar-benar mengalami cacat dan buta.

b) “kami telah berjanji selain belajar hanya untuk kumpul-kumpul bergosip,


tetapi akan belajar bersama agar target kami mendapatkan sekolah
menengah umum yang sama dan tidak terpisahkan dapat terjadi. (hlm 31)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
antisipasi karena menggunakan lebih dahulu kata-kata sebelum peristiwa
sebenarnya terjadi. Kata-kata yang digunakan yaitu “ akan belajar
bersama agar target kami mendapatkan sekolah menengah umum
yang sama dan tidak terpisahkan dapat terjadi” kata-kata tersebut
dikatakan terlebih dahulu sebelum mereka belajar bersama dan
mendapatkan sekolah yang sama.

97
c) “saya tidak tahu harus bilang apa tentang Keke mungkin dia akan shock
mendengar hal ini” (hlm 33)
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa antisipasi
karena menggunakan kata-kata terlebih dahulu sebelum peristiwa yang
sebenarnya terjadi. Kata-kata yang digunakan yaitu ‘akan shock
mendengar hal ini’. Jadi pada kutipan tersebut pengarang mengatakan
terlebih dahulu bahwa Keke akan shock sebelum Keke benar-benar
mengalaminya.

b. Gaya Bahasa Pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya
Agnes Davonar
Macam-macam gaya bahasa pertentangan yang ditemukan dalam novel
Surat Kecil Untuk Tuhan adalah gaya bahasa hiperbola, litotes, oksimoron,
paradoks, dan klimaks. Berikut ini akan dibahas hasil penelitian dari masing-
masing gaya bahasa tersebut :
1) Gaya Bahasa Hiperbola
Keraf (2010 :135) mengatakan bahwa hiperbola adalah semacam gaya
bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar-besarkan sesuatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung
pernyataan yang berlebihan dari kenyataan.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa hiperbola dalam novel Surat Kecil
Untuk Tuhan dapat dibahas berikut ini :
a) “Kami adalah kelompok paling ngetop dan menghebokan di sekolah
kami, tak kalah dari geng apapun”. (hlm 4)
Kutipan di atas dapat ditegorikan sebagai gaya bahasa hiperbola
karena mengandung suatu pernyataan yang berlebihan. Dapat dibuktikan
dengan penggunaan kata ‘paling ngetop, menghebohkan dan tak kalah’.

98
b) “Disaat itu kuucapkan seribu kata terima kasih” (hlm 48 )
Kutipan kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola
karena mengandung suatu pernyaataan yang berlebihan. Dapat dibuktikan
dengan frasa ‘seribu kata terima kasih’. Pernyataan tersebut hanya
dibesar-besarkan saja karena pada kenyaatanya seseorang tidak mungkin
mengucapkan seribu kata terima kasih dalam waktu sehari.

2) Gaya Bahasa Litotes


Keraf (2010:132) berpendapat bahwa litotes adalah semacam gaya
bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesesuatu dengan tujuan
merendahkan diri. Tarigan (2013: 58) mengatakan bahwa litotes adalah majas
yang didalam pengungkapannya mengatakan sesuatu yang positif dengan
bentuk yang negatif atau bentuk yang bertantangan. Dari pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung
pernyataan yang merendahkan diri ( dikecilkan) dari makna yang sebenarnya.

Hasil penelitian tentang gaya bahasa litotes dalam novel Surat Kecil
Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “tidak ada hasil apapun dan wajahku mulai tidak beraturan” (hlm 17)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mangandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya frasa’ wajahku mulai tidak beraturan’.
Pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan seseorang yang
merendahka diri karena merasa bahwa wajahnya mulai jelek.

b) “aku sadar hanya melakukan satu kebodohan yang dapat membuat orang
di sekitar cemas” (hlm 17)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan kata ‘kebodohan’. Kebodohan
pada kalimat tersebut menunjukan seseorang yang merasa dirinya tidak
pandai sehingga melakukan sesuatu yang membuat orang lain
menghawatirkan keadaannya.

99
c) “rasanya aku tidak layak mendapatkan cinta”
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan kata ‘ tidak layak’. Tidak layak
pada kalimat tersebut berarti bahwa seseorang merendahkan dirinya karena
merasa tidak pantas mendapatkan cinta dari seseorang yang lebih
sempurnah darinya.
d) “tanpa mereka kita bukan apa-apa di dunia ini” (hlm 28)

Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa


litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan frasa ‘bukan apa-apa’. Bukan apa-
apa pada kalimat tersebut menujukan bahwa seseorang merendahkan
dirinya dengan merasa dia tidak bisa melakukan sesuatu jika orang tuanya
tidak ada.
e) “aku tidak ingin melihatnya menunggu aku yang sakit seperti ini, entah
hingga kapan” (hlm 44)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa litotes
karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Pernyataan
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya frasa ‘aku yang sakit seperti
ini’. Pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan bagaimana
seseorang yang tidak ingin membuat orang lain menunggunya karena dia
sedang sakit dan entah sampaikan akan sembuh.

f) “Aku tidak akan tegar bila tidak ada ayah disampingku, tanpa dia
mungkin aku akan hilang tanpa kekuatan apapun” (hlm 47 )
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri.
Pernyataan yang merendahkan diri pada kutipan tersebut adalah ‘tanpa
dia mungkin aku akan hilang tanpa kekuatan apapun’. Pernyataan
tersebut menggambarkan bagaimana seseorang merasa bahwa dia tidak
punya kekuatan untuk melakukan sesuatu jika tidak ada ayahnya.

100
3) Gaya Bahasa Oksimoron
Keraf (2010: 136) berpendapat bahwa oksimoron adalah suatu acuan
yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Jadi dapat dikatakan oksimoron adalah gaya bahasa yang
menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa oksimoron dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “kami adalah geng yang selalu bersama susah atau senang” (hlm 4 )
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
oksimoron karena menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling
bertentangan. Dua hal yang saling bertentangan tersebut adalah ‘susah
atau senang’. Susah adalah suasana dimana seseorang sedang mengalami
nasib buruk sedangkan senang adalah keadaan dimana seseorang merasa
bahagia. Sehingga dikategorikan ke dalam gaya bahasa oksimoron karena
memiliki makna yang bertantangan.

b) “terkadang ada rasa sedih, benci dan marah, namun terlepas dari semua
itu dunia ini terasa indah”. (hlm 5)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
oksimoron karena menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling
bertantangan yaitu ‘sedih dan terasa indah. Sedih adalah suasana dimana
seseorang

c) “mungkin istanaku terasa indah, namun ada sisi dimana aku mulai merasa
sedih”. (hlm 5)
Kutipan kalimat dapat dikategorika sebagai gaya bahasa oksimoron

d) “Bukankah dunia ini cukup adil bagi manusia. Kebahagiaan dan


kesedihan selalu ada dalam dunia” (hlm 5)
e) “aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, namun aku berusah untuk
tegar. (hlm 5)
f) “Dan tangis itu seolah-olah bahagia karena aku membuktikan aku masih
bisa sanggup dalam ujian walaupun kondisiku memburuk” (hlm 73)

101
4) Gaya Bahasa Paradoks
Keraf (2010:136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam
gaya bahasa pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Tarigan
(2013:77) juga berpendapat paradoks adalah pernyataan yang bagaimanapun
diartikan selalu berakhir dengan pertentangan. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya
bertentangan dengan fakta yang ada.

Hasil penelitian tentang gaya bahasa paradoks dalam novel Surat


Kecil Untuk Tuhan akan dibahasa berikut ini :

a) “hanya sebuah senyum. Senyum kecil diantara rasa takut dan pasrah”
(hlm 80 )
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa paradoks
karena menyatakan sesesuatu yang bertentangan yaitu kata ‘senyum dan
takut’. Kedua kata tersebut saling bertentangan karena senyum adalah
ekspresi yang menunjukan seseorang sedang bahagia atau sedang baik-
baik saja, tetapi diakhir kalimat terdapat kata’takut’ yang maknanya
bertantangan. Takut adalah situasi dimana seseorang merasa ketakutan
dalam menghadapi sesuatu. Sehingga kalimat tersebut dikategorikan
sebagai gaya bahasa paradoks.

5) Gaya Bahasa Klimaks


Keras (2010:136) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal berturut-
turut dari sederhana dan kurang penting meninggkat kepada hal atau gagasan
yang penting atau kompleks.

Hasil penelitian tentang gaya bahasa klimaks pada novel Surat Kecil
Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “kami ingin berkumpul hingga salah satu kami menjadi dewasa.
Dan kami ingin selamanya saling mengenal dan bersama-sama

102
hingga menjadi kakek dan nenek.
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
klimaks karena mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meninggkat kepentinggannya yaitu ‘kami ingin
selamannya saling mengenal dan bersama hingga menjadi kakek
dan nenek.

c. Gaya Bahasa Pertautan


Gaya bahasa pertautan menurut tarigan (2013: 121-137) adalah gaya
bahasa pada suatu ungkapan dalam kalimat yang memiliki hubungan
pertautan terhadap suatu hal yang ingin diutarakan. Berdasarkan jenisnya
majas pertautan dapat dibedakan ke dalam sembilan macam diantaranya ialah
Metonomia, Eufimisme, Sinekdoke, Epitet, Erotesis/Retoris, Elipsis,
Paralesis, Eponim dan Alusio.
Berikut ini akan dibahas masing-masing gaya bahasa tersebut :
1. Gaya Bahasa Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata yunani
syuekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah
semacam gaya bahasa figuran yang mempergunakan sebagian dari
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pras pro toto) atau
mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro
parte)
Hasil penelitian tentang gaya bahasa sinekdoke dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan adalah sebagai berikut :
a) “koko, kaka tertuaku sekarang telah menikah dan memerikan
aku seorang keponakan lucu dan imut “ (hlm 2)
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya

103
bahasa sinekdoke karena mempergunakan sebagian dari
sesuatu untuk menyatakan keseluruhan (pras pro toto). Pras
pro toto pada kutipan tersebut adalah ‘ seorang keponakan’
jadi si tokoh aku hanya memiliki satu keponakan dari
keseluruhannya.

b) “teman-temanku suka mengeluh jika bepergian


denganku”(hlm 3)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai
gaya bahasa sinekdoke karena menggunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan kata ‘teman-
temanku’. Kata teman-temanku pada kutipan tersebut
digunakan hanya mempergunakan keseluruhan untuk
menyatakan sebagian dari teman-temannya. Sehingga
dikategorikan kedalam gaya bahasa sinekdoke (totem pro
parte).
c) “aku sempat membuat lelucon akan sakit mata yang dialami
oleh kakaku” (hlm 6)

DAFTAR PUSTAKA

Davonar, Agnes. 2011, Novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Jakarta. Inandra Published.

104
Elyna Setyawati. 2013, analisis nilai moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar (pendekatan pragmatik). Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.

Fatmaningrum, R. (2018). Analisis gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan karakter
dalam novel Pukat karya Tere Liye. Skripsi: Prodi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Negeri Salatiga.

Kurniastuti, Dwi. 2016 Analisis Gaya Bahasa pada Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi
Djoko Damono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA. Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo.

Keraf, G. (2010). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:PT. Gramedia.

Mirnawati, Murtadlo, dan Rijal. 2019. Analisis Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar ditinjau dari Sosiologi Sastra. Jurnal Ilmu Budaya. Vol.3, Hal : 315-321.

Nurgiyanto, Burhan. 2013. Teori Pengkaji Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Nurgiantoro, Burhan. (2017) Stilistika. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Tampubolon, baginta, dan Annisa. 2020. Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil
Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar. Jurnal Basataka (JBT) Universitas Balikpapan.
Vol,3. No 1.

Ramadani Adelya. 2019. Pesan Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Sumatera Utara Medan. Medan.

Sinta Rosyanti. 2017. Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar. Jurnal Diksastrasia. Vol 1, No 2.

105
106

Anda mungkin juga menyukai