Disusun Oleh:
207001016
YOGYAKARTA
TAHUN 2021
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : GAYA BAHASA DAN PESAN MORAL DALAM NOVEL SURAT
KECIL UNTUK TUHAN KARYA AGNES DAVONAR : SEBUAH
KAJIAN STILISTIKA.
Tanggal pengesahan……………..
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
i
KATA PENGANTAR
ii
BAB I
PEMBUKA
Gaya bahasa dan pesan moral juga menjadi unsur penting dalam sebuah karya sastra.
Setiap pengarang mempunyai cara masing-masing dalam penggunaan gaya bahasa dan
penyampaian pesan moral kepada pembaca. Pesan moral yang disampaikan kepada
pembaca dalam sebuah karya sastra tentu sangat bermanfaat. Demikian juga, pesan moral
yang disampaikan di dalam novel Surat Kecil untuk Tuhan. Pesan moral yang terdapat
pada novel ini mengajarkan bagaimana hubungan manusia dengan manusia dan juga
manusia dengan Tuhan. Selain itu, penggunaan gaya bahasa di dalam novel ini membuat
para pembaca seolah-olah ikut merasakan langsung kisah Keke di dalam novel tersebut.
Fungsi gaya bahasa bersifat estetika sehingga membuat setiap cerita dalam novel
lebih hidup dan menarik, meningkatkan selera pembaca dan memperkuat gagasan dalam
novel. Gaya bahasa pada umunya dipakai untuk menarik minat pembaca agar tidak bosan
membaca karya tersebut. Maka, Agnes Davonar dalam menulis novel Surat Kecil Untuk
Tuhan ini menggunakan berbagai macam gaya bahasa berupa majas. Macam-macam
majasyang
1
digunakan Agnes Davonar adalah majas perbandingan, yaitu Personifikasi dan hiperbola,
majas pertentangan yaitu, paradoks dan majas litotes, majas sindiran yaitu ironi dan
sarkasme, dan majas penegasan, yaitu Repetisi dan klimaks. Macam-macam gaya bahasa
tersebut digunakan oleh Agnes Davonar agar pembaca tidak merasa bosan ketika membaca
novel yang ditulisnya dan semakin tertarik untuk membaca novel tersebut.
Novel Surat Kecil untuk Tuhan ini merupakan karya Agnes Davonar. Novel ini
diterbitkan pertama kali pada tahun 2008 yang mengisahkan perjuangan hidup seorang
gadis remaja yang menderita penyakit kanker jaringan lunak pertama di Indonesia. Keke
seorang gadis cantik mantan artis cilik yang berusia 13 tahun, dialah pemeran utama
dalam novel ini. Hal menarik lainnya dalam novel ini adalah perjuangan ayah keke untuk
menyelamatkan putrinya begitu mengharukan.
Oleh karena itu, peneliti memilih teori stilistika sebagai landasan dalam melakukan
penelitian ini karena berbagai gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang novel Surat
Kecil Untuk Tuhan tersebut menarik untuk diteliti. Selain itu, pemilihan novel tersebut
sebagai objek penelitian karena penggunaan ragam gaya bahasa atau majas serta pesan-
pesan moral pada novel tersebut sangat menarik sehingga perlu diteliti untuk memudahkan
para pembaca dalam memahami isi dan maksud yang ingin pengarang disampaikan dalam
novel tersebut. Untuk menuju stilistika peneliti membaca keseluruhan isi pada novel Surat
Kecil Untuk Tuhan ini agar peneliti dapat mengetahui ragam bahasa yang digunakan oleh
pengarang sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian. Selain itu,
penelitian tentang gaya bahasa dan pesan moral dalam novel ini berguna sebagai referensi
bagi pembaca dan dapat menambah pembendahraan materi guru dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah terutama pelajaran tentang gaya bahasa dan pesan
moral dalam novel.
2
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.
2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar Karya Agnes Davonar.
3. Gaya Bahasa yang paling dominan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
4. Pesan-pesan Moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini fokus pada permasalahan yang diteliti yaitu :
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.
2. Makna Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
3. Gaya Bahasa yang paling dominan di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
4. Pesan-pesan moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan peneliti tentang macam-macam gaya bahasa yang
digunakan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar.
2. Mendeskripsikan tentang makna gaya bahasa yang terkandung dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar.
3. Mendeskripsikan tentang gaya bahasa yang paling dominan di dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar.
4. Mendeskripsikan kepada para pembaca nilai moral yang terdapat di dalam Novel
Kecil Untuk Tuhan karya Agnes Davonar tersebut.
5. Mendeskripsikan kepada para pembaca cara pengarang menyampaikan pesan
moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
4
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan maanfaat baik teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teori
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
tentang nilai moral dan gaya bahasa bagi peneliti beriktunya.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
perkembangan karya sastra di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan, serta
sebagai referensi bagi para peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian
dengan tema maupun metode yang sama.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat membaca memahami pesan
moral dan gaya bahasa yang terdapat pada novel Surat Kecil untuk Tuhan
tersebut, serta dapat mengaplikasikan pesan moral tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengajaran sastra di
sekolah terutama pelajaran tentang gaya bahasa di dalam novel pada kelas XI
agar terciptanya pembelajaran yang menarik, kreatif dan inovatif.
5
BAB II
LANDASAN TEORI, PENELITIAN
TERDAHULU YANG RELEVAN DAN
KERANGKA PIKIR
A. Landasan Teori
Landasan teori merupakan bagian dari penelitian yang memuat teori-teori dan hasil-hasil
penelitian yang berasal dari studi kepustakaan yang memiliki fungsi sebagai kerangka teori
untuk menyelesaikan pekerjaan penelitian. Landasan teori juga sering disebut kerangka
teori. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori kajian stilistika.
1. Stilistika
a. Pengertian Stilistika
Istilah stilistika tidak dapat dipisakan dari style karena kedua istilah itu saling
berkaitan satu sama lain. Style adalah salah satu aspek yang digarap oleh stilistika.
Menurut Gorys Keraf, style diambil dari bahasa latin stylus adalah alat untuk menulis
pada lempengan lilin. Kejelasan tulisan dalam lempeng tersebut tergantug pada keahlian
sang penulis. Sementara orang-orang Yunani juga telah mengembangkan teori terkait
Style yang diartikan sebagai kualitas dari sebuah ungkapan.
Stilistika dapat dipahami sebagai suatu kajian atau ilmu yang objeknya adalah
rangkaian gaya bahasa atau style. Menurut Syihabuddin Qalyubi dalam disertasinya
menyabutkan bahwa stiliska adalah ilmu yang mempelajari style dan berusaha
menjelaskan ekspresi pengarang, nilai estetika yang ditimbulkan dari pemilihan kata
dan effek yang di timbulkan dari makna. Selain itu, bidang ilmu stlistika juga
menjelaskan mengenai fonologi, sintaksis, leksikal, diksi, bahkan potensi bahasa yang
tengah digunakan pengarang dalam karya-karyanya.
Stilistika adalah salah satu studi yang mengkaji bagaimana seorang memanipulasi
kaidah-kaidah yang ada dalam sebuah bahasa, sekaligus efek yang ditimbulkan dari
penggunaannya dalam sebuah karya. Menurut Nyoman, stilistika adalah ilmu yang
menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-
aspeknya. Bidang ini lebih memfokuskan pada pengkajian performansi kebahasaan
membuat stilistika tidak bisa lepas dari teori-
6
teori kesastraan. Namun, bahasa stilistikas tidak hanya mengacu pada ragam
bahasa sastra.
Stilistika tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, tetapi
juga studi gaya bahasa pada umumnya meskipun ada perhatian khusus pada bahasa
kesusastraan yang paling sadar dan paling komples. Slametmuljana ( dalam
Rachamad Djoko Pradopo, 1993: 2) mengatakan bahwa stilistika itu pengetahuan
tentang kata jiwa. Kata berjiwa itu adalah adalah kata yang dgunakan dalam cipta
sastra yang mengandung perasaan pengarangnya. Stilistika berguna untuk
membeberkan kesan pemakaian susun kata dalam kalimat yang menyababkan gaya
kalimat, di samping ketetapan pemilihan kata, memegang peran penting dalam cipta
sastra.
Secara teoretis, telah banyak pakar sastra yang memberikan definisi tentang
stilistika. Beberapa di antaranya seperti diuraikan berikut ini. Verdonk (2002: 4)
memandang stilistika, atau studi tentang gaya, sebagai analisis ekspresi yang khas
dalam bahasa untuk mendeskripsikan tujuan dan efek tertentu. Bahasa dalam karya
sastra adalah bahasa yang khas sehingga berbeda dari bahasa dalam karya-karya
nonsastra. Untuk itulah, analisis terhadap bahasa sastra pun membutuhkan analisis
yang khusus. Dalam hal ini dibutuhkan stilistika sebagai teori yang secara khusus
menganalisis bahasa teks sastra (Mills, 1995: 3).
7
dapat disimpulkan bahwa stilistika (stylistics) adalah ilmu yang secara spesifik
mengungkap penggunaan gaya bahasa yang khas dalam karya sastra.
1) Fonologi
Secara etimologis, fonologi berasal dari kata fon yang mengandung arti bunyi
dan logos yang berarti ilmu. Maka secara umum fonologi adalah salah satu bidang
kajian linguistik yang berusaha mempelajari dan menganalisis runtutan bunyi-
bunyi bahasa. Fonologi dibagi menjadi dua menurut objek yang dikajinya.
Pertama yaitu, fonetik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi
bahasa tanpa mengindahkan adanya fungsi pada bunyi-bunyi tersebut. Fonetik
dibagi menjadi tiga dilihat dari proses terjadinya bahasa, yaitu fonetik
artikulatoris, fonetik akustik dan fonetik auditoris. Kedua, fonemik merupakan
percabangan fonologi yang merupakan bunyi-bunyi bahasa sekaligus
8
memperhatikan apakah terdapat fungsi dalam bunyi-bunyi tersebut yang dapat
digunakan sebagai pembeda.
Bunyi sendiri adalah aspek penting dalam eksistensi sebuah bahasa. Bunyi
kemudian mulai dilambangkan dengan huruf, yang kita kenal dengan bahasa
tulis. Dalam bahasa tulis, ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan
aspek bunyi, yaitu fonem konsonan, vokal, dan gabungan antara keduanya.
Kajian stilistika yang datang kemudian, berusaha mengkaji aspek bunyi dengan
berbagai macam sarana, seperti persajakan, irama, orkestrasi, dan lain
sebagainya.
2) Sintaksis
Sintaksis atau juga sering disebut dengan preferensi kalimat adalah bentuk
atau ragam kalimat yang biasa dipergunakan sebagai alat untuk memengaruhi
makna dalam menyampaikan pesan. Sintaksis juga diartikan sebagai hubungan
antara tanda dalam sebuah teks berdasarkan kaidah kebahasaan. Dalam kajian
sintaksis terdapat struktur sintaksis yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran.
Fungsi sintaksis meliputi istilah subjek, objek, predikat, dan keterangan.
Kategori sintaksis meliputi istilah nomina, verba, ajektifa, dan numeralia.
Sementara peran sintaksis meliputi istilah perilaku penderita dan penerima.
3) Leksikal
Aspek leksikal adalah aspek bunyi yang senantiasa terkait dengan kerja kata-
kata, yang ada dalam kajian stilistika. Ia merupakan aspek terkecil dalam konteks
struktus sintaksis dan wacana. Peran kata di sini memang yang paling menonjol,
mengingat kata dapat digunakan untuk mengkaji, menemukan, dan menjabarkan
fungsi keindahan dalam sebuah bahasa. Gorys Keraf menuturkan bahwa yang
dimaksud dengan struktur leksikal adalah berbagai macam relasi semantik yang
terdapat pada tiap kata.
Leksikal digunakan oleh pengarang sebagai kerja pertama setelah menentukan
ide atau pokok bahasan. Pemilihan kata untuk tujuan-tujuan tertentu secara pasti
akan dilakukan oleh pengarang baik dalam bidang sastra maupun non-sastra.
Pemilihan kata tersebut akan berdampak pada kemampuan pembaca memahami
jelis bahasa pengarang. Semisal pengarang menggunakan bahasa ilmiah, maka
diksi yang digunakan tidak boleh keluar dari prasyarat seperti harus
9
menggunakan kata formal, baku, lebih didorong ke makna referensial, dan lain
sebagainya. Berbeda dengan ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra,
maka prasyarat yang harus dipenuhi adalah ketepatan diksi dan keindahannya.
Aspek bunyi, bentuk, makna, ekspresivitas, sampai aspek sosial perlu juga
diperhatikan lebih mendalam.
Stilistika linguistik tidak lain hanyalah berupa penerapan teori linguistik untuk
mengungkap berbagai unsur kebahasaan dalam teks sastra. Penerapan teori linguistik
pada sastra ini yang lazim dikenal dengan istilah linguistik sastra atau literary
linguistics (Fabb, 2003: 446). Stilistika sastra selain mengungkap atau
mendeskripsikan berbagai struktur dan bentuk linguistik, yang lebih utama lagi
adalah deskripsi efek estetika dan kandungan makna di balik berbagai struktur dan
bentuk linguistik tersebut. Yang ditekankan dalam stilistika sastra adalah bagaimana
menemukan fungsi sastra, yaitu memberikan efek estetika (puitis) (Darwis, 2002:
91). Dalam hal ini, stilistika sastra bertujuan mengungkap hakikat yang terselubung
di balik berbagai fenomena kebahasaan tersebut, hakikat yang menjadi tujuan utama
dari sastra, yaitu dulce et utile (menghibur dan bermanfaat), atau dalam istilah
Bressler (1999: 12) disebut to teach (mengajar) dan to entertain (menghibur). Dengan
demikian, penelitian stilistika sastra selain dapat mengungkap efek estetika sebagai
buah kreativitas pengarang, juga mampu mengungkap makna di balik bahasa yang
estetis tersebut.
12
e. Manfaat Stilistika
Berbagai manfaat diperoleh dari stilistika bagi pembaca sastra, guru sastra,
kritikus sastra, dan sastrawan. Manfaat menelaah sastra adalah sebagai berikut.
1) Mendapatkan atau membuktikan ciri-ciri keindahan bahasa yang universal dari
segi bahasa dalam karya sastra lebih.
2) Menerangkan keindahan karya sastra dengan menunjukkan keselarasan
penggunaan ciri-ciri keindahan bahasa dalam karya sastra.
3) Membimbing pembaca menikmati karya sastra dengan baik.
4) Membimbing sastrawan dalam memperbaiki atau meninggikan mutu karya
sastranya.
5) Kemampuan membedakan bahasa yang digunakan dalam satu karya sastra
dengan karya sastra yang lain.
2. Gaya Bahasa
a. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis
lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan
pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan
dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah (Keraf,
2007: 112).
Gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
yang khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Sebuah gaya
bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur yaitu kejujuran, sopan-santun, dan
menarik (Keraf, 2007: 113). Gaya bahasa menurut Slametmuljana merupakan
susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati
penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca (Pradopo,
2009: 93).
Gaya bahasa juga disebut bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal
13
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan
gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale
melalui Tarigan, 2013: 4). Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi,
watak, dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu. Semakin baik
gaya bahasanya, semakin baik pula penilaian orang terhadapnya; semakin buruk
gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan padanya (Keraf,
2007: 113).
Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat.
Gaya bahasa itu menimbulkan reaksi tertentu untuk menimbulkan tanggapan
pikiran kepada pembaca (Pradopo, 2009: 113). Berdasarkan pendapat di atas gaya
bahasa merupakan cara penulis mengungkapkan pikiran agar diperolehnya suatu
efek (berupa perasaan) tertentu secara indah.
14
sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan
normal bagi kaum terpelajar (Keraf, 2007: 118).
15
ditempatkan pada akhir kalimat. (2) Bersifat kendur apabila kalimat penekanan
ditempatkan pada awal kalimat. (3) Kalimat berimbang, yaitu kalimat yang
mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau
sederajat (Keraf, 2007: 124).
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut maka gaya bahasa
menurut Keraf(2007: 124-128) dibagi menjadi:
a) Klimaks
Klimaks adalah sebuah bentuk gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
yang berurutan mulai dari tingkat paling bawah atau sederhana ke
tingkatyang lebih tingkat yang lebih tinggi, dan biasanya menggunakan
kata hubung ke dalam kalimatnya. Contohnya salah satu persyaratan
masuk di perusahaan tempat ayahku bekerja adalah berusia 20 sampai 30
tahun.
b) Antiklimaks
Majas anti klimaks adalah majas mengurutkan gagasan dari tinggi ke
rendah. Contohnyakini kekeringan melanda rata seluruh perkotaan,
pedesaan, hingga pengunungan.
c) Paralelisme
Gaya bahasa pada majas ini menggunakan kata yang diulang-ulang dalam
berbagi definisi yang berbeda. Jika pengulangannya terletak diawal disebut
dengan anafora. Apabila pengulangannya diakhir disebut dengan epifora.
Contohnya dengarkan aku yang kau abaikan, dengarkan suara hatiku yang
merintih memohon, dengarkan gelisah yang tak berujung.
d) Antitesis
Majas antitesis adalah gaya bahasa dengan memadukan 1 pasang kata yang
artinya bertentangan atau berlawanan. Contohnya semua masyarakat tua-
muda berkumpul di istana untuk menyambut sang araja.
e) Repetisi adalah perangkat sastra yang mengulang kata atau frasa yang
sama beberapa kali untuk membuat tulisan lebih jelas dan lebih muda
diingat.
4) Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa ini mengacu pada makna denotatif dan makna konotatif. Jika
masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos
16
(makna denotatif). Tetapi bila sudah ada perubahan makna, maka sudah
menjadi makna konotatif. Gaya bahasa di atas dibagi atas dua kelompok, yaitu
gaya bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari
konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang
merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna
(Keraf, 2007: 129).
a) Gaya Bahasa Retoris
Macam-macam gaya bahasa retoris menurut Keraf (2007: 129-136) seperti
yang dimaksud di atas adalah: aliterasi, asonansi, litotes, apofasis atau
preterisio, anastrof atau inversi, apostrof, paradox, oksimoron, kiasmus,elipsis,
eufemisme, pleonasme dan tautology, silepsis dan zeugma, perifrasis,
asindeton, histeron proteron, polisindeton, erotesis, prolepsis atau antisipasi,
hiperbol, koreksio atau epanortosis.
b) Gaya Bahasa Kiasan
Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan
atau persamaan. Berikut macam-macam gaya bahasa kiasan menurut Keraf
(2007: 138-145).
(1) Persamaan atau Simile (9) Epitet
(2) Metafora (10) Sinekdoke
(3) Alegori, Parabel, Fabel (11) Metonimia
(4) Personifikasi atau Prosopopoeia (12) Antonomasia
(5) Alusi (13) Inuendo
(6) Hipalase (14) Ironi, Sinisme dan Sarkasme
(7) Eponim (15) Antifrasis
(8) Satire (16) Pun atau Paranomasia
Tarigan (2013: 6) mengemukakan ada sekitar 60 buah gaya bahasa yang dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kelompok besar, yaitu gaya bahasa
perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa
perulangan.
(1) Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan menurut Tarigan (2013: 9-52) dibagi menjadi:
perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis,
17
pleonasme dan tautologi, perifrasis, antisipasi atau prolepsis, koreksi atau
epanortosis.
(a) Perumpamaan
Keraf (2010: 138) berpendapat bahwa perumpamaan adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan
yang bersifat eksplisit ialah menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan,
yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Tarigan (2013: 9) berpendapat bahwa perumpamaan adalah perbandingan
dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap
sama. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perumpamaan
adalah gaya bahasa yang membandingkan antara satu hal dengan hal yang
lain dengan menggunakan kata penghubung, contoh: seperti anak ayam
kehilangan induk.
(b) Metafora
Menurut Keraf (2010: 139), metafora adalah semacam analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang
singkat, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metafora adalah gaya
bahasa yang membandingkan dua hal secara implisit dalam bentuk yang
singkat dan padat, contoh: pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
(c) Personifikasi
Keraf (2010: 140) berpendapat bahwa personifikasi adalah semacam
gaya bahasa kiasan yang menggambarkan bendabenda mati atau barang-
barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
Personifikasi juga dapat diartikan sebagai jenis majas yang melekatkan
sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak
(Nurgiyantoro, 2013: 17). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa personifikasi adalah gaya bahasa yang menggambarkan benda mati
yang memiliki sifat seperti manusia. Berdasarkan pendapat tersebut gaya
bahasa personifikasi mempunyai contoh: angin yang meraung di tengah
malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
(d) Depersonifikasi
Tarigan (2013: 21) berpendapat bahwa depersonifikasi adalah
kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan. Apabila
18
personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka
depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya
bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara
eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas
gagasan. Contoh: kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi
bahtera.
(e) Alegori
Tarigan (2013: 24) berpendapat bahwa alegori adalah cerita yang
dikisahkan dalam lambang-lambang; merupakan metafora yang diperluas
dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-
gagasan yang diperlambangkan. Gaya bahasa alegori dapat disimpulkan
kata yang digunakan sebagai lambang yang untuk pendidikan serta
mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: hati-hatilah kamu dalam
mendayung bahtera rumah tangga, mengarungi lautan kehidupan yang
penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda
dan jurumudinya itu seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia
akan sampai ke pulau tujuan.
(f) Antitesis
Keraf (2010: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya
bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan
mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa antitesis adalah gaya bahasa yang kata-katanya
merupakan dua hal yang bertentangan, contoh: mereka sudah kehilangan
banyak dari harta bendanya, tetapi mereka juga telah banyak memperoleh
keuntungan dari padanya.
(g) Pleonasme atau Tautologi
Keraf (2010: 133) berpendapat bahwa pleonasme atau tautologi adalah
acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Gaya bahasa
pleonasme dapat disimpulkan menggunakan dua kata yang sama arti
sekaligus, tetapi sebenarnya tidak perlu, baik untuk penegas arti maupun
hanya sebagai gaya, contoh: saya telah mencatat kejadian itu dengan
19
tangan saya sendiri.
(h) Perifrasis
Tarigan (2013: 31) berpendapat bahwa perifrasis adalah sejenis gaya
bahasa yang mirip dengan pleonasme. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-
kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata
saja (Keraf dalam Tarigan 2013: 31). Contoh: ia telah beristirahat dengan
damai (= mati, atau meninggal).
(i) Antisipasi atau prolepsis
Keraf (2010: 134) berpendapat bahwa antisipasi atau prolepsis adalah
semacam gaya bahasa dimana orang memper- gunakan lebih dahulu kata-
kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya
terjadi. Contoh: pada pagi yang naas itu, mengendarai sebuah sedan biru.
(j) Koreksi atau Epanortosis
Keraf (2010: 135) berpendapat bahwa koreksi atau epanortosis adalah
suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi
kemudian memperbaikinya. Contoh: sudah empat kali saya mengunjungi
daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.
(2) Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan menurut Tarigan (2013: 55-92) dibagi menjadi:
hiperbola, litotes, paranomasia, paralipsis, zeugma dan silepsis, satir, ironi
oksimoron, antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau
preteresio, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, histeron proteron, hipalase,
sinisme,tsarkasme.
(a) Hiperbola
Tarigan (2013: 55) berpendapat bahwa hiperbola adalah sejenis gaya
bahasa yang mengandung pertanyaan yang berlebih-lebihan jumlahnya,
ukurannya atau sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu
pertanyaan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya. Keraf (2010: 135) mengatakan bahwa hiperbola adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pertanyaan yang
berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dari pendapat di atas
20
maka dapat disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang
mengandung pertanyaan yang berlebihan dari kenyataan, contoh: kurus
kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.
(b) Litotes
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa litotes adalah semacam gaya
bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri. Tarigan (2013: 58) mengatakan bahwa litotes adalah
majas yang didalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif
dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Dari pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang
mengandung pernyataan yang merendahkan diri (dikecilkan) dari makna
yang sebenarnya, contoh: kedudukan saya ini tidak ada artinya sama
sekali.
(c) Ironi
Tarigan (2013: 61) berpendapat bahwa ironi adalah sejenis gaya bahasa
yang mengiimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan seringkali
bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa ironi adalah gaya bahasa yang bermakna tidak
sebenarnya dengan tujuan untuk menyindir, contoh: O, kamu cepat
bangun, baru pukul sembilan pagi sekarang ini.
(d) Oksimoron
Keraf (2010: 136) berpendapat bahwa oksimoron adalah suatu acuan
yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Jadi dapat dikatakan bahwa oksimoron adalah gaya bahasa
yang menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan,
contoh: olahraga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat
berbahaya.
(e) Paronomasia
Keraf (2010: 145) berpendapat bahwa paronomasia adalah kiasan
dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Gaya ini merupakan permainan
kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan
besar dalam maknanya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
paronomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan permainan kata dan
21
mempergunakan kemiripan bunyi, contoh: tanggal dua gigi saya tanggal
dua.
(f) Paralepsis
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa paralepsis adalah gaya bahasa
yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk
menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam
kalimat itu sendiri (Tarigan 2013: 66), contoh: biarlah masyarakat
mendengar wasiat tersebut, yang (maafkan saya) saya maksud bukan
membacanya.
22
menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.
(j) Antifrasis
Keraf (2010: 144) menjelaskan bahwa antifrasis adalah semacam ironi
yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang
bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk
menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa antifrasis adalah gaya bahasa dengan kata-kata yang
bermakna kebalikannya dengan tujuan menyindir, contoh: lihatlah sang
Raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).
(k) Paradoks
Keraf (2010: 136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam
haya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-
fakta yang ada. Tarigan (2013: 77) juga berpendapat paradoks adalah
pernyataan yang bagaimanapun diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paradoks
adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung pertentangan dengan
fakta yang ada, contoh: musuh sering merupakan kawan yang akrab.
(l) Klimaks
Keraf (2010: 124) berpendapat bahwa gaya bahasa klimaks adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang yang
setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan
sebelumnya. Jadi dapat dijelaskan klimaks adalah pemaparan pikiran atau
hal berturut-turut dari sederhana dan kurang penting meningkat kepada hal
atau gagasan yang penting atau kompleks, contoh: kesengsaraan
membuahkan kesabaran, kesabaran pengalaman, dan pengalaman
harapan.
(m)Anti klimaks
Keraf (2010: 125) berpendapat bahwa anti klimaks adalah gaya bahasa
yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke
gagasan yang kurang penting. Tarigan (2013: 81) berpendapat anti klimaks
juga dapat diartikan sebagai gaya bahasa kebalikan dari klimaks. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah gaya bahasa
yang susunan ungkapannya disusun makin lama makin menurun, contoh:
ketua pengadilan negeri itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak
23
terkenal namanya.
(n) Apostrof
Tarigan (2013: 83) berpendapat bahwa apostrof adalah sejenis gaya
bahasa yang berupa pengalihan amanat dari yang hadir kepada yang tidak
hadir. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apostrof adalah gaya
bahasa yang mengalihkan suatu amanat dari yang hadir kepada yang tidak
hadir, contoh: wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri
atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.
(o) Anastrof atau Inversi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa anastrof atau inversi adalah
semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata
yang biasa dalam kalimat. Dari pendapat di atas tersebut dapat
disimpulkan bahwa anastrof atau inversi adalah gaya bahasa yang
menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum
subjek, contoh: pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat
perangainya.
(p) Apofasis atau Preterisio
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa apofasis atau preterisio
merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan
sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Tarigan (2013: 86) berpendapat
juga sama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa apofasis atau
preterisio adalah gaya bahasa yang menegaskan dengan cara seolah-olah
menyangkal yang ditegaskan, contoh: saya tidak ingin menyingkapkan
dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah berbadan dua.
(q) Histeron Prosteron
Histeron prosteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan
kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar
(Keraf, 2010: 133). Jadi, dapat dikatakan bahwa histeron prosteron adalah
gaya bahasa yang menyatakan makna kebalikannya yang dianggap
bertentangan dengan kenyataan yang ada, contoh: kereta melaju dengan
cepat di depan kuda yang menariknya.
(r) Hipalase
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa hipalase adalah semacam gaya
bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan
24
sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata lain. Maksud
pendapat di atas adalah hipalase merupakan gaya bahasa yang
menerangkan sebuah kata tetapi sebenarnya kata tersebut untuk
menjelaskan kata yang lain, contoh: ia berbaring di atas sebuah bantal
yang gelisah (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya).
(s) Sinisme
Tarigan (2013: 91) berpendapat bahwa sinisme adalah sejenis gaya
bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung
ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa sinisme adalah gaya bahasa yang bertujuan menyindir
sesuatu secara kasar, contoh: memang tidak dapat diragukan lagi bahwa
Andalah yang paling kaya di dunia yang mampu membeli kelima benua di
bumi ini.
(t) Arkasme
Keraf (2010: 143) berpendapat bahwa sarkasme adalah suatu acuan
yang lebih kasar dari ironi dan sinisme, yang mengandung kepahitan dan
celaan yang getir. Jadi, yang dimaksud dengan sarkasme adalah gaya
bahasa penyindiran dengan menggunakan kata-kata yang kasar dan keras,
contoh: mulut kau harimau kau.
(3) Gaya Bahasa Pertautan
Gaya bahasa pertautan menurut Tarigan (2013: 121-137) dibagi menjadi:
metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, erotesis, paralelisme, epitet,
antonomasia, elipsis, gradasi, asindeton, dan polisindeton. Berikut penjelasan
masing-masing gaya bahasa tersebut.
(a) Metonimia
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa metonimia adalah suatu gaya
bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal
lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara itu,
Tarigan (2013: 121) mengatakan bahwa metonimia adalah sejenis gaya
bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu yang lain
berkaitan erat dengannya. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metonimia adalah penamaan terhadap suatu benda dengan menggunakan
nama yang sudah terkenal atau melekat pada suatu benda tersebut, contoh:
25
ia membeli sebuah chevrolet.
(b) Sinekdoke
Keraf (2010: 142) berpendapat bahwa sinekdoke adalah semacam
bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk
menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Dari pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa sinekdoke adalah gaya bahasa yang menggunakan
nama sebagian untuk seluruhnya atau sebaliknya, contoh: setiap kepala
dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1000,-
(c) Alusi
Keraf (2010: 141) berpendapat bahwa alusi adalah semacam acuan
yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau
peristiwa. Dari pendapat di atas, tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi
adalah gaya bahasa yang menunjuk sesuatu secara tidak langsung
kesamaan antara orang, peristiwa atau tempat, contoh: saya ngeri mem-
bayangkan kembali peristiwa Westerling di Sulawesi Selatan.
(d) Eufimisme
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa eufimisme adalah semacam
acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan
orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-
acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau
mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dari pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa eufimisme adalah gaya bahasa yang berusaha
menggunakan ungkapan-ungkapan lain dengan maksud memperhalus,
contoh: Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (artinya mati).
(e) Eponim
Keraf (2010: 141) menjelaskan bahwa eponim adalah suatu gaya di
mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat
tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa eponim adalah pemakaian
nama seseorang yang dihubungkan berdasarkan sifat yang sudah melekat
padanya, contoh: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan.
(f) Epitet
Keraf (2010: 141) berpendapat bahwa epitet adalah semacam acuan
26
yang menyatakan suatu sifat suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau
menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan epitet adalah gaya bahasa berwujud seseorang atau
suatu benda tertentu sehingga namanya dipakai untuk menyatakan sifat itu,
contoh: puteri malam untuk bulan.
(g) Antonomasia
Keraf (2010: 142) berpendapat antonomasia merupakan sebuah bentuk
khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk
menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk
menggantikan nama diri. Sementara itu antonomasia adalah gaya bahasa
yang menggunakan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai
nama jenis, contoh: Yang Mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
(h) Erotesis
Keraf (2010: 134) berpendapat bahwa erotesis adalah semacam
pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan
untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan
sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Simpulan gaya
bahasa erotesis adalah gaya bahasa yang bertujuan untuk mencapai efek
yang lebih mendalam tanpa membutuhkan jawaban, contoh: apakah sudah
wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada
para guru??
(i) Paralelisme
Keraf (2010: 126) berpendapat bahwa paralelisme adalah semacam
gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-
kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama. Jadi dapat dijelaskan bahwa paralelisme adalah
salah satu gaya bahasa yang berusaha mengulang kata atau yang
menduduki fungsi gramatikal yang sama untuk mencapai kesejajaran,
contoh: baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan
kewajiban yang sama secara hukum.
(j) Elipsis
Keraf (2010: 132) berpendapat bahwa elipsis adalah suatu gaya yang
27
berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat
diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga
struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Jadi
dapat dijelaskan bahwa elipsis adalah gaya bahasa yang menghilangkan
satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan tersebut seharusnya
ada, contoh: masikah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak
apa-apa, badanmu sehat; tetapi psikis.
(k) Gradasi
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa gradasi adalah gaya bahasa
yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau
istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai suatu atau
beberapa ciri semantik secara umum dan gaya diantaranya paling sedikit
suatu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat
kuantitatif (Tarigan, 2013: 134), contoh: “kita malah bermegah juga alam
kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan-uji
menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan.
(l) Asidenton
Keraf (2010: 131) berpendapat bahwa asidenton adalah suatu gaya
yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa
kata, frasa, atau klausa yang sederejat tidak dihubungkan dengan kata
sambung. Pendapat tersebut menyiratkan bahwa asidenton adalah gaya
bahasa yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana tanpa kata
penghubung, contoh: dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita
detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
(m)Polisindeton
Keraf (2010: 131) berpendapat bahwa polisendeton adalah suatu gaya
yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau
klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata
sambung. Sementara itu polisindeton dapat diartikan suatu gaya bahasa
yang mengungkapkan suatu kalimat atau wacana, yang dihubungkan
dengan penghubung, contoh: dan ke manakah burung-burung yang gelisah
dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal
merontokkan bulu-bulunya?
28
(4) Gaya Bahasa Perulangan
Gaya bahasa perulangan menurut Tarigan (2013: 175-191) dibagi
menjadi: aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes,
anafora, epistrofa, simploke, mesodilopsis, epanalepsis dan anadiplosis.
Berikut ini penjelasan masing- masing gaya bahasa tersebut.
(a) Aliterasi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa aliterasi adalah semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama. Tarigan (2013:
175) aliterasi juga dapat diartikan sebagai pengulangan bunyi konsonan
yang sama. Jadi aliterasi adalah gaya bahasa yang mengulang kata pertama
yang diulang lagi pada kata berikutnya, contoh: takut titik lalu tumpah.
(b) Asonansi
Keraf (2010: 130) berpendapat bahwa asonansi adalah semacam gaya
bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Jadi asonansi
adalah gaya bahasa yang perulangan bunyi vokal sama, contoh: ini muka
penuh luka siapa punya.
(c) Antanaklasis
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa antanaklasis adalah gaya
bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang
berbeda. Jadi, dapat dijelaskan bahwa antanaklasis adalah gaya bahasa
yang menggunakan perulangan kata sama, tetapi dengan makna yang
berbeda (Tarigan, 2013: 179), contoh: karena buah penanya itu dia pun
menjadi buah bibir masyarakat.
(d) Kiasmus
Ducrot dan Todorov berpendapat bahwa kiasmus adalah gaya bahasa
yang berisikan perulangan dan sekaligus pula merupakan inversi hubungan
antara dua kata dalam satu kalimat. Jadi dapat dijelaskan bahwa kiasmus
adalah gaya bahasa yang terdiri dari dua klausa namun dipertentangkan
satu sama lain (Tarigan, 2013: 180), contoh: yang kaya merasa dirinya
miskin, sedangkan yang miskin justru merasa dirinya kaya.
(e) Epizeukis
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa yang dinamakan epizeukis
29
adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang dipentingkan
diulang beberapa kali berturut-turut. Dari pendapat di atas dapat
disampulkan bahwa epizeukis adalah pengulangan kata yang bersifat
langsung secara langsung secara berturut-turut untuk menegaskan maksud,
contoh: kita harus bekerja, bekerja, sekali lagi bekerja untuk mengejar
semua ketinggalan kita.
(f) Tautotes
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa tautotes adalah repetisi atas
sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Pendapat tersebut
menyiratkan bahwa tautotes adalah gaya bahasa repetisi yang
menggunakan perulangan kata dalam sebuah kontruksi, contoh: kau
menuding aku, aku menuding kau, kau dan aku menjadi seteru.
(g) Anafora
Keraf (2010: 127) berpendapat bahwa anafora adalah repetisi yang
berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat
berikutnya. Dengan demikian dapat di kalimat berikutnya, contoh: Kita
tidak boleh lengah, Kita tidak boleh kalah. Kita harus tetap semangat.
(h) Epistrofa
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa epistrofa adalah repetisi yang
berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir kalimat berurutan. Jadi
dapat dijelaskan epistrofa adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang
kata di akhir kalimat secara berurutan, contoh: bumi yang kaudiami, laut
yang kaulayari adalah puisi.
(i) Simploke
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa simploke adalah repetisi
pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Jadi dapat
dijelaskan simploke adalah gaya bahasa repetisi yang mengulang kata di
awal dan akhir secara berurutan, contoh: kamu bilang hidup ini brengsek.
Aku bilang biarin.
(j) Mesodilopsis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa mesodiplosis adalah repetisi di
tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Dari pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis adalah gaya bahasa repetisi yang
mengulang kata ditengah-tengah baris atau kalimat. Contoh: para pendidik
30
harus katakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama yang sama
pada meningkatkan kecerdasan bangsa. para dokter harus meningkatkan
kesehatan masyarakat.
(k) Epanalepsis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa epanalepsis adalah pengulangan
yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa, atau kalimat mengulang
kata pertama. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa epanalepsis
adalah pengulangan kata pertama untuk ditempatkan pada akhir baris dari
suatu kalimat, contoh: kita gunakan pikiran dan perasaan kita.
(l) Anadiplosis
Keraf (2010: 128) berpendapat bahwa anadiplosis adalah kata atau
frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa
pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata
pertama dari suatu kalimat menjadi kata terakhir, contoh: dalam laut ada
tiram, dalam tiram ada mutiara.
3. Novel
a. Pengertian Novel
Kata novel berasal dari bahasa Inggris novel dan inilah yang kemudian masuk
ke Indonesia berasal dari bahasa Italia novella (bahasa jerman novella). Secara
harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2013:
12). Istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah
Indonesia novelet (Inggris novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Jadi,
novel adalah karya sastra fiksi yang baru, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu
pendek.
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi
model kehidupan yang diidealkan dan dunia imajinatif yang dibangun melalui
berbagai unsur-unsur pembangunnya. Novel merupakan cerminan kebudayaan.
Novel tidak akan lahir dari kekosongan budaya. Keterkaitan novel dan budaya
dapat dilihat dari novel yang menggambarkan suatu fenomena di masyarakat dan
31
kebudayaan merupakan fenomena di dalam masyarakat itu sendiri. Ketika seorang
pengarang mengahadirkan cerita manusia secara tidak langsung pengerang juga
mengangkat kebudayaan yang melingkupi manusia tersebut. Hal itu karena
manusia pada hakekatnya tidak dapat lepas dari gambaran kehidupan suatu
masyarakat yang berkelompok membentuk sebuah kebudayaan.
b. Jenis-jenis Novel
Novel terbagi atas beberapa jenis dalam sastra. Jenis novel mencerminkan
keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan antara lain adalah pengarang novel.
Nurgiyantoro (2013: 19-26) membedakan novel menjadi tiga yaitu novel serius,
novel populer, dan novel teenlit.
1) Novel Serius
Novel serius adalah karya cerita rekaan yang mempertimbangkan segi-segi
estetika. Pengertian ini jelas berbeda dengan novel populer yang mengandalkan
permintaan pasar. Novel serius memiliki ciri khas pada isi yang digarap adalah
tentang kemanusiaan, teknik pemaparannya cenderung pada ekperimentasi
bahasa dan sudut pandang yang sering kali tidak umum (Rohman, 2014 : 35)
Nurgiyantoro (2017:18) mengunkapkan bahwa dalam membaca novel
serius, jika ingin memahaminya dengan baik, diperlukan daya konsentrasi yang
tinggi dan disertai kemauan. Untuk itu, pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Nurgiyantoro (2013:
22) mengungkapkan bahwa dalam novel jenis ini, disamping memberikan
hiburan, dalam novel serius juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman
yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi
dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang
diangkat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel serius adalah
novel yang mengungkapkan sesuatu yang baru dengan cara penyajian yang
baru.
2) Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
32
penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel populer tidak
menampilkan permasalahan kehidupan secara intens, tidak berusaha meresapi
hakikat kehidupan. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat
artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi Kayam menyebutkan bahwa
kata „pop‟ erat diasosiasikan dengan kata „populer‟, mungkin karena novel-
novel itu sengaja ditulis untuk “selera populer” yang kemudian dikemas dan
dijajakan sebagai suatu “barang dagangan populer”, dan kemudian dikenal
sebagai “bacaan 19 populer” (Nurgiyantoro (2013: 20). Istilah „pop‟ itu
sebagai istilah baru dalam dunia. Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa novel populer adalah cerita yang bisa dibilang tidak terlalu
rumit. Novel populer juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah
diikuti, dan mengikuti selera pembaca. Selera pembaca yang dimaksudkan
adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegemaran naluriah pembaca, seperti
motif-motif humor dan heroisme sehingga pembaca merasa tertarik untuk
selalu mengikuti kisahceritanya.
3) Novel Teenlit
Pada era 70-an muncul istilah novel populer sebagai konsekuensi logis
terbitnya novel-novel yang popular. Pada awal abad ke-21 muncul istilah baru,
yaitu novel teenlit yang juga karena munculnya novel-novel teenlit. Ada
persamaan antara populer dan novel teenlit, yaitu sama-sama menggenggam
predikat populer di masyarakat khususnya pada para remaja usia belasan.
Sesuai dengan namanya, pembaca utama novel teenlit adalah para remaja
terutama remaja perempuan di perkotaan. Salah satu karakteristik novel teenlit
adalah bahwa mereka selalu berkisah tentang remaja, baik yang menyangkut
tokoh-tokoh utama maupun permasalahannya. Novel teenlit juga memiliki
karakteristik novel populer sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Mereka
ditulis untuk memenuhi selera pembaca remaja tentang dunia remaja. Teenlit
tidak berkisah sesuatu yang berat, mendalam, dan serius terhadap berbagai
persoalan kehidupan karena ia akan menjadi berat yang menyebabkan pembaca
remaja menjadi malas membaca karena merasa itu bukan lagi dunianya.
Namun, juga karena para penulis remaja lebih menguasai dunianya, dunia
33
remaja, dari pada dunia dewasa menuntut keseriusan seperti pada novel serius.
Salah satu karakteristik novel teenlit adalah bahwa mereka selalu berkisah
tentang remaja, baik yang menyangkut tokoh-tokoh utama maupun
permasalahannya.
34
4. Pesan Moral
a. Pengertian Pesan Moral
Kata moral berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti kebiasaan, dan etika
dari kata ēthos yang berarti tempat hidup bersama, adat kebiasaan dan karakter
seseorang dari tempat itu. Kedua kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin
dengan kata mores, yang berarti adat kebiasaan dan karakter manusia. Etika atau
moral berarti perilaku manusisa yang ditentukan oleh suatu komunitas tertentu di
mana ia hidup, yang dalam arti objektif sebagai kebiasaan atau adat dan dalam arti
subyektif sebagai karakter. Kata moral dapat diartikan sebagai adat, kebiasaan,
nilai atau norma yang dipakai oleh kelompok masyarakat tertentu sebagai dasar
hidup dan bertindak dan sekaligus dapat juga berarti sebagai karakter pribadi yang
melingkupi seseorang untuk bertindak (Mali, 2009: 7-9)
Di dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan arti susila. Adapun
pengertian moral yang paling umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan
ide-ide yang diterima umum, yaitu berkaitan dengan makna yang baik dan wajar.
Dengan kata lain, pengertian moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan
ukuran-ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau
lingkungan tertentu. Baik dan buruknya moral adalah hal yang digunakan oleh
manusia sebagai hasil dari standar perbandingan moral itu sendiri.
35
Ada dua macam kebaikan berdasarkan hal yang diyakini oleh setiap orang, yaitu
kebaikan secara personal dan universal atau umum. Kebaikan secara personal, yaitu
orang dapat mengatakan bahwa dirinya baik karena tidak ada orang lain yang
menjadi pembanding. Meskipun ia melakukan hal-hal yang menyimpang dari aturan,
ia akan tetap mengatakan dirinya baik. Kebaikan secara universal adalah kebaikan
yang sudah disepakati oleh masyarakat. Masyarakat yang menentukan apakah
tindakan yang dilakukan oleh seseorang baik atau tidak.
36
Keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk tetap
mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila
tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan. Orang yang memiliki
keutamaan itu tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab, meskipun dia akan
merasa malu, dicela, ditentang atau diancam oleh orang-orang yang kuat.
Keberanian moral berarti berpihak kepada yang lebih lemah dan melawan yang
kuat, yang memperlakukannya dengan tidak adil.
5) Kerendahan Hati
Kerendahan hati merupakan keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian
yang mantap. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri seada kita. Kerendahan hati adalah kakuatan
batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Dalam bidang moral
kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar akan keterbatasan kita,
melainkan juga bahwa kemampuan kita untuk memberikan penilaian moral
terbatas. Hal itu berarti kita mau menerima saran dan kritik dari orang lain
tentang pandangannya dan juga tentang dirinya.
Oleh karena itu karya sastra digunakan oleh para pengarang sebagai media
penyampaian pesan atau amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada
masyarakat yang membaca. Pesan atau amanat tersebut dapat disampaikan dengan
37
mudah oleh pengarang atau disembunyikan dibalik alur cerita dan kejadian yang
dialami oleh para tokoh dan apabila dalam puisi disampaikan melalui setiap bait atau
lariknya. Apabila pesan moral tersebut dapat ditemukan dan dipahami oleh pembaca,
makan itu berarti komunikasi antara pengarang dan pembaca berhasil dilakukan.
d. Jenis dan Wujud Pesan Moral
Nurgiantoro (2013: 441-442) mengatakan bahwa
38
agar kuat dan tegar.
Tabel 1
Perbandingan Penelitian Terdahulu
39
Cara menyajikan data.
2 Rosyanti melakukan Pada penelitian tersebut Persamaan :
penelitian dengan judul Rosyanti memaparkan Membahas Nilai Moral
Nilai Moral dalam Novel
“ Nilai Moral dalam nilai moral hubungan Surat Kecil Untuk Tuhan
Novel Surat Kecil manusia dengan diri karya Agnes Davonar.
dengan judul “Analisis bahwa moral tokoh dalam Novel Surat Kecil
Nilai Moral dalam utama dalam menghadapi Untuk Tuhan Karya Agnes
40
Perjuangan Hidup penyakitnya sangatlah
dalam Novel Surat besar. Dalam vonis Perbedaan :
Kecil Untuk Tuhan kematian yang tinggal Whidyaninty mengunakan
Studi Semiologi “ beberapa saat saja, ia studi semiotika, sedangkan
(2011). mampu membuat vonis peneliti gunakan kajian
itu menjadi lebih lama. Stilistika.
Dia menjadikan segala
sesuatu menjadi lebih
berarti dalam sisa
hidupnya. Dia juga
memberikan kekuatan
dan semangat hidup
kepada orang-orang
terdekatnya yang dia
cintai agar kuat dan tegar.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan sebuah model atau juga gambaran yang berupa konsep yang
didalamnya itu menjelaskan mengenai suatu hubungan antara variabel yang satu dengan
variabel yang lainnya. Kerangka pikir ini termasuk sebuah cara yang dilakukan oleh
peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti.
Permasalahan yang diteliti pada penelitian ini adalah gaya bahasa dan pesan moral yang
bersumber dari Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar yang diterbitkan
oleh inandra Published, Jakarta pada awal 2011 dianalisis menggunakan kajian stilistika.
Analisis dilakukan dengan membaca keseluruhan isi novel untuk memperoleh data yang
diteliti. Permasalahan yang diteliti adalah gaya bahasa dan pesan moral. Analisis gaya
bahasa meliputi macam-macam gaya bahasa, makna gaya bahasa, dan faktor yang
mempengaruhi gaya bahasa. Analisis pesan moral meliputi : pesan-pesan moral yang
terdapat pada novel tersebut, cara pengarang menyampaikan pesan moral, dan tujuan
pesan moral yang disampaikan. Setelah melakukan analisis, maka akan didapat simpulan
dari penelitian tersebut.
41
Kerangka pikir yang terkait dalam penelitian ini akan di lukiskan pada bagan berikut :
Stilistika
42
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan pada penelitian ini yaitu penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan sebuah metode
penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan secara deskriptif. Jenis
penelitian ini menggambarkan kondisi apa adanya, tanpa memberi perlakuan atau
memanipulasi pada variable yang diteliti. Selain itu, penelitian ini lebih menekankan
makna pada hasilnya.
B. Data
Arikunto(2013: 16) menyatakan bahwa data adalah hasil pencatatan penelitian,
baik yang berupa fakta ataupun angka. Data yang lain diperoleh dari referensi-
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun data yang diperoleh dalam
penelitian ini yaitu data kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini berupa deskripsi
objek gaya bahasa dan pesan moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
C. Sumber Data.
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh ( Arikunto 2013 : 172 ).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan data
sekunder. Hal ini dilakukan untuk membantu penulis mengambil hasil pembahasan dan
suatu keputusan dari penelitian ini. Dengan demikian, sumber data primer adalah kutipan
langsung maupun tidak langsung yang terdapat dalam objek penelitian yakni novel Surat
Kecil untuk Tuhan karya Agnes Davonar yang diterbitkan oleh Inandra Published, Jakarta
43
pada awal Agustus 2011.
Selain pemerolehan data primer dari novel Surat Kecil untuk Tuhan karya Agnes
Davonar tersebut, peneliti juga mengunakan data sekunder berupa pencarian dari
berbagai buku dan jurnal yang dapat dijadikan acuan untuk menggali informasi yang
aktual dan dapat berpegang pada representasi melalui studi pustaka, tulisan dan catatan
yang relevansinya dengan objek penelitian, sehingga akan membangun dan menunjang
validnya penelitian ini.
44
D. Teknik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik pustaka, baca dan
catat.
1. Teknik pustaka yaitu mencari sumber-sumber tertulis dari buku-buku dan jurnal-
jurnal peneliti sebelumnya yang digunakan sebagai referensi untuk memperoleh
data.
2. Teknik membaca dilakukan dengan membaca keseluruhan isi novel Surat Kecil
Untuk Tuhan dengan tujuan untuk mengetahui isi keseluruhan novel tersebut agar
bisa memperoleh data yang diteliti.
3. Teknik mencatat dilakukan dengan mencatat unsur-unsur penting yang hendak
diteliti dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
E. Instrument Penelitian.
Pada penelitian kualitatif, peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul
data, instrument selain manusia ( seperti angket, pedoman wawancara, pedoman
observasi dan sebagainya ) dapat pula digunakan,tetapi fungsinya terbatas sebagai
pendukung tugas penelitian sebagai instrument kunci. Oleh karena itu, dalam penelitian
kualitatif kehadiran peneliti adalah mutlak karena peneliti harus berinteraksi dengan
lingkungan baik manusia dan nonmanusia yang ada dalam kancah penelitian
(Wahidmurni, 2017 : 5)
Sugiono (2013:59) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Penelitian inipun instrumennya
peneliti sendiri. Peneliti mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria tentang gaya
bahasa dan pesan moral dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Kriteria-kriteria tetang
gaya bahasa dan pesan moral yang hendak diteliti yaitu
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar Karya Agnes Davonar.
4. Pesan-pesan Moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
45
5. Cara pengarang menyampaikan pesan moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
6. Tujuan pesan moral yang disampaikan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
46
G. Jadwal Penelitian.
Tabel 2
No Kegiatan Tanggal kegiatan
1 Survey awal dan penentuan judul. Tgl 26, 27, dan 28 September 2020
2 Pengajuan judul. Tgl, 2 Oktober 2020
3 Pengesahan judul. Tgl,9 Oktober 2020
4 Penyusunan proposal. Tgl, 10 Oktober – 11 Desember 2020
5 Seminar proposal. Tgl, 12 Desember 2020
47
BAB IV
Novel Surat Kecil Untuk Tuhan merupakan karya Agnes Davonar. Novel tersebut
menceritakan bagaimana perjuangang seorang gadis remaja dalam menghadapi penyakit
kanker jaringan lunak yang dideritanya. Gita Sesa Wanda Cantika atau lebih akrab dipanggil
Keke dialah gadis yang menderita penyakit kanker tersebut. Usianya baru 13 tahun, dia
tinggal bersama kedua kakanya dan ayahnya yang bernama Joddy yang baru cerai dengan
dengan ibunya Keke. Sebelum divonis mengidap penyakit kanker Keke adalah sesosok
remaja yang pintar, cantik dan selalu ceria dalam menjalani hari-hari hidupnya sehingga
pada suatu hari Keke tertular penyakit mata dari kakanya. Awalnya Keke mengirah itu hanya
sakit mata biasa, namun selang beberapa hari penyakit matanya tidak kunjung sembuh.
Pada suatu hari keke sedang bermain bola voli bersama teman-temannya, tiba-tiba
dia jatuh pingsan dan lansung dibawah ke rumah sakit. Dari kejadiaan itulah ayah Keke
mangetahui bawah putrinya terkena penyakit kanker jaringan lunak. Dokter menyarankan
agar segera melakukan operasi karena penyakit tersebut sangat membahayakan nyawa Keke,
tetapi ayahnya lebih ingin mencari jalan lain karena jika melakukan operasi maka Keke akan
kehilangan sebagian wajah dan mata kirinya. Ayah Keke berusaha melakukan segala cara
untuk kesembuhan putri semata wayangnya, namun sayang tidak ada satupun cara yang bisa
menyelamatkan Keke. Keke pun mulai curiga dengan penyakit yang dideritanya sampai
ketika dia hendak melakukan pengobatan di Banten sang pemilik pengobatan tidak sengaja
memberitahu penyakit yang diderita Keke. Mengetahui hal itu hati Keke sangat hancur,
namun dia tidak menunjukan kesedihannya di depan orang-orang yang mengantarnya.
Ayah keke tidak menyerah begitu saja, sampai pada suatu hari Dia bertemu dengan
seorang dokter spesialis. Dokter tersebut menyarankan Keke untuk melakukan kemoterpai
meski hal itu tidak menjamin kesembuhan total. Ayahnya Keke langsung setuju dengan
saran tersebut. Semua proses dan tahapan kemoterpai harus dijalani oleh Keke. Dia selalu
tabah dan sabar dalam menahan rasa sakit yang di rasakan akibat dari terapinya itu. Effek
dari terapi itu Keke mengalami kerontokan rambut hingga kepalanya gundul. Di usia yang
masih 15 tahun, Keke bisa dibilang anak yang sangat tambah dan kuat sampai dia
mendapatkan kesembuhan. Kesembuhan Keke disambut dengan bahagia oleh keluarga,
48
sahabat-sahabat dan juga dokter yang menangani terapi tersebut, tetapi itu hanyalah
sementara. Setelah beberapa bulan kemudian Keke kembali dinyatakan terinfeksi oleh
penyakit yang sama. Keke hanya pasrah mendengar hal itu.
Dia pun mencoba membuat hati ayah dan sahabat- sahabatnya gembira dengan tidak
menunjukan kesedihan diwajahnya dan dia siap menghadapi semua cobaan yang Tuhan
berikan kepadanya. Walaupun dalam keadaan sulit Keke berjuang untuk tetap hidup dan
tetap sekolah seperti gadis normal lainnya. Keke yang sadar hidupnya yang tidak lama lagi,
dia pun berjuang untuk terakhir kalinya dalam hidup untuk ikut ujian sekolah. Keke bertahan
hidup dengan penyakitnya selama tiga tahun sampai akhirnya dia menyerah pada kankernya
dan meninggal pada tanggal 25 desember 2006. Namun sebelum meninggal Keke membuat
sebuah surat kecil untuk Tuhan yang bunyinya :
Tuhan
Tuhan,,,,
Aku harap tidak ada lagi yang sama padaku, terjadi pada orang lain
Tuhan,,,,
Tuhan,,,
Bolehkah aku dapat melihat dengan mataku untuk memandang langit dan bulan
setiap harinya ?
Tuhan,,,,
Izinkanlah rambutku kembali tumbuh agar aku dapat menjadi wanita seutuhnya
Tuhan,,,
Tuhan,,,,
49
Agar aku dapat memberikan arti hidupku kepada siapapun yang mengenalku
Tuhan,,,,
A. Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian tentang gaya bahasa dan pesan moral yang terdapat
pada Novel Surat Kecil Untuk Tuhan, maka hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan.
Adapun macam-macam gaya bahasa yang digunakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi empat macam, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan,
gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.
a. Gaya Bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
Gaya bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 3.1 berikut :
50
3) Aku merasa bagaikan makluk
asing yang tiba di bumi. 2 24
4) Mungkin istilah yang tepat
setelah itu, Aku bagaikan
terkurung dalam kulkas dan
merasakan kedinginan yang luar 24
biasa padaku.
51
4) Namun, kakiku memang terasa
lelah dan tawaran ayah kuterima 41
dengan senang hati.
73
3 Personifikasi 1) Namun, sepertinya matahari 2
mulai marah padaku karena
masih saja aku menutup mataku.
52
menahan air mata. 46
53
3) “saya tidak tahu harus bilang apa 33
terhadap keke. Mungkin dia
akan shock mendengar hal ini”
b. Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan disajikan di
dalam tabel 3.2 berikut :
54
3) Aku sadar hanya melakukan satu
kebodohan yang membuat orang
disekitarku cemas.
19
4) Rasanya aku tidak layak
mendapatkan cinta.
69
55
3 Oksimoron 1) Kami adalah geng yang selalu 4
bersama susah atau senang. Duka
atau tangis. Apapun kami lakukan
bersama.
56
2) Dan biarkan harum tersebut
mengakhiri duka sedih ini menjadi
bahagia.
57
c. Gaya Bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
Gaya bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 1.3 berikut :
58
5) Terkadang kita hanya menjadi anak
30
kecil dalam mata orang tua kita.
59
menutup si gundulku.
2)
4 Eponim 1) Tak lupa kukenalkan pahlawan di 2
keluarga kami.
60
5) Mereka mendapat izin dari kepala 22
sekolah untuk mengantarku ke
Bandara.
d. Gaya Bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
Gaya bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 1.4 berikut :
61
lemas.
3) Mungkin kondisiku,
mungkin 58
keadaanku atau mungkin karena
mulai berpikir hal ini tidak mungkin
kembali lagi.
62
Ayah tidak akan pernah rela untuk 56
semua itu.
63
untuk digendong.
9 Epanalepsis 1. Kutatap langit dari sampingku. 49
10 Anadiplosis 1. Akupun tak bisa terlepas dari jatuh 4
cinta. Cinta yang mungkin orang
lain bilng cinta monyet.
64
2. Makna Gaya Bahasa yang terkandung di dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
Berdasarkan macam-macam gaya bahasa pada novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar yang telah dipaparkan di atas, maka makna macam-macam
gaya bahasa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Makna Gaya Bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
Makna Gaya bahasa perbandingan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 4.1 berikut
65
2 Metafora 1) Cinta yang mungkin Cinta yang terjalin antar dua 4
orang lain bilang anak muda yang masih
cinta monyet. remaja.
66
berbicara empat
mata.
6) Kuperhatikan setiap Keadaan dimana hatinya 68
nilai yang kudapat sangat bahagia.
rasa haru dan bahagia
menghiasi ruang
hatiku.
3 Personifikasi 1) Namun, sepertinya Keadaan dimana seseorang 2
matahari mulai memanusiakan benda mati.
marah padaku Matahari merupakan benda
karena masih saja aku mati sedangkan marah
menutup mataku. marupakan sifat manusia dan
matahari seolah-olah marah
padanya karena dia masih
tidur.
67
q
4 Antitesis 1) Bukannya dunia ini H Hal-hal yang terjadi di dunia 4
cukup adil bagi ini bukan hanya membuat
manusia. bahagia, tetapi juga bisa
Kebahagiaan dan membawah kesedihan.
kesedihan selalu ada
dalam dunia.
S susah atau senang artinya
mereka selalu ada untuk ikut
2) Kami adalah genk merasakan susah atau senang 4
yang selalu bersama
susah atau senang. yang dialami oleh teman
mereka.
68
4) Kuperhatikan setiap nilaiK Keadaan dimana dia merasa 6 46
yang kudapat, rasa haru
dan bahagia menghiasi iba dan bahagia atas nilai
ruang hatiku. yang didapatnya.
69
6 Perifrasis 1) Kanker itu merusak K kalimat tersebut mengandung 75
pemandangan yang bisa makna bahwa penyakit kanker
aku lihat dari mataku. yang dideritanya merusak
matanya sehingga dia tidak
dapat melihat dengan baik.
70
3) Saya tidak tahu harus peristiwa yang akan terjadi,
bilang apa sama Keke. yaitu mengalami shock.
Mungkin dia akan Maka, makna kalimat tersebut
shock mendengar hal adalah keke akan mengalami
33
ini. shock setelah mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi.
b. Makna Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
Makna Gaya bahasa pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
disajikan di dalam tabel 4.2 berikut :
Pertentangan
1 Hiperbola 1) Kami adalah kelompok Kalimat tersebut memilili 4
paling ngetop dan makna yang melebih-
menghebokan di sekolah lebihkan karena mereka
kami, tak kalah dari genk beranggapan bawah hanya
apapun. genk mereka yang paling
ngetop dan menghebokan di
sekolah.
2) Ayah selalu membawah Kalimat tersebut
aku liburan disana, mengandung makna yang
71
bahkan rasanya itu kota berlebihan karena dia
terindah yang pernah aku beranggapan bahwa kota
lihat. yang dia kunjungi tersebut
adalah kota terindah.
72
yang sakit seperti ini, mengandung makna
entah hingga kapan. merendahkan diri karena
dia sedang sakit sehingga
dia tidak ingin membuat
orng lain menunggu
kesembuhannya.
6) Aku tidak akan tegar bila Kalimat tersebut 47
tidak ada Ayah mengandung makna
disampingku, tanpa dia merendahkan diri karena dia
mungkin aku akan hilang merasa dia akan kehilangan
tanpa kekuatan apapun. kekuatannya jika tidak ada
ayahnya.
73
terjadi, namun dia berusah
untuk tegar.
c. Makna Gaya Bahasa pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya
Agnes Davonar.
Makna Gaya Bahasa Pertautan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
karya Agnes Davonar dapat disajikan dalam tabel 4.3 berikut:
74
No Gaya Bahasa Penyajian Data Makna Halm
Pertautan
75
6) Pihak rumah sakit Frasa ‘pihan rumah sakit’ 36
menolak untuk pada kalimat tersebut
memberikan sinar laser menggunakan keseluruhan
karena aku baru saja untuk menyatakan
melakukan kurang lebih sebagian saja ‘Pihak
dari 5 bulan lalu. Rumah Sakit’ ( totem pro
parte)
7) Dr. Peng adalah salah Fras salah satu dokter 50
satu dokter terbaik di terbaik di Asia memiliki
Asia dalam bidang makna sebagian untuk
kanker. yang menyatakan
keseluruhan yaitu salah
satu dokter terbaik di
Asia. ( pas pro toto )
8) Semua sahabatku di Frasa ‘semua sahabatku’ 58
kelas tidak pernah memiliki makna yaitu
merasa terganggu oleh menjelaskan sebagian
keadaanku. untuk menyatakan
keseluruhan. ( pas pro toto)
3 Alusi Bandung telah berubah Kalimat tersebut memiliki 62
menjadi lebih panas kalau makna yang berusaha
ini terjadi akan mensugestikan kesamaan
mengingatkan kita akan antara tempat dan
peristiwa sejarah peristiwa. Tempat yaitu
“Bandung Lautan Api” kota Bandung dan
peristiwa tanggal 23 Maret peristiwa Bandung
1946, dimana rakyat Lautan Api pada tanggal
mengosongkan Bandung 23 Maret 1946.
atas perintah sekutu dengan
memilih membakar
Bandung daripada jatuh
ketangan sekutu.
76
3 Eufemisme
77
tampan seperti bintang F4
asal Taiwan yang bernama
‘Tau Ming se’
4) Dan malaikat itu hanya Kata malaikat pada kalimat 79
tersenyum kepadaku, lalu tersebut yaitu
mengantarku hingga menggambarkan seseorang
gerbang istana. yang sangat baik dan mau
menolong orang lain.
5 Epitet Puji Syukur kupanjatkan Makna Kata ‘Bumi 60
pada Tuhan karena aku bisa Pertiwi’ pada kalimat
merasakan keindahan alam tersebut yaitu negara
yang luar biasa di Bumi Indonesia.
Pertiwiku.
6 Antononasia 1) Aku mungkin pernah Kata Presiden memiliki 5
bangga karena terpilih makna yaitu jabatan
menjadi siswa teladan tertinggi seseorang yang
oleh pemerintah dan aku memimpin suatu negara.
sempat juga mendapat
pelukan dari ibu
Megawati yang ketika itu
menjabat menjadi
Presiden.
2) Aku hanya terduduk Dokter adalah gelar 7
terdiam ketika dokter seseorang yang digunakan
mulai memeriksa mulut untuk mengganti nama
dan mataku melalui orang tersebut.
senter kecil.
3) Profesor mulai Profesor memiliki makna 10
menjelaskan prosedur yaitu jabatan fungsional
yang harus dilakukan seseorang yang
untuk menyembuhkan dipekerjakan oleh
aku serta melenyapkan lembaga-lembaga tertentu.
kanker ini. Kata ‘Profesor’ digunakan
untuk mengganti nama
78
orang tersebut.
4) Mereka mendapat izin Makna kata ‘Kepala 22
dari kepala sekolah sekolah’ yaitu seorang
untuk mengantarku ke kepala pimpinan di suatu
Bandara. sekolah yang wenang
memberikan izin kepada
guru dan murid yang
berhalangan hadir.
5) Seorang suster yang Makna kata ‘suster’ yaitu 48
lewat memperhatikan suatu profesi yang kerjanya
kami dan kemudian dia merawat orang sakit.
menutup pintu kamar Panggilan suster digunakan
kami. untuk mengganti namanya.
7 Erotesis 1) Sobat, bisakah kau Makna pada kalimat tanya 4
merasakan apa arti dunia tersebut yaitu
kecil dalam hidup kamu? mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
2) Sobat, tahukah kamu apa Makna pada kalimat tanya 17
yang kulakukan ? tersebut yaitu
mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
3) Tuhan, cobaan apa yang Makna pada kalimat tanya 17
kau berikan padaku ? tersebut yaitu
mempertegaskan kembali
apa yang ditanyakan tanpa
memerlukan sebuah
jawaban.
8 Paralelisme
9 Elipsis
10 Gradasi
79
11 Asindeton
12 polisindeton
d. Gaya Bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar.
Gaya bahasa perulangan dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar dapat disajikan dalam tabel berikut :
80
3) Ketika kepala sekolahku Kalimat tersebut
memanggil Ayah untuk menunjukan pengulangan
ke sekolah karena ingin yang sama namun
memberitahukan sebuah memiliki makna yang
prestasiku di sekolah. berbeda.
81
4) Penuh dengan Makna penggalan frasa 57
ketidakputusasaan, penuh penuh dengan yaitu
dengan semangat, penuh menjelaskan suatu
dengan kasih sayang. keadaan yang dirasakan
oleh seseorang.
Pengulangan pada
penggalan frasa tersebut
juga bertujuan untuk
menjelakan kembali
maksud dan tujuan dari
kalimat tersebut.
3 Epistrofa 1) Tak terlupakan satu sisi Cinta adalah penggalan 4
lain yang ingin kukatakan kata yang diulang pada
akan perjalan cinta. dua kalimat tersebut.
Akupun tak bisa terlepas Makna penggalan kata
dari jatuh cinta. cinta adalah suatu kasih
sayang yang kuat dan
ketertarikan pribadi.
2) Aku mendengar ayahku Disamping adalah 48
menangis ketika tidur penggalan kata yang
disampingku. Aku diulang pada kedua
mendengar dengan jelas kalimat tersebut. Makna
isak tangis ayah kata ‘disampingku adalah
disampingku, namun aku saling bersebelahan.
tidak mencoba untuk
bangun.
82
dokter yang penting Keke bagian akhir kedua
senang. Ayah juga kalimat tersebut. Makna
senang. Kita senang- kata senang adalah sebuah
senang di sini oke!” perasaan puas atau lega
tanpa rasa kecewa.
83
Makna kata ‘ku’ adalah
pronomina atau kata ganti
orang.
6 Anadiplosis 1) Akupun tak bisa terlepas Cinta adalah penggalan 4
dari jatuh cinta. Cinta kata yang diulang pada
yang mungkin orang lain bagian akhir kalimat
bilang cinta monyet. sebelumnya dan diulang
pada bagian awal kalimat
berikutnya. Makna Kata
‘Cinta’ adalah suatu kasih
sayang yang kuat dan
ketertarikan pribadi.
2) Aku tidak ingin Ibu adalah penggalan kata 30
merepotkan ibu dalam yang diulang pada bagian
hidup ibu. Ibu memiliki akhir kalimat sebelumnya
kebahagiaan lain dalam dan diulang pada bagian
hidup ibu, dan biarkan awal kalimat berikutnya.
aku berbagi kasih dengan Makna kata ’ibu’ adalah
ayah. orang tua persempuan
seorang anak.
3) Ayah Keke kedinginan, Keke kedinginan adalah 39
keke kedinginan. penggalan frasa yang
diulang pada bagian akhir
kalimat sebelumnya dan
diulang pada bagian awal
kalimat berikutnya.
4) “Kenapa Tuhan tidak adil Keke adalah penggalan 40
sama Keke, Keke sedih kata yang diulang pada
Ayah!” bagian akhir kalimat
sebelumnya dan diulang
pada bagian awal kalimat
berikutnya. Makna Kata
‘Keke’ yaitu nama
seseorang.
84
5) “Apa yang Keke ingin Tuhan adalah penggalan 43
rasakan di dunia ini kata yang diulang pada
sekarang Keke telah bagian akhir kalimat
rasakan. Mengapa harus sebelumnya dan diulang
marah pada Tuhan ? pada bagian awal kalimat
Tuhan sangat sayang berikutnya. Makna kata ‘
Keke. Hingga Keke hidup Tuhan’ adalah Roh maha
bahagia dan dapat kuasa dan asas dari suatu
merasakan apa yang kepercyaan.
belum tentu orang lain
rasakan.
3. Gaya Bahasa Yang Paling Dominan Dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
Gaya bahasa yang paling dominan dalam novel surat kecil untuk Tuhan dapat
disajikan pada tabel berikut:
No Macam-macam Gaya Bahasa Jumlah Data
Gaya bahasa perbandingan
1
a. Perumpamaan 8
b. Metafora 6
c. Personifikasi 2
85
d. Antitesis 4
e. pleonaspme 4
f. Perifrasis 1
g. Antisipasi atau prolepsis 3
a. Metonimia 4
b. Sinekdoke 9
c. Alusi 1
d. eufemisme 1
e. Eponim 4
f. antononasia 6
g. Erotesis 3
h. Paralelisme 0
i. Elipsis 0
j. Gradasi 0
k. Asindeton 0
l. Polisindeton 1
a. antanakasis 4
b. kiasmus 0
c. epizeukis 0
d. Anafora 6
e. Epistrofa 5
f. Mesodilopsis 2
g. Epanalepsis 1
h. Anadiplosis 8
86
4. Pesan-pesan moral yang terdapat pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar.
Pesan- pesan moral pada Novel Surat Kecil untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar dapat dikategorikan berdasarkan sifat dan kelakuan manusia yang melekat
dalam menjalani hidup. Berbagai persoalan hidup dan penyelesaian yang muncul
dapat memberikan sebuah gambaran tentang sesuatu yang diidealkan oleh pengarang.
Wujud nilai moral dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan yaitu nilai moral dalam
hubungan manusia dengan Tuhan, nilai moral dalam hubungan manusia dengan
manusia lainnya dan nilai moral hubungan manusia dengan diri sendiri. Berikut akan
disajikan hasil penelitian nilai moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
Tabel wujud Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
b. Berdoa kepada 4
Tuhan.
c. Sholat. 3
c. Tanggungjawab 7
siswa terhadap
pendidikan.
3 Hubungan manusia a. Kasih sayang orang 25
dengan manusia lain. tua kepada anak.
b. Kasih sayang anak 10
kepada orang tua.
87
d. Nasihat orang tua 10
kepada anak.
e. Nasihat antar 5
teman.
f. Tanggungjawab 2
orang tua kepada
anak.
5. Cara Pengarang Menyampaikan Pesan Moral di dalam Novel Surat Kecil Untuk
Tuhan Karya Agnes Davonar.
Pada tabel berikut akan disajikan cara pengarang menyampaikan pesan moral
di dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan.
Tabel
88
Penyampaian Pesan
Moral.
1 Meningkatkan Iman
dan taqwa kepada
Tuhan
2 Meningkatkan
kesabaran dalam
menjalani kehidupan
3 Meingkatkan
keikhlasan dalam
menerimah
kenyaataan.
4 Mempererat
hubungan antara
anak dan orang tua
5 Mempererat
hubungan antar
sahabat
6 Menyadari
pentingnya
pendidikan
7 Menyadari
tanggungjawab
orang tua kepada
anak.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya, maka peneliti akan
menuraikan pembahasan sebagai berikut :
1. Macam-macam Gaya Bahasa yang digunakan di dalam Novel Surat kecil untuk
Tuhan.
89
pertentangan, gaya bahasa pertautan, dan gaya bahasa perulangan.
a. Gaya Bahasa Perbandingan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar
Macam-macam gaya bahasa perbandingan yang ditemukan pada novel
Surat Kecil Untuk Tuhan adalah gaya bahasa perumpamaan ( Asosiasi),
metafora, Personifikasi, Antitesis, Pleonasme, perifrasis, dan antisipasi atau
prolepsisi. Berikut ini akan dibahas masing-masing gaya bahasa tersebut :
1) Gaya Bahasa Perumpamaan ( Asosiasi )
Keraf (2010:138) berpendapat bahwa perumpamaan adalah
perbandingan yang bersifat eksplisit. Perbandingan bersifat eksplisit ialah
mengatakan sesuatu sama dengan hal yang lain, ia menujukan upaya yang
eksplisit menunjukan persamaan yaitu mengunakan kata-kata penghubung:
seperti, sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa perumpamaan dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan adalah sebagai berikut :
a) “Anugera Tuhan yang membuat aku merasa seperi putri dalam
dongeng” (halm4)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung “seperti”. Kata
penghubung seperti menunjukan persamaan seseorang pada kutipan
tersebut dengan seorang putri dalam dongeng.
90
c) “aku merasa bagaikan makhluk asing yang tiba di Bumi”(hlm 24)
Kutipan tersebut dikategorikan sebagai gaya bahasa
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung yaitu kata
“bagaikan”. Kata penghubung “bagaikan” digunakan si tokoh aku
pada kutipan tersebut untuk menunjukan kesamaan dirinya dengan
makhluk asing yang baru tiba di bumi.
91
perumpamaan karena menggunakan kata penghubung ‘bagaikan’.
Kata tersebut digunakan oleh si tokoh aku dalam kutipan tersebut
untuk menyamakan dirinya yang tidak bergerak dengan sebuah
boneka.
92
c) “namun, kakiku memang terasa lelah dan tawaran ayah ku terimah
dengan senang hati” (hlm 41)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa metafora
karena menggunakan kata implisit yaitu ‘senang hati’ tanpa
menggunakan kata seperti atau sebagainya diantara kedua hal yang
berbeda sehingga kata tersebut memiliki makna yang tersembunyi
atau bukan makna yang sebenarnya.
93
Berikut ini peneliti akan membahas hasil penelitian tentang gaya
bahasa personifikasi yang terdapat dalam novel Surat Kecil Untuk Tuhan
Karya Agnes Davonar.
a) “Namun sepertinya ‘matahari mulai marah’ padaku karena masih saja
aku menutup mataku” (hlm 2)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa personifikasi
karena terdapat frasa ‘matahari mulai marah’. Matahari adalah benda
mati namun diibaratkan memiliki sifat manusia yaitu ‘marah’. Sehingga
kutipan tersebut seolah-olah menggambarkan matahari yang marah
kepada seseorang karena masih saja tertidur.
94
menggambarkan seorang manusia yang hanya berdiam diri seperti
boneka.
95
ingin menangis namun berusah untuk menahannya agar air matanya tidak
menetes. Jadi pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan kepada
pembaca seseorang yang ingin menangis, tetapi berusaha untuk
menutupinya dengan tersenyum.
d) “kuperhatiakan setiap nilai yang kudapat, ‘rasa haru’ dan ‘bahagia’
menghiasai ruang hatiku” (hlm 73)
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa antitesis karena
terdapat dua kata yang mengandung makna yang bertantangan yaitu ‘rasa
haru’ dan ‘bahagia’.
96
pleonasme. Pada gaya bahasa perifrasis kata-kata yang berlebihan itu pada
prinsipnya dapat diganti dengan satu kata saja. (Keraf 2010 )
a) “Kanker itu merusak pemandangan yang bisa kulihat dari mataku” (hlm
75)
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa perifrasis
karena menggunakan kata-kata yang berlebihan yaitu kata “kulihat dan
mataku”. Kulihat sudah pasti menggunakan mata sehingga kalimat
tersebut sebenarnya bisa diperpendek dengan menggunakan satu kata saja
menjadi “ Kanker itu merusak pemandangan yang bisa kulihat’’
97
c) “saya tidak tahu harus bilang apa tentang Keke mungkin dia akan shock
mendengar hal ini” (hlm 33)
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa antisipasi
karena menggunakan kata-kata terlebih dahulu sebelum peristiwa yang
sebenarnya terjadi. Kata-kata yang digunakan yaitu ‘akan shock
mendengar hal ini’. Jadi pada kutipan tersebut pengarang mengatakan
terlebih dahulu bahwa Keke akan shock sebelum Keke benar-benar
mengalaminya.
b. Gaya Bahasa Pertentangan dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan karya
Agnes Davonar
Macam-macam gaya bahasa pertentangan yang ditemukan dalam novel
Surat Kecil Untuk Tuhan adalah gaya bahasa hiperbola, litotes, oksimoron,
paradoks, dan klimaks. Berikut ini akan dibahas hasil penelitian dari masing-
masing gaya bahasa tersebut :
1) Gaya Bahasa Hiperbola
Keraf (2010 :135) mengatakan bahwa hiperbola adalah semacam gaya
bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar-besarkan sesuatu hal. Dari pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung
pernyataan yang berlebihan dari kenyataan.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa hiperbola dalam novel Surat Kecil
Untuk Tuhan dapat dibahas berikut ini :
a) “Kami adalah kelompok paling ngetop dan menghebokan di sekolah
kami, tak kalah dari geng apapun”. (hlm 4)
Kutipan di atas dapat ditegorikan sebagai gaya bahasa hiperbola
karena mengandung suatu pernyataan yang berlebihan. Dapat dibuktikan
dengan penggunaan kata ‘paling ngetop, menghebohkan dan tak kalah’.
98
b) “Disaat itu kuucapkan seribu kata terima kasih” (hlm 48 )
Kutipan kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa hiperbola
karena mengandung suatu pernyaataan yang berlebihan. Dapat dibuktikan
dengan frasa ‘seribu kata terima kasih’. Pernyataan tersebut hanya
dibesar-besarkan saja karena pada kenyaatanya seseorang tidak mungkin
mengucapkan seribu kata terima kasih dalam waktu sehari.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa litotes dalam novel Surat Kecil
Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “tidak ada hasil apapun dan wajahku mulai tidak beraturan” (hlm 17)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mangandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya frasa’ wajahku mulai tidak beraturan’.
Pada kutipan tersebut pengarang menggambarkan seseorang yang
merendahka diri karena merasa bahwa wajahnya mulai jelek.
b) “aku sadar hanya melakukan satu kebodohan yang dapat membuat orang
di sekitar cemas” (hlm 17)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan kata ‘kebodohan’. Kebodohan
pada kalimat tersebut menunjukan seseorang yang merasa dirinya tidak
pandai sehingga melakukan sesuatu yang membuat orang lain
menghawatirkan keadaannya.
99
c) “rasanya aku tidak layak mendapatkan cinta”
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri. Dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan kata ‘ tidak layak’. Tidak layak
pada kalimat tersebut berarti bahwa seseorang merendahkan dirinya karena
merasa tidak pantas mendapatkan cinta dari seseorang yang lebih
sempurnah darinya.
d) “tanpa mereka kita bukan apa-apa di dunia ini” (hlm 28)
f) “Aku tidak akan tegar bila tidak ada ayah disampingku, tanpa dia
mungkin aku akan hilang tanpa kekuatan apapun” (hlm 47 )
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
litotes karena mengandung pernyataan yang merendahkan diri.
Pernyataan yang merendahkan diri pada kutipan tersebut adalah ‘tanpa
dia mungkin aku akan hilang tanpa kekuatan apapun’. Pernyataan
tersebut menggambarkan bagaimana seseorang merasa bahwa dia tidak
punya kekuatan untuk melakukan sesuatu jika tidak ada ayahnya.
100
3) Gaya Bahasa Oksimoron
Keraf (2010: 136) berpendapat bahwa oksimoron adalah suatu acuan
yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang
bertentangan. Jadi dapat dikatakan oksimoron adalah gaya bahasa yang
menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling bertentangan.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa oksimoron dalam novel Surat
Kecil Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “kami adalah geng yang selalu bersama susah atau senang” (hlm 4 )
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
oksimoron karena menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling
bertentangan. Dua hal yang saling bertentangan tersebut adalah ‘susah
atau senang’. Susah adalah suasana dimana seseorang sedang mengalami
nasib buruk sedangkan senang adalah keadaan dimana seseorang merasa
bahagia. Sehingga dikategorikan ke dalam gaya bahasa oksimoron karena
memiliki makna yang bertantangan.
b) “terkadang ada rasa sedih, benci dan marah, namun terlepas dari semua
itu dunia ini terasa indah”. (hlm 5)
Kutipan kalimat di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
oksimoron karena menyatakan dua hal yang bagian-bagiannya saling
bertantangan yaitu ‘sedih dan terasa indah. Sedih adalah suasana dimana
seseorang
c) “mungkin istanaku terasa indah, namun ada sisi dimana aku mulai merasa
sedih”. (hlm 5)
Kutipan kalimat dapat dikategorika sebagai gaya bahasa oksimoron
101
4) Gaya Bahasa Paradoks
Keraf (2010:136) mengemukakan bahwa paradoks adalah semacam
gaya bahasa pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Tarigan
(2013:77) juga berpendapat paradoks adalah pernyataan yang bagaimanapun
diartikan selalu berakhir dengan pertentangan. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya
bertentangan dengan fakta yang ada.
a) “hanya sebuah senyum. Senyum kecil diantara rasa takut dan pasrah”
(hlm 80 )
Kutipan di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa paradoks
karena menyatakan sesesuatu yang bertentangan yaitu kata ‘senyum dan
takut’. Kedua kata tersebut saling bertentangan karena senyum adalah
ekspresi yang menunjukan seseorang sedang bahagia atau sedang baik-
baik saja, tetapi diakhir kalimat terdapat kata’takut’ yang maknanya
bertantangan. Takut adalah situasi dimana seseorang merasa ketakutan
dalam menghadapi sesuatu. Sehingga kalimat tersebut dikategorikan
sebagai gaya bahasa paradoks.
Hasil penelitian tentang gaya bahasa klimaks pada novel Surat Kecil
Untuk Tuhan akan dibahas berikut ini :
a) “kami ingin berkumpul hingga salah satu kami menjadi dewasa.
Dan kami ingin selamanya saling mengenal dan bersama-sama
102
hingga menjadi kakek dan nenek.
Kutipan di atas dapat dikategorikan sebagai gaya bahasa
klimaks karena mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meninggkat kepentinggannya yaitu ‘kami ingin
selamannya saling mengenal dan bersama hingga menjadi kakek
dan nenek.
103
bahasa sinekdoke karena mempergunakan sebagian dari
sesuatu untuk menyatakan keseluruhan (pras pro toto). Pras
pro toto pada kutipan tersebut adalah ‘ seorang keponakan’
jadi si tokoh aku hanya memiliki satu keponakan dari
keseluruhannya.
DAFTAR PUSTAKA
Davonar, Agnes. 2011, Novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Jakarta. Inandra Published.
104
Elyna Setyawati. 2013, analisis nilai moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya
Agnes Davonar (pendekatan pragmatik). Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri
Yogyakarta. Yogyakarta.
Fatmaningrum, R. (2018). Analisis gaya bahasa personifikasi dan nilai pendidikan karakter
dalam novel Pukat karya Tere Liye. Skripsi: Prodi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Negeri Salatiga.
Kurniastuti, Dwi. 2016 Analisis Gaya Bahasa pada Novel Hujan Bulan Juni karya Sapardi
Djoko Damono dan Skenario Pembelajarannya di Kelas XI SMA. Fakultas Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo. Purworejo.
Mirnawati, Murtadlo, dan Rijal. 2019. Analisis Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar ditinjau dari Sosiologi Sastra. Jurnal Ilmu Budaya. Vol.3, Hal : 315-321.
Nurgiyanto, Burhan. 2013. Teori Pengkaji Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.
Tampubolon, baginta, dan Annisa. 2020. Analisis Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil
Untuk Tuhan Karya Agnes Davonar. Jurnal Basataka (JBT) Universitas Balikpapan.
Vol,3. No 1.
Ramadani Adelya. 2019. Pesan Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar. Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Sumatera Utara Medan. Medan.
Sinta Rosyanti. 2017. Nilai Moral dalam Novel Surat Kecil Untuk Tuhan Karya Agnes
Davonar. Jurnal Diksastrasia. Vol 1, No 2.
105
106