Anda di halaman 1dari 3

Klasifikasi PPOK

Sesuai dengan PDPI/Gold 2005 PPOK dibagi menjadi 3 berdasarkan derajatnya, yaitu :

1. PPOK Ringan
 Gejala klinis :
a) Dengan atau tanpa batuk
b) Dengan atau tanpa produksi sputum
c) Sesak napas : derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
 Spirometri :
a) VEP1 ≥ 80% prediksi (normal spirometri) atau
b) VEP1/KVP ≤ 70%
2. PPOK Sedang
 Gejala klinis :
a) Dengan atau tanpa batuk
b) Dengan atau tanpa produksi sputum
c) Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas)
 Spirometri :
a) VEP1/KVP < 70% atau
b) 50% < VEP1 < 80% prediksi.
3. PPOK Berat
 Gejala klinis :
a) Sesak napas : derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal nafas kronik
b) Eksaserbasi lebih sering terjadi
c) Disertai komplikasi kor polmunale atau gagal jantung kanan.
 Spirometri :
a) VEP1/KVP < 70%,
b) VEP1 < 30% prediksi atau
c) VEP1 > 30% dengan gagal nafas kronik.

Signifikansi PPOK

- Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1990, PPOK
menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, dan menjadi
urutan ke-3 pada tahun 2002.
- Di Amerika Serikat, dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk
menanggulangi penyakit PPOK, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan
lebih dari 100 ribu orang meninggal.
- Berdasarkan data survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL
di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan) tahun 2004, menunjukkan bahwa PPOK menempati
urutan pertama penyumbang angka kesakitan sebesar 35%.

Ptofisiologi PPOK
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan
oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal, perifer, parenkim dan
vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan
struktural pada paru. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat
penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratsakit.
Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan berada dalam keadaan seimbang.
Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas
mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai
macam penyakit paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya
akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel dan inflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag
alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotataktik neutrofil
seperti interleukin dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF), monocyte chemotactic
peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species (ROS). Faktor-faktor tersebut akan merangsang
neutrofil melepaskan protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga
timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti proses
inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan dan antioksidan.
Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu
elektron ke molekul oksigen menjadi anion superoksida dengan bantuan enzim superoksid
dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2) yang toksik akan diubah menjadi OH dengan
menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero denganhalida akan diubah menjadi
anion hipohalida (HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat
menginduksi batuk kronis sehingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi. Penurunan
fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur
berupa destruksi alveoli yang menuju ke arah emfisema karena produksi radikal bebas yang
berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok.

Kelompok risiko tinggi PPOK

1. Perokok aktif dan pasif, khususnya wanita


2. Mereka yang hidup di kota besar
3. Mereka yang debu, bahan kimia, dan asap di tempat kerja
4. Wanita yang memasak dengan api dengan bahan bakar batu bara atau bahan bakar
biomas
5. Mereka yang kekurangan alfa 1-antitripsin (AAT) karena faktor genetik.
6. Mereka yang menderita asma dan hiperaktivitas
7. Mereka dengan sosek rendah (kemiskinan)

Distribusi geografis PPOK :

Provinsi dengan kategori PPOK tinggi berada di Pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, dan
beberapa provinsi di Sulawesi, Jawa dan Sumatera bagian utara. Provinsi dengan kelompok
PPOK rendah berada di pulau Jawa bagian barat dan sebagian besar provinsi di Pulau
Sumatera, dimana prevalensi PPOK dibawah nasional dengan rentang 1,4 sampai 3,6 persen.
Sisanya termasuk dalam kategori sedang. Hal itu menunjukkan bahwa persebaran prevalensi
PPOK tidak merata dan cenderung mengelompok di wilayah tertentu, sehingga
mengindikasikan adanya keterkaitan spasial antar wilayah yang berdekatan.

Sumber :
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/SK/XI/2008
tentang Pedoman PengendalianPenyakit Paru Obstruktif Kronik dalam
http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk10222008.pdf, diakses pada 7 September
2020
Aini, Fatma Nur dan Mohammad Dokhi. 2019. Determinan Prevalensi Penyakit Paru
Obstruktif Kronis di Indonesia dengan Geographically Weighted Regression dalam
http://jurnal.fmipa.unmul.ac.id/index.php/SNMSA/article/download/531/227, diakses pada 7
September 2020
Anonim. 2020. Penyakit Paru Obstruktif Kronis dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronis#Polusi_udara, diakses pada 7
September 2020
Khairani, Fathia. 2013. Hubungan Antara Skor COPD Assessment Test (CAT) dengan Rasio
FEV1/FVC pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Klinis dalam
http://eprints.undip.ac.id/43859/1/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079_BAB_0_KTI.pdf,
diakses pada 7 September 2020

Anda mungkin juga menyukai