Disusun oleh :
Kelompok B1
Yukko Arinta
(135070501111030)
(135070501111031)
(135070501111032)
(135070501111033)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Tujuan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini adalah untuk memberikan gambaran secara
singkat mengenai Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) meliputi definisi, faktor
resiko, patogenesis, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan terhadap Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
1.3.
Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik ialah
kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema ialah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.4,5,6
1.4.
saluran napas, infeksi saluran napas pada masa kanak-kanak, pekerjaan, polusi udara di
dalam dan di luar rumah, perokok pasif dan faktor genetik yaitu defisiensi enzim 1antitripsin (1AT).2,5
Merokok
Beberapa studi longitudinal memperlihatkan adanya hubungan dosis respon
antara percepatan penurunan FEV1 (Forced expiration volume 1 second) dengan
intensitas merokok (pak per tahun) dan prevalens PPOK pada subyek perokok lebih
tinggi dengan bertambahnya usia. Tingginya prevalens PPOK pada pria mungkin dapat
dijelaskan karena tingginya angka perokok pria. Walaupun demikian ada variabilitas
untuk timbulnya PPOK pada perokok (hanya 15% yang berhubungan dengan berapa pak
rokok per tahun). Faktor genetik dan lingkungan berperan dalam pengaruh rokok
terhadap berkembangnya obstruksi saluran napas.
Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan : riwayat merokok : perokok aktif, perokok pasif dan bekas perokok. Derajat
berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah rata-rata batang
rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : Ringan : (0-200), Sedang :
(200-600), Berat: >600. 4
Pekerjaan
Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan adanya peningkatan gejala saluran napas pada
mereka yang tinggal di kota dibandingkan dengan yang tinggal di desa yang mungkin
berhubungan dengan peningkatan polusi di perkotaan. Tetapi hubungan polusi udara
dengan obstruksi saluran napas kronik belum jelas. Di negara berkembang tingginya
angka PPOK pada wanita yang tidak merokok diduga berhubungan dengan polusi udara
dalam ruangan, khususnya berhubungan dengan memasak di dapur.10,11
Perokok pasif
Paparan rokok intra uterin secara signifikan menurunkan fungsi paru setelah lahir
dan paparan rokok terhadap anak-anak mengurangi pertumbuhan paru. Bahkan perokok
pasif berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Berapa besar pengaruh faktor risiko ini
terhadap beratnya penurunan fungsi paru pada PPOK masih belum jelas.11,12
Faktor genetik
Defisiensi berat enzim 1 antitripsin (1AT) adalah faktor risiko genetik untuk
terjadinya PPOK disamping adanya determinan genetik yang lain. Varian lokus protease
inhibitor (Pi) yang mengkode 1AT sudah diketahui. M alel berhubungan dengan kadar
1AT normal. S alel berhubungan dengan penurunan ringan kadar 1AT. Z alel
berhubungan dengan penurunan bermakna kadar 1AT (muncul pada lebih 1% penduduk
Kaukasia). Jumlah pasien PPOK dengan defisiensi berat 1AT turunan hanya 1-2%,
tetapi mereka memperlihatkan bahwa faktor genetik berpengaruh besar terhadap
kemungkinan berkembangnya PPOK.10,11
BAB II
PATOGENESIS
Faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat
persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan.
Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps.6,7
Gambar 1. Patogenesis4
Predisposisi
genetik (defisiensi
alfa 1 anti
protease)
Hilangnya septum dan
jaringan ikat
penunjang
Lemahnya dinding
bronchial dan kerusaan
alveolar
Saluran nafas kecil
kolaps saat ekspirasi
Empisema sentrilobular
Empisema panlobular
Gambar 2. Patofisiologi PPOK6,7
2.1.
PATOLOGI6,7,10,13
Pada kelainan patologi PPOK terdapat bronkitis kronis dan emfisema Pada
2.2.
KLASIFIKASI 5,15,17,20
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
BAB III
TERAPI PPOK
3.1 Terapi
4,5,17,20,
Tujuan terapi :
3.1.1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan
asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat
adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan.
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ).
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari).
Contohnya ipratropium bromid, oksitroprium bromid.
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Contohnya teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan.
atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
Steroid
Contoh prednisol, prednisolon, deksametason
3.1.2.3. Antibiotika
Anti pseudomonas :
3.1.2.4. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan Nasetil-sistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
3.1.2.5. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
3.1.2.6. Antitusif
Digunakan untuk batuk tidak berdahak
a. opioid, menekan reflek batuk secara langsung pada pusat batuk di medula (CNS)
Inhaler
(mcq)
Solution
Oral
for
Nebulizer
(mg/ml)
Vial for
Injection
(mg)
Duration
of Action
(hours)
Beta2 agonis
Short-Acting
Fenoterol
100-200
(MDI)
Levalbuterol
45-90 (MDI)
0.21, 0.42
Salbutamol (albuterol)
100, 200
(MDI&DPI)
0.05% (syrup)
4-6
6-8
5 mg (pill),
0.024%
0.1,0.5
4-6
(syrup)
Terbutalin
400, 500
(DPI)
2.5, 5 mg
(pill)
Long-Acting
Farmaterol
4.5-12
(MDI&DPI)
Alformaterol
Indacaterol
75-300 (DPI)
Tulobuterol
25-50
(MDI&DPI)
0.01
12
0.0075
12
24
2 mg
(trandermal)
12
Anticholinergics
Short-Acting
Ipratropium bromide
20, 40 (MDI)
Oxitropium bromide
100 (MDI)
0.25-0.5
6-8
1.5
7-9
Long-Acting
Aclidium bromide
322 (DPI)
12
Glycopyrinium
bromide
44 (DPI)
24
18 (DPI), 5
SMI)
24
Tiotropium
200/80 (MDI)
1.25/0.5
75/15 (MDI)
0.75/0.5
6-8
12
6-8
240
Variabele, up
to 24
Methylxanthines
Aminophyline
200-600
mg(pill)
Theophyline (SR)
100-600 mg
(pill)
Inhaled Corticosteroids
Beclometasone
50-400 (MDI
&DPI)
0.2-0.4
Budesonide
Fluticasone
50-500 (MDI
& DPI)
Variabele, up
to 24
Formoterol/Budesonide
4.5/160(MDI)
9/320 (DPI)
Formaterol/Mometason
10/200,
10/400 (MDI)
Salmeterol/Fluticason
50/100,
250,500 (DPI)
25/50,125,250
(MDI)
Systemic Corticosteroids
Prednisone
5-60 mg (pill)
Methyl Prednisolone
4,8,16 mg
(pill)
Phosphodiesterase-4
inhibitors
Roflumilast
24
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi hipertensi pulmonal
Mengurangi vasokonstriks
Mengurangi hematokrit
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah.
Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
Gejala klinis
Penilaian gejala klinis dapat menggunakan pertanyaan yang tertera pada
COPD Assesment Test (CAT), the Modified British Medical Reseach Council
(mMRC) scale.22
Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini
harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa
terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3
Mild
Moderate
Severe
Very Severe
dari gejala pernafasan pasien yang variasinya dari hari ke hari perlu untuk
mengganti pengobatannya. Prediksi paling baik untuk menentukan terjadinya
frekuensi eksaserbasi yakni terjadi 2 atau lebih terjadi keadaan akut dalam
setahun.
Penilaian komorbiditas
Faktor komorbiditas dapat berupa penyakit kardiovaskular, osteoporosis,
SYMPTOMS
Patient Characteristic
A
Low Risk
Less Symptoms
Low Risk
More Symptoms
High Risk
Less Symptoms
High Risk More
Symptoms
B
C
D
CAT
GOLD 1-2
0-1
< 10
GOLD 1-2
10
GOLD 3-4
0-1
< 10
GOLD 3-4
10
Recommended First
Choice
Alternative Choice
Other Possible
Treatment
LA Anticholinergic or
LA beta2 Agonist or
SA beta2-agonist and
SA anticholinergic
Theophylline
SA anticholinergik pm or
SA beta2-Agonis
LA anticholinergic or
LA beta2-agonist
LA anticholinergic and
LA beta2-agonist
SA beta2-agonist and or
SA anticholinergic
Theophylline
ICS + LA beta2-agonist or
LA anticholinergic
Keterangan :
SA : short-acting
LA : long-acting
ICS : inhaled corticosteroid
PDE-4 : phosphodiesterase-4
LA anticholinergic and
LA beta2-agonist or
LA anticholinergic and
PDE-4 Inhibitor or
LA beta-agonist and
PDE-4 Inhibitor
ICS + LA beta2-agonist and
LA anticholinergic or
ICS + LA beta2-agonist and
PDE-4 Inhibitor or
LA anticholinergic and
LA beta2-agonist or
LA anticholinergic and
PDE-4 Inhibitor
SA beta2-agonist and or
SA anticholinergic
Theophylline
Carbocysteine
SA beta2-agonist and
SA anticholinergic
Theophyline
3.3.
Laboratorium
seperti
sputum
yang
purulen
selama
inhalasi
beta2
agonist
dengan
Short
Acting
antikolinergic
Usia lanjut
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO 2
>50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif).
PPOK
(komorbiditas).
sering
diperberat
Prognosis
nya
keadaan
sangat
dengan
bergantung
penyakit
kepada
yang
lain
komorbidnya.
BAB V
PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah
dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat
mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual.
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering
dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi
utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2
(PPOK sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas,
batuk-batuk kronis, sputum yang produktif dan faktor resiko ada. Sedangkan
PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dan baku emas untuk menegakkan
PPOK adalah uji spirometri. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat,
penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.
5.2.
SARAN
Dari paparan tinjauan pustaka tentang PPOK, telah diketahui bagaimana
manifestasi klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar
menghindari atau mencegah dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp
9.
Alsagaff, H & Mukty, A. 2008. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press, Hal : 231 - 253.
10. FishmanS, A.P, et al. 2008. FishmanS Pulmonary Disease and Disorder, Volume 1
& 2, Edition 4th. New York : Mc Graw Hill, Pp : 707 - 727.
11. Kasper, D.L, et al. 2008. Chronic Obstructive Pulmonary Disease : Disorder of
Respiratory System. Harrisons Principles of Internal Medicine, Edition 17th. New
York : Mc Graw Hill, Pp : 1635 1643.
12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),
Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia ; 2003. Available
from: http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf [Accessed 23
March 2011]
13. Kumar, R ,et al. 2007. Buku Ajar Patologi, Volume 2, Edisi 7. Jakarta : EGC. Hal :
514 - 520.
14. Wedzicha JA, 2011. Bronchodilator therapy for COPD. New England Journal
Medicine. Diakses tgl 6 Agustus 2011.
15. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. Barcelona: Medical Communications Resources ; 2009. Available from:
http://www.goldcopd.org [Accessed 23 march 2011].
16. Hanania NA, Marciniuk DD. A unified front against COPD: clinical practice
guidelines from the American College of Physicians, the American College of Chest
Physicians, the American Thoracic Society, and the European Respiratory
Society. Chest. 2011;140(3):565566.
17. Based on The Global Strategy for Diagnosis, Management and Prevention of
COPD Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Diseases Update 2014
www.goldcopd.org
18. McIvor RA, et al. (2011). COPD, pencarian tanggal April 2010. Versi Online BMJ
Clinical Evidence: http: //www.clinical evidence.com.
19. Tsiligianni IG, van der Molen T, Moraitaki D, et al. Assessing health status in
COPD. A head-to-head comparison between the COPD Assessment Test (CAT) and
the clinical COPD questionnaire (CCQ). BMC Pulm Med. 2012;12:20.
20. Global
Strategy
for
the
Diagnosis,
Management
and
Prevention
of
COPD.http://www.goldcopd.org/other-resources-gold-teaching-slide-set.html.
Accessed August 20, 2013.
21. Vestbo J, Hurd SS, Agust AG, et al. Global strategy for the diagnosis, management,
and prevention of chronic obstructive pulmonary disease: GOLD executive
summary. Am J Respir Crit Care Med. 2013;187(4):347365
22. Spruit MA, Singh SJ, Garvey C, et al. An official american thoracic society/european
respiratory society statement: key concepts and advances in pulmonary
rehabilitation. Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(8):e13e64
23. De Blasio F, Polverino M. Current best practice in pulmonary rehabilitation for
chronic obstructive pulmonary disease. Ther Adv Respir Dis.2012;6(4):22123
Berat Badan : -
Ginjal : -
Umur
: 66 tahun
Keluhan Utama
Tinggi Badan : -
Hepar : -
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) + Mitral Stenosis (MS) + Atrial Fibrillation
(AF)
Riwayat Penyakit
Penyakit Jantung Koroner + paru + post operation bypass ops (J) 1985
Riwayat Pengobatan :
1. Obat jantung
Concor (kandungan bisoprolol fumarate 2,5 mg) 0-1-0
Digoksin 1x1
Spironolakton 1-0-0
Sohobion (kandungan per tablet : vit. B1 100 mg, vit. B6 200 mg, vit. B12 200 mcg)
2. Obat paru
Aminofilin 1-0-0
Salbutamol 2x1
Gliseril guaiakolat 2x1
Spiriva (kandungan ipratropium) 1-0-0
Bricasma (terbutalin sulfat) 1-0-0
Pulmicort (kandungan budesonide) 1-0-0
Alergi : Kepatuhan
Merokok
Alkohol
Obat Tradisional
OTC
Lain-lain
19/05/14
20/05/14
21/05/14
22/05/14
23/05/14
24/05/14
25/05/14
26/05/14
27/05/14
Aspilets 0-1-0
Spironolakton 50 mg 1-0-0
Natrium diklofenak 3x50 mg
KSR 1x1
Puyer 3x1 (berisi : prednison, aminofilin, salbutamol, gliseril guaiakolat, dan
dekstrometorfan)
Obat
Normal salin
Ceftriaxone
Levofloxacine
Ciprofloxacine
Gliseril guaiakolat
Combivent
Budesonide
N-asetil sistein
Aminofilin
Obat
Rute
iv infus
iv bolus
iv infus
iv infus
Po
Inhaler oral
Inhaler oral
Po
Pump
Rute
Keluhan Utama : Sesak napas sejak subuh, batuk berdahak, Alergi : dan panas
Merokok / Alkohol : - / Diagnosis : PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) + MS Obat Tradisional : (Mitral Stenosis) post open heart + AF (Atrial Fibrillation) OTC : respiratory ventricular moderate
Riwayat Penyakit : PJK (Penyakit Jantung Koroner), paru,
post operation by pass ops (J) 1985
Riwayat Pengobatan : Obat jantung dan obat paru
Kepatuhan :
PROFIL PENGOBATAN PADA SAA T MRS
Tanggal (Mei)
Dosis
Frekuensi
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
life line
v
//
1g
2 dd 1
v
V
v
v
v
v
v
v
v
v
750 mg
1 dd 1
v
V
400 mg
2 dd 1
v
v
v
v
200 mg
3 dd 1
V
v
//
v
v
v
v
v
v
10 mL
3 dd 1
V
v
//
v
v
v
v
v
v
200 mcg
3 dd 1
v
v
v
v
v
v
200 mg
3 dd 1
V
v
v
v
v
v
v
v
v
25 mg/mnt
v
//
v
Dosis
Frekuensi
Tanggal (Mei)
18
Digoksin
Asetosal
Furosemide
Spironolakton
Ranitidin
Metoklopramid
KSR
Po
Po
iv bolus
Po
iv bolus
iv bolus
Po
0,25 mg
80 mg
20 mg
50 mg
50 mg
10 mg
600 mg
1 dd 1
1 dd 1
1 dd 1
2 dd 1
2 dd 1
2 dd 1
2 dd 1
19
V
V
V
V
V
V
v
v
20
V
V
V
V
V
21
v
v
po
v
V
22
v
v
23
v
v
24
v
v
25
v
v
26
v
v
27
v
v
v
v
//
v
//
//
v
1 dd 1
1 dd 1
//
v
//
1 dd 1
v
v
1 dd 1
v
v
1 dd 1
24
36,4
140/
90
82
---
25
36,2
130/
80
84
--
+
+
DATA KLINIK
Inisial Pasien : Tn. D
Data Klinik
Nilai Normal
37 0,5oC
< 120/80 mmHg
Suhu
TD
Nadi
Rh
Wh
Sesak
Batuk berdahak
50-90 x/menit
18
38
110/
60
80
+
+
19
36,4
140/
80
104
--
20
36,2
150/
90
104
21
37,4
120/
90
108
Tanggal
22
36,8
130/
80
96
++
++
+
+
(Mei)
23
36,4
130/
80
88
DATA LABORATORIUM
Inisial Pasien : Tn. D
Data Laboratorium
Nilai Normal
Tanggal (Mei)
26
36,4
130/
80
88
27
130/
70
++
++
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Platelet
GDA
GDP
GD2PP
pH
pCO2
pO2
HCO3BE
SGOT
SGPT
Natrium
Kalium
Klorida
BUN
Kreatinin serum
Kolesterol total
LDL
HDL
Trigliserida
Asam urat
4-10 x 10 /L
11,5-16,0 g/dL
35-45 %
4,3-6,0 x 106/L
150-400 x 103/L
< 200 mg/dL
76-110 mg/dL
80-125 mg/dL
7,35-7,45
35-45 mmHg
80-107 mmHg
21-25 mmol/L
-3,5 s.d +2,0 mmol/L
0-35 U/I
0-37 U/I
135-145 mmol/L
3,5-5,0 mmol/L
95-108 mmol/L
10-24 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
150-250 mg/dL
67-175 mg/dL
35-55 mg/dL
50-200 mg/dL
3,4-7,0 mg/Dl
18
13,3
13,1
39,2
19
21
22
9,4
4,75
157
125
107
110
7,38
34,7
225
20,5
-4,1
25
12
143
2,6
101
16,9
1,2
104
48
41
68
8,2
140
3,4
95
131
3,5
85
TUGAS MAHASISWA
(FOKUS PENGERJAAN PADA KASUS PPOK, BUKAN PADA PENYAKIT JANTUNG PASIEN)
FORM SUBJECTIVE
Isilah data-data pasien yang termasuk dalam Subjective!
Data Klinik
Nilai Normal
Tanggal (Mei)
Suhu
TD
Nadi
Rh
Wh
Sesak
Batuk berdahak
Lemah
37 0,5oC
< 120/80 mmHg
50-90 x/menit
Komentar dan
Alasan
18
38
110/
60
80
+
+
+
19
36,4
140/
80
104
--
20
36,2
150/
90
104
21
37,4
120/
90
108
22
36,8
130/
80
96
++
++
+
+
23
36,4
130/
80
88
24
36,4
140/
90
82
---
25
36,2
130/
80
84
--
+
+
26
36,4
130/
80
88
27
130/
70
++
++
Px mengalami demam pada tanggal 18 Mei ditandai dengan suhu tubuh yang tinggi yaitu
38o, menunjukkan bahwa px terkena bakteri infeksi yang diduga penyebab PPOK sehingga
px mengalami demam, ditunjang dengan hasil labolatorium yang menunjukkan nilai
leukosit yang tinggi.
Sesak napas dan batuk berdahak yang dialami px dapat disebabkan oleh beberapa hal
sehingga terganggunya jalur pernafasan. Kedua hal ini merupakan gejala dasar dari PPOK
Lemah yang dialami px dapat disebabkan karena pasien mengalami kekurangan cairan
tubuh sehingga dilakukan tx dengan Normal salin dimana berfungsi sebagai pengganti
cairan tubuh dan elektrolit sehingga px tidak lemah
FORM OBJECTIVE
Isilah data-data pasien yang termasuk dalam Objective!
Data Laboratorium
Nilai Normal
18
Tanggal (Mei)
19
21
22
Leukosit
Komentar dan Alasan
4-10 x 103/L
13,3
9,4
Diduga terdapat bakteri yang menyebabkan infeksi sehingga memicu
kekambuhan PPOK yang ditandai dengan peningkatan leukosit sehingga
diberikan antibiotik.
Jenis Obat
Rute
Dosis
18
Normal salin
iv infus
life line
Frekuensi
Tgl.
Berhenti
Terapi
Indikasi Terapi
pada Pasien
19
Px lemah
28
Infeksi saluran
pernafasan
bawah, PPOK
kekambuhan
simpel
20
Infeksi saluran
18
Ceftriaxone
iv bolus
1g
2 dd 1
18
Levofloxacine
iv infus
750 mg
1 dd 1
Pemantauan
Kefarmasian
Cairan
hipotonik
dengan
osmolaritas lebih rendah dari serum.
Cairan akan ditarik dari pembuluh darah
Kadar elektrolit keluar
ke
jaringan
sekitarnya
serum, jumlah
hinggamengisi
sel
yang
dituju.
cairan (input dan Digunakan pada keadaan sel mengalami
output)
dehidrasi.
Alasannya karena kondisi umum
lemah sehingga cairan tubuh dan
elektrolit perlu diganti.
Rh, Wh, produksi
Menghambat sintesa dinding sel
sputum, nilai
bakteri menghasilkan pembentukan
leukosit
dinding sel yang rusak pada hospes.
Alasan karena infeksi bakteri
merupakan
penyebab
terbesar
kekambuhan sehingga produksi sputum
meningkat.
Leukosit, Wh, Rh,
Menghambat DNA-gyrase yang
22
Ciprofloxacine
iv infus
400 mg
pernafasan
karena
kekambuhan
PPOK
Produksi Sputum,
Frekuensi Batuk
26
PPOK dengan
kekambuhan
Leukosit, WH,
Rh, Produksi
Sputum,
Frekuensi Batuk
21
Batuk dengan
infeksi saluran
pernafasan dan
kondisi seperti
sinusitis,
faringitis, dan
bronkitis.
Sesak nafas
Produksi dahak,
frekuensi batuk
2 dd 1
19
Gliseril
guaiakolat
po
200 mg
3 dd 1
19
Combivent
Inhaler
10 mL
3 dd 1
21
RR,Sesak nafas
Ipatoprium
yang
oral
22
Budesonide
Inhaler
oral
akibat PPOK
200 mcg
Asthma (sesak
nafas) / inflamasi
Peningkatan
batuk
Mukolitik (muko
lisis) pada
bronkial akut dan
kronik dan paru
dengan mukus
yang tebal
Produksi dahak,
frekuensi batuk
Bronkodilatasi
Sesak nafas, RR
3 dd 1
19
N-asetil sistein
po
200 mg
3 dd 1
22
Aminofilin
pump
25 mg/mnt
23
obat
turunan
dengan asthma
dan COPD
Methylxantine
dengan
efek
bronkodilator untuk relaksasi otot polos
bronko dan meningkatkan kontraksi
diafragma
Alasan
digunakan
untuk
meningkatkan efek bronkodilator
3. Kepatuhan pasien
4. Pemilihan obat
5. Penghentian obat
6. Efek samping obat
7. Interaksi obat
NO.
TANGGAL
URAIAN MASALAH
TINDAKAN
(USULAN PADA KLINISI, PERAWAT, ATAU
PASIEN)
1. Klinisi : Disarankan menggunakan antibiotik
ceftriaxone dan levofloxacin dikarenakan belum
terdapat data apa karena apa (jawaban rozaaq)
2. Klinisi : Disarankan untuk memberi terapi untuk
batuk berdahak sejak awal untuk mencegah gejala
PPOK
Klinisi : Disarankan tidak digunakan N-asetil sistein
karena N-asetil sistein menyebabkan iritasi bronkus,
sehingga tidak cocok digunakan untuk px. Sebaiknya
tidak digunakan atau diganti dengan obat lain
1.
18 Mei
2.
19 Mei
3.
20 Mei
4.
21 Mei
mengapa
5.
22 Mei
6.
23 Mei
NO.
PARAMETER
1.
Rh dan Wh
2.
3.
4.
5.
6.
TUJUAN MONITORING
Untuk mengetahui efektivitas obat bronkodilator dan
perkembangan kondisi px PPOK
Untuk mengetahui efektivitas obat bronkodilator dan
perkembangan kondisi px PPOK
Untuk mengetahui efektivitas obat batuk
Untuk mengetahui efektivitas obat dari antibiotik
Untuk mengetahui respon inflamasi
LEMBAR KONSELING
No.
1.
2.
Sasaran
Konseling
Pasien
Keluarga
Uraian
Rekomendasi/Saran
Perawat
Edukasi kesehatan
Kontrol kesehatan