PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit pernafasan yang bersifat
kronis progresif dan sangat sering dijumpai di masyarakat. PPOK ditandai dengan
gangguan aliran udara yang tidak sepenuhnya dapat dikembalikan seperti semula.
Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respon radang yang tidak normal dari paru akibat gas atau partikel yang bersifat
merusak. 1,2
Beberapa waktu ini jumlah pasien PPOK terus meningkat seiring dengan
peningkatan usia harapan hidup, meningkatnya prevalensi merokok, pesatnya
industrialisasi dan polusi udara terutama di kota-kota besar dan lokasi industri
serta pertambangan. Sekitar seperempat populasi dewasa di dunia yang berusia 40
tahun ke atas diketahui menderita penyakit obstruksi saluran pernafasan. Sebagai
penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke enam setelah penyakit
jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk
penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya Suatu badan yang bernama
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) memperkirakan
PPOK nantinya akan menjadi penyebab kematian tersering ketiga di seluruh dunia
pada tahun 2020.3,4
Edukasi merupakan aspek yang sangat penting dalam tatalaksana PPOK. Sebuah
pendekatan yang komprehensif terhadap pasien dengan PPOK diperlukan untuk
menetapkan materi edukasi yang tepat, yang sesuai dengan kondisi biologis,
psikologis, sosio-ekonomis, dan kultural pasien. Melalui edukasi yang tepat,
pasien diharapkan dapat memahami dengan lebih baik mengenai penyakit yang
dideritanya serta memfasilitasi diskusi yang terbuka. Sebagai tujuan akhir, edukasi
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien, mencegah perburukan
penyakit, serta mencegah berulangnya episode eksaserbasi akut penyakit ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah
dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas beracun atau berbahaya, disertai efek ekstra-paru yang
berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.5
2.2. Faktor Risiko
Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan
penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor risiko PPOK dalam
banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan hubungan
antara faktor-faktor risiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut. Beberapa
hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya PPOK antara lain dapat dilihat pada
tabel di bawah ini: 5,6
Tabel 2. 1. Faktor Risiko COPD1
1. Gen
2. Paparan terhadap partikel
-
Asap rokok
10. Nutrisi
1. Asap Rokok
Asap rokok memiliki prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan
gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat rerata
penurunan VEP1. Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang
dihisap, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks Brinkman).
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah ratarata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun:
Ringan : 0-200
Sedang: 200-600
Berat : >600
Penelitian eksperimental menunjukan bahwa merokok menyebabkan gangguan
mucociliary defence, gangguan pergerakan silia epitel bronkus, gangguan aktivitas
makrofag alveoli, spasme saluran nafas, dan hipertropi dan hiperplasia kelenjar
mukus. Terhadap makrofag alveoli asap rokok menyebabkan meningginya sekresi
enzim elastase yang dapat merusak jaringan elastik dari alveoli sehingga terjadi
emfisema. Sedangkan pada saluran bronkus asap rokok dapat menyebabkan
hypertropi dan hiperplasia kelenjar mukus sehingga terjadi hipersekresi mukosa
dan muncul batuk yang berdahak sesuai dengan manifestasi klinis dari bronkitis
kronis.
2. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai
stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah salah satu ciri-ciri
dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan
nafas yang hiperresponsif. Pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang
dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan
gejala pulmonal mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch. Hal ini
menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari
dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik
untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata. Hipotesis alternatif dari
British berpendapat bahwa asma dan PPOK pada dasarnya merupakan penyakit
3
terkait
dengan
gangguan
pertukaran
udara
dibanding
dengan
hipoksemia dan hiperkapnia dan beberapa mekanisme lainnya pada PPOK. Secara
umum pertukaran gas memburuk sejalan dengan progresifitas dari penyakit.
Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mucus mengakibatkan batuk kronis yang produktif yang merupakan
manifestasi dari brokitis kronis. Hal ini diakibatkan oleh penigkatan jumlah sel
goblet dan pembesaran kelenjar mukosal sebagai respon terhadap iritasi saluran
nafas kronis oleh asap rokok dan zat berbahaya lainnya Terdapat pula disfungsi
silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang
berlebihan. Beberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mucus
melalui aktivasi reseptor faktor EGFR.
Eksaserbasi
Eksaserbasi dapat disebabkan oleh infeksi atau faktor faktor lain seperti polusi
udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi dan sepertiga dari eksersebasi akut
penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. Infeksi dapat berperan sebagai faktor
pencetus karena dengan adanya infeksi maka inflamasi yang sudah ada semakin
memberat sehingga penyempitan saluran nafas makin meningkat, dan gejala
sesakpun akan meningkat
6
Keterangan
- Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
-
Terpajan Faktor
Risiko
Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Anamnesis
a. Riwayat terpajan faktor resiko seperti merokok atau bekas perokok dengan
atau tanpa gejala pernapasan
b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna ditempat kerja
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
d. Terdapat faktor presdiposisi pada masa bayi/anak, missal berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Fisis5,6
Pemeriksaan fisis jarang digunakan untuk mendiagnosis pasien PPOK. Tandatanda fisik adanya hambatan aliran udara biasanya tidak tampak sampai terjadi
adanya gangguan yang signifikan dari fungsi paru, dan deteksi dari tanda-tanda
tersebut memiliki spesifitas dan sensitivitas yang rendah. Beberapa tanda-tanda
fisik yang mungkin dapat timbul pada penderita PPOK antara lain adalah
1. Inspeksi
b. Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
c. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Hipertropi otot bantu napas
f. Pelebaran sela iga
g. Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
leher dan edema tungkai
h. Penampilan pink puffer atau blue bloater
2
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
8
Pink puffer. Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing
- Pursed - lips breathing adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut
mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal
napas kronik.
Pada PPOK terjadi gangguan otot pernapasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan
kekuatan otot pernapasan. Hilangnnya daya elastisitas paru pada PPOK
menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronis yang mengganggu pada
proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang
dan terdapat udara yang terjebak (air trapping). Air trapping dalam keadaan lama
menyebabkan kontraksi otot kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama
pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot
interkosta dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan
akan dipakai terus menerus sehingga peran diafragma akan menurun sampai 65%.
Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri5
Spirometri harus dilakukan pada semua pasien yang dicurigai menderita PPOK.
Ini diperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari PPOK dan mengeksklusi
diagnosis lain yang memiliki gejala yang serupa. Meskipun spirometri sendiri
tidak berdampak langsung terhadap kesehatan pasien, tetapi spirometri masih
tetap menjadi gold standard dalam mendiagnosis penyakit dan mengawasi progesi
9
penyakit tersebut. Hal yang harus diukur dalam spirometri antara lain adalah
kapasitas vital ekspirasi paksa (KVP) yaitu volume udara yang dikeluarkan secara
paksa dari titik inspirasi maksimal, volume ekspirasi paksa pada detik pertama
(VEP1) yaitu volume udara yang diekspirasi pada detik pertama dari maneuver ini,
dan rasio dari keduanya (VEP1/ KVP). Pada pasien dengan PPOK biasanya
menunjukkan penurunan nilai FEV1 dan KVP. Tingkat abnormalitas dari nilai
spirometri dapat menunjukkan derajat keparahan dari PPOK.
Tabel 2. 3 Klasifikasi PPOK5
Derajat
Klinis
Faal paru
Derajat I: PPOK Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada -VEP1/KVP < 70%
Ringan
Derajat
PPOK Sedang
sputum.
III: Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, - VEP1/KVP < 70%
Derajat
PPOK Berat
rasa lelah dan serangan eksaserbasi makin -30 < VEP1 < 50% prediksi
sering
IV: Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas - VEP1/KVP < 70%
Derajat
PPOK
kadang ditemukan gejala batuk dan produksi -50 < VEP1 < 80% prediksi
Sangat atau gagal jantung kanan dan ketergantungan - VEP1<30% prediksi atau
Berat
oksigen.
Adanya hambatan aliran nafas dapat diketahui dari nilai FEV 1/ FVC< 0,70
postbronkdilator. Spirometri harus dilakukan setelah administrasi short acting
inhaled bronchodilator dengan dosis yang tepat untuk meminimalisasi adanya
variabilitas.
10
Gambar 2.2 Perbandingan spirometri pada orang normal dan penderita PPOK
Nilai yang didapat harus dibandingkan sesuai umur untuk menghindari adanya
overdiagnosis PPOK pada lanjut usia. Tes spirometri ini dapat dilakukan pada
pederita PPOK yang dalam keadaan stabil.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan WBC dalam batas normal dan
penurunan jumlah sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit yang sangat
sedikit. Nilai WBC yang berada dalam batas normal belum dapat menyingkirkan
adanya
infeksi
pada
pasien
karena
fungsi
sistem
imunitas
tubuh
mengakibatkan aerasi darah yang buruk, dan Va/Q yang sangat tinggi pada
beberapa
bagian
lain
yang
mengakibatkan
ventilasi
percuma. Adanya
Gambaran Klinis
1. Onset usia dini
12
jantung
kongestif
Bronkiektasis
foto
thoraks
tampak
honeycomb
Tuberkulosis
obliterasi
2. Tidak merokok
3. Dapat ditemukan riwayat adanya artritis reumatoid
Diffuse
panbronchiolitis
bayangan
diffuse
nodul
opak
Risiko eksaserbasi
Adanya kormobiditas
a. Assesment gejala
Beberapa kuisioner yang tervalidasi yang dapat digunakan untuk menilai
gejala pada pasien PPOK antara lain Modified British Medical Research
Council (mMRC) yang menilai disabilitas akibat dampak dari sesak, atau
COPD Assessment Test (CAT) yang memiliki cakupan yang lebih luas
mengenai dampak PPOK terhadap kehidupan sehari-hari pasien.
Tabel 2.5 Modified British Medical Research Council (mMRC)
Grade 0: I only get breathless with strenuous exercise
Grade 1: I get shorth of breath when hurrying on the level or walking up a slight hill
Grade 2: I walk slower than people of the same age on the level because of
breathlessness, or I have to stop for breath when walking on my own pace on the level
Grade 3: I stop for breath after walking about 100 meters or after a few minutes on the
level
Grade 4: I am too breathlessness to leave the house or I am breathless when dressing or
undressing.
b. Assesment spirometri
Tabel 2.6 Klasifikasi dari Severitas Limitasi Aliran pada PPOK
Pada pasien dengan VEP1/KVP < 0,70:
GOLD 1: Mild (VEP1 80% predicted)
GOLD 2: Moderate ( 50% VEP1 < 80% predicted )
GOLD 3: Severe ( 30% VEP1 < 50% predicted )
GOLD 4: Very severe (VEP1 < 30% predicted )
c. Assesment dari eksaserbasi
Eksaserbasi dari PPOK merupakan peristiwa akut yang dikarakterisasi dengan
perburukan gejala pernafasan yang berbeda dengan variasi normalnya sehari-hari
dan mengakibatkan perubahan dalam pengobatan. Angka dimana eksaserbasi itu
terjadi bervariasi antara setiap pasien. Perburukan dari limitasi aliran udara
14
reisiko
rendah,
sedangkan
GOLD
dan
GOLD
0
Mmrc 0-1
Mmrc 2
Symptoms
Kelompok ini dapat diringkas sebagai
berikut:
16
RISK
Exacerbation history
RISK
(C)(D)
(A)(B)
Pasien Grup B: Resiko rendah, gejala lebih berat. Khususnya pada GOLD
1 atau GOLD 2 (airflow limitation ringan atau sedang) dan atau 0-1 kali
eksaserbasi pertahun dan mMRC 2 atau nilai CAT 10
Pasien Grup C: Risiko tinggi, gejala minimal. Pada pasien GOLD 3 atau
GOLD 4 ( airflow limitation yang parah atau sangat parah) dan atau 2
kali eksaserbasi pertahun dan mMRC 2 atau nilai CAT 10
Pasien Grup D: Resiko tinggi, gejala lebih berat. Pada pasien dengan
GOLD 3 atau GOLD 4 ( airflow limitation yang parah atau sangat parah)
dan atau 2 kali eksaserbasi pertahun dan mMRC 2 atau nilai CAT 10
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan pelaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu :
a. Mengurangi gejala
b. Mencegah progresivitas penyakit
c. Meningkatkan toleransi latihan
d. Meningkatkan status kesehatan
e. Mencegah dan menangani komplikasi
f. Mencegah dan menangani eksaserbasi
g. Menurunkan kematian
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
Edukasi
Berhenti merokok
Obat-obatan
Rehabilitasi
Terapi oksigen
Ventilasi mekanis
Nutrisi
17
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel,
menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktivitas optimal
4. Meningkatkan kualitas hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di
unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi
diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan
waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat
diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan
semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian
aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat
penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas
2. Berhenti merokok
18
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3. Obat-obatan
Tabel 2.8 Penatalaksanaan awal farmakologi pada PPOK1
19
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek panjang.
Macam-macam bronkodilator
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga dapat mengurangi sekresi mukus.
Golongan agonis -2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Bentuk
nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Golongan xantin
Dapat digunakan sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang derajat
sedang maupun berat.
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi ksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi dipilih golongan
metilprednisolon atau prednisone.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan
N-asetilsistein.
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronchitis kronik dengan sputum
yang kental. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronchitis kronik.
Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan memiliki
riwayat eksaserbasi dan bronchitis kronik.
4. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap latihan
dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
Latihan fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas system
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan:
o Peningkatan VO2 max
o Perbaikan kapasitas kerja aerobic maupun anaerobic
o Peningkatan cardiacoutput dan stroke volume
o Peningkatan efisiensi distribusi darah
o Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk pemulihan
Psikososial
Status psikologi pasien perlu diamati dengan cermat dan apabila
diperlukan dapat diberikan obat
Latihan pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas.
Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips breathing
guna memperbaiki ventilasi dan mensinkronkan kerja otot abdomen dan
toraks.
5. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel.
6. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas
akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik, atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan gagal napas kronik.
7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penuruna faal paru dan perubaan analisis gas darah.
22
Menyesuaikan aktivitas
Tanda eksaserbasi
Kesadaran
Tanda vital
Pneumonia
Bronkodilator
Kortikosteroid
Antibiotik
Peningkatan sesak
dengan
tanda
klinis
infeksi
saluran
napas
(misalnya,
24
Terdapat komplikasi
Adanya komplikasi
Usia lanjut
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuknya koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi
berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai
dengan menurunnya kadar limfosit darah.
3. Cor Pulmonale (Gagal jantung Kanan)
Pertukaran udara yang jelek pada penderita PPOK menyebabkan
menurunnya jumlah oksigen di darah sehingga timbul refleks spasme
percabangan-percabangan
kecil
arteri
pulmonalis
(hypoxic
26
BAB III
LAPORAN KASUS
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: ND
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Bali
Agama
: Hindu
Pendidikan
: Tamat SLTP
Status
: Sudah menikah
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Alamat
Tanggal MRS
: 21 September 2012
: Angsoka II
AUTOANAMNESIS
II. KELUHAN UTAMA
Sesak nafas
III. ANAMNESIS KHUSUS
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IRD RSUP SANGLAH dengan keluhan sesak nafas sejak I
minggu SMRS dan memburuk sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas timbul secara
mendadak pada pagi tanpa didahului oleh aktivitas fisik yang berat. Sesak
mulanya terasa ringan, tidak pernah hilang dan makin lama dirasakan semakin
memberat. Sesak nafas dirasakan terus-menerus sepanjang hari saat pasien
menarik nafas dalam-dalam dan memburuk saat batuk kuat. Sesak nafas dirasakan
27
seperti tertekan sampai membuat pasien merasa tidak bisa bernafas dan pasien
mengeluh sulit tidur. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi dan juga tidak membaik
dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluh sesak nafas terkadang disertai
dengan bunyi ngik - ngik. Sesak nafas juga membuat pasien menjadi lemas dan
tidak bisa beraktivitas. Selama perawatan pasien mengatakan sesaknya masih
terasa namun sudah terasa berkurang.
Pasien juga mengeluhkan batuk sebelum keluhan sesak terjadi. Batuk
dikatakan muncul sejak 9 hari yang lalu dan semakin lama dirasakan bertambah
berat sejak 3 hari SMRS. Batuk dirasakan pasien terus-menerus sepanjang hari
dengan dahak kental berwarna kuning. Volume dahak yang keluar sekali batuk
sekitar hingga sendok makan. Batuk dengan dahak berdarah disangkal oleh
pasien. Sampai saat perawatan pasien masih batuk berdahak dengan warna putih
kekuningan namun dikatakan frekuensinya sudah berkurang.
Pasien juga mengeluh demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang
muncul bersamaan dengan keluhan batuk yang pasien alami. Demam terjadi
mendadak dan dirasakan terus menerus baik siang maupun malam. Demam
dikatakan merespon obat penurun panas, dan pasien mengaku sudah tidak demam
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien menyangkal adanya keluhan mual dan muntah. Pasien juga
menyangkal adanya penurunan nafsu makan dan berat badan, serta berkeringat
pada malam hari saat tanpa aktivitas. BAK pasien dikatakan biasa, dengan
frekuensi berkemih sekitar 4-5 kali dalam sehari, volume tiap berkemih
hingga 1 gelas, warna jernih kekuningan. BAB pasien juga dikatakan biasa,
frekuensi rata-rata sekali sehari, warna kecokelatan, konsistensi padat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku sering mengalami batuk terutama saat bangun tidur dengan
dahak kental sebelum keluhan saat ini muncul. Batuk dirasakan muncul sejak 3
tahun terakhir namun hilang dengan pengobatan dari dokter praktek umum.
Terkadang pasien juga mengeluh sesak saat batuk muncul, namun tidak pernah
separah yang dirasakan sekarang.Pasien juga mengatakan memiliki riwayat
hipertensi yang diketahui 3 tahun yang lalu ketika pasien berobat di RSUP
Sanglah. Riwayat kencing manis, penyakit jantung, asma disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat berobat ke Rumah Sakit Umum Sanglah 3 tahun yang lalu
dengan keluhan yang sama. Adepun pada masa itu pasien menolak dirawat di
rumah sakit dan lebih memilig pengobatan alternative (herbal). Kemudian 2 bulan
28
yang lalu keluhan yang sama timbul kembali dan dirawat di RSUP Sanglah.
Pasien juga mengalami keluhan biasanya berobat ke praktek dokter umum yang
berada dekat rumahnya. Adapun
Kesadaran
Tekanan darah
: 170/110 mmHg
29
Nadi
Respirasi
: 24 x/ menit
Temp. axilla
: 36,5 C
BB
: 49 kg
TB
: 162 cm
BMI
: 18.67 kg/m2
Status general
Mata
: Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-
Bibir
THT
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Lidah
Leher
Thorax
nafas(+)
Cor
Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tampak pada ICS V MCL S
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
: Vocal fremitus
Perkusi
(+)
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
Hipersonor
30
Auskultasi
: Vesikuler
- --
Rhonchi
Wheezing
++
++
Abdomen :
Inspeksi
: Distensi (-)
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
+
+
, Trem,
+, +
: Hangat
edema-+Edema
+
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap (22/9/2012)
Variabel
WBC
Ne
Lym
Mo
Eo
Ba
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
PLT
Satuan
8,87
3,89
2,10
0,71
0.10
0.30
5,00
15,00
47,8
85,20
26,29
171,70
Normal
x 103/L
x 103/L
x 103/L
x 103/L
x 103/L
x 103/L
x 106/L
g/dL
4,10-11,00
2,50-7,50
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50-5,90
13,50-
%
fL
Pg
x 103/L
17,50
41-53
80-100
26-34
150-440
Variabel
Hasil
Satuan
Normal
SGOT
SGPT
BUN
Glucose darah
31,6
45,00
20,00
136,00
U/L
U/L
U/L
mg/dL
11,00-33,00
11,00-50,00
8,00 23,00
70,00-140,00
Result
Unit
Remarks
Reference
range
pH
7,32
pCO2
68,00
mmHg
35,00
45,00
pO2
60,00
mmHg
80,00
100,00
HCO3-
35,00
mmol/L
22,00
26,00
TCO2
29,60
mmol/L
24,00
30,00
SO2c
88,00
--
BEecf
8,90
mmol/L
-2,00-2,00
Natrium
131,00
mmol/L
136,00145,00
Kalium
4,20
mmol/L
7,35 7,45
3,5-5,1
32
Pulmo:
Tampak
honey
comb
: 117x/mnt
Axis
: Right axis
deviation
Gel P : P pulmonal
di II, III, aVF
Complex QRS : V1>1
Kesan
Sinus
takikardi
33
dengan
pembesaran
VI
DIAGNOSIS KERJA
CPCD
Asidosis respiratorik
Bronkiektasis
MONITORING
34
Keluhan
vital sign
35
BAB IV
DISKUSI HASIL KUNJUNGAN RUMAH
4.1. Daftar Permasalahan
Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala penderita dalam hal
menghadapi penyakitnya antara lain:
1. Pasien masih kurang paham dengan penyakitnya, gejala-gejala eksaserbasi
akut, dan penanganannya.
2. Pasien tinggal di rumah dengan ventilasi rumah yang kurang baik dan kurang
mendapat pencahayaan dari sinar matahari.
3. Pasien saat ini tidak bekerja, dan biasanya pasien sering duduk-duduk di
warung pinggir jalan dekat rumah pasien, dimana paparan terhadap debu
cukup tinggi.
4. Cucu pasien memiliki kebiasaan merokok, dimana setiap hari mereka sering
duduk-duduk bersama pasien di teras depan kamar pasien, dengan demikian
dapat meningkatkan paparan terhadap asap rokok.
5. Pasien sehari-hari kurang mendapat perhatian dan perawatan dari keluarga
oleh karena cucu pasien sibuk berkerja.
4.2.
Jumlah
Jadwal/hari
Jadwal/minggu
5 sendok
-
3 kali
-
21 kali
-
1 potong
2 potong
gelas
1 buah
-
2 kali
1 kali
3 kali
1 kali
-
14 kali
7 kali
21 kali
3 kali
-
36
Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tiga kali. Lauk yang
disiapkan oleh cucunya dikatakan tidak selalu sama, namun dapat dibuat
gambaran umum menu untuk masing-masing jadwal makan sebagai berikut:
-
Sarapan
Makan siang
Makan malam
Pasien sesekali makan buah diantara waktu makan besar, tergantung dari
ketersediaan buah tersebut. Buah-buahan yang sering dikonsumsi pasien
antara lain jeruk, pisang, dan mangga.
Kebutuhan kalori pasien dapat dihitung dengan menggunakan rumus Brocca
dengan pertama-tama menentukan berat badan ideal (BBI).
BBI
= (TB 100) 10% x 1kg
= (162 100) 10% x 1kg
= 55.8 kg.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan, berat badan pasien saat
ini adalah 49 kg, atau dengan kata lain 87,8% dari BBI, pasien termasuk
kategori berat badan normal. Selanjutnya dilakukan penghitungan kebutuhan
kalori basal dan penyesuaian terhadap kebutuhan kalori pasien sesuai kondisi
pasien.
Total kebutuhan kalori pasien dalam satu hari adalah 1620 kalori 81 kalori +
162 kalori, yaitu 1701 kalori/hari.
Untuk memudahkan perhitungan maka dipakai kebutuhan kalori penderita
adalah 1700 kalori/hari.
Distribusi Makanan
37
Jumlah kalori per hari pasien ini dibagi dalam 3 porsi makan utama dan 2
porsi makanan selingan, yaitu:
a. Makan pagi
: 20% x 1700 kalori = 340 kalori
b. Makan siang
: 30% x 1700 kalori = 510 kalori
c. Makan malam : 25% x 1700 kalori = 425 kalori
d. Asupan di sela makan pagi dan siang : 15% x 1700 = 255 kalori
e. Asupan di sela makan siang dan malam : 10% x 1700 = 170 kalori
Distribusi makanan berdasarkan komponen makanan adalah:
Waktu
Total
makan
Lemak
Karbohidrat
Protein
(50% x kalori)
(20% x kalori)
(30%
Makan Pagi
Makan
340 kalori
510 kalori
170 kalori
255 kalori
68 kalori
102 kalori
kalori)
102 kalori
153 kalori
Siang
Makan
425 kalori
212,5 kalori
85 kalori
127,5
Malam
Selingan 1
Selingan 2
kalori
255 kalori
170 kalori
Karbohidrat
Protein
Lemak
Ayam
tanpa
38
Nasi
putih:
butir
Hati
gelas
Singkong:
ayam
1,25
potong
btr
Bebek potong
Mi basah : 2 gelas
sedang
Biskuit:
Daging
besar
Kacang
sdm
Kacang
hijau
ayam
tanah
1,5
sdm
Tahu
0,5
potong
besar
Tempe 1,5 potong
sedang
Selingan 1
Makan siang
Mi basah 3 gelas
potong sedang
butir
Bebek 1
potong
sedang
Protein Nabati
Kacang
Daging
hijau
sdm
Kacang
ayam
sedang
tanah
2,5
sdm
Tahu
1,5
potong
potong
besar
Tempe
39
sedang
Selingan 2
+ 2 buah jeruk
Makan
Malam
potong sedang
1,5 butir
1,5
btr
sedang
sedang
Daging
dengan
ptng sedang
Tempe
ayam
kulit
3/4
potong
sedang
b. Akses Pelayanan Kesehatan
PPOK merupakan penyakit kronis yang dapat kambuh bila ada faktor
pencetus bahkan dapat menyebabkan kematian. Pasien tinggal di seputaran
Sidakarya, Denpasar, dimana akses pelayanan kesehatan cukup mudah
dijangkau. Adepun pusat layanan kesehatan yang terdekat dari rumah pasien
adalah PUSKESMAS Pembantu Renon dan RSUP Sanglah yang dapat
dicapai dalam 15 menit. Sebelum sakit pasien biasa mengontrol kondisi
kesehatannya ke praktek dokter umum yang tidak jauh dari rumah pasien.
Akses pelayanan yang dekat memberikan kemudahan bagi pasien terutama
saat sesaknya kambuh. Sampai saat ini pasien hanya 2 kali saja mengalami
sesak yang sampai harus dibawa ke rumah sakit untuk rawat inap.
c. Lingkungan
Saat ini pasien tinggal bersama 2 orang cucu bersama 2 orang keluarga lain
yang kos di rumah pasien. Pasien tinggal di rumah dengan luas bangunan dan
40
Kebutuhan Bio-psikososial
a. Lingkungan Biologis
Dalam lingkungan biologis/keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan hal
serupa seperti dialami pasien. Kondisi imun pasien sangat penting dalam
timbulnya kekambuhan pada penyakit pasien. Lingkungan yang kurang
mendukung serta kecukupan gizi yang tidak sesuai diduga menjadi faktor
penting kambuhnya penyakit pasien.
Kondisi rumah pasien dimana ventilasinya kurang memadai tidak mendukung
untuk perbaikan kondisi kesehatan pasien. Selain itu, rendahnya aliran udara
di dalam rumah pasien akibat minimnya ventilasi meningkatkan risiko
penyebaran penyakit menular yang bersifat airborne di kalangan anggota
keluarga menjadi lebih mudah.
Kecukupan gizi pasien masih tergolong dalam kondisi gizi kurang. Namun
demikian pola makan pasien tetap perlu diperhatikan sesuai dengan ketentuan
diet yang tepat bagi penderita PPOK, yaitu diet dengan rendah karbohidrat.
b. Faktor Psikososial dan Kultural
Pasien tidak lagi memiliki tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya
dengan mencari nafkah. Biaya untuk kebutuhan sehari-hari pasien dan
keluarga ditopang oleh putranya. Pasien merasa sudah sangat tua untuk
bekerja dan membantu untuk memenuhi biaya di keluarganya, sehingga
41
4.3.
harinya
Tidak memaksakan diri untuk begadang apabila merasa kondisi tubuhnya
menurun
d. Mengikuti pola makan yang baik dengan gizi seimbang sesuai dengan pola
yang telah dianjurkan.
KIE yang diberikan:
- Karbohidrat merupakan sumber tenaga yang baik dan utama bagi tubuh,
namun pasien dengan PPOK perlu membatasi asupan karbohidrat karena
-
43
f. Melakukan kontrol ke poli interna RSUP Sanglah secara teratur serta rajin
dan terbuka dalam melaporkan perkembangan kondisi tubuhnya serta
penyakitnya kepada dokter.
KIE yang diberikan:
- Datang ke poliklinik RSUP Sanglah untuk kontrol obat secara teratur dan
-
sesuai jadwal poli divisi Pulmonologi, yaitu pada hari Senin Jumat.
Menyampaikan dengan sebenar-benarnya perkembangan kondisi dirinya
kepada dokter poliklinik, termasuk keluhan yang sudah membaik,
kehidupan sosialnya.
Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien
dalam mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya,
serta melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan
tersebut (seperti menjaga kebersihan rumah, tidak merokok di dalam
rumah dan sekitar pasien)
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Reilly JJ, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary
disease.In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL,
Jameson JL, editors. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed.
New York: McGraw-Hill; 2004. p. 1547-54.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jilid II. 2006. Hal: 984-5
3. Kanervisto M, dkk. COPD, Chronic Bronchitis, and Capacity for Day-today Activities: Negative Impact of Illness on the Health-related Quality of
Life. Chronic Respiratory Disease. 2010. 7(4): 207-215.
4. Tan WC, Ng TP. COPD in Asie: Where East Meets West. CHEST. 2008;
133: 517-527
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
6. Roche N, dkk. Beyond Corticosteroids: Future Prospects in the
Management of Inflammation in COPD. Eur Respir Rev 2011; 20: 121,
175-182
7. GOLD Report. 2011. Management Reference for Chronic Obstructive
Pulmonary disease (COPD). www.goldcopd.org.
45