Anda di halaman 1dari 9

UJI LATIH DAN PERESEPAN LATIHAN PADA PENDERITA DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK

Natalia Mamoto
1

2
Theresia Isye Mogi
1
PPDS-1Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Email :

PENDAHULUAN bertambahnya beban kesehatan, ekonomi, dan


PPOK atau penyakit paru obstruktif kronik sosial. Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
adalah penyakit paru yang ditandai dengan adanya memperkirakan bahwa tahun 2020 prevalensi
hambatan aliran udara di saluran napas yang PPOK diperkirakan akan menjadi penyebab
bersifat progresif nonreversibel atau reversibel kematian tersering ke-3 di dunia.2
parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan
emfisema atau gabungan keduanya. Hambatan FAKTOR RISIKO
aliran udara ini biasanya bersifat persisten dan 1. Genetik
terkait dengan respon inflamasi dari paru akibat dari Faktor risiko genetik yang telah lama
gas atau partikel berbahaya. Muncul berbagai akibat diteliti adalah defisiensi alpha-1-antritripsin
yang ditimbulkan karena adanya respon inflamasi (AATD), yang merupakan inhibitor protease
tersebut yaitu gejala utama sesak napas, batuk, dan serin. Meskipun demikian, masih belum jelas
produksi sputum yang meningkat.1,2 apakah genetik berperan secara langsung
Saat ini PPOK merupakan penyakit terhadap kejadian PPOK.6,7
pernapasan yang menjadi penyebab utama angka 2. Umur dan Jenis Kelamin
kesakitan dan kematian di dunia. Penyakit ini Belum jelas apakah penuaan yang
menimbulkan kerugian yang besar terhadap kualitas menyebabkan PPOK ataukah semakin
hidup penderita dan menjadi beban ekonomi bagi bertambahnya usia maka paparan terhadap gas
bangsa dan negara. Di Indonesia diperkirakan dan partikel berbahaya juga semakin meningkat.
terdapat 4,8 juta pasien PPOK dan angka ini bisa Penuaan dari jalan napas dan parenkim paru
meningkat dengan makin banyaknya jumlah mirip dengan perubahan strutural yang
perokok yang merupakan faktor risiko utama berhubungan dengan PPOK.
PPOK.2 Sedangkan, jenis kelamin sebenarnya
Latihan pada penyakit-penyakit paru belum menjadi faktor risiko yang jelas pada
merupakan komponen penanganan utama yang PPOK. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
direkomendasikan American Thoracic Society ternyata wanita lebih rentan terhapad efek rokok
(ATS) dan European Respiratory Society (ERS) dan dibandingkan pria dengan waktu paparan
secara global dipakai sebagai panduan tatalaksana terhadap rokok yang kurang lebih sama.6,7
rehabilitasi paru. Berdasarkan gangguan primernya 3. Paparan Partikel Inhalasi
maka target latihan rehabilitasi akan berbeda, Asap rokok dan debu-debu pada tempat
demikian juga peresepan latihannya. Demikian juga kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai
dengan faktor-faktor yang dominan menyebabkan penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya
kapasitas latihan menurun.3 mengenai mereka yang merupakan perokok
aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan
DEFINISI kata lain environmental smokers itu sendiri pun
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi
merupakan penyakit dengan karakteristik adanya juga.
gejala respirasi yang persisten dimana terdapat 4. Status sosial ekonomi
hambatan aliran udara yang disebabkan oleh Status sosial ekonomi yang rendah
abnormalitas pada saluran napas atau alveoli yang berhubungan dengan meningkatnya risiko
biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan terjadi PPOK. Walaupun belum terlalu jelas
terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1 mekanismenya, apakah karena paparan polutan
baik indoor maupun outdoor dan status nutrisi
EPIDEMIOLOGI yang jelek serta faktor lain yang berhubungan
Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas dengan kejadian PPOK.
PPOK bervariasi antar negara. PPOK disinyalir 5. Penyakit lain yang menyertai
merupakan salah satu penyebab utama morbiditas Dari suatu penelitian pada Tucson
dan mortalitas di dunia yang mengakibatkan Epidemiologi Study of Airway Obstructive
Disease disebutkan bahwa orang dewasa dengan
asma akan mengalami 12 kali lebih tinggi risiko
menderita PPOK.
6. Infeksi
Infeksi viral maupun bakteri memberikan
dampak terhadap patogenesis dan progresivitas
PPOK. Kolonisasi bakteri berhubungan dengan
terjadinya inflamasi pada saluran pernapasan
sehingga memberikan peranan yang penting
terhadap terjadinya eksaserbasi. Infeksi virus
juga dihubungkan dengan PPOK, dimana
kolonisasi virus seperti rhinovirus pada saluran
napas berhubungan dengan peradangan saluran
napas dan jelas sekali berperan pada terjadinya
eksaserbasi akut pada PPOK.8
Gambar 1. Patofisiologi PPOK.
Diagnosis
Patofisiologi
1. Anamnesis
Terdapat dua kondisi pada PPOK yang
Didapatkan riwayat pasien sesak napas
menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis
dengan atau tanpa bunyi mengi, batuk kronis
dengan hipersekresi mukus dan emfisema paru yang
disertai produksi sputum yang pada umumnya
ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang
sputum tersebut sulit untuk dikeluarkan, dan
udara mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti
umumnya mudah lelah. Perasaan rasa sesak
destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.2,5,6
napas dan dada terasa menyempit merupakan
Asap rokok dan iritasi saluran napas kronik karena
gejala non spesifik yang dapat bervariasi seiring
gas/zat berbahaya, mengaktifkan makrofag di
waktu yang dapat muncul pada seluruh derajat
traktus respiratorius yang mengeluarkan neutrophil
keparahan PPOK. Pasien memiliki riwayat
chemotactic factors, termasuk IL-8 dan LTB4. Sel-
merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
sel ini kemudian mengeluarkan enzim protease
gejala pernapasan, riwayat terpapar zat iritan di
yang merusak jaringan di parenkim paru,
tempat kerja, riwayat penyakit paru pada
mengakibatkan terjadinya emfisema dan juga
keluarga, adanya faktor predisposisi pada masa
menstimulasi hipersekresi mukus. Enzim protease
bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah,
secara normal dinetralkan oleh protease inhibitor
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
termasuk pula 1-antitripsin, SLPI, dan TIMP.
rokok dan polusi udara.9,10
Cytotoxic T cells (CD8) juga dapat berperan pada
2. Pemeriksaan Fisik
destruksi dinding alveoli. Fibroblas juga diaktivasi
Pada inspeksi dapat di temukan pursed-lip
oleh growth factors yang disekresi dari makrofag
breathing, barrel chest, penggunaan otot bantu
dan sel epitel.2,5,6
napas, hipertrofi otot bantu napas, pelebaran sela
Inflamasi dan fibrosis menyebabkan
iga, dan bila terjadi gagal jantung kanan terlihat
terjadinya penyempitan jalan napas sehingga
denyut vena jugularis leher dan edema tungkai,
menurunkan nilai FEV1 serta rasio FEV1/FVC.
penampilan pink puffer atau blue bloater. Saat
Destruksi parenkim mengakibatkan berkurangnya
palpasi didapatkan stem fremitus melemah dan
elastisitas recoil sehingga terjadi terjebaknya udara
sela iga melebar. Perkusi didapatkan suara
saat ekspirasi. Iritasi kronis jalan napas
hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
mengakibatkan hipertropi kelenjar submukosa
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
sehingga terjadi batuk produktif serta disfungsi
Saat auskultasi didapatkan suara napas vesikuler
silier yang mempersulit proses pengeluaran sputum
normal, atau melemah, terdapat ronki dan atau
(retensi sputum).
wheezing pada waktu bernapas atau ekspirasi
paksa, ekspirasi memanjang, dan bunyi jantung
terdengar jauh.9
Gambaran khas PPOK ada dua yaitu pink
puffer merupakan gambaran yang pada
emfisema yakni penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed-lips
breathing.. Pengukuran ekspansi respirasi
rongga dada juga dapat digunakan dalam
mendiagnosis dan evaluasi PPOK. Perbedaan
normal antara inspirasi dan ekspirasi adalah 3 –
7,5 cm dengan rata-rata 3.6 – 5.9 cm sedangkan
pada PPOK kurang dari 3 cm.
3. Pemeriksaan Penunjang REHABILITASI MEDIK PADA PENYAKIT
Pemeriksaan fungsi paru menggunakan PARU OBSTRUKTIF KRONIK
spirometer merupakan pendekatan paling Secara umum tujuan utama rehabilitasi
sensitif dibanding dengan pemeriksaan yang PPOK adalah mengembalikan kemandirian pasien
lain. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seoptimal
pemberian bronkhodilator terlebih dahulu untuk mungkin sesuai dengan perannya sebelum
menilai reversible atau tidaknya obstruksi yang mengalami PPOK, namun tercapainya tujuan
terjadi. Parameter pemeriksaan yang dilakukan penanganan rehabilitasi tersebut tentunya
pada pasien PPOK adalah:7,11 tergantung pada gangguan sesuai dengan tingkat
Forced Vital Capacity (FVC): jumlah udara keparahan PPOK yang dijumpai dan prognosis
maksimal yang dapat diekspirasikan selama pemulihan fungsional pasien.
forced maneuver.
Forced Expiration Volume in 1 second (FEV1): PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA
jumlah udara ekspirasi dalam 1 detik setelah PPOK
inspirasi maksimal. 1. Edukasi
FEV1/FVC: FEV1 ditampilkan dalam Pasien berhenti merokok dan
presentase terhadap FVC. menghindari pencetus, penggunaan obat,
Rasio FEV1/FVC normal berkisar antara tujuan/manfaat latihan dihubungkan dengan
75-80% bila terjadi penurunan nilai rasio patofisiologi penyakit. Strategi pernapasan
FEV1/FVC maka merupakan indikasi adanya optimal, prinsip konservasi energi &
gangguan aliran udara dan kemungkinan penyederhanaan kerja, pemakaian CPAP
merupakan PPOK. (continuous positive airway pressure) & LTOT
Pemeriksaan x-foto thorax pada emfisema (long term oxygen therapy).
terlihat gambaran hiperinflasi, ruang retrosternal 2. Breathing exercise dan latihan batuk efektif
melebar dan diafragma mendatar, jantung Latihan napas yang dianjurkan adalah
menngantung (jantung pendulum/tear drop/eye pursed lips breathing dan napas diafragma.
drop appearance).12 CT Scan resolusi tinggi Latihan napas diikuti dengan latihan batuk
untuk mendeteksi emfisema dini serta menilai efektif. Latihan batuk yang dapat dilakukan
jenis dan derajat emfisema atau bula yang tidak adalah coughing dan huffing namun
dapat terdeteksi oleh foto thorak polos. berdasarkan literatur, huffing lebih dipilih
Elektrokardiografi digunakan untuk mengetahui karena energy expanditure yang lebih sedikit
fungsi dan komplikasi jantung yang ditandai serta mencegah air trapping pada teknik
dengan hipertensi pulmonal dan hipertrofi coughing.
ventrikel kanan. Pemeriksaan mikrobiologi 3. Chest physiotherapy
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan Mobilisasi sekret dengan drainase postural
memilih terapi yang tepat karena infeksi saluran menggunakan teknik perkusi(clapping),
napas berulang.12 shaking, dan vibrasi. Setelah dilakukan
drainase postural, perkusi, shaking dan vibrasi,
DIAGNOSIS BANDING13 dilakukan pembersihan jalan napas dengan
Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial dan manuver batuk dan teknik huffing.
gagal jantung kronik dapat dilihat pada Tabel 1. Meningkatkan kelenturan otot-otot napas
sekunder, otot bahu, memperbaiki mobilitas
dinding dada dan koreksi postur bila perlu.
4. Latihan relaksasi
Latihan relaksasi digunakan untuk
menolong individu mengurangi stres kronis
yang dapat mengganggu fungsi organ tubuh
dengan jenis: Jacobson relaxation, deep
breathing, meditasi, relaxation using imagery.
5. Teknik Konservasi Energi
Posisi tubuh yang benar, penyesuaian
aktivitas dengan pola napas, perencanaan dan
prioritas aktivitas/kerja, pemakaian alat bantu
Tabel 1. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan jalan (bila perlu).
spirometri pada PPOK, asma bronkial dan gagal 6. Latihan rekondisi
jantung kronik Latihan jalan, sepeda statis, treadmill.
Beban disesuaikan dengan hasil uji latih, dapat
dengan beban tetap/ditingkatkan bertahap.
7. Terapi Oksigen
Terapi oksigen pada PPOK adalah UJI SEPEDA STATIS METODE
pemberian oksigen lebih dari 15 jam per hari. INCREMENTAL
Terapi ini dapat mengurangi sesak napas pada Metode ini lebih mampu dilaksanakan,
pasien PPOK dengan hipoksemi ringan ataupun dibandingkan steady state karena beban yang
tanpa hipoksemi. diberikan bertahap. Subjektif pasien terhadap rasa
8. Tindakan untuk mengontrol PPOK : gunakan sesak dinilai menggunakan modifikasi skala Borg.
obat-obat adekuat, mencegah eksaserbasi Beban yang diperoleh dari uji latih, akan menjadi
berulang, mempertahankan ambulasi dan panduan latihan rekondisi.25 Uji latih
aktivitas semaksimal mungkin, asupan nutrisi incremental/symptom limited test dengan ergometer
optimal, antisipasi komorbid dan melakukan sepeda encycle.26
rujukan yang lebih kompeten.14
9. Tindakan untuk pencegahan eksaserbasi dan TREADMILL
perburukan PPOK : hindari asap rokok, hindari Treadmill merupakan salah satu alat
polusi udara, dan hindari infeksi napas ergometer yang paling sering digunakan. Ergometer
berulang.14 adalah alat olahraga yang intensitas kerjanya dapat
10. Terapi farmakologi18 dikontrol dan diukur.27,28 Prinsip kerja treadmill
- Bronkodilator ditandai oleh adanya peningkatan pada setiap
- Methylxanthine kemiringan yang dinyatakan sebagai persen (%),
- Kortikosteroid kecepatan treadmill atau keduanya. Derajat
- Phosphodiesterase-4 inhibitor kemiringan menunjukkan jumlah elevasi jarak
- Terapi Farmakologis Lain18 seperti vaksin dengan menggunakan satuan kaki (feet) untuk
pneumococcus, Alpha-1 Augmentation setiap 100 kaki jarak perjalanan. Sensitivitas
therapy, Antibiotik, Mukolitik dan treadmill test untuk diagnosis Coronary Artery
antioksidan, Immunoregulators, Antitusif, Disease (CAD) sebesar 69% dan spesifisitasnya
Vasodilator, Narkotik (morfin) sebesar 77%.27,28

UJI LATIH PADA PPOK UJI JALAN 6 MENIT.25


Uji latih pada pasien paru dapat menggunakan American thoracic society (ATS)
field test maupun dengan sepeda statis atau merekomendasikan sebagai tolok ukur pada
treadmill. Uji jalan 6 menit merupakan uji latih gangguan paru sedang hingga berat dan dapat
sederhana namun dengan bukti kuat dapat menjadi dipergunakan sebagai pengukuran status fungsional.
ukuran latihan, parameter perbaikan kualitas paru, Uji jalan mencerminkan status fungsional, karena
bahkan menjadi prediktor mortalitas. Prediksi jarak berjalan mencerminkan aktivitas kehidupan sehari-
tempuh, metabolic equivalent (MET) menjadi acuan hari. Panduan yang digunakan di Departemen
klinis pengukuran perbaikan kapasitas latihan dan Rehabilitasi Medik merupakan panduan yang
tingkat aktivitas fisik pasien.3 dianjurkan Paul L. Enright. Pasien berjalan dengan
Manfaat uji latih : kemampuannya, Karena pacuan akan memberikan
 Diagnostik : membantu diagnosis penyakit. Tes kenaikan jarak 30%, sehingga tidak mencerminkan
residual iskemik pada gejala berulang. kehidupan sehari-hari. Pada aplikasinya dilakukan
 Prognostik : mampu mengelompokkan penyakit evaluasi derajat sesak menggunakan modifikasi
berdasarkann tingkat keparahan dan risiko. skala Borg.
 Fungsional : penentuan dosis latihan dan
mengukur kapasitas fungsi saat istirahat atau PERESEPAN LATIHAN PADA PPOK
respon uji latih.19 Prinsip utama peresepan latihan.34
Komponen penting dari peresepan latihan
CYCLE-ERGOMETER secara sistematis dan diindividualisasi melibatkan
Cycle-ergometer mempunyai beberapa cara yang sesuai, intensitas, durasi, frekuensi, dan
keuntungan, antara lain: lebih murah; membutuhkan kemajuan dari aktivitas fisik. Resep latihan optimal
sedikit ruang; relatif tidak berisik; pengukuran HR, yang bersifat individual, ditentukan dari suatu
TD dan EKG lebih mudah karena lengan dan dada evaluasi yang objektif dari respons individu
pasien relatif lebih stabil (tidak banyak gerakan); terhadap latihan, termasuk pengamatan denyut
dan memungkinkan pasien untuk menghentikan jantung, tekanan darah, rating of perceived exertion,
latihan setiap waktu. Karena merupakan latihan respons latihan yang subjektif, elektrokardiogram,
yang non-weight bearing, cycle-ergometry lebih dan kapasitas fungsional yang diukur selama uji
cocok untuk pasien-pasien dengan instabilitas latihan bertingkat. Resep latihan sebaiknya
ambulatorik dan keterbatasan ortopedik,5 serta dikembangkan dengan pertimbangan yang seksama
pasien dengan obesitas dan klaudikasio tungkai tentang status kesehatan individu (termasuk
bawah.22 pengobatan), profil faktor risiko, karakteristik
tingkah laku, tujuan pribadi, dan selera latihan.
Latihan olahraga merupan komponen kunci
program rehabilitasi paru. Manfaat pelatihan dibandingkan dengan kelompok yang
olahraga yang telah dicatat pada penderita penyakit dilatih di bawah AT. Walaupun demikian,
pernapasan meliputi : 35,36 penting untuk mengenali bahwa banyak
 Peningkatan kapasitas dan/atau daya tahan pasien dengan PPOK berat tidak bisa
fungsional. mencapai asidosis metabolik selama GXT,
 Peningkatan status fungsional. selain pasien lain bisa mengakumulasi
 Berkurangnya keparahan dispnea. laktat sejak awal latihan.
 Perbaikan kualitas hidup.  Latihan pada intensitas yang mendekati
maksimal.
Peresepan Latihan Prinsip latihan olahraga berintensitas
1. Cara Latihan tinggi, didasarkan pada observasi pasien
Semua cara pelatihan aerobik yang dengan PPOK sedang sampai berat bisa
melibatkan kelompok otot besar merupakan menahan ventilasi pada persentase volume
model yang sesuai untuk penderita penyakit ventilasi maksimal per menit (MVV) yang
paru. Sangat dianjurkan untuk melakukan tinggi. Dalam suatu studi, 52 pasien dilatih
kegiatan berjalan karena merupakan dasar daya pada intensitas 92% VO2peak dari awal
penggerak dan kegiatan ini ada di sebagian besar treadmill GXT maksimal. Mekipun
aktivitas hidup sehari-hari. Cara alternatif sebagian besar individu hanya bisa
latihan meliputi penggunaan ergometri sepeda menahan intensitas ini selama beberapa
dan medayung.35,36 menit, daya tahan mereka jelas meningkat
2. Frekuensi setelah beberapa waktu. Sebagai suatu
Frekuensi latihan minimal yang kelompok, pasien menunjukkan
dianjurkan adalah 3 sampai 5 hari per minggu. peningkatan dalam waktu latihan dan
Untuk beberapa individu, jadwal latihan setiap dilaporkan berkurangnya kesulitan bernapas
hari harus fleksibel dan mecakup waktu untuk dan kelelahan. Yang menarik adalah pasien
pemulihan. Individu dengan kapasitas mencapai AT selama GXT awal atau tidak,
fungsional yang rendah membutuhkan frekuensi tidak mempunyai pengaruh pada efektifitas
latihan yang lebih tinggi (misalnya setiap hari) latihan tersebut.
untuk mendapatkan hasil yang optimal. 35,36  Penggunaan tingkatan dispnea untuk
3. Intensitas menentukan intensitas
Strategi pengaturan intensitas latihan untuk Target tingkatan dispnea adalah tiga
penderita penyakit paru. 35,36 (sedang) untuk latihan olahraga pada suatu
 Latihan pada VO2puncak 50% intensitas 50% VO2peak dan enam (antara
Intensitas ini merupakan intensitas berat dan sangat berat) untuk latihan pada
minimal dan dilakukan secara konsisten intensitas 85%VO2peak pada contoh ini.
yang dianjurkan untuk orang dewasa yang Studi pendahuluan menunjukkan bahwa
kelihatannya sehat. Karena mayoritas pasien dengan PPOK bisa mencapai target
pasien dengan penyakit paru sedang sampai Vo2 dalam 15%, berdasarkan pada
yang berat tidak terkondisi, latihan pada tingkatan dispnea yang diperoleh dari GXT
intensitas ambang ini untuk perbaikan terdahulu. Seperti pada penggunaan RPE,
kapasitas aerobik harus meningkatkan keakuratan penggunaan skala tingkatan
prestasi latihan pada pasien dengan PPOK. dispnea untuk menentukan intensitas yang
Sebagai tambahan, harus diantisipasi bahwa lebih tinggi. Pendekatan ini menyediakan
ketaatan berlatih dapat ditingkatkan dan petunjuk yang spesifik dan mudah diukur
risiko kecelakaan berkurang pada intensitas untuk pasien dengan pemantauan mandiri
latihan sedang ini. terhadap intensitas kesulitan bernapasnya
 Latihan pada intensitas di atas ambang selama latihan rutin. Penggunaan tingkatan
anaerobik (AT) dispnea selama latihan dapat menanamkan
Pemikiran rasional untuk pendekatan pemahaman pasien bahwa mengalami
ini adalah bahwa ventilasi per menit (VE) dispnea selama latihan olahraga adalah hal
bisa dikurangi setelah latihan olahraga, yang wajar dan bisa diterima.
karena intensitas latihan cukup untuk 4. Durasi
mengakibatkan asidosis metabolik. Dalam Tujuan minimal durasi latihan adalah
suatu penelitian tentang pasien yang dirawat 20 sampai 30 menit aktivitas yang terus-
di rumah sakit dengan PPOK ringan, terjadi menerus, untuk banyak pasien dengan
perubahan-perubahan yang besar dan berarti penyakit pernapasan kronis durasi ini
dalam variable latihan, termasuk mungkin tidak bisa dicapai pada awal
pengurangan VE dan laktat, dalam suatu program latihan olahraga. Oleh karena itu,
kelompok pasien yang berlatih di atas AT beberapa pasien hanya bisa melakukan
latihan pada intensitas khusus selama
beberapa menit karena dispnea, rasa tidak ekspirasi bersamaan dengan gerakan lengan
nyaman pada kaki, atau gejala-gejala lain. yang membutuhkan tenaga paling besar.
Latihan intermiten, yaitu periode latihan Frekuensi : 3-5 hari/minggu.38
istirahat yang berulang, diperlukan untuk Tujuan : Meningkatkan kekuatan otot, terutama
periode pelatihan awal sampai pasien bisa otot ambulasi dan otot anggota gerak atas yang
mempertahankan usaha fisik. berperan dalam AKS.
Mode : 2-4 set yang masing-masing terdiri atas
Latihan pada penderita PPOK. 6-12 kali pengulangan gerakan.
1. Latihan Aerobik / Ketahanan Kardiorespirasi 38 Intensitas : 50-85% dari pengulangan
Dosis latihan diberikan berdasarkan hasil maksimal. Naikkan 2-10% bertahap sesuai
uji latih. toleransi pasien.
Frekuensi : Minimal 3-5 hari per- minggu.39 Kecepatan : Sedang : 1-2 detik konsentrik, 2-3
Intensitas : Untuk pasien dengan PPOK, detik eksentrik.
intensitas latihan derajat berat (60%–80% dari 3. Latihan Otot Pernapasan atau Respiratory
peak work rates) dan ringan (30%–_40% dari Muscle Training (RMT).
peak work rates) yang direkomendasikan. RMT ialah suatu teknik latihan yang
Durasi : Seseorang dengan PPOK derajat bertujuan untuk meningkatkan fungsi dari otot
sedang sampai berat dapat melakukan latihan pernapasan melalui latihan dengan cara khusus.
hanya pada intesitas tertentu selama beberapa Hal ini terdiri dari serangkaian latihan,
menit awal latihan hingga pasien dapat pernapasan dan beberapa lainnya, untuk
mentoleransi latihan pada intensitas dan durasi meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot-
aktivitas yang lebih tinggi dibanding otot pernapasan yang akhirnya dapat
sebelumnya. Latihan intensitas berat dengan meningkatkan fungsi respirasi. Bernapas lebih
durasi pendek diselingi dengan periode istirahat dalam menggunakan lebih sedikit energi tetapi
(interval training) dapat dilakukan pada pasien- juga memungkinkan lebih banyak oksigen
pasien PPOK tersebut, dengan hasil penurunan masuk ke aliran darah dengan setiap napas
skor simptom. sambil memperkuat otot-otot pernapasan.40
Jenis latihan : berjalan dan atau bersepeda. RMT dapat terdiri dari Latihan Otot
Pelaksanaan latihan dilakukan dengan Inspirasi/Inspiratory Muscles Training (IMT)
bantuan sepeda statis, treadmill, atau berjalan. atau Latihan Otot Ekspirasi/Expiratory
Latihan dilakukan dengan metode interval atau Muscles Training (EMT) atau kombinasi
kontinu.38 keduanya. dengan adanya rangsangan latihan
- Latihan Ketahanan Kontinu. otot-otot pernapasan akan muncul adaptasi
Bentuk : Kontinu terhadap struktur dan fungsi otot-otot
Intensitas : Awalnya 60-70 % intensitas yang pernapasan yang spesifik. Adaptasi tersebut
didapat dari uji latih. Beban ditingkatkan antara lain adaptasi struktural dimana terjadi
secara bertahap 5-10 % selama pasien masih perubahan dalam tipe serat otot, area serat-
dapat beradaptasi hingga mencapai intensitas lintang(hipertrofi) dan ketebalan otot dan
80-90%. adaptasi fungsional yang membantu perbaikan
Durasi : Awalnya 10-15 menit pada 3-4 sesi dalam kekuatan, kecepatan, daya kerja, daya
prtama, naikkan secara bertahap hingga tahan, puncak aliran inspirasi(peak inspiratory
mencapai 30-40 menit. flow), tekanan inspirasi dan tekanan ekspirasi
- Latihan Ketahanan Interval. maksimal. RMT juga akan mengoptimalkan
Bentuk : Interval 20 detik olahraga, 30 detik distribusi aliran darah, menurunkan kelelahan
istirahat atau 20 detik olahraga, 40 detik sentral, menurunkan upaya pernapasan dan
istirahat. mekanisme perifer.42,43
Intensitas : Awalnya 80-90% intensitas pada - Inspiratory Muscle Training (IMT)
80-90% intensitas pada 3-4 sesi pertama, Latihan IMT dimulai dengan latihan
tingkatkan beban 5-10% selama pasien dasar. Latihan dasar terdiri dari pernapasan
masih dapat toleransi, lalu naikkan secara diafragma dan pola pernapasan yang baik.
bertahap hingga mencapai 100%. Latihan ini dapat dilakukan selama 6 minggu
Durasi : Awalnya 15-20 menit pada 3-4 sesi sebelum pindah ke pelatihan fungsional
pertama, naikkan secara bertahap hingga 45- berikutnya.43 Latihan dilakukan dengan
60 menit, termasuk waktu istirahat. mengkontraksikan otot-otot inspirasi
2. Latihan Kekuatan / Resistensi otot perifer. berulang-ulang dalam intensitas rendah
Latihan ini bisa dilakukan dengan dengan tujuan meningkatkan daya tahan otot.
menggunakan resistensi manual atau dengan Latihan ini dapat dilakukan dengan dua cara,
beban ringan (1 sampai 2kg). semua pasien yaitu dengan normocapnic hyperpnea (NCH)
harus didorong untuk mengatur pernapasan saat dan latihan ambang pembebanan (threshold
menggerakkan ekstremitas atas, biasanya loading). Pada latihan NCH, pasien diminta
untuk bernapas pada proporsi yang tinggi dari atau sama dengan 55 mmHg atau SaO2%
(>60%) dari ventilasi volunter maksimal kurang dari atau sama dengan 88% saat menghirup
selama 15-20 menit. udara ruangan.
Latihan ambang pembebanan (threshold
loading) adalah latihan dengan tipe Latihan otot inspirasi resistif (RIMT)35
penguatan. Pada latihan ambang pembebanan RIMT dipertimbangkan pada atau setelah
(threshold loading) pasien bernapas melalui program latihan olahraga. Indikasi utama RIMT
sebuah mouthpiece dengan beberapa adalah :
pengaturan yang diameternya dapat diatur.  Pasien yang masih mengalami gejala dan
Pasien menghirup melawan beban dengan terbatas secara fungsional meskipun sudah
usaha maksimum sesuai intensitas. Inspirasi menjalani terapi yang optimal.
dan ekspirasi sekuat mungkin selama setiap  Pasien dengan penurunan kekuatan otot
napas. Durasi dari latihan ini adalah 15 pernapasan.
menit, dua kali sehari pagi dan sore dengan  Tidak adanya hiperinflasi berat pada radiografi
rentang tidak kurang dari 6 jam terpisah. dada.
Frekuensi latihan sebanyak 5-7x seminggu. Frekuensi : minimum 4 sampai 5 hari per minggu.
Intensitas latihan mulai dari paling rendah Intensitas : PImax 25 sampai 35% diukur pada
30% dari PImax hingga 50-80% Pimax. kapasitas residu fungsional (FRC)
Rekomendasi ACSM untuk latihan otot Durasi : dua sesi 15 menitan atau satu periode 30
inspirasi.39 menitan per hari. Jika tidak bisa, intensitas bisa
Frekuensi : minimum 4 sampai 5 hari per dikurangi.
minggu.
Intensitas : PImax 25 sampai 35% diukur pada - Expiratory Muscle Training (EMT)
kapasitas residu fungsional (FRC) Latihan expiratory muscle training
Durasi : dua sesi 15 menitan atau satu periode dilakukan dengan menggunakan manuver
30 menitan per hari. Jika tidak bisa, intensitas ekspirasi yang eksplosif dan kontraksi otot
bisa dikurangi. abdominal intensitas rendah. Manuver ini
Mode : Latihan otot inspirasi resistif, threshold hampir mirip dengan gerakan menyerupai
loading dan normocapnic hyperpnea. batuk ataupun manuver Valsalva. Latihan
expiratory muscle training dapat diberikan
berupa latihan endurance maupun latihan
penguatan. Contoh latihan endurance adalah
latihan kontinuus selama 30 menit dengan
intensitas 15-45% PEmax. Sedangkan contoh
latihan penguatan adalah berupa latihan 15 kali
manuver Valsalva dengan intensitas 60%
PEmax. Kedua latihan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat resitstensi ekspirasi seperti
threshold loading.43

DAFTAR PUSTAKA
Gambar 2. Normocapnic hyperpnea

Intensitas dan durasi latihan bergantung 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam:
kepada respon dan toleransi pasien. Pada banyak Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
kasus, munculnya gejala, khususnya dispnea / sesak Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
napas seringkali menggantikan metode objektif dari Indonesia, 2003
protokol latihan. Metode tradisional untuk 2. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung
memantau intensitas latihan adalah dengan Disease. Global Strategy for The Diagnosis,
mengukur denyut jantung. pendekatan alternatif Management, and Prevention of Chronic
terhadap denyut jantung yaitu dengan menggunakan Obstructive Pulmonary Disease (Update 2013).
penilaian (rating) dispnea yang didapatkan dari 3. Wahyuni LK, Tulaar ABM. Terapi Latihan.
GXT sebagai target intensitas untuk latihan. Perdosri. Jakarta. 2016: 286-310.
Penilaian dispnea (rating) antara 3 (sesak napas 4. Kenney WL. Uji latih klinis dalam ACSM’S
derajat sedang) hingga 5 (sesak napas derajat berat) Guidelines for Exercise Testing and
pada skala 0 hingga 10 merupakan intensitasi Prescription. Edisi 5. 2004: 89
latihan yang direkomendasikan pada pasien dengan
PPOK derajat sedang hingga berat. Suplemen 02
diindikasikan untuk pasien dengan PaO2 kurang
5. Tan J. Chronic Pulmonary Problems. In: New York: A Wiley Medical Publication,
Practical Manual of Physical Medicine and 1998: 149 – 202
Rehabilitation. Mosby. St.Louis,1998:665-707. 23. Fletcher GF, Balady G, Froelicher VF, hartley
6. Currie GP. ABC of COPD. Blackwell LH, Haskell WL, Pollock ML. Exercise
Publishing, 2007. standards: a statement for health care
7. Lenfant C, Barnes PJ. Chronic Obstructive professionals from the american heart
Pulmonary Disease: Cellular and Molecular association. Circulation 1995; 91:580.
Mechanisms. Taylor & Francis. 2005 24. Alexander RW, Pratt CM, Ryan TJ, Roberts R.
8. Bolton CE, et al. British Thoracic Society Diagnosis and management of patients with
Guideline on Pulmonary Rehabilitation in acute myocardial infarction. In: Fuster V,
Adults. BMJ Publishing Group. 2013. Alexander RW, O’rourke RA, eds. Hurst’s the
heart. 10th ed. New York: McGraw-Hill, 2001:
9. Tabatabai RR, Gruber PF. Chronic Obstructive
1275 – 1342.
Pulmonary Disease. Elsevier. 2018.
25. Nuri N. Kumpulan Makalah Rehabilitasi
10. Gentry S, Gentry B. Chronic Obstructive
Respirasi. PPDS IKFR FK UI. Jakarta. 2018:
Pulmonary Disease: Diagnosis and 20-35.
Management. Elsevier. 2018
26. Nuri N. Panduan Makalah Rehabilitasi
11. Han KM, Lazarus SC. COPD: Clinical
Respirasi. PPDS IKFR FK UI. Jakarta. 2018:
Diagnosis and Management. Elsevier.2018 12-55.
12. Alfonso JD, Allred DB, Eapen BC. Chronic 27. Benjamin E.J, Virani SS, et al. American Heart
Medical Conditions: Pulmonary Disease, Association Council on Epidmiology and
Organ Transplantation, and Diabetes. Elsevier. Prevention Statistics Committee and Troke
2018. Statistics Subcommittee. Heart disease and
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik stroke statistics. Circulation.2018
Indonesia Nomor 1022/Menkes/Sk/XI/2008 28. Fletcher GF, Ades PA, Kligfield P, Arena R,
Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Balady GJ, Bittner VA, et al. Exercise standars
Obstruktif Kronik. for testing and training: a scientific statement
14. Kurikulum dan Modul Pelatihan Layanan from the American Heart Association.
Rehabilitasi Medik. Perdosri. 2016: 217-22 Circulation. 2013;128(8):873-934.
15. Celli R Bartolome. Treatment of the Stable 29. Ascoop CAPL, van Zeijl LGPM, Pool J,
Patient with Chronic Obstructive Pulmonary Simmons ML. Cardiac testing –I indications,
Diasease. Elsevier. 2018 staff, equipment, conduct and procedures.
16. Gonzales P, Cucurullo S. Pulmonary, Cardiac 30. Froelicher VF, Myers J. Manual of Exercise
and Cancer Rehabilitation. In: Cucurullo S: Testing. 3rd ed. Philadelphia: Mosby Elsevier;
Physical Medicine and Rehabilitation Board 2007.
Review. 3rd ed. Demos Med New York, 2015: 31. Froelicher VF, Quaglieti S. Handbook of
657-75. Exercise Testing. Boston: Little, Brown and
17. Holmes SA. Pulmonary Rehabilitation. Company; 2006.
Garisson SJ, in Handbook of Physical 32. Cooper CB, Abrazado M. Development and
Medicine and Rehabilitation, 2nd ed. implementation of treadmill exercise testing
Lippincott William and Wilkins. Philadelphia; protocols in COPD. International Journal of
2003: 261-69. Chronic Obstructive Pulmonary Disease
18. Arto Yuwono Soeroto, Hendarsyah 2010:5 375–385.
Suryadinata. Ina J Chest Crit and Emerg Med | 33. Wirawan RP, Wahyuni LK, Hamzah K.
Vol. 1, No. 2 | June - August 2014 Asesmen Dan Prosedur Kedokteran Fisik dan
19. Basuni DT, Putra HL. Rehabilitasi Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2012: 86-96.
Kardiovaskuler. Perdosri. 2016 : 50. 34. Kenney WL. Prinsip utama peresepan latihan
20. Ashley EA, Froelicher V. The post myocardial dalam ACSM’S Guidelines for Exercise
infarction exercise test: still worthy after all Testing and Prescription. Edisi 5. 2004: 133
these years. Eur Heart J 2001; 22: 273 – 6. 35. Kenney WL. Peresepan latihan untuk penderita
21. Foss ML, Keteyian SJ. Fox’s physiological penyakit paru dalam ACSM’S Guidelines for
basis for exercise and sport.6th ed. Boston: Exercise Testing and Prescription. Edisi 5.
WCB/ McGraw-Hill Companies, 1998: 214 – 2004: 168
47 36. Riebe D. Exercise prexcription in ACSM’S
22. Hellerstein HK, Franklin BA. Exercise testing Guidelines for Exercise Testing and
and prescription. In: Wenger NK, Hellerstein prescription. Edisi 9. 2014: 162-9.
HK, eds. Rehabilitation of the coronary patient.
37. Tulaar ABM, Wahyuni LK, Wirawan RP.
Layanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
Perdosri. 2013 : 39-42.
38. Tulaar ABM. IImu kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Perdosri. Jakarta. 2016.
39. Pescatello LS. Exercise prexcription for
populations with other chronic diseases and
health conditions in ACSM’S Guidelines for
Exercise Testing and Prescription. Edisi 9.
2014: 334-8.
40. McConnell,A. Inspiratory Muscle Training:
History and Putative Mechanism. Frontiers in
Sport and Exercise Science and Medicine
Seminar on Inspiatory Muscle Training, Centre
for Sports Medicine and Human Performance,
Brunei University, April 2013.
41. McConnell, A. Functional Benefits of
Respiratory Muscle Training. Chapter 4 in:
Respiratory Muscle Training: Theory and
Practice. Elsevier,2013.
42. Illi SK, Held U, Frank I, Spengler CM. Effect
Of respiratory Muscle Training on Exercise
Performance in Healthy Individuals: A
Systemic Review and Meta-analysis. Sports
Med. 2012 Aug 1;42(8): 707-24.
43. McConnell, A. Implementing Respiratory
Muscle Training. Chapter 6 in: Respiratory
Muscle Training: Theory and Practice.
Elsevier,2013.

Anda mungkin juga menyukai