Anda di halaman 1dari 12

Perspektif Terkini terhadap Penyakit Paru Obstruktif Kronis : Review Literatur

Erica Gilda Simanjuntak a, Abigail Serepina


Departmen Anastesiologi , Fakultas Kedokteran , Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
Indonesia

998
Latar Belakang Tobacco Control Alliance (SEATCA)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis menunjukkan Indonesia merupakan negara
(PPOK) merupakan penyakit pada paru yang dengan jumlah perokok terbanyak di Asean,
ditandai dengan adanya obstruksi kronik yakni 65,19 juta orang. Angka tersebut setara
pada aliran udaha di paru paru yang 34% dari total penduduk Indonesia pada
mengganggu pernapasan normal dan bersifat 2016. 8 Hal ini menunjukkan terjadinya
irreversibel. Pengertian umum seperti peningkatan jumlah perokok di Indonesia
bronkitis kronis dan emfisema sudah tidak dari tahun ke tahun yang memungkinkan
digunakan, namun kedua hal ini dimasukkan angka kejadian PPOK juga akan ikut
sebagai diagnosis PPOK.1 PPOK berkaitan meningkat. Hal ini mengakibatkan PPOK
dengan inflamasi pada parenkim paru yang lama kelamaan akan menjadi suatu beban
terjadi secara terus menerus mengakibatkan medis di Indonesia. Oleh karena itu,
keterbatasan fungsi aliran napas yang terjadi dibutuhkan suatu padangan terkini yang
secara kronis dan bersifat ireversibel. PPOK menyeluruh mengenai kejadian PPOK
merupakan penyebab kematian nomor 4 di sehingga memungkinkan untuk melakukan
dunia pada 2018, dimana terjadi peningkatan intervensi sedini mungkin untuk menekan
kasus kematian akibat PPOK di tahun 2020 angka kejadian PPOK.
yang mengakibatkan PPOK menjadi
penyakit penyebab kematian no 3 di dunia.2 Diskusi
PPOK merupakan penyakit dengan beban Definisi PPOK
medis dan beban ekonomi yang tinggi Menurut Global Initiative for Chronic
terutama pada negara-negara berkembang. Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK
Penelitian oleh Zhu et al di China adalah penyakit dengan karakteristik
menunjukkan bahwa perawatan PPOK hambatan saluran napas yang tidak
membutuhkan tenaga kerja yang lebih sepenuhnya reversible dan biasanya progresif
banyak dan biaya kesehatan yang lebih dan berhubungan dengan respons inflamasi
besar.3 dikarenakan bahan yang merugikan. 1
PPOK merupakan hasil dari Hambatan pada saluran napas terjadi akibat
ketidakseimbangan proses inflamasi dan anti adanya perubahan struktur saluran napas
infamasi, protease-anti protease, oksidan- yang disebabkan oleh kerusakan parenkim
antioksidan dan apoptosis pada jaringan paru dan fibrosis pada jaringan paru. PPOK
dalam waktu lama yang diakibatkan oleh merupakan suatu penyakit dengan banyak
paparan zat berbahaya dan beberapa faktor komponen dan ditandai oleh terjadinya
dari host sendiri berupa genetik, Respon hipersekresi mukus, penyempitan jalan napas,
jaringan paru yang berlebihan dan gangguan dan kerusakan alveoli paru-paru.
pertumbuhan paru di masa kecil.4,5 Merokok
merupakan faktor resiko yang paling sering Epidemiologi PPOK
mengakibatkan PPOK. hal ini sejalan dengan Data prevalensi PPOK pada populasi
penelitian kohort di swedia yang melaporkan dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara
bahwa 50% perokok akan memiliki PPOK di di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalensi
kemudian hari.6 Data Riskesdas PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9%
menunjukkan terjadinya peningkatan pada individu berusia diatas 45 tahun. Data
proporsi perokok usia dewasa di penelitian lain menunjukkan prevalens
Indonesiadari 34,2% pada tahun 2007 dan PPOK bervariasi dari7,8%-32,1% di
34,7% pada tahun 2010 menjadi 36,3% pada beberapa kota Amerika Latin. Prevalens
tahun 2013.7 Laporan Southeast Asia PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%,yang

999
terendah 3,5 % di Hongkong dan Singapura b. Paparan zat berbahaya di tempat kerja
dan tertinggi 6,7% di Vietnam. The Global American Thoracic Society (ATS)
Burden of Disease Study melaporkan terdapat mengemukakkan bahwa 20% kasus
251 juta kasus PPOK pada 2016. Secara PPOK dapat diakibatkan oleh
global, diperkirakan terdapat 3.17 juta paparan zat-zat beracun saat bekerja.
kematian akibat PPOK pada 2015 dan Beberapa penelitian lain juga
menyumbang 5% angka kematian global. menunjukkan bahwa paparan uap air,
Lebih dari 90% kasus kematian PPOK terjadi gas berbahaya, debu, dan uap
pada negara-negara berpenghasilan rendah. 9 berkaitan dengan perkembangan
Data di Indonesia berdasarkan Riset PPOK. Sektor pekerjaan yang paling
Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS), sering terkena PPOK adalah sector
prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. pertambangan, konstruksi,
Angka kejadian penyakit ini meningkat pengeboran, pengelasan, dan
dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi tekstil.11,13
pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan c. Infeksi saluran napas berulang
(3,3%).10 Infeksi saluran respirasi telah diteliti
sebagai faktor risiko potensial dalam
Faktor Resiko PPOK perkembangan dan progresivitas
PPOK merupakan penyakit saluran napas PPOK pada orang dewasa, terutama
yang terjadi secara progresif diakibatkan oleh infeksi saluran napas bawah berulang.
beberapa faktor resiko. Secara umum resiko Infeksi saluran respirasi pada masa
terjadinya PPOK terkait dengan banyaknya anak-anak juga telah dinyatakan
parikel gas berbahaya yang dihirup oleh sebagai faktor predisposisi potensial
seorang individu selama hidupnya serta pada perkembangan akhir PPOK.
berbagai faktor dari dalam individu tersebut d. Defisiensi α1‐tripsin
seperti perkembangan paru, proses penuaan Defisiensi α1‐tripsin merupakan
paru , serta penurunan fungsi paru. 11 kondisi dimana terjadi mutase dari
a. Asap Rokok α1‐ATZ.14 Terdapat hubungan yang
Asap rokok merupakan faktor resiko erat dari defisiensi alpha-1 antitripsin
yang paling sering mengakibatkan dengan kejadian PPOK dikarenakan
PPOK dimana sekitar 50% perokok terjadinya ketidakseimbangan
akan menderita PPOK di kemudian proteinase dan antiproteinase. 15
hari. Nikotin merupakan alkaloid
poten yang masuk ke tubuh saat Patofisiologi PPOK
seseorang merokok dan akan Peningkatan respon inflamasi akibat pajanan
menstimulasi reseptor nikotinik gas beracun dari asap rokok maupun polutan
mengakibatkan suatu mekanisme merupakan patogenesis PPOK. Pajanan gas
yang kompleks. Makrofag diaktifkan beracun akan mengakibatkan stress seluler
oleh nikotin dengan cara melepas pada saluran napas dan dikombinasikan
faktor kemotatik neutrogil sepertil dengan respon sel secara alami
Leukotrien B dan Interleukin (IL-8). mengakibatkan kerusakan pada jaringan paru.
Neutrofil dan makrofag kemudian 16
Sel inflamasi utama pada PPOK berupa
akan melepaskan beberapa proteinase neutrophil, makrofag dan limfosit. Sitokin
yang akan mendestruksi jaringan di proinflamasi TNF-, IL-1, IL-8, dan IL-6
parenkim paru dan menstimulasi meningkat jumlahnya pada pasien-pasien
pembentukan mukus. 12 PPOK melalui aktivasi faktor transkripsi NF-

1000
k. Sitokin IL-8 merupakan mediator kemudian berkembang menjadi terus-
inflamasi paling kuat yang akan menarik menerus. Batuk dapat disertai dahak maupun
neutrophil ke dalam paru. 4, 17 Pengeluaran tidak. 2,21 Produksi sputum pada saluran
IL-8 di induksi oleh sel BEAS 2B akan napas dapat dipicu oleh transformasi faktor
meningkat sejalan dengan peningkatan kadar pertumbuhan β1 yang juga diperkirakan
sitokin dalam jaringan paru. Pengeluaran mengakiban remodelling dari saluran
mediator-mediator inflamasi seperti pernapasan. Evaluasi sputum pada pasien
leuktorien B4 (LTB4) dan interleukin (IL)-8 biasanya sulit dilakukan dikarenakan
secara terus menerus akan meningkatkan kebanyakan pasien akan menelan dahaknya.
aktivasi neutrophil ke dalam jaringan paru. Meskipun pemeriksaan fisik
Pelepasan protease tersebut akan merupakan pemeriksaan yang penting
mengakibatkan kerusakan pada jaringan- dilakukan, pemeriksaan fisik memiliki nilai
jaringan di sekitar paru, mengakibatkan paru- spesifitas dan sensitivitas yang rendah.
paru kehilangan elastisitasnya dan Beberapa tanda klinis biasanya tidak muncul
hipersekresi mukus. 18 sampai terjadi gangguan yang signifikan
pada fungsi paru. Tanda-tanda fisik klinis
Penegakan Diagnosis PPOK dapat muncul pada kasus PPOK, namun
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan ketidakberadaan tanda-tanda tersebut tidak
berdasarkan temuan klinis (anamnesis dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis
pemeriksaan fisik) dan dibantu dengan PPOK. 2
pemeriksaan penunjang. Diagnosis PPOK Pemeriksaan penunjang yang dapat
mulai dipertimbangkan pada pasien-pasien dilakukan untuk menegakkan diagnosis
yang datang dengan Dyspneu yang terjadi PPOK adalah pemeriksaan spirometri. 2,22
secara progresif dan persisten, batuk lama, Spirometri merupakan pemeriksaan
dan produksi dahak yang disertai dengan digunakan untuk menilai kapasitas paru-paru.
riwayat paparan faktor-faktor resiko dari Pemeriksana spirometri merupakan standar
PPOK. Penegakan Diagnosis PPOK melalui baku emas untuk mendeteksi dan menilai
anamnesis sendiri merupakan hal yang masih obstruksi pada saluran pernapasan.
diperdebatkan dan terdapat perbedaan Spirometri digunakan untuk mengukur
pendapat antara guideline GOLD dan NICE. volume maksimal udara yang dikeluarkan
2,19 setelah inspirasi maksimal, atau disebut
. Dyspneu merupakan tanda kardinal dari
PPOK dan pasien menggambarkan keluhan Forced vital capacity (FVC). Spirometri juga
yang dialami sebagai sensasi sulit untuk mengukur volume udara yang dikeluarkan
bernafas, rasa terikat pada mata, atau rasa pada satu detik pertama pada saat melakukan
tercekat. Dyspneu terutama muncul saat manuver tersebut, atau disebut dengan
pasien melakukan aktivitas yang semakin Forced Expiratory Volume in 1 second
lama semakin memberat terutama saat (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran inilah
melakukan aktivitas berat (terengah-engah), (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk
sesak berlangsung lama, hingga sesak yang menilai fungsi paru. 2.19
tidak pernah hilang sama sekali dengan atau Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD
tanpa bunyi mengi. Perlu dilakukan kriteria adalah:
anamnesis dengan teliti menggunakan  Stage I : Ringan. Pemeriksaan
kuisioner untuk mengakses keparahan sesak spirometri post-bronchodilator
napas 20 Batuk sering menjadi gejala awal menunjukanhasil rasio FEV1/FVC <
yang dikeluhkan oleh pasien PPOK. Keluhan 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai
ini dapat terjadi secara intermiten namun prediksi.

1001
 Stage II : Sedang. Rasio FEV1/FVC Bronkodilator merupakan medikasi yang
<70% dengan perkiraan nilai FEV1 bertujun untuk meningkatkan FEV1 dan
diantara 50- 80% dari nilai prediksi. merubah variabel spirometry. Obat ini
 Stage III : Berat. Rasio FEV1/FVC bekerja dengan merubah tonus otot polos
<70%, dan nilai menunjukkan FEV1 saluran napas dan meningkatkan aliran udara
diantara 30- 50% dari nilai prediksi. expirasi dengan memperluas saluran
 Stage IV : Sangat Berat. Rasio pernapasan. Penggunaan bronkodilator
FEV1/FVC <70%, nilai FEV1 sebagai medikasi PPOK terutama diberikan
diperkirakan kurang dari 30% utnuk mencegah munculnya gejala atau
ataupun kurang dari 50% dengan meringankan gejala yang sudah muncul. 2,23
kegagalan respirasi kronik. 1. Golongan β–2 agonis.
Evaluasi awal diagnostik PPOK memerlukan Obat golongan β–2 agonis bekerja
pemeriksana tambahan selain spirometri dengan cara merelaksasikan otot-oto
seperti pemeriksaan X-ray Thorax yang polos saluran pernapasan melalui
berfungsi untuk menyingkirkan stimulasi pada reseptor beta
kemungkinan patologis lain dan menemukan adrenergik yang kemudian
apakah terdapat komorbid pada paru meningkatkan AMP siklik. Beta 2
sebelumya (Fibrosis, bronkietaksis, dan agonis dibagi menjadi Short Acting β
gangguan pleural) dan pemeriksaan darah agonis (SABA) dan Long Acting β
lengkap yang bertujuan mendeteksi anemia agonis (LABA). Efek dari obat-
maupun polisitemia pada pasien, mengukur obatan golongan SABA habis setelah
BMI Pasien, serta melakukan pemeriksaan 4-6 jam dan penggunaan SABA
analisa gas darah untuk menilai saturasi meningkatkan FEV1. Penggunaan
oksigen di arteri dan apakah pasien SABA dosis tunggal tidak memiliki
membutuhkan terapi oksigen 22 manfaat yang berarti dibandingkan
bronkodilator lainnya. LABA
Penatalaksanaan PPOK memiliki durasi 12 jam dan
Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan penggunaan LABA dua kali sehari
dengan dua cara yaitu terapi non- secara signifikan meningkatkan
farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi FEV1, memperbaiki keluhan dyspnea
non farmakologi dapat dilakukan dengan cara pasien, dan menurunkan angka
menghentikan kebiasaan merokok, eksaserbasi serta angka rawat inap. 2
Memperbaiki nutrisi, dan latihan pernapasan. 2. Golongan Antimuskarinik
Edukasi merupakan hal penting untuk Obat golongan antimuskarinik akan
mengatur pasien dengan PPOK agar selalu menghambat efek bronkokonstriksi
dalam keadaan stabil. Sangat penting bagi yang diakibatkan oleh ikatan
tenaga kesehatan menginformasikan pasien Asetilkolin dengan reseptor
untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas muskarinik M3 pada otot polos
dan mencegah kecepatan perburukan saluran napas. Obat ini dibagi
penyakit. Terapi farmakologis pada PPOK menjadi Short-acting antimuscarinics
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup (SAMA) yang terdiri dari ipratropium
dan mengendalikan gejala gejala klinis dan dan Oxitropium dan Long-acting
menurunkan frekuensi ekaserbasi. 23 antimuscarinics (LAMA) yang terdiri
dari tiotropium, aclidinum,
glycopyrroniu bromide dan
Bronkodilator umeclidinium.

1002
yang dilakukan pada 2014 menunjukkan
Terapi Kombinasi Bronkodilator penggunaan steroid ini perlu memperbaiki
Terapi kombinasi bronkodilator dengan aliran jalan nafas. Protokol-protokoal PPOK
mekanisme dan durasi yang berbeda dapat merekomendasikan pemberian kortikosteroid
meningkatkan efek bronkodilatasi dan sistemik untuk mengurangi kemungkinan
menurunkan efek samping pengobatan eksaserbasi. Kortikosteroid diberikan selama
dibandingkan dengan penggunaan 10-14 hari dengan dosis rendah, dimulai dari
bronkodilator tunggal. Kombinasi SABA dan 30-40 mg prednisolone. 25 The Canadian
SAMA merupakan pilihan yang paling baik Thoracic Society merekomendasi pemberian
dalam memperbaiki FEV1 pasien dan prednisone 25–50 mg prednisone selama 10–
meringankan gejala yang muncul. 14 days pada pasien-pasien PPOK
Pengobatan dengan Formoterol dan eksaserbasi akut derajat sedang sampai
tiotropium memiliki pengaruh yang besar berat.26 Hasil penelitian oleh Woods et al
dalam memperbaiki nilai FEV1. Pada menunjukkan terjadi perbaikan FEV1 pada
penelitian klinis, pengobatan dengan pasien-pasien yang menggunakan prednisone
bronkodilator kombinasi LABA dan LAMA dibandingkan pemakaian placebo. Hasil meta
akan memperbaiki kualitas hidup pasien analisis oleh Abourg et al menunjukkan
lebih baik dibandingkan monoterapi penggunaan kortikosteroid sistemik
bronkodilator. 2, 24 sebaiknya diberikan pada kasus PPOK
Eksaserbasi akut terlepas dari derajat
Agen Anti inflamasi keparahannya. Pemberian kortikosteroid
Obat-obatan anti inflamasi diberikan sistemik yang tepat memiliki tingkat terapi
terutama pada kasus-kasus PPOK yang tinggi dibandingkan perawatan PPOK
Eksaserbasi. Eksaserbasi akut tanpa kortikosteroid
Kortikosteroid Inhalasi (Inhaled sistemik 26
Corticosteroid/ICS)
Penggunaan Kortikosteroid inhalasi tidak Ventilasi Mekanik
memperbaiki FEV1 pada pasien maupun Ventilator (mechanical ventilation) adalah
tidak mengurangi angka mortalitas pasien- alat yang digunakan untuk membantu pasien
pasien PPOK. Namun, tidak didapati yang mengalami gagal napas. Pada
peningkatan angka mortalitas pada pasien- prinsipnya ventilator adalah suatu alat yang
pasien yang menggunakan kortikosteroid bisa menghembuskan gas (dalam hal ini
inhalasi. Pada pasien-pasien dnegan PPOK oksigen) ke dalam paru-paru pasien. 27
derajat sedang sampai berat, penggunaan Ventilator digunakan untuk membantu
kortikosteroid inhalasi yang dikombinasikan pasien bernapas sehingga energi yang
dengan LABA lebih efektif dalam dibutuhkan untuk bernapas akan berkurang
memperbaiki fungsi paru, peningkatan status dan terkonsentrasi untuk proses
28
kesehatan dan menurunkan kejadian penyembuhannya.
eksaserbasi. Penggunaan LABA/ICS juga
akan mengurangi angka eksaserbasi pada Parameter Ventilasi Mekanik
kasus-kasus sedang sampai berar dan Pengaturan Ventilasi Mekanik, setting
meningkatkan skor CAT pasien. Parameter yang harus ditetapkan sangat
Terapi Kortikosteroid Sistemik bervariasi
Penggunaan Kortikosteroid sistemik selama tergantung pada mode ventilasi yang
7-14 hari direkomendasikan pada kasus- digunakan 2 . Beberapa parameter tersebut
kasus PPOK eksaserbasi akut. Penelitian antara

1003
lain: FiO2 harus diturunkan sampai
konsentrasi terendah yang masih
a. Laju pernapasan (respiratory dapat mempertahankan saturasi
rate) oksigen haemoglobin. Tujuan
Laju pernapasan diatur utama ventilasi adalah
berdasarkan nilai sasaran mempertahankan nilai saturasi 90 %
ventilasi semenit atau lebih.
(minute ventilation) yang
berbeda-beda pada tiap individu
maupun kondisi klinis tertentu. e. Tekanan positif akhir ekspirasi
Secara umum, rentang laju (Postive end-expiratory
pernapasan berkisar antara 4 pressure /PEEP)
sampai 20 kali tiap menit dan PEEP berfungsi untuk
pada sebagian besar pasien- mempertahankan tekanan positif
pasien yang stabil, berkisar antara jalan napas pada fase akhir
8 sampai 12 kali tiap menit. ekspirasi yang bertujuan untuk
b. Volume tidal memperbesar tekanan di dalam
Pada beberapa kasus, volume saluran pernapasan pasien
tidal harus lebih rendah dibandingkan tekanan di udara
terutama pada sindrom distres luar. 30 PEEP dibedakan dari
pernapasan akut. Perkiraan tekanan positif jalan (CPAP)
volume tidal berkisar antara 5 berdasarkan saat digunakannya.
sampai 8 ml/kg berat badan ideal. PEEP hanya digunakan pada fase
Pada pasien dengan paru- paru ekspirasi, sementara CPAP
normal yang terintubasi volume berlangsung selama siklus
tidal yang digunakan sampai 12 respirasi. Penggunaan PEEP
ml/kg berat badan ideal. Volume selama ventilasi mekanik
tidal harus disesuaikan sehingga bertujuan untuk meningkatkan
dapat mempertahankan tekanan fungsi residual paru dan
plato di bawah 35 cm H2O. membuka alveoli yang kolaps
c. Tekanan inspirasi serta memperbaiki alveolus yang
Pada ventilasi Pressure Control rusak oleh karena atelectasis.
dan ventilasi Pressure Support, f. Sensitivitas Pemicu (trigger
tekanan sensitivity)
inspirasi diatur sehingga tekanan Sensitivitas pemicu adalah
plato kurang atau sama dengan 35 tekanan negatif yang harus
cmH2O. Volume tidal juga dihasilkan oleh pasien untuk
harus dipertahankan pada rentang memulai suatu bantuan napas
yang telah ditetapkan oleh ventilator. Tekanan ini harus
sebelumnya. cukup rendah untuk mengurangi
d. Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) kerja pernapasan, namun juga
FiO2 harus 100% saat pasien harus cukup tinggi untuk
diintubasi dan dihubungkan menghindari sensitivitas yang
dengan ventilator untuk pertama berlebihan terhadap usaha napas
kali. Ketik pipa endoktrakeal pasien. Tekanan ini berkisar
sudah terpasang dan pasien stabil, antara -1 sampai -2 cmH2O.

1004
Pemicu ventilator ini timbul bila digunakan bila nafas spontan tidak
aliran napas pasien menurun 1 ada atau minimal, misalnya pada
sampai 3 l/menit. penderita dengan hipoksia yang berat.
g. Laju aliran (flow rate) b. Pressure Controlled Ventilasion
Laju aliran penting diperhatikan (PCV)
terutama untuk pasien karena Klinisi mengatur laju nafas dan rasio
mempengaruhi kerja pernapasan, inspirasi dan ekspirasi. PCV
hiperinflasi dinamik dan auto- digunakan untuk melimitasi tekanan
PEEP. Laju aliran ditentukan pada jalan nafas pada paru-paru
secara tidak langsung dari laju dengan komplians yang rendah atau
pernapasan dan I:E ratio . resistensi yang tinggi untuk
Perbandingan waktu inspirasi mencegah risiko barotrauma. Dengan
terhadap waktu ekspirasi sejalan demikian akan diperoleh volume tidal
dengan laju aliran inspirasi, ahli dan minute volume yang bervariasi
terapi respirasi mengatur sesuai dengan perubahan komplians
I:E ratio tanpa permintaan dari dan resistensi.
dokter. Tetapi para klinisi dituntut c. Assist-control ventilation (ACV)
untuk mengerti tentang Bila penderita sudah mempunyai
perubahan ini yang dapat nafas spontan maka CMV atau PCV
mempengaruhi mekanika akan menjadl ACV. Pada saat ini
sistem respirasi dan kenyamanan berisiko untuk terjadinya
pasien. I:E ratio yang umum hiperventilasi.
digunakan adalah 1:2. Pada gagal d. Synchronised intermittent mandatory
napas hipoksemia ventilation (SIMV)
akut, perbandingan ini dapat Bila ada upaya nafas maka mesin
meningkat dengan adanya ventilator akan memberikan volume
pemanjangan waktu inspirasi, tidal, atau jika tak ada upaya nafas
tekanan jalan napas rata- rata atau maka mesin ventilator akan
alveoli yang terisi cairan yang memberikan laju nafas sehingga
dapat memperbaiki oksigenasi. selalu ada minute volume yang
Pada hipoksemia berat, diberikan . Selanjutnya setiap nafas
I:E ratio kadang-kadang terbalik spontan tidak dibantu lagi, akan tetapi
menjadi 2:1, sirkuit akan mengalirkan oksigen.
sehingga kewaspadaan harus Pada SIMV, Pemberian volume tidal
dipertahankan untuk mengatasi disesuaikan dengan usaha napas
akibat yang merugikan terhadap spontan pasien. Bila pasien tidak
hemodinamik dan integritas paru- memiliki napas spontan maka volume
paru tidal yang dikeluarkan oleh ventilator
Mode Ventilasi Mekanik akan disesuaikan dengan nengaturan
Berbagai mode yang digunakan dalam frekuensi napas untuk memenuhi
ventilasi mekanik antara lain volume minimal. SIMV digunakan
a. Controlled Minute Ventilation (CMV) untuk menyapih pasien dari CMV
Mode ventilasi ini sangat mirip dengan mengurangi secara bertahap
dengan mode yang dipakai diruang frekuensi napas sehingga merangsang
operasi dimana laju nafas dan volume ventilasi spontan.
tidal ditentukan oleh klinisi. CMV

1005
e. Ventilasi dengan rasio terbalik expirasi tetap dipertahankan. Hal ini
(Inverse ratio ventilation) akan memperbaiki volume paru yang
Siklus respirasi dibagi menjadi waktu tadinya berkurang pada saat akhir
inspirasi dan ekspirasi .Rasio expirasi menjadi normal kembali.
inspirasi dan ekspirasi yang normal
adalah 1:2 .Pemanjangan relatif Kesimpulan
waktu inspirasi [invers rasio ventilasi ] PPOK merupakan penyakit dengan
sering digunakan untuk memperbaiki karakteristik hambatan saluran napas yang
pertukaran gas pada pasen dengan tidak sepenuhnya reversible dan biasanya
oksigenasi kurang. Umumnya dipakai progresif dan berhubungan dengan respons
ratio 1:1. Cara ini digunakan baik inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan.
pada mode pressure control maupun PPOK masih menjadi suatu beban besar yang
volume control ventilation menyumbang angka morbiditas dan
f. Pressure Support mortalitas yang tinggi di suatu negara.
Pressure Support Ventilation (PSV) Penegakan diagnosis PPOK yang dilakukan
digunakan pada pasien-pasien dengan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
napas spontan untuk mengurangi maupun pemeriksaan penunjang perlu
komplikasi barotrauma dan dilakukan secara menyeluruh dan
meningkatkan respon pernapasan. komprehensif untuk mendeteksi kasus PPOK
PSV sering menjadi pilihan pada sedini mungkin. Pengetahuan akan faktor
pasien-pasien dengan gagal napas resiko PPOK seperti meroko, paparan bahan
yang tidak terlalu berat dan masih berbahaya, inflamasi berulang pada saluran
memiliki respon pernapasan. napas sampai faktor genetik seperti defisiensi
Ventilator akan memberikan tekanan 1- tripsin menjadi suatu hal yang sangat
positif pada jalan nafas sebagai penting sehingga tenaga kesehatan dapat
respon terhadap upaya pernafasan. melakukan intervensi dini dan memperbaiki
Volume tidal bervariasi sesuai angka morbiditas maupun mortalitas yang
dengan komplain rongga dada dan diakibatkan oleh PPOK . Terapi yang tepat
resistensi jalan nafas. 31 Biasanya baik secara farmakologis dengan penggunaan
dimulai dengan tekanan 20-30 cm Beta blocker, Penghambat Xantin, maupun
H2O dan diturunkan bila gerakan Kortikosteroid dan Terapi non farmakologis
respirasi pasen membaik. Sesuai seperti dengan berhenti merokok perlu
dengan usaha inspirasi pasen, maka diberikan kepada pasien untuk menurunkan
ventilator akan memberikan bantuan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas
tekanan inspirasi. hidup pasien.
g. Positive End Expiratory Pressure
(PEEP) dan Continous Positive
Airway Pressure (CPAP) DAFTAR PUSTAKA
Pada mode ini tekanan jalan nafas
dibuat selalu lebih tinggi dari nilai 1. WHO. Chronic Respiratory
dasar baik pada saat ventilasi Diseases. Rilis Berita [serial online]
mekanik (PEEP) maupun saat 2008 (diunduh 10 September 2020).
ventilasi spontan (CPAP). Dengan Diakses melalui :
cara ini oksigenasi dan pergerakan https://www.who.int/respiratory/cop
nafas dinding dada akan tetap baik d/definition/en/
karena volume alveolus pada akhir

1006
2. GOLD. Pocket Guide to COPD obstructive-pulmonary-disease-
Diagnosis, Management and (copd)
Prevention: A Guide for Healthcare 10. Departemen Kesehatan RI. Hasil
Professionals. 2018 ed. Sydney: Riset Kesehatan Dasar
Global Initiative for Chronic (RISKESDAS). 2013 [disitasi pada
Obstructive Lung Disease Inc.; 2018. 12 September 2020]. Diunduh dari
3. Zhu B,Wang Y, Ming J, Chen W, http://labmandat.litbang.depkes.go.id
Zhang L. Disease burden of COPD /images/download/laporan/RKD/201
in China: a Systematic review. Int J 3/Laporan_riskesdas_2013_final.pdf
Chron Obstruct Pulmon Dis. 2018; 11. Leleu MK, Lesage FX, Drame M,
13: 1353–1364 Lebargy F, Deschamps F.
4. Sholihah M, Suradi, Aphridasari J. Occupational Risk Factors for
Pengaruh Pemberian Quercetin COPD: A Case-Control Study. PLoS
Terhadap Kadar Interleukin 8 (IL- 8) ONE. 2016; 11(8): 1-11
Dan Nilai COPD Assessment Test 12. Antuni J, Barnes P. Evaluation of
(CAT) Pasien Penyakit Paru Individuals at Risk for COPD:
Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil. J Beyond the Scope of the Global
Respir Indo. 2019; 39 (2) : 103-11 Initiative for Chronic Obstructive
5. GOLD. Pocket Guide to COPD Lung Disease. Chronic Obstr Pulm
Diagnosis, Management and Dis. 2016;3(3):653-667.
Prevention: A Guide for Healthcare 13. Whiteside, M., & Herndon, J. M.
Professionals. 2018 ed. Sydney: Aerosolized Coal Fly Ash: Risk
Global Initiative for Chronic Factor for COPD and Respiratory
Obstructive Lung Disease Inc.; 2018. Disease. Journal of Advances in
6. Marsh S, Aldington S, Shirtcliffe P, Medicine and Medical
Weatherall M, Beasley R. Smoking Research, 2018; 26(7): 1-13
and COPD: what really are the 14. Ortega VE, Hawkins GA, Li X, Oneal
risks?. Eue Respir J.2006;28:883-6 WK, Manichaikul A, Barr RG et al.
7. Center for Diseases Control and Comprehensive Gene Resequencing
Prevention. Adult Tobacco Use of SERPINA1 in SPIROMICS
Information. Diunduh dari Reveals Novel Rare Loci for α1-
https://www.cdc.gov/nchs/nhis/tobac Antitrypsin Deficiency and
co/tobacco_glossary.htm . 10 Emphysema. American Journal of
September 2020 Respiratory and Critical Care
8. ASEAN. The Asean Tobacco Medicine. 2018;197:A4184
Control Report. 2012. [dikutip pada 15. Stockley RA. Alpha-1antitrypsin
12 September 2020] Diunduh dari review. Clin Chest Med. 2014; 35(1):
http://asean.org/storage/images/rotati 39-50.
ng_banner/the%20asean%20tobacco 16. Santus P, Pecchiari M, Tursi F,
%20control%20report.pdf Valenti V, Saad M, Radovanovic D.
9. WHO. Chronic Obstructive The Airways’ Mechanical Stress in
Pulmonary Diseases (COPD). Rilis Lung Disease: Implications for
Berita [serial online] 2008 (diunduh COPD Pathophysiology and
10 September 2020). Diakses Treatment Evaluation. Canadian
melalui : https://www.who.int/news- Respiratory Journal. 2019 : 1-7
room/fact-sheets/detail/chronic-

1007
17. Vos T. Global, regional, and national Respiratory and Critical Care
deaths, prevalence, disability- Medicine . 2020;201(9):e56-e69
adjusted life years, and years lived 24. Gruffydd-Jones, K., Brusselle, G.,
with disability for chronic obstructive Jones, R. et al. Changes in initial
pulmonary disease and asthma, 1990– COPD treatment choice over time
2015: a systematic analysis for the and factors influencing prescribing
Global Burden of Disease Study 2015. decisions in UK primary care: a real-
Lancet Respir Med. 2017; 5: 691–706 world study. npj Prim Care Resp
18. Adam J, McGuinness A, Sapey E. Med. 2016;26:1-6
Oxidative Stress in COPD: Sources, 25. Woods J, Wheeler J, Pinner N, et al.
Markers, and Potential Mechanisms. Corticosteroids in the treatment of
J Clinic Med. 2017;6(2)21 acute exacerbations of chronic
19. Johns DP, Walters JA, Walters H. obstructive pulmonary disease. Int J
Diagnosis and Early detection of Chron Obstruct Pulmonal Dis.
COPD Using Spirometry. J Thorac 2014;9:421-430
Dis. 2014;6(11):1557-69 26. Abroug F, Ouanes I, Besbes L, et al.
20. Kocks, J., Blom, C., Kasteleyn, M. et Systemic corticosteroids in acute
al. Feasibility and applicability of the exacerbation of COPD: a meta-
paper and electronic COPD analysis of controlled studies with
assessment test (CAT) and the emphasis on ICU patients. Ann
clinical COPD questionnaire (CCQ) Intensive Care. 2014;4:32-6
in primary care: a clinimetric 27. Mangku, G., Senapathi, T.G.,
study. npj Prim Care Resp Med. Wiryana, I.M., Sujana, I.B., Sinardja,
2017;27(20) K. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia
21. Choate R, Pasquale C, Yawn BP. dan Reanimasi. Jakarta: PT Indeks
The Burden of Cough and Phlegm in Permata Puri Media
People With COPD : A COPD 28. American Thoracic Society.
Patient-Powered Research Network Mechanical Ventilation. Am J Respir
Study. Chronic Obstr Pulm Dis. Crit Care Med 2017;196: P3-4
2020;7(1):49-59 29. Handbook of Mechanical
22. CDC. Chronic Respiratory Diseases: Ventilation. 2015. 1st ed. London:
Symptoms, Diagnosis, Treatment. Intensive Care Foundation
Rilis Berita [serial online] 2020 30. Jackson C. What is positive end-
(diunduh 12 September 2020). expiratory pressure (PEEP) therapy
Diakses melalui : and how is it used with mechanical
https://www.cdc.gov/copd/features/c ventilation?. Medscape. Diakses
opd-symptoms-diagnosis- pada 12 September 2020. Diunduh
treatment.html dari :
23. Nici L, Manoj J, Charbek W, https://www.medscape.com/answers/
Alexander P, Au d, Boyd C, et al. 304068-104783/what-is-positive-
Pharmacologic Management of end-expiratory-pressure-peep-
Chronic Obstructive Pulmonary therapy-and-how-is-it-used-with-
Disease An Official American mechanical-ventilation
Thoracic Society Clinical Practice 31. bramovitz A, Sung S. Pressure
Guideline. American Journal of Support Ventilation. [Diakes pada12
September 2020]. Diakses melalui

1008
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/
NBK546706/

1009

Anda mungkin juga menyukai