PENDAHULUAN
2.1.1 DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya.
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri, hanya
Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-
sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian
terbanyak di Indonesia.
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko
tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan.
Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru.
Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin
protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap
rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan
pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru
diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK.
Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
2.1.3.1 Genetik
Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama
hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat
berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan
terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai
macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu
pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK.
Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif,
bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers itu sendiri
pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati
penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan
perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya
perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain
didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit
saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat.1,16 Shahab dkk
melaporkan hal yang juga amat menarik bahwa ternyata mereka mendapatkan
besarnya insidensi PPOK yang telah terlambat didiagnosis, memiliki kebiasaan
merokok yang tinggi. PPOK yang berat berdasarkan derajat spirometri, didapatkan
hanya sebesar 46,8% ( 95% CI 39,1-54,6) yang mengatakan bahwa mereka menderita
penyakit saluran nafas, sisanya tidak mengetahui bahwa mereka menderita penyakit
paru dan tetap merokok. Status merokok justru didapatkan pada penderita PPOK
sedang dibandingkan dengan derajat keparahan yang lain. Begitu juga mengenai
riwayat merokok yang ada, ternyata prevalensinya tetap lebih tinggi pada penderita
PPOK yang sedang (7,1%, p<0,02).
- - Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Tabel 2.1 Skala sesak menurut British Medical research Council (MRC)
2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat
4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas
akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik
ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO 2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg,
serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak
napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan
kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada
kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
[1] Burhan, E, dkk. 2020. Pedoman Tatalaksana PPOK. Jakarta: Penerbit Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI), Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Penerbit Perhimpunan Dokter Anestesiologi
dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
[2] Suqihantono, A, dkk. 2020. Pedoman Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Jakarta: Penerbit Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
[3] Burhan, E, dkk. 2020. PPOK. Jakarta: Penerbit Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI).