Anda di halaman 1dari 10

KORELASI ANTARA TAJAM PENGLIHATAN DENGAN KETEBALAN

LAPISAN RETINAL NERVE FIBER LAYER (RNFL) PADA PASIEN


YANG TERDIAGNOSIS PAPILEDEMA

Rani Pitta1, Karmelita Satari1,2, Antonia Kartika1,2


1
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
2
Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo

ABSTRAK
Latar belakang: Papiledema adalah pembengkakan diskus optikus yang disebabkan oleh
tekanan tinggi intrakranial. Pembengkakan diskus optikus dapat menimbulkan kompresi
pada akson sel ganglion sehingga mengakibatkan penurunan tajam penglihatan.
Pemeriksaan tajam penglihatan dan penilaian diskus optikus menjadi hal penting terkait
resiko kebutaan yang dapat dialami pasien. Parameter retinal nerve fiber layer (RNFL)
pada pemeriksaan optical coherence tomography (OCT) dapat menyediakan data yang
objektif terkait kondisi diskus optikus pasien.
Tujuan: untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara tajam penglihatan dengan
ketebalan lapisan RNFL pada pasien yang papiledema.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan pendekatan potong-
lintang (cross-sectional study). Pengambilan data secara retrospektif melalui data rekam
medis pasien yang terdiagnosis papiledema di unit Neurooftalmologi (NO) periode Januari
2016-Desember 2020.
Hasil: Berdasarkan 102 rekam medis (204 mata) didapatkan nilai median usia pasien
adalah 41 tahun. Terdapat 32 pasien (31%) laki-laki dan 70 pasien (69%) perempuan. Hasil
pemindaian CT scan terbanyak adalah tumor intrakranial 88 rekam medis (87,52%) dengan
sugestif meningioma 42 rekam medis. Nilai median dari tajam penglihatan 0,50 logMar.
Nilai median dari rata – rata ketebalan RNFL adalah 179,50 µm. Uji korelasi menunjukkan
adanya korelasi negatif dengan kekuatan korelasi lemah antara tajam penglihatan dengan
rata-rata ketebalan RNFL (p<0,05, nilai r = -0,204).
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif antara tajam penglihatan dengan ketebalan lapisan
RNFL pada pasien yang terdiagnosis papiledema.

Kata kunci: papiledema, tajam penglihatan, retinal nerve fiber layer, optical coherence
tomography.

PENDAHULUAN dikarenakan resiko kematian yang


Papiledema adalah kondisi dapat dialami pasien akibat
pembengkakan diskus optikus pada peningkatan tekanan intrakranial
kedua mata yang disebabkan oleh yang dialami.1-4
tekanan tinggi intrakranial. Kondisi Insidensi papiledema di Amerika
ini bersifat progresif dan paling sering diakibatkan oleh
mengakibatkan penurunan dari fungsi hipertensi intrakranial idiopatik (HII)
penglihatan hingga kebutaan pada yaitu sebesar 0,9 per 100.000
pasien. Papiledema merupakan penduduk per tahun. Kementrian
kondisi klinis yang dapat menjadi Kesehatan (Kemenkes) Republik
tanda bahaya (red flags) yang Indonesia mencatat insidensi untuk
ditemukan oleh seorang dokter mata tumor otak yang menjadi etiologi

1
2

tersering dari papiledema 3.4 per Papiledema menyebabkan


100.000 penduduk.5-7 pembengkakan diskus optik sehingga
Cunha dkk menyatakan terjadi suatu sindrom kompartemen
pemeriksaan fungsi penglihatan dan yang menimbulkan kompresi pada sel
kondisi diskus optikus merupakan akson ganglion. Pembengkakan
penilaian penting pada pasien dengan diskus optik dapat dilihat dari
papiledema. Pemeriksaan dilakukan peningkatan ketebalan RNFL.1,9,10
guna pemantauan terkait resiko Penurunan tajam penglihatan yang
kebutaan yang dapat dialami oleh ditandai nilai logMar yang lebih besar
pasien. Penilaian derajat pada pasien dapat diakibatkan oleh kondisi
papiledema saat ini menggunakan iskemik, peradangan, toksisitas dan
skala Frisen. Skala ordinal ini salah satunya adalah kompresi pada
digunakan untuk menilai tingkat saraf optik.2-4 Hal ini menunjukkan
keparahan dari pembengkakan diskus kemungkinan adanya korelasi antara
optik. Kekurangan menggunakan peningkatan ketebalan RNFL dengan
skala ini adalah penilaian yang tajam penglihatan (peningkatan nilai
dilakukan bersifat subjektif dan logMar) pada pasien papiledema.
bergantung dari pengalaman Hingga saat ini belum ada
8-13
pemeriksa. penelitian yang secara langsung
Salah satu pemeriksaan diagnostik menilai korelasi tajam penglihatan
yang dapat digunakan dalam menilai antara peningkatan ketebalan RNFL
kondisi pembengkakan diskus pada pasien papiledema. Evaluasi
optikus secara non-invasif dan hubungan antara fungsional dan
kuantitatif yaitu optical coherence struktural dari diskus optik
tomography (OCT). Pemeriksaan dipergunakan dalam pemantauan
OCT ini dapat memberikan informasi perjalanan papiledema.
yang detail mengenai ketebalan Diperlukannya informasi secara
retinal nerve fiber layer (RNFL). objektif (kuantitatif) mengenai
Penebalan RNFL ini menandakan tingkat pembengkakan dari diskus
adanya edema aksonal.12,14-17 optik dan evaluasi secara langsung
Beberapa penelitian telah terhadap tajam penglihatan
dilakukan terkait korelasi RNFL mendorong dilakukannya penelitian
dengan tingkat keparahan diskus untuk menilai korelasi antara tajam
optik maupun fungsi visual seperti penglihatan dengan ketebalan lapisan
perimetri. Pada penelitian-penelitian retinal nerve fiber layer (RNFL)
tersebut masih terdapat pro dan kontra melalui pemeriksaan optical
tentang hubungan korelasi coherence tomography (OCT) pada
diantaranya. Penilaian fungsi visual pasien yang terdiagnosis papiledema.
dengan pemeriksaan perimetri sulit
dievaluasi pada pasien papiledema SUBJEK DAN METODE
yang mengalami kehilangan Penelitian ini merupakan
penglihatan secara bersamaan, penelitian observasional analitik
sehingga pemeriksaan tajam dengan pendekatan potong-lintang
penglihatan merupakan hal yang lebih (cross-sectional study). Pengambilan
mudah dilakukan 3,7,9,12 sampel dilakukan secara retrospektif
melalui data rekam medis pasien yang
3

terdiagnosa papiledema di unit hipertensi, diabetes melitus,


Neurooftalmologi (NO) berdasarkan dislipidemia, stroke, penyakit jantung
kode ICD-10 H47.1. Pengambilan koroner.
data dilakukan setelah mendapat Data yang diambil adalah usia,
persetujuan dari Komite Etik lama gejala buram, jenis kelamin,
Penelitian Pusat Mata Nasional hasil tajam penglihatan yang
Rumah Sakit Mata Cicendo, terkoreksi dengan pinhole dan
Bandung. terkonversi dalam logMar, hasil
Teknik pengambilan sampel sesuai ketebalan rata-rata RNFL dan setiap
tanggal kedatangan pasien pada sektornya pada hasil OCT dan hasil
rekam medis saat pertama kali interpretasi CT scan yang
melakukan pemeriksaan (consecutive menunjukkan penyebab dari
sampling) yang memenuhi kriteria peningkatan tekanan intrakranial.
inklusi yaitu rekam medis pasien Analisis statistik menggunakan uji
dengan diagnosis papiledema yang Kolmogorov-Smirnov (z) untuk uji
telah terverifikasi oleh dokter normalitas data dan uji korelasi
konsultan bidang NO. Pada rekam dengan Spearman (ρ). Interpretasi
medis tersebut terdapat hasil hasil berdasarkan kekuatan korelasi,
pemeriksaan CT scan orbita kepala arah korelasi dan nilai p. Perhitungan
dengan kontras terlampir pada rekam kekuatan korelasi (r), berdasarkan
medis yang menunjukkan etiologi kriteria Guilford (1956). Pengolahan
penyebab peningkatan tekanan data menggunakan program
intrakranial seperti lesi intrakranial, Microsoft Excel 2013 dan SPSS versi
perdarahan intrakranial, meningitis, 25. Hasil analisis disajikan dalam
dll. Terdapat hasil domain spektral bentuk tabel untuk mempermudah
Optical Coherence Tomography (SD- visualisai data.
OCT) Carl Zeiss Cirrus 5000 HD
parameter ONH (optic nerve head) HASIL
dan RNFL (retinal nerve fiber layer) Data rekam medis diambil mulai
dengan pemindaian optic disc cube Januari 2016 hingga Desember 2020
dimensi 200x200 pada kedua mata berdasarkan kode ICD – 10 H47.1.
pasien dalam rekam medik dan pasien Subjek penelitian yang memenuhi
dengan usia > 18 tahun. kriteria inklusi sebanyak 102 rekam
Kriteria eksklusi adalah hasil medis (204 mata) dari 621 rekam
reliabilitas signal strength pada OCT medis. Terdapat 519 rekam medis
rendah yaitu < 5/10. Pasien yang telah yang tidak diikutsertakan di dalam
mendapat penanganan operasi atau penelitian dikarenakan kesalahan
terapi dari bagian bedah saraf. dalam coding dari diagnosa penyakit
Riwayat konsumsi obat-obatan atau lain seperti neuritis optik atau iskemik
zat lainnya seperti ethambutol, optik neuropati, tidak adanya hasil
amiodarone, sildenafil, methotrexate OCT papil dan CT scan kepala,
dan alkohol yang dapat reliabilitas dari hasil OCT di bawah
mengakibatkan pembengkakan nilai 5/10, pasien telah menerima
diskus optikus. Riwayat penyakit terapi dari bagian bedah saraf, riwayat
sistemik yang dimiliki pasien berupa penyakit sistemik dan penggunaan
4

obat-obatan lain yang dapat Pada penelitian diperoleh 32 pasien


mempengaruhi diskus optikus. (31%) berjenis kelamin laki-laki dan
Berdasarkan 102 rekam medis 70 pasien (69%) berjenis kelamin
pada penelitian didapatkan median perempuan.
usia 41 tahun (rentang 19 – 65 tahun).

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian


Variabel N=102 (rekam medis)
Usia (tahun)
Median 41
Range (min-max) 19 - 65
Modus 36
Jenis Kelamin
Laki-laki 32(31%)
Perempuan 70(69%)
Lama gejala (minggu)
Median 6
Range (min-max) 1 - 52
Modus 4
Hasil Pemindaian CT Scan
Tumor intrakranial 88 (87,52%)
a. Sugestif meningioma 42
b. Sugestif astrositoma 4
c. Sugestif glioma 3
d. Sugestif pseudotumor 3
e. Sugestif kraniofaringioma 3
f. Sugestif glioblastoma 2
g. Sugestif medulloblastoma 2
h. Sugestif schwannoma 1
i. Tidak terdeskripsi 27
Abses 6 (5,88%)
Infark 2 (1,34%)
Meningoensefalitis 2 (1,34%)
Perdarahan intrakranial 1 (0,98%)
Perdarahan subdural 1 (0,98%)
Metastasis intrakranial 1 (0,98%)
Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) 1 (0,98%)

Lama gejala buram yang medis (87,52%) dengan kecurigaan


dirasakan oleh pasien pada penelitian terbanyak suatu meningioma yaitu 42
diperoleh dengan hasil median 6 rekam medis. ada tabel 2
minggu (rentang 1-52 minggu) dan menunjukkan gambaran tajam
lama gejala terbanyak adalah 4 penglihatan, rata-rata dan ketebalan
minggu. Hasil pemindaian CT scan rerata RNFL. Nilai median dari tajam
kepala menunjukkan gambaran penglihatan 0,50 logMar (0,00 – 3,00
tumor intrakranial yaitu 88 rekam logMar). Rata – rata ketebalan RNFL
5

pada penelitian berkisar pada median penglihatan yang lebih baik (nilai
179,50 µm (nilai normal 75 – 107,2 logMar yang lebih rendah).
µm).
Uji normalitas data dilakukan Tabel 3. Analisis Korelasi Tajam
terhadap data numerik dari variabel Penglihatan dengan Rerata
penelitian yaitu usia, lama gejala, Ketebalan RNFL
tajam penglihatan, ketebalan rata-rata
RNFL dan ketebalan RNFL. Kekuatan
Pengujian dilakukan sebelum Variabel korelasi Nilai p
dilakukan analisis statistik pada data. (r)
Homogenitas data didapatkan melalui Korelasi
uji Kolmogorov-Smirnov (z). Hasil uji Tajam
Penglihatan
normalitas untuk variabel – variabel
dengan
tersebut menunjukkan hasil distribusi rerata
-0,204 0,003
data yang tidak normal dengan nilai p ketebalan
< 0,05. RNFL

Tabel 2. Gambaran Tajam Keterangan: uji Spearman (ρ)


Penglihatan dan Ketebalan RNFL
DISKUSI
Variabel N=204 (mata) Papiledema merupakan kondisi
Tajam Penglihatan (logMar) pembengkakan diskus optikus pada
Median 0,50 kedua mata yang disebabkan oleh
Range (min-max) 0 – 3,00 tekanan tinggi intrakranial. Kondisi
ini bersifat progresif dan dapat
Rata-rata ketebalan RNFL (µm)
mengakibatkan penurunan fungsi
Median 179,50
Range (min-max) 72 - 552 penglihatan hingga terjadinya
kebutaan pada pasien. Mekanisme
terjadinya papiledema diakibatkan
Uji korelasi dilakukan terhadap oleh peningkatan tekanan cairan
variabel tajam penglihatan dengan serebrospinal (CSF) yang
ketebalan rerata RNFL. Analisis ditransmisikan pada selubung saraf
statistik dilakukan dengan Spearman optik. Hal ini dapat mengakibatkan
(ρ) dikarenakan distribusi data yang efek kompresi pada akson dan
tidak normal. Hasil analisis pembuluh darah di sekitar diskus
menunjukkan bahwa terdapat korelasi optikus. Keadaan ini juga dapat
antara tajam penglihatan dengan menghambat aliran aksoplasma di
rerata ketebalan RNFL pasien dalam saraf optik sehingga
papiledema (p<0,05). Nilai koefisien menyebabkan akumulasi organel dan
korelasi (R) diperoleh hasil – 0,204 sisa produk metabolisme di dalam
yang menunjukkan arah korelasi sitoplasma akson sel ganglion retina
negatif dan kekuatan korelasi lemah yang mengakibatkan pembengkakan
(nilai r = 0,2 – 0,4). Hal ini diskus optikus yang tampak secara
menunjukkan bahwa peningkatan klinis. Kompresi yang berkelanjutan
ketebalan RNFL menghasilkan tajam akan menyebabkan hipoksia dan
apoptosis sel ganglion retina yang
6

mengakibatkan penurunan tajam intrakranial berusia rata-rata 40 – 50


penglihatan pada pasien.1-4,9 tahun dan paling banyak berjenis
Etiologi papiledema paling sering kelamin perempuan.21 Crum dkk
diakibatkan oleh tumor intrakranial, menunjukkan insidensi papiledema
IIH, hidrosefalus obstruktif, berada pada usia dekade ke – 4 dan ke
meningitis dan CVST. Hal tersebut - 5.19 Penelitian di unit NO mengenai
dapat mengancam jiwa sehingga manifestasi neurooftalmik pada
diagnosis papiledema membutuhkan pasien tumor intrakranial yang pernah
perhatian khusus.1,5 Kementrian dilakukan oleh Kartika dkk pada
Kesehatan (Kemenkes) Republik tahun 2017 menunjukkan pasien
Indonesia mencatat insidensi tumor dengan jenis kelamin terbanyak
intrakranial yang menjadi etiologi adalah perempuan sebanyak 59,1%
papiledema paling sering adalah dengan usia rata-rata 40,14 tahun.18
sebanyak 3.4 per 100.000 penduduk.6 Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Kartika dkk dalam penelitiannya juga ini yang menunjukkan median usia
menyebutkan 47,72% pasien dengan pasien yaitu 41 tahun (rentang 19 – 65
tumor intrakranial disebabkan oleh tahun) dengan jenis kelamin paling
suatu meningioma.18 Hal ini sesuai banyak yaitu perempuan sebanyak 70
dengan hasil pada penelitian yang pasien (69%).
menunjukkan tumor intrakranial Papiledema muncul dalam
sebagai penyebab utama terjadinya hitungan minggu pada tekanan
papiledema yaitu sebanyak 88 rekam intrakranial yang ringan dan bersifat
medis (87,52%) dengan kecurigaan lambat. Pada kondisi peningkatan
terbanyak suatu meningioma. TIK yang tinggi dan mendadak
Peneltian yang dilakukan di seperti pada perdarahan subrakhnoid
Amerika Serikat oleh Crum dkk dan pecahnya aneurisma pembuluh
menyebutkan bahwa 87% pasien darah di otak, papiledema dapat
dengan papilledema disebabkan oleh berkembang dalam hitungan jam.
IIH.19 Penelitian ini tidak dapat Miller dkk menyebutkan bahwa
mendeteksi kemungkinan adanya munculnya keluhan pandangan buram
etiologi IIH pada pasien papiledema pada pasien dengan papiledema
yang memiliki hasil CT scan normal menunjukkan bahwa kondisi yang
dikarenakan tidak dilakukannya dialami telah bersifat lanjut.2-4 Hingga
pemeriksaan lumbal pungsi pada saat ini belum ada penelitian yang
pasien. Pada penelitian ini terdapat 2 dapat memastikan lama waktu dari
pasien yang memiliki lesi infark timbulnya papiledema hingga
berdasarkan hasil CT scan walaupun munculnya keluhan buram pada
telah disingkirkan kondisi sistemik pasien. Kondisi ini dipengaruhi oleh
yang menyertai. Tumor intrakranial durasi dan besarnya peningkatan TIK
seperti oligodendroglioma, yang terjadi. Hasil penelitian ini
meningitis, tahap awal dari abses menunjukkan lama gejala gangguan
serebri (serebritis) juga dapat penglihatan pada pasien berkisar pada
menyerupai suatu lesi infark.20 median 6 minggu namun tidak dapat
Penelitian yang dilakukan oleh ditentukan lamanya papiledema yang
Raju dkk menunjukkan bahwa pasien telah terjadi pada pasien.
papiledema yang disebabkan oleh lesi
7

Pemeriksaan fungsi penglihatan tetapi gangguan tajam penglihatan


dan kondisi diskus optikus menetap hal ini mengindikasikan
merupakan penilaian penting untuk adanya kehilangan akson sel ganglion
memantau resiko kebutaan pada retina (atrofi).10 Liu dkk dan Lee dkk
pasien dengan papiledema. Tingkat menyatakan ketebalan RNFL perlu
pembengkakan diskus optikus ditafsirkan dengan hati-hati karena
menggunakan skala Frisen yang dimungkinkan sudah adanya atrofi
umumnya bersifat subjektif dan pada diskus optik yang dikaburkan
bergantung pada pengalaman oleh residual edema
pemeriksa. Penilaian saraf optik (pseudonormalisasi). Hal ini
secara kuantitatif untuk melihat menjelaskan terkadang pengukuran
derajat pembengkakan diskus optikus RNFL tidak selalu berkorelasi dengan
dapat melalui pengukuran ketebalan hilangnya fungsi visual.24,25 Wall dkk
RNFL menggunakan OCT. Korelasi menyatakan adanya variasi antar dan
antara fungsi visual dan ketebalan intra individu dapat mempengaruhi
RNFL sebelumnya telah ditunjukkan artinya beberapa pasien dengan
pada berbagai studi terhadap pasien edema diskus optik yang nyata
dengan neuropati optik.22 Heidary memiliki kehilangan penglihatan
dkk memperkirakan adanya korelasi ringan jika dibandingkan dengan
antara ketebalan RNFL dan fungsi mata sebelahnya yang edemanya
visual pada pasien papiledema.23 lebih minimal.26 Hatem dkk
Penelitian Khalil dkk menyatakan menyatakan tidak ditemukannya
perubahan ketebalan RNFL korelasi antara derajat keparahan
berkorelasi dengan penurunan papiledema (skala Frisen) dengan
sensitivitas lapang pandang pada fungsi visual yang dimungkinkan
pasien dengan papiledema. Penilaian oleh limitasi dari penelitian tersebut
lapang pandang sulit dievaluasi pada yaitu kurangnya jumlah sampel
pasien papiledema yang mengalami penelitian yang dilakukan sebanyak
kehilangan penglihatan secara 41 orang.27 Pada penelitian ini arah
bersamaan, sehingga pada penelitian korelasi bersifat negatif yang
ini menggunakan variabel tajam menunjukkan ketebalan RNFL yang
penglihatan.12 Hingga saat ini belum lebih tinggi memiliki nilai tajam
terdapat penelitian yang menilai penglihatan yang lebih baik (nilai
korelasi antara ketebalan RNFL logMar yang lebih rendah). Kondisi
dengan tajam penglihatan pada pasien ini dimungkinkan oleh sudah adanya
papiledema. campuran antara atrofi pada diskus
Hasil penelitian ini menunjukkan optik yang dikaburkan oleh residual
bahwa terdapat korelasi negatif antara edema (pseudonormalisasi).
tajam penglihatan dengan ketebalan Merticariu dkk menyatakan
RNFL. Duman dkk berpendapat adanya korelasi antara ketebalan
terkadang sulit menentukan RNFL dengan derajat dari
penurunan dari edema saraf optik papiledema dilihat dari skala Frisen.
diakibatkan adanya perbaikan atau Pada pasien grup derajat ringan
menunjukkan sudah adanya menunjukkan rata-rata ketebalan
kehilangan akson sel ganglion retina. RNFL yaitu 117 µm (95% CI, ±
Jika edema diskus optik berkurang, 16μm), grup derajat sedang rata-rata
8

ketebalan RNFL 165 μm (95% CI, ± anatomis. Pada pasien dengan


89μm), dan grup derajat tinggi 269 gangguan pembengkakan diskus
μm (95% CI, ± 31 μm).28 Pada optikus penilaian menggunakan
penelitian ini hasil rata-rata ketebalan ganglion cell layer – inner plexiform
RNFL berada pada median 179,50 layer (GCL-IPL) pada pemeriksaan
µm yang menunjukkan pasien telah OCT dapat memberikan informasi
berada pada derajat sedang (tahap dalam penilaian kehilangannya sel
lanjut). Khalil dkk menyatakan akson ganglion yang bersifat
terdapat korelasi positif antara ireversibel. Malhotra dkk
kerusakan lapang pandang dengan menyarankan pemeriksaan GCL
ketebalan inisial dari RNFL. Pada selain RNFL pada pasien papiledema
penelitian tersebut median derajat kronis maupun yang telah
papiledema berada pada Frisen skala memperlihatkan penurunan
II atau derajat ringan.12 Hasil edema.16,31-32
penelitian ini menunjukkan korelasi Keterbatasan pada penelitian ini
negatif dimungkinkan oleh kondisi adalah penelitian retrospektif
derajat papiledema pada pasien sehingga tidak terdapat data derajat
berada di tahap lanjut (derajat sedang- kekeruhan lensa dari pasien yang
tinggi). dapat mempengaruhi. Keterbatasan
Alfonso dkk menyatakan salah lain adalah hal-hal yang dapat
satu faktor prognosis kehilangan mempengaruhi akurasi perhitungan
tajam penglihatan pada pasien ketebalan RNFL seperti refleks
papiledema adalah jika waktu dari mengedip pasien, pemotongan batas
munculnya gejala hingga terdiagnosa lapisan RNFL dan sentrasi dari diskus
adalah lebih dari 6 bulan.29 Ahmad optikus tidak dapat diintervensi pada
dkk menyebutkan diperlukan waktu 4 penelitian ini. Penelitian ini juga tidak
– 6 minggu dari terjadinya kerusakan menilai ketebalan ganglion cell layer
aksonal hingga atrofi diskus optikus (GCL) makula dan pengaruhnya
mulai berkembang.30 Hasil penelitian terhadap tajam penglihatan.
ini menunjukkan durasi lama gejala
dari gangguan penglihatan pada SIMPULAN
pasien berkisar pada median 6 Terdapat korelasi negatif antara
minggu walaupun tidak dapat tajam penglihatan dengan ketebalan
ditentukan lamanya papiledema yang RNFL (retinal nerve fiber layer) pada
telah terjadi pada pasien. Berdasarkan pasien yang terdiagnosis papiledema.
durasi dari lama gejala buram yang Perlu dilakukan penilaian derajat
dirasakan, kemungkinan pasien yang kekeruhan lensa dalam penelitian
datang ke poliklinik telah mengalami papiledema selanjutnya serta
kondisi atrofi pada diskus optik penelitian lebih lanjut terhadap
namun tersamarkan oleh edema yang indikator lain yang dapat digunakan
ada sehingga menyebabkan hasil pada sebagai penilaian prognosis visual
penelitian ini berkorelasi negatif. pada pasien papiledema seperti GCL
Jain dkk dan Rebodella dkk – IPL dan korelasinya terhadap RNFL
menyatakan walaupun edema diskus dan tajam penglihatan.
optikus telah teratasi, kerusakan
aksonal belum dapat dideteksi secara
9

DAFTAR PUSTAKA control study. Clinical Neurology and


1. Chen, J. J., & Bhatti, M. T. (2019). Neurosurgery. 2015. 95–9.
Papiledema. International 12. Khalil D, Labib D. Correlation
ophthalmology clinics, 59(3), 3–22. between optical coherence
2. Miller NR, Subramanian P, Patel tomography parameters and retinal
V. Walsh & Hoyt’s clinical neuro- sensitivity in idiopathic intracranial
ophthalmology. Philadelphia: hypertension. J Egypt Ophthalmol
Wolters Kluwer Health; 2015. Soc. 2015;108(2):61.
3. Liu, Grant T. Liu, Volpe, and 13. American Academy of
Galetta's neuro-ophthalmology: Ophthalmology. Basic and Clinical
diagnosis and management. Science Course Fundamentals and
Philadelphia: Elsevier health Principle of Ophthalmology. 67–69
sciences. 2018. 197-229 14. Swiston C. Disc edema. Moran
4. Schirmer CM, Bidot TR. core clinical opthalmology for
Mechanisms of visual loss in education. 2019. 1-3
papiledema. FOC. 2007. 23(5). 15. Monteiro MLR. Optical
5. Rigi M, Almarzouqi S, Morgan M. coherence tomography in neuro-
Papiledema: epidemiology, etiology, ophthalmology: do we really need it?.
and clinical management. EB. 2015. J Neuro-Ophthalmol .2016. 353-55
6. Kementrian Kesehatan Republik 16. Rebolleda G, Muñoz-Negrete FJ.
Indonesia. Pedoman nasional Follow-up of mild papiledema in
pelayanan kedokteran tumor otak. idiopathic intracranial hypertension
Jakarta. 2017. 1-92 with optical coherence tomography.
7. Auinger P, Durbin M, et al. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2009.
Papiledema outcomes from the 17. Carta A, Mora P, Aldigeri R.
optical coherence tomography Optical coherence tomography is a
substudy of the idiopathic intracranial useful tool in the differentiation
hypertension treatment trial. between true edema and
ophthalmology. 2015. 1939-45. pseudoedema of the optic disc. 2018.
8. Hayreh SS. Pathogenesis of optic 18. Kartika A, Simatupang Y, B S,
disc edema in raised intracranial Sovani I, Mose JC. Neuro-ophthalmic
pressure. Progress in Retinal and Eye manifestations of intracranial tumors.
Research. 2016. 108–44. J-Stages. 2017;34(3):385.
9. Cunha LP. The importance of 19. Crum OM, Kilgore KP, Sharma
optical coherence tomography in R, et al. Etiology of papilledema in
papiledema. Revista Brasileira de patients in the eye clinic setting.
Oftalmologia. 2015. 273-4. JAMA Netw Open. 2020
10. Duman R, Yavaş G, Norman E. 20. Liu X, Almast J, Ekholm S.
The retinal layers in the preservation Lesions masquerading as acute
of visual acuity in the early stages of stroke. J Magn Reson Imaging. 2013.
idiopathic intracranial hypertension. 15–34.
JAMMR. 2018. 1–5. 21. Raju K. Ocular manifestations of
11. Ahuja S, Anand D, et al. Retinal intracranial space occupying lesions –
nerve fiber layer thickness analysis in a clinical study. Regional Institute of
cases of papilledema using optical Ophthalmology. 2009.
coherence tomography – A case
10

22. Parrozzani R, Miglionico G, et al. 30. Ahmad SS, Kanukollu VM. Optic
Correlation of peripapillary retinal atrophy. In: StatPearls. Treasure
nerve fiber layer thickness with visual Island (FL): StatPearls Publishing;
acuity in paediatric patients affected 2021.
by optic pathway glioma. Acta 31. Malhotra K, Padungkiatsagul T,
Ophthalmol. 2018. 1004–9. Moss HE. Optical coherence
23. Heidary G, Rizzo JF. Use of tomography use in idiopathic
Optical Coherence Tomography to intracranial hypertension. Ann Eye
Evaluate Papilledema and Sci. 2020.
Pseudopapilledema. Seminars in 32. Jain, R. S., & Bhana, I. G. Optical
Ophthalmology. 2010. 198–205 coherence tomography (OCT)
24. Liu TT, Bi HS, Wang XR, et al. assessment of morphological changes
Change of retinal nerve fiber layer of the optic nerve head in IIH.
thickness in patients with nonarteritic International Journal of Health and
inflammatory anterior ischemic optic Clinical Research. 2021. 106–108.
neuropathy. Neural Regen Res. 2012.
2778-83.
25. Lee AG, Sinclair AJ, Sadaka A,
editors. Neuro-Ophthalmology:
global trends in diagnosis, treatment
and management. Cham: Springer
International Publishing; 2019
26. Wall M, White WN. Asymmetric
papilledema in idiopathic intracranial
hypertension: prospective interocular
comparison of sensory visual
function. Invest Ophthalmol Vis Sci.
1998.
27. Hatem CF, Yri HM. Long-term
visual outcome in a Danish
population of patients with idiopathic
intracranial hypertension. Acta
Ophthalmol. 2018. 719–23.
28. Merticariu A, et al. Optical
coherence tomography assessment of
structural changes in the optic nerve
head and peripapillary retina in
idiopathic intracranial hypertension.
Arch Balk Med Union. 2019.267–73.
29. Afonso CL, Talans A, Monteiro
MLR. Factors affecting visual loss
and visual recovery in patients with
pseudotumor cerebri syndrome.
Arquivos Brasileiros de
Oftalmologia. 2015.

Anda mungkin juga menyukai