Anda di halaman 1dari 24

RETINOPATHY OF PREMATURITY

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK
10 Oktober 2017
KLINIS (PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth

PENGERTIAN Retinopati karena gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina


pada bayi prematur. Suatu retinopati yang berat ditandai dengan
proliferasi pembuluh darah retina, pembentukan jaringan parut dan
pelepasan retina.

ANAMNESE DAN Bayi lahir pada atau sebelum usia gestasi 31 minggu atau berat badan
PEMERIKSAAN FISIK lahir 1500 gram atau kurang, dilakukan skring retinopathy of
prematurity (ROP). Dengan menggunakan funduskopi indirek. Skrining
dimulai 4 – 7 minggu setelah lahir untuk mendeteksi adanya ROP.
Dilakukan follow up ulang tiap 1 – 2 minggu tergantung dengan derajat
keparahan retina yang terlibat, sampai vaskularisasi retina sudah
mencapai zona 3. Pupil bayi diberi midriatikum dengan cyclopentolate
0,5% ataupun phenyephrine 2,5%.

KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan lokasi yang terlibat , dibagi :


Zona I: garis lingkaran imaginer dua kali jarak antara optik disc dengan
makula
Zina II : garis konsentris imaginer dari zona I sampai ke nasal ora serrata
Zona III: sampai ketemporal dari zona II

Klasifikasi internasional untuk retinopathy of prematurity

Stadium I : flat demarkasi line


Stadium II : ridged demarkasi line
Stadium III : ridged demarkasi line dengan extraretinal fibrovascular
proliferation
Stadium IVA : extrafoveal retinal detachment
Stadium 1VB : subtotal retinal detachment melibatkan makula
Stadium V : total retinal detachment
“Plus Disease : engorged veins and tortuous arteries diposterior pole"

DIAGNOSIS BANDING Retinoblatoma

PEMERIKSAAN
PENUNJANG  Funduskopi indirek
 B-scan ultrasonografi
 Retcam

TERAPI DAN  Laser fotokoagulasi


PENATALAKSANAAN  Intravitreal anti-VEGF agents
 Pars plana vitrektomi

EDUKASI Informed concern yang jelas keluarga si anak sangat di perlukan pada
kasus ini, semakin tinggi stage kerusakan pada retina maka semakin
buruklah penglihatan si anak untuk kedepannya.

PROGNOSIS Prognosis ROP sangat bergantung pada stadiumnya. Stadium I dan


stadium II prognosisnya baik.Stage III – V dengan atau disertai dengan
“Plus disease” memiliki hasil akhir tajam penglihatan buruk.

KEPUSTAKAAN 1. Fielder AR, Haines L, Scrivener R, Wilkinson AR, Pollock JI on


behalf of the Royal Colleges of Ophthalmologists and Paediatrics
and Child Health and the British Association of Perinatal Medicine.
Retinopathy of prematurity in the UK II: audit of national guidelines
for screening and treatment. Eye 2012; 16(3):285-291.
2. Mathew MR, Fern AI, Hill R. Retinopathy of prematurity: are we
screening too many babies? Eye 2012; 16(5):538-542.
3. Gilbert C, Fielder A, Gordillo L, Quinn G, Semiglia R, Visintin P et
al. Characteristics of infants with severe retinopathy of prematurity
in countries with low, moderate, and high levels of development:
implications for screening programs. Pediatrics 2013; 115(5): e518-
e525.
4. Section on Ophthalmology. American Academy of Peditrics,
American Academy of Ophthalmology, American Association for
Pediatric Ophthalmology and Strabismus. Screening Examination of
Premature Infants for Retinopathy of Prematurity. Pediatrics 2013;
117(2):572-576. Erratum in: Pediatrics. 2013;118(3):1324.
5. Flynn JT, Chan-Ling T. Retinopathy of prematurity: two distinct
mechanisms that underlie zone 1 and zone 2 disease. Am J
Ophthalmol 2012; 142(1):46-59.

KATARAK SENILIS
H 25

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK
10 Oktober 2017
KLINIS (PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut

ANAMNESE DAN Subyektif


PEMERIKSAAN FISIK  Tajam penglihatan menurun, makin tebal kekeruhan lensa, tajam
penglihatan makin mundur. Demikian pula bila kekeruhan terletak di
sentral dari lensa penderita merasa lebih kabur dibandingkan
kekeruhan di perifer.
 Penderita merasa lebih nyaman membaca dekat tanpa kacamata
seperti biasanya karena miopisasi.
 Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita
mengeluh silau dan penuruna penglihatan pada keadaan terang.
Objektif
 Leukokoria, pupil bewarna putih pada katarak matur.
 Tes iris shadow ( bayangan iris pada lensa ) : yang positif pada
katarak imatur dan negative pada ktarak matur.
 Refleks fundus yang bewarna jingga akan menjadi gelap (Refleks
fundus negatif ) pada katarak matur.

KRITERIA DIAGNOSIS - Ototip snelen : untuk mengetahui tajam penglihatan penderita, pada
stadium insipient dan imatur bias coba di koreksi dengan kacamata
yang terbaik.
- Lampu senter : reflex pupil terhadap cahaya pada katarak masih
normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama apabila pupil
dilebarkan, bewarna putih ke abu-abuan yang harus dibedakan
dengan reflex senile. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.
- Opthalmoskopi : untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan.
Pada stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan dan kehitam –
hitaman dengan latar belakang jingga, sedangkan pada stadium
maturhaya di dapatkan warna kehitaman tanpalatar belakang jingga
atau rfleks fundus negative.
- Slit Lamp Biomikroskopi : dengan alat ini dapat di evaluasi luas ,
tebal dari lokasi kekeruhan lensa.

DIAGNOSIS BANDING 1. Refleks senile : pada orang tua pada lampu senter tampak warna pupil
keabu-abuan mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan reflex fundus
positif.
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyuli dari penyakit
mata ( missal : uveitis anterior ) atau penyakit sistemik ( missal
diabetes mellitus ).
3. Katarak karena penyebab lain : missal obat-obatan ( kortikosteroid ),
radiasi dan lain - lain
4. Kekeruhan badan lensa
5. Ablasi retina

TERAPI DAN 1. Pencegahan sampai saat ini belum ada


PENATALAKSANAAN 2. Pembedahan : dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan
penderita telah mengganggu pekerjaan sehari – hari dan tidak dapat
dikoreksi dengan kacamata.
3. Pembedahan pada ekstraksi katarak yang dapat dikerjakan dengan
cara :
a. Intrakapsuler : massa lensa dan kapsul di keluarkan seluruhnya
b. Ekstra kapsuler : Massa lensa dikeluarkan dengan merobek
kapsul bagian anterior dan meninggalkankapsul bagian
posteriorn.
c. Fakoemulsifikasi : Inti lensa dihancurkan didalam kapsul dan
sisa massa lensa dibersihkan dengan irigasi danaspirasi.

4. Koreksi afakia ( mata tanpa lensa )


5. Implantasi intraokuler : Lensa intra okuler di tanam setelah lensa
mata diangkat.
6. Kacamata : kekurangan nya adalah cukup besar dan lapangan
pandang terbatas. Kekeruhan lensa yang dibeikan sekitar + 10 D bila
sebelumnya emetrop.
7. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler dimana penderita
koperatf, terampil dan kebersihan terjamin. Kacamata dan lensa
kontak diberikan bila pemasangan lensa intra okuler tidak dapat
dipasang dengan baik atau merupakan kontra indikasi

EDUKASI Katarak belum dapat di sembuhkan dengan obat-obatan, hanya dapat di


perbaiki dengan cra operasi.

PROGNOSIS Baik

KEPUSTAKAAN 1. Vaughan D, Asbury : General Opthalmology, 15th ed, lange medical


publication, California ,2012, pp 160 -16o, 164-165
2. Basic and Clinican scienece course : Lense and katarak, the
foundsation The America, academy of othalmology , Academy og
ophyhalmology, 2012 – 2013, pp 40pp, 40-45, 96 – 110
3. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 3rd,Ed. Oxford: Butterworth-
Heinemann; 2012. 234-248.
4. Khaw T, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Edition. London:
BMJ Publishing Group; 2013. 52-59.
5. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and
Posterior Subcapsular Cataract in Adult Javanese Population at
Yogyakarta territory. Ophthalmologica Indonesiana 2012;321:59.
6. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14.
Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 17th
Ed. Jakarta: Widya Medika; 2012.176-177

PRIMARY OPEN ANGLE GLAUCOMA


H 40.1

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK
10 Oktober 2017
KLINIS (PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap
ditandaioleh peninggian tekanan intraokular, penggaungan dan
degenerasi papil saraf optik serta dapat menimbulkan skotoma (
kehilangan lapangan pandang).
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor
akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan
intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi yang dinyatakan dengan
tekanan air raksa.
Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma yang penyebabnya tidak
ditemukan dan ditandai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.
Glaukoma sudut terbuka ini diagnosisnya dibuat bila ditemukan
glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa ditemukan
kelainan yang dapat merupakan penyebab.
ANAMNESE DAN Glaukoma disebut sebagai “ pencuri penglihatan “ karena berkembang
PEMERIKSAAN FISIK tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari
penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit
tersebut. Biasanya nanti diketahui disaat penyakitnya sudah lanjut dan
telah kehilangan penglihatan.
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui
bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya
mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang
penglihatan kabur dengan anamnesis tidak khas. Pasien tidak mengeluh
adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih
kuat dibanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal
sampai keadaan glaukomanya sudah berat.3
Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang
menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi
lain ketika penderita melihat lurus ke depan ( disebut penglihatan
terowongan).
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan tekanan bola mata
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tanometer pada
bola mata dinamakan tonometri. Tindakan ini dapat dilakukan oleh
dokter umum dan dokter spesialis lainnya.
Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang
berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara
umum. Dikenal beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz
dan tonometer aplanasi Goldman.

a. Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran
tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik
melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga
tonometri indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz dilakukan
indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi
horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain
0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau
penderita diminta melihat lurus ke salah satu jarinya, yang diacungkan,
di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita.
Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan
bola mata; jari kelingking tangan kanan yang memegang tonometer,
menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar.
Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea.Tonometer Schiotz
kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang mata yang
lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar penderita.
Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap
angka pada skala disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban
5,5 gram (beban standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil
beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap beban, table menyediakan kolom
tersendiri.
b. Tonometer aplanasi
Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat
dipercaya dan cermat bias dikerjakan dengan Goldman atau dengan
tonometer tentengan Draeger.
Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan
waktu beberapa detik setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya
yang diperlukan untuk mamapakan daerah kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer
aplanasi di taruh pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan
tekanan pada mata sehingga gambar sepasang setengah lingkaran yang
simetris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di
semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah papak (
teraplanasi). Dengan melihat melalui mikroskop lampu celah dan
dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah lingkaran yang
berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya
tekanan intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer
aplanasi dan hasil pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala
mikrometer dalam mmHg.

c. Tonometri Digital
Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan
cepat yaitu dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat
khusus (tonometer). Dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa
diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus
atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain
menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat
menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat
dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan
infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.

2.Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma
terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan malahan dapat menerangkan
penyebab suatu glaukoma sekunder.

3.Oftalmoskopi
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang
dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik
di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah
mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung.
Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat menggambarkan
ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
 Kelainan papil saraf optik
- saraf optik pucat atau atrofi
- saraf optik tergaung
 Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan
berwarna hijau
 Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4. Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan
selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan
juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer
belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya
sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang
kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat
menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk
kemudian menjadi buta.

5. Tes provokasi
 Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan
intraokular diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan
tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
 Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1
menit. Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg,
atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti
patologis.
 Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure
congestive test. Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan
kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.
 Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
KRITERIA DIAGNOSIS  Pada anamnesa tidak khas, seperti mata sebelah terasa berat, kepala
pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak
mengeluh adanya halo dan memerlukan kaca mata koreksi untuk
presbiopia lebih kuat dibanding usianya.3
 Kita harus waspada terhadap glaukoma sudut terbuka pada orang-

oarang : berumur 40 tahun atau lebih, penderita diabetes mellitus,


pengobatan kortikosteroid lokal atau sistemik yang lama dan dalam
keluarga ada penderita glaukoma, miopia tinggi.2,3,4,6,8
 Pemeriksaan Tonometri bila antara kedua mata, selalu terdapat
perbedaan tensi intraokular 4 mmHg atau lebih, maka itu
menunjukkan glaukoma sudut terbuka.6
 Pemeriksaan lapang pandangan 6
Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum
menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya
sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas.
 Pemeriksaan oftalmoskopi 6
Pada glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan
kelainan degenerasi yang primer, yaitu disebabkan oleh insufisiensi
vaskuler.
 Pemeriksaan gonioskopi 6
Pada glaukoma sudut terbuka sudutnya normal. Pada stadium yang
lanjut, bila telah timbul goniosinechiae ( perlengketan pinggir iris
pada kornea atau trabekula ) maka sudut dapat tertutup.
 Tes provokasi 6
 tes minum air kenaikan tensi 8-9 mmHg, mencurigakan, 10 mmHg
pasti patologis
 tes steroid kenaikan 8 mmHg menunjukkan glaukoma
 pressure congestive test kenaikan 9 mmHg atau lebih,
mencurigakan . sedangkan 11 mmHg pasti patologis.

PEMERIKSAAN
PENUNJANG  Funduskopi indirek
 B-scan ultrasonografi
 Retcam

TERAPI DAN I.Medikamentosa


PENATALAKSANAAN Harusnya disadari betul, bahwa glaukoma primer merupakan masalah
terapi pengobatan (medical problem).Pemberian pengobatan
medikamentosa harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-
obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai efek sampingnya
sekecil-kecilnya.Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga, bahwa
perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya
menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan
penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit. Tak ada bukti bahwa
tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma.
Obat-obat yang dipakai :
1.Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow
a. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari
b. Eserin ¼-1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari
Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu
diteteskan pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep
mata dapat diberikan malam hari.
Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang
dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik,
dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi
dapat menyebabkan : keringat yang berlebihan, salivasi, tremor,
bradikardi, hipotensi.

2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus.


Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.

3. Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor


akueus.
Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari.
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya
asma, payah jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita
hamil, harus dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum
memberikannya. Pemberian pada anak belum dapat dipelajari.
Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan perubahan pupil,
gangguan visus, gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat diberikan
bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih tinggi dari 0,5%
dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan
intraokular yang lebih lanjut.

4. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase),


menghambat produksi humor akueus.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax).
Pada pemberian obat ini timbul poliuria
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni,
granulositopeni, kelainan ginjal.
Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekwensi
penetesannya atau prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang
lain atau tablet.
Monitoring semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma
sudut terbuka selalu dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang
teratur.
II. Operasi
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru
dilakukan bila :
1. tekanan intraokular tak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
2. lapang pandangan terus mengecil
3. orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
4. tidak mampu membeli obat
5. tak tersedia obat-obat yang diperlukan
Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan
humor akueus, oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.

Pembedahan pada glaukoma :


1. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi
anestesi lokal kadang-kadang sedikit obat tidur.
Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera
sehingga terbentuk suatu lubang. Melalui celah sclera yang dibentuk
cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang
kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus
memakai penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air.
Untuk sementara pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
2. Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
(pengeluaran ) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata
sehingga tekanan bola mata naik.
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan
cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata
tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau
salurannya diperluas.
Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata
keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut
yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin. Dapat dibuat
lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah
pembedahan perlu diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan
tekanan mata setelah pembedahan.

3. Bedah filtrasi dengan implan


Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong
pengaliran (implant urgary).
Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi
secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artificial) yang
ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan keluar.
Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat
keluarnya cairan dari bilik mata depan.
Upaya di dalam membuat ini adalah :
 Dapat mengeluarkan cairan mata yang berlebihan.
 Keluarnya tidak hanya dalam jumlah dan persentase.
 Mengatur tekanan maksimum, minimum optimal, seperti hidrostat.
 Tahan terhadap kemungkinan penutupan
 Minimal terjadinya hipotensi
 Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi.
 Bersifat atraumatik.
4. Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan
siliar yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini
dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola
mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang.
Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama
adalah bedah filtrasi.

EDUKASI Pada dasarnya penyakit glaucoma seperti penyakit hipertensi dan


diabetes mellitus, apabila terdiagnosis glaucoma,maka selamanya akan
terdiagnosa glaucoma. Pengobatan yang dilakukan untuk mengontrol
tekanan intra oculi untuk menjadi normal, sehingga resiko kerusakan
pada saraf mata yang lebih lanjut dapat di minimalisasi, tetapi bukan
untuk menyembuhkan sehingga pengobatan ini merupakan pengobatan
seumur hidup.
PROGNOSIS Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada
kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat
dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata.
Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan
lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan
semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.

KEPUSTAKAAN 1. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Glaukoma. dalam :


Oftalmologi Umum, ed. Suyono Joko, edisi 15, Jakarta, Widya
Medika, 2013, hal : 220-232
2. Yulia, glaucoma, diunduh dari http://fkuii.org/tiki-
index.php?=Glaukoma2, dipublikasikan 3 Desember 2012.
3. Ilyas Sidartha, dkk. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3,
Jakarta,Balai Penerbit FKUI, 2012, hal 212-217.
4. Anonim, Glaukoma, diunduh dari http:
//www.medicastore.com/images/glaucoma.jpg & imgreful,
dipublikasikan tahun 2012.
5. Anonim, Glaukoma, diunduh dari
http://www.klinikmatanusantara.com/glaukoma.php , dipublikasikan
Tahun 2012.
6. Wijaya Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya
Nana, cet.6, Jakarta, Abadi Tegal, 2013, hal : 219-232.
7. Anonim, Macam-Macam Penyakit, diunduh dari
http://www.pfizerpeduli.com/pfizer , dipublikasikan Tahun 2012.
8. Ilyas, Sidarta, Glaukoma. edisi 3, Jakarta, Sagung Seto, 2012, hal
57-60, 121-139.

AGE RELATED MACULAR DEGENERATION


(AMD /ARMD)
H 35.329

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
10 Oktober 2017
(PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Kelainan pada makula yang menyebabkan hilangnya tajam penglihatan
pada usia diatas 50 tahun

ANAMNESE DAN 1. Non neovaskurarisasi atau non exudative (dry AMD)


PEMERIKSAAN FISIK Tanda pasti  drusen
Drusen :
Deposit granul lipid ekstrasellular yg terletak antaramembran
basement RPE & zona kolagenbagian dalam dari membran bruch

Kelainan RPE : - Atropi geografi, atrofi non geografi,daerah


hiperpigmentasi

2. Neovaskularisasi atau exudative (wet AMD) .


- Penurunan visus dengan onset yangtiba-tiba
- Metamorphopsia, paracentral scotomata
Tanda : - pe ↑ RPE
- subretinal / intraretinal lipid,cairan / darah
- pigment epithelial detachment (PED)
- retinal pigment epithelial tears
- lesi CNV gray-green

KRITERIA DIAGNOSA DAN  CSCR atau CSC (Central Serous Chorioretinopoathy )usia 25-55
PEMERIKSAAN thn
PENUNJANG  Pattern dystrophy pada RPE
 Lamina basalis atau kutikular, drusen (syndrome usia 30-40 thn)
 Drug toxicity (riwayat pemakaian obat) chloroquine : retinal signs
mottledhypopigmentation, non geographic atrophy (degenerasi RPE)

DIAGNOSIS BANDING

TERAPI DAN • Laser photocoagulasi (thermal laser)


PENATALAKSANAAN - Digunakan pd occult&classic
- Merusak fovea sentral

• Photodinamik terapi (PDT)


- 2 tahap dg pemberian sistemik photosensitizing drug, dg sinar
infrared dioda laser

• Injeksi intravitreal Antiangiogenesis (pegabtanib, ranibizumab /


lucentis)
- Anti VEGF (Vascular Endothel Growth Factor)

EDUKASI 1. Hindari merokok


2. Selalu control apabila memiliki riwayat hipertensi
PROGNOSIS Penanganan yang tepat sasaran, vitamin dan mineral dapat
memperlambat AMD kebentuk yang lebih lanjut. Wet AMD tidak dapat
diobati tetapi progresifitasnya dapat diperlambat dengan tindakan laser,
photodinamik dan injeksi intravitreal.

OKLUSI VENA RETINA SENTRALIS


H 34.8192
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
PANDUAN PRAKTIK KLINIS Tanggal Terbit : Direktur
(PPK) 10 Oktober 2017
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Kelainan retina akibat penyumbatan vena retina sentralis yang
mengakibatkan gangguan perdarahan didalam bola mata ditandai
dengan hilangnya penglihatan mendadak

ANAMNESE DAN Tipe Non Iskemik :


PEMERIKSAAN FISIK  Visus masih baik
 RAPD ringan
 Funduskopi : vena dilatasi ringan dan tortuosity, dot dan flame
shape haemorhage,dengan atau tanpa papil edema
 FFA : perpanjangan waktu sirkulasi retina dengan putusnya
permeabilitas kapiler tetapi area nonperfusi minimal.

II. Tipe Ischemic :


 Visus jelek
 RAPD (+)
 Scotoma sentral, Marcus Gunn +
 Rubeosis iridis
 Funduskopi :Vena dilatasi lebih nyata, Perdarahan masif 4
kuadran, edema retina ,cotton woll spot,
 FFA : perluasan /penyebaran area non perfusi sejalan dengan
perpanjangan sirkulasi intraretina > 10 disc  resiko tinggi
neovaskularisasi

KRITERIA DIAGNOSA DAN  Pemeriksaan visus


PEMERIKSAAN  Funduskopi
PENUNJANG  Fluoresein angiografi
 Elektroretinografi
 Pemeriksaan laboratorium : pengukuran lemak serum, protein
plasma, glukosa plasma, kekentalan darah . pada pasien usia
muda , kadar protein C, protein S dan antitrombolitik untuk
menyingkirkan kelainan sistem trombolitik

DIAGNOSIS BANDING 1. Oklusi arteri retina sentralis


2. Okular iskemia sindrom

TERAPI DAN  Kontrol dan observasi underlying disease


PENATALAKSANAAN  Laser Fotokoagulasi
 Intravitreal triamcinolone
 Tindakan bedah dekompresi : Arteriovenous sheathotomy

Follow up :
 Untuk oklusi non iskemik : initial follow up selama 3 bulan. Pasien
diinstruksikan untuk segera kontrol bila penglihatan terasa memburuk
atau ada tanda2 merah dan nyeri neovaskularisasi
 tipe iskemik : follow up setiap bulan selama 6 bulan untuk deteksi
neovaskularisasi segment anterior

EDUKASI Pada kasus ini sebaiknya di tangani di rumah sakit


PROGNOSIS Umumnya jelek terutama untuk kemajuan visusnya.
Fluoresens angiografi menunjukkan dua jenis respon ; tipe noniskemik
dengan dilatasi dan edema pembuluh darah; dan tipe iskemik dengan
daerah – daerah non perfusi kapiler yang luas atau bukti adanya
neovaskularisasi segmen anterior atau retina.
Jika edema dan perdarahan retina dapat diserap kembali oleh tubuh
maka akan dapat memperbaiki visus.

RETINOPATI DIABETIK
H 36/ E 11.3
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
10 Oktober 2017
(PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh – pembuluh darah halus retina akibat komplikasi dari diabetes.
Kelainan patologi yang paling dini adalah perubahan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit.

ANAMNESE DAN Gejala :


PEMERIKSAAN FISIK - Kesulitan membaca
- Penglihatan menurun tiba – tiba pada satu mata
- Melihat lingkaran – lingkaran cahaya
- Menlihat bintik gelap dan cahaya kelip –kelip

Tanda :
 Mikroaneurisma
 Hemorhage retina
 Eksudat : hard eksudat dan soft eksudat ( cotton wool spot)
 Neovaskularisasi pada retina
 Venous beading dilatation, looping , dan tortuosity
 Edema macula

Derajat Gambaran klinis


Non proliferative
No retinopathy Tidak ada lesi retina
Hanya mikroaneurisma Tidak ada lesi selain
mikroaneurisma
Mild NPDR Mikroaneurisma, retinal
hemorrhage, hard exudat
oMderate NPDR Mild NPDR + cotton wool spot
dgn atau IRMA
Severe NPDR Adanya salah satu dari gejala
berikut :
 Mikroaneurisma plus
venous beading and or
H/MA ≥ standar
photograph in 4 quadrant
 Marked venous beading
in 2 or more quadrant,
atau
 Moderate IRMA
(standar photograph 8A
in one or more quadrant)
Very severe NPDR 2 atau lebih gejala seperti pada
severe PDR
Proliferatif
PDR tanpa HRC Pembuluh darah baru dan atau
proliferasi fibrosis atau
perdarahan preretinal dan atau
vitreus
PDR dgn HRC  NVD ≥ standar
photograph 10 A, atau
 Less extensive NVD bila
terdapat perdarahan
vitreus atau preretina,
atau
 NVE ≥1/2 disc area, bila
terdapat perdarahan
vitreus atau preretina
Advanced PDR  Extensive vitreus
hemorhage precluding
grading, retnal
detachment involving
macula or pthisis bulbi
or enucleation secondary
to a complication of DR

Diabetic Macular Edema


Penyebab tersering hilangnya penglihatan pada penderita diabetes, terutama
diabetes type 2

Tanda : penebalan retina. Pada pemeriksaan fluoresecein angiografi tampak


hiperfluorescein karena ada kebocoran kapiler retina dan ada pola flower –
petal.
Pada OCT menunjukkan penebalan retina

Fokal makulopati
Tanda : penebalan retina yang difuse dengan gambaran cystoid. Pada
fluorescein angiografi tampak hiperfluoresensi yang difus dan pola flower-
petal

Clinically significant macular oedema


 Penebalan retina 500μm dari sentral makula
 Eksudat 500μm dari sentral makula dan berhubungan dengan penebalan
retina
 Penebalan retina dari 1 disc area (1500 μm) atau lebih luas dari sentral
makula

KRITERIA DIAGNOSA DAN  Pemeriksaan visus


PEMERIKSAAN  Pemeriksaan slitlamp dengan lensa + 90 D
PENUNJANG  Funduskopi indirek
 Fluorescein angiografi
 OCT
 B-scan ultrasonografi

DIAGNOSIS BANDING 1. Retinopati hipertensi


2. CRVO

TERAPI DAN Retinopati diabetik non proliferatif tanpa edema makula


PENATALAKSANAAN 1. Modifikasi gaya hidup : kontrol kgd pengobatan terhadap
hiperglikemia dan hipertensi, olahraga teratur
2. Laser argon fokal pada titik kebocoran retina yang secara klinis
menunjukkan edema bermakna dan dapat memperkecil resiko penurunan
penglihatan

Retinopati diabetik proliferatif


1. Fotokoagulasi panretina laser argon : menurunkan kemungkinan
perdarahan masif korpus vitreum dan menghilangkan neovaskularisasi
2. Intravitreal anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF
agents).
Injeksi intravitreal0,5 mg Ranibizumab perbulan selama 3 bulan
3. Intravitreal triamcinolone
4. Pars plana vitrektomi
Pada makula edema yang mengalami traksi dari hyaloid posterior

EDUKASI Usahakan untuk selalu mengontrol penyakit diabetes pasien, agar mencegah
kerusakan retina mata menjadi bertambah parah

PROGNOSIS Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser ,
daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif lebih baik.

OKLUSI ARTERI SENTRALIS RETINA (CRAO)


H 34.10

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Tanggal Terbit : Direktur
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
10 Oktober 2017
(PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Sumbatan pada arteri sentralis retina. Tempat tersumbatnya biasanya di
lamina kribosa. Arteri retina sentralis merupakan cabanng dari arteri
oftalmika yang dapat menyebabkan iskemia retina bagian dalam dan
biasanya hanya mengenai satu mata saja.

ANAMNESE DAN Gejala :


PEMERIKSAAN FISIK - Penurunan visus mendadak , biasanya disebabkan emboli
- Kabur yang hilang timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap
menetap

Tanda :
- Visus berkisar hitung jari dan persepsi cahaya
- Reflect afferent pupillary defect (RAPD)

Pada funduskopi ditemukan :


 Fundus pucat
 Arteri halus sampai hilang
 Cherry red spot
 Cattle track appearance

PEMERIKSAAN - Funduskopi
PENUNJANG - Fluorescein angiogarfi
- Elekroretinografi

DIAGNOSIS BANDING 1. Sumbatan vena retina sentralis


2. Retinopati akibat oklusi arteri karotis

TERAPI DAN Oklusi arteri retina sentralis merupakan kegawatdaruratan mata yang harus
PENATALAKSANAAN sitangani secara cepat. Karena kan terjadi kerusakan retina yang irreversibel
setelah 90 menit sumbatan total arteri retina sentralis
Prinsip “Gradient perfusion pressure”
• 1. parasintesis COA sumbatan dibawah 1 jam 0,1 – 0,4 cc
• 2. masase bola mata
• 3. asetazolamide oral dapat ditambahkan timolol 0,5 %
• 4. campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5% inhalasi
• 5. Steroid bila di duga terdapatnya peradangan. Untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab berupa giant cell arteritis lakukan pemeriksaan
sedimen eritrosit.

EDUKASI Kasus seperti ini sebaiknya di tangani di rumah sakit

PROGNOSIS Secara umum prognosis oklusi arteri retina sentralis kurang begitu bagus
karena kerusakan retina yang irreversibel dalam 90 menit. Namun tidak
menutup kemungkinan terjadinya perbaikan visus , bergantung pada letak
dan lamanya oklusi.
ABLATIO RETINA

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK
10 Oktober 2017
KLINIS (PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen
ANAMNESIS - Gejala dini : floaters, fotoplasia
- Gangguan lapang pandangan
- Melihat seperti tirai
- Visus menurun tanpa disertai rasa sakit

PEMERIKSAAN FISIK - Visus menurun


- Gangguan lapang pandangan
- Pada pemeriksaan fundus okuli tampak retina yang terlepas
bewarna pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok –
kelok disertai / tanpa adanya robekan retina

KRITERIA DIAGNOSIS DAN Pemeriksaan fundus okuli dengan cara :


PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Dilatasi pupil dengan jalan pemberian tetes mata :
- Tropicamide 0,5%; 1%, ditetesi 3 kali setiap 5 menit, kemudian
ditunggu 20-30 menit
- Phenylephrine 10 %
2. Setelah pupil midriasis, fundus okuli dapat di periksa dengan :
a. Opthalmoskop direk :
- Pembesaran bayangan 14 x
- Bayangan tegak
- Hanya dapat di periksa bagian posterior
- Tidak streoskopis
b. Opthalmoskop indirek binocular
- Pembesaran bayangan 4 x
- Bayangan terbalik
- Dapat di periksa sampai retina bagian perifer, kalau perlu dapat
ditambah dengan indentasi sklera
- Terlihat strereoskopis
- Digunakan lensa 55 mm :
 16 dioptri : bayangan besar, lapangan pandang sempit
 20 dioptri : bayangan lebih kecil, lapangan pandang
luas
Selain untuk pemeriksaan, alat ini juga di pakai pada waktu
operasi ablasi retina
c. Lensa kontak goldman 3 mirror dengan biomikroskop :
- Pembesaran 10-16 x
- Dengan anastesi local : tetracaine 0,5%
- Diberi methylcellulose (CMC 2%, Methocel 2% ) untuk lubrikasi
lensa kontak
- Dapat diperiksa sampai retina bagian perifer.
Selain untuk pemeriksaan, alat ini juga dipakai untuk foto
koagulasi retina (dengan laser)
d. Lensa Hruby dengan biomikroskop
Kekuatan leans : - 55 dioptri
Hanya untuk pemeriksaan bagian sentral dari fundus okuli
e. Lensa +78D ,+80D, +90D dengan biomikroskop, dapat untuk
evaluasi fundus okuli sampai perifer
3. Ditentukan lokalisasi ablasi retina (75% temporal atas )
4. Dicari dan ditentukan lokalisasi dari semua robekan retina
5. USG mata
Harus diperiksa kedua mata, karena ablasi retina merupakan penyakit
mata yang cenderung bilateral.

DIAGNOSIS BANDING 1. Retinoskisis senile : terlihat lebih transparan


2. Separasi koroid : terlihat lebih gelap , dapat melewati ora serrata
3. Tumor koroid ( melanoma maligna ) : perlu pemeriksaan
ultrasonografi ( USG )

TERAPI DAN - Penderita tirah baring sempurna


PENATALAKSANAAN - Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
- Pada penderita dengan ablasi retina non regmatosa, jika penyakit
primernya sudah di obati tetapi masih terdapt ablasi retina, dapat
dilakukan operasi cerclage
- Pada ablasi retina regmatogen :
a. Fotokoagulasi retina : bila terdapat robekan retina dan belum
terjadi separasi retina
b. Plombage local : Dengan silicon sponge dijahitkan pada episklera
pada daerah robekan retina ( dikontrol dengan opthalmoskop
indirek binokuler )
c. Membuat radang steril pada koroid dan epitel pigmen pada
daerah robekan retina dengan jalan : pendinginan (cryotherapi )
dan diatermi
d. Operasi cerlage : operasi ini dilakukan untuk mengurangi tarikan
pada badan kaca. Pada keadan cairan subretina yang cukup
banyak, dapat dilakukan pungsi lewat sklera
e. Bila terdapat proliperatif vitreo-retinopati (PVR ), dilakukan
vitrektomi posterior

EDUKASI Ablasio retina paling sering disebabkan akibat trauma pada mata,
apabila setelah terjadi trauma pasien mengeluhkan penglihatannya
menurun dengan drastis, sangat di anjurkan untuk memeriksakan
langsung ke dokter mata.

PROGNOSIS Prognosa tergantung pada berbagai faktor, khususnya kondisi awal


penderita ketika masuk ke rumah sakit. Tetapi terkadang sewaktu
datang ke rumah sakit kebanyakan pasien telah mengalami kerusakan
retina yang berat, sehingga prognosa nya menjadi buruk.

KEPUSTAKAAN 1. Benson W.E : Retinal Detachment : Diagnosis and Management, 2nd


ed, JB Lipincott Co, Philadhelpia, London, Mexico City, 2012,pp.113-
137.
2. Hollowich F : Ophthalmology a short Textbook, 2012,pp.225-229.
3. Hilton G.F,McLean E.B,Norton E.W : Retinal Detachment a Manual
prepared for the Use of Graduate in Medicine
8thed,AmericanAcademy of Ophthalmology, San Fransisco,
2013,pp.42-46,58,77-91.
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 17th ed, Lange
Medical Publication, Maruzen Asia, 2013,pp. 156-158.
5. Suhendro G.,Moestidjah, Suparyadi T., Sasono W.;Pedoman
Diagnostik dan Terapi,Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Retina,
RSU Dr. Soetomo, tahun 2012.

KARSINOMA SEL BASAL

No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:


/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK 10 Oktober 2017
KLINIS (PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Karsinoma sel basal berasal dari lapisan basal epitel kulit atau dari lapis
luar sel folikel rambut. Berupa benjolan yang transparan, kadang
dengan pinggir yang seperti mutiara. Bagian sentral benjolan tersebut
lalu mencekung dan halus, seakan-akan menyembuh. Tumbuhnya
lambat dengan ulserasi. Jenis ulkus rodiens tumbuh lebih cepat dan
dapat menyebabkan kerusakan hebat disekitarnya.

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat 21istolog,
FISIK jarang mempunyai anak sebar atau bermetastasis. Dapat merusak
jaringan di sekitarnya terumata bagian permukaan bahkan dapat
sampai ke tulang (bersifat 21isto destruktif), serta cenderung untuk
residif lebih bila pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat terjadi
yang menjalar dari samping maupun dari arah dasar, sehingga dapat
merusak bola mata sampai orbita.
Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat 21istology21al21e
dengan diagnosis pasti dilihat dengan 21istol. Angka kematian untuk
karsinoma sel basal adalah 2 – 3 % karena tumor ini jarang
bermetastasis.
KRITERIA DIAGNOSIS DAN Pasien yang memiliki 22istol resiko tinggi untuk terjadinya karsinoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG sel basal adalah yang memiliki corak kulit putih, mata biru, rambut
pirang, usia pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris, Irlandia,
Skotlandia, dan Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki riwayat
terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama pada usia 22istol dua
kehidupan. Riwayat merokok cerutu juga merupakan resiko unruk
terjadinya karsinoma sel basal. Pasien dengan karsinoma sel basal
sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berkembang
menjadi kanker kulit.
Karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang
lebih muda dan ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini
atau mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan sistemik
lain seperti basal cell nevus syndrome atau xeroderma
pigmentosum.Basal cell nevus syndrome (Gorlin syndrome) adalah
kelainan autosomal dominan, kerusakan multisitem yang ditandai
dengan karsinoma sel basal nevoid yang 22istolog yang muncul lebih
awal dalam kehidupan yang diikuti dengan 22istolo skeletal khususnya
pada mandibula, maksila dan vertebra. Xeroderma pigmentosum
merupakan kelainan resesif autosomal yang ditandai dengan sangat
22istology terhadap paparan sinar matahari dan kerusakan mekanisme
repair terhadap sinar matahari sehingga merangsang kerusakan DNA
pada sel kulit.Untuk memastikan adanya suatu basal cel karsinoma
dapat di lakukan pemeriksaan PA 9 patologi Anatomi deengan
mengambil sedikit dari jaringan tumor, dan dapat juga di lkukan
pemeriksaan foto head scan pada bagian radiologi, untuk memeriksa
sejauh mana metastase tumor dan jaringan yang terlibat.

DIAGNOSIS BANDING Melanoma maligna

TERAPI DAN Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
PENATALAKSANAAN karsinoma sel basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada
setiap 22istol insisional jaringan yang akan diperiksa:
1. Mewakili keadaan lesi secara klinis
2. Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
3. Tidak menambah trauma atau kerusakan
4. Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah
yang dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari 22istol
insisi seharusnya di potret atau di gambar dengan pengukuran sehingga
daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk ditemukan pada saat prose
pengangkatan tumor berikutnya.
Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil
dan tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di
pinggir kelopak mata yang berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral
atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus diarahkan secara 22istolog
sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika pinggir dari daerah
kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area yang
terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs
micrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-section
untuk mengetahui batas samping.
Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan
terapi, diantaranya : Bedah
Dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar
meninggalkan sisa. Pilihan terapi bedah :
 Eksisi dengan potong beku (frozen section)
 Bedh mikrografi Mohs
 Bedah dengan laser CO2
 Eksisi tanpa potong beku
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak
mata. Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor
secara keseluruhan dengan batas areanya dikontrol secara 23istology.
Tingkat kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih
jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, 23istol
aliran air mata juga bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara
komplet. Jika 23istol drainase air mata telah terangkat setelah proses
eradikasi tumor, rekonstruksi 23istol aliran keluar air mata tidak bisa
dilakukan sampai pasien benar-benar bebas dari tumor. Beberapa
tumor bisa menyebar ke daerah subkutan dan tidak dapat diketahui
sebelum operasi
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang
lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus
medial dikelola dengan cara bedah mikrografi Mohs. Jaringan diangkat
secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar
3 dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik
Mohs paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal
dan karsinoma sel skuamosa.
Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang
sehat untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat
secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs ini adalah
dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah menginvasi
daerah orbita.
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya
direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang terstandar.
Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal yang
mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara
maksimal bola mata lalu diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata
yang masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa dilakukan segera, kornea
harus dilindungi dengan cara menempelkan atau sementara dengan
cara menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi
jaringan secara spontan bisa menjadi 23istology23a terapi.
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan
cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi secara pembedahan.
Saat cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse sclerosing lesion,
angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara 23istology pinggir area
tidak bisa dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi
ini dihindari untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1
cm, dan lesi tipe morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan
depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy
untuk karsinoma sel basal pada kelopak mata dijadikan cadangan terapi
untuk pasien yang intoleran terhadap pembedahan seperti pasien yang
sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien
dengan kondisi medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan
intervensi bedah.
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada
dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh
bola mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan bagian
tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah
menginvasi 24istology24al harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
Non bedah
Dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon
dari terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang
cukup banyak. Pilihan terapi non bedah yaitu :
 Radioterapi
 Kemoterapi
 Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi
untuk lesi periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi
radiasi juga tidak bisa digunakan untuk memantau area pinggir tumor
secara 24istology. Angka kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga
lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah
lagi, kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini
timbulnya lebih lama setelah terapi awal dan lebih sulit untuk
menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan dari
struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya.
Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya
sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air mata
disertai dengan obstruksi, keratitis sica. Radiasi juga merangsang
timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika
bola mata tidak dilindungi selama terapi.

EDUKASI Karsinoma sel basal merupakan tumor ganas, seemakin cepat


penangaan dan perbaikan maka semakin baik pula hasilnya.

PROGNOSIS Baik apabila berlum terjadi metastase yang luas

KEPUSTAKAAN 1. Anonim. Eyelid Disorders : Diagnosis and Management. Available


from : www.aarp.org. ( di akses 21 Mei 2012 )
2. Anonim. Eyelid Skin Cancer. Available from : www.midlandeye.com.
( di akses 21 Mei 2012 )
3. Ilyas. S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. FK UI. Hal : 1-2. ( di akses 21
Mei 2012 )
4. Vaughan, D, etc. Oftalmologi Umum. Jakarta. Widya Medika. Hal
:17-20. ( di akses 21 Mei 2012 )
5. Anonim. Basal Cell Carcinoma. Available from
: http://eyecancer.com. ( di akses 21 Mei 2012 )

Anda mungkin juga menyukai