ANAMNESE DAN Bayi lahir pada atau sebelum usia gestasi 31 minggu atau berat badan
PEMERIKSAAN FISIK lahir 1500 gram atau kurang, dilakukan skring retinopathy of
prematurity (ROP). Dengan menggunakan funduskopi indirek. Skrining
dimulai 4 – 7 minggu setelah lahir untuk mendeteksi adanya ROP.
Dilakukan follow up ulang tiap 1 – 2 minggu tergantung dengan derajat
keparahan retina yang terlibat, sampai vaskularisasi retina sudah
mencapai zona 3. Pupil bayi diberi midriatikum dengan cyclopentolate
0,5% ataupun phenyephrine 2,5%.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG Funduskopi indirek
B-scan ultrasonografi
Retcam
EDUKASI Informed concern yang jelas keluarga si anak sangat di perlukan pada
kasus ini, semakin tinggi stage kerusakan pada retina maka semakin
buruklah penglihatan si anak untuk kedepannya.
KATARAK SENILIS
H 25
KRITERIA DIAGNOSIS - Ototip snelen : untuk mengetahui tajam penglihatan penderita, pada
stadium insipient dan imatur bias coba di koreksi dengan kacamata
yang terbaik.
- Lampu senter : reflex pupil terhadap cahaya pada katarak masih
normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama apabila pupil
dilebarkan, bewarna putih ke abu-abuan yang harus dibedakan
dengan reflex senile. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.
- Opthalmoskopi : untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan.
Pada stadium insipient dan imatur tampak kekeruhan dan kehitam –
hitaman dengan latar belakang jingga, sedangkan pada stadium
maturhaya di dapatkan warna kehitaman tanpalatar belakang jingga
atau rfleks fundus negative.
- Slit Lamp Biomikroskopi : dengan alat ini dapat di evaluasi luas ,
tebal dari lokasi kekeruhan lensa.
DIAGNOSIS BANDING 1. Refleks senile : pada orang tua pada lampu senter tampak warna pupil
keabu-abuan mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan reflex fundus
positif.
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyuli dari penyakit
mata ( missal : uveitis anterior ) atau penyakit sistemik ( missal
diabetes mellitus ).
3. Katarak karena penyebab lain : missal obat-obatan ( kortikosteroid ),
radiasi dan lain - lain
4. Kekeruhan badan lensa
5. Ablasi retina
PROGNOSIS Baik
a. Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran
tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik
melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga
tonometri indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz dilakukan
indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi
horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain
0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau
penderita diminta melihat lurus ke salah satu jarinya, yang diacungkan,
di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita.
Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan
bola mata; jari kelingking tangan kanan yang memegang tonometer,
menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar.
Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea.Tonometer Schiotz
kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang mata yang
lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar penderita.
Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap
angka pada skala disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban
5,5 gram (beban standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil
beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap beban, table menyediakan kolom
tersendiri.
b. Tonometer aplanasi
Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat
dipercaya dan cermat bias dikerjakan dengan Goldman atau dengan
tonometer tentengan Draeger.
Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan
waktu beberapa detik setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya
yang diperlukan untuk mamapakan daerah kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer
aplanasi di taruh pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan
tekanan pada mata sehingga gambar sepasang setengah lingkaran yang
simetris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di
semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah papak (
teraplanasi). Dengan melihat melalui mikroskop lampu celah dan
dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah lingkaran yang
berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya
tekanan intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer
aplanasi dan hasil pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala
mikrometer dalam mmHg.
c. Tonometri Digital
Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan
cepat yaitu dengan memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat
khusus (tonometer). Dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa
diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Penderita disuruh melihat ke bawah
Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus
atas penderita
Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain
menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat
menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang
menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat
dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan
infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.
2.Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung
keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi
dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma
terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan malahan dapat menerangkan
penyebab suatu glaukoma sekunder.
3.Oftalmoskopi
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang
dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik
di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah
mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung.
Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat menggambarkan
ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
Kelainan papil saraf optik
- saraf optik pucat atau atrofi
- saraf optik tergaung
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan
berwarna hijau
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4. Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan
selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan
juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer
belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah
menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya
sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang
kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat
menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk
kemudian menjadi buta.
5. Tes provokasi
Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian disuruh minum 1 L air dalam 5 menit. Lalu tekanan
intraokular diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan
tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
Pressure Congestive test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg, selama 1
menit. Kemudian ukur tensi intraokularnya. Kenaikan 9 mmHg,
atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih dari 11 mmHg pasti
patologis.
Kombinasi tes air minum dengan pressure congestive test
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure
congestive test. Kenaikan 11 mmHg mencurigakan, sedangkan
kenaikan 39 mmHg atau lebih pasti patologis.
Tes steroid
Diteteskan larutan deksametason 3-4 dd g 1, selama 2 minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukkan glaukoma.
KRITERIA DIAGNOSIS Pada anamnesa tidak khas, seperti mata sebelah terasa berat, kepala
pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak
mengeluh adanya halo dan memerlukan kaca mata koreksi untuk
presbiopia lebih kuat dibanding usianya.3
Kita harus waspada terhadap glaukoma sudut terbuka pada orang-
PEMERIKSAAN
PENUNJANG Funduskopi indirek
B-scan ultrasonografi
Retcam
KRITERIA DIAGNOSA DAN CSCR atau CSC (Central Serous Chorioretinopoathy )usia 25-55
PEMERIKSAAN thn
PENUNJANG Pattern dystrophy pada RPE
Lamina basalis atau kutikular, drusen (syndrome usia 30-40 thn)
Drug toxicity (riwayat pemakaian obat) chloroquine : retinal signs
mottledhypopigmentation, non geographic atrophy (degenerasi RPE)
DIAGNOSIS BANDING
Follow up :
Untuk oklusi non iskemik : initial follow up selama 3 bulan. Pasien
diinstruksikan untuk segera kontrol bila penglihatan terasa memburuk
atau ada tanda2 merah dan nyeri neovaskularisasi
tipe iskemik : follow up setiap bulan selama 6 bulan untuk deteksi
neovaskularisasi segment anterior
RETINOPATI DIABETIK
H 36/ E 11.3
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
/PPK/MATA/X/2017 00 1/3
Ditetapkan :
Direktur
Tanggal Terbit :
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
10 Oktober 2017
(PPK)
dr. Sujan Ali Fing, Sp. M, MSOphth
PENGERTIAN Suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh – pembuluh darah halus retina akibat komplikasi dari diabetes.
Kelainan patologi yang paling dini adalah perubahan membran basal endotel
kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Tanda :
Mikroaneurisma
Hemorhage retina
Eksudat : hard eksudat dan soft eksudat ( cotton wool spot)
Neovaskularisasi pada retina
Venous beading dilatation, looping , dan tortuosity
Edema macula
Fokal makulopati
Tanda : penebalan retina yang difuse dengan gambaran cystoid. Pada
fluorescein angiografi tampak hiperfluoresensi yang difus dan pola flower-
petal
EDUKASI Usahakan untuk selalu mengontrol penyakit diabetes pasien, agar mencegah
kerusakan retina mata menjadi bertambah parah
PROGNOSIS Pada mata yang mengalami edema makular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser ,
daripada mata dengan edema dan perfusi yang relatif lebih baik.
Tanda :
- Visus berkisar hitung jari dan persepsi cahaya
- Reflect afferent pupillary defect (RAPD)
PEMERIKSAAN - Funduskopi
PENUNJANG - Fluorescein angiogarfi
- Elekroretinografi
TERAPI DAN Oklusi arteri retina sentralis merupakan kegawatdaruratan mata yang harus
PENATALAKSANAAN sitangani secara cepat. Karena kan terjadi kerusakan retina yang irreversibel
setelah 90 menit sumbatan total arteri retina sentralis
Prinsip “Gradient perfusion pressure”
• 1. parasintesis COA sumbatan dibawah 1 jam 0,1 – 0,4 cc
• 2. masase bola mata
• 3. asetazolamide oral dapat ditambahkan timolol 0,5 %
• 4. campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5% inhalasi
• 5. Steroid bila di duga terdapatnya peradangan. Untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab berupa giant cell arteritis lakukan pemeriksaan
sedimen eritrosit.
PROGNOSIS Secara umum prognosis oklusi arteri retina sentralis kurang begitu bagus
karena kerusakan retina yang irreversibel dalam 90 menit. Namun tidak
menutup kemungkinan terjadinya perbaikan visus , bergantung pada letak
dan lamanya oklusi.
ABLATIO RETINA
EDUKASI Ablasio retina paling sering disebabkan akibat trauma pada mata,
apabila setelah terjadi trauma pasien mengeluhkan penglihatannya
menurun dengan drastis, sangat di anjurkan untuk memeriksakan
langsung ke dokter mata.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN Tumor ini umumnya ditemukan di daerah berambut, bersifat 21istolog,
FISIK jarang mempunyai anak sebar atau bermetastasis. Dapat merusak
jaringan di sekitarnya terumata bagian permukaan bahkan dapat
sampai ke tulang (bersifat 21isto destruktif), serta cenderung untuk
residif lebih bila pengobatannya tidak adekuat. Ulserasi dapat terjadi
yang menjalar dari samping maupun dari arah dasar, sehingga dapat
merusak bola mata sampai orbita.
Karsinoma sel basal merupakan tumor yang bersifat 21istology21al21e
dengan diagnosis pasti dilihat dengan 21istol. Angka kematian untuk
karsinoma sel basal adalah 2 – 3 % karena tumor ini jarang
bermetastasis.
KRITERIA DIAGNOSIS DAN Pasien yang memiliki 22istol resiko tinggi untuk terjadinya karsinoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG sel basal adalah yang memiliki corak kulit putih, mata biru, rambut
pirang, usia pertengahan dan usia tua pada keturunan Inggris, Irlandia,
Skotlandia, dan Skandinavia. Pasien biasanya juga memiliki riwayat
terpapar sinar matahari dalam jangka waktu lama pada usia 22istol dua
kehidupan. Riwayat merokok cerutu juga merupakan resiko unruk
terjadinya karsinoma sel basal. Pasien dengan karsinoma sel basal
sebelumnya, memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk berkembang
menjadi kanker kulit.
Karsinoma sel basal terlihat meningkat frekuensinya pada pasien yang
lebih muda dan ditemukan lesi ganas di kelopak mata pada pasien ini
atau mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan sistemik
lain seperti basal cell nevus syndrome atau xeroderma
pigmentosum.Basal cell nevus syndrome (Gorlin syndrome) adalah
kelainan autosomal dominan, kerusakan multisitem yang ditandai
dengan karsinoma sel basal nevoid yang 22istolog yang muncul lebih
awal dalam kehidupan yang diikuti dengan 22istolo skeletal khususnya
pada mandibula, maksila dan vertebra. Xeroderma pigmentosum
merupakan kelainan resesif autosomal yang ditandai dengan sangat
22istology terhadap paparan sinar matahari dan kerusakan mekanisme
repair terhadap sinar matahari sehingga merangsang kerusakan DNA
pada sel kulit.Untuk memastikan adanya suatu basal cel karsinoma
dapat di lakukan pemeriksaan PA 9 patologi Anatomi deengan
mengambil sedikit dari jaringan tumor, dan dapat juga di lkukan
pemeriksaan foto head scan pada bagian radiologi, untuk memeriksa
sejauh mana metastase tumor dan jaringan yang terlibat.
TERAPI DAN Biopsi diperlukan untuk mengkonfirmasi kecurigaan secara klinis dari
PENATALAKSANAAN karsinoma sel basal. Diagnosis yang sangat akurat bisa dijamin jika pada
setiap 22istol insisional jaringan yang akan diperiksa:
1. Mewakili keadaan lesi secara klinis
2. Ukuran yang tepat untuk pemeriksaan secara histopatologi
3. Tidak menambah trauma atau kerusakan
4. Mengikutsertakan jaringan normal di bagian pinggir sekitar daerah
yang dicurigai
Biopsi insisi merupakan salah satu prosedur yang bisa digunakan untuk
menkonfirmasi kecurigaan terhadap tumor ganas. Area dari 22istol
insisi seharusnya di potret atau di gambar dengan pengukuran sehingga
daerah asal tumor menjadi tidak sulit untuk ditemukan pada saat prose
pengangkatan tumor berikutnya.
Biopsi eksisi bisa menjadi pertimbangan ketika lesi di kelopak mata kecil
dan tidak terlibatnya daerah di pinggir kelopak mata atau saat lesi di
pinggir kelopak mata yang berlokasi di sentral jauh dari kantus lateral
atau pungtum lakrimal. Biopsi eksisi harus diarahkan secara 22istolog
sehingga tidak terjadi traksi pada kelopak mata. Jika pinggir dari daerah
kelopak mata yang di eksisi positif terdapat sel tumor, maka area yang
terlibat harus di reeksisi secara pembedahan dengan teknik Mohs
micrographic untuk mengetahui batas bawah atau teknik frozen-section
untuk mengetahui batas samping.
Untuk menatalaksana karsinoma sel basal dapat ada beberapa pilihan
terapi, diantaranya : Bedah
Dilakukan dengan mengeksisi tumor sampai dengan benar-benar
meninggalkan sisa. Pilihan terapi bedah :
Eksisi dengan potong beku (frozen section)
Bedh mikrografi Mohs
Bedah dengan laser CO2
Eksisi tanpa potong beku
Bedah merupakan pilihan terapi dari karsinoma sel basal di kelopak
mata. Bedah eksisi memberikan keuntungan dari diangkatnya tumor
secara keseluruhan dengan batas areanya dikontrol secara 23istology.
Tingkat kekambuhan tumor pada terapi bedah lebih sedikit dan lebih
jarang jika dibandingkan jika diterapi dengan modalitas terapi lain.
Ketika karsinoma sel basal bertempat di daerah kantus medial, 23istol
aliran air mata juga bisa terangkat jika dilakukan eradikasi tumor secara
komplet. Jika 23istol drainase air mata telah terangkat setelah proses
eradikasi tumor, rekonstruksi 23istol aliran keluar air mata tidak bisa
dilakukan sampai pasien benar-benar bebas dari tumor. Beberapa
tumor bisa menyebar ke daerah subkutan dan tidak dapat diketahui
sebelum operasi
Kambuhnya tumor yang sudah diangkat secara total, infiltrasi yang
lebih dalam, atau tumor tipe morphea dan tumor yang berada di kantus
medial dikelola dengan cara bedah mikrografi Mohs. Jaringan diangkat
secara lapis demi lapis dan dibuat tipis yang dilengkapi dengan gambar
3 dimensi untuk mengangkat tumor. Reseksi tumor secara mikrografik
Mohs paling sering digunakan untuk mengeksisi karsinoma sel basal
dan karsinoma sel skuamosa.
Mikrografi eksisi bisa menjamin secara maksimal jumlah jaringan yang
sehat untuk tidak terlibat sehingga hanya area tumor yang terangkat
secara komplet. Kekurangan dari bedah mikrografi Mohs ini adalah
dalam mengidentifikasi batas tumor ketika tumor sudah menginvasi
daerah orbita.
Setelah dilakukan reseksi tumor, kelopak mata seharusnya
direkonstruksi dengan prosedur okuloplastik yang terstandar.
Rekonstruksi ini penting walaupun bukan merupakan hal yang
mendesak, pembedahan awal bertujuan untuk melindungi secara
maksimal bola mata lalu diikuti dengan memperbaiki sisa kelopak mata
yang masih baik. Jika rekonstruksi tidak bisa dilakukan segera, kornea
harus dilindungi dengan cara menempelkan atau sementara dengan
cara menutup kelopak mata. Jika defeknya kecil, maka granulasi
jaringan secara spontan bisa menjadi 23istology23a terapi.
Untuk lesi yang nodular, angka kekambuhan jika diterapi dengan
cryotherapy lebih besar daripada setelah diterapi secara pembedahan.
Saat cryotherapy digunakan untuk menangani diffuse sclerosing lesion,
angka kekambuhan tinggi. Selain itu, secara 23istology pinggir area
tidak bisa dievaluasi dengan cryotherapy. Akibatnya, modalitas terapi
ini dihindari untuk lesi yang kambuh, lesi dengan diameter lebih dari 1
cm, dan lesi tipe morphea. Lagipula, cryotherapy menimbulkan
depigmentasi dan atropi pada jaringan. Maka dari itu, cryotherapy
untuk karsinoma sel basal pada kelopak mata dijadikan cadangan terapi
untuk pasien yang intoleran terhadap pembedahan seperti pasien yang
sangat tua yang aktifitasnya terbatas di tempat tidur, atau pasien
dengan kondisi medis yang serius yang kontraindikasi untuk dilakukan
intervensi bedah.
Jika tumor terbatas pada adneksa dilakukan eksisi 3-5 mm dari batas
makroskopis. Sedangkan jika tumor sudah menginvasi orbita, maka ada
dua pilihan terapi secara eksentrasi yaitu dengan mengangkat seluruh
bola mata disertai dengan adneksa mata dengan meninggalkan bagian
tulang saja, selain itu juga bisa dilakukan radioterapi. Jika sudah
menginvasi 24istology24al harus dikonsultasikan ke bagian bedah saraf.
Non bedah
Dilakukan jika lokasi cukup sulit untuk dilakukan pembedahan, respon
dari terapi non bedah cukup bagus tetapi memiliki efek samping yang
cukup banyak. Pilihan terapi non bedah yaitu :
Radioterapi
Kemoterapi
Interferon
Terapi radiasi juga bisa dipertimbangkan sebagai terapi paliatif tetapi
untuk lesi periorbita sebaiknya dihindari. Seperti cryotherapy, terapi
radiasi juga tidak bisa digunakan untuk memantau area pinggir tumor
secara 24istology. Angka kekambuhan jika diterapi dengan radiasi juga
lebih tinggi jika dibandingkan dengan terapi pembedahan. Ditambah
lagi, kekambuhan setelah radiasi sulit untuk dideteksi. Kekambuhan ini
timbulnya lebih lama setelah terapi awal dan lebih sulit untuk
menangani secara pembedahan karena telah terjadi perubahan dari
struktur jaringan yang telah diradiasi sebelumnya.
Komplikasi yang terjadi akibat terapi radiasi diantanya adalah timbulnya
sikatrik pada kelopak mata, pembentukan scar pada drainase air mata
disertai dengan obstruksi, keratitis sica. Radiasi juga merangsang
timbulnya keganasan baru atau cedera pada bola mata yang timbul jika
bola mata tidak dilindungi selama terapi.