Tentang
RS. CHALAZION
MUHAMMADIYAH dr. M. Darussalam, Mars
JOMBANG
Nomor Dokumen 04/YANMED.KSM.MATA/PP Tanggal : 17 September 2016
Revisi Ke - 0 Tanggal :
1. Pengertian (Definisi) Suatu perdagangan lipogranulama menahun dengan konsistensi
tidak lunak dari kelenjar Meibom.
2. Anamnesis Benjolan pada kelopak mata, tidak nyeri, .
Apabila kista ini cukup besar dapat menekan bolamata dan dapat
menimbulkan gangguan refraksi berupa astigmatisma, sehingga
penderita mengeluh kabur .
3. Pemeriksaan Fisik Kelopak mata tampak tebal dan edema.
Teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya
agak keras.
Pada ujung kelenjar meibom terdapat masa kuning dari sekresi
kelenjar yang tertahan.
Bila kalazion yang terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi
yang menonjol ke luar.
4. Kriteria Diagnosis 1. Teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya
agak keras.
2. Pada ujung kelenjar meibom terdapat masa kuning dari sekresi
kelenjar yang tertahan
5. Diagnosis Kerja Chalazion
6. Diagnosis Banding 1. Hordeolum interna
2. Abses palpebra
3. Meibomianitis
4. Kista retensi kelenjar Moll
5. Hemangioma palpebra
6. Neurifibromatosis.
7. Pemeriksaan Penunjang pemeriksaan histopatologi bila terjadi chalazion berulang pada
tempat yang sama
8. Terapi 1. Kompres hangat
2. pengurutan ke arah muara kelenjar Meibom
3. pembedahan berupa insisi dan kuretase untuk mengeluarkan isi
kelenjar. Pada kalazion yang berulang-ulang timbul sesudah
pembedahan sebaiknya dipikirkan kemungkinan karsinoma,
kecuali bila telah dibuktikan secara histopatologik bukan suatu
karsinoma.
Cara insisi sama seperti pada insisi hordeolum :
- Diberikan anestesi setempat dengan tetes mata pantocain dan
anesteri infiltratif procain 2%.
- Kalau perlu diberikan anesteri umum, misal anak-anak atau
orang-orang yang takut sebelum diberi anesteri umum.
- Insisi sebaiknya dilakukan pada konjungtiva, kearah muka dan
tegak lurus terhadapnya untuk menghindari banyaknya kelenjar-
1
kelenjar yang terkena.
9. Edukasi jaga higiene mata, hindari kebiasaan mengucek mata.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
2
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Ditetapkan
Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
4
Ditetapkan
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
7
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Ditetapkan
Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
HORDEOLUM
RS. dr. M. Darussalam, Mars
MUHAMMADIYAH
JOMBANG
Nomor Dokumen Tanggal : 17 September 2016
Revisi Ke - 0 Tanggal :
46. Pengertian (Definisi) Suatu peradangan supuratif kelenjar Zeiss, kelenjar Moll
8
(hordeolum eksternum) atau kelenjar Meibom (hordeolum
internum)
47. Anamnesis Adanya benjolan pada kelopak mata, dirasakan mengganjal pada
kelopak mata, rasa yang bertambah kalau menunduk, dan nyeri bila
ditekan.
48. Pemeriksaan Fisik Tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas / bawah yang
berwarna merah dan sakit bila ditekan didekat pangkal bulu mata.
Secara umum gambaran ini sesuai dengan suatu abses kecil
49. Kriteria Diagnosis Tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas / bawah yang
berwarna merah dan sakit bila ditekan didekat pangkal bulu mata.
50. Diagnosis Kerja HORDEOLUM
51. Diagnosis Banding Preseptal selulitis
chalazion
Sebaceus gland carcinoma
Pyogenic granuloma
52. Pemeriksaan Penunjang 1. Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari
2. Antibiotik :
* topikal : neomycin, polimyxin B, gentamycin,
chloramphenicol, ciprofloxacin,
dibekacin, tobramycin, fucidic acid,
bacitracin diberikan selama 7-10 hari,
pada fase inflamasi.
* sistemik : Ampicilin 250 mg per-oral / sehari 4 kali
Erythromycin, tetracyclin dosis rendah.
3. Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif,
atau sudah fase abses, dianjurkan insisi dan drainage.
4. Perbaikan higiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali
CARA INSISI
- Berikan anestesi setempat dengan tetes mata pantocain.
- Kalau perlu diberikan anestesi umum, misal pada anak-anak
atau orang –orang yang sangat takut sebelum diberi anestesi
umum.
- Untuk loka anestesi bisa dipakai procain 2% dilakukan secara
infiltratif dan tetes mata pantocain 2%.
- Pada hordeolum internum insisi dilakukan pada konjungtiva,
kearah muka dan tegak lurus terhadapnya (vertikal) untuk
menghindari banyaknya kelenjar yang terkena.
- Pada hordeolum eksternum arah insisi horisontal sesuai
dengan lipatan kulit.
53. Terapi Agar tidak terjadi infeksi kembali, jaga higiene mata, hindari
kebiasaan mengucek mata.
54. Edukasi Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
55. Prognosis
I/II/III/IV
56. Tingkat Evidens A/B/C
57. Tingkat Rekomendasi A/B/C
58. Penelaah Kritis 1. dr. Fatin Hamamah, SpM
9
2. dr. Iqbal Hilmi, SpM
59. Indikator Medis Tanda-tanda keradangan
Besarnya benjolan
60. Kepustakaan 1. Miller J.H: Parson’s disease of the eye, 18 th ed. Churchill
Livingstone, 1990, pp.253-257.
2. Vaughan D, Asbury Tabbara KF: General Ophthalmology, 12 th
ed. Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56.
3. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing
Limited, Bristol BSI6NX, 1987, pp. 107-129.
4. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical
Sience, Course section 7 External disease and Corneal pp.33,
1989-1990.
5. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar.
Katarak an Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 JUli 1997.
6. Newell F.W: Ophthalmology, Principles and Concepts, fith
Edition, The CV. Mosby CO-St Louis. 1982, p 181.
Ditetapkan
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
KATARAK SENILIS
RS. dr. M. Darussalam, Mars
MUHAMMADIYAH
JOMBANG
Nomor Dokumen 02/YANMED.KSM.MATA/PP Tanggal : 17 September 2016
Revisi Ke - 0 Tanggal :
61. Pengertian (Definisi) Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senil dibagi
menjadi 4 stadium :
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer korteks
10
berupa garis-garis yang melebar dan makin sentral
menyerupai ruji sebuah sepeda. Biasanya pada stadium ini
tidak menimbulkan gangguan tajam penglihatan dan masih
bisa dikoreksi sampai mencapai 6/6
2. Katarak imatur
Kekeruhan terutama di bagian posterior nukleus dan belum
mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan
lensa karena lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke
depan yang menyebabkan bilik mata depan menjadi
dangkal dan bisa menimbulkan glaukoma sekunder. Lensa
yang cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga
kelainan refraksi menjadi lebih miopia
3. Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi
putih keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal
melihat gerakan tangan aatau persepsi cahaya positif
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan
korteks dan nukleus tenggelam ke bawah (katarak
morgagnian) atau lensa akan terus kehilangan cairan dan
keriput (katarak shrunken). Operasi pada stadium ini kurang
menguntungkan karena menimbulkan penyulit
62. Anamnesis Tajam penglihatan makin menurun, makin tebal kekeruhan pada
lensa, tajam penglihatan makin mundur.
Bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa, penderita merasa lebih
kabur dibandingkan bila kekeruhan terletak di perifer.
Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata seperti
biasanya karena miopisasi.
Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita
mengeluh silau dan penurunan penglihatan pada keadaan tenang
63. Pemeriksaan Fisik Kekeruhan pada lensa, pada katarak cuneiform berbentuk jeruji.
Pada awalnya berwarna keputihan dan kemudian pada nukleus
berwarna kecoklatan (brunescent cataract)
Leukokoria : pupil berwarna putih, pada katarak matur
Tes bayangan iris pada lensa : positif pada katarak imatur, negatif
pada katarak matur
Refleks fundus berwarna jingga akan menjadi gelap (refleks fundus
negatif) pada katarak matur
Cara pemeriksaan katarak
Optotip snellen : untuk mengetahui tajam penglihatan
penderita, pada stadium insipien dan imatur bisa dicoba
dengan koreksi dengan lensa kacamata terbaik
Lampu senter : refleks pupil terhadap cahaya pada katarak
masih normal. Tampak kekeruhan pada lensa terutama bila
pupil dilebarkan, berwarna putih keabu-abuan yang harus
dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa proyeksi
iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk
mengetahui keadaaan retina secara garis besar
Oftalmoskopi : untuk pemeriksaan ini, sebaiknya pupil
dilebarkan. Pada stadium insipien dan imatur tampak
kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar belakang jingga,
11
sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan warna
kehitaman tanpa latar belakang jingga (refleks fundus
negatif)
Slit lamp biomikroskop : untuk evaluasi tebal, luas dan
lokasi kekeruhan pada lensa
64. Kriteria Diagnosis Riwayat penyakit, penurunan penglihatan perlahan
pemeriksaan slitlamp dengan midriatikum, didapatkan kekeruhan
pada lensa
fundus refleks negatif pada katarak matur
65. Diagnosis Kerja Katarak senilis
66. Diagnosis Banding Refleks senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak
warna pupil keabu-abuan mirip katarak, tapi pada
pemeriksaan refleks fundus positif
Katarak komplikata : akibat komplikasi dari penyakit lain
(uveitis anterior, diabetes melitus)
Katarak karena penyebab lain : misal obat-obatan
(kortikosteroid), radiasi, rudapaksa mata, dll
Kekeruhan badan kaca
Ablasio retina
67. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi
2. Retinometer
68. Terapi Pencegahan sampai saat ini belum ada
Pembedahan dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan
penderita telah mengganggu pekerjaan sehari-hari dan tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata
Pembedahan dapat dikerjakan dengan cara :
1. Intrakapsuler ; massa lensa dan kapsul dikeluarkan
seluruhnya
2. Ekstrakapsuler : massa lensa dikeluarkan dengan merobek
kapsul anterior dan meninggalkan kapsul bagian posterior
3. Fakoemulsifikasi : inti lensa dihancurkan di dalam kapsul
dan sisa massa lensa dibersihkan dengan irigasi aspirasi
Koreksi afakia (mata tanpa lensa) dapat dengan :
1. Implantasi lensa intra okuler : d lensa intra okuler ditanam
setelah lensa mata diangkat
2. Kaca mata : kekurangannya adalah distorsi yang cukup
besar dan lapang pandangan terbatas. Kekuatan lensa yang
diberikan sekitar +10 D bila sebelumnya emetropia
3. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler di mana
penderita kooperatil, trampil dan kebersihan terjamin
Kacamata dan lensa kontak diberikan apabila pemsangan
lensa intra okuler tidak dapat dipasang dengan baik atau
merupakan kontra indikasi
69. Edukasi Pencegahan sampai saat ini belum ada
70. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad bonam
71. Tingkat Evidens I/II/III/IV
72. Tingkat Rekomendasi A/B/C
73. Penelaah Kritis dr. Fatin Hamamah, SpM
12
dr. Iqbal Hilmi, SpM
74. Indikator Medis Tajam penglihatan
Jenis dan ketebalan katarak
75. Kepustakaan Vaughan D Asbury : general ophthalmolog, 15th ed. Lange medical
publisher, california, 1995, pp 160,164-165
KONJUNGTIVITAS
RS. dr. M. Darussalam, Mars
MUHAMMADIYAH
JOMBANG
Nomor Dokumen 07/YANMED.KSM.MATA/PP Tanggal : 17 September 2016
Revisi Ke - 0 Tanggal :
76. Pengertian (Definisi) Suatu keradangan konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, chlamidia, alergi atau iritasi bahan-bahan kimia
77. Anamnesis Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ad pasir dalam bola
mata, gatal, panas, kemeng disekitar mata, epifora dan mata merah
78. Pemeriksaan Fisik Hiperemi konjuntiva
Epifora
Pseudoptosis
Hipertrofi papiler
Folikel
Khemosis
13
Membran atau pseudomembran
Preaurikuler adenopati
79. Kriteria Diagnosis Pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemia konjungtiva,
sekret atau getah mata, edema konjungtiva
Pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya kuman-kuman atau
mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan konjungtiva
atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau sel-sel
radang monuklear. Pada konjungtivitis jamur didapatkan hyfe,
sedang pada konjungtivitis alergi didapatkan sel eosinofil
80. Diagnosis Kerja konjungtivitis
81. Diagnosis Banding Keratitis
Glaukoma akut
Iritis
82. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah
bahan tersebut dinbuat sediaan yang dicat dengan pengectan gram
atau giemsa dapat dijumapi sel-sel radang polimorfonuklear, sel-sel
mononuklear, juga bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis dapat
diidentifikasi dari pengecatan ini.
Pada konjungtivitis alergi pada pengectan giemsa didapatkan sel-sel
eosinofil
83. Terapi Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua
penyebab klasik konjungtivitis bakteri akut adalah streptococcus
pneumonia dan Haemofillus augepticus
Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan
sulfonamide (sulfacetamide 15%) atau antibiotika (gentamycin
0,3%, cholaramphenicol 0,5%, polymixin). Gentamycin dan
tobramycin sering disertai reaksi hipersensitivita lokal. Penggunaan
gentamycin yang tidak teratur dan adekuat menyebabkan resistensi
organisme gram negatif.
Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotika.
Pengobatan dengan antivirus tidak efektif. Pengobatan utama
adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin, bersihkan
sekret, dan dapat memakai air mata buatan, pemakaian
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang, dapat diberikan
amfoterisin B 0,1% yang efektif untuk aspergillus dan candida.
Konjugtivitis karena alergi diobati dengan antihistamine (antazoline
0,5%, naphazoline 0,05%) atau kortikosteroid (misal dexametason
0,1%)
84. Edukasi Penyakit konjungtivitis merupakan penyakit menular
Sering mencuci tangan untuk menghindari penularan
Kompres dingin untuk mengurangi keluhan
Apabila kaonjungtivitis alergi, harus menghidari bahan-bahan yang
dapat memicu timbulnya konjungtivitis
85. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : Dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam/malam
86. Tingkat Evidens I/II/III/IV
14
87. Tingkat Rekomendasi A/B/C
88. Penelaah Kritis 1. dr. Fatin Hamamah, SpM
2. dr. Iqbal Hilmi, SpM
89. Indikator Medis Kondisi sekret/discharge
Hiperemi konjungtiva
90. Kepustakaan Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A systematic Approach. 4th ed.
Butterworth Heinemann, 1999
Voughan D. Asbury T : General Ophthalology,Lange Medical
Publication 11th ed 1986
Ditetapkan
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
PTERYGIUM
dr. M. Darussalam, Mars
RS.
MUHAMMADIYA
H
JOMBANG
Nomor Dokumen 03/YANMED.KSM.MATA/PP Tanggal : 17 September 2016
Revisi Ke - 0 Tanggal :
91. Pengertian (Definisi) Penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging
yang menjalar ke kornea
92. Anamnesis Mata merah dan bentukan seperti daging yang menjalar ke kornea
93. Pemeriksaan Fisik Pterigium ada 2 macam
Tebal, mengandung banyak pembuluh darah
Tipis, tidak mengandung pembuluh darah.
Di bagian depan dari apeks pterygium terdapat infiltrat kecil-kecil
yang disebut “islet of Fusch”.
Ptrygium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah dan menebal
yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita
94. Kriteria Diagnosis Dari pemeriksaan senter tau slitlamp didapatkan Penebalan
konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang
15
menjalar ke kornea
95. Diagnosis Kerja Pterygium
96. Diagnosis Banding Pinguekulum
pseudopterygium
97. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan konjungtiva
mengalami degenerasi hyalin yang elastis , sedangkan di kornea
terjadi degenerasi hyalin dan elastis pada membran bowman.
98. Terapi Pterygium ringan tidak perlu diobati
Pterygium yang mengalami iritasi dapat diberikan anti inflamasi
tetes mata (golongan steroid, non steroid seperti indometacin 0,1%
dan sodium diclofenac 0,1%) dan vasoconstrictor tetes mata
Indikasi operasi pterygium :
1. Pterygium yang menjalar ke kornea sampai lebih dari 3 mm
dari limbus
2. Pterygium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus
dan tepi pupil
3. Pterygium yang sering memberikan keluhan mata merah,
berair dan silau kaena astigmatisme
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Beberapa tehnik operasi eksisi pterygium :
a. Bare sclera
b. Simple closure
c. Sliding flap
d. Rotational flap
e. Konjungtival graft
Pyterygium dapat kambuh setelah dilakukan eksisi, tehnik bare
sclera dengan conjungtival autograft atau amniotic membrane graft
dapat menurunkan angka kekambuhan. Selain itu aplikasi intra
operative dengan mitomycin C juga dapat menurunkan
kekambuhan.
Untuk menurunkan angka kekambuhan, paska eksisi dapat juga
dikombinasikan dengan pemberian
1. Mitomycin C 0,02% tetes mata (sitostatika) 2x 1 tetes/hari
selama 5 hari bersamaan dengan pemberian
deksamentasone0,1% tetes 4x per hari kemudian tappering
off sampai 6 minggu
2. Mitomycin C 0,04% tetes mata (sitostatika) 4x 1 tetes/hari
selama 14 hari bersamaan dengan pemberian
deksamentasone0,1% salep mata
3. Sinar beta
4. Topikal tiotepa tetes mata (triethylene thiophosphamide) 1
tetes/3 jam selama seminggu, diberikan bersamaan dengan
salep antibiotika chloramphenicol dan steroid selama 1
minggu
99. Edukasi Pencegahan pterygium : pada penduduk daerah tropis yang bekerja
di luar rumah seperti nelayan, petani,pekerja bangunan yang
banyak kontak dengan dengan debu dan sinar ultraviolet,
dianjurkan memakai kacamata pelindung sinar matahari
100. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : Dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam/malam
16
101. Tingkat Evidens I/II/III/IV
102. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
103. Penelaah Kritis 1. dr. Fatin Hamamah, SpM
2. dr. Iqbal Himi, SpM
104. Indikator Medis Luasnya penjalaran pterygium pada kornea
105. Kepustakaan 1. Ehlers JP, Shah CP. The Wills Eye Manual office and
emergency room diagnosis and treatment of Eye Disease 5th
ed. Lippincot williams and wilkins, philadelpia , 2008; 59-
60
2. Sutphin JE,et al. Basic and clinical science course, external
disease and cornea section, section 8, 2007-2008, San
Fransisco, the foundation of American Academy of
Ophthalmology;2007; 366, 469
3. Panda A, Das H. Amniotic Membrane Transplantation in
Ophthalmic Disorders.( in : dutta LC, modern
ophthalmology, 3rd ed. Vol 2) jaypee, 1170
17
PANDUAN PRAKTEK KLINIK Ditetapkan
Direktur RS. Muhammadiyah Jombang
Tentang
20
21