Anda di halaman 1dari 14

Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 87

ANALISIS PERILAKU MASYARAKAT PEDESAAN TERHADAP ASURANSI


KESEHATAN NASIONAL DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI KESEHATAN

Yun Fitrahyati Laturrakhmi1,  Sinta Swastikawara2, Nilam Wardasari3


 Jurusan Ilmu Komunikasi,Universitas Brawijaya
1,2,3

Jl. Veteran Malang, 65145


Email : 1yun.fitrahyati@ub.ac.id

ABSTRAK
Di balik upaya mencapai Universal Health Coverage (UHC) di tahun 2019, Kabupaten
Tulungagung termasuk wilayah dengan jumlah partisipasi masyarakat terendah pada Program
JKN-KIS. Dalam konteks akademis, beberapa studi sebelumnya telah mengidentifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhi penggunaan asuransi kesehatan. Unaffordability
dianggap sebagai faktor penyebab rendahnya penggunaan asuransi kesehatan di kalangan
masyarakat. Di samping itu, beberapa studi lainnya menggarisbawahi faktor personal
hingga prosedur administrasi sebagai faktor penentu rendahnya partisipasi masyarakat
pada Program JKN-KIS. Menindaklanjuti berbagai studi tersebut, penelitian ini ditujukan
untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor determinan perilaku masyarakat di wilayah
pedesaan Kabupaten Tulungagung terhadap asuransi kesehatan nasional. Kontribusi
keilmuan yang diberikan berkaitan dengan analisis terhadap pengetahuan masyarakat atas
produk layanan dan kaitannya dengan serangkaian faktor determinan penentu perilaku
masyarakat di bawah kerangka Social Cognitive Theory. Di bawah desain penelitian studi
kasus instrumental, data digali melalui wawancara dan FGD pada masyarakat, bidan desa
serta aparatur desa. Untuk melengkapi data, digunakan pula data dokumentasi berkaitan
dengan implementasi program JKN. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat
Desa Boro, Kabupaten Tulungagung terjebak pada informasi hoax terkait JKN-KIS yang
membuat mereka enggan untuk ikut serta dalam kepesertaan JKN-KIS, utamanya Non PBI.
Masyarakat lebih tertarik untuk mendapatkan JKN-KIS PBI karena menilai pengeluaran tiap
bulan untuk JKN-KIS Non PBI menjadi percuma jika tidak digunakan. Mitos atas informasi hoax
ini semakin besar karena rendahnya pemberian informasi kepada masyarakat. Rendahnya
health literacy menjadi permasalahan kunci dari adanya misinformasi yang tercipta.

Kata kunci : komunikasi kesehatan, health literacy, BPJS Kesehatan

ABSTRACT
In the needs of attaining Universal Health Coverage (UHC) in 2019, Tulungagung District
is one of some regions that has the lowest rate of community participation in JKN-KIS, a
program offered by the government and widely known as national health insurance. A
number of previous studies have identified a range of determinant factors for participating
in health insurance program. Affordability oftenly argued as the main contributor to this
circumstances, while some others highlighted personal factor and administrative aspects
that have an adverse effect to the number of people participating in that program. Regarding
those results, this research aimed at identify and analyse a series of determinant factors
affecting community behavior towards national health insurance among rural dwellers in
Tulungagung Disctrict, East Java. Academically, this research provides an analysis about
product knowledge and how it is affecting people to decide whether to use or not use national
health insurance through Social Cognitive Theory. Instrumental case study was used as the
method, and data employed by interviews and FGDs to a range of local people, midwife,
and local authorities. Data also collected through some documents that are relevant to the
88 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

issue. This study revealed that the people of Boro Village, Tulungagung Regency are trapped
in hoax information related to JKN-KIS which makes them reluctant to participate in JKN-KIS
membership, especially Non PBI. The community is more interested in getting JKN-KIS PBI
because it assesses the monthly expenditure for JKN-KIS Non PBI becomes useless if it is
not used. The myth of this hoax information is getting bigger because of the low provision
of information to the public. Low health literacy is a key problem with the misinformation
created.

Keywords : health communication, health literacy, BPJS Kesehatan

A. PENDAHULUAN Thi Thuy Nga, Fizgerald, dan Dunne (2018)


juga menyebutkan keterjangkauan, selain
Indonesia menargetkan peningkatan
status kesehatan, pengetahuan terhadap
jumlah masyarakat yang ikut dalam
asuransi, serta kualitas layanan kesehatan,
Program Sistem Jaminan Sosial Nasional
sebagai faktor penyebab rendahnya
(SSJN) hingga tercapai Universal Health
pendaftar asuransi keluarga di kalangan
Coverage (UHC) di tahun 2019 (Hasibuan,
pekerja sektor informal di Vietnam.
2016). Kondisi ini mendorong BPJS
kesehatan sebagai badan yang berfungsi Kecenderungan berbeda ditemukan
menyelenggarakan program jaminan pada riset-riset terkait partisipasi pada
kesehatan juga berupaya meningkatkan asuransi kesehatan nasional. Faktor
jumlah kepesertaan dalam program pengetahuan terhadap program menjadi
Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu salah satu faktor penting yang berkontribusi
Indonesia Sehat (JKN-KIS) di wilayah pada partisipasi masyarakat pada program
masing-masing. Hasil penelusuran data JKN-KIS. Wirastyanto (2016) melalui
awal menunjukkan bahwa hingga akhir penelitiannya menemukan korelasi yang
tahun 2018 lalu, Tulungagung menjadi erat dan searah antara persepsi masyarakat
wilayah dengan jumlah partisipasi terhadap program BPJS Kesehatan dengan
masyarakat terendah pada Program JKN-KIS partisipasi pada program tersebut. Dengan
dibanding wilayah kabupaten/kota lainnya kata lain, semakin tinggi persepsi semakin
di Jawa Timur (Solichah, 2018). Salah satu baik partisipasi pada program. Sejalan
penyebab rendahnya partisipasi tersebut dengan temuan tersebut, hasil penelitian
adalah kurangnya kesadaran masyarakat Hasibuan (2016) menunjukkan bahwa
(Solichah, 2018), meskipun sebelumnya kurangnya informasi tentang program
telah dilakukan pengembangan produk JKN menyebabkan masyarakat khususnya
layanan dengan menggandeng mitra usaha di tingkat bawah enggan mengikuti
dari kalangan perhotelan, kafe, dan jasa program tersebut. Akan tetapi, penelitian
pijat professional di wilayah Kabupaten lain menemukan bahwa pengetahuan
Tulungagung (Sujarwoko, 2017). terhadap program justru tidak menjadi
faktor penentu partisipasi masyarakat
Menyoal rendahnya partisipasi
pada program JKN-KIS, seperti misalnya
masyarakat pada program JKN, terdapat
penelitian Latifah (2015), maupun penelitian
berbagai argumentasi tentang faktor
Pangestika, Jati dan Sriatmi (2017). Melalui
penyebab utama. Sebagaimana
penelitiannya, Pangestika, Jati, dan
digarisbawahi oleh Mathur, Das & Gupta
Sriatmi (2017) justru menemukan bahwa
(2018), sebagian besar studi sebelumnya
dukungan keluarga merupakan faktor
mengasosiasikan ketidak-terjangkauan
yang berkontribusi pada kepesertaan BPJS
(unaffordability) sebagai penyebab paling
mandiri di kalangan pekerja pada sektor
masuk akal bagi rendahnya penggunaan
informal di Kota Pekalongan. Didukung
asuransi kesehatan secara sukarela di
pula oleh hasil penelitian Rhoza, Mhawati
kalangan masyarakat. Riset yang dilakukan
dan Asih (2016) yang menunjukkan bahwa
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 89

kepesertaan individu pada Program JKN- bawah kerangka teori ini berbagai penelitian
KIS dipengaruhi kuat oleh dukungan sosial dalam konteks kesehatan dilakukan untuk
dalam pengambilan keputusan untuk menciptakan desain promosi yang lebih
bergabung atau tidak bergabung dalam efektif dalam mengubah perilaku sasaran
program tersebut. (misalnya Brasncum, et.al., 2013; Mocarski
Selanjutnya, faktor non-ekonomi seperti & Bissell, 2016; Portugal, 2018). Berkaitan
health insurance literacy juga dilihat sebagai dengan perilaku masyarakat terhadap
faktor penting yang mempengaruhi program JKN-KIS, peneliti meyakini adanya
keputusan individu untuk menggunakan potensi dari penerapan social cognitive
atau tidak menggunakan asuransi kesehatan theory dalam wilayah komunikasi kesehatan
(Mathur, Das & Gupta, 2018). Akan tetapi, untuk melihat kecenderungan faktor-
pada kenyataannya tidak semua lapisan faktor yang berpengaruh pada perilaku
masyarakat memiliki kesadaran yang sama masyarakat pada program tersebut,
akan pentingnya penggunaan asuransi mengingat beberapa penelitian terdahulu
kesehatan dan perencanaan kesehatan belum melihat secara spesifik pada peranan
untuk individu maupun keluarga. Hal level literasi kesehatan serta faktor budaya.
ini terutama berlaku pada masyarakat Meskipun tidak menawarkan peluang untuk
pedesaan di negara berkembang. memperluas teori ini, eksplorasi terhadap
Rendahnya level literasi kesehatan faktor-faktor personal dan situasional yang
bersamaan dengan keterbatasan akses berpengaruh pada kepesertaan masyarakat
dan layanan kesehatan diargumentasikan wilayah pedesaan di Tulugagung diharapkan
turut berperan bagi rendahnya kesadaran dapat digunakan untuk merumuskan
masyarakat desa terhadap pentingnya rekomendasi bagi para pemangku
perencanaan kesehatan bagi diri sendiri kepentingan dalam rangka perancangan
maupun keluarga. Menurut Weinhold & kebijakan yang lebih tepat sasaran berkaitan
Gutner (2014), salah satu ciri khas dari dengan pengomunikasian program pada
ketidakcukupan kualitas layanan kesehatan masyarakat dalam konteks pedesaan.
pada sebagian besar wilayah pedesaan di
negara berkembang adalah keterbatasan
B. TINJAUAN PUSTAKA
akses dan tidak efektifnya layanan
kesehatan. Di samping itu, tidak dapat Social Cognitive Theory: Memetakan Faktor
dipungkiri bahwa sistem nilai yang dianut Determinan Perilaku Kesehatan
individu juga diyakini turut berpengaruh Dalam kajian komunikasi kesehatan,
pada partisipasi terhadap Program JKN-KIS, social cognitive theory merupakan salah
sebagaimana ditemukan dalam riset Rinjani satu teori yang banyak digunakan untuk
& Linggardi (2016). mengidentifikasi bagaimana sisi kognitif
Secara konseptual, identifikasi terhadap dan behavioral mempengaruhi sekaligus
faktor-faktor yang berkontribusi pada dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi
keputusan individu berkaitan dengan kesehatan (Viswanath dalam Donsbach,
perilaku kesehatan banyak didekati 2008). Social cognitive theory berangkat
melalui penggunaan social cognitive dari gagasan bahwa manusia belajar dari
theory. Dirumuskan oleh Bandura, teori ini pengamatan dan peneguhan atau hukuman
menjelaskan bahwa manusia belajar dari atas perilaku tertentu yang mempengaruhi
pengamatan dan peneguhan atau hukuman perilaku individu (Littlejohn & Foss, 2009).
atas perilaku tertentu yang memengaruhi Teori ini memandang perilaku manusia
perilaku individu (Littlejohn & Foss, 2009). merupakan komponen dari sebuah model
Mengikuti teori ini, Macfayden, Hastings, yang berinteraksi saling mempengaruhi
Mackintosh dan Lowry (dalam Hastings, antara komponen lingkungan dan
2007) merumuskan faktor determinan komponen personal manusia yang meliputi
perilaku kesehatan yang dipengaruhi oleh afeksi/emosi dan kognitif individu (Abdullah,
faktor personal dan faktor lingkungan. Di 2019). Melalui model triadic reciprocal
90 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

determinism, Bandura menyebutkan tiga Wagner & Wilkerson, 2004; Rankin, dkk.,
faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu 2017; Lee, dkk., 2018). Dalam konteks
lingkungan (E), individu (P), dan perilaku itu kesehatan, social cognitive theory diperluas
sendiri (B) (Bandura dalam Abdullah, 2019). oleh MacFauden, Hastings, Mackintosh,
Berangkat dari lapangan studi psikologi, Lowry (dalam Hastings, 2007) dengan
teori ini telah diterapkan dalam banyak merumuskan model wider determinants of
konteks seperti misalnya dalam konteks health behavior yang meliputi karakteristik
organisasi dan kepemimpinan (McCormick, personal, faktor lingkungan dekat
2001; McCormick & Martinko, 2004), (immediate environment), dan wider social
proses academic advising (Erlich & Russ-Eft, context termasuk konstruk budaya dan nilai
2011), proses pembelajaran dalam konteks sosial. Berikut model yang menunjukkan
entrepreneurship (Harinie, Sudiro, Rahayu & faktor determinan perilaku kesehatan :
Fatchan, 2017), konteks kesehatan (Sharma,

Immediate environment Wider social context


Peers Societal norms
Local community Cultural symbolism
Significant others Structural issues
Family Social and economic conditions

Personal characteristics
Goals
Aspirations
Self efficacy
Education
Symbolic needs
Skills

Health Behavior

Gambar 1. Wider Determinants of Health Behavior


Sumber: MacFayden dkk dalam Hastings (2007)

Kemudian, secara khusus di bawah “Social cognitive theory addresses the


kajian komunikasi kesehatan social cognitive sociostructural determinants of health
theory banyak digunakan beriringan dengan as well as the personal determinants.
strategi social marketing untuk merumuskan A comprehensive approach to health
strategi kampanye sosial dalam berbagai promotion requires changing the
isu seperti anti-merokok, anti-narkoba, practices of social systems that have
pencegahan HIV/AIDS (Coffman, 2002). widespread detrimental effects on
Bandura (1998) menekankan bahwa social health rather than solely changing the
cognitive theory menawarkan pendekatan habits of individuals (Bandura, 1998).”
multifaset yang memungkinkan terjadinya Sebagai teori persuasi yang berada
transformasi dari upaya menakuti masyarakat dalam tradisi sosiopsikologi, teori ini banyak
tentang kesehatan pada upaya memberikan digunakan sebagai kerangka bagi riset-riset
reward dan melengkapi mereka dengan berbasis positivistik. Meskipun demikian,
self-regulatory skills untuk mengelola cara pandang teori ini yang menyajikan
kebiasaan mereka terkait kesehatan. Melalui serangkaian faktor determinan bagi perilaku
mapping berdasarkan riset-riset terdahulu, kesehatan dapat digunakan pada riset-riset
Littlejohn & Foss (2009) menempatkan social berbasis interpretif untuk menjelaskan
cognitive theory sebagai teori persuasi yang lebih jauh tentang faktor personal maupun
banyak digunakan dalam bidang promosi sosiostruktural berimbas pada perilaku
kesehatan. Hal ini tidak terlepas dari kesehatan.
gagasan sentral bahwa :
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 91

Level Literasi Kesehatan dan Kaitannya Literasi kesehatan menurut Baker


dengan Perilaku Kesehatan (Baker dalam Prasanty dan Fuady, 2017)
Secara individual, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor budaya dan norma
dipengaruhi pula oleh level literasi kesehatan yang berlaku dalam masyarakat sehingga
(health literacy level). Health literacy sendiri ia sulit untuk berubah. Dari perspektif ini,
merujuk pada “wide range of skills and literasi kesehatan adalah keadaan dinamis
competencies that people develop to seek individu yang dipengaruhi oleh lingkungan
out, comprehend, evaluate, and use health tempat individu itu berada dalam konteks
information and concept to make informed yang berkaitan dengan informasi kesehatan
choices, reduce health risks and increase yang pada gilirannya akan menentukan
quality of life” (Zarcadoolas, Pleasant, Greer, tingkat kesehatannya (Prasanty & Fuady,
2006). Dengan kata lain, health literacy 2017). Pada titik ini, cara pandang
merupakan kemampuan untuk memahami masyarakat yang dibentuk oleh nilai-nilai
kesehatan, perawatan medis dan berbagai lokal yang berlaku akan berkaitan dengan
hal lainnya (Torpy & Burke, 2011). Hal yang level literasi kesehatan hingga berujung
menarik adalah kondisi bahwa tingkat pada perilaku kesehatan.
literasi kesehatan tidak selalu berbanding
lurus dengan latar pendidikan seseorang.
C. METODE
Artinya, tidak semua masyarakat dengan
tingkat pendidikan yang tinggi akan Melalui desain studi kasus instrumental,
memiliki level literasi kesehatan yang tinggi penelitian ini melibatkan beberapa
pula, demikian pula sebaliknya. Level literasi teknik pengumpulan data yang meliputi
kesehatan juga tidak ditentukan oleh usia, wawancara dan FGD pada bidan desa,
seperti halnya hasil penelitian Torpy & Burke Jogoboyo dan kelompok masyarakat
(2011) yang menunjukkan bahwa kalangan Desa Boro, Kabupaten Tulungagung.
orang dewasa pun mengalami kesulitan Di samping itu digunakan pula teknik
dalam memahami informasi kesehatan dari pengumpulan data dalam bentuk
tenaga medis, instruksi medis secara tertulis dokumen yang berkaitan dengan kebijakan
serta informasi tertulis dalam form asuransi. dan implementasi JKN di lingkungan
Kabupaten Tulungagung. Adapun alasan
Dalam kaitannya dengan perilaku
yang mendasari digunakannya metode
kesehatan, Davis, dkk (2013) melalui risetnya
studi kasus instrumental yaitu keunikan
menemukan bahwa tingkat literasi kesehatan
dalam fenomena tentang rendahnya
pada orang tua dapat berpengaruh
kepesertaan masyarakat pada program
terhadap perilaku kesehatan orang tua dan
JKN-KIS. Penelitian ini mengambil satu
perkembangan kesehatan anak. Sejalan
kasus yang terjadi pada Kabupaten
dengan temuan tersebut, Lee, Tsai & Kuo
Tulungagung, khususnya di Desa Boro,
(2012) menemukan bahwa tingkat literasi
untuk menggambarkan faktor determinan
kesehatan pada perempuan berpengaruh
bagi perilaku masyarakat terhadap JKN-
pada kondisi kesehatan keluarga. Kemudian,
KIS. Sebagaimana dikemukakan Cresswell
Goto, Ishikawa, Nakayama & Kiuchi (2018)
(1998), instrumental case study dilakukan
menemukan adanya hubungan positif
ketika terdapat suatu isu tertentu dengan
antara tingkat literasi kesehatan dengan
mengambil satu kasus untuk digunakan
perilaku kesehatan pada masyarakat
secara instrumental untuk menggambarkan
Jepang, khususnya berkaitan dengan jenis
isu tersebut. Kemudian, teknik analisis data
informasi yang diberikan. Dalam penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Diemer, dkk (2017) tentang literasi
teknik analisis data dalam model Tesch
kesehatan di Suriname diargumentasikan
(dalam Cresswell, 1994).
bahwa rendahnya level literasi kesehatan
merupakan prediktor independen terhadap
kematian akibat penyakit kardiovaskular.
92 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

D. TEMUAN

Mis-interpretasi tentang Produk JKN-KIS

Tabel 1. Kategorisasi Temuan Data Mis-Interpretasi tentang Produk JKN-KIS


Kategori Temuan Hasil Temuan
Pemahaman Masyarakat akan • Masyarakat kurang memahami perbedaan penerima bantuan
Produk JKN iuran (PBI) dan non penerima bantuan iuran (Non PBI)
• Masyarakat kurang paham pentingnya asuransi kesehatan
Upaya masyarakat dalam • Cenderung mudah menerima informasi yang sifatnya masih
menerima dan mencari desas-desus, dengan kata lain informasi terkait JKN yang
informasi tentang JKN sifatnya hoax.
• Tidak ada upaya untuk melakukan cross check pada sumber
yang kredibel seperti bidan atas informasi tentang JKN yang
telah diterima.
Peran health provider dalam • Bidan aktif memberikan informasi melalui forum keagamaan.
memberikan informasi terkait • Minimnya praktek kader di masyarakat, padahal kader sudah
produk JKN mendapatkan pembekalan oleh puskesmas.
• Minimnya sosialisasi dari pihak BPJS
Rumor Tekait Produk JKN • JKN KIS sifatnya bergilir dan dapat digantikan jika orang
meningga dunia.
• JKN KIS yang tidak pernah terpakai akan dicabut.
Peran perangkat desa Keterlibatan dalam program Jogoboyo bekerjasama dengan
dinas sosial kabupaten Tulungagung, dalam bentuk updating data
dan penagihan ke non PBI.

Temuan penelitian tersebut yang sayangnya tidak diikuti oleh upaya


menunjukkan jika masyarakat Desa Boro, pihak BPJS untuk ikut serta menyampaikan
Kabupaten Tulungagung mempunyai informasi. Dapat disimpulkan bahwa
pemahaman yang tidak tepat atas produk informasi ini sifatnya searah saja, tanpa
JKN-KIS. Hal tersebut teridentifikasi dari diikuti oleh pihak masyarakat untuk ikut
kurangnya pengetahuan terkait produk berperan aktif dalam upaya melakukan
JKN dan pentingnya asuransi kesehatan, penggalian informasi secara komprehensif
terdapat rumor yang berkembang terkait dari sumber lain yang lebih kredibel atau
produk JKN, terdapat sumber yang kredible bahkan lebih buruknya lagi adalah tidak
yaitu bidan tetapi tidak dimanfaatkan adanya inisiatif untuk mencari informasi
dengan baik oleh masyarakat. Masyarakat lanjutan tentang JKN-KIS pada pihak yang
cenderung mempercayai rumor yang lebih kredibel di tingkat desa misalkan
beredar pada masyarakat terkait JKN- bidan. Hal inilah yang membuat informasi
KIS dan tidak diimbangi dengan upaya terkait JKN-KIS yang sifatnya rumor dapat
masyarakat untuk melakukan pengecekan dengan mudah dipercaya oleh masyarakat
informasi yang tepat pada sumber yang Desa Boro, Kabupaten Tulungagung. Lebih
lebih kredibel. Di sisi lain, masyarakat lanjut lagi, rendahnya inistiatif masyarakat
juga cenderung pasif dalam mencari untuk melakukan penggalian informasi
informasi sehingga harus selalu ada usaha secara aktif dan crosscheck atas rumor
untuk menyebarkan informasi dari health membuat interpretasi atas program JKN-KIS
provider di tingkat desa yang terdiri dari semakin lebih tidak terkendalikan.
bidan, Jogoboyo, dan kader kesehatan
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 93

Karakteristik Khas Masyarakat dan Perilaku terhadap Informasi Kesehatan

Tabel 2. Kategorisasi Karakteristik Khas Masyarakat dan Perilaku terhadap Informasi


Kesehatan
Kategori Temuan Hasil Temuan
Kondisi Ekonomi • Tidak adanya dana tiap bulan untuk disisihkan sebagai
investasi kesehatan dalam bentuk asuranasi kesehatan
• Menyisihkan dana untuk investasi kesehatan bukan menjadi
prioritas utama dalam pengeluaran tiap bulan
• Baru mengeluarkan dana untuk kesehatan dan asuransi
kesehatan jika berada dalam kondisi membutuhkan
perawatan medis.
• Mengkorelasikan antara investasi kesehatan dengan
keuntungan secara materiil
Karakteristik dalam penerimaan • Cenderung mempercayai rumor yang beredar
informasi kesehatan • Penerimaan informasi kesehatan tidak diimbangi dengan
recheck informasi yang cenderung minim.
Sikap terhadap JKN • Hanya sekedar menerima informasi saja tanpa ada keinginan
untuk melakukan perubahan perilaku atas penggunaan
JKN-KIS
• Rasa malu jika menggunakan KIS dan lebih memilih
membayar untuk mendapatkan layanan dari fasilitas
kesehatan.
• Kurangnya kesadaran akan pentingnya asuransi kesehatan
– menjadi peserta pbi/ non pbi karena anjuran pihak
lain (rumah sakit, bidan, dll) sehingga baru melakukan
pendaftaran jika sudah sakit.
• Pada peserta Non PBI muncul tren ketidakaktifan dalam
membayar iuran.
• Sebagian enggan untuk mendaftar JKN – karena kondisi
finansial dan merasa sehat.
• Jumlah keluarga dan ijin dari orang terdekat menjadi
dasar pertimbangan mendaftar/ tidak mendaftar asuransi
kesehatan.
• Persetujuan suami menjadi penentu bagi istri untuk
mendaftarkan keluarganya pada JKN-KIS Non PBI

Temuan penelitian menunjukkan Kabupaten Tulungagung ada di kelompok


bahwa karakteristik masyarakat Desa menengah, mereka tetap menganggap
Boro Kabupaten Tulunggaung tidak bahwa investasi kesehatan dalam bentuk
memprioritaskan pembiayaan untuk asuransi tidak menjadi prioritas karena
investasi kesehatan di tiap bulannya, karena pada akhirnya walau mereka memiliki
anggapan bahwa secara finansial belum JKN-KIS tetap masih memprioritaskan
siap hingga anggapan bahwa kondisi menggunakan layanan kesehatan yang
fisik mereka masih sehat sehingga masih berbayar tanpa menggunakan JKN-KIS.
belum membutuhkan JKN-KIS. Kondisi ini Kelompok masyarakat menengah dianggap
diperburuk dengan kondisi masyarakat Desa mampu untuk mengikuti JKN-KIS sehingga
Boro yang cenderung mudah menerima mereka harus membayar jika ingin menjadi
informasi rumor yang beredar terkait JKN- peserta JKN-KIS atau dalam kata lain peserta
KIS tanpa adanya upaya untuk melakukan Non PBI. Kondisi ini yang akhirnya membuat
recheck atas rumor yang ada. Walaupun para peserta Non PBI di wilayah Desa Boro,
secara ekonomi masyarakat di Desa Boro, Kabupaten Tulungagung cenderung tidak
94 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

aktif melakukan pembayaran iuran karena keluarga yang menjadi pertimbangan


menganggap rugi jika hanya melakukan cukup besar karena harus mengeluarkan
pembayaran JKN-KIS Non PBI namun pembiayaan untuk asuransi kesehatan yang
tidak digunakan sehari-hari. Selain itu, tidak selalu mereka rutin gunakan. Dalam
pertimbangan yang lain juga dilakukan porsi ini, tampak bahwa keputusan untuk
karena masyarakat kelompok menengah menggunakan asuransi JKN-KIS bukanlah
harus membayar secara mandiri tiap keputusan personal, melainkan keputusan
bulannya, diantaranya adalah peran suami komunal dalam hal ini adalah adanya peran
untuk memutuskan pengeluaran yang harus keluarga yang menjadi pusat penentuan
dilakukan tiap bulan dan jumlah anggota keikutsertaaan dalam JKN-KIS.

Mitos dan Konstruk Kultural tentang Asuransi Kesehatan

Tabel 3. Kategorisasi Mitos dan Konstruk Kultural tentang Asuransi Kesehatan


Kategori Temuan Hasil Temuan
Mitos yang berkembang • Peserta JKN-KIS Non PBI memandang rugi jika membayar iuran
tentang asuransi kesehatan BPJS tetapi tidak pernah dipakai
• Menggunakan fasilitas BPJS mempengaruhi pelayanan
dan obat yang diberikan – cenderung lebih buruk dari pada
pembiayaan mandiri.
• Yang berhak mendapatkan asuransi kesehatan PBI dominan
yang janda, tidak punya rumah / rumah tidak layak, tidak punya
pekerjaan.
• Kepemilikan kartu BPJS merupakan upaya preventif jika suatu
waktu mengalami kondisi sakit
• Pemilik JKN-KIS PBI berpandangan kepesertannya menjadikan
keluarga mereka sering sakit.
• Pemilik JKN-KIS Non PBI berpandangan kepesertannya
menjadikan keluarga mereka sering sakit.
Upaya health provider tingkat • Bidan aktif memberikan informasi JKN kepada masyarakat
desa dalam melawan mitos melalui forum keagamaan / kepada pasiennya saat sedang
periksa.
• Konten yang digunakan dominan menggunakan frame agama,
misal jika membayar iuran BPJS sama dengan tanggung jawab
dan shodaqoh membantu orang lain yang sakit.

Masyarakat Desa Boro, Kabupaten cara menginformasikan JKN-KIS melalui


Tulungagung cenderung masih perkumpulan yang ada di tingkat
mempercayai beberapa mitos yang masyarakat. Hal ini sebagai upaya
berkembang, hal tersebut yang mengurangi misinformasi yang ada di
mempengaruhi keikutsertaan dan ketaatan masyaratakat, sehingga harapannya adalah
masyarakat dalam kepesertaan pada asuransi informasi yang sifatnya tidak benar dan telah
kesehatan. Mitos terkait JKN-KIS yang menjadi mitos di masyarakat dapat mulai
berkembang di masyarakat tidak bisa segera terurai. Selain itu, upaya yang dilakukan
terurai karena masih kurangnya pemahaman oleh health provider tingkat desa untuk
terkait JKN-KIS pada masyarakat. Di sisi mengurangi mitos di masyarakat tentang
lain, upaya penanggulangan mitos atas JKN-KIS merupakan salah satu cara mereka
JKN-KIS dilakukan oleh health provider untuk mengatasi permasalahan tidak
tingkat desa dengan menggunakan adanya penginformasian secara langsung
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 95

dari BPJS Kesehatan. Dari sini tampak karena sesungguhnya ia adalah produk
bahwa peran health provider tingkat desa yang sama dengan BPJS Kesehatan jenis
dikaitkan dengan diseminasi informasi PBI. Menanggapi hal tersebut, Basundoro
tentang JKN-KIS menjadi sangat signifikan. (dalam Wahyuni, 2014) mengemukakan
Hal ini dilihat dari upaya yang tidak hentinya bahwa Program KIS yang dicanangkan
dilakukan oleh health provider tingkat desa Presiden Jokowi sebenarnya sama
untuk memberikan edukasi dan informasi saja dengan Program JKN yang sudah
terkait JKN-KIS pada masyarakat Desa Boro, ada sebelumnya, sehingga tidak perlu
Kabupaten Tulungagung. Meskipun kader dibingungkan. Bahkan KIS diakui oleh
kesehatan juga dilibatkan untuk memberikan Menteri Sosial sempat menimbulkan
edukasi pada masyarakat tentang JKN-KIS, pertanyaan dari para pengguna JKN,
nyatanya peran kader kesehatan dianggap meskipun pada praktiknya pemerintah
masyarakat masih tidak signifikan perannya telah melakukan upaya integrasi sistem KIS
untuk memberikan informasi terkait JKN- dengan JKN (Puan cari solusi agar KIS tak
KIS. membingungkan, 2014).
Sebelumnya, Thi Thuy Nga, Fitzgerald,
dan Dunne (2018) menemukan bahwa
E. BAHASAN
pengetahuan terhadap asuransi hadir
Berdasarkan seluruh proses penggalian sebagai salah satu faktor penyebab masih
data, terdapat beberapa temuan kunci yang rendahnya pendaftar asuransi keluarga
berhasil digali melalui seluruh prosedur di kalangan pekerja sektor informal di
dalam penelitian ini. Pada dasarnya, Vietnam. Dalam hasil temuan penelitian
rendahnya kepesertaan masyarakat pada yang dilakukan oleh Torpy dan Burke (2011)
program JKN-KIS dalam kategori peserta bahwa tingkat literasi kesehatan tidak selalu
Non PBI dipengaruhi oleh rendahnya berbanding lurus dengan latar pendidikan
literasi terhadap produk yang ditawarkan seseorang. Sejalan dengan hasil tersebut,
BPJS Kesehatan. Temuan ini konsisten temuan dalam penelitian ini menunjukkan
dengan beberapa studi sebelumnya seperti bahwa rendahnya minat masyarakat untuk
misalnya Wirastyanto (2016) maupun mendaftarkan diri pada program BPJS
Hasibuan (2016) yang menegaskan adanya Mandiri dengan kepesertaan Non PBI
korelasi positif antara persepsi masyarakat berakar dari anggapan bahwa produk yang
terhadap program BPJS Kesehatan dengan ditawarkan BPJS Kesehatan bersifat bergilir
partisipasi mereka pada program tersebut, dengan sistem kuota. Sehingga, mereka
sehingga kurangnya informasi tentang merasa tidak perlu mendaftarkan diri pada
program membuat masyarakat enggan program BPJS Mandiri yang secara jelas
berpartisipasi pada program. Dalam membebani mereka dengan tanggungan
konteks penelitian ini, ditemukan bahwa iuran perbulannya. Mereka lebih memilih
pengetahuan masyarakat terhadap produk- menunggu hingga mendapat giliran untuk
produk yang ditawarkan BPJS Kesehatan di terdaftar sebagai anggota tanpa harus
bawah program JKN-KIS saling tumpang membayar premi asuransi setiap bulannya.
tindih. Pada dasarnya, temuan ini bukanlah
Kesadaran masyarakat untuk melakukan
kasus spesifik yang hanya berlaku di Desa
investasi kesehatan juga tidak sejalan
Boro, Kabupaten Tulungagung. Perdebatan
dengan posisi mereka sebagai orang tua
tentang keberadaan Kartu Indonesia Sehat
dan juga orang dewasa. Dalam data yang
(KIS) yang semula diperuntukkan khusus
telah disampaikan diatas menunjukkan
bagi kelompok masyarakat tidak mampu
bahwa walaupun mereka adalah orang tua,
agar mendapatkan akses kesehatan yang
keputusan atas penggunaan JKN-KIS Non PBI
memadai, telah banyak dilakukan para
juga didasarkan pada prioritas pembiayaan
ahli. Seperti misalnya Pambagio (dalam
tiap bulan yang harus ditanggung. Di sisi
Wahyuni, 2014) yang mengemukakan
lain, pembiayaan kesehatan dianggap
bahwa keberadaan KIS membingungkan
tidak penting karena dapat dikeluarkan
96 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

hanya ketika ada kondisi kesehatan yang sistem solidaritas kelompok lokal yang
membutuhkan pembiayaan kesehatan. mencakup salah satu diantaranya adalah
Semakin besar jumlah anggota keluarga sistem ikatan komunal untuk membentuk
juga menjadi pertimbangan yang cukup solidaritas lokal (Yasip, 2017). Berkaitan
berat ketika harus menghitung tiap bulan dengan temuan data Peneliti, sikap
untuk melakukan pembayaran JKN-KIS Non pasif yang ditunjukkan oleh masyarakat
PBI. Hal ini sejalan dengan temuan Davis, Tulungagung dalam mencari informasi
dkk (2013) melalui risetnya menemukan BPJS Kesehatan banyak disoroti pada sisi
bahwa tingkat literasi kesehatan pada orang rendahnya sosialisasi pada masyarakat
tua dapat berpengaruh terhadap perilaku awam, padahal di sisi lain masyarakat saat
kesehatan orang tua dan perkembangan ini diminta untuk aktif mencari informasi
kesehatan anak. Sejalan dengan temuan dengan bertanya dan mencari informasi
tersebut, Lee, Tsai & Kuo (2012) menemukan secara online. Sistem ikatan komunal
bahwa tingkat literasi kesehatan pada untuk membentuk solidaritas lokal pada
perempuan berpengaruh pada kondisi masyarakat Tulungagung mengarah
kesehatan keluarga. Kemudian, Goto, pada pembentukan solidaritas lokal
Ishikawa, Nakayama & Kiuchi (2018) melalui  manut miturut  yang menandakan
menemukan adanya hubungan positif bahwa masyarakat Tulungagung patuh
antara tingkat literasi kesehatan dengan terhadap pimpinan mereka, sehingga
perilaku kesehatan pada masyarakat dengan kata lain masyarakat Tulungagung
Jepang, khususnya berkaitan dengan jenis dalam kesehariannya diajarkan untuk patuh
informasi yang diberikan. dan tunduk terhadap instruksi dari pimpian
Penerimaan informasi yang simpang mereka (Yasip, 2017).
siur pada masyarakat Tulungagung terkait Dalam konteks penelitian ini, konsep
JKN-KIS juga tidak terlepas dari rendahnya manut miturut menjadikan masyarakat
sosialisasi pada masyarakat terkait tata cara cenderung pasif karena mereka bergantung
pendaftaran hingga pada penggunaannya. dari pemberian informasi yang diberikan
Dari data ditemukan bahwa pemerintah oleh pimpinan mereka. Masyarakat sulit
desa dianggap tidak pernah memberikan untuk diminta aktif mencari informasi secara
sosialisasi terkait JKN-KIS sehingga tingkat mandiri karena mereka terbiasa dengan
pengetahuan masyarakat terkait JKN- ketersediaan informasi yang diberikan oleh
KIS juga rendah. Namun di sisi lain, pihak pimpinan mereka, dalam hal ini adalah
desa juga menganggap bahwa dengan pemerintah desa. Temuan ini sejalan
kondisi yang sudah maju, maka seharusnya dengan Baker (Baker dalam Prasanty dan
masyarakat juga harus bisa berinisiatif untuk Fuady, 2017) dipengaruhi oleh faktor
mencari informasi secara online. Padahal, budaya dan norma yang berlaku dalam
realitanya masyarakat yang peneliti temui masyarakat sehingga ia sulit untuk berubah.
masih terbilang awam terkait bidang Dari perspektif ini, literasi kesehatan adalah
teknologi informasi yang menjadikan keadaan dinamis individu yang dipengaruhi
pemahaman dan pengetahuan mereka oleh lingkungan tempat individu itu berada
menjadi rendah. Pada akhirnya masyarakat dalam konteks yang berkaitan dengan
diidentikkan sebagai kelompok yang pasif informasi kesehatan yang pada gilirannya
dalam hal upaya mencari informasi. akan menentukan tingkat kesehatannya
Kultur masyarakat Tulungagung yang (Prasanty & Fuady, 2017). Pada titik ini, cara
sangat kental dengan manut miturut pandang masyarakat yang dibentuk oleh
menjadi salah satu budaya yang sudah nilai-nilai lokal yang berlaku akan berkaitan
berlangsung sejak lama dan mejadi pola dengan level literasi kesehatan hingga
pikir masyarakat, utamanya dalam keaktifan berujung pada perilaku kesehatan.
mengakses informasi pada pimpinan Upaya pengambilan keputusan untuk
masyarakat dalam hal ini adalah pemerintah mengikuti program JKN-KIS juga kembali
desa. Manut miturut berkaitan dengan dibenturkan pada tradisi untuk mengambil
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 97

keputusan didasarkan pada hasil diskusi ditanggung. Dalam pengurusan JKN-KIS,


bersama dengan keluarga yang pada memang mewajibkan bahwa pembayaran
akhirnya selalu mengkomparasikan tingkat iuran dilakukan berdasarkan jumlah
kepentingan antara pendidikan dan anggota keluarga yang tertera dalam Kartu
kesehatan. Upaya pengambilan keputusan Keluarga. Sehingga, semakin besar jumlah
secara bersama-sama ini didasarkan pada anggota keluarga maka akan berimbas
pertimbangan bahwa kebutuhan untuk pada semakin besarnya jumlah yang harus
mengasuransikan kesehatan bukan hanya dibayarkan jika mengikuti program JKN-KIS.
kepentingan personal, namun didasarkan Preferensi keluarga yang lebih menunggu
pada kepentingan bersama sehingga untuk dimasukkan dalam daftar penerima
upaya pembentukan keputusannya juga PBI menjadi lebih tinggi dibandingkan
didasarkan pada rembukan bersama ketika mereka harus memilih mengikuti
keluarga. Upaya membangun keputusan BPJS Mandiri atau non PBI.
bersama ini sejalan dengan karakter
masyarakat Tulungagung berdasarkan
Babad Tulungagung yaitu nyawiji. Makna F. KESIMPULAN
nyawiji berarti menjadi satu baik dalam Berdasarkan hasil paparan data
kata dan tindakan dan nyawiji merupakan dan pembahasan yang telah dilakukan
bagian dari representasi atas mekanisme sebelumnya, maka dapat disimpulkan
pengambilan keputusan lokal tentang bahwa rendahnya health literacy yang
sistem mekanisme pengambilan keputusan terjadi pada masyarakat di Desa Boro,
secara demokratis atau duduk sama Kabupaten Tulungagung mengakibatkan
rendah berdiri sama tinggi (Yasip, 2017). pada rendahnya pengetahuan masyarakat
Hal ini menandakan bahwa hasil diskusi pada asuransi kesehatan nasional JKN-KIS.
mengahasilkan satu keputusan bersama. Lebih lanjut lagi, rendahnya pengetahuan
Dengan kata lain, apapun hasil keputusan masyarakat pada asuransi kesehatan
yang dibuat dalam diskusi bersama menjadi nasional JKN-KIS inilah yang mengakibatkan
satu keputusan bersama. Sehingga ketika pada rendahnya kemauan masyarakat
keluarga memandang lebih mementingkan Desa Boro, Kabupaten Tulungagung untuk
biaya pendidikan daripada biaya kesehatan, ikut serta dalam kepesertaan JKN-KIS Non
maka sudah menjadi ketetapan bersama PBI. Masyarakat Desa Boro, Kabupaten
bahwa keputusan tersebutlah yang diambil. Tulungagung terjebak pada mitos yang
Upaya pengambilan keputusan terkait tercipta dari informasi hoax terkait JKN-
keanggotaan dalam JKN-KIS yang lebih KIS. Selain itu rendahnya upaya pemberian
condong mengarah pada rendahnya informasi yang dilakukan oleh health
minat penggunaan JKN-KIS ini nyatanya provider dari tingkat Kabupaten yaitu
tidak hanya didasarkan pada keengganan BPJS Kesehatan ikut menjadi sumbangsih
semata, namun juga didasari pada faktor terbesar keengganan masyarakat Desa
jumlah anggota keluarga yang harus Boro, Kabupaten Tulungagung menjadi
peserta JKN-KIS Non PBI.

REFERENSI
Abdullah, S.M. (2019). Social Cognitive Theory: A Bandura Thought Review Published in
1982 – 2012. Journal Psikodimensia, 18 (1). DOI 10.24167/psidim.v18i1.1708.
Bandura, A. (1998). Health promotion from the perspective of social cognitive theory.
Psychology and health, 13(4): 623 – 649.
Branscum, P., Sharma, M. Leigh Wang, L., Wilson, B., Rojas-Guyler, L. (2013). A process
evaluation of a social cognitive theory-based childhood obesity prevention intervention:
the comics for health program. Health promotion practice, 14 (2): 189-198.
98 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Creswell, J W. (1998). Research design: qualitative and quantitative approaches. California:


Sage Publications.
Coffman, J. (2002). Public communication campaign evaluation: An environmental scan of
challenges, criticisms, practice, and opportunities. Disiapkan untuk Communications
Consortium Media Center. Harvard Family Research Project.
Diemer, F.S., Haan, Y.C., Panday, R.V.N., Montrafrans, G.A., Oehlers, G.P., Brewster, L.M.
(2017). Health literacy in Suriname. Social work in healthcare, 56 (4).
Erlich, R.J., Russ-Eft, D. (2011). Applying social cognitive theory to academic advising to
assess student learning outcomes. NACADA journal, 31 (2).
Fuady, Ikhsan. Arifin, Hasi S. & Prasanti, Ditha. (2018). Literasi informasi kesehatan:
penyuluhan informasi dalam pencegahan hiv aids bagi masyarakat di kawasan wisata
pangandaran. Jurnal Dhamakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. Vol.6 (1) :
62-65.
Goto, Eiko. Ishikawa, Hirono. Nakayama, Kazuhiro & Kiuchi, Takahiro. (2018). Comprehensive
health literacy and health related behaviors within a general japanese population:
differences by health domains. Sage publication: health education and behavior. Vol
30(8), 717-726. DOI: 10.1177/1010539518806806.
Harinie, L., Sudiro, A., Rahayu, M., Fatchan, A. (2017). Study of Bandura’s cognitive learning
theory for the entrepreneurship learning process. Social sciences, 6, (1): 1-6). Doi:
10.11648/j.ss.20170601.11.
Hasibuan, R.A. (2016). Persepsi masyarakat tentang jaminan kesehatan nasional terhadap
keikutsertaan menjadi peserta JKN di Kota Medan tahun 2016. Skripsi S-1. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Hastings, G. (2007). Social Marketing: Why should the Devil have all the best tunes? (1st ed.).
Burlington: Butterworth-Heinemann.
Latifah, D.A. (2015). Persepsi pasien peserta jaminan kesehatan nasional terhadap pelayanan
kesehatan di Instalasi rawat inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash, Rumah Sakit Islam Sunan
Kudus. Skripsi S-1. Universitas Negeri Semarang.
Lee, C.G., Park, S., Lee, S.H., Kim, H., Park, J. (2018). Social cognitive theory and physical
activity among Korean male high-school students. American journal of men’s health,
12(4): 973-980.
Lee,S.Y.,Tsai,Tzu-I.Tsai,Y.& Kuo,K.N.(2012).Health literacy and women’s health related behaviors
in taiwan. SAGE Publication, 39(2): 210-218. DOI: 10.1177/1090198111413126.
Littlejohn, S.W., Foss, K. A. (2009). Encyclopedia of communication theory. Thousand Oaks,
CA: Sage Publications.
McCormick, M.J.(2001). Self-efficacy and leadership effectiveness: applying social cognitive
theory to leadership. Journal of leadership studies, 8 (1): 22-33.
McCormick, M.J., Martinko, M.J. (2004). Identifying leader social cognitions: integrating the
causal reasoning perspective into social cognitive theory. Journal of leadership and
organizational studies, 10 (4): 2-11.
Mocarski, R., Bissell, K. (2016). Edutaiment’s impact on helath promotion: viewing the biggest
loser through the social cognitive theory. Health promotion practice, 17 (1): 107 – 115.
Portugal, L.M. (2018). Applying social cognitive theory in a neuropathy healthcare educational
program for parents and families. General internal medicine, 2 (1).
Analisis Perilaku Masyarakat Pedesaan terhadap Asuransi Kesehatan Nasional 99

Pangestika, V.F., Jati, S.P., Sriatmi, A. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepesertaan sector informal dalam BPJS kesehatan mandiri di Kelurahan Poncol,
Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan. Jurnal kesehatan masyarakat, (5), 3.
Pergantian askes ke kartu kis hoax. (2017). Diakses pada 15 Juli 2019, dari https://www.bpjs-
online.com
Puan cari solusi agar KIS tak membingungkan. (2014). Diakses pada 30 Juli 2019, dari https://
www.republika.co.id/berita/koran/publik/14/11/06/nelvgf-puan-cari-solusi-agar-kis-
tak-membingungkan.
Prasanty, D., Fuady, I. Penyuluhan Peran Kader dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan
Masyarakat di Desa Cimanggu, Bandung Barat. (2017). Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat. Vol 2, No.2 h 83-92. ISSN 2540-8747.
Putra, A.S.A. (2019, Juli 15). Kantor cabang Tulungagung ajak peserta sosialisasi aplikasi
JKN. Jawa Pos. Diakses pada 16 Juli 2019 dari https://radartulungagung.jawapos.com.
Rankin, A., dkk. (2017). Public perceptions of personalised nutrition through the lens of
social cognitive theory. Journal of health psychology, 22 (10): 1233-1242.
Rhoza, N., Mhawati, Y., Asih, T.N. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan dalam kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) di
Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung tahun 2016. Jurnal ilmiah kesehatan, (8), 2.
Rinjani, D., Linggardi, K. (2016). Persepsi masyarakat terhadap keikutsertaan BPJS Kesehatan
di Desa Wangon Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas. Skripsi S-1. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Sharma, M., Wagner, D.I., Wilkerson, J. (2004). Predicting childhood obesity prevention
behaviors using social cognitive theory. International quarterly of community health
education, 24 (3): 191-203.
Solichah, Z. (2018 Oktober 20). Peserta BPJS Kesehatan di Jatim masih 64 persen, Antara
Jatim. Diakses dari www.jatim.antaranews.com.
Sujarwoko, D.H. (2017, Desember 19). BPJS Kesehatan Tulungagung kembangkan produk
layanan kemitraan, Antara News. Diakses dari www.antaranews.com.
Thi Thuy Nga, N., Fizgerald, G., Dunne, M.(2018). Family-based health insurance for informal
sector workers in Vietnam: why does enrolment remain low?. Asia pacific journal of
public health, 1-9. DOI: 10.1177/0951484818760529.
Torpy, JM., Burke, AE. (2011). Health literacy. The Journal of the American Medical Association,
308 (10).
Wahyuni, T. (2014, Desember 7). Jokowi diminta tak teruskan kartu Indonesia sehat.
CNN Indonesia. Diakses pada 30 Juli 2019 dari https://www.cnnindonesia.com/
nasional/20141207093301-20-16334/jokowi-diminta-tak-teruskan-kartu-indonesia-
sehat.
Wirastyanto, M. (2016). Hubungan persepsi masyarakat tentang program BPJS dengan
partisipasinya di Kelurahan Cibadak Kota Bandung.
Weinhold, I., Gutner, S. (2014). Understanding shortages of sufficient health care in rural
areas. Journal of health policy, 118 (2).
Yasip. (2017). Representasi Kearifan Lokal dalam Babad Tulungagung. Jurnal Acta diurnA,
13 (1).
Yin, R K. (2011). Studi kasus: desain dan metode. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
100 Komuniti, Vol. 11, No. 2, September 2019 p-ISSN: 2087-085X, e-ISSN: 2549-5623

Zarcadoolas, C., Pleasant, A.F., Greer, D.S. (2006). Advancing health literacy; a framework for
understanding action. San Fransisco: John Willey & Sons.

Anda mungkin juga menyukai