Anda di halaman 1dari 2

1. Dalam survei global yang dilakukan pada awal 2019 terhadap 13.

200 responden itu,


kesejahteraan yang di survei mengacu pada lima pilar utama, yakni fisik, keluarga, sosial,
keuangan, dan pekerjaan.

“Dari hasil survei tahun ini, tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia meningkat hingga
berhasil masuk ke jajaran lima besar indeks kesejahteraan global. Padahal, tahun lalu Indonesia
berada di urutan ke-14,”

Survei Skor Kesejahteraan 360 dilakukan Cigna tiap tahun. Tahun ini merupakan survei kelima.
Dalam survei kali ini, skor kesejahteraan masyarakat Indonesia berada di peringkat keempat
dengan indeks kesejahteraan yang melompat 4,4 poin dari 61,0 menjadi 65,4.

“Indonesia berhasil keluar dari jajaran 10 negara dengan persepsi kesejahteraan terendah,”

Chief Marketing and Strategic Partnership Officer Cigna Indonesia Akhiz Nasution mengatakan,
berkaca dari survei itu, Cigna Indonesia bisa menyiapkan produk-produk proteksi yang sesuai
kebutuhan masyarakat Indonesia.

“Market di Indonesia penetrasinya masih sangat kecil, baru sekitar 2%. Lewat survei ini, kami
bisa memberi kontribusi positif. Produk-produk yang kami keluarkan disesuaikan dengan
kebutuhan,” papar Akhiz.

Fokus Cigna tetap menyediakan solusi holistik dari seluruh dimensi kesehatan dan mendorong
masyarakat Indonesia untuk mendapatkan layanan terbaik dalam perjalanan kehidupan mereka.

Dia menjelaskan, dalam survei itu terungkap, semakin banyak responden yang merasa mereka
berhasil menjaga makan agar tetap sehat, memiliki waktu untuk berolahraga, berat badan ideal,
dan tidur yang cukup.

“Masyarakat Indonesia juga merasa mereka semakin mampu menjaga kesejahteraan keluarga
mereka, dilihat dari kemampuan menjaga kesehatan dan menjamin keuangan pasangan, anak,
dan orang tua mereka. Indeks kenaikan tertinggi terlihat dari kepercayaan diri masyarakat
Indonesia dalam menjamin kesejahteraan dan pendidikan anak mereka, poinnya naik 15 poin,
dari 40 menjadi 55,” tutur Akhiz.

Secara keuangan, masyarakat Indonesia juga semakin percaya diri. Hal itu dilihat dari
kemampuan mereka membayar kebutuhan edukasi keluarga mereka.

Selain itu, kata dia, dari survei terungkap, semakin banyak masyarakat Indonesia yang merasa
puas dengan paket gaji dan kompensasi dari tempat mereka bekerja, meskipun hal tersebut harus
dibayar dengan bertambahnya tanggung jawab di kantor.

Dia menjelaskan, mayoritas masyarakat Indonesia atau sebanyak 76% mengungkapkan bahwa
kantor mereka menyediakan program-program kesejahteraan, seperti klub kesehatan, olahraga,
kelas sharing, dan lain-lain.
Angka ini cukup tinggi ketimbang rata-rata global yang hanya 46%. Hampir setengah responden
(48%) juga mengungkapkan, kantor mereka menyediakan sarana dan dukungan untuk
mengurangi stres, angkanya cukup tinggi dibandingkan rata-rata global yang hanya 28%.

Direktur HR Cigna Indonesia Nefo Luhur Dradjati memaparkan, survei tersebut juga
mengungkap tentang tingkat stres pada perempuan di Indonesia.

Meskipun tingkat stres di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara lain yang disurvei
(77% dibandingkan 84%), di Indonesia, perempuan bekerja merasa lebih stres dibandingkan pria
bekerja yaitu 84% di Indonesia dibandingkan 76% secara global. Biasanya, lanjut dia,
perempuan stres karena tekanan pekerjaan, memikirkan kondisi keuangan keluarga, dan
keuangan pribadi.

2. Pemerintah mengusulkan belanja negara sebesar Rp 2.439,7 triliun dalam RAPBN 2019.
Nominal itu lebih tinggi dibandingkan usulan dalm RAPBN 2018, yaitu Rp 2.204,4 triliun.

Dikutip dari dokumen RAPBN 2019 Kementerian Keuangan, usulan belanja negara Rp 2.439,7
triliun terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.603,7 triliun dan transfer ke daerah dan dana
desa Rp 832 triliun.

Sementara itu, pendapatan negara dalam RAPBN 2019 diusulkan Rp 2.142,5 triliun. Usulan itu
juga lebih tinggi ketimbang usulan dalm RAPBN 2018, yakni Rp 1.878,4 triliun.
Perincian pendapatan negara Rp 2.142,5 triliun, yaitu penerimaan pajak Rp 1.781 triliun dan
penerimaan negara bukan pajak Rp 361,1 triliun.

Dengan demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2019 (selisih antara belanja dan pendapatan)
mencapai Rp 297,2 triliun (1,84 persen terhadap PDB). Besaran defisit anggaran juga lebih
rendah dibandingkan RAPBN 2018 yang tercatat Rp 325,9 triliun (2,19 persen terhadap PDB).

Untuk membiayai defisit anggaran, pemerintah merencanakan pembiayaan anggaran Rp 297,2


triliun. Nilai itu merupakan selisih antara pembiayaan utang Rp 359,3 triliun dan pembiayaan
investasi (-Rp 74,8 triliun).

Besaran pembiayaan anggaran lebih rendah dibandingkan RAPBN 2018. Ketika itu, pembiayaan
anggaran diusulkan Rp 325,9 triliun yang bersumber dari pembiayaan utang Rp 399,2 triliun dan
pembiayaan investasi (-Rp 65,7 triliun).

Anda mungkin juga menyukai