Anda di halaman 1dari 5

Defisit BPJS Kesehatan

Oleh Khusnul Hayati Osnawanto

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial. Di Indonesia,
badan hukum yang dibentuk khusus untuk menyelenggarakan jaminan sosial bidang
kesehatan adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan.
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) maka dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Dengan Undang-Undang ini, dibentuk dua BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan Program Jaminan
Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 yang dirancang untuk mencapai Universal Health
Coverage (UHC) bagi seluruh warga negara Indonesia dan merupakan transformasi
kelembagaan PT Askes (Persero).

BPJS Kesehatan memiliki sebuah visi yang disebut dengan “Cakupan Semesta 2019”,
yaitu sebuah ambisi untuk menjamin seluruh penduduk Indonesia memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan
yang handal, unggul dan terpercaya, paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. Untuk
mencapai visi, BPJS Kesehatan memiliki enam misi yang saling melengkapi dan menguatkan
satu sama lain. BPJS Kesehatan juga memiliki kebijakan umum , salah satunya berupa
Pedoman Pokok Pelaksanaan di mana salah satu komponennya adalah pedoman pelaksanaan
BPJS terhadap para pelanggannya, yaitu sebagai berikut.
 Organisasi menyadari bahwa sebagai penyelenggara jaminan sosial bidang kesehatan
harus mengutamakan kepentingan dan kepuasan pelanggan dengan memberikan
pelayanan yang cepat, tepat, akurat, adil dan transparan.
 Pelanggan adalah semua orang atau organisasi yang melakukan pembelian produk atau
jasa yang dihasilkan organisasi yang menuntut Duta BPJS Kesehatan untuk memenuhi
standar mutu tertentu, karena akan memberikan pengaruh terhadap kinerja organisasi.
 Pelanggan terdiri dari pelanggan internal dan eksternal dimana kebijakan interaksinya
diatur dalam Kode Etik BPJS Kesehatan.
Dalam kebijakan umum BPJS Kesehatan, juga diatur mengenai bagaimana
seharusnya pelayanan yang diselenggarakan oleh BPJS, yaitu sebagai berikut.
 Organisasi memastikan manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk
pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan
medik sesuai dengan standar pelayanan medik dan peraturan yang berlaku.
 Organisasi memastikan pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan
memenuhi mutu pelayanan yang berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas
tindakan sesuai dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya.
 Organisasi memastikan penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan
dilakukan secara menyeluruh sesuai standar mutu fasilitas kesehatan.
 Organisasi memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai dengan standar yang
ditetapkan serta pemantauan terhadap luaran kesehatan peserta.
 Organisasi memastikan proses administrasi klaim sesuai dengan standar dan ketentuan
peraturan perundangan

Walaupun banyak memberikan manfaat kepada seluruh lapisan masyarakat, tak luput
juga badan ini mengalami kesulitan. Akhir – akhir ini, masyarakat dirisaukan dengan adanya
rumor mengenai BPJS Kesehatan yang sedang mengalami defisit. Sebagaimana kita ketahui
bahwa sejak awal beroperasi, badan ini telah turut serta meringankan beban rakyat Indonesia
dalam dunia kesehatan. Maka dari itu, pemerintah selalu melakukan berbagai cara untuk tetap
mempertahankan badan ini demi meningkatkan kualitas kesehatan bangsa.

Dari tahun ketahun, pihak BPJS Kesehatan sudah mengalami defisit. Contohnya pada
tahun 2016, badan ini sudah mengalami defisit sekitar Rp 9,7 triliun. Tidak berhenti di tahun
itu saja, tahun berikutnya yaitu 2017, BPJS Kesehatan masih mengalami defisit yang
angkanya semakin meningkat yaitu sekitar Rp 23 triliun dan pada tahun 2018 dari data yang
didapat dari laporan keuangan BPJS Kesehatan menunjukkan angka defisit sebesar Rp 34
Triliun . Angka ini sudahlah sangat besar dilihat dari masih baru 4 tahun badan ini beroperasi.

Untuk tahun 2018, BPJS Kesehatan sedang berupaya menekan angka defisit yang
diprediksi mencapai sekitar Rp 16,5 triliun. Angka ini bukanlah angka yang kecil lagi,
peningkatan angka defisit yang besar ini membuat banyak kekhawatiran yang terjadi dimana
– mana. Pihak BPJS Kesehatan pun sudah banyak melakukan berbagai hal demi menurunkan
angka defisit yang dialaminya pada setiap tahunnya. Salah satu contoh upaya yang dilakukan
untuk tahun ini adalah dengan menonaktifkan sementara perekrutan pegawai baru. Hal ini
dilakukan dengan harapan adanya pengurangan biaya yang dikeluarkan oleh pihak BPJS
Kesehatan itu sendiri.

BPJS Kesehatan itu sendiri dibuat dengan rancangan untuk tidak menghasilkan laba
bagi dirinya sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan manfaat yang semaksimal
mungkin bagi seluruh pengguna BPJS Kesehatan. Dalam pelaksanaannya, seluruh
pengelolaan dana jaminan sosial yang ada digunakan untuk pengembangan program kerja
dan kepentingan seluruh pengguna atau peserta BPJS Kesehatan itu sendiri. Maka dari hal ini
tak heran bahwa badan ini sudah mengalami defisit dari awal mula beroperasi.

Menurut Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan kata lain bahwa badan ini
harus tetap dipertahankan keberadaanya. Maka dari itu negara maupun pemerintah
mempunyai kewajiban untuk tetap mempertahankan badan ini dengan segala upayanya. Hal
ini dilakukan untuk menutup defisit yang terjadi.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan adanya
pengalokasian anggaran negara di bidang kesehatan. Hal ini pada setiap tahunnya mengalami
peningkatan demi penutupan angka defisit yang terjadi pada BPJS Kesehatan. Upaya yang
dilakukan oleh pemerintah ini bukanlah suatu hal yang mudah. Apalagi bagi negara yang
berkembang seperti negara kita.

Asumsi lainnya adalah mengenai semakin banyaknya pengguna baru di BPJS


Kesehatan. Peserta baru BPJS Kesehatan yang sudah mendapatkan hak untuk klaim
pelayanan kesehatan. Akibatnya nilai klaim yang telah ditetapkan oleh pihak BPJS Kesehatan
melampaui batas alias lebih tinggi. Dapat dilihat dari awal tahun badan ini beroperasi, bagi
peserta baru jaminan ini, mereka baru mendapatkan klaim setelah 2 minggu mereka menjadi
anggota. Berbeda dengan tahun berikut – berikutnya sampai pada tahun ini. Anggota baru
langsung dapat mengklaim haknya.

Dapat diketahui bahwa tujuan badan ini beroperasi bukanlah untuk mencari laba, akan
tetapi dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya pengguna jaminan ini, tak dapat
dipungkiri bahwa defisit akan terjadi pada badan ini juga. Sungguh disayangkan adanya hal
ini.

Dengan meningkatnya pengguna jaminan kesehatan ini di Indonesia, maka banyak


orang berpikir bahwa terdapat peningkatan dana yang masuk pada badan ini. Namun sangat
disayangkan bahwa hal itu bukanlah kenyataan. Banyaknya pengguna atau peserta tidaklah
selalu sebagai suatu hal yang baik. Bukanlah hal yang menjadi patokan pasti bagi
kesejahteraan suatu badan.

Untuk lebih menggali penyebab defisit BPJS Kesehatan dilakukan analisis ada iuran
dan beban dari data yang bersumber dari laporan keuagan BPJS Kesehatan. Dapat ditarik
kesimpulan dari kenaikan dan penurunan persentase yang ada pada setiap pos dalam laporan
aktivitas. Analisis Pendapatan Iuran. Pendapatan Iuran DJS Kesehatan bersumber dari
Penerima Bantuan Iuran (PBI), Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non PBI), Pekerja Bukan
Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja. Tahun 2014, pendapatan iuran DJS Kesehatan
secara keseluruhan adalah Rp. 40,7 Triliun dengan uraian kontribusi dari total iuran PBI
sebesar Rp 21,2 Triliun, total iuran Non PBI sebesar Rp 16,2 Triliun, total iuran PBPU
sebesar Rp 1,88 Triliun dan total iuran Bukan Pekerja sebesar Rp 1,32 Triliun. Tahun 2015,
pendapatan iuran DJS Kesehatan naik sebesar Rp. 52,7 Triliun dengan uraian kontribusi dari
total iuran PBI sebesar Rp 22,2 Triliun, total iuran Non PBI sebesar Rp 24,2 Triliun, total
iuran PBPU sebesar Rp 4,67 Triliun dan total iuran Bukan Pekerja sebesar Rp 1,65 Triliun.
Tahun 2016, pendapatan DJS Kesehatan naik sebesar Rp 67,4 Triliun dengan uraian
kontribusi dari total iuran PBI sebesar Rp 28,4 Triliun, total iuran Non PBI Rp 31,5 Triliun,
total iuran PBPU Rp 5,72 Triliun dan total iuran Bukan Pekerja sebesar Rp 1,62 Triliun.
Tahun 2017, pendapatan DJS Kesehatan naik sebesar Rp 74,2 Triliun dengan uraian
kontribusi dari total iuran PBI sebesar Rp 30,5 Triliun, total iuran Non PBI Rp 35,3 Triliun,
total iuran PBPU Rp 6,71 Triliun dan total iuran Bukan Pekerja sebesar Rp 1,65 Triliun.

Analisis Beban. Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 terdiri atas rawat jalan tingkat
pertama, rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat pertama rawat inap tingkat lanjutan,
pelayanan kesehatan khusus, Jamkesmen, Jamkestama, pelayanan kesehatan penyakit khusus
katastropik dan promotif dan preventif dengan total Rp 42, 65 Triliun. Bila diuraikan
kontribusi beban rawat jalan tingkat pertama sebesar Rp 8,63 Triliun, rawat inap tingkat
pertama sebesar Rp 444,8 Miliar, rawat jalan tingkat lanjutan sebesar Rp 8,16 Triliun, rawat
inap tingkat lanjutan sebesar Rp 25,15 Triliun, pelayanan kesehatan khusus sebesar Rp 410,8
Juta, Jamkesmen sebesar Rp 3,59 Miliar, Jamkestama sebesar Rp 3,68 Miliar, pelayanan
kesehatan penyakit khusus katastropik sebesar Rp 97,7 Miliar dan promotif dan preventif
sebesar Rp 146, 9 Miliar. Pada tahun 2015, 2016 dan 2017 pelayanan kesehatan khusus,
Jamkesmen, Jamkestama, pelayanan kesehatan penyakit khusus katastropik sudah tidak
masuk lagi ke dalam Beban Jaminan Kesehatan. Di tahun 2015 total Beban Jaminan
Kesehatan adalah Rp 57,08 Triliun yang bila diuraikan terdiri dari pendapatan rawat jalan
tingkat pertama sebesar 10,79 Triliun, rawat inap tingkat pertama sebesar Rp 710,8 Miliar,
rawat jalan tingkat lanjutan sebesar Rp 13,61 Triliun, rawat inap tingkat lanjutan sebesar Rp
31,85, dan promotif dan preventif sebesar Rp99,32 Miliar. Di tahun 2016 total Beban
Jaminan Kesehatan adalah Rp 67,24 Triliun yang bila diuraikan terdiri dari pendapatan rawat
jalan tingkat pertama sebesar Rp 12,30 Triliun, rawat inap tingkat pertama sebesar Rp 768,2
Miliar, rawat jalan tingkat lanjutan sebesar Rp 16,53 Triliun, rawat inap tingkat lanjutan
sebesar Rp 37,48 Triliun, dan promotif dan preventif Rp 142,4 Miliar.

Di tahun 2017 total Beban Jaminan Kesehatan adalah Rp 84,44 Triliun yang bila
diuraikan terdiri dari pendapatan rawat jalan tingkat pertama sebesar Rp 12,77 Triliun, rawat
inap tingkat pertama sebesar Rp 894,5 Miliar, rawat jalan tingkat lanjutan sebesar Rp 23,52
Triliun, rawat inap tingkat lanjutan sebesar Rp 47,04 Triliun, dan promotif dan preventif Rp
207,7 Miliar. Dari hasil analisis pendapatan dan beban DJS Kesehatan diatas, dapat dilihat
bahwa kenaikan pendapatan selalu dibarengi dengan kenaikan beban DJS Kesehatan yang
terus bertambah dari tahun ke tahun. Pendapatan iuran DJS Kesehatan yang terus meningkat
dari tahun 2014 hingga 2017. Di tahun 2014, pendapatan DJS Kesehatan secara keseluruhan
adalah Rp 41,51 Triliun dengan kontribusi 98% dari pos pendapatan iuran sebesar Rp 40,71
Triliun. Di tahun 2015, pendapatan DJS Kesehatan keseluruhan naik sebesar Rp 55,65 Triliun
dengan kontribusi 95% dari pos pendapatan iuran sebesar Rp 52,77 Triliun. Di tahun 2016,
pendapatan DJS Kesehatan naik sebesar Rp 74,40 Triliun dengan kontribusi 91% dari pos
pendapatan iuran sebesar Rp 67,40 Triliun. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya,
pendapatan DJS Kesehatan pada tahun 2017 diketahui sebesar Rp 78,35 Triliun. Kontribusi
pos pendapatan iuran pada tahun 2017 ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya yaitu
99%. Kontribusi yang tinggi ini dikarenakan pada tahun 2017 Pemerintah memberikan
bantuan dana sebesar Rp 3,6 Triliun. Apabila tidak ada bantuan dari Pemerintah maka
besaran pos pendapatan iuran DJS Kesehatan pada tahun 2017 tidak jauh berbeda dari tahun
sebelumnya hanya sebesar Rp 74,75 Triliun. Sedangkan untuk beban DJS Kesehatan juga
terjadi kenaikan setiap tahunnya dari laporan keuangan DJS Kesehatan tahun 2014 hingga
2017.

Anda mungkin juga menyukai