1
Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
2
Pasal 10 huruf (f) Undang-Undang 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
3
Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
ingin menggunakan fasilitas dari BPJS Kesehatan, maka BPJS Kesehatan akan
membayar biaya perawatan kesehatan tersebut dengan dana yang telah dibayar dan
dihimpun sebelumnya.
Untuk warga negara yang tidak dapat membayar premi dalam tiga golongan
tersebut karena keuangannya yang kurang atau miskin, BPJS Kesehatan juga
mengakomodasi dan memberi pelayanan bagi rakyat yang miskin, dengan membagi
kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi dua golongan yaitu Peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI). Penerima Bantuan
Iuran (PBI) adalah peserta BPJS Kesehatan yang biaya preminya dibayarkan oleh
pemerintah. Berdasarkan Perpres No 101 Tahun 2011, yang berhak menjadi peserta
Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah fakir miskin, dengan catatan golongan premi yang
dibayarkan adalah kelas III. Sedangkan peserta non-PBI adalah peserta yang membayar
iuran premi dengan uang mereka sendiri.
4
https://bisnis.tempo.co/read/1127689/angka-defisit-bpjs-kesehatan-melonjak-apa-saja-
penyebabnya/full&view=ok
5
https://www.merdeka.com/uang/menteri-sri-mulyani-blak-blakan-penyebab-defisit-bpjs-
kesehatan.html
6
https://news.detik.com/kolom/d-4144570/di-balik-defisit-bpjs-kesehatan
bahkan sejak tahun pertama BPJS Kesehatan mulai beroperasi 7. Untuk menangani
permasalahan defisit anggaran ini, pemerintah telah melakukan penyuntikan dana
yang diambil melalui APBN, tetapi hal ini ditakuti akan memberatkan dana APBN itu
sendiri. Selain itu, pemerintah juga telah melakukan upaya lain yaitu mengeluarkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 222/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan,
dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan penerapan Perpres untuk yang
bertujuan untuk menyelamatkan kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan. Upaya ini juga masih belum bisa menangani defisit yang ada
pada BPJS Kesehatan, sehingga terdapat usulan dari lembaga Dewan Perwakilan
Rakyat yaitu melakukan subsidi silang dari dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan ke
dana BPJS Kesehatan untuk membantu mengatasi defisit anggaran akibat BPJS
Kesehatan yang salah tujuannya adalah agar pemerintah tidak perlu terus melakukan
penyertaan modal yang bersumber dari APBN.
7
https://bisnis.tempo.co/read/1022079/tiap-tahun-defisit-bpjs-kesehatan-didorong-naikkan-
iuran/full&view=ok
8
Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
9
https://keuangan.kontan.co.id/news/hingga-oktober-dana-kelola-bpjs-ketenagakerjaan-capai-rp-346-
triliun
Subsidi silang yang dilakukan pada BPJS Ketenagakerjaan ke BPJS Kesehatan
dapat dianggap efektif, karena defisit anggaran BPJS Kesehatan tiga tahun terakhir
yang berkisar antara 9 – 10 Triliun, sedangkan dibandingkan dana kelolaan BPJS
Ketenagakerjaan konsisten membukukan kenaikan pendapatan sebesar 50 Triliun tiap
tahun, akan dapat membantu melunasi defisit anggaran BPJS Kesehatan tanpa terlalu
mengganggu kinerja dari BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri. BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan juga dibentuk atas peraturan pembentuk yang sama, yakni Undang-
Undang 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sehingga akan
mudah untuk merevisi mengenai legalitas adanya subsidi silang dalam peraturan
pembentuknya. Pada dasarnya, baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan
memiliki tujuan yang sama, yakni ada demi kepentingan masyarakat atau
mensejahterakan masyarakat, bukan berorientasi untuk mencari keuntungan (money
oriented), sehingga potensi terjadinya kebenturan kepentingan karena adanya subsidi
silan ini minim akan terjadi.