Anda di halaman 1dari 13

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Georrafis

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau secara geografis

terletak di kecamatan murhum bagian selatan di antara 5°47”-

5°48”lintang selatan dan122°59-122°60”bujur timur, berlokasi di jalan

Drs. H. La Ode Manarfa No. 20 Kelurahan Baadia Kecamatan Murhum

Kota Babau dengan luas tanah 6000 m dan luas bangunan 2071,10 m

dengan lokasi yang sangat strategis dan di kelilingi oleh pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya sehinga sangat potensial untuk

pengembangan di masa mendatang.

RSUD Kota Baubau merupakan Rumah Sakit rujukan bagi

fasilitas kesehatan yang menjadi milik pemerintah Kota Baubau untuk itu

keadaan geografis dan demografis kota baubau di gambarkan dari

keadaan geografis dan demografis Kota Baubau.

2. Lingkungan Fisik

Seiring dengan pertumbuhan penduduk kota Baubau dan

perkembangan pembangunan wilayah kota Baubau,sarana dan pasarana

rumah sakit yang ada di nilai sudah tidak layak lagi, maka sejak tahun

2002 pemerintah kota baubau merencanakan relokasi ketempat yang

lebih luas di kawasan palagimata. Pembangunan fisik secara bertahap di

31
32

mulai tahun 2003 sampai sekarang dan di bangun di atas lahan seluas 4

hadan luas bangunan 2071,10m

3. Sejarah

Sejarah RSUD Kota Baubau bermula dari pendirian rumah sakit

ini zaman kolonial Belanda yang berlokasi di pusat kota babau tepat di

depan pelabuhan Baubau. Setelah kemerdekaan dan pembentukan

provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 1959,rumah sakit tersebut

kemudian menjadi rumah sakit kabupaten Buton di tetapkan sebagai

rumah sakit type D, dan selanjutnya sesuai keptusan mentri kesehatan

tahun 1997 di tetapkan sebagai rumah sakit type C.

Berdasarkan undang-undang republik indonesia nomor 13 tahun

2001 tentang pembentukan kota baubau,maka RSUD kabupaten buton

diserahkan kepada pemerintah kota baubau dan berubah nama menjadi

RSUD kota Baubau. Hal tersebut sejalan dengan penyerahan aset asset

pemerintah kabupaten buton yang ada di wilayah administrative kota

baubau kepda kota pemerintah kota baubau,termasuk seluruh SDM yang

ada di RSUD kabupaten tersebut. Pada bulan agustus tahun 2008 rumah

sakit pindah di palagimata dan beroperasi secara penuh dengan setatus

kepemilikan oleh Pemerintah Kota Baubau

4. Organisasi Dan Manajemen

Struktur organisasi rumah sakit umum daerah kota baubau

sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sesuai dengan peraturan


33

daerah kota baubau no 3 tahun 2003 tentang susunan organisasi dan tata

kerja perangkat daerah kota baubau adalah sebagai berikut:

a. Direktur

b. Bagian tatausaha,:

1) Sub bagian keuangan

2) Sub bagian umum dan kepegawaian

3) Sub bagian perencanaan

c. Bidang pelayanan,mebawahi:

1) Seksi Pelayanan Medik

2) Seksi Pemeliharaan

d. Bidang keperawatan,membawahi :

1) Seksi Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat)

2) Seksi Penunjang Medik

e. Bidang rekam medis

1) Seksi Humas

2) Seksi Pengelolahan Data

f. Kelompok jabatan fungsional

g. Instalasi-instalasi

Dari perkembangan sampai saat ini serta besarnya tuntan kepada

RSUD kota baubau ntuk meningkatkan kinerja pelayanan kepada

msyarakat sebagai stekholder, diraskan perlu untuk melakukan

penyesuaian terhadap struktur organisasi yang telah ada tersebut,

sehingga mengakomodir fungsi-fungsi pelayanan tersebut.


34

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Kota Baubau,

pada bulan Juli Tahun 2018, dengan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Ruang Bedah Kelas III
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau
Tahun 2018
Umur Jumlah (n) Persentase (%)
20-27 9 18.0
28-35 8 16.0
36-43 12 24.0
44-51 9 18.0
52-59 8 16.0
60-67 4 8.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 50 responden

sebagian besar memiliki kelompok umur 36-43 tahun yaitu 12 orang

(24.0%) dan sebagian kecil memiliki kelompok umur 60-67 tahun yaitu 4

orang (8.0%).
35

Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Bedah
Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau
Tahun 2018
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 33 66.0
Perempuan 17 34.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 50 responden

yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 33 orang (66.0%) dan yang berjenis

kelamin perempuan yaitu17 orang (34.0%).

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Di Ruang Bedah
Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau
Tahun 2018
Pendidikan Jumlah (n) Persentase (%)
SD 14 28.0
SLTP 8 16.0
SLTA 16 32.0
PT 12 24.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 50 responden

sebagian besar berpendidikan SLTA yaitu 16 orang (32.0%) dan

sebagian kecil berpendidikan SLTP yaitu 8 orang (16.0%).


36

Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi Terapeutik
Di Ruang Bedah Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Baubau Tahun 2018
Komunikasi Terapeutik Jumlah (n) Persentase (%)
Kurang 28 56.0
Baik 22 44.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 50 responden

banyak memiliki komunikasi terapeutik kurang yaitu 28 orang (56.0%)

dan yang sedikit memiliki komunikasi terapeutik baik yaitu 22 orang

(44.0%)

Tabel 4.5
Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien
Di Ruang Bedah Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Baubau Tahun 2018
Kepuasan Pasien Jumlah (n) Persentase (%)
Kurang Puas 19 38.0
Puas 31 62.0
Total 50 100.0
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 50 responden

banyak yang puas yaitu 31 orang (62.0%) dan yang sedikit kurang puas

yaitu 19 orang (38.0%)


37

Tabel 4.6
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien Di Ruang Bedah Kelas III Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Baubau Tahun 2018
Komunikasi Kepuasan Pasien
Terapeutik Kurang Puas Total P value
Perawat Puas
n % n % n %
Kurang 17 60.7 11 39.0 28 100
Baik 2 9.1 20 90.9 22 100 0,000
Total 19 38.0 31 62.0 50 100
Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa dari 28

responden yang memiliki komunikasi terapeutik kurang serta kurang

puas yaitu 17 orang (60.7%) sedangkan yang memiliki komunikasi

terapeutik baik serta kurang puas yaitu 2 orang (9.2%)

Berdasarkan hasil analisis statistik ditemukan nilai X² hitung =

13.936 dan nilai p = 0,000. Karena perbandingan nilai X² hitung > dari

nilai X² tabel pada  = 5% dan df=1, yaitu 3,841 (13.936 > 3.841), maka

Hо ditolak. Sedangkan berdasarkan nilai p, ditemukan nilai p <  (0,000

< 0,05) maka Ho ditolak.

Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di

Ruang Bedah Kelas III Rumah Sakit Umum Kota Baubau Tahun 2018.

C. Pembahasan
38

Kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari

perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas suatu produk dengan

harapannya. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang

muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap

kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.

Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit.

Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit

dapatmelakukan peningkatan mutu pelayanan. Persentase pasien yang

menyatakan puasan terhadap pelayanan berdasarkan hasil survei dengan

instrumen yang baku (Nursalam, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 28 responden yang

memiliki komunikasi terapeutik kurang serta kurang puas yaitu 17 orang

(60.7%) sedangkan yang memiliki komunikasi terapeutik baik serta kurang

puas yaitu 2 orang (9.2%). Hal ini disebabkan karena banyak responden yang

puas dengan peralatan yang ada di rumah sakit, responden juga merasa puas

dengan prosedur pelayanan di ruangan jelas dan mudah dipahami, responden

juga dengan perawat ruangan berpenampilan rapih dan perawat bersikap

simpatik dan meyakinkan dalam menghadapi masalah pasien, menyediakan

pelayanan yang lengkap, perawat memberitahu pasien setiap memberikan

layanan, Perawat bersedia menyelesaikan masalah pasien, Perawat

memberikan pelayanan yang cepat, Perawat selalu bersedia untuk membantu

pasien dan Perawat dapat meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan

pasien.
39

Berdasarkan hasil analisis statistik ditemukan nilai X² hitung = 13.936

dan nilai p = 0,000. Karena perbandingan nilai X² hitung > dari nilai X² tabel

pada  = 5% dan df=1, yaitu 3,841 (13.936 > 3.841), maka Hо ditolak.

Sedangkan berdasarkan nilai p, ditemukan nilai p <  (0,000 < 0,05) maka Ho

ditolak. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang

Bedah Kelas III Rumah Sakit Umum Kota Baubau Tahun 2018.

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam

hubungan antar manusia. Dalam proses keperawatan komunikasi menjadi

lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam

mengimplementasikan proses keperawatan. Perawat yang memiliki

keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin

hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal,

memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan

meningkatkan citra profesi keparawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang

paling penting adalah memberikan pertolongan terhadap sesama manusia

(Nurhasanah, 2013).

Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur

utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai

hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi

seperti yang tercantum dalam Nursalam (2012) meliputi: timbang terima,

anamnesis, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia klien,

komunikasi melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian,


40

komunikasi antar perawat dan tim kesehatan lainnya, dan komunikasi antar

perawat dan pasien. Komunikasi interpersonal bukan sesuatu yang statis tetapi

bersifat dinamis. Hal ini berarti segala yang tercakup dalam komunikasi

interpersonal selalu dalam keadaan berubah baik itu pelaku komunikasi,

pesan, situasi, maupun lingkungannya (Hanafi & Selvia, 2013). Sedangkan

cara-cara sebagai panduan dalam membangun komunikasi interpersonal yang

efektif adalah dapat menciptakan ketertarikan dan menangkap perhatian,

membangun rasa simpati, percaya diri, mengaplikasikan tiga hal penting,

kejujuran dan empati, dan optimisme (Sajidin, 2014).

Peran komunikasi dalam pelayanan kesehatan tidak dapat dipisahkan

dari setiap pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi

kadangkala pasien merasakan komunikasi yang sedang berjalan tidak efektif

karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Jika kesalahan

penerimaan pesan terus berlanjut akan berakibat pada ketidakpuasan baik dari

pihak keluaga pasien maupun petugas kesehatan. Kondisi ketidakpuasan

tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan

petugas kesehatan kepada pasien yang pada akhirnya pasien akan lari pada

institusi pelayanan kesehatan lainnya. Oleh karena itu, alangkah bijaksana dan

tepat jika institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) dapat meningkatkan

kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan

komunikasi yang baik dan efektif melalui komunikasi terapeutik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah

komunikasi, dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan,
41

keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi

menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien rumah sakit.

Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak sesuai dengan

harapannya, pasien/keluarga merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap

yang menghargai perasaan dan martabatnya (Bhayangkara, 2014).

Penelitian Husnah (2016) tentang analisa hubungan komunikasi verbal

dan non verbal perawat terhadap tingkat kepuasan pasien menyatakan bahwa

jumlah informasi yang diberikan oleh dokter kepada pasien rata-rata 18 jenis

informasi untuk diingat, ternyata hanya mampu mengingat 31%. Lebih dari

60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter dan perawat salah

mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Hal ini disebabkan

oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang

lengkap, penggunaan istilah-istilah medis (sulit untuk dimengerti) dan

banyaknya instruksi yang harus diingat oleh pasien.

Hasil penelitian Husnah (2016) tentang analisa hubungan komunikasi

verbal dan non verbal perawat terhadap tingkat kepuasan pasien menyatakan

bahwa dalam hal komunikasi dengan pasien, pendekatan komunikasi

terapeutik, dari semua perawat yang diteliti sebanyak 38 orang mendapatkan

nilai kurang. Hal ini disebabkan karena kurang disadari pentingnya

komunikasi oleh perawat dan rendahnya pengalaman perawat akan teori,

konsep dan arti penting komunikasi terapeutik dalam pemberian asuhan

keperawatan. Dari hasil penelitian Saelan tersebut, tidak menutup

kemungkinan yang sama terjadi pula di rumah sakit lain.


42

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bhayangkara (2014) tentang

“Hubungan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melakukan Asuhan

Keperawatan dengan Kepuasan Pasien” ditinjau dari persepsi pasien di ruang

rawat inap Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto menunjukkan

bahwa 80,9 persen pasien merasa tidak puas dan sebanyak 19,1 persen pasien

merasa puas dengan kinerja perawat pelaksana. Sedangkan dari data SPI R.S.

Bhayangkara Tk. II H.S. Samsoeri Mertojoso Surabaya pada tahun 2011

diperoleh bahwa pasien dinas POLRI yang tidak puas terhadap pelayanan

keperawatan sebanyak 25, 65 persen dari 49 keluhan pelayanan rumah sakit

melalui kontak telepon dan SMS (Bhayangkara, 2014).

BAB V

PENUTUP
43

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas yang menjadi kesimpulan dalam

penelitian ini yaitu ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Bedah Kelas III Rumah Sakit Umum Kota

Baubau Tahun 2018.

B. SARAN

1. Kepada perawat agar terus dapat memperbaiki komunikasi terapeutik

kepada pasien sehingga pasien merasa nyaman dengan pelayanan yang

diberikan.

2. Kepada pihak rumah sakit agar terus dapat meningkatkan kualitas sumber

daya manusia bidang keperawatan sebagai pemberi pelayanan

keperawatan, khususnya sikap dan keterampilan dalam berkomunikasi.

3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat mengambil variabel yang berbeda

dari penelitian saya.

43

Anda mungkin juga menyukai