E - ISSN 2686-5084
http://ojs.stikessorong.ac.id
Pemeriksaan TB dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pemeriksaan bakteriologi, radiologi, pemeriksaan
khusus dan pemeriksaan serologi. Pemeriksaan bakteriologi berupa pemeriksaan mikroskopis BTA dengan
pewarnaan Ziehl neelsen dan biakan bakteri. Pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan foto toraks postero-
anterior (PA), foto lateral, top-lordotik, oblik, dan CT-Scan. Pemeriksaan khusus berupa pemeriksaan BACTEC
metode radiometric, polymerase chain reaction (PCR) dan uji tuberkulin, pemeriksaan serologi dengan berbagai
metode berupa enzym linked immunosorbent assay (ELISA), immunochromatographic tuberculosis (ICT),
mycodot, uji peroksidase anti peroksidase (PAP), uji serologi yang baru atau igG TB dan uji adenosine
deaminase (ADA) test (Ermanta dkk., 2015)
Pemeriksaan bakteriologi dahak secara mikroskopis dengan pewarnaan ziehl neelsen masih merupakan
pemeriksaan standar diagnosis BTA, paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium
dapat melaksanakannya untuk mendukung diagnosis penyakit TB serta untuk menilai kemajuan pengobatan
(Waworuntu dkk., 2016).
Pemeriksaan mikrokopis BTA dibutuhkan tiga spesimen sputum untuk menegakkan diagnosis, spesimen
sputum yang digunakan spesimen sewaktu pertama, pagi dan sewaktu kedua (4).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA) di wilayah
kerja Puskesmas Tanjung Kasuari Kota Sorong (5).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian metode kuantitatif deskriptif yang dilaksanakan di Puskesmas
Tanjung Kasuari Kota Sorong dari tanggal 03 Februari sampai dengan 09 Maret 2020. Populasi dalam
penelitian ini warga masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Kasuari Kota Sorong berjumlah 11.583
orang dengan jumlah 100 sampel. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian
ini menggunakan lembar hasil pemeriksaan BTA. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat untuk
melihat, menyajikan dan mendeskripsikan data seperti inisial nama responden, jenis kelamin, umur, hasil
pemeriksaan dan keterangan. Penyajian data yang diolah berupa tabel distribusi frekuensi (6).
HASIL
Data Karakteristik
Tabel 1 Distribusi Karakteristik Responden Sampel BTA di Laboratorium Puskesmas Tanjung Kasuari Kota
Sorong pada penelitian ini yaitu
Karakteristik Jumlah (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 55 55,0
Perempuan 45 45,0
Usia
6-12 Tahun 0 0,0
12-25 Tahun 17 17,0
26-45 Tahun 29 29,0
≥ 45 Tahun 54 54,0
Tabel 2 Distribusi Hasil Pemeriksaan Sampel BTA di Laboratorium Puskesmas Tanjung Kasuari Kota Sorong
pada penelitian ini yaitu.
Hasil Jumlah (%)
Penyakit Malaria
Positif Satu 10 10,0
Positif Dua 3 3,0
Positif Tiga 4 4,0
Negatif 84 84,0
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan untuk pemeriksaan sampel BTA di Laboratorium Puskesmas Tanjung
Kasuari Kota Sorong yang dimulai pada bulan Februari sampai Maret 2020 diperoleh 100 sampel BTA yang
telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Data karateristik
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 1 dapat dilihat persentase jenis kelamin dari
pemeriksaan sampel BTA terdapat laki-laki berjumlah 55 orang (55,0%) sedangkan perempuan berjumlah
45 orang (45,0%) (7).
Secara epidemiologi dibuktikan terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal
penyakit, insidens dan kematian akibat TB. Penyakit TB cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-
laki dibandingkan perempuan, karena jenis kelamin laki-laki sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan
lebih tinggi daripada perempuan. Laki-laki lebih banyak yang merokok dan minum alkohol dibandingkan
dengan perempuan, merokok dan alkohol dapat menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih mudah terkena
penyakit TB (Datulong, 2015). Alasan lain karena perempuan memiliki hormon estradiol yang berfungsi
meningkatkan respon imunitas seluler melalui aktifitas makrofag oleh interferon (IFN-gamma) yang
menyebabkan perempuan memiliki ketahanan lebih melawan penyakit dibandingkan dengan laki-laki
(Suriati, 2019).
Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Kasuari Kota Sorong, di dapatkan
responden yang berjenis kelamin laki-laki telah berusia lansia, rata-rata merokok dan mengkomsumsi
alkohol. Faktor tersebut yang diduga menjadi penyebab pada penelitian ini jenis kelamin laki-laki lebih
banyak yang terpapar penyakit TB.
b. Usia
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat persentase jumlah sampel BTA yang diperiksa di Laboratorium
Puskesmas Tanjung Kasuari Kota Sorong terdapat 0 orang (0,0%) yang berusia 6-12 tahun, 17 orang
(17,0%) yang berusia 12-25 tahun, 29 orang (29,0%) yang berusia 26-45 tahun dan 54 orang (54,0%) yang
berusia lebih dari 45 tahun (7).
Berdasarkan survei riset kesahatan daerah 2013, semakin bertambah usia, prevalensinya semakin
tinggi. Kemungkinan terjadi re-aktivasi TB dan durasi paparan TB lebih lama dibandingkan kelompok
umur di bawahnya. Orang yang berusia 15 sampai 59 tahun memiliki resiko 5-6 kali untuk mengalami
resiko kejadian TB hal ini karena pada kelompok usia tersebut setiap orang akan cenderung beraktivitas
tinggi, sehingga kemungkinan terpapar kuman Mycobacterium tuberculosis lebih besar. Usia yang
tergolong lansia mempunyai kekebalan tubuh menurun seiring dengan proses menua maka seluruh fungsi
organ mengalami penurunan, kemampuan untuk melawan Mycobacterium tuberculosis lemah sehingga
kuman mudah masuk kedalam tubuh lansia (Andayani dkk., 2016).
c. Hasil Pemeriksaan
Berdasarkan tabel 2 hasil pemeriksaan BTA yang diperiksa di Laboratorium Puskesmas Tanjung
Kasuari Kota Sorong terdapat sampel dengan BTA positif satu sebanyak 10 sampel (10,0%), positif dua
sebanyak 3 sampel (3,0%), positif tiga sebanyak 4 sampel (4,0%) dan sampel BTA negatif sebanyak 84
(84,0%) (7).
Sumber penularan TB yaitu melalui pasien TB positif yang pada waktu batuk atau bersin
mengeluarkan percikan dahak (droplet nuklei). Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak
melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan atau dikeluarkan oleh
penderita TB saat batuk. Bakteri Mycobacterium tuberculosis akan masuk ke dalam paru-paru dan
berkumpul hingga berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh
rendah.
Faktor yang mempengaruhi kasus dengan hasil BTA negatif terbanyak pada penelitian ini diduga
karena hampir sebagian usia responden dalam penelitian ini berusia kurang dari sama dengan 45 tahun.
Selain itu sampel dahak yang diambil pada masyarakat juga sebagian tidak berasal dari sampel dahak yang
benar-benar berasal dari sekret trakea atau bronkus, hal ini dikarenakan responden tidak memahami dengan
benar cara mengeluarkan spesimen dahak yang baik dan benar.
Faktor-faktor lain yang di duga mempengaruhi BTA negatif adalah kemungkinan bakteri
Mycobacteium tuberculosis masih sensitif terhadap obat anti TB (OAT) sehingga sebagian besar bakteri
mati, selain itu sampel dahak yang didapat masih banyak tercampur air liur (saliva), sampel dahak juga
tidak berasal dari sekret trakea atau bronkus (Kurniawan dkk., 2015).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Adriyani, A. 2019. Gambaran Hasil Perbandingan Pemeriksaan Mikrokopis BTA Dengan Variasi
Carbon Fuchsin dan Methylen Blue. Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Semarang.
2. Andayani, S. dan Y. Astuti. 2016. Prediksi Kejadian Penyakit Tuberkolosis Paru Berdasarkan Usia di
Kabupaten Ponorogo Tahun 2016-2020. Indonesian Journal for Health Sciences. 01 (02):29-33.
3. Dinas Kesehatan Papua Barat (Dinkes Papua Barat). 2018. Profil Kesehatan Papua Barat 2017. Dinkes
Papua Barat. Manokwari.
4. Ermanta, N., A. Abidin, dan Jamaluddi. 2015. Diagnosis tuberkulosis. Jurnal. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan. 1, 4-
21. .
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2015. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2016. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2018. Infodatin. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tuberkulosis. Jakarta Selatan: Pusat Data dan Informasi.
8. Kurniawan, N., S. Rahmalia, G. Indriati. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan
Tuberkulosis Paru. 2015. Jurnal Kesehatan. 2 (01):729-739.
9. Surianti. 2019. Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) Pada Suspect TB Paru di Puskesmas Darusalam
Kecamatan Medan Petisah. Skripsi. Politeknik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Medan.
10. Waworuntu, S., I. Porotu., J. Waworuntu. 2016. Hasil Diasnostik Mycobacterium tuberculosis dengan
Pewarnaan Ziehl-Neelsen pada Penderita Batuk ≥2 Minggu di Puskesmas Ranotana, Puskesmas
Wenang, dan Puskesmas Sario Manado. Jurnal e-Biometik (eBm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni
2016.
11. World Health Organization (WHO). 2017. Global Tuberculosis Report. France: Wolrd Health
Organization; 2017.