Anda di halaman 1dari 91

SKRIPSI

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEJAHATAN SIBER (CYBERCRIME)


PENCURIAN DATA BERUPA HAK CIPTA (COPYRIGHT)
MILIK STASIUN TELEVISI SWASTA

OLEH
ANRIYAN RIDWAN TAHIR
B111 14 538

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSSAR
2018
HALAMAN JUDUL

ANALISIS HUKUM TERHADAP KEJAHATAN SIBER (Cybercrime)


PENCURIAN DATA BERUPA HAK CIPTA (Copyright)
MILIK STASIUN TELEVISI SWASTA

OLEH
ANRIYAN RIDWAN TAHIR
B111 14 538

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi


Sarjana Program Kekhususan Hukum Pidana Program Studi Ilmu
Hukum

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSSAR
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

v
ABSTRAK
Anriyan Ridwan Tahir (B111 14 538) Bagian Hukum Pidana Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin dengan judul skripsi Analisis Hukum
Terhadap Kejahatan Siber (Cyber Crime) Pencurian Data Berupa Hak
Cipta (Copyright) Milik Stasiun Televisi Swasta. di bawah bimbingan
Bapak Andi Sofyan selaku pembimbing I dan Ibu Hijrah Adhyanti
selaku pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk pengetahuan terhadap wujud dari
perbuatan pidana kejahatan siber (cybercrime) berupa pencurian data hak
cipta (copyright) yang merupakan salah satu bagian dari hak atas kekayaan
intelektual yang dilakukan pelaku yang dimiliki korporasi.
Penelitian ini dilaksanakan dalam lingkup maya (cyberspace)
sebagai lokasi penelitian lapangan (field research) dan juga penelitian
kepustakaan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan Perpustakaan
Pusat Universitas Hasanuddin.
Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa :
1. Tindak pidana pencurian data berupa hak cipta milik stasiun
televisi swasta merupakan suatu bentuk dari Pencurian Kekayaan
Intelektual yang berkembang dan masuk ke ranah Lembaga penyiaran
swasta.
2. Lembaga penyiaran swasta yang menjadi pemilik atau diberikan
izin mengelola hak ekonomi dalam terjadinya variasi dari delik ini tidak
hanya dapat melakukan penuntutan secara keperdataan tetapi dapat
melakukan penuntutan secara pidana.
3. Bila dicermati lebih detail tindak pidana pencurian data ini atau
pencurian kekayaan intelektual ini tujuannya mengakses dan lalu
mengelola hak cipta secara ilegal melalui media siber dalam ruang siber
(cybercrime) dengan cara mengakses dan menyebarkan secara melawan
hukum dengan melakukan delik kejahatan siber.
4. UU ITE yang berlaku dinilai kurang spesifik terhadap tindak pidana
yang telah diakui secara internasional melalui konvensi internasional. yang
dilakukan para pelaku di ranah maya, tidak adanya aturan khusus perihal
kejahatan siber yang secara khusus mengatur tindak pidana kejahatan
terhadap ha katas kekayaan intelektual dalam ranah dan atau hak-hak lain
yang dapat dikomersilkan dan dimanfaatkan oleh pihak yang sama sekali
tidak memiliki izin dari pemilik hak dalam ranah maya atau ruang siber
(cyberspace). Seperti aturan kejahatan khusus yang mengatur tentang
tindakan Hacking, Cracking, Phising dan bahkan Carding dan jenis
kejahatan lain di ranah maya yang telah berkembang hingga saat ini.

vi
ABSTRACT
Anriyan Ridwan Tahir (B111 14 538) Criminal Law Section of the Faculty
of Law, Hasanuddin University with the title of thesis Legal Analysis of
Cyber Crime Theft of Data in the Form of Copyright Owned by
Commercial Broadcasting. under the guidance of Mr. Andi Sofyan as
mentor I and Mrs. Hijrah Adhyanti as mentor II.
This study aims to knowledge of the form of cyber crime in the form of theft
of copyright data which is one part of intellectual property rights carried out
by corporate-owned actors.
This research was carried out in cyberspace as the location of field research
and also library research in the Faculty of Law, Hasanuddin University and
Hasanuddin University Central Library.
The results of this study indicate that:
1. Crime of theft of data in the form of copyright belonging to private
television stations is a form of theft of intellectual property that is developing
and entering the realm of private broadcasters.
2. Private broadcasting institutions that are owners or given permission to
manage economic rights in the occurrence of variations of these offenses
not only can carry out civilian prosecutions but can carry out criminal
prosecutions.
3. If more detailed scrutiny of data theft or intellectual property theft is aimed
at accessing and then managing copyright illegally through cyber media in
cyber space by illegally accessing and disseminating it by conducting cyber
crime offenses.
4. The applicable ITE Law is considered to be less specific to criminal acts
that have been recognized internationally through international conventions.
conducted by cyber actors, there is no specific rule regarding cyber crime
that specifically regulates crimes against intellectual property rights in other
domains and / or rights that can be commercialized and utilized by parties
who do not have permission from the owner rights in cyberspace or
cyberspace. Like the special crime rules governing the actions of Hacking,
Cracking, Phishing and even Carding and other types of crimes in the virtual
domain that have developed to this day.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat allah swt berkat rahmat

dan karunia-Nya telah mengantarkan penulis pada tahap akhir di mana

terselesaikannya penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis Hukum

Terhadap Kejahatan Siber (Cybercrime) Pencurian Data Berupa Hak

Cipta (Copyright) Milik Stasiun Televisi Swasta” yang merupakan tugas

akhir dalam menempuh hingga menyelesaikan pendidikan Strata 1 (satu)

sekaligus sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Hukum di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis ucapkan terimakasih yang

tak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Moch RIdwan dan Nini

yang telah luar biasa merawat, memberi Pendidikan, menyemangati

sampai memberi nasihat yang tiada habisnya, penulis yakin doa-doa dari

kalian berdua baik secara tersurat maupun tersirat, baik dalam vokal

ataupun dalam diam membawa anakmu ini sampai sejauh ini dan akan

lebih jauh lagi menjangkau dunia untuk kalian. Serta kepada adik-adik

penulis Alfian Ridwan Tahir, Raihan Ridwan Tahir dan Putri Khairani

Azzahra terimakasih telah menjadi adik-adikku dan adik-adik saya yang

sangat luar biasa menaikkan moril dan goal penulis yang detailnya tidak

dapat diungkapkan dengan kata-kata .

Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak

yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam

viii
proses penyelesaian skripsis ini. Untuk itu penulis mengucapkan rasa

terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A selaku Rektor Universitas

Hasanuddin beserta jajarannya.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin beserta para Wakil Dekan, yaitu

Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., Bapak Dr. Syamsuddin

Muchtar, S.H., M.H., Bapak Dr. Hasrul, S.H., M.H. atas segala

bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Prof.Dr. Andi Muhammad Sofyan,S.H., M.H. dan Ibu Dr.

Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H. selaku pembimbing penulis

dalam penulisan skripsi ini yang senantiasa meluangkan waktunya

untuk sekedar memberi masukan kepada penulis demi selesainya

skripsi ini.

4. Bapak Prof Dr. H.M Said Karim , S.H., M.H., M.Si, M.H., Bapak Dr.

Abd. Asis, S.H., Ibu Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H. selaku tim

penguji atas segala saran dan masukannya dalam penulisan skripsi

ini.

5. Bapak Prof.Dr.H. Aminuddin Salle, S.H., M.H. selaku penasihat

akademik penulis atas segala proaktif dan ketersediaan konsultasi

selama penulis mengenyam Pendidikan di fakultas hukum

universitas hasanuddin.

ix
6. Dosen pengajar fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang

sepenuh hati dan tanpa lelah membagi ilmunya dan menanamkan

nilai-nilai yang baik kepada penulis selama di bangku kuliah.

7. Ibu Nurhidayah, S.Hum., M.M selaku Kepala Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan seluruh jajarannya

karena kapabilitas serta integritas atas pelayanan yg telah diberikan.

terimakasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama

penelitian.

8. Staf dan pegawai akademik fakultas hukum universitas hasanuddin

yang telah dengan sigap membantu penulis dalam setiap

pengurusan berkas akademik. Pak Hakim, Pak Minggu, Pak Rony,

Pak Usman, Bu Lina, Bu Joice dan yang lainnya yang tidak sempat

saya sebutkan.

9. Sahabat-sahabat penulis selama berkuliah di Unhas Jaqob

Effendy, Affandy Ahmad, Afdal, Yudi Reynaldy, Fitrahansyah,

Ikhsan Alfakih dan yang lain yang tak sempat penulis sebutkan.

Terimakasih telah bersama dengan penulis melalui hari-hari di

kampus merah banyak pelajaran yang berharga penulis dapatkan

dari kalian.

10. Teman-teman dari Lembaga Internasional Law Students Association

(ILSA) khususnya kepada kak Faiz Adani dan kak Wildan.

terimakasih atas kebaikan dan masukannya selama ini di lembaga.

Dan juga Persatuan Makoma yang merupakan circle atau

x
perkumpulan dengan bahasan menarik, klimaks dan kontributif ke

sesama.

11. Teman-teman KKN reguler Unhas gelombang 96 kecamatan

Pattallassang kabupaten Takalar dan terkhusus kepada teman

seposko penulis di Kelurahan Bajeng, Ashar, Putri, Teguh, Isty,

dan teman sekecamatan lainnya terimakasih atas kebersamaannya,

kerjasamanya dan kontributif serta integritasnya sehingga dalam

situasi apapun kita melaluinya dengan sangat baik. Bersama dengan

kalian semua meski banyak kendala waktu 40 hari terasa luar biasa

bagi penulis dan setelah Bersama dengan kalian penulis

berpendapat bahwa 40 hari pasti terasa cepat bilamana dalam waktu

yang singkat itu segala tujuan telah tercapa demi meningkatkan

progresifitas serta pengalaman.

12. Teman-teman seangkatan Diplomasi 2014 terimakasih atas segala

bentuk bantuannya meski sekescil apapun itu, kalian hebat dan

penulis bangga menjadi bagian dari kalian.

Bagi penulis sebuah bantuan dalam bentuk apapun tak dapat dinilai

dengan materil. Oleh karena itu, kepada pihak-pihak yang telah terlibat

dalam penyelesaian skripsi ini semoga Tuhan dan seisinya membalas

semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan senantisa

melimpahkan rahmat, karunia serta kebijaksanaanya kepada kita semua.

Tentu penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

xi
sempurna oleh karena itu penulis dengan senang hati menerima kritik serta

masukan dari siapapun yang bersifat konstruktif.

Makassar, Okober 2018

Anriyan Ridwan Tahir

xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................... iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ............................... v
ABSTRAK ........................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hak Atas Kekayaan Intelektual Dalam Perananya ........................ 13
1. Hak Cipta (Copyright) ................................................................... 18
2. Sifat Hak Cipta .............................................................................. 20
3. Hak-Hak Dalam Hak Cipta ............................................................ 22
B. Tindak Pidana Pencurian Intelektual Dlm Dunia Siber .................. 26
C. Eksistensi Lembaga Penyiaran Dan Regulasi .............................. 28
1. Regulator Penyiaran Stasiun Televisi ........................................... 29
2. Perizinan Lembaga Penyiaran ...................................................... 31
3. Masalah Hak Cipta Penyiaran ....................................................... 32
D. Komparasi regulasi pertanggungjawaban pidana dlm kejahatan siber

……………………………………………………………………………… 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian .......................................................................... 38
B. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 38

xiii
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 40
D. Analisis Data ................................................................................ 40
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kualifikasi tindak pidana pelanggaran hak cipta milik stasiun televisi
swasta .............................................................................................. 41
B. Pertanggungjawaban pidana materil terhadap pelaku dari kejahatan
pencurian data berupa hak cipta yang merupakan salah satu dari hak atas
kekayaan intelektual milik stasiun televisi swasta ............................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 68
B. Saran ........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 71

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hak cipta dalam HAKI merupakan salah satu perlindungan hukum

berupa hak eksklusif dalam menggunakan suatu kekayaan intelektual

berupa karya tertentu baik berupa visual maupun non visual seperti dalam

bentuk musik & film. Namun apa jadinya bila terjadi kejahatan siber

pencurian data bermuatan hak cipta dalam stasiun televisi swasta.

Khususnya hak cipta yang substansinya masuk keranah perdata serta

stasiun televisi swasta yang merupakan ranah komersial terdapat pihak

yang pelakunya ternyata dilakukan oleh individu maupun kelompok

terorganisir atau bahkan dilakukan oleh suatu korporasi.

Perlu diketahui hak cipta pada dasarnya hak eksklusif yang diberikan

kepada pencipta atau pihak yang diberikan izin untuk mengelola hak cipta.

Pihak pemilik atau yang diberikan izin bisa saja lalai dalam menjaga hak

ciptanya dan/atau tanpa lalai melalui kesengajaan pihak lain melakukan

tindak kejahatan siber untuk melakukan kejahatanya mengambil tanpa hak

dari pihak pemilik atau pihak yang diberikan izin melalui perangkat

elektroniknya.

1
Ditemukannya Personal Komputer (PC) memberi ruang baru

berkembangnya dunia yang jauh lebih kompleks dan sangat dinamis serta

berbentuk abstrak yang dipadu dengan garis semi-nyata1 yang

menghubungkan jutaan kehidupan bahkan non-human (AI)2 yang disebut

Internet. Internet yang diartikan sebagai jaringannya jaringan telah

berkembang di seluruh dunia dan menjadi fenomena yang mengasyikkan

dengan tantangan baru tersendiri. Dalam konteks yang sangat kompleks,

fenomena internet kemudian lebih dikenal dengan Cyberspace.3

“Ubi societas ibi ius” atau dimana ada masyarakat disitu pula ada

hukum. Hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat modern

memaksa hukum yang ada untuk bertindak dinamis dan mengikuti

perubahan dalam masyarakat modern yang menggunakan teknologi

sebagai dasar utama aktivitas keseharian. Termasuk aturan mengenai

penggunaan internet di personal computer (PC) atau di device lainya. Awal

dari evolusi teknologi ini mulanya tak memberikan masalah signifikan hanya

masalah teknis saja tetapi lama kelamaan dengan semakin kompleksnya

dunia siber memunculkan berbagai problema sederhana saja awalnya

semisal bug4 atau human error yang membuat pengguna internet tidak bijak

dalam menggunakannya. Dan semakin rumit dengan berkembangnya virus

yang menyerang piranti lunak dari personal komputer atau devicenya. Bila

1
Semi-nyata merupakan suatu bentuk kenyataan yang wujudnya tidak sepenuhnya nyata bila dikaitkan dengan
internet yang kita ketahui juga berperan dalam mewujudkan social media dimana wujud kita tak nyata disana
tetapi saling terhubung dengan pihak lain on-line.
2
AI ialah artificial intelligence merupakan suatu bentuk kecerdasan buatan atau sederhananya komputer yang
memiliki pemikiran sendiri tetapi terbatas pada perintah yang telah diberikan sebelumnya melalui coding.
3
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.2
4
Bug ialah perintah yang salah yang berbenturan dengan perintah lainnya atau kesalahan developer dalam
mengembangkan hak miliknya (e.g. aplikasi, game)

2
menilik ke prinsip kausalitas (sebab-akibat) dimana suatu ruang baru

tentunya tidak hanya memunculkan hal positif yang baru tetapi jg hal negatif

yang baru pula yang kemudian menghadirkan para kriminalitas baru

dengan wadah atau locus delicti yang baru.

Munculnya para pelaku kejahatan di dunia siber tidak lepas dari

aliran kriminologi klasik pada dasarnya, aliran ini berpandangan adanya

kebebasan kehendak sedemikian rupa, sehingga tidak ada kemungkinan

untuk menyelidiki lebih lanjut sebab-sebab kejahatan atau berusaha

mencegah kejahatan. Aliran klasik ini berpandangan bahwa setiap orang

yang melanggar UU tertentu haru menerima hukuman yang sama tanpa

mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya, miskin, posisi sosial atau keadaan

lainnya. Hukuman harus dijatuhkan berat tetapi proporsional, serta untuk

atau dimaksudkan memperbaiki pribadi si penjahat.5 Sepintas aliran ini

mirip seperti teori hukum murni dari Hans Kelsen tetapi berbeda dari

pengecualian umurnya.

Aliran ini memberikan gambaran bagi para pelaku kejahatan di dunia

siber yang menganggap cyberspace adalah ruang sebebas-bebasnya

tanpa kekangan dan aturan apapun. Penggunaan komputer sebagai media

untuk melakukan kejahatan memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam

pembuktiannya. Hal ini dikarenakan komputer sebagai media memiliki

karakteristik tersendiri atau berbeda dengan kejahatan konvensional yang


6
di lakukan tanpa komputer.

5
Yesmil Anwar & Adang, Kriminologi, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hlm.40
6
Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.17

3
Kejahatan-kejahatan seperti ini bisa saja terjadi, dalam sebuah
Prasaran Bachrudin Suryobroto yang mengutip Manuel Lopez-Rey
mengenai kejahatan non-konvensional yang kian menjadi sasaran para
pemerhati kriminologi : “A great number of crimes are committed
undercover of official and emi official position; for ideological, revolutionary,
and nasionalistic reasons; act of terrorism supported or encouraged by
governments or perpetrated by special governmental groups and
organizations; corruption and violation of human rights committed by
political organization, etc.”7
Pelaku dari tindak kejahatan siber ini bisa saja dari berbagai

kalangan dan berbagai tujuan seperti cyber attack, hacktivism, cyber

warfare, cyber espionage.tetapi yang paling ditakutkan oleh Lopez Rey

mengenai kejahatan non-konensional ialah dalang dibalik semua kejahatan

ialah pemerintah itu sendiri dengan gagasan ideologinya melakukan

kejahatan yang bahkan melanggar hak asasi manusia (human rights) untuk

mencapai tujuannya.

Boele-Woelki berpandangan bahwa keterlibatan langsung

pemerintah dan undang-undang dalam masalah Cyberspace merupakan

sesuatu yang dibutuhkan khususnya dalam menyelesaikan sengketa-

sengketa yang timbul di bidang telematika. Pandangan senada juga

dikemukakan oleh Tom Maddox yang pada prinsipnya sepakat dengan

Boele-Woelki, hanya saja berbeda dalam kaitan dengan sumber

pengendalian (fungsi pengendalian). 8

Di tahun 2012, Forum Ekonomi Dunia mengklaim bahwa cybercrime

merupakan salah satu resiko terbesar dari global finansial dan stabilitas

7
Yesmil Anwar & Adang, op. cit. hlm 59.
8
Maskun, op. cit. hlm 11.

4
politik. Jika berhasil, pelaku kejahatan di dunia siber memiliki potensi untuk

melumpukan perekonomian dunia. 9 Hal ini tentu mengancam eksistensi

dari ruang siber bagaimana bisa suatu ruang yang cukup abstrak

memunculkan berbagai hal-hal yang baru serta membantu mobilitas

masyarakat tetapi dilain pihak memunculkan tindak kejahatan baru serta

kerugian baru baik secara material maupun inmateril.

Dunia siber tentunya merupakan bagian dari modernitas masyarakat

modern. Menurut marx, modernitas ditentukan oleh ekonomi kapitalis. Ia

mengakui kemajuan yang ditimbulkan oleh transisi dari masyarakat

sebelumnya ke masyarakat kapitalisme. Namun karya-karyanya, sebagian

besar perhatiannya ditujukan untuk mengkritik sistem ekonomi kapitalis dan

kecacatannya (aliensi, eksploitasi, dan sebagainnya).10

Dilansir dari laman pemerintah United Kingdom data statistik untuk

Inggris dan Wales terkait serangan siber menjabarkan untuk tahun 2016

ada sekitaran 5,8 juta insiden serangan siber yang berupa fraud (penipuan

online) dan penyalahgunaan komputer (computer misused) yang termasuk

meretas atau tindakan hacking.11 Dan ditahun selanjutnya 2017 insiden

serangan siber ini menurun menjadi 4.7 juta turun 15% dengan detailnya

fraud 3.241.000 juta serta penyalahgunaan komputer 1.374.000 juta insiden

dari tahun sebelumnya untuk insiden yang sama. 12 Hal ini memberikan

9
Joshua B. Hill & Nancy E Marion, Introduction to Cybercrime Computer Crimes, Laws, and Policing in The 21st
Century, (California: Praeger, 2016), chapter 1 hlm 13
10
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm 504
11
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/crimeandjustice/articles/overviewoffraudstatistics/year
endingmarch2016 diakses pada tanggal 7 Juni 2018, pukul 1:10 WITA
12
https://www.ons.gov.uk/peoplepopulationandcommunity/crimeandjustice/articles/overviewoffraudandcomputer
misusestatisticsforenglandandwales/2018-01-25 diakses pada tanggal 7 Juni 2018, pukul 1:18 WITA

5
gambaran atau sketsa kasar bagaimana cybercrime (kejahatan siber) terus

berkembang dan memberikan dampak signifikan serta memakan korban

bagi pengguna jagat maya. meski insidennya tidak selalu statis meningkat

dari tahun ke tahun tetapi dinamis dari tahun-ketahunnya.

Apa yang dilansir dari Crime Survey For England and Wales (CSEW)13

hanya salah satu contoh kecil perkembangan yang signifikan dari kejahatan

siber. Hal ini erat dengan permasalahan waktu, ruang, dan hukum siber

Dalam makalah yang berjudul Cybertime, Cyberspace and Cyberlaw, M.

Ethan Katsh, Guru besar dari Legal Studies of Massachusetts

mengemukakan bahwa antara ketiganya (time, space and law) terkait


14:
dengan doktrin hukum, yang dengan ungkapan sebagai berikut

“ I have considered the impact on law of information technologies that


extra ordinary capabilities for overcoming space and distance. I have
argued that new media are a significant culture and legal phenomenon not
because they enable us to perform information tasks faster than before but
because the change how we interact with distant information and distant
people. I have tried to point out that it is a new relationship with space, how
are think about distance and work in and with electronic spaces that
underline many different changes in law that are now surfacing and that will
occur in the future.”
Waktu, ruang, dan hukum inilah yang memberikan impact yang

mendalam bagi masyarakat. Pola interaksi masyarakat yang berubah

menjadikan pola hukum dalam ruang siber ini membentuk ruang relasi baru.

Teknologi elektronik yang mengubah jarak dan memunculkan ruang baru

13
Crime Survey For England and Wales (CSEW) merupakan Lembaga survei Inggris dan Wales yang dibawahi
oleh pemerintah United Kingdom situs resminya ialah https://www.ons.gov.uk/
14
Niniek Suparni, Cyberspace Problematika dan Antisipasi Pengaturannya, (Jakarta:SInar Grafika, 2009), hlm.
8

6
tentu hukum pun harus diberikan bentuk baru dengan banyak perubahan

dengan kemunculan-kemunculan di masa mendatang.

Dengan berkembangnya kejahatan dimasa kini dan dengan hadirnya

teknologi dengan jaringan online yang mampu menjelajah dunia siber.

Kejahatan siber pun ditangani dengan cara yang berbeda dikarenakan

locus dan tempus yang berbeda pula dari delik-delik konvensional.

Beragam instrumen hukum diwacanakan lalu diundangkan untuk mengikuti

perkembangan dunia siber. Tetapi progresifnya ruang siber memaksa

aturan yang ada menjadi tertinggal.

Pada tahun 2013 berdasar putusan MA No.3482/Pid.B/2012/PN.Sby

seorang terdakwa bernama Jacub Leonardus Siwabessy dijatuhi hukuman

6 (enam) bulan penjara lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan perbuatan “dengan sengaja mengedarkan atau

menjual kepada umum barang hasil pelanggaran hak cipta”.15 Kasus ini

secara subjektif mungkin dapat dianggap hanya sebagai pelanggaran hak

cipta dengan delik pembajakan saja tetapi secara komprehensif merupakan

kasus kejahatan siber juga, perlu diketahui cara memperoleh hak cipta ini

dengan melakukan peretasan dalam database16 resmi milik perusahaan

atau dengan cara mengunduh secara illegal melalui situs pembajak hak

cipta atau modus operandi kejahatan siber lainnya.

15
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan No Putusan.3482/Pid.B/2012/PN.Sby
16
Basis data (database) adalah kumpulan data yang disimpan secara sistematis di dalam komputer yang
dapat diolah atau dimanipulasi menggunakan perangkat lunak (program aplikasi) untuk menghasilkan informasi.
(https://www.termasmedia.com/lainnya/software/69-pengertian-database.html) terakhir diakses 8 Juni 2018

7
Kasus ini memberikan gambaran dasar seberapa progresifnya

kejahatan siber yang berkembang dari masa ke masa. Pada kasus ini hak

cipta (copyrights) sebagai bagian dari HAKI (Hak Atas Kekayaan

Intelektual) yang selama ini merupakan bagian dari ranah perdata kini

menyerempet ke dalam ranah pidana dengan banyaknya kasus kejahatan

siber yang bernuansa pelanggaran HAKI khususnya hak cipta yang masuk

di pengadilan. Pelanggaran hak cipta sering sekali ditemui dalam dunia

siber khususnya dengan bentuk kejahatan siber berupa pembajakan

(piracy).

Konsep bagi HAKI sendiri ialah bahwa setiap orang dapat diberikan

hak secara legal atas kekayaan tidak berwujud (intangeble property) yang

berasal dari kecerdasan seseorang dan termanifestasi dalam hal “baru dan

unik”. Ini semua terwujud dalam beberapa legal area yaitu : copyrights,

trademarks, trade secrets, dan patents. Yang kesemuanya dilindungi

secara bervariasi berdasarkan aturan perundang-undangan.17

Jay S. Albanese mempopulerkan istilah Intellectual Property Theft

atau bila diterjemahkan ialah pencurian kekayaan intelektual. Sebagai

pihak yang melakukan pelanggaran terhadap salah satu dari kekayaan

intelektual dan merupakan suatu bentuk kejahatan dalam konteks domestik

dan global.18

17
Jay S. Albanese, Combating Piracy: Intellectual Property Theft and Fraud, (USA: Transaction Publishers,
2006), hlm 14
18
Sesuai dengan nomenklatur terhadap pelaku pelanggaran kekayaan intelektual yang digunakan oleh Jay S.
Albanese dalam bukunya yang berjudul Combating Piracy : Intellectual Property Theft and Fraud dan intisari
dari halaman 15 paragraf 1

8
Legalitas yang berlaku di Indonesia terhadap aturan Hak Cipta dan Cyber

Crime tidak terlepas dari UU No 19 Tahun 2002 yang telah dicabut dan ganti

dengan UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan untuk ketentuan

mengenai Cyber Crime berada dalam UU No 19 Tahun 2016 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No 11 Tahum 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

Pencurian data dapat mencakup pada ransomware, malware, piracy

bahkan phising. Dilansir dari Statista sebanyak 27% Perusahaan di Tahun

2017 mengalami serangan ransomware dan ada sekitar 98% serangan

Malware terjadi.19 Statistik ini membuktikan pencurian data menjadi

masalah global yang patut dicegah salah satunya dengan menguatkan

regulasi yang ada.

Permasalahan akan semakin runyam saat pencurian hak cipta ini

terjadi dalam Kawasan industri hak cipta seperti perusahaan film atau

perusahaan penyiaran yang memiliki hak atas suatu ciptaan baik itu licence

(izin) atau kepemilikan hak cipta. Seperti kasus yang menimpa HBO pada

tahun 2017 silam dimana data program tayangan HBO yang akan datang

dicuri oleh hacker melalui komputer perusahaan barang kekayaan

intelektual yang tercuri disebutkan berupa episode terbaru dari beberapa

series dan juga material terkait dengan Game Of Thrones dan sang hacker

mengklaim dirinya berhasil mencuri sebanyak 1,5 Terabytes (setara

19
Data Statistik terkait serangan yang dialami oleh perusahaan global selama tahun 2017 diantaranya
malware, phising, web based attacks, botnets, malicious code, malicious insiders, denial of service,
ransomware. (https://www.statista.com/statistics/474937/cyber-crime-attacks-experienced-by-global-
companies/) terakhir diakses 8 Juni 2018

9
dengan 1500 Gigabytes).20 Tak menutup kemungkinan hal ini akan terjadi

dan terulang di ranah global dan terlebih lagi di Indonesia. Sebagai pusat

pemasaran dari teknologi di era globalisasi ini.

Dilansir dari The Guardian pada akhir November 2017 jaksa USA

mendakwa seorang warga negara Iran melakukan peretasan terhadap TV

kabel HBO karena telah mencuri sejumlah episode dan rangkuman naskah

serta material lainnya terkait serial TV Game of Thrones, lalu mengancam

pihak HBO untuk menyebarkannya kecuali pihak HBO mau membayar

sebesar $6 million ( enam juta dollar). 21 Berbagai macam motif yang dimiliki

oleh para hacker dalam menjalankan aksinya tak terkecuali dengan motif

uang dengan menargetkan korbannya yang memiliki banyak dana seperti

badan korporasi/perusahaan. Pihak korporasi atau perusahaan memang

menjadi sasaran empuk para hacker yang berorientasi pada uang saat

menjalankan tindak kejahatan siber terlebih lagi bagi korporasi yang

bergerak di bidang media penyiaran seperti HBO dikarenakan mereka

memiliki banyak celah dan hampir sebahagian besar mereka bergantung

pada jaringan komputer baik untuk menjalankan program-program mereka

maupun menyimpan database mereka.

20
Dilansir dari Washington post, dengan judul HBO is hacked, and Game of Thrones episodes may have
leaked out (https://www.washingtonpost.com/news/the-switch/wp/2017/07/31/hbo-is-hacked-and-game-of-
thrones-episodes-may-have-leaked-out/) diakses terakhir 8 Juni 2018
21
Dilansir dari theguardian, dengan US prosecutors charge Iranian with Game of Thrones hack
(https://www.theguardian.com/media/2017/nov/21/us-prosecutors-charge-iranian-game-of-thrones-hack-
behzad-mesri) diakses terakhir 8 Juni 2018

10
B. Rumusan Masalah

1. Seperti apakah kualifikasi tindak pidana pelanggaran hak cipta

milik stasiun televisi swasta ?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana materil terhadap pelaku

dari kejahatan pencurian data berupa hak cipta yang merupakan

salah satu dari hak atas kekayaan intelektual milik stasiun televisi

swasta ?

C. Tujuan Penelitian

1. Sebaga landasan acuan pengetahuan terhadap wujud dari

perbuatan pidana kejahatan siber berupa pencurian data hak

cipta yang merupakan salah satu bagian dari hak atas kekayaan

intelektual yang dilakukan pelaku yang dimiliki korporasi.

2. Sebagai bahan rujukan utama terhadap bentuk

pertanggungjawaban pidana materil yang berupa kejahatan

pencurian data hak cipta yang merupakan salah satu dari hak

atas kekayaan intelektual milik stasiun televisi swasta.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara Horizontal

Maksudnya kegunaan antara sesama kaum akademisi diharapkan

dapat membuka dan memberi wawasan dibalik dari penelitian ini

serta memiliki banyak kebajikan yang diberikan kepada sesama.

Dan dapat menjadi tambahan perbekalan bagi tridharma perguruan

tinggi khususnya pada penelitian dan pengembangan.

11
2. Secara Vertikal

Maksudnya kegunaan kepada seluruh lapisan elemen khususnya

kepada para pemangku kepentingan. Diharapkan pada penulisan ini

mampu memberikan secercah wawasan untuk mengambil

keputusan dan membuat regulasi serta mengembangkan regulasi

yang telah berlaku tetapi tidak maksimal dalam hal penerapannya

atau dalam hal penemuan hukum.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hak Atas Kekayaan Inteletual Dalam Perananya

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual

manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau

mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya akan melahirkan

konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual

Property) tadi, termasuk di dalamnya pengakuan hak terhadapnya. Sesuai

dengan hakikatnya pula, Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan

yang sifatnya tidak berwujud (intangible).22

Indonesia telah meratifikasi 5 konvensi internasional dibidang Hak

Atas Kekayaan Intelektual, yaitu sebagai berikut 23 :

1. Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan

Convention Establishing the World Intellectual Property Organization

(Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas

Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979);

2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT

(Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997);

3. Trademark Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997);

22
Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektuual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta:
Grasindo, 2002), hlm.4
23
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian, Kebijakan Pemerintah Dalam
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Dan Liberalisasi Perdagangan Jasa Profesi Di Bidang Hukum. Jakarta
2007, hlm 5.

13
4. Berne Convention for the Protection of Literary and Artisctic

Works (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997);

5. WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun

1997);

sejalan dengan konvensi yang telah diratifikasi Indonesia juga

membuat dan menetapkan perangkat peraturan terkait Hak Atas Kekayaan

Intelektual sesuai dengan persyaratan sewaktu indonesia menyetujui

perjanjian TRIPS, perundang-undangan yang telah dibuat kini beberapa

telah diperbaharui atau diganti dengan aturan terbaru sebagai berikut24:

1. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-

undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 (UU Hak Cipta); dalam waktu

dekat, Undang-undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan

perkembangan mutakhir dibidang hak cipta(kini telah diganti dengan UU 28

tahun 2014);

2. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan

Varietas Tanaman;

3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;

4. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;

24
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian, op. cit., Hlm 4

14
5. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak

Sirkuit Terpadu;

6. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (diganti UU

Paten No 13 Tahun 2016);

7. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (diganti UU

No 20 Tahun 2016 Tentang Merek);

Secara institusional, pada saat ini telah ada Direktorat Jendral Hak

Kekayaan Intelektual yang tugas dan fungsi utamanya adalah

menyelenggarakan administrasi hak cipta paten, merek, desain industri,

dan desain tata letak sirkuit terpadu. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan

Intelektual (semula disebut Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan

Merek) dibentuk pada tahun 1998. Direktorat Jendral Hak Kekayaan

Intelektual yang baik sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, baik

yang berasal dari dunia industri dan perdagangan, maupun dari institusi

yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan. 25

Undang-undang terkait hak cipta telah diganti setidaknya hingga

sekarang melalui Undang-undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

sebanyak tiga kali. Dalam aturan sebelumnya yaitu undang-undang Nomor

25
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian, op. cit., Hlm 4

15
19 Tahun 2002 yang meperbaharui UU no 12 Tahun 199726 tentang hak

cipta, memuat beberapa ketentuan baru, antara lain mengenai 27:

1. Database merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi;

2. Penggunaan alat apapun baik menggunakan kabel maupun tanpa

kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk

cakram optic (optical disc) melalui media audio, media audiovisual,

dan/atau sarana telekomunikasi;

3. Penyelesaian sengkeya oleh pengadilan niaga, arbitrase atau

alternative penyelesaian sengketa;

4. Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih

besar bagi pemegang hak;

5. Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak

terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;

6. Pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana

kontrol teknologi;

7. Pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap

produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi

tinggi;

8. Ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;

9. Ancaman pidana dan denda minimal;

26
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
27
Ermansjah Djaja, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: Sinar Grafika 2009), hlm 4-5.

16
10. Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program

Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan

melawan hukum.

Seiring berkembangnya zaman terlebih di era teknologi kekinian dan

global saat ini, hak cipta sebagai hak eksklusif pun berkembang dan Jika

dicermati didalam UU Hak Cipta sendiri nyatanya banyak sekali Pasal-

Pasal yang terkesan multitafsir sehingga tidak mengandung kepastian

hukum. Di dalam UU Hak Cipta 2002, tidak tergambar secara jelas

adanya perlindungan hak ekonomi dan hak moral bagi para pencipta

dan pemegang hak terkait. 28

Selain itu juga terdapat adanya hal-hal dan penemuan baru di dalam

masyarakat yang perlu untuk dimasukkan kedalam materi penggantian

UU Hak Cipta, misalnya mengenai penggunaan hak cipta dan hak terkait

dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi, masalah pembajakan, materi delik aduan,

dan sebagainya.29

Maka dari itu pemerintah melalui perangkat legislatifnya mengganti

payung hukum hak cipta UU tahun 2002 menjadi UU No 28 Tahun 2014

yang memuat materi baru berupa30 :

1. Perpanjangan masa perlindungan hak cipta;

28
Trias Palupi Kurnianingrum, “The New Material On Copyright Act Number 28 Year 2014” Materi Baru Dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014. Negara Hukum. Vol.6 No. 1, Juni 2015, hal 97.
29
Trias Palupi Kurnianingrum, op. cit., 98
30
Trias Palupi Kurnianingrum, op. Cit., 98-103

17
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta

dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak

ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat);

3. Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi,

arbitrase, atau pengadilan, serta penetapan delik aduan untuk

tuntutan pidana;

4. Pengelola tempat perdagangan bertanggungjawab atas tempat

penjualan dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang

dikelolanya;

5. Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan

objek jaminan fidusia;

6. Pengaturan mengenai Lembaga manajemen kolektif;

7. Ekspresi budaya tradisional;

1. Hak Cipta (copyright)

Menurut Pasal 2 ayat1 undang-undang nomor 12 tahun 1997, hak cipta


didefinisikan sebagai “hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Jadi unsur-unsur hak cipta dari definisi tersebut ada tiga, yaitu 31 :

1. hak memperbanyak (reproduction right);

2. hak mengumumkan (publishing right);

31
Ibid. hlm. 18

18
3. hak memberi izin untuk memperbanyak dan mengumumkan

(assignment right).

HaKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis yang secara

konvensional dipilah dalam dua kelompok, yaitu 32 :

a. hak cipta (copyright)

b. hak atas kekayaan industri (industrial property), yang berisikan:

1. paten (patent);

2. merek (trademark);

3. desain industri (industrial design);

4. rahasia dagang (trade secret);

5. desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit lay out design).

Perlu dicatat bahwa pengenalan jenis Haki di atas pada dasarnya

berpangkal pada Konvensi Pembentukan WIPO (The World Intellectual

Property Organization). WIPO adalah badan khusus PBB yang dibentuk

dengan tujuan untuk mengadministrasikan perjanjian/persetujuan

multilateral mengenai HaKI. Indonesia merupakan anggota WIPO dan turut

meratifikasi konvensi tersebut pada tahun 1979.33

32
Ibid. hlm. 16
33
Suyud Margono dan Amir Angkasa. Loc. cit

19
2. Sifat hak cipta

Hak cipta dapat disimpulkan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut34:

a. Hak cipta adalah hak khusus

Dari definisi hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997

disebutkan bahwa hak cipta adalah hak khusus; diartikan sebagai hak

khusus karena hak cipta hanya diberikan kepada pencipta atau

pemilik/pemegang hak dan orang lain dilarang menggunakannya kecuali

atas izin pencipta tersebut (pemegang hak), dan bahwa orang lain tersebut

dikecualikan dari penggunaan hak tersebut.

b. Hak cipta berkaitan dengan kepentingan umum

Seperti telah dijelaskan bahwa hak cipta merupakan hak khusus

yang istimewa. Tetapi, ada batasan-batasan tertentu bahwa hak cipta juga

harus memperhatikan kepentingan masyarakat yang juga turut

memanfaatkan ciptaan seseorang. Secara umum, hak cipta atas suatu

ciptaan tertentu yang dinilai penting demi kepentingan umu dibatasi

penggunaannya sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara

kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Contoh seorang

mahasiswa boleh memfotokopi sebagai halaman dari sebuah buku tanpa

seizin pengarangnya selama perbuatan tersebut intik kegiatan

belajar/pendidikan yang bersangkutan dan tidak untuk dikomerisalkan.

34
Ibid. hlm. 20-21

20
c. Hak cipta dapat beralih maupun dialihkan

Seperti halnya bentuk-bentuk benda bergerak lainnya, hak cipta juga

dapat beralih atau dialihkan, baik sebagian maupun keseluruhannya (Pasal

3 UU Nomor 7 Tahun 1987). Pengalihan dalam hak cipta ini dikenal dengan

dua macam cara, yaitu:

a. transfer/assigment: merupakan pengalihan hak cipta yang berupa

pelepasan hak kepada pihak/orang lain, misalnya karena pewarisan, hibah,

wasiat, perjanjian jual-beli, dan sebagainya;

b license: merupakan pengalihan hak cipta dari suatu pihak kepada pihak

lain berupa pemberian izin/persetujuan untuk memanfaatkan hak cipta

dalam jangka waktu tertentu, misalnya perjanjian lisensi.

d. Hak cipta dapat dibagi atau diperinci (divisibility)

Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta dan juga norma

principle of specification dalam hak cipta, maka hak cipta dibatasi oleh:

a. waktu: misalnya lama produksi suatu barang sekian tahun;

b. jumlah: misalnya jumlah produksi barang sekian unit dalam satu tahun;

c. geografis: contohnya sampul kaset bertuliskan “for sale in indonesian

only” atau slogan “Bandung Euy”.

21
3. Hak-Hak dalam hak cipta35

Hak cipta menurut literatur dan dan ilmu pengetahuan mempunyai dua

hak sebagai berikut.

a. Hak ekonomi (economy rights):

Adalah hak yang mempunyai nilai uang, biasanya dapat dialihkan

dan dieksploitasikan secara ekonomis. Jadi, hak ekonomi merupakan hak

memperbanyak dan mengumumkan yang berlaku secara baku di dunia,

tetapi tidak sama di tiap negara, mencakup hak

mempertunjukkan/menyiarkan di depan umum, hak membuat

reproduksi/terjemahan/adaptasi/aransemen/transformasi,dan

sebagainnya. Jadi, secara umum hak ekonomi adalah hak berupa :

a. hak memperbanyak dan

b. hak mengumumkan.

b. Hak moral (moral rights)

Adalah hak yang timbul sebagai akibat sifat manunggal antara

ciptaan dan diri si pencipta atau dapat berupa integritas dari si pencipta.

Dalam ilmu hukum hak moral merupakan hak yang tidak dapat dialihkan.

Hak moral mempunyai dua asas, yaitu:

35
Ibid. hlm. 22

22
a. droit de paternite : pencipta berhak untuk mencantumkan namannya

pada ciptaannya;

b. droit au respet : pencipta berhak mengubah judul maupun isi ciptaannya,

jadi dia berhak mengajukan keberatan atas, penyimpangan, perusakan,

atau tindakan lainnya atas karyannya.

Jadi, secara umum hak moral adalah hak berupa:

a. hak mencantumkan nama dan

b. hak mengubah judul dan/atau isi.

Jadi, dapat dikatakan bahwa hanya hak ekonomi yang dapat

dialihkan sedangkan hak moral tidak dapat dialihkan. Selain hak ekonomi

dan hak moral, ada ketentuan tertentu dalam hak cipta yang menimbulakn

satu macam hak lagi, yaitu hak menyewakan (rental right), yaitu hak

pencipta atau penerima hak cipta atas karya film dan program komputer

maupun produser rekaman suara berupa hak untuk melarang orang atau

pihak lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk

kepentingan yang bersifat komersial.

Hak cipta juga mempunyai hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta

(neighboring rights) seperti yang diatur dalam Konvensi Roma 1961, yaitu

hak yang melindungi tiga kelompok, yaitu 36 :

a. para pelaku, seperti penampil dan penyanyi (performers);

36
Ibid. hlm. 23

23
b. produser rekaman (producers of phonogram);

c. lembaga penyiaran (broadcasting organizations).

Neighboring rights ini secara tersurat terdapat dalam Pasal 43c Undang-

undang Nomor 12 tahun 1997.

Pada dasarnya tidak ada satupun definisi tentang HAKI atau

Intellectual Property Rights yang diterima secara umum/universal. Namun

untuk dipakai sebagai pedoman dalam melakukan pembahasan

selanjutnya, berikut ini beberapa definisi HAKI sebagai berikut:37

1. Menurut W.R Cornish : Traditionally “the term “intellectual property” was


used to refer to the rights conferred by the grant of a copying in literary,
artistic, and musical works. In more recent times, however, it has been used
to refer to a wide range of disparate rights, including a number of more often
known as “industrial property”, such as patent and trademarks.
2. Menurut David Brainbridge : Intellectual property law is that area of law

which concerns legal rights assorted with creative effort or comercial

reputation and goodwill. Adapun HAKI sebenarnya bukanlah suatu hal yang

baru di Indonesia. Sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda Indonesia

telah mempunyai undang-undang tentang HAKI yaitu Octrooiwet (Undang-

Undang Paten) Stb. No. 33 jis S 11-33, S 22-54, Auterswet Industriele

Eigendom (Reglemen Milik Perindsutrian) yang dimuat dalam S.1912 No.

545 jo. S. 1913 No. 214, yang mulai berlaku di Indonesia berdasarkan

prinsip konkordansi.

37
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.26

24
Undang-undang merek pertama Indonesia lahir pada tahun 1961

yaitu Undang-undang Nomor 21 tahun 1961 tentang Merek dagang dan

Merek perniagaan, yang diundangkan tanggal 11 oktober 1961 dan mulai

berlaku tanggal 11 November 1961. Pada tahun 1992 terjadi pembaruan

hukum merek.38

Kasus di Indonesia dapat dilihat dari penerbitan UUPMA tahun 1967

yang merupakan penjabaran dari hukum sebagai agent of modernization,

sedang UU Perkawinan (No 1 Tahun 1974) menunjukkan peranan hukum

sebagai a tool of social engineering.39

Kegiatan di bidang ekonomi selama ini telah mengalami

perkembangan yang pesat, yang sebagaimana dikemukakan, telah

mengabaikan pengaturan hukum yang ada. Sebagai contoh,

perkembangan kegiatan ekonomi perdagangan telah meminta perhatian

kita untuk meninjau kembali hukum dagang 1838, untuk diubah atau

diperluas. Ada beberapa ahli menyatakan bahwa hukum dagang sudah

merupakan sejarah belaka, namun di lain pihak ada yang menyatakan

bahwa hukum dagang masih dapat digunakan dan mencakup keperluan

pengturan kegiatan ekonomi pada umumnya. 40

Pasar modal dalam arti konkret merupakan pasar tempat bertemu

para penjual dan pembeli dana. Pasar ini lazim dikenal dengan nama

“bursa”. Bursa secara yuridis diatur dalam buku kesatu, bab keempat kitab

38
Adrian Sutedi, Loc. cit
39
Sumantoro, Hukum Ekonomi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), hlm.13
40
Ibid. hlm. 14

25
undang-undang hukum dagang. Di dalamnya tidak saja diatur mengenai

perdagangan surat nerharga perusahaan (efek), akan tetapi pula dana

jangka pendek (kurs wesel), komoditi (barang dagangan), asuransi muatan

kapal, dan sebagainya. Undang-undang no 15 tahun 1952 memberikan

definisi “bursa” secara lebih khusus yang membatasi aktivitas bursa pada

perdagangan surat berharga perusahaan (sekuritas) : “Bursa adalah bursa

perdagangan di Indonesia, yang didirikan untuk perdangangan uang dan

efek, termasuk semua pelelangan efek”.41

B. Tindak Pidana Pencurian Kekayaan Intelektual Dalam Dunia

Siber

Dalam makalahnya yang berjudul Cybertime, Cyberspace and

Cyberlaw, M. Ethan Katsh, Guru besar dari Legal Studies of Massachusetts

mengemukakan bahwa antara ketiganya (time, space and law) terkait

dengan doktrin hukum, yang dengan ungkapan sebagai berikut 42 :

“ I have considered the impact on law of information technologies


that extra ordinary capabilities for overcoming space and
distance. I have argued that new media are a significant culture
and legal phenomenon not because they enable us to perform
information tasks faster than before but because the change how
we interact with distant information and distant people. I have
tried to point out that it is a new relationship with space, how are
think about distance and work in and with electronic spaces that
underline many different changes in law that are now surfacing
and that will occur in the future.”

Dari uraian tersebut dijelaskan lebih lanjut, bahwa melalui informasi

yang beragam dan jarak jauh, dan timbulnya harapan mengenai perubahan

41
Ibid. hlm. 63
42
Niniek Suparni, op. cit. hlm 8

26
ruang dan jarak, hubungan hukum baru terbentuk, entitas dan lembaga

baru timbul, pola tingkah laku timbul dan pada gilirannya hukum harus

mengakui perubahan tersebut. Namun demikian, tidak seperti halnya kaitan

hukum yang langsung pada ilmu ekonomi, politik, dan ideologi, kaitan

dengan teknologi baru adalah melalui budaya, pola pengalaman, pola

tingkah laku, yang kemudian menumbuhkan harapan baru atas sifat

penggunaan informasi.

Dalam UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

Ada beberapa perubahan material dalam UU No 19 Tahun 2016 yang

menyangkut substansi dasar tindak kejahatan siber. Dalam Pasal 25 UU

ITE menegaskan : Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang

ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan.”

Pasal tersebut seutuhnya memberikan perlindungan terhadap

pemilik kekayaan intelektual khususnya hak cipta yang disusun serta

terdaftar melalui perangkat negara. Meski ketentuan pidana belum diatur

secara spesifik namun merujuk Pasal 30 tetap dapat dijatuhi hukuman

sebagai orang yang membobol suatu sistem elektronik.

27
Asas Universality, asas ini disebut sebagai “universal interest

yurisdiction” atau yurisdiksi kepentingan universal.43 Asas yang

memberikan kewenangan bagi setiap negara berhak menangkap dan

mengadili para pelaku pembajakan. Yang idealnya dapat diterapkan untuk

pemberantasan internet piracy, seperti cracking, carding, hacking, and

viruses.44 Keseluruhannya mengacu pada Convention on Cyber Crime

2000 sebagai instrumen tindak pidana siber Internasional.

C. Eksistensi Lembaga Penyiaran Dan Regulasi

Penyelenggaraanya

Eksistensi lembaga penyiaran berdasar pada UU Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran. Dalam Undang-Undang ini terminologi Lembaga

Penyiaran merupakan “Penyelenggara Penyiaran” dan Jasa Penyiaran

sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 32

Tahun 2002 Tentang Penyiaran terdiri atas: jasa Penyiaran Radio dan Jasa

Penyiaran Televisi lalu jasa penyiaran dibagi lagi berdasar Pasal 13 ayat

(2) terkait pihak penyelenggaranya, yaitu :

a. Lembaga penyiaran publik;

b. Lembaga penyiaran Swasta;

c. Lembaga Penyiaran Komunitas; dan

43
Ahmad M. Ramli, Cyber Law & HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2004),
hlm.20
44
Loc., cit

28
d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran

(UU Penyiaran) didefinisikan, bahwa penyiaran adalah :

“kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran


dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa
dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara,
kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara
serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat
penerima siaran.”
Berdasarkan uraian tersebut, maka hukum penyiaran adalah seluruh

kaidah dan aturan yang menyangkut kegiatan pemancarluasan, termasuk

sarana teknis, sistem dan spektrum frekuensi hingga penerimaan

masyarakat secara serentak melalui alat penerima siaran. Catatan utama

dari pengertian ini mengindikasikan bahwa segala bentuk teknologi

telekomunikasi yang memancarluaskan “siaran” yang dapat diterima secara

serentak dan bersamaan oleh masyarakat melalui alat penerima siaran

dikategorikan sebagai penyiaran. Saat ini, regulasi baru menetapkan dua

jenis telekomunikasi yang dikategorikan sebagai penyiaran, yaitu radio

siaran dan televisi. Sehingga hukum penyiaran hanya berlaku bagi kedua

penyedia jasa tersebut.45

1. Regulator Penyiaran Stasiun Televisi Indonesia

Sejak disahkannya tahun 2002, UU Penyiaran telah membentuk

suatu badan khusus dalam sistem pengaturan penyiaran di Indonesia,

yaitu adanya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI Lembaga negara

45
Judhariksawan, Hukum Penyiaran, (Depok: Rajawali Pers, 2013), hlm.17

29
yang bersifat independent mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Spirit

pembentukan KPI adalah pengelolaan sistem penyiaran yang

merupakan ranah public harus dikelola oleh sebuah badan independent

yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan


46
kekuasaan.

Berbeda dengan dengan semangat dalam Undang-Undang

Penyiaran sebelumnya,yaitu Undang-Undang No 24 Tahun 1997 Pasal

7 yang berbunyi “Penyiaran dikuasai oleh negara yang pembinaan dan

pengendaliannya dilakukan oleh pemerintah”, menunjukkan bahwa

penyiaran pada masa itu merupakan bagian dari instrumen kekuasaan

yang digunakan untuk semata-mata bagi kepentingan pemerintah.47

Proses demokratisasi di Indonesia menempatkan public sebagai

pemilik dan pengendali utama ranah penyiaran. Karena frekuensi

adalah milik public dan sifatnya terbatas, maka penggunaannya harus

sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Sebesar-besarnya bagi

kepentingan publik artinya adalah media penyiaran harus menjalankan

fungsi pelayanan informasi publik yang sehat. Informasi terdiri dari

bermacam-macam bentuk, mulai dari berita, hiburan, ilmu pengetahuan,

dan lain-lain. Dasar dari fungsi pelayanan informasi yang sehat adalah

seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Penyiaran Nomor 32

46
Ibid. hlm.7
47
Ibid. hlm.7

30
Tahun 2002, yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan

Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan. 48

2 . Perizinan Lembaga penyiaran

Setiap Lembaga penyiaran wajib terlebih dahulu memiliki izin

penyelenggaraan penyiaran sebelum melaksanakan aktivitas penyiaran.

Untuk itu terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh

izin tersebut. Namun, sebelum melakukan proses perizinan, harus diperiksa

terlebih dahulu apakah terdapat peluang untuk menyelenggarakan

Lembaga penyiaran. Untuk mengetahui peluang tersebut, adalah kewajiban

Menteri Komunikasi dan Informatika untuk mengumumkan secara terbuka

melalui media cetak dan/atau elektronik peluang penyelenggaraan

penyiaran LPS dan LPB melalui terrestrial secara periodic setiap 5 (lima)

tahun sekali untuk jasa penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun sekali untuk

jasa penyiaran televisi. Peluang penyelenggaraan penyiaran dapat dibuka

diluar periode tersebut berdasarkan pertimbangan aspek ekonomi atau

perkembangan teknologi, serta ketersediaan kanal spektrum frekuensi. 49

48
Ibid. hlm.8
49
Ibid. hlm.69

31
Pada 2008 Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan

Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Persyaratan

Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran.50

- Tahap pertama : Pembentukan Badan Hukum

- Tahap Kedua : Membuat Permohonan dan Studi Kelayakan

- Tahap Ketiga : Proses Verifikasi

- Tahap Keempat : Proses Evaluasi Dengar Pendapat

- Tahap Kelima : Rekomendasi Kelayakan

- Tahap Keenam : Proses Forum Rapat Bersama

- Tahap Ketujuh : Masa Uji Coba Siaran

- Tahap Kedelapan : Penetapan Izin Penyelenggaraan Penyiaran

- Tahap Kesempbilan : Penyelenggaraan Penyiaran dan

Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran

Perizinan di Era digitalisasi, perizinan akan menjadi permasalahan

mengingat dalam penyelenggaraan sistem digital, Lembaga penyiaran

akan dibedakan dalam dua kapasitas. Yaitu sebagai penyedia jasa

infrastruktur penyiaran digital (network provider) dan sebagai penyedia jasa

program siaran (content provider). Sehingga akan terjadi perubahan

mendasar, tidak hanya dalam konteks teknologi, tetapi juga dalam hal

hukum penyiaran, karena selama ini Lembaga penyiaran menyalurkan

program siaran menggunakan fasilitas sarana dan infrastruktur sendiri,

maka hal itu tidak akan berlaku pada era penyiaran digital karena

50
Ibid. hlm.70-80

32
pemerintah menerapkan untuk memisahkan antara network provider dan

content provider.51

3. Masalah Hak Cipta Penyiaran

Justifikasi terhadap perlunya dilakukan suatu perlindungan

kreativitas intelektual dari hasil karya penciptanya menurut S.M. Stewart

didasari oleh empat argumentasi, yaitu52 :

1. The argument of natural justice

2. The economic argument

3. The cultural argument

4. The social argument

Perlindungan internasional terhadap hak cipta serta hak atas kekayaan

intelektual telah diakomodasi dalam berbagai ketentuan perjanjian

internasional. Pengaturan hak cipta telah dimulau dengan lahirnya Berne

Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sebagai

dokumen utama perlindungan hak cipta pada tahun 1886 yang mengalami

berbagai revisi dan amandemen hingga perubahan yang terakhir terjadi

pada 7 Mei 1979. 53

Badan dunia yang mengawasi permasalahan hak cipta adalah World

Intellectual Property Organization (WIPO). Dalam Convention Establishing

51
Ibid. hlm.89
52
Ibid. hlm.128
53
Ibid. hlm.129

33
WIPO 1970 dinyatakan bahwa yang termasuk dalam ruang lingkup

Intellectual Property Rights adalah54:

1. Hak milik Perindustrian (Industrial Property Rights) yang meliputi

paten, merek dagang, dan desain industry. Dasar hukum utamanya

adalah Paris Convention 1883.

2. Hak cipta (copy Right) yang meliputi hasil-hasil karya kesusastraan,

musik, topografi, dan sinematografi. Dasar hukum utamanya adalah

Berne Convention 1886.

Berdasarkan pembagian itu, maka permasalahan ha katas kekayaan

intelektual dalam hukum penyiaran akan lebih dominan pada

permasalahan hak cipta, khususnya literary and artistic works, karena

hukum penyiaran lebih tertuju kepada sistem operasional dan

muatannya, bukan kepada jenis dan merek perangkatnya (Industrial

Property Rights).55

Dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,

masalah hak cipta juga memperoleh porsi aturan khusus. Dalam Pasal

43 tentang Hak Siar. Diatur bahwa56 :

1. Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak siar.

2. Dalam menayangkan acara siaran, Lembaga penyiaran wajib

mencantumkan hak siar.

54
Ibid. hlm.135
55
Ibid. hlm.136
56
Ibid. hlm.137

34
3. Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud ayat (2) harus

disebutkan secara jelas dalam mata acara.

4. Hak siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam UU Penyiaran, yang dimaksud dengan hak siar adalah “hak

yang dimiliki Lembaga penyiaran untuk menyiarkan program atau acara

tertentu yang diperoleh secara sah dari pemilik haka tau penciptanya.”

Persoalan hak siar mengemuka dalam industri penyiaran di

Indonesia. beberapa kasus yang pernah terjadi di antaranya

penayangan siaran langsung kegiatan olahraga seperti liga inggris atau

perhelatan piala dunia (world cup). Selain itu, salah satu kasus yang

hingga saat ini masih menjadi perhatian masyarakat internasional

adalah terhadap kegiatan redistribusi siaran dengan memungut biaya

yang dilakukan oleh operator-operator televisi berlangganan (biasa

disebut dengan “TV Kabel”) dibeberapa wilayah di Indonesia. 57

D. Komparasi regulasi pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan

siber

Di Indonesia aturan perihal kejahatan siber diatur dalam UU Nomor

19 Tahun 2016 Tentang Perubagan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2015 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun untuk regulator

kejahatan siber dalam ranah hak atas kekayaan intelektual khususnya Hak

Cipta (Copyright) dan Stasiun Televisi Swasta sebagai Lembaga

57
Ibid. hlm.137

35
penyelenggara penyiaran sebagai locus delicti. serta untuk

pertanggungjawaban pidana diatur dalam bab ketentuan pidana dalam

Undang-undang tersebut.

Dalam UU ITE dengan menentukan adanya Ketentuan Pidana

berarti menentukan adanya perbuatan yang dilarang, dan yang oleh karena

itu diancam dengan sanksi pidana. Ini tidak lain sebagai perumusan tindak

pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik.58

Perbandingan pengaturan cyber crime di negara lain, seperti Austria

adanya Privacy Act 2000. Bagian 10 terdapat ketentuan yang lebih bersifat

adminstrastif, yang mencakup perbuatan akses illegal data aplikasi,

kerahasiaan data, dan penggunaan data ilegal. Adapun di China terdapat

Regulations of The Peoples Republic of China on Protecting the Safety of

computer Information, system, Decree No. 147 of the State Council of the

People Republic of china, February 18, 1994). Pertanggungjawaban Hukum

dalam Pasal 23 - organisasi keamanan publik harus memberikan

peringatan atau dapat mengenakan denda maksimum 5.000 Yuan pada

individu dan 15.000 Yuan pada organisasi dalam kasus ketika mereka

sengaja memasukkan virus komputer atau data berbahaya lainnya

membahayakan sistem informasi komputer, atau dalam kasus ketika

mereka menjual produk perlindungan keselamatan khusus untuk sistem

informasi komputer tanpa izin. Pendapatan ilegal mereka akan disita dan

58
Supanto, Perkembangan Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) dan Antisipasinya Dengan Penal
Policy. Yustisia. Vol.5 No. 1, Januari-April 2016, hal. 60

36
denda akan dijatuhkan dalam jumlah satu sampai tiga kali lebih banyak

sebagai pendapatan ilegal (jika ada).59

59
Ibid. hlm.59

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Dalam melakukan penelitian penulis memilih lokasi penelitian di

Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan, dengan spesifik lokasi

penelitian di beberapa perpustakaan terlebih Perpustakaan di

Universitas Hasanuddin dan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

serta dalam ruang siber. Sebagai lokasi penelitian untuk

mempermudah memperoleh data dan informasi yang akurat, kredibel

dan relevan terkait dengan permasalahan yang dibahas.

B. Jenis dan Sumber Data

Oleh karena penelitian yang dilakukan Penulis adalah Penelitian

Normatif yang perlu diketahui penelitian hukum normatif atau

kepustakaan mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum,

penelitian terhadap sistematik hukum, penelitian terhadap taraf

sinkronisasi vertical dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah

hukum60, maka jenis data yang paling utama yang digunakan oleh

penulis adalah bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan beberapa

bahan non hukum yang diperoleh dari berbagai referensi. Adapun

perincian bahan penelitian mencakup :

60
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu TInjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), hlm.14

38
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat

autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan

resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim61.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang berupa

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-

jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan62.

3) Bahan Nonhukum, bahan non hukum yaitu bahan-bahan

yang berupa buku-buku mengenai ilmu politik, filsafat,

ekonomi, sosiologi, kebudayaan ataupun laporan-laporan

penelitian nonhukum dan jurnal-jurnal nonhukum

sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian 63.

Sedangkan sumber data dari penelitian ini adalah penelitian

pustaka (library research) serta kumulasi bahan hukum dan

nonhukum, yaitu menelaah berbagai buku kepustakaan, peraturan

perundang-undangan, risalah, artikel, data statistik, karya ilmiah,

61
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana, 2016), hlm.181
62
Ibid. hlm. 181
63
Ibid. hlm. 185

39
putusan pengadilan, serta hasil survei (kuesioner) yang memiliki

hubungan dengan objek penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

enelitian ini adalah :

1. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan

cara mencatat dokumen-dokumen (arsip) yang berkaitan

dengan permasalahan yang akan dikaji.

2. Wawancara , yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan Akademisi, Praktisi, dan masyarakat kaitannya

dengan judul yang akan penulis teliti.

D. Analisis Data

Data yang diperoleh Penulis, akan diolah dan di analisis

berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan sehingga

diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas. Analisis data yang

digunakan adalah analisis data yang berupaya memberikan gambaran

secara jelas dan konkrit terhadap objek yang dibahas secara kualitatif

dan kuantitatif dengan berbagai pendekatan lalu selanjutnya data

tersebut disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan

dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat

kaitannya dengan penelitian ini.

40
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kualifikasi tindak pidana pelanggaran hak cipta milik stasiun

televisi swasta

Eksistensi legalitas tak dapat diabaikan terhadap hak cipta atas

suatu karya ciptaan yang dipegang oleh stasiun televisi swasta yang

merupakan Lembaga penyiaran yang bergerak dalam jasa penyiaran

televisi, bila mengacu kepada Pasal 13 UU No 32 tahun 2002 tentang

penyiaran.

Ashley Packfard (2010), dalam karyanya Digital Media Law

menyebutkan dengan detail lingkup suatu karya yang dapat

dikategorikan berkualifikasi memiliki perlindungan hak cipta. Untuk

memiliki kualifikasi terhadap perlindungan hak cipta, karya tersebut

wajib menampilkan “beberapa tingkatan kreativitas.” Kreativitas tidak

dinilai berdasarkan dari mutu suatu karya. Faktanya, Mahkamah

Agung (United Kingdom) telah mengakui tingkat kreativitas yang

dibutuhkan ialah “sangat rendah.” Kebanyakan dari kualifikasi karya

hak cipta “tak peduli seberapa kasar, sederhana atau nyata.”

Sepanjang terdapat beberapa tanda dari “produk intelektual, dari

pikiran, dan konsep.”64

64
Ashley Packfard, Digital Media Law (United Kingdom: Blackwell, 2010), hlm 128

41
Untuk mendapatkan perlindungan hak cipta suatu karya

haruslah memuat65 :

1. Orisinalitas;
2. Tetap dalam media ekspresi yang nyata;
3. Cukup kreatif.

Perlu diketahui bentuk tertua dari perilaku kejahatan ialah

pencurian. Dan tetap menjadi bentuk kejahatan yang paling umum

dalam masyarakat. Bentuk paling umum dalam pencurian, secara

historikal, ialah pencurian dengan cara menipu.66

Dalam tindak pidana pelanggaran hak cipta milik stasiun televisi

swasta selaku pemilik dari suatu ciptaan/karya atau yang memperoleh izin

untuk mengelola suatu ciptaan yang bermuatan hak cipta tersebut.

Terkadang Ada pihak antitesis yang mencari keuntungan dengan cara

melakukan pelanggaran hak cipta dan tentu saja merugikan pihak pemilik.

Pihak yang melakukan tindak pidana atau delik pelanggaran hak cipta ini

65
Ashley Packfard,. Lot.cit.
66
Jay S. Albanese, Op. cit, hlm 4

42
berasal dari berbagai kalangan, strata dan kelompok. Tokoh yang

memberikan klasifikasi khusus dalam jenis pelanggaran ini ialah Jay S.

Albanese.

Jay S. Albanese (2006), dalam karyanya Intellectual Property Theft

and Organized Crime mencetuskan suatu istilah bagi pelaku pencurian

kekayaan intelektual dengan sebutan Intellectual Property Theft atau

Pencurian Kekayaan Intelektual. Suatu istilah yang dapat mempermudah

mengklasifikasikan dan mengikat para pelaku tindak kejahatan

pelanggaran hak cipta.

Lebih jelas lagi, Jay S. Albanese merinci Pencurian Kekayaan

intelektual “Intellectual Property Theft” merupakan istilah yang mengacu

kepada pelanggaran terhadap hukum yang spesifik (specific laws).

Pencurian kekayaan Intelektual merupakan kejahatan yang terjadi dalam

lingkup domestic bahkan global. Itu bahkan merupakan kejahatan yang

distrik, negara bahkan tingkat perbatasan nasional tak dapat menahan.

Seolah-olah, diperlukannya mekanisme penegak hukum khusus baik

lingkup domestik dan internasional untuk menangani tindak kejahatan ini.

Dimana saat terkait pada khususnya pembajakan music, film dan software,

mekanisme domestic dan internasional diterapkan baik dalam sektor publik

(government/pemerintah) ataupun privat (industri/korporasi).67

Di Indonesia aturan mengenai tindak pelanggaran hak cipta secara

khusus di atur dalam UU 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam undang-

67
Jay S. Albanese, lot. Cit.15

43
undang ini tindakan pelanggaran hak cipta tidak diberikan istilah khusus

terhadap delik ini dan hanya dianggap sebagai tindak pelanggaran hak

cipta. Hal ini menimbulkan dampak yang luas khususnya pada

pengklasifikasian tindak pidana. Terlalu general sehingga pengklasifikasian

yang ada tidak dapat secara spesifik menjerat para pelaku tindak pidana

pelanggaran hak cipta ini.

Stasiun televisi merupakan Lembaga penyiaran dibidang jasa

penyiaran televisi yang pada umumnya diketahui menyiarkan berbagai

macam program televisi yang telah mereka persiapkan dalam rangka

broadcasting/penyiaran. Semua program pertelevisian di disiarkan secara

sistemik sesuai dengan jadwal yang ditetapkan sebelumnya. Banyak pihak

yang terlibat dalam penyelenggaraanya baik saat on air ataupun off air.

Perlu diketahui Stasiun Televisi Swasta merupakan bagian dari

Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang merupakan Lembaga penyiaran

yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang

usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.

Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran

televisi masing-masing hanya dapat menyelenggarakan 1 (satu) siaran

dengan (satu saluran) pada 1 (satu) cakupan wilayah siaran. LPS adalah

Lembaga yang bersifat profit oriented atau bisnis murni, dengan modal awal

dan pemegang sahamnya harus bersumber dari modal dalam negeri. 68

68
Judariksawan, lot. Cit.67

44
Hal ini menjadikan stasiun televisi swasta sebagai Lembaga

penyiaran yang bersifat bisnis dan cenderung mengarah pada ranah privat

atau masuk keranah hukum perdata. Tetapi tidak sepenuhnya benar

dikarenakan ranah pemerintah punya andil yang besar dalam menegakkan

keadilan dan melindungi warga negara ataupun badan hukum yang berda

dalam wilayah territorial. Dan juga menegakkan hukum demi menjaga

kepentingan umum. Termasuk diantaranya menjerat pelaku tindak pidana

pelanggaran hak cipta atau juga pencurian kekayaan intelektual demi

menegakkan kepastian hukum.

Kejahatan yang dapat dilakukan semua kalangan dan ataupun orang

atau badan hukum yang merugikan pihak stasiun televisi swasta lantaran

melakukan tindakan melawan hukum berupa pencurian kekayaan

intelektual berupa hak cipta yang dipegang oleh stasiun televisi swasta. Erat

kaitannya dilakukan dalam ranah maya/cyberspace lantaran penyiaran

yang dilakukan oleh stasiun televisi swasta saat on air atau off air dapat

diakses dalam ruang siber baik secara legal ataupun secara illegal.

Pasal 120 UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta menegaskan

Tindak pidana terkait dengan Pelanggaran Hak Cipta termasuk dalam delik

aduan. Itu artinya instansi yang diberikan kewenangan dalam menangani

tindak kejahatan ini hanya dapat bertindak ketika ada pihak yang

melaporkan tindak pidana ini. Terutama pada pihak yang terkait dalam hal

ini merupakan pihak yang mengalami kerugian atau dalam tindak pidana

pencurian hak cipta dalam stasiun televisi yaitu pihak dari stasiun televisi

itu sendiri, atau pihak terkait yang merasa dirugikan seperti pihak produser

45
film yang filmnya ditayangkan di televisi swasta tersebut namun setelah ia

mengakses di internet ternyata ada karya hak ciptanya yang dapat diunduh

tanpa sepengetahuan darinya.

Ruang siber memang menjanjikan dunia yang tak terbatas (Infinite

Space) ada berbagai macam hal yang dapat diakses dengan menggunakan

gawai pintar ataupun dengan alat akses lainnya seperti komputer dan

sebagainya. Tetapi ruang siber sangat rentan untuk disalahgunakan. Salah

satunya tindak pidana pencurian data terhadap stasiun televisi.

Berdasarkan pada kasus yang sering terjadi di ruang siber seperti berbagai

situs yang menyediakan unduhan gratis atau bahkan live straming yang

dapat dinikmati segala kalangan yang terpenting kalangan tersebut

terhubung keranah maya (online) melalui perantinya. Konten-konten seperti

ini sebagian besar yang beredar di ranah maya berdasarkan pencaharian

menggunakan search engine yang dimimiliki oleh perusahaan ternama

Google LLC yang dapat diakses dengan mengetikkan google.com pada

tab domain browser.

Penulis menemukan sebahagian besar konten bermuatan hak cipta

yang beredar di ranah maya yang diterbitkan/posting oleh pihak pemilik

situs (site). Sebahagian besar tidak memiliki izin penggunaan (lisensi)

apalagi memiliki karya tersebut secara legal. Khususnya pada konten-

konten hak cipta yang dimiliki atau dipegang oleh stasiun televisi swasta.

46
Bila mengacu pada perundang-undangan yang berlaku dalam

positifisme hukum Indonesia. Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 28

Tahun 2014 Tentang Hak Cipta serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan juga Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Hal ini dapat dikenakan tindak

pidana dan berpotensi merugikan pemilik dari hak cipta yang disiarkan

tersebut.

Penulis melakukan pengamatan secara berkala terhadap beberapa

situs yang melakukan/memberikan fasilitas streaming yang bermuatan hak

cipta kepada para pengunjung situs tetapi setelah ditelusuri lebih lanjut

lisensi atau kepemilikan atas siaran tersebut tidak dimiliki oleh situs web

streaming tersebut.

Adapun salah satu jenis dari perpanjangan tangan suatu karya

bermuatan hak cipta yang didalamnya termuat hak ekonomi atas suatu hak

cipta sehingga dapat dipergunakan oleh pihak lain melalui suatu perjanjian.

Yang dalam UU Hak Cipta meng istilahkan sebagai Lisensi, Lisensi dalam

Pasal 1 poin 20 adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak

Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak

ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.

Lisensi memuat didalamnya hak ekonomi yang memberikan pihak

lain untuk mengkomersialkan hak cipta tersebut sebagai tekenprestasinya

pihak pemilik hak cipta mendapatkan royalty (imbal jasa), Royalti dalam UU

Hak Cipta Pasal 1 paragraf 21 adalah imbalan atas pemanfaatan Hak

47
Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh

pencipta atau pemilik hak terkait. Dengan demikian royalti hadir dalam

rangka menjamin hak ekonomi dari pihak pemilik hak cipta.

Perlu diperjelas terlebih dahulu bahwa Pencurian data berupa hak

cipta merupakan pandangan penulis terkait delik tindak pidana pelanggaran

hak cipta di ranah maya berdasarkan teori dari jay S Albanese terkait

dengan “Intellectual Preoperty Theft” penulis menganggap ada benang

merah yang saling mengaitkan antara Intellectual property Theft atau

pencurian kekayaan intelektual yang merupakan induk dengan pencurian

data berupa hak cipta lalu tercetuskanlah pandangan terkait pencurian data

berupa hak cipta untuk lebih spesifik mengarah pada hal terkait

pelanggarang hak cipta dalam ranah maya (cyberspace) dalam bentuk

kejahatan siber (cyber crime).

Dalam undang-undang hak cipta suatu tindakan Pencurian

Kekayaan intelektual erat kaitannya dengan pembajakan lantaran unsur

utamanya hampir sama seutuhnya tetapi bila diteliti seksama tentu ada

perbedaan signifikan mengingat pencurian kekayaan intelektual tidak

hanya sekedar dalam bentuk penggandaan lalu didistribusikan untuk

memperoleh keuntungan ekonomi tetapi juga dengan cara lainnya seperti

Hacking ataupun Phising.

Pembajakan dalam UU Hak cipta terdapat dalam Pasal 1 poin 23

yaitu adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara

48
tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara

luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.

Hal ini memang agak sedikit runyam mengingat aturan terkait

pelanggaran hak cipta dalam ranah maya tidak diatur dalam suatu jenis

aturan tersendiri. Bila menilik pada Convention on Cybercrime atau biasa

dikenal dengan Konvensi Budapest yang dieselenggarakan di Hungaria

yang ditandatangani pada 23 November 2001 di Kota Budapest oleh Uni

Eropa, Hungaria.

Konvensi ini menghasilkan perjanjian dengan melakukan

harmonisasi hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan

meningkatkan kerjasama antar negara. Dalam konvensi tersebut dipelopori

oleh beberapa negara yang bernaung dalam Majelis Eropa (Council of

Europe) di Strasbourg, Perancis. Dengan Partisipasi dari Negara-negara

pengamat Majelis Eropa ( Council of Europe's observer) negara Canada,

Japan, Philippines, South Africa and the United States .

Poin-poin yang dihasilkan dari perjanjian kejahatan terhadap internet

dan komputer69 :

1. Akses illegal;
2. Penyadapan illegal;
3. Gangguan data;
4. Gangguan terhadap sistem;
5. Penyalahgunaan (Missuse of device);
6. Pemalsuan yang terkait dengan computer;
7. Penipuan yang terkait dengan computer;
8. Pelanggaran terkait pornografi anak;
9. Pelanggaran hak cipta dan hak-hak terkait;
10. Percobaan dan bantuan atau persekongkolan.

69
Berdasarkan Convention on Cybercrime pada 23 November 2001 di Budapest, Hungaria.

49
Yang kemudian dituangkan ke dalam beberapa perundang-

undangan yang berbeda seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik

(ITE) untuk pelanggaran HAKI pada Pasal 23, 24, 25, dan 26. Hal ini

memberikan itikad baik dari masyarakat dunia dan nasional terhadap isu

kejahatan siber yang semakin berkembang dari tahun ketahun dan perlu

adanya perlawanan dalam bentuk sistem yang tertata rapi.

Terkait dengan pencurian kekayaan intelektual khususnya dalam

ranah siber dan mencuri hak atas kekayaan intelektual televisi swasta dapat

lebih luas lagi dibandingkan hanya semata-mata melakukan pembajakan.

Sebaga contohnya saja Penulis melakukan observasi lanjutan pada saat

pagelaran piala dunia 2018 di Rusia. Penayangan Piala Dunia 2018

dipegang oleh Trans Group dengan ditayangkannya di channel Trans TV

dan Trans 7.

Melalui lisensi yang diberikan oleh pihak FIFA selaku penyelenggara

dan pemilik hak cipta atas siaran tersebut. Pihak trans Group harusnya

yang hanya berwenang menyiarkan tayangan Piala Dunia 2018 di ruang

wilayah Indonesia. Tetapi ada beberapa situs yang tanpa lisensi dengan

menggunakan Bahasa Indonesia dan dengan owner situs

berkewarganegaraan Indonesia menyiarkan tanpa hak kepada masyarakat

Indonesia dengan cara diakses melalui situs web dan memberikan

penayangan siaran langsung (livestreaming).

50
Bila mengarah pada kualifikasi pelanggaran yang berdasarkan UU

Hak Cipta Pasal 43 poin d, berbunyi tidak dianggap pelanggaran hak cipta

bila :

“pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media


teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau
menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut
menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan
tersebut.”
Jelaslah merupakan suatu pelanggaran konten hak cipta melalui

media teknologi informasi dikarenakan bersifat komersial dan pencipta

pastinya keberatan atas penyebarluasan konten tersebut lantaran

merugikan pihak FIFA selaku pemilik hak cipta dan pihak Trans Group

selaku pemilik izin penyiaran.

Penulis mencari tahu bagaimana pihak pemilik situs

mengkomersilkan konten pelanggaran hak cipta dan setelah ditelusuri.

Pihak situs mendapatkan pemasukan (passive income) melalui layanan

iklan dari situs penyedia jasa iklan atau pihak lain yang ingin mengiklankan

produknya dalam situsnya tersebut.

Hal ini lebih menjadi perhatian lantaran konvensi internasional

sampai hukum nasional telah menetapkan hal ini sebagai tindakan

pelanggaran dan merupakan kejahatan terhadap hak cipta tetapi minimnya

kesadaran masyarakat akan hal ini serta kurangnya sosialisasi terkait hak

cipta dalam ruang siber dan beberapa faktor lainnya menjadi penyebab hal

ini dapat terjadi.

51
Kendati pencurian kekayaan intelektual seringkali menjabarkan

tindakan pencurian dalam ranah kekayaan intelektual penulis lebih memilih

istilah yang lebih spesifik lagi yang dapat mengikat dengan tepat delik-delik

yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan tindak pidana pencurian

kekayaan intelektual. Sistematiknya kegiatan yang dilakukan oleh pihak

pelaku terhadap data bermuatan kekayaan intelektual yang dimiliki pihak

televisi swasta menjadikan penulis lebih memilih istilah pencurian data

sebagai spesifik dari pencurian kekayaan intelektual berupa hak cipta dan

pencurian kekayaan intelektual sebagai general lantaran hal ini dinilai

penulis dapat memberikan mispersepsi terhadap masyarakat karena

kekayaan intelektual terdapat banyak cabang di dalamnya uang salah

satunya berupa hak cipta.

Mekanisme yang dilakukan pelaku pencurian kekayaan intelektual

dalam melakukan pelanggaran dan kejahatan hak cipta berdasarkan pada

hasil observasi yang dilakukan penulis. Yaitu umumnya pelaku mendirikan

suatu atau beberapa situs yang dikelola Bersama atau dikelola secara

individu dengan tujuan untuk menghasilkan profit yang lalu dibagikan

Bersama atau hanya beberapa individu. Situs-situs yang didirikan sangat

beraneka ragam jenis konten pelanggaran hak ciptanya atau hanya satu

jenis saja jenis pelanggaran hak cipta. Seperti situs yang menyajikan konten

film-film Hollywood atau situs yang menyajikan konten-kenten film yang

tidak hanya Hollywood saja tetapi juga film-film yang diproduksi di negara

Tiongkok atau Jepang sampai bahkan film-film yang diproduksi di kawasan

Asia Tenggara.

52
Dengan masif nya peredaran produksi konten bermuatan hak cipta

yang beredar di pasaran maka semakin masif pula peredaran konten

pelanggaran hak cipta yang beredar secara illegal dalam ranah maya.

Dalam situs yang dibangun oleh developer situs tersebut konten-konten

bermuatan hak cipta yang dilanggar akan di unggah ke berbagai platform

penyedia penyimpanan data yang ada atau sistem penyimpanan yang

berbasis “cloud” atau dapat diakses dengan cara online dan dapat di unduh

atau diputar secara langsung melalui media penyimpanan tersebut.

Lalu untuk media marketing mereka menggunakan search engine

atau media sosial untuk memasarkan situs mereka yang dapat diakses oleh

berbagai kalangan asal kalangan tersebut terhubung secara online melalui

jaringan internet.

Umumnya situs yang dibangun menggunakan provider atau jasa

domain serta hosting yang berbayar untuk melancarkan orang-orang yang

disebut sebagai pengunjung situs atau “visitor” mengakses situs mereka.

Hal ini pula yang membuat masyarakat awam umumnya memilih

mengakses situs-situs tersebut dan menikmati konten pelanggaran yang

ada didalamnya lantaran keberagaman konten kemudahan mengakses

sampai bahkan pada nilai konten yang dapat diakses secara gratis tanpa

mengeluarkan uang sepeserpun.

Kendati konten yang diakses tidak memerlukan pengunjung untuk

mengeluarkan uang sepeserpun tetapi faktanya pemilik situs atau

developer situs tersebut tetap mendapatkan keuntungan komersial.

53
Dengan menaruh iklan di berbagai ruang yang terdapat disitusnya sampai

dari pihak situs ketiga seperti pada link unduh untuk konten bermuatan hak

cipta yang digunakan pemilik situs agar pengunjung dapat mengunduh film

atau video yang dirilis atau diposting oleh pihak tersebut. Dan situs khusus

yang dibuat pihak pemilik situs untuk menambang keuntungan komersial

dari penyedia jasa iklan seperti “adsense”.

Penggunaan komersial dalam konten bermuatan hak cipta dalam UU

No 28 Tahun 2014 Tentang hak cipta dilarang kecuali pihak tersebut

memiliki izin atas penggunaan hak ekonomi yang berasal dari hak cipta

tersebut.

Adsense, dalam Wikipedia AdSense adalah program kerjasama

periklanan melalui media Internet yang diselenggarakan oleh Google.

Melalui program periklanan AdSense, pemilik situs web atau blog yang

telah mendaftar dan disetujui keanggotaannya diperbolehkan memasang

unit iklan yang bentuk dan materinya telah ditentukan oleh Google di

halaman web mereka. Pemilik situs web atau blog akan mendapatkan

pemasukan berupa pembagian keuntungan dari Google untuk setiap iklan

yang diklik oleh pengunjung situs, yang dikenal sebagai sistem pay per click

(ppc) atau bayar per klik70. Merupakan salah satu cara diantara cara lain

pihak tersebut mendapatkan keuntungan secara komersial. Kendati

layanan iklan lainnya selain dari google juga bisa mereka terapkan dengan

harga atau biaya yang bervariasi tentunya.

70
Wikipedia. 2018. Adsense.https://id.wikipedia.org (diakses pada tanggal 9 Juni 2018)

54
Bila merinci secara detail dari tindak pidana pencurian data berupa

hak cipta milik stasiunn televisi swasta tak dapat dilepaskan dari tindak

kejahatan siber lantaran locus delicti dilakukan di ranah maya atau

cyberspace. Locus delicti yang terjadi mulai dari saat stasiun televisi atau

Lembaga penyiaran tersebut menyiarkan atau on air sampai pada tahap

stasiun televisi tersebut atau Lembaga pemyiaran off air kesemuannya

dilakukan menggunakan perangkat elektronik dan sering kali dengan

bantuan jaringan internet meski tidak keseluruhan.

Dari tahap inilah pihak pelanggar dan pelaku tindak pidana tersebut

bertindak baik melalui perkaman langsung dengan alat elektronik atau

dengan mengakses secara illegal data tersebut dari pihak Lembaga

penyiaran atau stasiun televisi swasta.

Data-data yang telah diakses secara illegal atau didapatkan secara

illegal kemudian disebarkan melalui beberapa jejaring internet yang ada

sampai pada situs yang telah didirikan oleh pihak pelanggar atau pencuri

kekayaan intelektual tersebut.

Perlu diketahui situs-situs yang didirikan oleh para pelaku tidaklah

terbatas pada situs semata lantaran hal tersebut hanya media perantara

saja sehingga media perantara lainnya dapat dilakukan oleh para pelaku

tersebut. Semisalnya saja di situs video sharing yang teerkenal saat ini yaitu

Youtube. Penulis menemukan adanya beberapa konten melanggar hak

cipta yang tersebar dalam jejaring berbagi video tersebut. Meskipun

Youtube telah mengetatkan aturan dan algoritma terkait konten yang

55
melanggar hak cipta masih tetap saja ada konten yang melanggar hak cipta

lantaran pihak pelanggar atau pelaku tindak pidana tersebut sangat lihai

dalam melakukan pengeditan terhadap video atau film yang diunggah

sehingga dapat lolos dari ketentuan serta algoritma yang telah diterapkan

oleh Youtube.

Mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh penulis dengan

sampel 33 orang dari berbagai perwakilan kalangan dan daerah sekitar 20

orang menganggap konten yang disediakan oleh pemilik situs pelanggar

hak cipta menyediakan tayangan TV yang diedarkan di situs memiliki

konten yang lumayan bagus yaitu sekitar 20 orang memvote atau sekitar

60,6% orang dan sekitar 8 orang atau 24,2% menganggap konten yang ada

tersebut bagus dan 3 orang atau 9,1% menganggap kualitas yang

disediakan sangat baik dan sisanya menganggap kualitas yang disajikan

konten pelanggar hak cipta yang tersebar di berbagai jaringan internet

memiliki konten yang buruk atau sekitar 2 orang (6,1%).

Hal ini dapat menarik kesimpulan alasan para pengguna ruang siber

memilih untuk mengakses konten yang disajikan di internet meskipun

melanggar hak cipta tetapi kualitas dari konten yang disajikan tidak kalah

atau malah menyamai konten yang disajikan oleh pemilik hak cipta atau

yang diberikan izin untuk mengelola hak ekonomi dari suatu ciptaan atau

dikenal dengan lisensi.

56
B. Pertanggungjawaban pidana materil terhadap pelaku dari

kejahatan pencurian data berupa hak cipta yang merupakan

salah satu dari hak atas kekayaan intelektual milik stasiun televisi

swasta

Pertanggungjawaban terhadap pencurian kekayaan intelektual atau

secara khusus berupa pencurian data berupa hak cipta berdasarkan

positifisme yang berlaku di Indonesia khususnya bila mengacu pada

Undang-undang nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dapat berupa

dalam bentuk pertanggungjawaban perdata maupun pidana jika hanya

mengarah pada hak cipta semata dalam ranah penyiaran saja yang disorot.

Tetapi bila mengarah pada aspek pidana yang ada dalam delik tersebut

seperti kejahatan dalam ruang siber. Lebih tepat bila dijatuhi

pertanggungjawaban pidana.

Bila mengaitkan definisi hak cipta dalam UU Nomor 28 Tahun 2014

Pasal 1 Ayat 1, yang berupa:

‘ Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara


otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. ‘

Hak cipta yang sejatinya merupakan hak eksklusif dapat dimintai

pertanggungjawaban terhadap para pihak atau pelaku yang menyalahi hak

cipta yang merupakan hak eksklusif.

57
Prosesi penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta.

Dapat dikatakan agak sedikit berbeda dari penyelesaian jenis perkara

lainnya. Misalnya saja dalam keperdataanya. Pengadilan yang diberikan

kewenangan untuk sengketa seperti ini ialah pengadilan niaga berdasar UU

No 28 Tahun 2014 hak cipta Pasal 95 ayat 1-4 berbunyi :

“(1)Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan melalui


alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase , atau pengadilan.
(2)Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud ayat (1)
adalah Pengadilan Niaga.

(3)Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga sebagaimana


dimaksud ayat (2) tidak berwenang menangani penyelesaian sengketa Hak
Cipta.”
(4)Selain pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait dalam bentuk
Pembajakan, sepanjang para pihak yang bersengketa diketahui
keberadaannya dan/atau berada di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui
mediasi sebelum melakukan tuntutan pidana. ‘

Sangat berbeda dibanding jenis penyelesaian perdata pada

umumnya yang dapat diselesaikan di penradilan umum dan lagi upaya

hukum dalam pengadilan niaga agak sedikit bereda dibanding pengadilan

lainnya jika upaya hukum di pengadilan umum berlaku jenjang upaya

hukum standar mulai dari banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

Pengecualian dari jenjang standar ini adalah untuk jenis-jenis putusan

tertentu seperti putusan bebas dalam ranah pidana, maka upaya hukum

yang tersedia adalah kasasi dan/atau peninjauan kembali. Berbeda dengan

pengadilan umum, di pengadilan niaga tidak dikenal upaya hukum banding.

Makanya, tidak ada pengadilan tinggi niaga. Jika salah satu pihak

58
berperkara tidak puas terhadap putusan hakim, upaya hukum yang tersedia

hanyalah kasasi. Hal sama berlaku dalam konteks kewenangan pengadilan

niaga memeriksa dan memutus sengketa merek.71

Dalam aturan formil, berdasarkan UU No 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman membagi pembagian kekuasaan, pembagian

kekuasaan terebagi atas dua yaitu, yaitu Kompetensi Absolut (Atributive

Competentie) dan Kompetensi Relatif (Distributive Competentie).

Kompetensi Absolut berdasar pada UU No 48 Tahun 2009 Tentang

Kekuasaan Kehakiman Pasal 18 Yaitu, Kekuasaan kehakiman dilakukan

oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di

bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan

oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Yang berarti kompetensi absolut merupakan kompetensi yang

berwenang mengadili antar lingkungan peradilan dan kewenangan

mengadili perkara sesuai dengan yurisdiksi masing-masing pengadilan.

Sedangkan kompetensi relatif merupakan kewenangan untuk mengadili

dalam satu lingkungan dan kewenangan mengadili berdasarkan suatu

wilayah.

Prinsip Legalitas Dalam konsiderans KUHAP huruf a, berbunyi:

”bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum

berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung

71
Manplawyers. 2017. Hal Yang Khas Dari Pengadilan Niaga http://manplawyers.co (diakses pada
tanggal 9 Juni 2018)

59
tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warganegara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 72

Tak kalah berbeda, aspek dalam penanganan pertanggungjawaban

pidana seperti yang tercantum Pasal 105 UU Hak Cipta, berbunyi:

” Hak untuk mengajukan gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta


dan/atau Hak Terkait tidak mengurangi Hak Pencipta dan/atau pemilik Hak
Terkait untuk menuntut secara pidana.”

Menunjukkan bahwa mengajukan gugatan keperdataan sama sekali

tidak mengurangi hak pencipta atau yang diberi izin oleh pemilik hak cipta

untuk menuntut secara pidana. Dalam UU Hak cipta pelanggaran hak cipta

merupakan delik aduan bukan delik umum jadi untuk terwujudnya suatu

tindak pidana wajiblah ada pihak yang merasa keberatan atau merasa rugi

sehingga dapat melakukan pengaduan kepada pihak yang berwenang.

Pertanggungjawaban tindak pidana materil dalam hal pencurian data

berupa hak cipta milik stasiun televisi swasta secara implisit tertuang dalam

Undang-Undang no 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Tepatnya dalam

Pasal 25 yang mengklasifikasikan Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran

berupa :

(1) Lembaga Penyiaran mempunyai hak ekonomi.

72
Andi Sofyan, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar (Yogyakarta: Rangkang Education, 2013),
hlm 19

60
(2) Hak ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau

melarang pihak lain untuk melakukan:

a. Penyiaran ulang siaran;

b. Komunikasi siaran;
c. Fiksasi siaran; dan/atau
d. Penggandaan Fiksasi siaran.

(3) Setiap Orang dilarang melakukan penyebaran tanpa izin dengan


tujuan komersial atas konten karya siaran Lembaga Penyiaran.

Ditambah dengan ketentuan pidana penjara dan atau pidana denda

yang diberlakukan sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang No 28

Tahun 2014 Tentang hak Cipta Pasal 118 :

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)

huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d untuk Penggunaan Secara

Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (2) huruf d yang dilakukan dengan maksud

Pembajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat

miliar rupiah).

61
Hal ini menunjukkan untuk pencurian kekayaan intelektual yang

menyinggung hak cipta yang hak ekonomi atau kepemilikannya dipegang

oleh Lembaga penyiaran atau stasiun televisi swasta dikenakan sanksi

pidana maksimal 10 (sepuluh) tahun penjara atau denda

Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Sesuai Pasal 120 UU No 28 Tahun 2014, Tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini merupakan delik aduan.

Mengarah ke unsur pencurian data mengacu Pasal 25 UU No 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya

intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya

dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan

Peraturan Perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 25 bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak

cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib

dilindungi oleh UndangUndang ini dengan memperhatikan ketentuan

Peraturan Perundangundangan.

Memberikan kewenangan bagi Undang-undang Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta untuk mengatur lebih detail perihal ketentuan

pidana dari tindak pidana ini. Dengan pemberian kewenangan secara

atribusi maka Undang-undang Hak Cipta pun peran vital terhadap kepastian

62
hukum untuk menjerat para pelaku tindak pidana pencurian kekayaan

intelektual yang khusus berupa pencurian data berupa hak cipta.

Terkait dengan statusnya yang berupa stasiun televisi swasta yang

berdiri berdasarkan pada payung hukum Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2002 Tentang Penyiaran mendefinisikan dalam Pasal 1 ayat 2 penyiaran

sebagai Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa

dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel,

dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan

bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.

Spesifiknya dibagi berdasar Pasal 13 perihal jasa penyiaran yang

kemudian dibagi atas (1) Jasa penyiaran terdiri atas: a. jasa penyiaran

radio; dan b. jasa penyiaran televisi. (2) Jasa penyiaran sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh: a. Lembaga Penyiaran

Publik; b. Lembaga Penyiaran Swasta; c. Lembaga Penyiaran Komunitas;

dan d. Lembaga Penyiaran Berlangganan.

Perihal pertanggungjawaban pelanggaran atau pencurian kekayaan

intelektual sama sekali tidak dicantumkan sama sekali perihal perlindungan

terhadap kekayaan intelektual dalam hal ini berupa hak cipta dan ketentuan

pidananya tetapi berdasarkan payung hukum yang melandasi keberadaan

stasiun televisi swasta atau Lembaga penyiaran swasta ini terdapat hak

yang terikat oleh hak cipta berupa hak siar.

63
Pasal 43 (1) Setiap mata acara yang disiarkan wajib memiliki hak

siar. (2) Dalam menayangkan acara siaran, lembaga penyiaran wajib

mencantumkan hak siar. (3) Kepemilikan hak siar sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) harus disebutkan secara jelas dalam mata acara. (4) Hak

siar dari setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan peraturan

perundangundangan yang berlaku.

Penjelasan Pasal 43 ayat 2 hak siar ialah hak yang dimiliki lembaga

penyiaran untuk menyiarkan program atau acara tertentu yang diperoleh

secara sah dari pemilik hak cipta atau penciptanya.

Ini berarti hak siar dilindungi dan diberikan kewenangan secara

atribusi juga oleh undang-undang untuk diatur kedalam undang undang

tertentu yaitu undang undang hak cipta yang mengatur dengan detail

perihal pencurian kekayaan intelektual.

Hal ini menggambarkan perihal pertanggungjawaban yang

digabungkan ke dalam UU No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Pertanggungjawaban pidana terkait pelanggaran dan perlindungan hak

cipta juga dimasukkan kedalam ketentuan pidana UU Hak Cipta sama

halnya dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Yang diubah

kedalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Transaksi dan

Informasi Elektronik .

Dalam tindak pidana ini tidak hanya sekedar pelanggaran hak cipta

semata tetapi juga proses melakukan pelanggaran hak cipta tersebut. Bila

64
mengacu pada Pasal 30 UU ITE menjelaskan secara eksplisit yang

dimaksud dengan tindakan Hacking.

Pasal 30

1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain

dengan cara apa pun.

2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa

pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik.

3. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa

pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem

pengamanan (cracking, hacking, illegal access).

Menilik dari locus delicti dari pihak yang melakukan tindak pidana ini

dan salah satu cara atau media yang dilakukan tidak terlepas dari unsur-

unsur sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 30 UU ITE yang berkaitan

dengan diaksesnya data secara illegal yang dilakukan oleh setiap orang

kepada pihak manapun itu dalam hal ini pihak stasiun televisi swasta atau

dalam uu penyiaran mengistilahkan sebagai Lembaga penyiaran swasta.

Klasifikasi yang diberikan dalam Pasal ini berupa beberapa tindakan

yang sering dikaitkan dengan kejahatan siber (cyber crime) jenis-jenis yang

umumnya dilakukan dengan cara cracking, hacking, illegal access. Atau

65
cara kombinasi dari cara yang ada sebelumnya dengan berbagai tindakan

yang dilakukan dan pengembangan dunia teknologi yang sistematis serta

dinamis.

Ketentuan pidana pun telah diatur dalam UU ITE dalam Pasal 46

yang membebankan pidana penjara dan atau juga pidana denda, tidak

tanggung-tanggung pidana yang dijatuhkan paling lama 8 (delapan) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta

rupiah). Lebih detailnya sebagai berikut :

Pasal 46

1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam

ratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus

juta rupiah).

3. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8

(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah).

Varian delik ini sangat berbeda dengan delik pencemaran nama baik

yang hanya dapat diproses apabila terjadi pengaduan atau dikenal dengan

66
delik aduan. Delik ini sama sekali tidak mencantumkan delik aduan tetapi

umumnya delik yang terjadi ini diproses apabila terjadi atau terdapat pihak

yang melakukan pengaduan. Dikarenakan scara factual ranah maya sangat

dinamis dan juga masif. Sangat sulit bagi pihak berwenang untuk

mengetahui suatu piranti atau jaringan telah terjadi tindak pidana siber.

67
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian pada pembahasan dalam

penulisan penelitian ilmiah berupa skripsi ini dapat ditarik benang merah

(kesimpulan) sebagai berikut :

1. Tindak pidana pencurian data berupa hak cipta milik stasiun televisi

swasta merupakan suatu bentuk dari Pencurian Kekayaan

Intelektual yang berkembang dan masuk ke ranah Lembaga

penyiaran swasta.

2. Lembaga penyiaran swasta yang menjadi pemilik atau diberikan izin

mengelola hak ekonomi dalam terjadinya variasi dari delik ini tidak

hanya dapat melakukan penuntutan secara keperdataan tetapi dapat

melakukan penuntutan secara pidana.

3. Bila dicermati lebih detail tindak pidana pencurian data ini atau

pencurian kekayaan intelektual ini tujuannya mengakses dan lalu

mengelola hak cipta secara ilegal melalui media siber dalam ruang

siber (cybercrime) dengan cara mengakses dan menyebarkan

secara melawan hukum dengan melakukan delik kejahatan siber.

4. UU ITE yang berlaku dinilai kurang spesifik terhadap tindak pidana

yang telah diakui secara internasional melalui konvensi

internasional. yang dilakukan para pelaku di ranah maya, tidak

adanya aturan khusus perihal kejahatan siber yang secara khusus

68
mengatur tindak pidana kejahatan terhadap ha katas kekayaan

intelektual dalam ranah dan atau hak-hak lain yang dapat

dikomersilkan dan dimanfaatkan oleh pihak yang sama sekali tidak

memiliki izin dari pemilik hak dalam ranah maya atau ruang siber

(cyberspace). Seperti aturan kejahatan khusus yang mengatur

tentang tindakan Hacking, Cracking, Phising dan bahkan Carding

dan jenis kejahatan lain di ranah maya yang telah berkembang

hingga saat ini..

B. Saran

1. Perlu adanya aturan khusus perihal kejahatan siber yang secara

khusus mengatur tindak pidana kejahatan terhadap ha katas

kekayaan intelektual dalam ranah dan atau hak-hak lain yang dapat

dikomersilkan dan dimanfaatkan oleh pihak yang sama sekali tidak

memiliki izin dari pemilik hak dalam ranah maya atau ruang siber

(cyberspace). Seperti aturan kejahatan khusus yang mengatur

tentang tindakan Hacking, Cracking, Phising dan bahkan Carding

dan jenis kejahatan lain di ranah maya yang telah berkembang

hingga saat ini..

2. Kepada para penikmat atau penonton siaran atau sering mengunduh

atau pernah mengunduh film atau yang sejenisnya yang bermuatan

hak cipta di situs atau sejenisnya yang tidak memiliki izin atau lisensi

untuk mengelola hak cipta tersebut sebaiknya berpindah ke situs

atau produk official yang dimiliki atau yang disiarkan pemilik atau

yang memiliki izin mengelola. Lantaran hal ini demi mewujudkan

69
keteraturan hukum dan juga mendukung developer resmi untuk

mengembangkan karyanya dan sebagai bentuk mengapresiasi

karya yang dimiliki oleh pemilik hak cipta tersebut.

3. Kepada para pelaku idealnya hal tersebut sebenarnya tidak terlalu

dipermasalahkan oleh pemilik hak cipta sepanjang tidak

dilakukannya komersialisasi terhadap produk dari pemegang hak

cipta atau yang diberikan izin, dan lebih ideal lagi bila sebelumnya

meminta izin dan telah diizinkan oleh si pemilik hak cipta. Berkaca

dari beberapa fansubber (fan penerjemah) yang benar-benar

memiliki integritas yang ada yang sama sekali tidak memungut biaya

atau tidak mengkomersilkan hasil sub yang disebarkan dan apabila

ditegur atau tidak disetujui oleh pemilik konten (hak cipta) maka

mereka rela untuk menghapus konten tersebut.

70
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Adrian Sutedi. 2009. Hak Atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:Sinar
Grafika.
Ahmad M. Ramli. 2004. Cyber Law & HAKI Dalam Sistem Hukum
Indonesia. Bandung:Refika Aditama.
Andi Sofyan. 2013. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar.
Yogyakarta:Rangkang Education.
Ashley Packfard. 2010. Digital Media Law. United Kingdom:Blackwell.
Ermansjah Djaja. 2009. Hukum Hak Kekayaan Intelektual.
Jakarta:Sinar Grafika.
George Ritzer. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana.
Jay S. Albanese. 2006. Combating Piracy: Intellectual Property Theft
and Fraud. USA:Transaction Publishers.
Joshua B.Hill & Nancy E Marion. 2016. Introduction to Cybercrime
Computer Crimes, Laws, and Policing in The 21st Century.
California:Praeger.
Judhariksawan. 2013. Hukum Penyiaran. Depok:Rajawali Pers.
Maskun. 2013. Kejahatan Siber (Cyber Crime) Suatu Pengantar.
Jakarta:Kencana.
Niniek Suparni. 2009. Cyberspace Problematika dan Antisipasi
Pengaturannya. Jakarta:Sinar Grafika.
Peter Mahmud Marzuki. 2016. Penelitian Hukum (Edisi Revisi).
Jakarta:Kencana.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. 2014. Penelitian Hukum Normatif
Suatu TInjauan Singkat. Jakarta:Rajawali Pers
Sumantoro. 2008. Hukum Ekonomi. Jakarta:Universitas Indonesia.
Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset
Intelektuual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta:Grasindo.
Yesmil Anwar & Adang. 2013. Kriminologi. Bandung:Refika Aditama.
Dokumen:
Convention On Cybercrime Budapest, 23.XI.2001
Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Eletronik
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Eletronik
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

71
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1997
Internet
Alyssa Rosenberg. 2017. HBO is hacked, and Game of Thrones
episodes may have leaked out.
https://www.washingtonpost.com (diakses pada tanggal 8
Juni 2018)
Crime Survey For England and Wales (CSEW). 2016. Overview of
fraud statistics: year ending Mar 2016.
https://www.ons.gov.uk (diakses pada tanggal 7 Juni 2018)
Crime Survey For England and Wales (CSEW). 2016. Overview of
fraud and computer misuse statistics for England and Wales.
https://www.ons.gov.uk (diakses pada tanggal 7 Juni 2018)
Manplawyers. 2017. Hal Yang Khas Dari Pengadilan Niaga.
http://manplawyers.co (diakses pada tanggal 9 Juni 2018)
Statista. 2017. Types of cyber attacks experienced by companies
worldwide as of August 2017. https://www.statista.com
(diakses pada tanggal 8 Juni 2018)
The Guardian. 2017. US prosecutors charge Iranian with Game of
Thrones hack. https://www.theguardian.com (diakses pada
tanggal 8 Juni 2018)
Transmedia. 2018. Pengertian Database.
https://www.termasmedia.com (diakses pada tanggal 8 Juni
2018)
Wikipedia. 2018. Adsense.
https://id.wikipedia.org (diakses pada tanggal 9 Juni 2018)
Jurnal
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen
Perindustrian, Kebijakan Pemerintah Dalam Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual Dan Liberalisasi Perdagangan Jasa
Profesi Di Bidang Hukum. Jakarta 2007.
Supanto. Perkembangan Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber
Crime) dan Antisipasinya Dengan Penal Policy. Yustisia. Vol.5
No. 1. Januari-April 2016.
Trias Palupi Kurnianingrum. “The New Material On Copyright Act
Number 28 Year 2014” Materi Baru Dalam Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2014. Negara Hukum. Vol.6 No. 1. Juni
2015.

72
Yurisprudensi:
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan No
Putusan.3482/Pid.B/2012/PN.Sby

73
74
75
76

Anda mungkin juga menyukai