com - Indonesia menjadi salah satu sasaran peredaran narkoba yang didistribusikan dari
luar negeri. Salah satu alasannya, mereka melihat jumlah pecandu narkoba di Tanah Air terus
meningkat.
Dari data yang dimiliki Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba di Indonesia mencapai
4,2 juta jiwa.
"Penyalahgunaan (narkoba) di Indonesia cukup tinggi. Kalau diangkakan 4,2 juta jiwa, tentu 4,2 juta
ini memerlukan suplai narkoba," kata Kepala BNN, Komjen Anang Iskandar, di Gedung SMESCO
UKM, Pancoran, Jakarta, Minggu (23/11).
Untuk menekan peredaran narkoba di Indonesia, lanjutnya, para pengguna sebaiknya diberi
hukuman rehabilitasi bukan dipidana. "Karena tugas kita mencegah agar tidak ada pengguna baru,"
ujarnya.
Ke depan, tambah Anang, pihaknya juga akan mewaspadai jalur pengiriman narkoba lewat jalur laut.
Seperti diketahui, saat ini pengiriman narkoba lewat jalur darat dan udara sudah sangat biasa terjadi.
"Laut akan jadi perhatian kita ke depan, karena pelabuhan bisa dijadikan pengiriman barang. Kita
kerjasama Menhub dan AL, kita punya kerjasama dengan AL," tutup Jenderal Bintang tiga ini.
Atas dasar dua artikel tersebut, saya tergerak untuk melakukan penelitian sederhana terkait
kondisi peredaran narkoba di Indonesia, dimana Presiden Jokowi menyebut bahwa saat ini
Indonesia dalam situasi darurat narkoba. Situasi darurat tersebut sebagai dasar bagi
Pemerintah Indonesia untuk terus men”sukabumi”kan eksportir, importir, produsen, bandar
dan pengedar narkoba yang tertangkap dan sudah diputus dengan hukuman mati in kracht
dengan cari tembak mati (firing aquad) setelah permohonan grasi para terpidana mati kasus
narkoba itu ditolak oleh Presiden.
Sumber Gambar
Saya yakin pada dasarnya Pemerintah Indonesia saat ini yang jauh lebih tegas dibanding
pemerintah sebelumnya, menjalankan apa yang disebut dengan melindungi warga negaranya
dari kehancuran generasi mudanya dari kematian sia-sia yang mengenaskan akibat
mengkonsumsi narkoba. Dengan dieksekusinya para terpidana mati itu diharapkan bisa
membuat pelaku lainnya jerih atas ketegasan Pemerintah Indonesia, dan segera menghentikan
bisnis barang tersebut dari bumi Indonesia. Upaya eksekusi ini adalah salah satu upaya lain,
selain dengan sebisa mungkin Pemerintah merehabilitasi korban narkoba yang jumlahnya
meningkat secara signifikan. Artikel ini tidak membahas isu rehabilitasi termaksud.
Semoga artikel ini bermanfaat memberikan gambaran dan pemahaman latar belakang
pelaksanaan hukuman mati yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia akhir-akhir ini,
khususnya para pegiat HAM yang aktif menghambat pelaksanaan hukuman mati itu dengan
berbagai alasan. Silakan menyimak hasilnya sebagai berikut.
Ceruk pasar yang luar biasa inilah yang menarik para mafia narkoba luar negeri beramai-
ramai menyerbu Indonesia dengan berbagai cara. Didukung oleh Indonesia sebagai negara
yang berkembang ke arah kemajuan, pertumbuhan ekonomi yang baik menyebabkan tingkat
hidup yang lebih baik, daya beli yang meningkat, namun sekaligus memberikan peluang gaya
hidup masyarakatnya yang hedonis yang mampu membeli berapapun harga barang haram itu.
Ribuan pulau yang tersebar yang dimiliki Indonesia rupanya dimanfaatkan menjadi titik
masuk yang strategis bagi mafia narkoba untuk memasukkan barang haram tersebut ke dalam
wilayah Indonesia. Setelah banyak digagalkan melalui bandara-bandara yang ada oleh para
penegak hukum Indonesia, para mafia itu saat ini mengalihkan rute pasokan barang melalui
laut dan wilayah perbatasan.
Para mafia narkoba itu tak masuk ke dalam wilayah Indonesia begitu saja. Sebelum memasok
anggota mereka terlebih dahulu mempelajari dan menyelidiki situasi baik keamanan,
personal, hukum dan perundang-undangan negara Indonesia, bahkan peralatan yang dimiliki
oleh aparat penegak hukum Indonesia. Disamping mereka menyamar dan berbaur dengan kita
semua, misalnya sebagai nelayan yang rutin melaut untuk memancing dan menangkap ikan,
dan sebagainya. Yang paling sering dilakukan adalah dengan cara menikahi wanita-wanita
setempat agar tidak dicurigai dan bisa berbaur secara sosial. Dari anggotanya yang menyamar
itulah para mafia itu mendapatkan pasokan informasi yang penting untuk membuat strategi
pemasaran barang haram ke Indonesia. Aktivitas penyamaran dan peredaran ini dilakukan
selama bertahun-tahun, sehingga para mafia itu berhasil “panen raya” dari hasil kerja keras
itu dalam waktu beberapa tahun belakangan ini.
S
umber Gambar
Menurut penjelasan pangamat hukum Asep Iwan Iriawan, para mafia itu berpikir bahwa
vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan dan seumur hidup, hukuman mati
di Indonesia hanya di atas kertas. Hukuman mati hanya berlaku untuk kejahatan teroris dan
pembunuhan berencana. Bahkan di dalam penjara pun para mafia yang tertangkap dan
diputus hukuman mati pun masih bisa mengendalikan dan menjalankan bisnis narkoba. Tak
ada eksekusi mati di Indonesia. Itu pikiran mafia terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Sumber Gambar: Infodatin 2014 Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Juga, penjelasan dari Sumirat, menurut pengakuan salah satu anggota mafia narkoba yang
tertangkap yang akhirnya bekerjasama dengan penegak hukum bahwa di Indonesia bisa
melakukan pencucian uang dalam bentuk pemberian donasi pada lembaga atau aktivis
tertentu yang berkampanye anti hukuman mati untuk mengganggu dan mempengaruhi
kebijakan pemerintah.
Direktur PLRIP-BNN Ida Utari pada Rakernis Terapi Rehabilitasi Napza pada 20 Maret 2014
di Kementrian Kesehatan menyebut di seluruh dunia pecandu berat narkoba berjumlah antara
15.5 juta - 38.6 juta. Prevalensi pengguna narkoba dunia adalah sekitar 5%, sedangkan
Indonesia pada 2015 diperkirakan sebesar 2.8%, ada kenaikan hampir dua kali lipat dalam 10
tahun terakhir (tahun 2004 prevalensi 1.75%). Tak ada penururan sama sekali selama 10
tahun terakhir. Lihat Tabel-2.
Mencermati angka prevalensi dalam unit juta orang (Tabel-3) di tahun 2015, dimana apabila
tidak ada penghambat peredaran narkoba, maka di Indonesia akan diperkirakan sekitar 5.1
juta orang akan menjadi pengguna narkoba atau di antara 50 orang WNI ada satu pengguna
narkoba. Asumsi penduduk Indonesia 250 juta orang. Bisa jadi setiap lembaga yang
mempunyai staf lebih dari 50 orang dipastikan ada diantaranya pengguna narkoba. Jika
demikian lembaga penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, KPK, kehakiman), lembaga
hankam, lembaga tinggi negara lain, perusahaan swasta dan milik negara di Indonesia
dipastikan terdapat pengguna narkoba. Ini sungguh amat gila, sekaligus cepat atau lambat
bisa menghancurkan kelangsungan bangsa Indonesia.
Selain itu, hasil penelitian bersama antara BNN dan Puslitkes-UI yang dilakukan pada 2012,
Kapuslitdatin BNN Darwin Butar Butar mengungkap bahwa pengguna narkoba menurut
tingkat ketergantungan adalah sekitar 3.8 juta - 4.2 juta orang dengan rincian sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel-4. Diungkapkan pula dalam dialog yang dipandu oleh presenter
Beritasatu TV Veronica Moniaga, Sumirat menyebut bahwa setiap hari tercatat 50 orang
meninggal karena narkoba, sebagaimana juga disebut oleh Presiden Jokowi dalam
wawancaranya dengan wartawan CNN Christine Amanpour 27 Januari 2015.
Oleh karena, kita semua tidak menghendaki situasi yang demikian, maka tentu saja kita harus
mendukung upaya pemerintah untuk memutus peredaran narkoba dengan memberikan
hukuman mati kepada penyalahguna narkoba.
——-mw——-