Anda di halaman 1dari 3

Experiental Learning

Istilah “experiential learning” merupakan peengetahuan merupakan hasil perpaduan antara


memahami dan mentransformasi pengalaman. Sehingga individu tidak serta merta percaya
dengan apa yang disampaikan oleh orang lain tapa ada validasi, dengan apa yang dilakukan
sehingga Istilah “experiential learning” yaitu meggunanakan pemahaman bahwasanya belajar
melalui dengan pengalaman-pengalaman yang dilakukan oleh individu (Kolb, 1984). Dalam hal
ini nanti akan membantu konseli dalam memahami kesiapan kerja yang akan atau yang sudah
dilakukan oleh siswa SMK dengan yang mereka alami baik dari praktik langsung ataupun yang
akan direncakan untuk masa depan. Metode experiential learning dapat dilakukan dalam kegiatan
bimbingan dan konseling, dilakukan secara klasikal maupun secara kelompok.
Dalam layanan bimbingan kelompok ada berbagai macam teknik, seperti expository ceramah,
diskusi, brainstorming, problem solving, permainan peran, permainan simulasi, karya wisata, dan
lain-lain. Melalui teknik yang dipaparkan, beberapa teknik sangat memungkinkan untuk
diterapkan metode experiential learning yaitu dengan adanya tindakan-tindakan langsung.
Teknik yang digunakan seharusnya juga yang mampu memfasilitasi dan mendorong keaktifan
serta keterlibatan siswa dalam kegiatan layanan (N. E. Safitri, 2019)
Pembelajaran experiential digambarkan dalam suatu siklus pembelajaran yang terhirarki pada
masing-masing fase. Terdapat empat tahapan metode belajar berbasis pengalaman, yaitu concrete
experience, refective observation, abstract conceptualization, dan active experimentation
(Firestone, 2015).
Pada penelitian mengenai metode pembelajaran experiential learning yang dilakukan oleh Lestari
dkk. (2014) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode experiential learning
mempunyai pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik. Kemudian penelitian
yang dilakukan oleh Anggara dan Komang (2012) menyatakan bahwa model experiential
learning sangat relevan diterapkan untuk mengembangkan konsep diri dan pemahaman konsep.
Model experiential learning dalam sejarah kemunculannya dikembangkan oleh Tiga orang, yaitu
Kurt Lewin, John Dewey, dan Jean Piaget, sebelum akhirnya Disempurnakan dan dipopulerkan
oleh David A. Kolb. Berikut penjelasan terkait Model experiential learning masing-masing
tokoh.

a. Kurt Lewin
Model experiential learning Kurt Lewin, yang lebih populer dikenal Dengan Model Penelitian
Tindakan dan Pelatihan Laboratorium (Model of Action Research and Laboratory Training)
merupakan model yang Memfasilitasi pembelajaran, perubahan, dan pertumbuhan dengan baik
Dalam sebuah proses terpadu yang dimulai dari pengalaman, diikuti dengan Pengumpulan data,
dan observasi tentang pengalaman itu sendiri. Data Tersebut kemudian dianalisis dan kesimpulan
dari analisis ini diberikan Kembali kepada para pelaku dalam pengalaman untuk penggunaannya
Dalam modifikasi perilaku mereka dan pilihan pengalaman baru.
Dua aspek yang sangat penting dari model pembelajaran Lewin, yaitu Pertama adalah
penekanannya pada pengalaman yang konkret (concrete Experience) untuk memvalidasi dan
menguji konsep-konsep abstrak. Pengalaman pribadi langsung adalah titik fokus untuk belajar,
memberikan Kehidupan, dan makna pribadi yang subjektif ke konsep abstrak. Pada saat Yang
sama memberikan titik referensi yang konkret, dan dibagikan secara Publik untuk menguji
implikasi dan validitas ide yang diciptakan selama Proses pembelajaran. Ketika manusia berbagi
pengalaman, mereka dapat Berbagi sepenuhnya, konkret, dan abstrak. Kedua, didasarkan pada
proses Umpan balik
b. Model John Dewey
Model John Dewey sangat mirip dengan model Lewinian, namun Dewey membuat lebih
eksplisit sifat perkembangan pembelajaran yang tersirat dalam konsep Lewin sebagai proses
umpan balik dengan menggambarkan bagaimana pembelajaran mengubah impuls, perasaan, dan
keinginan pengalaman konkret menjadi tindakan terarah yang lebih tinggi. Menurut Dewey
(1938: 69), pembentukan tujuan (purpose) merupakan operasi intelektual yang agak rumit. Hal
ini melibatkan: (1) pengamatan (observation) kondisi sekitarnya; (2) pengetahuan (knowledge)
tentang apa yang telah terjadi dalam situasi serupa di masa lalu, pengetahuan yang diperoleh
sebagian oleh rekoleksi, informasi, saran, dan peringatan dari mereka yang telah memiliki
pengalaman yang lebih luas; dan (3) penilaian (judgment), yang mengumpulkan apa yang
diamati dan apa yang diingat untuk melihat apa yang mereka tunjukkan.
c. Model Jean Piaget
Model experiential learning Jean Piaget atau yang dikenal dengan model Model of Learning and
Cognitive Development, dimensi pengalaman, konsep, refleksi, dan tindakan membentuk dasar
berkelanjutan untuk pengembangan ke arah dewasa. Dalam istilah Piaget, kunci untuk belajar
terletak pada interaksi timbal balik dari proses akomodasi konsep atau skema untuk mengalami
di dunia, serta proses asimilasi peristiwa dan pengalaman dari dunia ke dalam konsep dan skema
yang ada. Belajar merupakan hasil adaptasi yang cerdas dari ketegangan yang seimbang antara
kedua proses ini, yaitu akomodasi dan asimiliasi. Proses pertumbuhan kognitif dari kongkret ke
abstrak, dan dari aktif ke reflektif didasarkan pada transaksi secara terus menerus antara asimilasi
dan akomodasi, yang terjadi dalam tahap berurutan, yang masing-masing menggabungkan apa
yang telah terjadi sebelumnya menjadi fungsi kognitif baru yang lebih tinggi. Dalam proses ini
lingkungan memainkan peran utama dalam membentuk ide dan niat anak. Dalam tahap-tahap
perkembangan kognitif yang dikemukan oleh Piaget, salah satu segmennya Piaget
mengungkapkan tentang istilah concrete operations, yang menekankan pada pembelajaran yang
diatur oleh logika kelas dan relasi dengan gaya belajar yang lebih asimiliatif. Pada tahap ini,
anak semakin meningkatkan kemandiriannya dari dunia pengalaman langsungnya melalui
pengembangan kekuatan induktif. Selanjutnya, anak mulai bergantung pada konsep dan teori
untuk memilih dan memberi bentuk pada pengalamannya (Klob, 2014: 34-35).
d. Model David A. Klob
Model experiential learning David A. Klob merupakan model penyempurnaan dari tiga model
sebelumnya. Klob menggambarkan experiential learning sebagai pandangan dinamis
pembelajaran berdasarkan siklus belajar yang didorong oleh resolusi dialektika ganda dari
tindakan/refleksi dan pengalaman/abstraksi. Pembelajaran didefinisikan sebagai "proses di mana
pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman" (Klob, 2014: 49). Model ini
mendefinisikan pembelajaran sebagai sebuah proses yang didapatkan melalui kombinasi antara
memperoleh pengalaman (grasping experience) dengan mentransformasi pengalaman
(transforming experience). Memperoleh pengalaman mengacu pada proses mengambil informasi,
dan mentransformasi pengalaman adalah bagaimana individu menafsirkan dan bertindak atas
informasi itu. Model ini menggambarkan dua mode yang terkait secara dialektik dari grasping
experience, yaitu Concrete Experience (CE) dan Abstract Conceptualization (AC), dan dua mode
yang berhubungan dialektik dengan transforming experience, yaitu Reflective Observation (RO)
dan Active Experimentation (AE)

Anda mungkin juga menyukai