Anda di halaman 1dari 21

8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan suatu perubahan sikap yang dialami akibat dari
pengalaman. Ini berarti, kegiatan belajar hampir tidak pernah lepas dari seluruh
kegiatan manusia. Upaya dalam mewujudkan perubahan tingkah laku tersebut
membutuhkan proses sebagaimana yang dinyatakan oleh Abdillah (dalam
Abdurrahman, 2011: 35) bahwasanya: “Belajar adalah usaha sadar yang dilakukan
oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman
yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor untuk
memperoleh tujuan tertentu.”
Morgan dalam Suprijono (2010: 3) menambahkan pendapatnya tentang
belajar bahwa: “Learning is any relatively permanent change in behavior that is a
result of a past experience. (Belajar adalah perubahan tingkah laku yang bersifat
permanen sebagai hasil dari pengalaman)”.
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dengan
serangkaian kegiatan dan perubahan tersebut bersifat relatif menetap. Seperti
proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman”. Hal yang senada juga diungkapkan oleh Abdurrahman (2011:28),
bahwa :“ Belajar merupakan suatu proses dari seorang individu yang berupaya
mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut hasil belajar, yaitu suatu bentuk
perubahan perilaku yang relatif menetap”.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perbuatan belajar
terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan
suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut haruslah
disadari oleh individu yang belajar dan harus bersifat positif, terjadi karena peran
aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara.
9

Peristiwa belajar harus disertai dengan proses pembelajaran agar lebih


terarah dan sistematik. Pembelajaran dapat dikatakan sebagai aktivitas
penyampaian ilmu dalam berbagai situasi belajar bagi siswa dalam mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
Trianto (2011:17) menyatakan bahwa “Pembelajaran hakikatnya adalah
usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan
interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan
yang diharapkan”. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan
interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya
terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Belajar matematika merupakan suatu proses psikologi berupa kegiatan
aktif dalam upaya seseorang untuk merekonstruksi, memahami atau menguasai
materi agar tercapai tujuan belajar. Sedangkan pembelajaran matematika
merupakan proses belajar-mengajar yang merupakan perpaduan antara dua aspek
yang saling mempengaruhi, yaitu aspek belajar yang dilakukan oleh siswa sebagai
peserta didik dan aspek mengajar yang dilakukan oleh guru sebagai pendidik.
Proses belajar yang terjadi berorientasi pada apa yang harus dilakukan peserta
didik sebagai subjek yang berperan membangun pengetahuan, sedangkan proses
mengajar berorientasi kepada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
fasilitator pembelajaran.
2.1.2 Hasil Belajar
Setiap orang tentu saja mengharapkan adanya hasil dalam setiap aktivitas
yang ia lakukan. Demikian halnya dengan aktivitas belajar mengajar, tentu
diharapkan kita mampu memperoleh hasil yang baik melalui serangkaian tujuan
yang telah ditentukan. Menurut pendapat Abdurrahman (2011:37) tentang hasil
belajar bahwa:“Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang relatif
menetap”. Jadi hasil belajar adalah perubahan yang diakibatkan dari
pengalamannya.
10

Purwanto (2011:45) menambahkan “Aspek perubahan itu mengacu kepada


taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson, dan
Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Menurut Bloom
(dalam Suprijono, 2010: 6-7) :
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension
(pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerakan),
analysis (menguraikan, menentukan hubuungan), synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakteristisasi). Domain psikomotorik
meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual.
Dari uraian di atas tergambarkan bahwa hasil belajar merupakan hal yang
dicapai siswa dalam proses belajarnya yang turut dipengaruhi oleh kesuksesan
proses pembelajaran yang dikemas oleh guru. Pembelajaran yang baik akan
memberikan hasil belajar yang baik pula, demikian sebaliknya pembelajaran yang
kurang baik akan memberikan hasil belajar yang kurang baik.
2.1.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Trianto (2011:69) menyatakan bahwa : “Model pembelajaran Problem
Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada
banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan yang autentik yakni
penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang
nyata”.
Problem Based Learning memiliki gagasan bahwa pembelajaran dapat
dicapai jika kegiatan pendidikan dipusatkan pada tugas-tugas atau permasalahan
yang otentik, relevan, dan dipresentasikan dalam suatu konteks. Pembelajaran
berbasis masalah (Probelem-based learning), merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
Aspek penting dalam PBL adalah bahwa pembelajaran dimulai dengan
permasalahan dan permasalahan tersebut akan menentukan arah pembelajaran
dalam kelompok.
11

Dalam model pembelajaran Probem Based-Learning, fokus pembelajaran


ada pada masalah yang dipilih sehingga pembelajar tidak saja mempelajari
konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah
untuk memecahkan masalah tersebut. Model Pembelajaran Probem Based-
Learning digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dengan situasi
berorientasi pada masalah. Dengan model ini, siswa dapat berpikir kritis dan lebih
kreatif dalam belajar.
Maka berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) berbeda dengan
model pembelajaran yang lain, pembelajaran ini menekankan pada presentasi ide-
ide atau demonstrasi keterampilan siswa. Peran guru dalam model pembelajaran
ini adalah menyajikan masalah. Pembelajaran masalah dilain pihak berlandaskan
kepada psikologi kognitif sebagai pendukung teoritisnya. Fokus pembelajaran
tidak begitu banyak pada apa yang dilakukan siswa (perilaku), melainkan kepada
apa yang dipikirkan siswa (kognisi) pada saat mereka melakukan kegiatan itu.
Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan
penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun yang lazim adalah berperan sebagai
pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar memecahakan masalah oleh
mereka sendiri.
Sebagai suatu model pembelajaran, PBL memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya :
1) PBL merupakan tehknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran.
2) PBL dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
3) PBL dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4) PBL dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5) PBL dapat membantu siswa mengembangkanpengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam penbelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu,
12

PBL juga dapat mendorong untuk dapat melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun hasil belajarnya.
6) Melalui PBL bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran,
pada dasarnya merupakan cara berpikir, dam sesuatu yang dimengerti oleh
siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
7) PBL dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
8) PBL dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
kemampuan baru.
9) PBL dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan mereka dalam dinia nyata.
10) PBL dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerusbelajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal terakhir.
Selain keunggulan, PBL juga memiliki kelemahan :
1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk di pecahkan, maka mereka akan
merasa enggan untuk mencoba.
2) Akan membutuhkan waktu yang banyak untuk dapat menerapkan PBL agar
siswa dapat bekerja semaksimal mungkin.
2.1.3.1 Sintaks Pembelajaran Problem Based Learning

Tabel 2.1. Tahapan-tahapan Problem Based Learning

Fase Tingkah Laku Guru

Fase – 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan


logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau
Orientasi siswa pada demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah,
masalah memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan
masalah yang dipilih.

Fase – 2 Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan


mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
Mengorganisasi siswa dengan masalah tersebut.
untuk belajar

Fase – 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan


13

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,


untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
Membimbing masalah.
penyelidikan individual
maupun kelompok

Fase – 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan


menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
Mengembangkan dan dan model serta membantu mereka untuk berbagi
menyajikan hasil karya tugas dengan semuanya.

Fase – 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau


evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-
Menganalisis dan proses yang mereka gunakan.
mengevaluasi proses
pemecahan masalah

Sumber : Trianto (2011:71)


Pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning meliputi
beberapa kegiatan yaitu :
Fase -1: Mengorientasi siswa pada masalah
Pada kegiatan ini guru memulai pelajaran dengan memberikan salam
pembuka, mengingatkan siswa tentang materi pelajran yang lalu, memotivasi
siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan model pembelajaran
yang akan dijalani. Pada kegitan ini guru mengajukan permasalahan yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sesuai dengan materi yang diajarkan yaitu
kubus dan balok, melalui pemberian Lembar Aktivitas Siswa. Selain itu guru juga
meminta siswa untuk mempelajari masalah tersebut dan menyelesaikannya secara
berkelompok.
Fase - 2: Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Dalam tahap ini, pertama guru meminta siswa untuk berkelompok sesuai
dengan kelompoknya masing-masing. Pembagian kerlompok dapat dilakukan
berdasarkan kesepakatan bersama anatar siswa dan guru. Membimbing siswa
untuk berkaloborasi. Dalam hal ini guru juga membimbing siswa untuk aktif
dalam pembelajaran, mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Fase - 3: Membantu siswa memecahkan masalah
14

Pada tahap ini, siswa melakukan penyelidikan/pemecahan masalah secara


bebas dalam kelompoknya. Guru bertugas mendorong siswa mengumpulkan data
dan melaksanakan eksperimen aktual hingga mereka benar-benar mengerti
dimensi situasi permasalahannya. Tujuannya adalah agar siswa mampu
mengumpulkan informasi yang cukup yang diperlukan untuk mengembangkan
dan menyusun ide-ide mereka sendiri. Untuk itu guru harus lebih banyak tahu
tentang masalah yang diajukan agar mampu membimbing siswa dan memecahkan
masalah.
Fase - 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah
Pada tahap ini guru memilih secara acak kelompok yang mendapat tugas
untuk mempresentasikan hasil diskusinya, serta memberikan kesempatan pada
kelompok lain untuk menanggapi dan membantu siswa mengalami kesulitan.
Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan
penyusunan siswa terhadap materi yang disajikan.
Fase - 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada tahap ini guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah yang telah mereka kerjakan. Sementara itu siswa
menyusun kembali hasil pemikiran dan kegiatan yang dilampaui pada tahap
penyelesaian masalah.
2.1.3.2 Teori Belajar yang Mendukung Model Problem Based Learning
Menurut Dewey (Trianto, 2011:67) : “Belajar berdasarkan masalah adalah
interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua arah
belajar dan lingkungan”. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa
bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan
itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang
diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna
memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pengajaran Problem Based-Learning dimulai dengan disajikannya kepada
siswa suatu masalah otentik dan bermakna. Teori belajar Jerome S. Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir
15

bersamaan, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji


relevansi dan ketepatan pengetahuan. Teori belajar Bruner dengan pendekatan
pengajuan masalah matematika dapat dilakukan dengan cara melibatkan siswa
secara aktif untuk mengkonstruksi dan mengajukan masalah, soal, atau pertanyaan
matematika sesuai dengan situasi yang diberikan. Misalnya, siswa menyusun dan
mengaitkan ide - ide yang disediakan dengan skema yang dimiliki oleh siswa.
Pengajuan masalah dapat dilakukan oleh siswa baik secara individu, berpasangan
atau berkelompok. Ketiga cara tersebut dapat menjadi penghubung antar topik
yang diajarkan oleh guru dengan skema yang dimiliki siswa.
2.1.4 Model Pembelajaran TPS (Think Pair Share)
Model Pembelajaran Think-Pair-Share pertama kali dikembangkan oleh
Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Arends (dalam Trianto,
2011 : 81) menyatakan bahwa, think pair share merupakan suatu cara yang efektif
untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi yang membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Dari uraian di atas think-pair-share memberikan siswa lebih banyak
waktu untuk berpikir, untuk merespon, dan untuk saling membantu. Sedangkan
pengertian Think-Pair-Share menurut Trianto (20011:81 “Model think pair share
(TPS) atau berpikir berpasangan adalah jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan Think-Pair-
Share (TPS) adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tahap thinking (berpikir),
pairing (berpasangan), dan sharing ( berbagi).
Model Think-Pair-Share atau saling bertukar pikiran secara berpasangan
ini mampu meningkatkan kemampuan berpartisipasi siswa dalam proses belajar
mengajar, sehingga para siswa akan berinteraksi lebih baik dalam kelas dan akan
16

mampu untuk mengemukakan pendapat dalam kelas, kemampuan untuk


mengungkapkan pendapat ini adalah salah satu cara siswa untuk memahami
materi yang sedang diberikan oleh guru. Bentuk pengungkapan pendapat ini dapat
berapa pertanyaan dan akan tetapi dapat juga berupa pertanyaan. Pertanyaan akan
membuat para siswa yang akan aktif lebih mengerti dan memahami materi
demikian juga halnya dengan pertanyaan.
Untuk mengetahui tentang model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)
kita juga perlu mengetahui karakteristiknya Menurut Trianto (2011:81)
“Karakteristik Think-Pair-Share (TPS) ada 3 langkah utama yang dilaksanakan
dalam proses pembelajaran, yaitu langkah Think (berpikir secara individu), Pair
(berpasangan) dan Share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau dengan
seluruh kelas)”. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Think ( berpikir)
Pada tahap think, guru mengajukan suatu pernyataan atau masalah yang
dikaitkan dengan pembelajaran, siswa ditugasi untuk berpikir secara mandiri
mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Dalam menentukan batasan
waktu pada tahap ini guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa
untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Kelebihan dari tahap ini adalah
adanya teknik “time” atau waktu berpikir yang memberikan kesempatan pada
siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan
tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah
adanya siswa yang berbicara, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan
sendiri.
2) Pair (berpasangan)
Langkah kedua ini guru menugasi siswa untuk berpasangan dan diskusikan
mengenai apa yang telah mereka pikirkan. Interaksi selama proses ini dapat
menghasilkan jawaban bersama. Setiap pasangan siswa saling berdiskusi
mengenai hasil jawaban mereka sebelumnya sehingga hasil yang didapat menjadi
lebih baik karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah
yang lain.
3) Share (berbagi)
17

Pada langkah akhir ini guru menugasi pasangan-pasangan tersebut untuk


berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan yang lain atau dengan seluruh
kelas. Pada langkah ini akan menjadi lebih efektif apabila guru berkeliling dari
psangan satu kepasangan yang lainnya. Langkah share (berbagi) merupakan
penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumnya, dalam arti bahwa langkah ini
menolong semua kelompok untuk menjadi lebih memahami mengenai pemecahan
masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok lain.
Model pembelajaran Think Pair Share TPS baik digunakan dalam rangka
melatih berpikir siswa secara baik. Untuk itu, model pembelajaran Think Pair
Share TPS ini menekankan pada peningkatan daya nalar siswa, daya kritis siswa,
daya imajinasi siswa dan daya analisis terhadap suatu permasalahan. Adapun
kelebihan dan kelemahan model pembelajaran TPS adalah sebagai berikut
a. Kelebihan model pembelajaran TPS yaitu :
1. Dapat meningkatkan daya nalar siswa, daya kritis siswa, daya imajinasi siswa
dan daya analisis terhadap suatu permasalahan.
2. Meningkatkan kerjasama antara siswa karena mereka dibentuk dalam
kelompok.
3. Meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menghargai pendapat
orang lain.
4. Meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapat sebagai
implementasi ilmu pengetahuannya.
5. Gurur lebih memungkinkan untuk menambahkan pengetahuan anak ketika
selesai diskusi.
b. Kelemahan model pembelajaran TPS yaitu :
1. Sulit menentukan permasalahan yang cocok dengan tingkat pemikiran siswa.
2. Bahan-bahan yang berkaitan dengan membahas permasalahan yang ada
dipersiapkan baik oleh guru maupun siswa.
3. Kurang terbiasa memulai pembelajaran dengan suatu permasalahan yang ril
atau nyata.
4. Pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah relatif terbatas.
2.1.4.1 Sintaks Pebelajaran Think Pair Share (TPS)
18

Langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share pada umumnya


adalah:
a. Pendahuluan
Fase 1: Persiapan
1. Guru melakukan apersepsi
2. Guru menjelaskan tentang pembelajaran TPS
3. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
4. Guru memberikan motivasi
b. Kegiatan inti
Fase 2: Pelaksanaan pembelajaran tipe TPS
Langkah pertama
1. Menyampaikan pertanyaan : Guru menyampaikan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
2. Siswa memperhatikan/mendengarkan dengan aktif penjelasan dan
pertanyaan dari guru.
Langkah kedua
1. Berpikir : siswa berpikir secara individual.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban
dari permasalahan yang disampaikan oleh guru. Langkah ini dapat
dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiran
masing-masing.
Langkah ketiga
1. Berpasangan : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing
dengan pasangan.
2. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut
mereka paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif
dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan
LKS sebagai lembar kerja, kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang
dikerjakan secara kelompok.
Langkah keempat
19

1. Berbagi : siswa berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.


2. Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara
individual atau kelompok didepan kelas. Individu/kelompok yang lain
diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap
hasil diskusi kelompok tersebut.
3. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap hasil pemecahan
masalah yang telah mereka diskusikan, dan memberikan pujian bagi
kelompok yang berhasil baik dan memberi semangat bagi kelompok yang
belum berhasil dengan baik (jika ada).
Fase 3 : Penutup
1. Dengan bimbingan guru siswa membuat simpulan dari materi yang telah
didiskusikan.
2. Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri.
3. Siswa diberi PR dari buku paket/LAS, atau mengerjakan ulang soal
evaluasi
2.1.4.2 Teori yang Mendukung Pembelajaran Think Pair Share (TPS)
Model pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS) dilandasi oleh teori
belajar kontruktivisme. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek,
informasi baru dengan aturan – aturan lama dan merevisinya apabila aturan –
aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar – benar memahami dan
menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah dan
menemukan segala sesuatu untuk dirinya.
Isjoni (2010:30) menyatakan bahwa: “Konstruktivisme adalah satu
pandangan bahwa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada”. Dalam proses ini, siswa
akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada
untuk membina pangatahuan baru.
Menurut teori konstruktivisme siswa sebagai pemain dan guru sebagai
fasilitator. Guru mendorong siswa untuk mengembangkan potensi secara optimal.
Siswa belajar bukanlah menerima paket – paket konsep yang sudah dikemas oleh
20

guru, melainkan siswa sendiri yang mengemasnya. Bagian terpenting dalam teori
konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, siswalah yang harus
aktif mengembangkan kemampuan mereka, bukan guru atau orang lain. Mereka
harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
2.1.5 Materi Pembelajaran
Teorema Pythagoras
A. Menemukan Teorema Pythagoras
B.
Untuk menemukan Teorema Pythagoras dapat
digunakan gambar di samping. Dari persegi
dengan panjang sisi (a + b) dibuat empat
segitiga siku-siku yang identik seperti terlihat
pada gambar di samping.

L daerah persegi luar = 4 x L segitiga + L persegi dalam


Dengan menjabarkan luas persegi, diperoleh:
L persegi = L daerah persegi luar
sisi x sisi = 4 x L segitiga + L persegi dalam

(a + b) (a + b) =
4 ( 12 ab )+ c 2

a2 + 2ab + b2 = 2ab + c2

maka: a2 + b2 = c2 (Teorema Pythagoras)

Dari persamaan tersebut, diperoleh hubungan antara a, b, dan c yang


merupakan sisi-sisi segitiga siku-siku, dengan c sebagai sisi miring serta a dan b
merupakan sisi-sisi segitiga yang dituangkan dalam suatu teorema, yang dikenal
sebagai Teorema Pythagoras.
21

B. Penggunaan Teorema Pythagoras


Teorema Pythagoras menyatakan hubungan antara panjang setiap sisi
sebuah segitiga siku-siku. Perhatikan segitiga siku-siku ABC dengan siku-siku di
C berikut ini:
c2 = a2 + b2

a2 = c2 - b2

b2 = c2 - a2 , dengan c = hypotenusa

Penggunaan Teorema Pythagoras meliputi perhitungan panjang siku-


siku, perhitungan jarak antara dua tiitik, perhitungan perbandingan sisi-sisi
segitiga siku-siku untuk sudut istimewa, dan penyelesaian persoalan pada bangun
datar dan bangun ruang.

C. Perhitungan Panjang Sisi Segitiga Siku-Siku


Panjang sisi suatu segitiga siku-siku dapat dicari dengan menggunakan
Teorema Pythagoras, jika diketahui panjang sisi-sisi lainnya.
1. Panjang sisi terpanjang (hypotenuse)

Perhatikan segitiga siku-siku di bawah ini!

Panjang sisi-sisi tegak adalah 3 cm dan 5 cm. penentuan panjang sisi


terpanjang (hypotenusa) dapat kita lakukan berdasarkan langkah berikut ini.

(i) Tentukan luas daerah persegi dengan panjang sisi-sisinya:


32 = 9
52 = 25
9 cm2

25 cm2
34 cm2
22

(ii) Jumlah kedua luas tersebut digunakan untuk memperoleh luas persegi pada
hypotenusa.
(iii)Menghitung akar kuadrat dari nilai tersebut untuk memperoleh panjang
hypotenusa.

h = √ 34 = 5,830951895
h = 5,8 cm (sampai satu tempat decimal)
Atau dapat pula kita lakukan dengan Teorema Pythagoras berikut ini.
Luas dari sisi tegak lainnya : h2 = 32 + 52 = 9 + 25 = 34

Panjang sisi tegak lainnya : b = √ 34 = 5,8 (teliti sampai satu tempat desimal).
2. Panjang Sisi Tegak Lainnya

Perhatikan segitiga siku-siku di samping. Diketahui


panjang hypotenusa adala 10 cm dan panjang salah satu
sisi tegaknya 4 cm.

Untuk menentukan panjang dari sisi tegak lainnya yang belum diketahui dapat
dilakukan langkah-langkah ini:
(i) Tentukan luas daerah persegi yang panjang sisi-sisinya:
102 = 100 42 = 16
(ii) Untuk menentukan luas persegi luas persegi lainnya dapat dilakukan hal
berikut:
b2 = 100 – 16 = 84 cm2
(iii)Menghitung akar kuadrat dari nilai tersebut untuk memperoleh panjang sisi
tegak lainnya.

b = √ 84 = 9,16515139
b = 9,2 (sampai satu tempat desimal)
Atau dapat pula kita lakukan dengan Teorema Pythagoras berikut ini.
Luas dari sisi tegak lainnya : b2 = 102 – 42 = 100 – 16 = 84

Panjang sisi tegak lainnya : b = √ 84 = 9,2


23

Periksa jawaban
Hypotenusa = 10 cm (sisi terpanjang)
4 cm + 9,2 cm = 13,2 cm lebih panjang dari 10 cm
Berarti 9,2 cm jawaban yang benar.

Perbandingan Sisi-sisi Segitiga Siku-siku untuk Sudut Istimewa


Penggunaan Teorema Pythagoras berikutnya adalah menentukan
perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya merupakan
sudut istimewa. Sudut-sudut istimewa itu adalah 300, 450, 600.

1. Segitiga Siku-siku dengan Sudut Lancip 300 dan 600


Perhatikan Δ ABC siku-siku di B seperti pada gambar
300 di samping. Jika ∠ A = 600 maka:
∠ C = 1800 – (∠ A + ∠ B)
∠ C = 1800 – (600 + 900)
∠ C = 300

Jika pada sisi BC dilekatkan segitiga siku-siku yang identik dengan Δ ABC,
yaitu Δ ADC, akan diperoleh segitiga sama sisi Δ ACD dengan unsur-
unsurnya:
(i) ∠ BAC = ∠ BDC = ∠ ACD = 600
(ii) AC = AD = CD dan AB = BD
Misalkan AB = x maka AC = 2x. Sudut ACB menghadap sisi AB dan sisi AC
(hypotenusa) berada di hadapan sudut siku-siku ABC, maka dapat
disimpulkan:

Pada setiap segitiga yang salah satu sudutnya 300 panjang


1
sisi di hadapannya sama dengan 2 dari panjang hypotenusa
(sisi miring)
24

Perhatikan ke Ambil Δ ABC dengan menggunakan Teorema Pythagoras ,


kita dapat menentukan panjang sisi BC:
BC2 = AC2 – AB2 = (2x)2 – x2 = 4x2 – x2

BC = √ x 2 × √3 = x √3
Dari hasil uraian di atas, kita dapat menentukan perbandingan sebagai berikut:

Pada Δ ABC, ∠ B = 900 , ∠ A = 600 , dan ∠ C = 300


diperleh perbandingan:

BC : AC : AB = √ 3 : 2 : 1 atau

a : b : c = √3 : 2 : 1
Dengan sisi a menghadap sudut A (∠ A = 600)

sisi b menghadap sudut B (∠ B = 900)

sisi c menghadap sudut C (∠ C = 300)

2. Segitiga siku-siku dengan sudut lancip 450

Perhatikan gambar si samping!

` ∆ABC siku-siku di B dan ∠ A = 450

maka ∠ C = 1800 – (∠ A + ∠ B)

= 1800 – (450 + 900)

∠ C = 1800 – 1350 = 450

Hal ini berarti ∆ABC siku-siku sama kaki dengan ∠ A = ∠ C dan AB =


BC. Jika AB =BC = x maka dapat menghitung panjang AC dengan teorema
Pythagoras.

AC2 = AB2 + BC2


= x2 + x2 = 2x
25

AC =
√ 2 x 2 = √ x × √2 = x √ 2

Dari haisil uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:


Pada ∆ABC, ∠ B = 900, ∠ A =∠ C = 450 diperoleh

perbandingan: AB : AC : BC = 1 : √ 2 : 1 atau

c : b : a = 1 : √2 : 1 dengan: sisi a
menghadap sudut A sisi b menghadap sudut B
sisi c menghadap sudut C
Penyelesaian Persoalan dalam Bangun Datar dan Bangun Ruang
1. Penyelesaian Persoalan dalam Bangun Datar
Penyelesaian persoalan dalam bangun datar dengan teorema Pythagoras
meliputi penentuan panjang diagonal dan panjang sisi-sisi lainya dari bangun
datar tersebut.

2. Penyelesaian Persoalan dalam Bangun Ruang

Penyelesaian persoalan dalam bangun ruang dengan Teorema Pythagoras


meliputi penentuan panjang diagonal sisi (bidang), panjang diagonal ruang, dan
garis tinggi (jarak titik terhadap bidang).

(i) panjang diagonal bidang (sisi) = a√ 2 cm


26

(ii) panjang diagonal ruang = a√ 3 cm

3. Penerapan Dalil Pythagoras


Dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan masalah-masalah yang
memanfaatkan Teorema Pythagoras. Untuk menyelesaikan masalah-masalah
tersebut akan lebih mudah jika kita lukiskan sketsanya.
Contoh:
Sebuah kapal berlayar 10 km ke arah selatan dan dilanjutkan ke arah timur sejauh
8,5 km. Hitunglah jauhnya kapal itu berlayar dari titik awal jika ditarik garis
lurus?
Jawab: Perhatikan gambar berikut!

sketsa
Misalnya a = 10 km dan b = 8,5 km,
maka berdasarkan Teorema Pythagoras
diperoleh:
c2 = a2 + b2 ↔ c2 = 102 + 8,52
= 100 + 72,25

c = √ 172,25 = 13,12

2.2 Penelitian Yang Relevan


Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amos Hermanta
Tarigan (2012) dengan judul Perbedaan Kreativitas Siswa dengan Menerapkan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dan Model Pembelajaran PBL di Kelas
VIII SMP Negeri 1 Namorambe T.A. 2012/2013, didapatkan bahwa rata – rata
pretes pada Model Think-Pair-Share sebesar 34,243 sedangkan rata-rata postes
40,729. Siswa kelas Problem Based Learning diperoleh rata-rata pretes sebesar
35,138 sedangkan rata-rata postes sebesar 46,861. Sehingga dapat kita simpulkan
bahwa Kreativitas siswa lebih meningkat dengan menggunakan model Problem
Based Learning.
27

Natalia Boang Manalu juga melakukan penelitian yang berjudul Penerapan


Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Di Kelas VII SMP Negeri 1
Kerajaan Tahun Ajaran 2012/2013. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa
penerapan pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Instruction) dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, dan proses pembelajaran
yang dilakukan berlangsung dengan baik.
Dari temuan-temuan penelitian tersebut menunjukkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning efektif diajarkan kepada siswa
dibandingkan pembelajaran Think Pair Share dalam meningkatkan hasil belajar
siswa.

2.3 Kerangka Konseptual


Belajar merupakan suatu aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-
pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Dan pada hakikatnya hasil belajar
matematika adalah proses perubahan yang menghasilkan tambahan pengetahuan
tentang matematika yang diperoleh melalui belajar. Perubahan itu bersifat secara
relatif konstan dan berbekas. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami
apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Dalam proses pembelajaran
matematika, tentu saja siswa sering mengalami kesulitan dengan aktivitas
belajarnya. Oleh karena itu guru perlu memberikan bantuan pada siswa dalam
pembelajaran matematika.
Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa, guru harus berupaya
memilih model pembelajaran dan sarana pembelajaran yang tepat untuk
mendorong siswa belajar matematika. Banyak model pembelajaran yang dapat
digunakan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya yaitu
model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
Pembelajaran Model Problem Based Learning adalah rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang
dihadapi secara ilmiah. Model pembelajaran berbasis masalah (problem based
28

learning) berbeda dengan model pembelajaran yang lain, pembelajaran ini


menekankan pada presentasi ide-ide atau demonstrasi keterampilan siswa. Peran
guru dalam model pembelajaran ini adalah menyajikan masalah. Walaupun peran
guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan sesuatu
hal kepada siswa, namun yang lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator sehingga siswa belajar memecahakan masalah oleh mereka sendiri.
Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah model yang mempunyai
tujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara proaktif
melalui berdiskusi secara berpasangan serta mampu mempresentasikan hasil yang
dimilikinya didepan kelas. Hal yang mendasari model Think-Pair-Share ini adalah
bahwa belajar adalah sebuah perilaku sosial, artinya melalui model ini diharapkan
bahwa hubungan antar siswa juga akan semakin intens. Model Think-Pair-Share
mendorong siswa berfikir, berbicara, dan kemudian menuliskan berkenaan dengan
suatu materi. Model Think-Pair-Share digunakan untuk mengembangkan tulisan
dengan lancar dan melatih bahasa sebelum menuliskannya. Model Think-Pair-
Share juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide
melalui percakapan tersatruktur.
Dari paparan diatas, tergambar bahwa dengan menggunakan
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) siswa lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran Think-Pair-Share, maka dapat diduga bahwa
model Pembelajaran Problem Based Learning bisa mendapatkan hasil yang lebih
tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran Think-Pair-Share.

2.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka teoritis, penelitian yang relevan dan kerangka
konseptual di atas, maka yang menjadi hipotesis pada penelitian ini adalah :
“Hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran Think-Pair-
Share pada materi Teorema Phytagoras di Kelas VIII SMP Negeri 13 Medan.

Anda mungkin juga menyukai