Anda di halaman 1dari 20

Buku 1

Judul : Segitiga

ISBN : 978-602-470-128-4

Penulis : I Nengah Parta

Syaiful Hamzah Nasution

Penerbit : Penerbit & Percetakan

Tahun Terbit : 2019

Cetakan Ke : 1(Pertama)

Kota Terbit : Malang

Lampiran

Daftar Pustaka

Parta,I Nengah,dkk.2019.Segitiga.Malang:Penerbit & Percetakan

Ringkasan Isi Buku

Konsepsi Intuitif Segitiga

Dalam dunia usaha dikenal istilah Tri Partit yang terdiri dari pemerintah, pengusaha, dan
pekerja. Dalam sistem pemerintahan dikenal “Trias Politika” yang terdiri dari Lembaga Eksekutif,
Lembaga Legislatif, dan Lembaga Yudikatif. Selain situasi yang dideskripsikan di atas, masih sangat
banyak situasi dalam kehidupan nyata yang memiliki “struktur” segitiga. Karena itu dalam buku ini
secara khusus dikaji tentang segitiga. Kajian itu mencakup Representasi Segitiga, Sifat-Sifat Analitik
Segitiga, dan Pemecahan Masalah Berkaitan Dengan Segitiga. Bentuk atau situasi yang dipersepsikan
sebagai segitiga

Empat gambar yang pertama terbentuk dari tiga ruas garis, tetapi ruas garis pada masing-masing
gambar itu tidak memiliki “susunan” yang spesifik. Gambar (a) dapat diinterpretasikan sebagai
“pancaran” berkas cahaya dari sumber cahaya. Gambar (b) dan (c) dapat diinterpretasikan sebagai
“lintasan” yang dibangun dari tiga ruas garis. Pada kajian lebih lanjut, istilah lintasan ini digunakan
mendefinisikan poligon (termasuk segitiga). Susunan ruas garis yang membentuk segitiga adalah
susunan no. (e). Berdasar susunan ini, maka bangun segitiga dapat dideskripsikan sebagai susunan tiga
ruas garis yang memiliki ciri-ciri; (1) titik ujung setiap dua ruas garis harus bersekutu, (2) setiap dua ruas
garis bersekutu hanya di titik ujungnya (tidak pada titik lain). Dengan istilah lintasan, maka dapat juga
dikatakan bahwa segitiga adalah lintasan tertutup sederhana yang dibangun oleh tiga ruas garis. Dengan
batasan ini maka mudah dipahami bahwa susunan (d) tidak termasuk segitiga, karena lintasan itu tidak
tertutup.

Berdasar deskripsi ini maka segitiga dinyatakan dengan definisi berikut.

Definisi segitiga

Misalkan 𝑃1,𝑃2, dan 𝑃3 adalah tiga titik yang tidak segaris. 𝑃1𝑃2 ̅̅,𝑃2𝑃3 ̅̅̅, dan 𝑃3𝑃1 ̅̅̅ adalah ruas garis-
ruas garis yang ujung titik-titik itu. Maka 𝑃1𝑃2 ̅̅̅ ∪ 𝑃2𝑃3 ̅̅̅ ∪ 𝑃3𝑃1 ̅̅̅ adalah segitiga. (Arthur F. Coxford.,
1971, hal. 37-38).

Jika titik-titik ujung ruas garis itu dinamai titik 𝑃1,𝑃2, dan 𝑃3, situasi yang sesuai dengan definisi
ini adalah gambar 2(e). Karena segitiga itu adalah gabungan ruas garis, maka segitiga yang dimaksud
dalam definisi ini hanya “bingkai” dan segitiga itu dinamai berdasarkan titik sudutnya.
Bagaimana dengan bangun 2 (f). Dalam pembelajaran geometri di “sekolah” bangun-bangun
seperti gambar 2(f) sering digunakan untuk mengenalkan segitiga, istilah segitiga, atau konsep segitiga.
Karena itu, menjadi pertanyaan, “apakah bangun 2(f) termasuk segitiga”.

Representasi Segitiga

Tiap-tiap pebelajar memiliki tingkat perkembangan mental dan pola-pola persepsi yang
bervariasi. Sebagai contoh pebelajar yang bertipe visual (dalam gaya belajar) akan mudah memahami
informasi yang disajikan dalam model “pictural”. Anak yang berpikirnya cenderung analitik (dalam gaya
kognitif) aka menyukai informasi yang diasjikan secara analitis. Tingkat perkembangan kognitif dan pola-
pola persepsi diantara pebelajar, memerlukan penggunaan variasi representasi dalam penyajian
informasi pembelajaran. Pada sub bab ini disajikan variasi representasi segitiga.

A.Representasi Numerik

Misalkan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 adalah tiga bilangan real positif dan memenuhi ketiga kondisi berikut; 𝑎 + 𝑏
> 𝑐,𝑎 + 𝑐 > 𝑏, dan 𝑏 + 𝑐 > 𝑎. Maka dapat dibuat suatu segitiga dengan panjang sisi-sisinya 𝑎,𝑏, dan 𝑐.
Dalam kajian lebih lanjut dikenal bilangan-bilangan “istimewa” yang menggambarkan panjang sisi-sisi
suatu segitiga siku-siku. Bilangan itu dikenal dengan nama Tripel Pythagoras. Contoh bilangan-bilangan
itu adalah 3,4,5; 5, 12, 13; 8, 15, 17; dst. Segitiga dalam representasi numerik tidak populer di kalangan
pebelajar, karena representasi ini digunakan untuk mengkaji sifat-sifat segitiga secara analitik. Dari
syarat bilangan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 yang disebutkan di atas, secara langsung dapat diturunkan suatu sifat
elementer dari suatu segitiga yaitu, “jumlah panjang dua sisinya lebih dari panjang sisi ketiga”
(Alexander & Koeberlein, 2015). Sifat ini kemudian dikenal dengan sifat Ketaksamaan Segitiga, yang
secara formal mengatakan bahwa “jika 𝑎,𝑏,dan 𝑐 adalah bilangan riil, maka |𝑎 + 𝑏| ≤ |𝑎| + |𝑏|”. Dari
ketaksamaan segitiga ini, maka diperoleh juga |𝑎| ≤ |𝑎 + 𝑏| + |−𝑏| = |𝑎 + 𝑏| + |𝑏|, sebab 𝑎 = (𝑎 + 𝑏) −
𝑏. Dengan cara analog diperoleh |𝑏| ≤ |𝑎 + 𝑏| + |𝑎|. Jadi ketiga bilangan itu memenuhi syarat
hubungan tiga bilangan yang menyatakan panjang sisi-sisi suatu segitiga.

B. Representasi Geometri

Segitiga dalam representasi geometri sangat populer dikenal pada setiap pebelajar, karena
beberapa alasan; (1) segitiga merupakan istilah dalam geometri, (2) segitiga itu sendiri merupakan salah
satu bangun (obyek) geometri, (3) segitiga dan konsep-konsep geometri lainnya dikenalkan
menggunakan bentuk-bentuk “geometri”, (4) prosedur atau teknis penyelesaian masalah sederhana
dalam kehidupan sehari-hari banyak yang menggunakan model yang dapat dipersepsikan sebagai
segitiga. Sebagai contoh, perhatikan Gambar 4.
Gambar 4. Bentuk-bentuk segitiga dalam penyelesaian masalah praktis.

Dalam representasi geometri, segitiga dinyatakan dengan bangun-bangun kelompok yang


disajikan pada Gambar 5.(a). Bangunbangun kelompok pada Gambar 5.(b) walaupun ada yang memiliki
tiga sisi, tetapi tidak termasuk segitiga. Gambar 5.(b.3) dan Gambar 5.(b.5) bukan segitiga karena ada sisi
yang bukan ruas garis. Demikian pula, Gambar 5.(b.4) bukan termasuk segitiga karena berupa daerah.
Karena itu bangun ini dikatakan “daerah segitiga” atau “bidang segitiga”. Jadi dalam bangunan geometri
yang dibahas dalam buku ini, bangun-bangun itu dikonsepsikan sebagai “rangkanya”. Pemilihan
konsepsi ini akan memudahkan jika bangun geometri itu direpresentasikan secara aljabar. Kemudahan
itu dapat dilihat pada representasi aljabar dari segitiga.

C. Representasi Aljabar (Himpunan, Vaktor)

Dalam geometri analitik, bangun-bangun geometri seperti lingkaran, ellips, parabola, bola,
paraboloida, silinder, dll dinyatakan dalam bentuk persamaan. Persamaan ini juga digunakan untuk
mengkaji sifat-sifat analitik bangun itu. Sebagai contoh, lingkaran memiliki hanya satu “sisi”, karena
keseluruhan busur lingkaran itu telah diwakili oleh satu persamaan 𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2. Dengan cara analog
dapat dijelaskan bahwa bola itu adalah bangun yang memiliki hanya satu sisi. Ingat, bola yang berpusat
di (𝑎,𝑏,𝑐) dan berjari-jari 𝑟 dapat dinyatakan dengan (𝑥 − 𝑎)2 + (𝑦 − 𝑏)2 + (𝑧 − 𝑐)2 = 𝑟2. Pendekatan
serupa juga dapat digunakan untuk mengkaji sifat analitik bangun tiga dimensi. Sebagai contoh
perhatikan gambar silinder berikut ini.
Gambar 6. Silinder tegak dengan sumbu tegak sejajar sumbu Z.

Silinder tertutup (atas-bawah) pada prinsipnya terdiri dari tiga bidang, yaitu; (1) dua bidang “datar”, dan
(2) satu bidang lengkung (selimut tabung). Karena itu, dalam sistem koordinat kartesius, silinder itu
dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan berikut:

𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2 𝑧0 ≤ 𝑧 ≤ 𝑧1 (1)

𝑧 = 𝑧0 𝑥 = 𝑠,𝑦 = 𝑡 (2)

𝑧 = 𝑧1 𝑥 = 𝑠,𝑦 = 𝑡 (3)

Penyajian bangun-bangun geometri dalam bentuk persamaan dikatakan sebagai penyajian secara
analitik. Penyajian secara analitik ini sekaligus menegaskan hubungan antara geometri dan aljabar
(NCTM, 2000, hal. 42). Pertanyaannya, jika segitiga dinyatakan dalam bentuk persamaan, apa
persamaannya?”. Untuk menjawab masalah itu perhatikan gambar di bawah ini. Untuk mudahnya, kita
tinjau kasus segitiga yang titik-titik sudutnya pada sumbu koordinat. Misalkan titiktitik sudut segitiga itu
adalah 𝑂(0,0),𝐴(𝑎,0),dan 𝐵(0,𝑏) dengan 𝑎,𝑏 > 0. Melalui tiap-tiap dua titik dapat dibuat persamaan garis.
Persamaanpersamaan itu disajikan dalam tabel di bawah ini. Karena tiap-tiap dua garis yang tidak sejajar
memiliki titik sekutu, maka ruas garis-ruas garis yang ujung-ujungnya titik-titik sekutu itu membentuk
segitiga.

Tabel 1. Segitiga dalam representasi aljabar.

Dalam representasi aljabar ini juga terlihat jelas perbedaan antara segitiga dan daerah segitiga.
Segitiga dalam representasi aljabar berbentuk tiga persamaan linier dua variabel, sedangkan daerah
segitiga berbentuk tiga pertaksamaan linier dua variabel. Dalam matematika lanjut, representasi ini
digunakan untuk melokalisir nilai optimum masalah program linier. Bagi sebagian besar pebelajar
(siswa atau mahasiswa), persamaan lingkaran, persamaan bola, persamaan silinder, dan sejenisnya
sudah dikenal dan dapat dipahami dengan “baik”. Mereka secara lihai dapat menyatakan persamaan-
persamaan kurva itu dalam dua atau variabel. Situasinya sangat jauh berbeda ketika mereka diminta
untuk menentukan persamaan sisi-sisi suatu segitiga yang memiliki syarat tertentu. Ketika diminta
menentukan persamaan sisi-sisi suatu segitiga yang luasya 12 satuan, maka yang ditulis antara lain; (1) 1
2 𝑎𝑡 = 12 atau 𝑎𝑡 = 24, (2) 𝑥 = 24 𝑦 ,𝑦 = 24 𝑥 ,dan 𝑟 = 24 𝑥𝑦 √𝑥2 + 𝑦2 , dan (3) 12 = √𝑠(𝑠 − 𝑎)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐).
Mereka tidak menyadari bahwa 𝑎,𝑡 atau 𝑥,𝑦 pada kontek ini “bukanlah sisi” yang dimaksud melainkan
ukuran atau lebih tepatnya panjang sisi. Mereka juga tidak menyadari bahwa bangun-bangun geometri
seperti segitiga, segiempat, atau yang lainnya adalah kurva atau lebih tepatnya gabungan dari beberapa
kurva.

Selain dalam bentuk persamaan, representasi aljabar dari segitiga juga dapat dinyatakan
menggunakan vektor. Penggunaan vektor ini juga secara tegas dapat menjelaskan bahwa segitiga itu
memiliki tiga sisi, karena tiga vektor yang mengonstruksi segitiga itu semuanya berbeda.

Misalkan 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dua vektor yang tidak searah dan tidak berlawanan arah. Dalam istilah
Aljabar Linier, kedudukan kedua vektor ini dikatakan bebas linier. Dari vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dapat dibentuk
vektor baru melalui kombinasi linier kedua vektor itu. Vektor 𝒖 ̅, 𝒗 ̅, dan dua kombinasi linier kedua
vektor itu disajikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. Vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dan dua kombinasi liniernya.

Jika pangkal dan ujung vektor itu dikatakan sebagai “ujung”, maka kedudukan vektor 𝒖 ̅, 𝒗
̅, dan 𝒖 ̅ + 𝑣̅, atau 𝒖 ̅, 𝒗 ̅, dan 𝒖 ̅ − 𝑣̅ membentuk segitiga. Vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dikatakan sebagai generator
dari segitiga vektor {𝒖 ̅,𝒗 ̅, 𝒖 ̅ + 𝒗 ̅ } atau {𝒖 ̅,𝒗 ̅, 𝒖 ̅ − 𝒗 ̅ }.

Kita ketahui bahwa beberapa vektor dipandang sama walaupun pangkal dan ujungnya
tidak sama, asalkan panjang dan arahnya sama. Karena itu, dua vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ menghasilkan keluarga
segitiga yang kongruen. Keluarga segitiga kongruen itu disajikan pada Gambar 9.
Dari dua vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ dapat dibuat kombinasi linier “khusus” dan kombinasi linier
umum. Yang dimaksud kombinasi linier khusus adalah koefisien 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ pada kombinasi linier itu 1
atau -1. Karena itu ada empat kombinasi linier khusus yang dapat dibuat dari vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅, yaitu 𝑢 ̅
+ 𝑣̅,𝑢 ̅ − 𝑣̅,−𝑢 ̅ + 𝑣̅, dan −𝑢 ̅ − 𝑣̅. Dengan demikian dari vektor 𝒖 ̅, 𝒗 ̅ dan kombinasi linier-kombinasi linier
ini terbentuk empat segitiga. Keempat segitiga itu disajikan pada Gambar 10.

Keempat segitiga itu dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok segitiga kongruen.
Kekongruenan pasangan-pasangan segitiga ini dapat dilihat dari panjang sisi-sisinya dengan mengingat
bahwa ‖−𝑢 ̅‖ = ‖𝑢 ̅‖, yaitu panjang 𝒖 ̅ sama dengan panjang −𝒖 ̅ dan sifat aljabar dari operasi vektor.

Dalam konteks nyata, segitiga sering dikaitkan dengan situasi yang mencakup tiga aspek, tiga elemen,
atau tiga pihak. Dalam pemerintahan misalnya kita mengenal istilah Trias Politika, yaitu kekuasaan
eksekutif, kekuasaan legislatif, da kekuasaan yudikatif. Dalam dunia industri dikenal ada Tri Partit, yaitu;
Pemerintah, Pengusaha, dan Karyawan. Dalam kehidupan manusia, dikenal ada tiga hubungan, yaitu;
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar sesama manusia, dan hubugan manusia dengan
alam. Dalam kawasan keruangan di bumi ada dikenal kawasan perairan/laut, daratan, dan udara. Dalam
pembelajaran geometri, khususnya tentang segitiga di jenjang sekolah dasar, segitiga itu sering
di”persepsi”kan sebagai “bidang” segitiga. (McCartin, Mysteries of the Equilateral Triangle, 2010, hal.
67)

Teorema Pythagoras

Salah satu prinsip dalam segitiga yang sangat populer adalah prinsip Pyhtagoras. Prinsip ini
secara numerik menjelaskan hubungan panjang sisi-sisi suatu segitiga, yaitu “pada segitiga siku-siku,
kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya”. Prinsip ini sudah
dibuktikan dalam berbagai versi. Untuk keperluan pedagogi di sini akan disajikan dua versi “bukti”,
yaitu; eksplorasi secara induktif dan bukti deduktif.

Pada setiap sisi segitiga itu digambar persegi. Kemudian, tiap-tiap persegi di”grid” dengan
satuan ukuran yang sama. Maka pada tiap-tiap sisi segitiga itu diperoleh persegi dengan panjang sisi
seperti tertera pada gambar. Jika diamati lebih jauh tentang luas daerah persegi itu, maka diperoleh
hubungan bahwa “luas daerah persegi pada sisi miring sama dengan jumlah luas daerah persegi pada
sisi-siku-sikunya”. Jadi fakta ini pada kasus bilangan asli menunjukkan “pada segitiga siku-siku, kuadrat
panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya”. Pendekatan ini belum dapat
menjelaskan kalau panjang sisi segitiga itu bukan bilangan asli, seperti gambar (b). Untuk mengatasi
masalah itu maka pembuktian kedua menggunakan pendekatan luas persegi, yaitu gambar (c). Pada
pendekatan ini, empat segitiga siku-siku yang panjang sisi-sisinya 𝑎,𝑏,dan 𝑐 disusun sehingga
membentuk “persegi”. Luas daerah persegi yang besar adalah (𝑎 + 𝑏)2. Luasan ini sama dengan jumlah
luas daerah empat segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-sikunya 𝑎 dan 𝑏 dan luas daerah persegi yang
panjang sisinya 𝑐.

(𝑎 + 𝑏)2 = 4 ∙ 1 2 𝑎𝑏 + 𝑐2

𝑎2 + 𝑏2 + 2𝑎𝑏 = 2𝑎𝑏 + 𝑐2

𝑎2 + 𝑏2 = 𝑐2

Hasil ini menunjukkan bahwa, pada segitiga siku-siku, kuadrat panjang sisi miring sama
dengan jumlah kuadrat pajang sisi sikusikunya. Dengan pendekatan ini kesenjangan masalah panjang sisi
yang tadinya hanya bilangan bulat (positif) sudah teratasi. Masalahnya, apakah susunan segitiga ini
betul-betul membentuk persegi yang panjang sisi-sisinya 𝑎 + 𝑏. Klaim ini masih perlu dibuktikan
(pengecekan secara matematis). Untuk mengatasi gap ini maka bukti deduktif diberikan melalui
kesebangunan.

Bukti deduktif Teorema Pythagoras Segitiga ABC siku-siku di titik A, sehingga 𝐴𝐶 ̅̅ dan 𝐵𝐶 ̅̅
sisi sikusiku, dan 𝐵𝐶 ̅̅ sisi miring (sisi di hadapan sudut siku-siku). Dari titik A digambar garis tinggi pada
sisi 𝐵𝐶 ̅̅ dan memotong sisi 𝐵𝐶 ̅̅ di titik D. Maka diperoleh tiga segitiga sebangun, yaitu Δ𝐴𝐵𝐶 ≃ ΔDAC ≃
ΔDAB. Kesebangunan Δ𝐴𝐵𝐶 dan ΔD𝐴𝐶 mengakibatkan:

𝐴𝐶/𝐵𝐶=𝐶𝐷/𝐴𝐶 atau 𝐴𝐶 ∙ 𝐴𝐶 = 𝐶𝐷 ∙ 𝐵𝐶.

Sedangkan dari kesebangunan Δ𝐴𝐵𝐶 dan Δ𝐷𝐵𝐴 diperoleh hubungan

𝐴𝐵/𝐵𝐶 =𝐷𝐵/𝐴𝐵 atau 𝐴𝐵 ⋅ 𝐴𝐵 = 𝐵𝐶 ⋅ 𝐷𝐵.


Dari dua kesamaan itu diperoleh 𝐴𝐶 ∙ 𝐴𝐶 + AB ⋅ AB = BC ⋅ DB + 𝐶𝐷 ∙ 𝐵𝐶 = 𝐵𝐶(𝐶𝐷 + 𝐷𝐵) =
𝐵𝐶 ⋅ 𝐵𝐶, atau 𝐴𝐶2 + AB2 = 𝐵𝐶2. Hasil ini menunjukkan bahwa kuadrat panjang sisi miring pada suatu
segitiga siku-siku, sama dengan jumlah kuadrat panjang sisi siku-sikunya. Pembuktian ini sudah
mengeliminasi kelemahan yang ditinggalkan oleh dua pembuktian sebelumnya, karena pada bukti ini
panjang sisi-sisi segitiga tidak hanya dibatasi pada bilangan asli tetapi sudah bilangan riil. Dari Teorema
Pythagoras ini kemudian dikenal adanya tripel bilangan asli yang bersifat, bahwa kuadrat bilangan
terbesar sama dengan jumlah kuadrat dua bilangan lainnya. Jika dikaitkan dengan segitiga siku-siku,
maka bilangan terbesar itu mewakili panjang sisi terpanjang dan dua bilangan lainnya mewakili panjang
sisi siku-siku. Karena itu, dapat dikatakan bahwa bilangan tripel bilangan ini memenuhi prinsip
Pythagoras. Tripel bilangan ini kemudian dikenal dengan nama Triple Pythagoras. Salah satu model
konstruksi bilangan Triple Pythagoras adalah sebagai berikut. Misalkan 𝑚 dan 𝑛 adalah bilangan asli dan
𝑚 > 𝑛. Maka 𝑚2 − 𝑛2, 2𝑚𝑛 dan 𝑚2 + 𝑛2 adalah bilangan Triple Pythagoras.

Bukti:

Karena 𝑚 dan 𝑛 bilangan asli, maka 𝑚2 + 𝑛2 > 𝑚2 − 𝑛2. Telah diketahui bahwa (𝑚 − 𝑛)2 ≥
0, akibatnya 𝑚2 + 𝑛2 ≥ 2𝑚𝑛. Ini berarti, 𝑚2 + 𝑛2 adalah panjang sisi terpanjang. Dengan operasi aljabar
sederhana mudah ditunjukkan bahwa, (𝑚2 − 𝑛2)2 + 2𝑚𝑛 = (𝑚2 + 𝑛2)2. Ini membuktikan bahwa untuk
bilangan asli 𝑚 dan 𝑛 dengan 𝑚 > 𝑛, maka tripel bilangan 𝑚2 − 𝑛2, 2𝑚𝑛, dan 𝑚2 + 𝑛2 membentuk
Triple Pythagoras dan 𝑚2 + 𝑛2 adalah representasi sisi terpanjang. Beberapa bilangan itu disajikan
dalam tabel di bawah ini.

Model konstruksi ini hanya salah satu model untuk mendapatkan bilangan Triple
Pythagoras. Prinsip ini belum mewakili seluruh bilangan Tripel Pythagoras. Sebagai contoh, tripel
bilangan 9, 12, dan 15. Tripel bilangan itu belum tercakup dalam konstruksi ini. Karena itu muncul
dugaan bahwa, “konstruksi bilangan Triple Pythagoras tidak tunggal”. Pada kasus ini kita tinjau bilangan
9, 12, dan 15. Dari konstruksi yang diberikan, maka 2𝑚𝑛 = 12 atau 𝑚𝑛 = 6. Karena 𝑚,𝑛 bulat dan 𝑚 > 𝑛,
maka kemungkinan pertama 𝑚 = 3,𝑛 = 2 atau 𝑚 = 6,𝑛 = 1. Dari kasus pertama diperoleh tripel 5, 12, 13
dan untuk kasus kedua menghasilkan tripel 35, 12, 37. Jadi bilangan 9, 12, 15 adalah salah satu contoh
tripel bilangan yang tidak termasuk dalam konstruksi 𝑚2 − 𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2. Selain melalui konstruksi
bilangan Triple Pythagoras, bilangan Triple Pythagoras dapat diperiksa melalui dekomposisi kuadrat
suatu bilangan ke dalam bentuk jumlah kuadrat dua bilangan. Situasi itu diilustrasikan pada contoh di
bawah ini. Perhatikan bilangan 9, 12, 15. Pada tripel ini, 15 adalah bilangan terbesar, sehingga kuadrat
dari 15 ini didekomposisi untuk memperoleh jumlah dua kuadrat. Proses itu disajikan di bawah ini.

152 = (12 + 3)2

= 122 + 2 ∙ 12 ∙ 3 + 32

= 122 + 32(2 ∙ 4 + 1)
= 122 + 32 ∙ 9

= 122 + 92

Pada contoh ini hanya ada satu dekomposisi dari 152 dalam bentuk jumlah dua kuadrat. Sekarang coba
perhatikan Triple Pythagoras 13, 84, 85. Triple Pythagoras ini adalah hasil konstruksi dari 𝑚2 −
𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2 dengan 𝑚 = 7, 𝑛 = 6. Dekomposisi pertama adalah sebagai berikut:

852 = (84 + 1)2

= 842 + 2 ∙ 84 ∙ 1 + 12

= 842 + 168 + 1

= 842 + 169

= 842 + 132

Dekomposisi yang kedua:

852 = (75 + 10)2

= 752 + 2 ∙ 75 ∙ 10 + 102

= 752 + 1500 + 100

= 752 + 1600

= 752 + 402

Dekomposisi yang ketiga:

852 = (77 + 8)2

= 772 + 2 ∙ 77 ∙ 8 + 82

= 772 + 1.232 + 64

= 772 + 1.296

= 772 + 362

Fakta ini menguatkan klaim di atas, bahwa konstruksi bilangan Triple Pythagoras tidak
tunggal. Pada kasus ini kita lihat, bahwa bilangan yang dihasilkan melalui konstruksi 𝑚2 − 𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 +
𝑛2 dapat didekomposisi ke dalam bilangan Triple Pythagoras di luar konstruksi itu.

Dugaan kedua, untuk setiap bilangan Triple Pythagoras, paling sedikit satu dari ketiga
bilangan itu adalah genap. Indikasi dugaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk bilangan dengan
konstruksi 𝑚2 − 𝑛2,2𝑚𝑛,𝑚2 + 𝑛2, jelas bahwa bilangan 2𝑚𝑛 adalah genap, karena 𝑚 dan 𝑛 bilangan
asli. Karena itu, semua bilangan Tripel Pythagoras turunannya memuat paling sedikit satu bilangan
genap. Selanjutnya, misalkan 𝑎,𝑏, dan 𝑐 adalah bilangan Triple Pythagoras dan anggap 𝑐 adalah bilangan
terbesar. Andaikan ketiga bilangan itu ganjil. Kita ketahui bahwa kuadrat bilangan ganjil adalah bilangan
gajil dan jumlah sebanyak genap bilangan ganjil adalah genap, sehingga 𝑎2 + 𝑏2 genap. Tetapi karena 𝑐
ganjil, maka 𝑐2 ganjil. Di sisi lain, karena 𝑎,𝑏, dan 𝑐 bilangan Triple Pythagoras dan 𝑐 bilangan terbesar,
maka 𝑎2 + 𝑏2 = 𝑐2. Pada bentuk ini, bilangan pada ruas kiri genap, tetapi ryas kanan ganjil. Hal itu tidak
mungkin, sehingga pengandaian bahwa ketiga bilangan itu ganjil mengkibatkan kontradiksi. Karena itu,
untuk semua bilangan Triple Pythagoras dari semua model kostruksi, paling sedikit satu dari ketiga
bilangan itu harus genap.

Sifat-sifat Analitik Segitiga

A. Segitiga memiliki tiga sisi

Perhatikan gambar lingkaran dan elips di bawah ini. Telah diketahui bahwa lingkaran yang
berpusat di (0,0) dan jari-jarinya 𝑟 dapat dinyatakan dengan persamaan 𝑥2 + 𝑦2 = 𝑟2. Demikian pula,
elips yang berpusat di (0,0) dengan sumbu mayor dan sumbu minor berturut-turut 𝑎 dan 𝑏 dapat
dinyatakan dengan persamaan 𝑥2/𝑎2+𝑦2/𝑏2= 1. Jadi di sini satu persamaan sudah mewakili satu
lingkaran penuh atau satu elips penuh. Karena itu, jika kurva itu dimaknai sebagai sisi bangun tersebut,
maka kita katakan bahwa lingkaran dan elips memiliki hanya satu sisi.

Sekarang perhatikan gambar segitiga 𝑂𝐴𝐵 di bawah ini dan representasi aljabarnya. Tiap-tiap sisi
segitiga itu berkorelasi dengan suatu persamaan. Selain itu, persamaan-persamaan yang menentukan
sisi segitiga itu saling bebas (tidak saling bergantung satu sama lain). Atas dasar fakta ini maka sangat
beralasan untuk mengatakan bahwa segitiga itu memiliki tiga sisi. Cara yang analog juga dapat
digunakan untuk memastikan (ascertain) bahwa segi-5 (misalnya) memiliki lima sisi, dst. Pada contoh di
bawah ini disajikan segitiga yang dua sisinya berimpit dengan sumbu koordinat dan sisi ketiga adalah
ruas garis yang ujung-ujungnya (𝑎,0) dan (0,𝑏) beserta persamaan untuk masing-masing sisinya.

Pada pendefinisian segitiga menggunakan poligon, dikatakan bahwa “segitiga adalah


poligon yang memiliki tepat tiga sisi”. Sekarang perhatikan gambar segitiga di bawah ini. Segitiga ini
diberi nama segitiga PQR. Ini berarti, sisi-sisi segitiga itu adalah 𝑃𝑄 ̅̅,𝑄𝑅 ̅̅, dan .̅̅ Masalahnya, “apa
terminologi matematik spesifik (terukur) yang menegaskan bahwa 𝑃𝑄 ̅̅ dan 𝑄𝑅 ̅̅ adalah dua sisi yang
berbeda?”.
Dalam bahasa vektor, kita lihat bahwa vektor 𝒖 ̅,𝒗 ̅, dan 𝒘 ̅ adalah tiga vektor berbeda
karena arahnya berbeda. Secara aljabar vektor, posisi ketiga vektor ini memenuhi persamaan 𝒖 ̅ + 𝒗 ̅ =
𝒘 ̅, sehingga terbentuk segitiga vektor. Berdasar fakta ini maka dapat dikatakan bahwa segitiga itu
memiliki tiga sisi dan vektor 𝒖 ̅ dan 𝒗 ̅ adalah generator segitiga itu.

B. Segitiga memiliki tiga sudut

Pada definisi klasik dalam Geometri Euclide dikatakan bahwa “sudut adalah gabungan dua
sinar garis yang titik pangkalnya bersekutu”. (Arthur F. Coxford., 1971, hal. 45). Kalau kita mengacu
kepada pengertian ini, maka tidak ditemukan sudut pada segitiga karena sisi-sisi segitiga adalah ruas
garis, bukan sinar garis.

Sekarang kalau kita perhatikan gambar (c) maka kita temukan enam sinar garis yaitu
𝑆𝑇 ,𝑇𝑆 ,𝑇𝑈 ,𝑈𝑇 ,𝑆𝑈 dan 𝑈𝑆 . Masing-masing sinar garis itu memuat ruas garis yang
bersesuaian (Alexander & Koeberlein, 2015). Misalnya, sinar garis 𝑆𝑇 memuat ruas garis 𝑆𝑇 ̅̅. Sinar
garis 𝑇𝑆 dan 𝑇𝑈 titik pangkalnya bersekutu di T. Karena itu kedua sinar garis ini membentuk
sudut, yaitu sudut 𝑆𝑇𝑈 (∠𝑆𝑇𝑈). Cara berpikir yang analog dapat digunakan untuk menjelaskan ∠𝑆𝑈𝑇
dan ∠𝑇𝑆𝑈. Dari sisi lain, kedudukan ruas garis-ruas garis 𝑆𝑇 ̅̅,𝑇𝑈 ̅̅, dan 𝑈𝑆 ̅̅ membentuk segitiga. Karena
itu, dari dua sudut pandang ini kita bisa mengatakan bahwa segitiga itu memiliki tiga sudut.

C. Segitiga tidak memiliki diagonal

Perhatikan segiempat ABCD di bawah ini. Sisi-sisi segiempat itu adalah 𝐴𝐵 ̅̅,𝐴𝐷 ̅̅,𝐵𝐶 ̅̅, dan
𝐷𝐶 ̅̅. Karena titik A dan titik B terhubung melalui sisi 𝐴𝐵 ̅̅, maka dikatakan kedua titik itu berurutan
(consecutive). Sedangkan titik B dan titik D dikatakan tidak berurutan karena 𝐵𝐷 ̅̅ bukan sisi segiempat
itu. Ruas garis 𝐵𝐷 ̅̅ kemudian dikatakan diagonal segiempat itu. Jadi “diagonal segi-n adalah ruas garis
yang menghubungkan dua titik sudut segi-n yang tidak berurutan”. Ini salah satu definisi diagonal pada
poligon (Lewis, 1968). Rumusan lain definisi diagonal, misalnya; (1) diagonal segi-n adalah ruas garis
yang menghubungkan dua titik sudut dan melalui daerah dalam segi-n itu, (2) diagonal segi-n adalah
̅
ruas garis 𝑃 𝑖𝑃𝑖+2̅ ̅̅; 𝑖 = 1,2,…,𝑛 dan 𝑃𝑖 adalah titik sudut segi-n itu, (3) ruas garis yang ditentukan dari dua
titik sudut yang berhadapan (opposite) pada suatu segi-n (Arthur F. Coxford., 1971, hal. 174).

Bagaimana halnya dengan segitiga? Perhatikan segitiga KLM (gambar a). Setiap dua titik
sudut segitiga itu terhubung oleh suatu sisi. Dengan demikian tidak ada dua titik sudut yang tidak
berurutan, sehingga kita tidak dapat membuat ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut dan
melalui daerah dalam segitiga itu. Karena itu, berdasar pengertian-pengertian diagonal suatu bangun
geometri, maka segitiga dikatakan tidak memiliki diagonal. Banyaknya diagonal yang dimiliki oleh suatu
bangun geometri secara khusus dipelajari dalam suatu cabang matematika, yaitu Kombinatorik.

Pengklasifikasian Segitiga

Klasifikasi segitiga dapat dilakukan berdasar dua aspek, yaitu panjang sisi dan besar sudut.
Berdasar panjang sisinya, segitiga itu dibedakan menjadi tiga, yaitu; segitiga scalene, segitiga sama kaki,
dan segitiga sama sisi. Segitiga scalene yaitu segitiga yang panjang ketiga sisinya tidak sama. (scalene
triangle: a triangle in which all three sides have different lengths ( Clapham & Nicholson, 2009, hal.
709)). Segitiga sama kaki adalah segitiga yang dua sisinya sama panjang. Segitiga sama sisi adalah
segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Pengertian segitiga sama kaki ini memunculkan pertanyaan,
“apakah segitiga sama sisi termasuk segitiga sama kaki?”. Berdasar besar sudutnya, segitiga itu
dibedakan menjadi segitiga lancip, segitiga siku-siku, dan segitiga tumpul. Segitiga lancip yaitu segitiga
yang ketiga sudutnya lancip. Segitiga siku-siku adalah segitiga yang memiliki sudut siku-siku, dan segitiga
tumpul adalah segitiga yang memiliki sudut tumpul. Untuk segitiga siku-siku dan segitiga tumpul hanya
dikatakan memiliki sudut siku-siku (sudut tumpul). Pada bahasan lebih lanjut akan diperiksa eksistensi
sudut tumpul dan sudut siku-siku pada segitiga dalam Geometri Euclide.
Pada diagram klasifikasi di atas, segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi dikelompokkan
dalam satu klasifikasi. Ini mengindikasikan bahwa segitiga sama sisi termasuk ke dalam kelompok
segitiga sama kaki. Apakah benar demikia? Untuk menjelaskan situasi ini dapat digunakan logika
“implikasi”. Jika suatu segitiga ketiga sisinya sama panjang, apakah dua sisi sama panjang? Tentu ya,
karena faktanya ketiga sisinya sama panjang. Dalam istilah lain dapat dikatakan, jika suatu segitiga
memiliki tiga sisi yang sama panjang, maka pasti segitiga itu memiliki dua sisi yang sama panjang. Ini
berarti segitiga sama sisi itu adalah juga segitiga sama kaki. Untuk memeriksa hubungan lebih
mendalam antar jenis-jenis segitiga itu, perhatikan gambar di bawah ini.

Segitiga (1), jika dilihat berdasar besar sudutnya adalah segitiga siku-siku
dan segitiga (7) adalah segitiga tumpul. Tetapi jika dilihat berdasar panjang
sisinya, segitiga (1) dan segitiga (7) adalah segitiga sama kaki. Sedangkan (2)
adalah segitiga sama kaki lancip yang sudah sangat dikenal. Dari hubungan-
hubungan ini diperoleh struktur hubungan baru seperti digambarkan dalam
diagram Venn (I). Struktur yang menjelaskan hubungan segitiga yang dibedakan
berdasar panjang sisi dan jenis sudutnya.

Pada diagram Venn ini kita lihat bahwa segitiga Scalene itu mencakup juga segitiga lancip, segitiga siku-
siku, dan segitiga tumpul. Segitiga siku-siku yang panjang sisi-sisinya bilangan asli merupakan contoh
segitiga Scalene yang siku-siku.

Sifat-sifat sudut segitiga

Sifat yang paling istimewa dari “sudut-sudut dalam” segitiga adalah, jumlah ukuran ketiga
“sudut dalam” suatu segitiga adalah 1800. Sifat ini akan dibuktikan dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan induktif (justifikasi) dan pendekatan deduktif (bukti formal). Untuk bukti induktif
diilustrasikan dengan gambar (a) di bawah ini dan didasari prinsip, yaitu “sudut 1800 membentuk garis
(lurus)”.
Pada Gambar 37 (a) suatu segitiga dipotong menjadi tiga bagian dan tiap potongan
memuat satu sudut segitiga itu. Ketiga sudut dari ketiga potongan itu kemudian disusun “dengan cara
tertentu” dan susunan ketiga sudut itu ternyata membentuk garis (lurus). Hasil eksplorasi ini
menujukkan bahwa jumlah ukuran ketiga “sudut dalam” suatu segitiga adalah 1800. Ingat, ini bukan
bukti tetapi hanya verifikasi terhadap pernyataan itu.

Bukti formal dari sifat ini disajikan melalui Gambar 37 (b). Misalnya sudut-sudut dalam
segitiga itu adalah 𝛼2,𝛽,dan 𝛾. Berdasar aksioma kesejajaran, melalui titik A terdapat tepat satu garis
(lurus) sejajar 𝐵𝐶 ̅̅, sebut garis 𝑘. Maka terbentuk dua transversal yaitu 𝐵𝐴 ̅̅ dan 𝐶𝐴 ̅̅. Dua transversal ini,
pada titik A membentuk dua sudut baru, yang masing-masing besarnya adalah 𝛼1 dan 𝛼3. Berdasar sifat
transversal, diperoleh 𝛽 = 𝛼1 dan 𝛾 = 𝛼3. Karena itu 𝛼2 + 𝛽 + 𝛾 = 𝛼1 + 𝛼2 + 𝛼3 = 1800. Karena 𝛼2,𝛽,dan 𝛾
adalah ukuran sudut-sudut dalam dari ABC, maka hasil ini menunjukkan bahwa jumlah ukuran ketiga
sudut dalam segitiga itu adalah 1800.

Model bukti lainnya ditunjukkan pada Gambar 37 (c). Diberikan ABC dengan ukuran
sudut-sudut dalamnya adalah 𝛼,𝛽,dan 𝜃. Melalui titik B dibuat 𝐵𝐷 ⃡ sejajar sisi 𝐴𝐶 .̅̅ Maka diperoleh
∠𝐴𝐶𝐵 ≅ ∠𝐶𝐵𝐷 dan ∠𝐶𝐴𝐵 ≅ ∠𝐷𝐵𝐸. Berdasar hubungan sudut-sudut yang terbentuk, maka jumlah
ukuran-ukuran sudut itu akan sama dengan ukuran sudut lurus. Akibat lain dari sifat ini adalah jumlah
ukuran dua sudut dalam suatu segitiga sama dengan besar sudut luar yang tidak bersisian. Situasi ini
ditunjukkan oleh Gambar 38.(a) di bawah ini. Sifat ini juga digunakan sebagai jembatan untuk
membuktikan sifat bahwa, “jika suatu sisi segitiga lebih panjang daripada sisi lainnya, maka besar sudut
yang berhadapan dengan sisi yang lebih panjang akan lebih besar daripada besar sudut yang
berhadapan dengan sisi yang lebih pendek”.

Sifat istimewa dari jumlah ukuran “sudut dalam” suatu segitiga ini juga dapat digunakan
untuk menentukan jumlah ukuran “sudut dalam” segi-n, 𝑛 ≥ 3. Detail dari masalah ini disajikan dalam
bagian Penalaran dan Pemecahan Masalah terkait Segitiga. Sifat istimewa ini juga mengakibatkan bahwa
suatu segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-siku. Dalam matematika sekolah, sifat
“jumlah sudut dalam segitiga digunakan untuk menyelesaikan “masalah” seperti pada Gambar 38 (b).
Pada masalah ini pertanyaannya, “berapakah 𝑥?” Penyelesaian masalah ini diserahkan kepada pembaca.
Contoh lain penggunaan sifat “jumlah ukuran sudut dalam segitiga” disajikan di bawah ini. Yang diminta
di sini adalah besar sudut dan panjang sisi jajargenjang itu.

Karena DE=EB=BC dan berdasar sifat sisi jajargenjang, maka ADE sama kaki, sehingga
𝜇∠𝐴1 = 𝜇∠𝐸1. Pada ADE diperoleh 𝜇∠𝐴1 + 𝜇∠𝐸1 + 2𝑥 = 1800. Karena 𝜇∠𝐴1 = 𝜇∠𝐸1, maka diperoleh
𝜇∠𝐸1 = 900 − 𝑥. Berdasar sifat sudut jajargenjang, maka 𝜇∠𝐷 + 𝜇∠𝐶 = 2𝑥 + 𝜇∠𝐶 = 1800, sehingga 𝜇∠𝐶 =
1800 − 2𝑥. Diketahui bahwa BCE sama kaki, sehingga 𝜇∠𝐶 = 𝜇∠𝐸3. Dengan demikian kita peroleh 𝜇∠𝐸1
+ 720 + 𝜇∠𝐸3 = 900 − 𝑥 + 720 + 1800 − 2𝑥 = 1800. Dari persamaan ini diperoleh 𝑥 = 540, dan 𝜇∠𝐸1 = 900
− 𝑥 = 360. Pada ADE diperoleh sin360 𝐴𝐷 = sin1080 12 ⟹ 𝐴𝐷 = 6 cos360 ≅ 7,42 (dibulatkan dua
tempat desimal). Pada titik B, karena 𝜇∠𝐷 = 𝜇∠𝐵 dan 𝜇∠𝐸𝐵𝐶 = 360, maka 𝜇∠𝐸𝐵𝐴 = 720. Karena itu
ABE adalah segitiga sama kaki, dengan 𝐴𝐸 = 𝐴𝐵 sehingga AB=12. Jadi panjang sisi-sisi jajargenjang itu
adalah 7,42 dan 12.

Segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-siku.

Perhatikan “segitiga kulit bumi” di bawah ini. Garis-garis bujur bumi berpotongan secara
tegak lurus dengan garis lintang. Tetapi karena bumi berbentuk bulat, maka garis-garis bujur itu
berpotongan di titik kutub. Karena itu, dua garis bujur dan satu garis lintang akan membentuk suatu
segitiga. Karena garis-garis bujur itu berpotongan secara tegak lurus dengan garis lintang, maka segitiga
yang terbentuk memiliki dua sudut siku-siku. Pada gambar di bawah ditunjukkan oleh Gambar 40(b).
Apakah pada Geometri Euclide situasi serupa bisa terjadi?
Pada sistem geometri Euclide suatu segitiga hanya dapat memiliki paling banyak satu sudut siku-siku.
Perhatikan segitiga di Gambar 41.

Andaikan 𝛽 dan 𝛾 siku-siku, maka 𝛽 = 𝛾 = 900. Akibatnya 𝛽 + 𝛾 + 𝛼 = 1800 + 𝛼. Karena 𝛼 ≥


0, maka 1800 + 𝛼 ≥ 1800. Kontradiksi dengan sifat sudut-sudut dalam segitiga, yaitu “jumlah ukuran
semua sudut dalam suatu segitiga adalah 1800”. Karena itu, pengandaian bahwa suatu segitiga dapat
memiliki lebih dari satu sudut siku-siku menimbulkan kontradiksi. Dengan demikian, suatu segitiga tidak
dapat memiliki lebih dari satu sudut siku-siku. Akibat lebih lanjut dari sifat ini adalah, jika salah satu
sudut suatu segitiga siku-siku atau tumpul, maka dua sudut lainnya adalah sudut lancip. Dengan sifat ini,
jika kita mengecek atau membuktikan suatu segitiga siku-siku, maka cukup ditunjukkan bahwa salah
satu sudut segitiga itu siku-siku. Cara berpikir yang sama juga dapat digunakan untuk memeriksa suatu
segitiga tumpul atau tidak, artinya jika kita ingin mengetahui suatu segitiga tumpul atau tidak, maka
cukup ditunjukkan bahwa salah satu sudut segitiga itu tumpul.

Garis-Garis Istimewa pada Segitiga

Dalam pengkajian lebih dalam tentang segitiga dikenal ada garisgaris istimewa. Garis-garis
istimewa itu adalah; garis tinggi, garis berat, garis bagi, garis sumbu, garis Euler, dan garis Cevian
(Cevian Line). Penggunaan kata “garis”pada istilah “garis-garis istimewa” itu secara substansi dan dari
sistem Geometri Euclid sebenarnya tidaklah akurat, karena pada definisi formal, yang dimaksud di situ
adalah ruas garis. Secara persis, definisi formal dari tiap-tiap garis istimewa itu disajikan dalam Tabel 3
berikut.

Tabel 3 Pengertian Garis-Garis Istimewa pada Segitiga

Garis tinggi (Altitude)

Garis tinggi dari titik A pada segitiga ABC adalah ruas garis yang digambar dari titik A tegak lurus pada
𝐵𝐶 ̅̅ atau garis yang memuat sisi 𝐵𝐶 ̅̅.

Garis berat (Median)

Ruas garis yang menghubungkan suatu titik sudut segitiga dengan titik tengah sisi di depan sudut itu.

Garis bagi sudut (Angle bisector)


Garis bagi sudut A adalah garis yang melalui titik sudut A dan “daerah dalam” sudut itu sehingga
terbentuk dua sudut bersisian yang kongruen.

Bisektor Tegak lurus

Bisektor tegak lurus sisi 𝐵𝐶 ̅̅ pada ABC adalah ruas garis yang tegak lurus dan membagi 𝐵𝐶 ̅̅ menjadi
dua bagian yang sama.

Centroid Centroid adalah titik perpotongan ketiga garis berat (median) dari suatu segitiga.

Orthocenter Titik potong dari ketiga garis tinggi suatu segitiga.

Incenter Titik perpotongan ketiga bisektor sudut. Incenter ini juga disebut incircle.

Incircle Lingkaran di dalam suatu segitiga dan menyinggung ketiga sisi segitiga itu.

Circumcenter Titik perpotongan ketiga bisektor tegak lurus. Circumcenter adalah juga pusat lingkaran
luar

Garis Euler Adalah garis yang menghubungkan centroid, circumcenter, dan orthocenter.

Garis Cevian

Sebarang ruas garis yang menghubungkan suatu titik sudut pada segitiga dengan titik pada sisi di depan
sudut itu. Medians, garis tinggi, dan bisektor sudut adalah beberapa garis cevian istimewa.

A.Garis Tinggi

Pada geometri di jenjang sekolah dasar atau sekolah menengah pertama, garis tinggi ini
digunakan untuk menentukan luas daerah segitiga. Dalam matematika sekolah telah kita ketahui bahwa,
jika 𝑡 adalah ketinggian ∆ABC pada sisi BC ̅̅ maka luas daerah segitiga itu dapat dinyatakan dengan
formula L∆ABC = 1/2 t ∙ BC. Kalau untuk segitiga lancip, formula luas daerah ini dengan mudah dapat
diterima karena altitude itu betul-betul memotong sisi BC ̅ ̅. Kalau pada segitiga tumpul (dalam hal ini
∆PQR, bagaimana mendapatkan luas L∆PQR = 1/2 t ∙ PQ? Perhatikan kembali gambar ∆PQR di bawah ini!
Pada Gambar 43 ada tiga segitiga, yaitu ∆PQR, ∆PTR, dan ∆QTR. Dari tiga segitiga ini
diperoleh hubungan L∆PTR = L∆PQR + L∆QTR atau L∆PQR = L∆PTR − L∆QTR = 1 2 PT ∙ t − 1 2 QT ∙ t = 1 2
PQ ∙ t. Hasil ini menandaskan bahwa penghitungan luas daerah segitiga menggunakan garis tinggi tidak
bergantung kepada posisi titik potong garis tinggi itu terhadap sisi segitiga.

B. Garis Bagi (Bisektor) Sudut

Garis bagi suatu sudut adalah garis yang melalui titik sudut dan “daerah dalam” sudut itu,
sehingga terbentuk dua sudut bersisian (adjacent angle) (Alexander & Koeberlein, 2015) yang kongruen.
Secara umum, garis bagi sudut ada dua yaitu garis bagi sudut dalam dan garis bagi sudut luar. Pada
gambar di bawah ini disajikan sudut, daerah dalamnya, dan bisektor sudut itu. Daerah yang diarsir
adalah daerah dalam sudut, sinar 𝑂𝑃 melalui titik sudut dan daerah dalam sudut itu. Sinar 𝑂𝑃 ini
membentuk dua sudut bersisian, yaitu ∠𝐴𝑂𝑃 dan ∠𝑃𝑂𝐵. Jika kedua sudut bersisian ini kongruen, maka
𝑂𝑃 dikatakan sebagai bisektor.

D. Garis Berat

Misalkan D, E, dan F berturut-turut adalah titik tengah sisi 𝐴𝐶 ̅̅,𝐴𝐵 ̅̅ dan 𝐵𝐶 ̅̅ pada ∆𝐴𝐵𝐶.
Maka 𝐵𝐷 ̅̅,𝐶𝐸 ̅̅ dan 𝐴𝐹 ̅̅ dikatakan garis-garis berat ∆𝐴𝐵𝐶. Dua sifat penting yang dimiliki oleh garis berat
ini adalah; (1) ketiga garis itu berpotongan di satu titik (concurrent) misalnya titik G, (2) 𝐴𝐺:𝐺𝐹 = 2:1.
Bukti sifat ini dapat dilihat dalam (Hartshorne, 2000, hal. 53). Sifat istimewa yang
diberikan oleh garis berat ini adalah, bahwa tiga garis berat itu membagi daerah segitiga itu menjadi
enam daerah yang luasnya sama. Untuk penjelasan ini dapat diambil satu sampel. Sebagai contoh,
perhatikan ∆𝐵𝐺𝐹 dan ∆𝐶𝐺𝐹 pada gambar di bawah ini. Luas daerah kedua segitiga segitiga ini sama,
karena kedua segitiga itu memiliki ketinggian dan alas yang kongruen. Dengan alasan yang sama dapat
diklaim bahwa daerah 5 dan daerah 6 luasnya sama, demikian pula dengan daerah 3 dan daerah 4.
Pertanyaannya, apakah daerah 4 dan daerah 5 luasnya sama? Untuk mempermudah penulisan, luas
daerah 5 akan dilambangkan dengan 𝐿5.

Perhatikan ∆𝐴𝐵𝐶 dan garis berat 𝐴𝐹 .̅̅ Karena 𝐴𝐹 ̅̅ garis berat, maka 𝐵𝐹 ̅̅ ≅ 𝐹𝐶 ̅̅, sehingga
∆𝐴𝐵𝐹 dan ∆𝐴𝐹𝐶 luasnya sama, atau 𝐿5 + 𝐿6 + 𝐿1 = 𝐿4 + 𝐿3 + 𝐿2. Karena 𝐿5 = 𝐿6 dan 𝐿3 = 𝐿4, dan 𝐿1 =
𝐿2, maka diperoleh 𝐿5 = 𝐿4. Dengan cara analog dapat ditunjukkan bahwa 𝐿1 = 𝐿6. Ini menunjukkan
bahwa, ketiga garis berat itu membagi daerah suatu segitiga menjadi enam daerah yang luasnya sama.

Anda mungkin juga menyukai