Anda di halaman 1dari 21

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 17 TAHUN 2009

TENTANG

MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas
dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua
dan dua samudera dengan kondisi alam yang memiliki berbagai
keunggulan, namun dipihak lain posisinya berada dalam wilayah yang
memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang
rawan terhadap terjadinya bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi,
dapat mengakibatkan korban jiwa dan harta benda sehingga perlu
disikapi dan ditangani sesegera mungkin secara arif, bijaksana,
profesional dan proporsional oleh Polri dengan manajemen
penanggulangan bencana;

b. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melindungi


keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan
bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia;

c. bahwa Undang – Undang tentang Penanggulangan Bencana serta


Peraturan Pemerintah telah diterbitkan sehingga dipandang perlu
menetapkan aturan bagi petugas Polri dalam penanggulangan bencana;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf


a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Kapolri tentang
Manajemen Penanggulangan Bencana.
2

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang


Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4168 );
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana ( Lembaran Negara tahun 2007 nomor 66 );
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan


Pengelolaan Bantuan Bencana;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta


Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non Pemerintah dalam
Penanggulangan Bencana;

7. Peraturan Presiden Nomor 08 Tahun 2008 tentang Badan Nasional


Penanggulangan Bencana (BNPB);

8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2002 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
9. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/53/X/2002 tanggal 17 Oktober
2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada
Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta
perubahannya;
10. Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/54/X/2002 tanggal 17 Oktober
2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada
Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah ( Polda ) beserta
perubahannya;.

11. Surat Keputusan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. :


Skep/483/VIII/2006 tanggal 3 Agustus 2006 tentang Pedoman Kesiapan
Antisipasi Bencana Alam (Gempa-Tsunami).

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TENTANG MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
3

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah


segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
2. Manajemen Penanggulangan Bencana adalah pengelolaan sumber daya yang
tersedia untuk merespons secara efektif dan efisien, terhadap keadaan darurat /
kontinjensi bencana yang mencakup wilayah terjadinya bencana atau wilayah lain
yang terpengaruh oleh bencana tersebut.

3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.

4. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau
meninggal dunia akibat bencana.
5. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

6. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan


segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,
pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan
serta pemulihan prasarana dan sarana.

7. Prabencana adalah suatu keadaan belum terjadi bencana akan tetapi memungkinkan
untuk terjadinya potensi bencana.

8. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi
tugas untuk menanggulangi bencana.

9. Pasca Bencana adalah mulai dinyatakan berakhirnya keadaan tanggap darurat dan
dimulainya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sampai dengan aktifitas masyarakat
berjalan dengan normal.

10. Kontinjensi adalah keadaan dalam kehidupan atau tata kehidupan masyarakat yang
oleh suatu sebab tertentu kehidupan tersebut sangat mungkin menjadi sumber
penyebab kerawanan, krisis sehingga perlu senantiasa diwaspadai/diantisipasi secara
dini dengan pilihan alternatif yang diambil sesegera mungkin secara efektif dan
efisien.
4

11. Informasi awal adalah bahan keterangan tingkat awal tentang suatu keadaan
peristiwa alam yang akan terjadi yang didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika ( BMKG ) dan sumber lain yang dapat dipercaya untuk diteruskan
kepada masyarakat.

12. Penyelamatan ( Rescue ) adalah suatu kegiatan pertolongan terhadap korban


dengan tujuan meringankan beban dan menyelamatkan korban untuk mendapatkan
pertolongan yang memadai dalam waktu singkat.

13. Bantuan satuan Polri adalah bantuan yang diberikan satuan Polri yang berada
dalam wilayah operasional yang telah ditentukan berupa personel dan sumber daya
lainnya ketika suatu kesatuan Polri yang wilayahnya terkena bencana/melakukan
kegiatan operasional tidak dapat mengerahkan sumberdayanya sendiri dengan
memadai untuk merespons keadaan darurat dan atau bencana.

14. Tataran kewenangan Kepolisian Kewilayahan adalah pada tingkat provinsi oleh
Polda, pada tingkat Kabupaten/Kota oleh Polwil/Tabes/Polres/Ta/Tro dan pada tingkat
Kecamatan oleh Polsek/Ta/Tro.

15. Komando Pengendalian Lapangan ( KPL ) adalah sistim organisasi modular yang
dibentuk untuk menanggulangi bencana.

16. Sistem Komando Pengendalian Lapangan (SKPL) adalah suatu sistem untuk
mengorganisasikan respons lapangan oleh Polri dalam menanggulangi bencana.

17. Pos Komando Pengendalian Lapangan ( PKPL ) adalah tempat dan atau lokasi
fungsi komando utama dilaksanakan.

18. Pangkalan Aju adalah tempat dan atau lokasi yang terdekat dengan kejadian darurat
dan atau bencana dimana sumber daya dapat disimpan untuk sementara waktu
sambil menunggu penggunaan dan penugasan.

19. Pusat Krisis Kepolisian Setempat adalah pusat koordinasi dan pengawasan
penanggulangan bencana atau kejadian darurat yang berkedudukan di Pusdal Ops
dari masing masing satuan wilayah sesuai tataran kewenangan.

20. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari
tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk
bencana.

Pasal 2

(1) Manajemen penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya


penanggulangan bencana dan atau keadaan darurat oleh Satuan Polri secara
terencana, terpadu, terkoordinasi dan terkendali dalam rangka memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat terhadap ancaman,
risiko dan dampak bencana;

(2) Manajemen penanggulangan bencana diselenggarakan dilingkungan Polri dan untuk


memudahkan akses komando dari BNPB/BPBD dalam penanggulangan bencana
pada tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana;
5

(3) Guna memudahkan akses komando dari BNPB/BPBD Polri menunjuk Wakil dari
institusi Polri yang duduk selaku Liaison Officer (LO) pada BNPB/BPBD.

(4) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi tahap pra bencana, saat


tanggap darurat dan pasca bencana.

Pasal 3

Ruang lingkup manajemen penanggulangan bencana meliputi bencana alam, bencana non
alam dan bencana sosial.

Pasal 4

Azas - azas

Azas dalam Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi :

a. objektif, yaitu dalam memberikan pertolongan, melindungi keselamatan jiwa raga


dan harta benda serta gangguan terhadap lingkungan hidup senantiasa tidak
memihak dengan memperhatikan hak asasi manusia;

b. transparan, yaitu dalam memberikan pertolongan, melindungi keselamatan jiwa


raga dan harta benda serta gangguan terhadap lingkungan hidup dilaksanakan secara
terbuka;

c. akuntabel, yaitu dalam memberikan pertolongan, melindungi keselamatan jiwa


raga dan harta benda serta gangguan terhadap lingkungan hidup dapat
dipertanggung-jawabkan secara vertikal maupun horisontal, baik kepada Pimpinan
Polri maupun kepada masyarakat;

d. non diskriminasi, yaitu dalam memberikan pertolongan, melindungi keselamatan


jiwa raga dan harta benda serta gangguan terhadap lingkungan hidup senantiasa
tidak membedakan asal usul dan latar belakangnya;

e. humanis, yaitu dalam memberikan pertolongan, melindungi keselamatan jiwa raga


dan harta benda serta gangguan terhadap lingkungan hidup senantiasa
memperlakukan penuh simpatik, ramah tamah, sopan santun dan tanpa pamrih
dengan tetap menjunjung tinggi HAM.
6

Pasal 5

Tataran kewenangan

(1) Manajemen Penanggulangan Bencana mempunyai pelaksana lapangan sesuai


dengan tingkatan satker manajerial yang meliputi :

a. Pelaksana tingkat Kabupaten/Kota (Polres/Ta/Tabes/Tro, Polwil/Wiltabes)

b. Pelaksana tingkat Provinsi (Polda)

c. Pelaksana tingkat Pusat (Mabes Polri)

d. Pelaksana tingkat Nasional (Mabes Polri dan BNPB)

(2) Pelaksana tingkat Polres/Ta/Tabes/Tro, Polwil/Wiltabes merencanakan dan


melaksanakan kegiatan Manajemen penanggulangan bencana pada tingkat Polres /
Ta / Tabes/ Tro, Polwil / Wiltabes, dan Kepala pelaksananya adalah pejabat yang
ditunjuk oleh Kasatker yang bersangkutan ;

(3) Pelaksana tingkat Polda merencanakan dan melaksanakan kegiatan Manajemen


penanggulangan bencana pada tingkat Polda, dan kepala pelaksananya adalah
Dirsamapta Polda / Pejabat yang ditunjuk oleh Kapolda ;

(4) Pelaksana tingkat Mabes Polri merencanakan dan melaksanakan kegiatan


Manajemen penanggulangan bencana pada tingkat Nasional, dan kepala
pelaksananya adalah Dirsamapta Babinkam Polri.

BAB II

PERENCANAAN

Pasal 6

Pra bencana

Prabencana meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi terjadinya
bencana

(1) dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :

a. penyiapan sumber daya personel, peralatan logistik;

b. penyiapan dukungan anggaran;

c. penyiapan rencana latihan penangulangan bencana;

d. sosialisasi dalam rangka pencegahan pengurangan resiko bencana.


7

(2) dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana meliputi :

a. memberikan peringatan dini kepada masyarakat akan terkena bencana ;

b. memobilisasi semua sumber daya yang ada ;

b. menyiapkan tempat evakuasi/pengungsian;

c. menyiapkan tenaga, alat peralatan medis dan obat-obatan;

d. Sosialisasi dalam rangka pencegahan pengurangan resiko bencana.

Pasal 7

Tanggap Darurat

(1) Menganalisa situasi dan kondisi bencana;

(2) Menetapkan sasaran penanggulangan bencana dan tim evakuasi dengan


mengutamakan keselamatan jiwa personil respon tanggap darurat, masyarakat
korban bencana dan masyarakat sekitar;

(3) Menentukan strategi penanggulangan;

(4) Menentukan taktik yang digunakan;

(5) Menyiapkan rencana pergeseran sumber daya;

(6) Menyiapkan pos KPL dan pangkalan aju.

Pasal 8

Pasca bencana

(1) Melakukan evaluasi pelaksanaan tanggap darurat;

(2) Memelihara dan memulihkan keamanan dan ketertiban;

(3) Membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi;

(4) Demobilisasi sumber daya yang telah digunakan;

(5) Mengantisipasi dampak bencana dan kejadian yang akan terjadi serta kemungkinan
terjadi bencana susulan.

BAB III
8

PENGORGANISASIAN

Pasal 9

Prabencana

(1) Membentuk susunan panitia dan rencana pelatihan dalam penanggulangan


bencana;

(2) Menyiapkan peserta dan kelompok pelatihan;

(3) Menyiapkan struktur KPL dalam rangka persiapan mobilisasi tanggap darurat;

(4) Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain dalam rangka persiapan


penyusunan pelatihan maupun sruktur KPL Gabungan.

Pasal 10

(1) Susunan organisasi Manajemen penanggulangan bencana meliputi staf manajemen,


bagian operasional, bagian perencanaan, bagian logistik, bagian keuangan dan
administrasi;

(2) Staf manajemen bertanggung jawab terhadap seluruh kebijakan kegiatan


penanggulangan bencana dan melakukan koordinasi lintas sektoral;

(3) Bagian operasional bertanggung jawab melakukan koordinasi semua kegiatan


operasional untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana;

(4) Bagian perencanaan bertanggung jawab mengumpulkan, menyusun,


mengembangkan dan mengevaluasi sumber daya yang akan digunakan pada
kegiatan penanggulangan bencana;

(5) Bagian logistik bertanggung jawab dan menjamin tersedianya peralatan operasional
dengan menyediakan fasilitas, pelayanan, perlengkapan dan material;

(6) Bagian keuangan dan administrasi bertanggung jawab terhadap aktifitas keuangan
dan administrasi kegiatan penanggulangan bencana.

Pasal 11

(1) Dalam rangka perencanaan pra bencana organisasi yang melaksanakan kegiatan
adalah sesuai struktur organik pada masing-masing kesatuan;

(2) Yang dimaksudkan struktur organik pada ayat (1) adalah :


a. Pada tingkat Mabes Polri adalah Sdeops Polri;
b. Pada tingkat Polda adalah Biro Ops Polda;
9

c. Pada tingkat Polwil/tabes adalah Bagops


Polwil/tabes;
d. Pada tingkat Polres/Ta/Metro adalah Bagops
Polres/Ta/Metro.
Pasal 12

Tanggap Darurat

(1) Membentuk dan mengaktifkan KPL sesuai bencana yang terjadi dan besar
kecilnya dapak yang terjadi;

(2) Melakukan pengamanan area/lokasi bencana dan tempat pengungsian;

(3) Melakukan pengaturan, penjagaan dan pengawalan lalu lintas;

(4) Melakukan evakuasi, pertolongan korban dan pengobatan;

(5) Melakukan penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan tindak kejahatan;

(6) Memberikan penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat sekitar dan atau
korban untuk mewaspadai /mengantisipasi kemungkinan adanya bencana susulan;

(7) Melakukan pemantauan dari udara terhadap perkembangan situasi bencana.

Pasal 13

(1) Organisasi lapangan yang selanjutnya disebut Komando Pengendali Lapangan (KPL)
dibentuk sesuai dengan kebutuhan, pembentukan KPL bisa mendahului sebelum
organisasi manajemen keadaan darurat dibentuk apabila kegiatan penanggulangan
bencana merupakan kejadian bencana alam (kontinjensi);

(2) Susunan organisasi KPL meliputi Staf Komando, bagian operasi, bagian
perencanaan, bagian logistik dan bagian keuangan/administrasi;

(3) Staf Komando terdiri dari : Kepala KPL, Wakil Kepala KPL (sesuai kebutuhan),
petugas Humas, sekretaris, petugas pengamanan keselamatan, petugas
pengehubung dan petugas intel (sesuai kebutuhan);

(4) Bagian operasi terdiri dari : Kepala bagian operasi, satuan tugas bergerak dan
kelompok bantuan udara;

(5) Bagian perencanaan meliputi kepala perencanaan, unit situasi, unit sumber daya, unit
demobilisasi dan unit dokumentasi;

(6) Bagian logistik meliputi unit personil, pangkalan aju, cabang pelayanan dan cabang
pendukung;
10

(7) Bagian keuangan/administrasi meliputi unit pencatat waktu dan unit penyedia.

Pasal 14

(1) Karakteristik yang dimiliki oleh Organisasi KPL meliputi ;

a. terminologi yang sama;

b. organisasi Modular (Bongkar Pasang);

c. struktur Komando Terpadu;

d. rencana Kegiatan;

e. rentang Kendali yang dapat ditangani;

f. fasilitas kejadian darurat yang sudah ditetapkan sebelumnya;

g. manajemen Sumber Daya Komprehensif;

h. komunikasi yang terintegrasi;

i. komando Wilayah.

Pasal 15

Tugas dan Tanggung Jawab dalam Struktur Organisasi KPL:

Staf Komando

(1) Ka KPL / Deputi Ka KPL bertanggung jawab atas semua kegiatan dalam penanganan
penanggulangan bencana termasuk pengembangan strategi dan taktik serta
pemesanan dan pelepasan (pengembalian) sumber daya. Ka KPL memiliki wewenang
dan tanggung jawab penuh atas pelaksanaan operasional secara keseluruhan;

(2) Petugas Humas bertanggung jawab atas formulasi dan memberikan informasi kepada
media melalui persetujuan Ka KPL;

(3) Petugas Administrasi bertanggung jawab mencatat informasi dari semua formulir
penanggulangan bencana yang berhubungan dengan waktu, isi pesan, dan tindakan
yang diambil;

(4) Petugas Pengamanan Keselamatan bertanggung jawab memonitor dan menilai situasi
yang berbahaya dan tidak aman serta mengembangkan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk memastikan keamanan personil;
11

(5) Petugas Penghubung (Liaison) bertanggung jawab menjadi contact person bagi
perwakilan instansi yang membantu;

(6) Petugas Intel diaktifkan sesuai kebutuhan, yaitu apabila berkaitan dengan informasi-
informasi sensitif.

Pasal 16

Bagian Operasi

Bertanggung jawab mengkoordinasikan respons taktis penanganan penanggulangan


bencana. Hal ini melibatkan, tetapi tidak terbatas pada, pengerahan personil jika terjadi
kerusuhan, mengkoordinasikan respons evakuasi, mengkoordinasikan operasi
penyelamatan.

(1) Kepala Bagian Operasi bertanggung jawab mengaplikasikan dan mengatur semua
rencana operasional. Mengaktifkan dan mensupervisi unsur-unsur organisasi agar
sesuai dengan rencana kegiatan / operasi kegiatan penanggulangan bencana serta
mengarahkan penerapannya;

(2) Petugas Pengendali Komunikasi bertanggung jawab mengatur dan mengendalikan


semua perangkat radio kebutuhan taktis yang digunakan dalam mendukung kegiatan /
operasi penanganan penanggulangan bencana;

(3) Kelompok Misi Transportasi bertanggung jawab mengkoordinasikan pengoperasian


transportasi udara, perairan serta darat bila digunakan dalam penanganan
penanggulangan bencana.

Pasal 17

Bagian Perencanaan

Bagian Perencanaan bertugas merencanakan pelaksanaan operasi sesuai dengan data


melalui pengumpulan, evaluasi, proses dan penyebaran informasi secara tertulis untuk
dipakai dalam penanganan penanggulangan bencana.

(1) Kepala Perencanaan bertanggung jawab menyusun rencana kegiatan operasi


berdasarkan informasi situasi bencana yang dibutuhkan untuk memahami situasi
terkini, memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, membantu
mempersiapkan cara-cara penanganan alternatif dan melakukan koordinasi dengan
anggota-anggota staf lainnya;

(2) Unit intelijen (perkiraan keadaan lapangan) bertanggung jawab mengumpulkan,


mengolah, dan mengorganisasi semua informasi situasi keadaan darurat untuk
menyiapkan proyeksi ke depan untuk perkembangan, peta dan informasi intelijen
penanggulangan bencana;

(3) Unit Sumber Daya bertanggung jawab untuk memelihara semua sumber daya yang
ditugaskan (utama dan pendukung) dalam suatu penanggulangan bencana;
12

(4) Unit Demobiliasi (Pengembalian Sumber Daya) bertanggung jawab mempersiapkan


rencana demobilisasi dan membantu memastikan pengerahan personil dan peralatan
setelah kegiatan dilaksanakan dengan teratur, aman dan hemat;

(5) Unit Dokumentasi bertanggung jawab untuk memelihara dan menjaga keakuratan
serta kelengkapan arsip bencana serta saat bencana berakhir, mengumpulkan dan
menyimpan semua arsip untuk tujuan hukum dan historis.

Pasal 18

Bagian Logistik

Bagian Logistik bertanggung jawab menangani kebutuhan pelayanan, pendukung dan


personel dalam bencana, serta mengembangkan sumber daya untuk memperoleh dukungan
material dari sumber lain yang berada di luar juridiksinya.

(1) Kepala Bagian Logistik bertanggung jawab menyediakan fasilitas-fasilitas, jasa, staf
dan material dalam mendukung penanganan keadaan darurat dan bertanggung jawab
mengurus semua dan analisa biaya penanganan penanggulangan bencana;

(2) Unit Personil bertanggung jawab menyediakan staf yang dibutuhkan untuk merespon
bencana, serta mensupervisi penyediaan staff untuk operasi dan berkoordinasi
dengan bagian operasi, bagian perencanaan, bagian logistik dalam menyediakan
jumlah personil yang diperlukan;

(3) Perwira Pangkalan Aju bertanggung jawab memelihara atau menjaga lokasi tempat
personil dan peralatan dipusatkan untuk mendukung penanganan penanggulangan
bencana;

(4) Cabang Pelayanan bertanggung jawab atas semua kegiatan pelayanan di lokasi
bencana serta menyediakan dan memelihara peralatan komunikasi, menyediakan
dukungan medis dan menyediakan perbekalan agar personil yang ditugaskan
terpenuhi kebutuhan pangannya;

(5) Cabang Pendukung bertanggung jawab atas pemesanan barang-barang sekali pakai
sampai menyediakan dan memelihara kendaraan pendukung. Mengawasi
pengoperasian unit-unit fasilitas, pemeliharaan, dukungan lapangan dan persediaan.

Pasal 19

Bagian Administrasi / Keuangan

Bagian Adm / Keu bertanggung jawab mengumpulkan semua informasi yang berhubungan
dengan biaya operasi penanganan bencana. Pada akhir dari operasi penanganan keadaan
darurat, bagian ini bertanggung jawab untuk mempresentasikan informasi akumulasi biaya
merespon bencana kepada pihak berwenang yang terkait.

(1) Unit Pencatat Waktu bertanggung jawab mencatat waktu personil dan peralatan.
Pencatat waktu personil memastikan pencatatan yang tepat tentang jam kerja dari
personil yang merespons bencana sudah secara akurat dilakukan. Pencatat waktu
peralatan memastikan bahwa sebuah laporan yang akurat dalam penggunaan
peralatan telah dilaksanakan;

(2) Unit Pengadaan bertanggung jawab mengadministrasikan semua masalah keuangan


yang berhubungan dengan pembelian dengan pihak ketiga;
13

(3) Unit Biaya bertugas menyediakan semua analisis biaya yang berhubungan dengan
kejadian bencana dengan mempertimbangkan ketepatan identifikasi semua peralatan
dan personil yang memerlukan pembayaran, mencatat segala data biaya,
menganalisa dan menyiapkan perkiraan biaya penanggulangan bencana serta
memelihara keterkinian catatan biaya-biaya penanggulangan bencana.

Pasal 20

(1) Dalam rangka pengorganisasian tanggap darurat maka organisasi yang berlaku
adalah sistem organisasi modular sesuai dengan cakupan luas bencana yang terjadi;

(2) Sistem organisasi modular yang dimaksud pada ayat (1) adalah organisasi SKPL;

(3) Yang menjabat Kepala KPL pada ayat (1 ) dan (2) adalah :
a. pada tingkat Mabes Polri adalah Dir Samapta Polri;
b. pada tingkat Polda adalah Dir Samapta Polda;
c. pada tingkat Polwil/tabes adalah Kabag Samapta
Polwil/tabes;
d. pada tingkat Polres/Ta/Metro adalah Kasat Samapta
Polres/Ta /Metro.

Pasal 21

Pasca bencana

(1) Melakukan evaluasi pelaksanaan tugas SKPL tanggap darurat;

(2) Membubarkan SKPL yang telah dibentuk;

(3) Memelihara dan memulihkan keamanan dan ketertiban;

(4) Membantu proses rehabilitasi dan rekonstruksi;

(5) Demobilisasi sumber daya yang telah digunakan ke satuan asal;

(6) Mengantisipasi dampak bencana dan kejadian yang akan terjadi serta kemungkinan
terjadi bencana susulan.

BAB IV

PELAKSANAAN

Pasal 22

Prabencana

(1) Melakukan pelatihan pananggulangan bencana pada semua tingkatan kesatuan dari
tingkat Mabes, Polda, Polwil/Tabes dan Polres/Ta/Tro;
14

(2) Mengadakan peralatan yang dibutuhkan dalam rangka kegiatan tanggap darurat;

(3) Memobilisasi sumber daya yang akan digunakan.

Pasal 23

Selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tersebut, Polri ikut
serta bersama instansi lain melakukan kegiatan sebagai berikut.

(1) Melakukan kegiatan Polmas (Bimluh) kepada Masyarakat yang rawan bencana agar
selalu waspada dan siap siaga dengan cara melakukan pelatihan simulasi
menghadapi bencana;

(2) Memberikan bantuan penyampaian informasi awal kepada masyarakat setelah


mendapat informasi/berita dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) yang berwenang untuk diteruskan kepada masyarakat baik melalui jalur
komunikasi yang ada di tingkat Polsek/Ta/Tro, Polres/Ta/Tro, Poltabes, Polwil/ Tabes
agar masyarakat dapat melakukan tindakan penyelamatan diri dan langkah antisipasi
ke tempat yang diperkirakan lebih aman;

(3) Melakukan koordinasi dengan unsur/instansi terkait untuk menentukan tempat/lokasi


aman di wilayah masing-masing sebagai tempat penyelamatan/evakuasi.

Pasal 24

Tanggap Darurat

(1) Setelah terjadi peristiwa bencana atau kecelakaan, Kasatwil segera membentuk KPL;

(2) Kasatwil segera menunjuk seorang Pejabat sebagai Kepala Komando Pengendali
Lapangan (Ka KPL);

(3) Ka KPL segera menunjuk personel untuk mengisi jabatan-jabatan dalam KPL sesuai
dengan bencana/kecelakaan yang terjadi;

(4) Ka KPL menentukan periode waktu penanganan peristiwa bencana atau kecelakaan;

(5) Ka KPL menyusun rencana kegiatan dan rencana anggaran yang akan digunakan;

(6) Apabila situasi peristiwa bencana/kecelakaan bertambah luas dan melampaui batas
kemampuan dan kewenangan, segera meminta bantuan perkuatan dari Satuan
Samping dan atau Satuan Atas.
15

Pasal 25

(1) Ka KPL ditunjuk dari Pejabat Satuan Kewilayahan yang memenuhi syarat memiliki
kemampuan dan pengalaman tugas tentang penanggulangan bencana;

(2) Ka KPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh anggota lapangan
disesuaikan dengan kondisi dilapangan berdasarkan penilaian oleh Ka KPL.

Pasal 26

(1) Dalam hal keadaan bencana yang penanganannya melibatkan lintas sektoral, maka
Ka KPL Polri menyerahkan penunjukan Ka KPL kepada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah ( BPBD ) ;

(2) Dalam hal keadaan bencana yang berskala Nasional maka Ka KPL ditentukan /
ditunjuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB ).

Pasal 27

(1) Untuk satuan yang belum memiliki peralatan pertolongan dan penyelamatan
menggunakan peralatan yang ada di kesatuannya masing-masing atau peralatan
yang ada pada satuan samping dan instansi terkait;

(2) Standarisasi perlengkapan pertolongan dan penyelamatan korban akibat bencana


sesuai dengan perlengkapan/peralatan berdasarkan jenis bencana yang terjadi.

Pasal 28

(1) Kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh KPL Polri dalam penanggulangan
bencana adalah :

a. pembentukan Posko pengamanan bencana alam;


b. pengamanan lokasi bencana dan lokasi pengungsian;
c. pengaturan arus Lalu Lintas diarea bencana dan area pengungsian;
d. evakuasi korban bencana melalui Darat, Udara dan Air;
e. pencarian korban bencana;
f. pengobatan / Kesehatan Lapangan;
g. ambulans Udara, Darat dan Air;
h. dapur lapangan;
i. penyaluran bantuan.

(2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila pada saat terjadi
bencana di lokasi dijumpai adanya tindakan kejahatan /kriminalitas, maka dilakukan
tindakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
16

Pasal 29

Cara Bertindak

(1) Cara bertindak untuk pengamanan lokasi pada tugas penanggulangan bencana
adalah:

a. penugasan kepada anggota yang dinilai cakap untuk melakukan tugas


penjagaan dan pengamanan (pengamanan orang dan barang) di lokasi
bencana atau kecelakaan;

b. membawa peralatan yang diperlukan untuk tugas pengamanan lokasi yang


disesuaikan dengan jenis bencana;

c. menjauhkan massa dari daerah berbahaya dan mengamankan jalur lalu


lintas yang digunakan oleh petugas pertolongan/evakuasi;

d. melarang orang/kendaraan yang tidak berkepentingan untuk memasuki


lokasi bencana;

e. apabila dipandang perlu petugas dapat memasang garis polisi;

f. mengawasi, dan menindak orang yang mengambil kesempatan melakukan


kejahatan di lokasi bencana;

g. melakukan perekaman kegiatan bantuan dan pertolongan menggunakan


video kamera dan audio visual baik bersifat umum maupun khusus/menonjol;

h. melakukan pendataan terhadap identitas dan jumlah korban bencana /


kecelakaan.

(2) Cara bertindak untuk pencarian / penanggulangan bencana adalah:

a. melakukan pencarian korban terutama yang masih hidup yang dikhawatirkan


masih berada di tempat lokasi bencana;

b. secepat mungkin melaksanakan evakuasi korban yang masih hidup dari lokasi
bencana dan menyerahkan kepada petugas/tim evakuasi atau instansi terkait
lainnya;

c. mengutamakan keselamatan jiwa walaupun terpaksa harus merusak


barang/benda lain yang menghalangi pelaksanaan tugas;

d. mengumpulkan (dan mengidentifikasi) jenazah bila ditemukan korban


meninggal dunia di tempat yang ditentukan dengan menggunakan alat
peralatan yang ada serta menyerahkannya kepada petugas / tim evakuasi;
17

e. kendaraan khusus SAR Polri digunakan untuk mengangkut peralatan dalam


bantuan dan pertolongan, sedangkan kendaraan truk bantuan taktis Polri
digunakan untuk melakukan evakuasi terhadap para korban yang ditemukan;

f. penanggung jawab lapangan melaporkan setiap perkembangan situasi kepada


Ka KPL secara berjenjang.

(3) Cara bertindak untuk evakuasi penanggulangan bencana adalah :

a. menentukan lokasi penampungan untuk evakuasi / tenda sementara


yang aman / terbuka sesuai rute yang ditentukan untuk penampungan korban;

b. membantu memberikan pertolongan pertama kepada korban


terutama yang masih hidup sesuai dengan petunjuk tim kesehatan lapangan;

c. menyerahkan korban kepada petugas kesehatan lapangan untuk


mendapatkan pertolongan pertama;

d. mengadakan koordinasi dengan unsur pendukung dan instansi


terkait lainnya dalam pelaksanaan evakuasi;

e. melakukan evakuasi korban yang dalam keadaan kritis dan perlu


mendapatkan pertolongan lanjutan segera;

f. dalam pelaksanaan tugas tetap memperhatikan petunjuk dari Kepala


KPL selama pelaksanaan evakuasi.

(4) Manajemen penanggulangan bencana ini dapat dioperasionalkan sebelum


Pemerintah menyatakan “Status Keadaan Darurat Bencana”.

Pasal 30

Bantuan Satuan Polri

(1) Dalam hal satuan Polri ditingkat Polda yang wilayahnya terkena bencana dan tidak
mampu mengerahkan sumber dayanya untuk merespon tanggap darurat dapat
meminta bantuan kepada Polda Terdekat.

(2) Tanggung jawab Kesatuan yang Meminta Bantuan, meliputi :


a. mengidentifikasi jumlah dan jenis sumber daya bantuan bersama yang diminta;
b. mengidentifikasi tugas-tugas spesifik untuk penugasan pihak-pihak yang
merespon bantuan bersama;
c. memberikan masukkan kepada pihak-pihak yang merespon sehubungan
peralatan apa saja yang perlu mereka bawa;
d. menyiapkan tempat pengumpulan sumber daya bantuan;
18

e. mengidentifikasi jalur komunikasi yang dapat digunakan oleh pusat kendali


krisis dan pengawasan sumber daya lapangan;
f. menunjuk seorang Perwira sebagai petugas penghubung untuk memfasilitasi
koordinasi untuk sumber daya bantuan bersama;
g. mempersiapkan pengarahan /APP tentang situasi termasuk peta wilayah
setempat untuk pihak-pihak yang merespon.
(3) Tanggung jawab Kesatuan yang Merespon, meliputi :

a. memberikan peralatan yang memadai bagi personelnya;


b. menugaskan seorang supervisor untuk menjaga keutuhan unit bantuannya;
c. menyusun daftar petugas bantuan bersama;
d. menugaskan personel ke pangkalan aju;
e. menyiapkan sift untuk acara penugasan yang berjangka waktu panjang;

f. melakukan pencatatan berkenaan dengan tanggal dan waktu kedatangan dan


keberangkatan, jumlah personel dengan kepangkatannya, pencatatan waktu,
jarak yang ditempuh, sumber daya yang rusak;

g. respon bantuan dimaksud untuk melengkapi sumber daya lokal yang tidak
memadai sebagai hasil dari keadaan yang tidak terencana yang memerlukan
darurat;

h. menyediakan dukungan logistik seperti makanan, akomodasi, jangka waktu


istirahat dan perawatan peralatan yang diperlukan, untuk personel yang
diperbantukan (status BKO);

i. pengerahan bantuan kekuatan yang diberikan dapat mencapai sepertiga


kekuatan yang dimiliki;

j. dalam hal satuan yang terkena bencana, unsur KPL yang seharusnya berperan
tidak mampu, Mabes Polri menunjuk pejabat untuk bertindak sebagai Ka KPL.

Pasal 31

(1) Pelaksana tanggap darurat dilaksanakan oleh masing-masing fungsi yang ada sesuai
bidang tugas dalam bentuk Satuan Tugas dan Unit-unit;

(2) Fungsi-fungsi kepolisian yang terlibat dalam tanggap darurat antara lain Fungsi
Samapta, Intelijen, Reskrim, Labfor, Identifikasi, Lalu-lintas, Polair, Poludara, Propam,
Dokkes, Humas. Binamitra, Telematika, Logistik, Satwa, Brimob.
19

Pasal 32

Pasca bencana

Setelah kegiatan tanggap darurat selesai dilaksanakan, KPL Polri bersama – sama dengan
Instansi terkait melakukan kegiatan sebagai berikut :

(1). Melakukan kegiatan Binluh dengan menggunakan strategi Polmas (Perpolisian


Masyarakat) kepada Masyarakat yang tertimpa bencana rawan bencana agar selalu
waspada dan siap siaga kemungkinan akan terjadi bencana susulan;

(2) Memberikan bantuan pengobatan, rehabilitasi medis melalui penggelaran Posko


kesehatan dan penggelaran rumah sakit lapangan apabila diperlukan sesuai dengan
tingkat bencana;

(3) Memberikan bantuan konseling jiwa dan psikologis kepada para korban bencana yang
mengalami trauma / gangguan mental / kejiwaan;

(4) Ikut serta melakukan kegiatan rekontruksi Infrastruktur agar kegiatan Masyarakat
dapat kembali normal.

BAB V

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 33

Koordinasi dan Pengendalian

(1) Dalam pelaksanaan tugas penanggulangan bencana dilapangan, Ka KPL dapat


melakukan koordinasi dengan unsur bantuan lapangan terkait lainnya untuk mencapai
hasil yang maksimal;

(2) Kapolres, Kapoltabes, Kapolwil atau Kapolda dapat melakukan koordinasi untuk
menyamakan persepsi dengan Satuan Koordinator Pelaksana/Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana (BNPB / BPBD) dan instansi terkait lainnya.

Pasal 34

(1) Pengendalian lapangan dalam tugas penanggulangan bencana berada pada Kasatwil;
20

(2) Dalam hal satuan kewilayahan terkena bencana yang mengakibatkan satwil tersebut
lumpuh total maka kendali penanggulangan bencana diambil alih oleh satuan
diatasnya;

(3) Setiap perkembangan eskalasi, wajib dilaporkan secara berjenjang dari Ka KPL
kepada Kapolres / Ta / Tro, Kapoltabes ,Kapolwil / Tabes, Kapolda dan Kapolri;

(4) Membuat laporan tertulis secara berjenjang tentang pelaksanaan tugas


penanggulangan bencana.

Pasal 35

Konsolidasi

(1) Dalam rangka mengakhiri kegiatan dilakukan konsolidasi oleh Kepala KPL untuk
pengecekan kekuatan personel, kesehatan personel dan perlengkapan / peralatan;

(2) Setelah selesai pelaksanaan penanggulangan bencana, satuan tugas kembali ke


markas satuan masing-masing dengan tertib.

Pasal 36

Setiap mengakhiri kegiatan penanggulangan bencana, Kepala KPL bertanggung jawab


melakukan kaji ulang yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menganalisa dan
mengevaluasi hasil pelaksanaan tugas guna mengadakan koreksi terhadap tindakan dan
cara bertindak yang tidak sesuai dengan prosedur.

BAB VI

PENGANGGARAN

Pasal 37

(1) Penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh Polri dalam kegiatan pra bencana,
tanggap darurat dan pasca bencana menggunakan anggaran Kontinjensi Polri baik
yang berada pada Mabes maupun yang berada pada SatuanKewilayahan disesuaikan
skala dan lokasi bencana;

(2) Penanggulangan bencana yang telah dinyatakan oleh Pemerintah sebagai bencana
Nasional/Daerah anggaran menggunakan dana kontinjensi Polri dan dana yang
diajukan kepada BNPB/BPBD.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN
21

Pasal 38

Surat Keputusan Kapolri No.Pol : Skep/483/VIII/2006 tanggal 3 Agustus 2006 tentang


Pedoman Kesiapan Antisipasi Bencana Alam (Gempa Tsunami) masih tetap berlaku untuk
jangka waktu 180 hari sejak pengundangan Peraturan kapolri ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 2009

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M


JENDERAL POLISI

Paraf :

Diundangkan di Jakarta 1. Konseptor/


pada tanggal 2009 Dirsamapta Babinkam Polri : ……….
2. Kababinkam Polri : ……….
MENTERI HUKUM DAN HAK AZASI MANUSIA 3. Kasetum Polri : ……….
REPUBLIK INDONESIA,
4. Kadivbinkum Polri : ……….
5. Wakapolri : ……….

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR . . . . . . . .

Anda mungkin juga menyukai