Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FILSAFAT ISLAM
Tentang :

``BIOGRAFI MUHAMMAD IQBAL’’

Dosen Bimbingan Miswar, MA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
IMAM AZHARI
Nim : 201901006

STAI TGK CHIK PANTE KULU


DARUSSALAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Biografi Muhammad
Iqbal ini tepat pada waktunya.
Alhamdulillah dengan selesainya makalah ini yang di susun adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tajwid I ,oleh karena itu kami ucapkan terimakasih
kepada Dosen MISWAR, MA yang memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami tetap
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini di
masa yang akan datang.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
1. Latar Belakang...............................................................................................................................2
2. Rumusan Masalah.........................................................................................................................2
3. Tujuan dan Kegunaan....................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
A.    Biografi Muhammad Iqbal..........................................................................................................2
B.      Karya-Karya Muhammad Iqbal..................................................................................................2
C. Pandangan Filsafat Muhammad Iqbal...........................................................................................2
BAB III..................................................................................................................................................2
PENUTUP.............................................................................................................................................2
1.Kesimpulan.....................................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Muhammad Iqbal adalah filosof pendidikan islam pada abad 20. Dimana melalui
karyanya beliau banyak sekali menyumbang untuk memperbaiki pendidikan Islam. Iqbal
telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat menjadi bekal individu-
individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban Barat yang materialistik ataupun tradisi
Timur yang fatalistik. Menurutnya kemunduran Islam akibat kebekuan para pemikir
pendidikan Islam. Sehingga perlu ada perbaikan dalam dunia pendidikan
Pendidikan Islam mengalami kemunduran dan belum bisa menyaingi pendidikan barat
yang sudah maju semenjak bangsa barat menguasai dunia. Padahal meihat sejarah, Islam
lebih dahulu maju daripada bangsa barat. Sehingga untuk lebih maju, perlu melihat kembai
kekurangan-kekurangan pendidikan islam agar bisa berkembang menjadi lebih baik.

2. Rumusan Masalah

A.    Siapakah Muhammad Iqbal itu?


C.     Apa saja Karya-karya Muhamad Iqbal?

3. Tujuan dan Kegunaan

A.    Untuk mengetahui biografi Muhammad Iqbal


C.     Untuk mengetahui karya-karya Muhammad Iqbal
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Iqbal

Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab pada tanggal 9 november 1977 yang bertepatan
dengan tanggal 3 dzulqodah tahun hijriyah 1294.[1] Iqbal adalah keturunan Kasta Brahmana
dari Kasymir. Kakeknya bernama Syeikh Muhammad Rofiq. Ayahnya, bernama Nur
Muhammad adalah seorang tokoh sufi, dan ibunya bernama Imam Bibi, dikenal juga dikenal
sebagai muslimah yang sholeh. Keshalihah bapak iqbal mempunyai pengaruh yang
mendalam pada Muhammad Iqbal.[2]
Pendidikan Iqbal dimulai dilingkungan keluarganya. Ia didik agama secara ketat oleh
ayahnya. Selanjutnya, ia dimasukkan kesekolah Maktab (surau) untuk belajar al-Qur’an.
Pendidikan formal Iqbal dimulai di Scottish Mission School di Sialkot. Kemudian
melanjutkan sekolah ke Lahore. Disini Iqbal belajar Governement College yang diasuh oleh
Thomas Arnold yaitu seorang orientalis yang ternama dan mahir dibidang filsafat. Pada tahun
1897, ia memperoleh gelar B.A (Bachelor of Arts). Ia mendapat medali emas sebagai
penghargaan karena prestasinya dalam ujian bahasa arab. Kemudian pada tahun 1899 Iqbal
memperoleh gelar M.A (Master of Arts) ia mendapat medali emas pula dalam ujian magister
ini. Kedekatan antara gutu dan murid antara Iqbal dan Thomas Arnold sangat erat. Ketika
Thomas Arnold kembali ke Inggris, Iqbal merasa sedih dan kehilangan, sehingga munculah
bait-baitnya yang bertemakan “Rintihan Perpisahan.” Ketika Iqbal memeperoleh gelar Doctor
karya disertasinya dipersembahkan kepada gurunya “Thomas Arnold”.
Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studi di London di Universitas Cambrigde dan
bidang yang ditekuninya adalah filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari James Wird dan
seorang oe-Hegelian, James Tagart.[3] Juga sering diskusi dengan pemikir lain serta
mengunjungi perpustakaan Cambridge London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia
pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich yang kemudian
mengantarkannya meraih gelar Doctoris Philishophy grandum, gelar doctor dalam bidang
filsafat pada November 1907, dengan desertasi The Development of Metaphisics in Persia,
 dibawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik kelondon untuk meneruskan studi
hukum dan sempat masuk school of political science.
Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan estetika Iqbal adalah tren
pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat jerman, saat
Iqbal tinggal disana, sedang berada dalam cengkraman filsafat Nietzsche (1844-1990), yakni
filsafat kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (super-man) mendapat
perhatian besar dari pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard Wagner dan Oswald
Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada di bawah pengaruh filsafat Henri
Bergson (1859-1941), elan vital, gerak dan perubahan. Sementara itu di Inggris Lloyd
Morgan dan McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai esensi kehidupan dan
dorongan perasaan keakuan sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat vitalis yang muncul
secara simultan di Eropa tersebut memberikan pengaruh yang besar pada Iqbal.
Selanjutnya, saat di London yang kedua Kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru
besar bahasa dan sastra Arab di Universitas london, menggantikan Thomas Arnold. Juga
diserahi jabatan ketua jurusan filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-
ceramah kislaman. Namun itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan
membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment Colleg Lahore.
Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia keluar dari profesi tersebut. Ia
juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar sejarah di universitas Aligarh 1909. Iqbal
memilih sebagai penyair yang kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai
seorang pemikir yang mendambakan kebangkitan dunia Islam, yang kemudian juga
menyampaikannya untuk mendapat gelar sir dari pemerintah, sekitar tahun,

B. Karya-Karya Muhammad Iqbal

Iqbal terus berkarya dan membangkitkan semangat jiwa bangsanya. Tahun 1935 ia
diangkat sebagai ketua Liga Muslim cabang Punjab dan terus berkomunikasi dengan Ali
Jinnah. Namun, pada tahun yang sama, ia mulai terserang penyakit dan semakin parah sampai
mengantarkannya pada kematian,

Iqbal mewariskan banyak karya tulis, berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan orang atau kata
pengantar bagi karya orang lain. Karya-karyanya, antara lain:

1. Asrar-i-Khudi ( Persia : ‫اسرار خودی‬ , The Secrets of the Self ; diterbitkan dalam bahasa


Persia, 1915) adalah buku puisi filosofis pertama dari Allama Iqbal , penyair-filsuf besar dari
British India. Buku ini terutama membahas tentang individu , sedangkan buku
keduanya Rumuz-i-Bekhudi ‫رموز بیخودی‬ membahas
ِ interaksi antara individu dan masyarakat . 

2. Rumuz-e-Bekhudi atau The Secrets of Selflessness diterbitkan dalam bahasa


Persia , 1918) adalah buku puisi filosofis kedua dari Allama Iqbal , seorang penyair-
filsuf dari anak benua India . Ini adalah sekuel dari buku pertamanya Asrar-e-
Khudi ‫اسرار خودی‬
ِ  ( Rahasia Diri ).

3. Payam-i-Mashriq ( Persia : ‫پیام مشرق‬
ِ  ; atau Pesan dari Timur ; diterbitkan dalam bahasa
Persia , 1923) adalah sebuah buku puisi filosofis dari Allama Iqbal , penyair-filsuf
besar dari British India .
4. Zabur-i-Ajam ( ‫زبور عجم‬ , Mazmur Persia ) adalah sebuah buku puisi filosofis, ditulis
dalam bahasa Persia , dari Allama Iqbal , penyair-filsuf besar di anak benua India . Itu
diterbitkan pada tahun 1927 .

5. The Javid Nama ( Persia : ‫جاوید نامہ‬ ), atau Kitab Keabadian , adalah buku


puisi Persia yang ditulis oleh Allama Muhammad Iqbal dan diterbitkan pada
tahun 1932 . Itu dianggap sebagai salah satu mahakarya Iqbal. Itu terinspirasi
oleh Komedi Ilahi Dante , dan seperti pemandu Dante adalah Virgil , Iqbal dibimbing
oleh Moulana Rumi . Keduanya mengunjungi bidang yang berbeda di surga yang
bertemu dengan orang yang berbeda. Iqbal menggunakan nama samaran Zinda
Rud untuk dirinya sendiri dalam buku ini.
Ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Arthur J. Arberry dan ke dalam
bahasa Jerman sebagai Dschavidnma: Das Buch der Ewigkeit oleh Annemarie
Schimmel dan dalam bahasa Italia sebagai Il poema Celeste oleh Alessandro
Bausani. Schimmel juga menyiapkan terjemahan bahasa Turki, Cevidname ,
berdasarkan edisi bahasa Jermannya.

6. Apa Yang Harus Dilakukan Pada Orang Timur; Traveler ( Persia : ‫پس چہ باءد کرد‬
‫اقوام شرق مع مسافر‬
ِ ‫;اے‬ Pas Chih Bayad Kard ay Aqwam-i-Mashriq Ma'a Musafir )
adalah sebuah buku puisi filosofis Allama Iqbal dalam bahasa Persia , seorang
penyair-filsuf dari anak benua India . Itu diterbitkan pada tahun 1936 . Terjemahan,
komentar, dan apresiasi sastra dalam bahasa Urdu oleh Elahi Bakhsh Akhtar Awan
diterbitkan oleh Badan Buku Universitas Khyber Bazar Peshawar Pakistan pada tahun
1960.
Buku itu termasuk mathnavi Musafir. Rumi dari Iqbal, sang guru, mengucapkan berita
gembira ini, "Timur terbangun dari tidurnya" ( Khwab-i ghaflat ). Komentar rinci
yang menginspirasi tentang kemiskinan sukarela dan manusia bebas, diikuti dengan
eksposisi misteri hukum Islam dan persepsi sufik diberikan. Dia menyesali perbedaan
pendapat di antara negara-negara India dan Muslim . Buku itu adalah kisah perjalanan
ke Afghanistan . Di Mathnavi, orang-orang di wilayah Sob'ha Sarhat ( Afghanistan )
dinasehati untuk mempelajari "rahasia Islam" dan "membangun diri " di dalam diri
mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang yang sangat saleh. [1] Judulnya juga
telah diterjemahkan sebagai What Then Is to Be Done, O Nations of the East .

7. Armaghan-i-Hijaz ( Urdu : ‫ارمغان حجاز‬ ; atau The Gift of the Hijaz ; aslinya diterbitkan


dalam bahasa Persia , 1938) adalah sebuah buku puisi filosofis dari Allama Iqbal ,
penyair-filsuf besar Islam 

C. Pandangan Filsafat Muhammad Iqbal

Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan,
selain itu beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan landasan organisasi kehidupan manusia
adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan.
Ia senantiasa bergerak dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada
ego mutlak, Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam keegoanya adalah perjuangan terus
menerus untuk menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya Ego Tertinggi. Dalam hal
ini, karena rintangan yang terbesar adalah benda atau alam, maka manusia harus menumbuhkan
instrumen-instrumen tertentu dalam dirinya, seperti daya indera, daya nalar dan daya-daya
lainnya agar dapat mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Selain itu, manusia juga harus
terus menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq), keberanian dan
kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni dan keindahan tidak lain adalah
bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta ego dalam mencapai Ego Tertinggi tersebut7.
Kendati mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun Iqbal tidak
menjadikannya membunuh ego kreasi yang bersemayam di kedalaman diri. Ia selalu membuka
katup cakrawala pemikirannya atas dunia di luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu
postulat, “Saya berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist)”, membedakannya dengan
pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan “asketisme di sana “.
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis. Gejala tersebut oleh
Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya sangat bertentangan dengan
“kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Iqbal untuk
mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia
dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka,
aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik
adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui
kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Jadi, konsep wahdah al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah pengidentifikasian keinginan
pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan penafian diri.
Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam koridor bimbingan
Ilahi. Iqbal tidak serta merta mengakui kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum,
karena eksistensi manusia tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir untuk
mengeksiskan diri. Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas tidak akan eksis tanpa
ada aktivisme yang berdimensi praktis.

Estetika
Berdasarkan konsep kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang berpusat pada
ego inilah, Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi
seni –sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal— harus muncul dari sumber ini.
Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan
pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan
manusia (penanggap)8. Seni yang tidak demikian tidak lebih dari api yang telah padam.
Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan
karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra ciptaan
Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat
hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup
mencipta dan menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa
melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena itu,
dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-
konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.
Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni
bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari
suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga harus juga memberikan
kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu
memberikan “hal baru” bagi kehidupan9. Dengan menawan sifat-sifat Tuhan dalam
penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus mampu menjadi “saingan” Tuhan. Di sinilah
hakekat pribadi yang hidup dalam diri manusia dan menjadi kebanggaannya dihadapan Tuhan.
Mari kita lihat syairnya.Kedua, berkaitan dengan pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar
membuat sesuatu tetapi harus benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga
karyanya bukan merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun
dari alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu bukan
mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang seharusnya’ dan ‘apa yang
belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang ada’ (Azzam, 1985, 141).
BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan
Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multidisiplin. Di dalam dirinya berhimpun
kualitas kaliber internasional sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, pendidik,
filosof dan mujtahid. Sebagai pemikir Muslim dalam arti yang sesungguhnya, Iqbal telah
merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam demi kemajuan kaum muslimin.
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk bisa
mengantisipasi dan mengarahkan gerak dan perubahan tersebut agar sesuai dengan kehendak-
Nya.
Oleh sebab itu, Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah Islam
memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak dan perubahan ini?.
Iqbal tidaklah menetapkan suatu pandangan praktis dalam filsafatnya, namun ia berusaha
mengugah cara pandang kaum muslimin yang selama ini terjebak dalam cara pandang yang statis
dalam memandang dunia. Namun karena kehidupan manusia yang cendrung dinamis malah
menjadikan umat Islam menjadi pembebek terhadap Bangsa Barat, dengan menanggalkan baju
keislaman mereka. Dari sinilah Iqbal merekonstruksi paradigma kaum muslimin agar mampu
hidup dalam dinamika kehidupan yang normal namun tetap dalam koridor sebagai seorang
muslim yang mengabdi kepada Tuhannya.

Anda mungkin juga menyukai