Anda di halaman 1dari 10

PERPAJAKAN I

”PAJAK DAERAH”

Dosen Pengampu:

I Made Wianto Putra,SE,M.Si

Kelompok 4

Kelas D7

Oleh :

Ni Kadek Berliana Bella Pratistha (1933121107)

Ni Wayan Leonita Chandra (1933121111)

Ni Luh Putu Tya Joniani (1933121223)

A.A Sagung Dewi Laksmi (1933121269)

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis

Universitas Warmadewa

Tahun 2021
A. Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB )
PENGERTIAN
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan
oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang
membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

OBJEK PBB
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”: Bumi: Permukaan bumi (tanah dan
perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia Contoh: sawah,
ladang, kebun, tanah. pekarangan, tambang, dll. Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam
atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal,
bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah,
dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang,
anjungan minyak lepas pantai, dll.

OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PBB


Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti
asuhan, candi, dan lain-lain.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu
hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.

SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK


Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
- mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
- memiliki bangunan, dan atau;
- menguasai bangunan, dan atau;
- memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
CARA MENDAFTARKAN OBJEK PBB
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan
formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP
setempat.

DASAR PENGENAAN PBB


Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per
wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan
Bupati/Walikota serta memperhatikan :
a. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. nilai perolehan baru;
d. penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,-
dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali dalam
satu Tahun Pajak.
b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan
pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

DASAR PENGHITUNGAN PBB


Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 40%
• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):
- apabila NJOP-nya ≥ Rp1.000.000.000,00 adalah 40%
- apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

TARIF PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%
RUMUS PENGHITUNGAN PBB
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP-NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP) maka besarnya PBB
= 0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP-NJOPTKP)

TEMPAT PEMBAYARAN PBB


Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat
Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama, KP PBB atau
disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat
pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

B. Pajak Hotel dan Restoran ( PB1 )


OBJEK PAJAK RESTORAN
Sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU PDRD, yang menjadi objek Pajak Restoran
adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran dari pelayanan penjualan makanan/minuman
yang dikonsumsi pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain
(dibawa pulang).

SUBJEK PAJAK RESTORAN


Subjek Pajak Restoran artinya subjek yang dikenakan atau dipungut PB1, yaitu pembeli
dari layanan yang disediakan oleh restoran tersebut. Jadi, PB1 ini sebetulnya tidak
dibebankan kepada pemilik resto, akan tetapi dikenakan pada pembeli atau konsumennya.
Pembeli makanan/minuman membayarkan PB1 bersamaan pada saat melakukan pembayaran
karena Pajak Restoran tersebut sudah tertera dalam struk pembelian.

WAJIB PAJAK PB1


Apa yang membedakan Wajib Pajak (WP) PB1 atau WP Pajak Restoran
WP Pajak Restoran artinya wajib pajak yang harus memungut dari pembeli dan menyetorkan
Pajak Restoran tersebut ke kas negara. Artinya, WP PB1 ini merupakan pemilik atau yang
menjalankan kegiatan dari usaha restoran tersebut.
Jadi dalam hal ini sebenarnya pemilik restoran tidak menanggung beban PB1 ini, akan
tetapi hanya sebagai perantara yang menyetorkan Pajak Restoran yang telah dibayar oleh
konsumennya. Tidak semua restoran memiliki kewajiban menyetorkan PB1. Ada kriteria
tertentu bagi restoran yang tidak wajib membayar Pajak Restoran. Masing-masing daerah
menetapkan sendiri besar pendapatan yang tidak memiliki kewajiban membayar pajak
restoran. Contohnya, untuk DKI Jakarta menetapkan bagi restoran yang memiliki pendapatan
tidak lebih dari Rp200.000.000 per tahun tidak termasuk objek PB1.
TARIF PAJAK RESTORAN
PB1 dikenakan kepada restoran akan diterapkan setelah biaya pelayanan yang juga
dibebankan kepada konsumen.NDalam Pasal 40 ayat (1) UU PDRD ditegaskan bahwa batas
maksimum tarif Pajak Restoran sebesar 10%. UU PDRD memberikan kewenangan setiap
pemerintah daerah untuk menentukan besar tarif PB1 di wilayahnya. Tak heran jika di setiap
kabupaten/kota bisa saja besar tarif PB1 berbeda-beda. Namun besar tarif Pajak Restoran itu
tidak boleh melebihi batas tarif PB1 yang ditetapkan dalam UU PDRD. Tapi, kebanyakan
kabupaten/kota menetapkan tarif maksimal untuk PB1 sesuai dengan yang tertera dalam UU
PDRD tersebut, meski ada juga daerah yang menerapkan tarif lebih rendah.

CARA MENGHITUNG PAJAK RESTORAN


a. Dasar Pengenaan Pajak PB1
DPP Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh resto tersebut. Jumlah pembayaran itu biasanya termasuk biaya layanan
(service charge) yang biasanya dikenakan oleh restoran. Jadi, angka DPP ini diperoleh
setelah mengalikan antara jumlah harga dari item yang dibeli konsumen dengan tarif
service charge.
Rumus Pajak Restoran (PB1) = DPP x Tarif Pajak Restoran
b. Contoh Penghitungan Pajak Restoran
Pak Kelik membeli Nasi Goreng satu porsi seharga Rp50.000 dengan segelas Es Teh
Manis seharga Rp15.000 serta Tahu Goreng dan Telur Dadar masing-masing Rp5.000
dan Rp10.000 di Restoran AAA. Restoran AAA memberlakukan biaya layanan (service
charge) sebesar 5%. Restoran ini berada di Jakarta dengan tarif PB1 yang ditetapkan
Pemda adalah 10%.
Maka, PB1 yang harus dibayarkan oleh Pak Kelik dan total uang yang harus dikeluarkan
untuk membeli makan dan minuman tersebut adalah?
Biaya Layanan (Service Charge)
Nasi Goreng = Rp50.000
Es Teh Manis = Rp15.000
Tahu Goreng = Rp5.000
Telur Dadar = Rp10.000
Total Harga = Rp80.000
Service Charge = Tarif Biaya Layanan + Total Harga
= 5% x Rp80.000
= Rp4.000
Pajak Restoran/PB1
DPP = Total Harga + Biaya Layanan
= Rp80.000 + Rp4.000
= Rp84.000
PB1 = DPP x Tarif Pajak Restoran
= Rp84.000 x 10%
= Rp8.400
Total Harga
Jumlah harga keseluruhan dari pembelian makanan dan minuman di Restoran AAA
tersebut adalah:
= DPP + PB1
= Rp84.000 + Rp8.400
= Rp92.400

PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PB1


Bagi WP PB1 alias pemilik restoran, wajib membayarkan dan menyetorkan PB1 yang telah
dipungut dari pembeli ke kas negara.PB1 yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat
usaha tersebut berada atau berlokasi. Masa pajak dalam menghitung, menyetor, dan
melaporkan PB1 yang terutang dilakukan dalam jangka waktu satu bulan kalender.
a. Masa Pajak
 Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 bulan takwim
 Bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh
b. Saat Terutang
 Pajak Restoran yang terutang terjadi pada saat pembayaran kepada pengusaha atas
pelayanan di restoran
 Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum pelayanan restoran diberikan, pajak
terutang pada saat terjadi pembayaran
Perlu diketahui, pemerintah kabupaten/kota juga punya kewenangan menetapkan tata cara
pemungutan, pelaporan, pembayaran, dan pemberian insentif PB1 ini.

CARA MEMBAYAR PAJAK RESTORAN


Pembayaran PB1 ini harus dilakukan setiap bulan. Penyetoran PB1 ini dapat dilakukan
secara langsung mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) atau Dispenda
Kodya/Kabupaten/Provinsi tempat domisili usaha.
Alur pembayaran PB1 adalah:
o Datang ke Bapenda/Dispenda di hari kerja (Senin-Jumat)
o Menyiapkan berkas seperti Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD), mengisi blangko yang
disediakan Bapenda/Dispenda
o Mengambil nomor antrean C
o Dilanjutkan pembuatan NPWPD (Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah)
o Selanjutnya menuju ke loket pembayaran

CARA MELAPORKAN PAJAK RESTORAN


Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa masing-masing daerah memiliki
kewenangan untuk menetapkan tata cara pemungutan, pelaporan, pembayaran, dan
pemberian insentif PB1. Pelaporan Pajak Restoran ini juga dilakukan di Kantor
Dispenda/Bapenda Kodya/Kabupaten/Provinsi tempat domisili usaha, sama seperti pada
waktu pembayaran/penyetoran PB1 ini.
C. Pajak Kendaraan Bermontor
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda berserta gandengannya
yangdigunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor
atau peralatan lainnya yang berpungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjaditenaga bergerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat berat dan alat
besaryang dalam operasinya mengunakan roda dan motor yang tidak melekat secara
permanenserta kendaran bermotor yang dioperasikan di air. Pajak Kendaraan Bermotor,
dipungut pajakatas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Adapun Pajak Kendaraan Bermotor termasuk ke dalam jenis pajak provinsi
yangmerupakan bagian dari Pajak Daerah. Lebih lanjut, Pajak Kendaraan Bermotor
sebagaimana yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 12 dan 13 UNDANG-UNDANG
REPUBLIKINDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2009 adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaankendaraan bermotor. Dalam pelaksanaan pemungutannya dilakukan di kantor
bersama samsat Kantor Bersama SAMSAT ini melibatkan tiga instansi pemerintah, yaitu:
Badan Pendapatan Daerah, Kepolisian Daerah Republik Indonesia, dan PT. (Persero)
Asuransi Kerugian Jasa Raharja.

OBJEK PAJAK
1. Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau
penguasaanKendaraan Bermotor.
2. Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
angka(1), adalah:
1. kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioprasikan di
semua jenis jalan darat; dan
2. kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT
5(lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
3. Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada
angka(2), adalah:
1. kereta api;
2. kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan
pertahanandan keamanan negara;
3. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asa timbale balik dan lembaga-
lembagainternasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari
Pemerintah;dan
4. kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pabrikan
atauimportir yang semata-mata disediakan untuk keperluan pameran dan
tidakuntuk dijual.
SUBJEK PAJAK
Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah :
1. Orang pribadi;
2. Badan;
yang memiliki dan/atau menguasai kendaraan bermotor.

Pembayaran pajak motor termasuk ke dalam pajak progresif. Pajak progresif adalah
pajak yang tarif pemungutannya sesuai dengan persentase yang meningkat sesuai dengannilai
objek pajak dan kuantitas atau jumlah dari objek pajak. Dalam hal ini motor adalahobjek
pajaknya. Terdapat dua jenis pajak progresif, yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan
PajakKendaraan Bermotor (PKB). Pajak motor termasuk di dalam Pajak kendaraan
Bermotor.
Objek pajak adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Termasukkendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, baik yang dioperasikan di darat
ataupun diair dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima Gross Tonnage ) sampai dengan GT 7
(tujuh GrossTonnage ). Uang yang dihasilkan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
digunakan untukmensejahterakan masyarakat. Pajak yang dibayarkan para pemilik kendaraan
nantinya dibagi- bagi ke berbagai pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan Subjek Pajak
Kendaraan Bermotor(PKB) adalah orang pribadi dan suatu badan tertentu yang memiliki
dan/atau menguasai kendaraan bermotor.

D. Pajak Reklama
Reklame adalah benda, alat atau media yang berbentuk dan corakragamnya dirancang
untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,mempromosikan atau badan yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum (Mardiasmo, 2008:
12). Pajak Reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli
daerah yang menunujukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut pasal 79 UU No. 22 tahun 2011 tentang pemerintah
daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari:
a) Hasil pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Bagian laba BUMD
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2. Dana perimbangan keuangan pusat – daerah
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

OBJEK PAJAK REKLAME


Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggara reklame,
penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa
periklanan yang terdaftar pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame yang
dilakukan oleh perusahaan jasa periklanan. Objek pajak reklame terdiri dari 10 macam yang
berbeda-beda, terdiri dari :
a. Reklame papan, yaitu reklame yang tebuat dari papan, kayu, termasuk seng
atau bahan lain yang sejenis, dipasang atau digantungkan pada bangunan,
tembok, dinding dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari
b. Reklame video, yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa
program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna
yang dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
c. Reklame kain, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
bahan kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan
itu.
d. Reklame melekat (stiker), yaitu reklame yang berbentuklembaran lepas,
diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantungkan pada suatu
benda dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm² per lembar.

Ada beberapa objek pajak yang dikecualikan dalam pasal ini yaitu penyelenggaran Reklame
melalui internet, televisi, radio, warta harian,warta mingguan, warta bulanan, dan Reklame
yang diadakan khusus untuk kegiatan social, pendidikan keagamaan, dan politik tanpa
sponsor.

DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK REKLAME


Dalam pajak reklame ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya Dasar-dasar
Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan

DASAR PENGENAAN PAJAK REKLAME


Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame (NSR), yaitu nilai yang
ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya Pajak Reklame. NSR
diperhitungkan dengan memerhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu
penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. NSR dapat dihitung berdasarkan :
a. Besarnya biaya pemasangan reklame
b. Besarnya biaya pemeliharaan reklame
c. Lama pemasangan reklame
d. Jenis reklame
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Khayath Farisanu , Buku Elekronik Pajak Bumi dan Bangunan,2019. Jakarta.

Ilhamsyah, Randi. "Pengaruh Pemahaman dan Pengetahuan Wajib Pajak Tentang Peraturan
Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, dan Sanksi Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor (Studi SAMSAT Kota Malang)." Jurnal
Mahasiswa Perpajakan 8.1 (2016).

Undang – Undang Nomor 22 tahun 2011 pasal 79 Tentang Pajak Asli Daerah.

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 42, Tentang Pajak Hiburan.

M.P. Siahaan. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali Pers Penerbit. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai