Anda di halaman 1dari 6

1

KHUTBAH IDUL FITRI 1442 H/MEI 2021 M


PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN POHUWATO

RAMADHAN DENGAN PENUH CINTA DAN SILATURAHMI SAAT PANDEMI

‫هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر هللا أَ ْكبَ ُر‬

‫ أَ ْش َه ُد أَ ْن َل إِلَ َو إَِل هللاُ تَ ْع ِظْيما لِ َشأْنِِو َوأَ ْش َه ُد أَ َن َسيِّ َد َن َُُ َمدا‬.‫اَ ْلَ ْم ُد للِ َعلَى إِ ْح َسانِِو َوالش ْك ُر لَوُ َعلَى تَ ْوفِْي ِق ِو َو ْامتِنَانِِو‬
‫ ََأَي َها الَ ِذيْ َن أََمنُ ْوا اتَ ُقوا هللاَ َح َق تُ َقاتِِو َوَل‬: ‫ َوقَ َال تَ َع َال‬.‫ص َحابِِو َوإِ ْخ َوانِِو‬ ِِ
ْ َ‫ض َوانو َو َعلَى آلو َوأ‬
ِِ ْ ‫اعي إِ َل ِر‬ ِ
ْ ‫َعْب ُدهُ َوَر ُس ْولُوُ اَل َد‬
.‫َتُْوتُ َن إَِل َوأَنْتُ ْم ُم ْسلِ ُم ْو َن‬

Allahu Akabar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah

Walaupun ramadhan tahun ini kita masih dalam masa pandemi korona, namun alhamdulillah
pagi ini kita masih diberi kesempatan dan kekuatan untuk merasakan kebahagiaan dalam
merayakan hari kemenangan. Ramadhan tahun ini sangatlah berarti bagi kita. Berbeda dengan
ramadhan tahun lalu di awal pandemi korona dimana kita tidak diizinkan melaksanakan salat
secara berjamaah di masjid. Maka di tahun ini kerinduan akan hal itu terobati. Jangankan ahli
ibadah, ahli maksiat pun merindukan salat berjamaah di masjid. Betapa kerinduan dan
kebahagiaan itu terpancar dari wajah-wajah kaum muslimin. Senyum mereka menunjukkan rasa
bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Seolah mereka mendapatkan kembali yang
selama ini telah hilang. Betapa bersyukurnya kita yang masih diberi kesempatan bertemu bulan
ramadan padahal banyak saudara, teman dan kerabat kita yang lebih dulu dipanggil Allah.
Sehingga mereka tidak berkesempatan untuk melakukan amaliah ramadhan di tahun ini.

Bersyukur kita karena telah dianugerahi kekuatan untuk menuntaskan ibadah puasa dan berbagai
ibadah lainnya selama bulan ramadhan. Setiap kali menuntaskan satu ibadah, seorang mukmin
yang baik akan berharap dan cemas. Berharap ibadahnya diterima oleh Allah. Dan cemas jangan-
jangan ibadah yang telah dilakukan tidak diterima. Harapan itu akan memotivasinya untuk terus
melakukan ibadah sehingga ia bisa menghimpun bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan
akhirat. Sedangkan kecemasan dan kekhawatiran itu akan mendorongnya untuk terus beribadah,
karena ia tidak tahu ibadah mana yang diterima oleh Allah swt, apakah ibadah yang telah
dikerjakan ataukah ibadah yang sedang dilakukan. Semoga kita dianugerahi umur yang panjang
sehingga dapat kembali menikmati kelezatan ibadah pada ramadhan yang akan datang.

Allahu Akabar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah


2

Banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dari mewabahnya virus korona. Di antaranya, kita
diingatkan untuk selalu bersabar dan bersyukur dalam menghadapi situasi dan kondisi apa pun.
Sabar dan syukur adalah senjata bagi seorang mukmin dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Jika tidak menghiasi diri dengan dua senjata tersebut, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa
kecuali kerisauan, kesusahan, dan kesedihan. Sebaliknya, jika kita tanamkan sabar dan syukur di
dalam hati, maka kita akan meraih ridha Allah di kehidupan akhirat nanti.

Mewabahnya virus korona ini mengingatkan kita akan kematian. Manusia pasti akan mati dan
tidak selamanya hidup di dunia. Kematian adalah pintu yang akan dimasuki oleh setiap manusia.
Ajal tidak akan meminta izin kepada orang muda yang sehat. Ajal juga tidak akan minta izin
kepada orang tua yang sakit-sakitan. Namun ajal akan menjemput seseorang tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu. Maka virus ini adalah satu di antara sekian banyak sebab
kematian manusia.

Allahu Akabar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah

Ramadan tahun ini adalah ramadan dengan segala cinta:

Pertama, Cinta Allah kepada kita

Allah belum wafatkan kita di masa pandemi ini, dan masih diberi kesempatan untuk bertobat dan
kembali merasakan nikmatnya ibadah, itu adalah cinta-Nya kepada kita.

Betapa banyak maksiat yang telah kita lakukan, betapa banyak kedurhakaan yang telah kita
perbuat, namun Allah tidak menghukum kita. Allah tidak mematikan kita sebelum Ramadan ini.
Hal itu karena Allah selalu menanti kita di pintu tobat-Nya dengan segala cinta.

Meskipun kita selalu membangkang perintah-Nya, melampaui batas dalam kehidupan ini, namun
dengan penuh kelembutan Dia seru kita dengan panggilan “hamba-Ku.”

‫ور الَرِح ُيم‬ ِ ِ َ ُ‫اَّلل ي غْ ِفر الذن‬ ِ َِ ‫َسرفُوا َعلَى أَنْ ُف ِس ِهم ل تَ ْقنَطُوا ِم ْن ر ْْحَِة‬ َِ ِ ِ
ُ ‫وب ََجيعا إنَوُ ُى َو الْغَ ُف‬ ُ َ ََ ‫اَّلل إ َن‬ َ ْ َ ْ ‫ين أ‬
َ ‫قُ ْل ََي عبَاد َي الذ‬
Artinya: :Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka
sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az-Zumar: 53)

Coba rasakan nafas kita, detak jantung kita, bahkan aliran darah dan oksigen dalam tubuh kita,
semuanya masih baik-baik saja. Tidakkah kita berpikir, andai Allah hentikan semua itu, kita pasti
sudah tidak berada di dunia ini. Namun Allah tidak melakukan itu. Maka, masih kurangkah
cinta-Nya? Lantas apa yang kau tunggu dari-Nya agar engkau mau mendekat kepada-Nya?
3

Wahai kaum muslimin yang merindukan berkah dan rahmat-Nya. Dengarlah seruan Allah yang
penuh kelembutan. Dia selalu membuka pintu-Nya kepada kita. Sebagaimana dalam sebuah
hadits qudsi:

‫َك َما‬ َ ‫آد َم إِن‬ ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِو َو َسلَ َم يَ ُق‬


َ ‫صلَى‬ َِ ‫ول‬ ِ ٍِ
َ ‫اَّللُ تَبَ َارَك َوتَ َع َال ََي ابْ َن‬
َ ‫ول قَ َال‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫ت َر ُس‬
ُ ‫س بْ ُن َمالك قَ َال ََس ْع‬ ُ َ‫َحدَثَنَا أَن‬
ِ ِ
‫استَ ْغ َف ْرتَِِن‬
ْ َُ‫ك َعنَا َن ال َس َماء ُث‬ َ ُ‫ت ذُنُوب‬ َ ‫يك َوَل أ ََُبِِل ََي ابْ َن‬
ْ َ‫آد َم لَ ْو بَلَغ‬ َ ‫ك َعلَى َما َكا َن ف‬ َ َ‫ت ل‬ ُ ‫َد َع ْوتَِِن َوَر َج ْوتَِِن َغ َف ْر‬
‫ك بِ ُقَر ِاَِا‬ ِ ِ ‫َك لَو أَتَ ْي تَِِن بِ ُقر‬ ِ َ ‫ك وَل أَُبِِل َي ابْن‬
َ ُ‫ض َخطَ َاَي ُثَُ لَقيتَِِن َل تُ ْش ِرُك ِِ َشْي ًا َْلَتَ ْي ت‬ ِ ‫اب ْاْل َْر‬ َ ْ َ ‫آد َم إن‬ َ َ َ َ َ َ‫ت ل‬ ُ ‫َغ َف ْر‬
‫َم ْغ ِفَرة‬
Artinya ; “Anas bin Malik ra. berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Allah
tabaraka wa ta'ala berfirman: “Wahai anak Adam, tidaklah engkau berdoa kepada-Ku dan
berharap kepada-Ku melainkan Aku ampuni dosa yang ada padamu dan Aku tidak perduli,
wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau
meminta ampun kepada-Ku niscaya aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak
Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi
kemudian engkau menemui-Ku dengan tidak mensekutukan sesuatu dengan-Ku niscaya Aku akan
datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi)

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah

Terkadang kita menganggap bahwa tanda cinta Allah kepada hamba-Nya hanya berupa nikmat
saja. Kalau kita diberi karunia rezeki berarti Allah mencintai kita. Padahal musibah dan ujian pun
tanda cinta dari-Nya.

Maka jangan pernah putus asa hanya karena musibah yang menimpa kita, apalagi di masa
pandemi yang entah kapan berakhir, jadikan semua musibah ini sebagai wujud cinta-Nya kepada
kita. Sebab, jika dalam tawa kita tidak mendekat kepada-Nya, maka Dia akan memaksa kita agar
mendekat kepada-Nya dalam tangis. Oleh karena itu, musibah ini adalah surat cinta dari Allah
agar kita tidak menjauh dari-Nya. Musibah yang mendekatkan diri kepada Allah lebih baik
daripada nikmat yang menjauhkan kita dari-Nya.

2. Cinta kita kepada sesama

Musim pandemi korona janganlah menghalangi kita untuk bersilaturahim antar sesama. Karena
silaturahim bisa dilakukan dengan berbagai cara. Jika tidak memungkinkan bertemu fisik, maka
bisa diganti dengan pertemuan saling bertegur sapa dan menanyakan kabar melalui sambungan
telepon dan akun media sosial apa saja yang kita miliki. Di musim ini kita memang dianjurkan
untuk menjaga jarak, akan tetapi jarak sosial tidak boleh renggang, jarak persaudaraan harus
tetap dekat, dan jembatan penghubung antar kerabat harus tetap dibentangkan. Jangan tunggu
mereka berbuat baik kepada kita lalu kita balas kebaikan mereka. Jangan tunggu mereka
menyapa lebih dahulu lewat sambungan telepon baru kemudian kita balas sapaan mereka. Kita
dahului mereka dengan itu semua. Karena ini adalah kebaikan yang pahalanya besar. Maka
jadilah orang yang pertama kali dalam melakukannya.
4

Ramadan telah melatih kita untuk berbagi kepada sesama. Ada yang memberi makanan untuk
berbuka bagi orang berpuasa, ada yang mengantarkan bingkisan sebagai hadiah, entah dia teman
satu organisasi atau pun tidak, orang berpuasa maupun tidak, orang muslim maupun tidak, semua
dia santuni. Hal itu pun sejalan dengan karakter Islam rahmatan lil alamin.

Islam rahmatan lil „alamin itu bukanlah milik kelompok tertentu. Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw adalah milik semua kaum muslimin. Di mana pun dia berada, selama
mengucapkan kalimat tauhid, maka dia adalah pemilik Islam itu. Selama kiblat kita sama, Al-
Qur‟an kita sama, dan rukun Islam dan Iman kita sama, maka berarti kita bersaudara. Maka,
sesama saudara seharusnya saling mencintai karena Allah. Bahkan lebih dari itu, persaudaran
dalam keimanan itu mahal tak ternilai harganya. Sebab, di hari kiamat kelak saudara sesama
muslim bisa saling memberi syafaat.

‫ص ِاء ا ْلَِّق ِم ْن‬ ِ ‫اش َدة ََِّللِ ِِف‬


َ ‫است ْق‬ْ َ ‫َحد ِِب‬
َ َ‫َش َد ُمن‬
ٍ ‫ح ََّت إِ َذا خلَص الْمؤِمنو َن ِمن النَا ِر فَوالَ ِذي نَ ْف ِسي بِي ِدهِ ما ِمْن ُكم ِمن أ‬
َ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ُْ َ َ َ
ِ َ ِِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ‫الْمؤِمن‬
‫َخ ِر ُجوا‬
ْ ‫ال َُْم أ‬ ُ ‫صلو َن َوََُُّو َن فَيُ َق‬ َ ُ‫ومو َن َم َعنَا َوي‬
ُ‫ص‬ ُ َ‫ين ِِف النَا ِر يَ ُقولُو َن َربَنَا َكانُوا ي‬
َ ‫ني ََّلل يَ ْوَم الْقيَ َامة ِل ْخ َواِن ْم الذ‬
َ ُْ
‫ف َساقَ ْي ِو َوإِ َل ُرْكبَ تَ ْي ِو‬ ِ‫ص‬ ِ
ْ ‫َار إِ َل ن‬ُ ‫ت الن‬
ِ
َ ‫ص َوُرُى ْم َعلَى النَا ِر فَيُ ْخ ِر ُجو َن َخلْقا َكثريا قَ ْد أ‬
ْ ‫َخ َذ‬ ُ ‫َم ْن َعَرفْ تُ ْم فَتُ َحَرُم‬
Artinya : “Sehingga ketika orang-orang mukmin terbebas dari neraka, maka demi Dzat yang
jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian yang begitu gigih memohon
kepada Allah di dalam menuntut hak pada hari kiamat untuk saudara-saudaranya yang berada
di dalam neraka, mereka berseru, “Ya rabb, mereka selalu berpuasa bersama kami, shalat
bersama kami, dan berhaji bersama kami.” Maka dikatakan kepada mereka, “Keluarkanlah
orang-orang yang kalian ketahui.” Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena
terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu banyak orang yang telah
dimakan neraka sampai pada pertengahan betisnya dan sampai kedua lututnya. (HR. Muslim)

Sungguh pemandangan yang sangat indah. Betapa sahabat itu sangatlah kita butuhkan syafaatnya
kelak di hari kiamat. Maka perbanyaklah bersahabat dengan orang-orang saleh, siapa pun dia dan
dari organisasi manapun dia berasal. Sebab, kita tidak tahu teman mana yang akan
menyelamatkan kita dari neraka. Boleh jadi sahabat kita dari Muhammadiyah yang kita benci
karena tidak qunut dan tidak tahlilan, boleh jadi dari kalangan Nahdatul Ulama yang sering kita
anggap mengamalkan bid‟ah. Bahkan boleh jadi orang yang tidak berorganisasi sekali pun,
selama dia saleh, berkemungkinan bisa menyelamatkan kita dari neraka. Maka solusinya,
pandanglah orang lain dengan pandangan ahli surga. Bahkan ahli maksiat pun yang selama ini
kita cela dan anggap rendah boleh jadi di akhir hayatnya Allah mengampuni dosanya, lalu dia
masuk surga. Sementara kita yang merasa seolah akan masuk surga dengan amalan kita saat ini,
boleh jadi di akhir hayat justru Allah halangi dari ampunan-Nya.

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah


5

Marilah kita membayangkan sejenak, andai kita yang di neraka itu, lalu yang menyelamatkan
kita adalah orang yang kita benci dulu di dunia. Betapa menyesalnya kita. Untungnya dia
memaafkan kita ketika di dunia, andai tidak, maka tidak mustahil kita akan lebih lama lagi di
neraka. Maka solusinya, jadikan semua sebagai saudara, jangan membenci orang lain, bahkan
kepada orang yang membencimu sekalipun.

3. Cinta ibunda dan ayah

Ada satu cinta lagi yang tidak bisa kita lupakan di bulan Ramadan, bahkan sampai kapan pun.
Cinta yang tidak bisa dibayar dengan harta sepenuh bumi pun, yaitu cinta sang ibunda. Dari
sejak mengandung; betapa sulitnya bergerak, bahkan sekadar memiringkan badan pun sangatlah
sulit. Dia rela untuk menahan rasa sakit, yang penting bayinya sehat-sehat. Dia bahagia dalam
isak tangisnya ketika mengetahui bayinya baik-baik saja. Lebih dahsyat lagi ketika detik-detik
melahirkan; tulang terasa akan patah, pedihnya sampai ke ubun-ubun, sekadar menelan ludah
pun seolah tak mampu. Sakitnya tak terbayangkan, perasaannya seakan-akan menuju pada
kematian. Namun, dalam kepayahan di atas kepayahan itu harapannya hanya satu, yaitu agar
bayinya lahir dalam keadaan selamat. Dia rela mempertaruhkan nyawanya demi anak tercinta.

Hal ini menjadi alasan Ibnu Umar tatkala mendapat pertanyaan dari seseorang yang baru selesai
menggendong ibunya mengelilingi Ka‟bah, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah
aku sudah membalas kebaikan ibuku?”

Ibnu Umar lalu menjawab, “Belum, walau sekadar satu nafas ibumu ketika melahirkanmu. Akan
tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberi balasan yang baik kepadamu terhadap
sedikit amal yang telah engkau lakukan.” (Kitab Al Kabair karya Imam Adz Dzahabi).

Allahu Akabar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Jama’ah Shalat Id yang dimuliakan Allah

Lihatlah ibumu yang kini telah menua. Tulang-tulangnya tak sekuat dulu. Namun, cintanya
kepadamu tak berkurang sedikit pun, bahkan bertambah. Setiap hari dia merindukan hadirmu.
Setelah engkau berkeluarga, meninggalkannya sendiri di rumahnya, lalu tak lagi menanyakan
kabarnya. Mungkin engkau akan datang tatkala butuh bantuannya saja, atau mungkin setahun
sekali saja ketika hari raya.

Dan lihatlah pula ayahmu yang kian hari semakin lemah. Dulu dia begitu gagah, kuat fisiknya
mencari nafkah demi membeli susu untuk istri dan bayinya, demi makanan untuk anak-anaknya,
demi sepatu dan baju sekolah, bahkan dia rela untuk menahan lapar yang penting keluarganya
kenyang.

Mungkin ketika dia bekerja pernah kakinya terkilir, tangannya terluka dan menjadi kasar, atau
bahkan pernah jatuh dari tempat yang tinggi. Dia tidak peduli dengan semua itu, yang ia pikirkan
6

adalah kebutuhan istri dan anak-anaknya. Lalu dalam keadaan sulit seperti itu, ketika sampai di
rumah justru dimarahi istrinya, dibentak anak-anaknya, tidak dihargai jerih payahnya. Meskipun
begitu, ia tetap melakukan rutinitas hariannya, berangkat kerja lalu pulang ke rumah, besok, lusa
pun begitu.

Kemudian dalam sakratul mautnya tatkala hendak pergi untuk selamanya, sang ayah menitikan
air matanya, memberi pesan bahwa tanggung jawabnya belumlah selesai. Istrinya belum
dibelikan beras untuk dimasak, anak-anaknya belum dibelikan baju baru, betapa sedihnya
ayahmu.

Maka, selama mereka masih hidup, ibumu juga ayahmu, pergilah temui mereka. Cium
tangannya, tumpahkan air matamu, menyesallah sebelum sesal yang sesungguhnya. Doakan
mereka dengan penuh harap agar Allah mengampuni dan memasukkan mereka ke surga-Nya.

Bagi orang tuanya yang telah pergi untuk selamanya, datangi kuburannya. Ucapkan salam
kepadanya, “Assalamu „alaikum wahai ayah, Assalamu „alaikum wahai ibu, anakmu datang
mengunjungimu. Telah lama tidak pernah kudatangi kuburanmu, maafkan anakmu ini.”

Lalu memohonlah kepada Allah agar kelak dikumpulkan bersama mereka di surganya.

Begitulah Ramadan mengajari kita tentang cinta yang hakiki. Cinta Allah kepada kita, cinta kita
kepada sesama, dan cinta tulus sang Ayah dan Bunda.

Namun, Ramadan dengan segala cinta itu, kini telah pergi. Entah kita masih bisa bertemu
dengannya. Ataukah kita telah tiada tatkala dia kembali tahun depan. Semoga Allah menerima
ibadah kita semua dan menganugerahi istiqamah kepada kita hingga akhir hayat. Aamiin.

.‫اَّللُ ِم ِِّْن َوِمْن ُك ْم تَِل َوتَوُ إِنَوُ ُى َو ال َس ِمْي ُع الْ َعلِْي ُم‬
َ ‫ َوتَ َقبَ َل‬،‫ني ِم َن الْ َعائِ ِديْ َن َوالْ َفائِِزيْ َن‬ ِ ْ ‫اَّلل وإِ ََي ُكم أ‬
َْ ‫ََجَع‬ ْ َ َُ ‫َج َعلَنَا‬
ِ ‫آن الْع ِظي ِم ونَ َفع ِِن وإِ ََي ُكم ِمن ْالَي ِت وال ِّذ ْك ِر ا ْل ِكي ِم أَقُو ُل قَوِِل ى َذا و‬ ِ ِ
ْ ِ َ‫استَغْف ُر هللا‬
‫ِل َولَ ُك ْم‬ ْ َ َ ْْ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ‫ََب َرَك هللاُ ْل َولَ ُك ْم ِِف الْ ُق ْر‬
.‫استَ غْ ِف ُرْوهُ إِنَوُ ُى َو الْغَ ُف ْوُر الَرِحْي ُم‬ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ
ْ ‫ني َوالْ ُم ْؤمنَات َو‬ َْ ‫َول َسائ ِر الْ ُم ْسلم‬
َْ ‫ني َوالْ ُم ْسل َمات َوالْ ُم ْؤمن‬

Anda mungkin juga menyukai