Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KOSMETOLOGI

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN SABUN PADAT ARANG AKTIF

CANGKANG SAWIT

Dosen Pengampu :
Apt. Nur Ermawati, M.Farm

Disusun Oleh :

Nama : Yuli Kurniasari


NPM : 1618001041
Kelompok/SMT : C/VI

Asisten Praktikum :
Nabila Karima, Amd., Farm
Imam Fatkhi, Amd., Farm

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2021
1.1. FORMULASI DAN PEMBUATAN SEDIAAN SABUN PADAT ARANG AKTIF

CANGKANG SAWIT

1.2. TUJUAN

1. Memformulasikan sediaan sabun cair

2. Mengetahui pengaruh penambahan bahan atau konsentrasi bahan dalam sediaan

sabun cair terhadap sifat fisika dan kimia sediaan sabun cair

1.3. DASAR TEORI

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari

dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau

potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium

atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang

dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang

dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua

cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak

akan memperoleh produk sampinganyaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak

akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida

dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas

dengan alkali.

Sabun yang baik harus memiliki daya bersih yang tinggi dan tetap efektif

walaupun dipakai pada temperatur dan tingkat kesadahan air yang berbeda-beda,

(Shrivastava, 1982). Sabun batang yang baik harus memiliki kekerasan yang cukup untuk

memaksimalkan pemakaian (user cycles) dan ketahanan yang cukup terhadap penyerapan

air (water reabsorption) ketika sedang tidak digunakan, dan pada saat yang sama juga

mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya

Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi 4 macam, yaitu sabun opaque,

sabun transparan, sabun translusen, dan sabun herbal. Jenis sabun tersebut dapat
dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang

biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya, sabun

transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang

sabun dilewatkan cahaya, sedangkan sabun translusen merupakan sabun yang sifatnya

berada di antara sabun transparan dan sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga

yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas. Sabun

transparan juga dapat digolongkan kedalam sabun aromaterapi, sedangkan sabun herbal

merupakan sabun yang mengandung sari tanaman, berfungsi membersihkan dan

mengobati penyakit kulit.

Sabun pada umumnya dapat dibuat melalui dua metode. Metode tersebut adalah

metode batch dan metode kontinu.

1. Metode Batch

Pada proses batch, alat yang digunakan adalah suatu wadah yang besar yang

berfungsi sebagai tempat pendidihan bahan baku. Tempat pendidihan ini disebut juga

ketel, sehingga proses batch pada pembuatan sabun disebut proses ketel. Ketel ini

berbentuk bulat yang dilengkapi dengan coil pemanas. Bahan baku dimasukkan dari

atas alat beserta kaustik soda (NaOH) dan air untuk proses pembuatan sabun.

Pemanasan dilakukan selama beberapa jam, sehingga diperoleh sabun murni yang

dapat diolah menjadi berbagai bentuk sabun. Pada proses batch ada 2 (dua) proses

yang dikembangkan, yaitu Cold– Process Saponification dan Semiboiled

Saponification

2. Metode Kontinu

Pada proses kontinyu, pembuatan sabun diawali dengan mengubah bahan baku

minyak menjadi asam lemak dan ditambahkan NaOH, sehingga diperoleh produk

berupa sabun murni. Pembuatan asam lemak terjadi di dalam hidrolizer atau proses
ini disebut proses hidrolisa. Ada 2 (dua) metode yang dikembangkan untuk proses

kontinyu, yaitu: Procter and Gamble Process dan Sharples Process.

Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang terbuat dari bahan yang

mengandung karbon aktif berupa komponen senyawa organik. Kemampuan daya

adsorpsinya yang tinggi telah banyak dimanfaatkan salah satunya sebagai bahan

penunjang sediaan kosmetik, diantaranya adalah sebagai kosmetik pembersih yaitu sabun

padat. Kandungan arang aktif di dalam sediaan sabun padat diketahui mampu

mengecilkan pori, membantu pengelupasan selsel kulit mati sehingga mencerahkan kulit

dan menghilangkan noda hitam (Shancez dkk., 2019)

Salah satu bahan baku yang memiliki kandungan karbon yang relatif tinggi serta

dapat dimanfaatkan menjadi arang aktif adalah cangkang sawit. Arang aktif yang berasal

dari cangkang sawit memiliki kualitas yang baik. Lestari dkk. (2019) melaporkan daya

serap arang aktif cangkang sawit terhadap iodine dengan ukuran 200 mesh yang

diaktivasi secara fisika pada suhu 600C adalah sebesar 766,4 mg/g. Nilai ini memenuhi

syarat SNI No. 06-3730 yaitu minimal 750 mg/g dan lebih unggul dibandingkan dengan

arang aktif lain seperti yang berasal dari tempurung kelapa dan kayu kelapa. Tempurung

kelapa hanya sebesar 580 mg/g (Jamilatun dan Setyawan, 2014) dan kayu kelapa sebesar

544,2 – 665,1 mg/g (Polli, 2017). Daya adsorpsi arang aktif terhadap iodin merupakan

parameter untuk menunjukkan kualitas daya serap arang aktif terhadap zat pengotor

(Rumidatul, 2006). Selain itu, arang aktif cangkang sawit juga mengandung serat yang

membantu mengangkat sel-sel kulit mati sehingga kulit menjadi lebih bersih (Khumaida,

2008)

1.4. MONOGRAFI BAHAN

1. Arang aktif cangkang sawit

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran

bahan yang mengandung unsur karbon, sedangkan arang aktif adalah arang yang
diaktifkan dengan cara perendaman dalam bahan kimia atau dengan cara

mengalirkan uap panas ke dalam bahan, sehingga pori bahan menjadi lebih terbuka

dengan luas permukaan berkisar antara 300 sampai 2000 m2 /g. Permukaan arang

aktif yang semakin luas berdampak pada semakin tingginya daya serap terhadap

bahan gas atau cairan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25- 1000% terhadap

berat arang aktif. Karena hal tersebut maka arang aktif banyak digunakan oleh

kalangan industri. Hampir 60% produksi arang aktif di dunia ini dimanfaatkan oleh

industri-industri gula dan pembersihan minyak dan lemak, kimia dan farmasi.

2. Sodium Lauril Sulfat

 Pemerian : Serbuk atau hablur, putih atau kuning pucat, bau lemah

dan khas.

 OTT : Katiomik surfaktan, garam alkaloid, garam potassium

 Kelarutan : Sangat larut dalam air, larutan berkabut, dan larut

sebagian dalam etanol (95%)

 Kegunaan : Sebagai surfraktan

 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

3. Asam stearat

 Pemerian : Zat keras mengkilat susunan hablur, putih atau kuning

pucat mirip lemak.

 Nama Lain : Asam setil asetik

 Nama Kimia : Octadecanoic acid

 Kelarutan : Praktis larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol P,

2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter.

 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

 Rumus Molekul : C18H36O2

 BM / Titik didih : 285,47 / 112oC


4. Minyak kelapa sawit

Minyak sawit adalah minyak nabati yang didapatkan dari mesocarp buah

pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis guineensis, dan sedikit dari

spesies Elaeis oleifera dan Attalea maripa. Minyak sawit secara alami berwarna

merah karena kandungan alfa dan beta-karotenoid yang tinggi. Minyak sawit

berbeda dengan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) yang dihasilkan dari inti

buah yang sama. Minyak kelapa sawit juga berbeda dengan minyak kelapa yang

dihasilkan dari inti buah kelapa (Cocos nucifera). Perbedaan ada pada warna

(minyak inti sawit tidak memiliki karotenoid sehingga tidak berwarna merah), dan

kadar lemak jenuhnya. Minyak sawit mengandung 41% lemak jenuh, minyak inti

sawit 81%, dan minyak kelapa 86%. Minyak sawit termasuk minyak yang memiliki

kadar lemak jenuh yang tinggi. Minyak sawit berwujud setengah padat pada

temperatur ruangan dan memiliki beberapa jenis lemak jenuh asam

laurat (0.1%), asam miristat (1%), asam stearat (5%), dan asam palmitat (44%)

5. NaOH

 Nama Latin : Sodium Hydroksida

 Kelarutan : Mudah larut dalam air dan etanol.

 Struktur Kimia : Na-OH

 BM : 40,00

 penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat

6. Etanol 96%

 Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, bau

khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun

pada suhu rendah. Mudah terbakar.

 Nama Lain : Etil alkohol


 Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan

semua pelarut organik

 Kegunaan : Sebagai pelarut

 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.

 Rumus Molekul : C2H6O

 BM : 46,07

7. Gliserin

 Pemerian : Cairan jernih, tidak berbau, tidak berasa, cairan

higroskopik, mempunyai rasa manis, netral terhadap lakmus.

 Nama lain : Croderol, glycerol

 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak

larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemah dan dalam minyak

menguap

 Nama kimia : 1,2,3-propanetriol

 BM / titik leleh : 92,09 / 17,8oC

 Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat

 Stabilitas : Bersifat higroskopik, dapat rusak oleh pemanasan,

stabil sebagai campuran dalam air, dalam metanol 95% dan propilen glikol

8. Gula pasir

 Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak

berbau, rasa manis.

 Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak

sukar larut dalam etanol (95%)P mendidih, sukar larut dalam etanol (95%)P.

9. Aquadest

 Pemerian : Cairan jernih tidak berbau tidak berasa tidak berwarna

 Nama Lain : Aqua Destilata


 Nama Kimia : Hidrogen oksida

 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

 Rumus Molekul : H2O

1.5. FORMULASI

No Nama Bahan F1 F2 F3 F4
1 Arang aktif cangkang sawit 3 2 1 0
2 Sodium Lauril Sulfat 0 1 2 3
3 Asam stearat 10 10 10 10
4 Minyak kelapa sawit 25 25 25 25
5 NaOH 15 15 15 15
6 Etanol 20 20 20 20
7 Gliserin 20 20 20 20
8 Gula pasir 4 4 4 4
9 Pewangi 0,1 0,1 0,1 0,1
10 Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100

1.6. ALAT DAN BAHAN

1.6.1 Alat

No Nama Alat
1 Blender
2 Waterbath
3 Timbangan
4 Pillen plank
5 Pillen roller
6 Mortir dan stampher
7 Cawan porselen
8 Beaker glass
9 Pipet tetes
10 Corong
12 Disolution tester
13 Mangkok
14 Gelas ukur
15 Toples kaca

1.6.2 Bahan

No Nama bahan
1 Arang aktif
2 Asam stearat
3 Minyak kelapa
4 SLS
5 NaOH
6 Gliserin
7. Gula Pasir
8 Pewangi
9 Etanol
10 Aquadest

1.7. CARA KERJA

1.7.1 Pembuatan Sabun Padat

1. Pembuatan sabun padat dilakukan dengan metode hot process.

2. Minyak kelapa sawit dipanaskan hingga suhu 70C lalu dicampur dengan asam

stearat dan ditambahkan NaOH 15% kemudian diaduk hingga homogen.

3. Gliserin, gula pasir, dan SLS yang dilarutkan dengan air panas kemudian

ditambahkan pada campuran tersebut.

4. Campuran diaduk dengan mixer kecepatan 120 rpm dan ditambahkan etanol 96%

perlahan sampai campuran terlihat transparan.

5. Campuran didinginkan dan dimasukkan serbuk arang aktif cangkang sawit dan

parfum dan diaduk hingga homogen, kemudian dituangkan ke dalam cetakan

sabun silikon, busa yang ikut tertuang dibersihkan secara manual.

6. Campuran didiamkan selama 24 jam dan sabun dikeluarkan dari cetakan untuk

dievaluasi.
1.7.2 Evaluasi Sediaan

A. Oraganoleptis

Uji penampilan dilakukan dengan melihat secara langsung warna, bentuk, dan

bau sabun cair

B. Uji Kekerasan

1. Uji kekerasan dilakukan menggunakan alat penetrometer (GY-3 dengan

spesifikasi rentang pengukuran 0,5-12 kg/cm2 dan resolusi pengukuran 0,1

kg/cm2 ).

2. Sediaan ditusuk menggunakan jarum pada alat dan dibiarkan menembus

sediaan selama 5 detik pada suhu ruang (27°C).

3. Kekerasan dinyatakan dengan kedalaman penetrasi jarum ke dalam

sediaan dinyatakan dalam 1/10 mm dari angka yang ditunjukkan pada

skala penetrometer.

4. Semakin tinggi kedalaman penetrasi jarum atau semakin besar skala

menunjukkan bahwa sampel sabun semakin lunak

C. Stabilitas busa

5. Diambil 5 gram sediaan dimasukkan ke dalam tabung ukur

6. Ditambahkan air sebanyak 120 mL lalu diaduk dengan konsisten

7. Ketinggian busa diukur pada menit pertama dan kelima


D. pH

pH diukut dengan menggunakan pH meter dan dibandingkan dengan pH

sediaan topikal yang baik

E. Uji Pembasah

1. Uji pembasah dilakukan menggunakan metode Draves yaitu benang kapas

seberat 2 g dibuat gulungan sepanjang 9 cm dengan salah satu ujungnya

diikatkan dengan beban seberat 500 mg.

2. Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan dalam 1 L air dalam beaker gelas.

3. Kemudian, benang dan beban dimasukkan ke dalam larutan sampel.

4. Stopwacth dihidupkan mulai dari beban dijatuhkan hingga menyentuh

dasar wadah. Persyaratan daya pembasah yaitu tidak lebih dari 30 detik

1.8. DATA PENGAMATAN

Evaluasi F1 F2 F3 F4 Parameter
Warna Warna Warna
Warna Stabil tidak
hitam, hitam, hitam,
transparan, terjadi perubahan
mengkilat, mengkilat, mengkilat,
aroma warna, bau dan
Organoleptis aroma aroma aroma
greentea, bentuk sediaan
greentea, greentea, greentea,
bentuk (Depkes
bentuk bentuk bentuk
padat RI,1979).
padat padat padat
Nilai pH sabun
pH 9,78 9,77 9,73 9,73 padat adalah 9-11
(BSN, 1996).
Stabilitas 13-220 mm
3,23 4,07 5,6 5,87
Busa (cm) (SNI,1996).
Tidak ada standar
Kekerasan
22,06 21,9 18,89 16,85 kekerasan sediaan
(N/cm2)
sabun padat.
tidak lebih dari
Pembasahan
29,56 29,11 28,92 28,57 30 detik
(detik)
(Febriyenti.2014).
1.9. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini akan dibuat sedian sabun padat dengan zat aktif arang

aktif cangkang sawit dan sodium lauril sulfat dengan tujuan mengetahui pengaruh

penambahan bahan atau konsentrasi bahan dalam sediaan sabun padat terhadap sifat fisik

dan kimia sediaan. Penelitian sebelumnya terhadap arang aktif cangkang sawit daya

adsorpsi arang aktif terhadap iodin dan zat pengotor memenuhi syarat SNI. Selain itu,

arang aktif cangkang sawit juga mengandung serat yang membantu mengangkat sel-sel

kulit mati sehingga kulit menjadi lebih bersih

Sabun padat adalah sediaan berbentuk padatan yang ditujukan untuk

membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar berbasis minyak dan direaksikan dengan

basah yang ditambahkan surfaktan, pengawet, penstabil busa, pewangi dan pewarna yang

diperbolehkan, dan dapat digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit.

Salah satu zat yang memiliki kemampuan sebagai zat pembersih adalah karbon

aktif serta sodium lauril sulfat. Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang terbuat

dari bahan yang mengandung karbon aktif berupa komponen senyawa organik.

Kemampuan daya adsorpsinya yang tinggi telah banyak dimanfaatkan salah satunya

sebagai bahan penunjang sediaan kosmetik, salah satunya sebagai zat pembersih sabun

padat. Kandungan arang aktif di dalam sediaan sabun padat diketahui mampu

mengecilkan pori, membantu pengelupasan selsel kulit mati sehingga mencerahkan kulit

dan menghilangkan noda hitam. Dari ke empat formulasi dengan kombinasi arang aktif

yang berbeda beda, hasil yang paling optimum dan memiliki evaluasi yang baik adalah

sebanyak 2% arang aktif.

Herbal kosmetika sekarang memang sedang digandrungi oleh banyak kalangan

karna minimnya efek samping yang diberikan. Efektivitas sabun padat kombinasi arang

aktif dengan sodium lauril sulfat sebagai sabun pembersih ini tidak lepas dari bahan
eksipien lainnya pada formulasi. Beberapa eksipien yang membuat sediaan ini

memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :

1. Sodium Lauril Sulfat

SLS merupakan salah satu kandungan yang berada di dalam kelapa sawit yang

mengalami beberapa proses. Dalam formula ini SLS digunakan sebagai surfraktan

yang memiliki sifat membersihkan. SLS ini menurunkan tegangan permukaan air,

sehingga kotoran dan minyak yang ada pada kulit lebih mudah dibersihkan.

Konsentrasi yang optimum dan baik memenuhi syarat evaluasi yang digunakan pada

formulasi ini sebesar 1%.

2. Asam Stearat

Jenis asam lemak yang paling sering digunakan dalam pembuatan kosmetik yaitu

asam stearat (stearic acid). Berfungsi untuk menambah kekerasan pada sabun mandi

padat dan kekentalan pada sabun cair. Biasa digunakan juga dalam formula kosmetik

untuk menambah kekentalan pada lotion, kekerasan pada lipstick, dll. Dalam

formulasi ini asam stearat yang digunakan sebesar 10%.

3. Minyak Kelapa Sawit

Selain di produk makanan, minyak kelapa sawit juga dapat ditemukan dalam sabun,

pasta gigi, kosmetik, dan perawatan wajah. Pada pembuatan sabunbatang cold

process,minyak kelapa sawit ditambahkan untuk membuat sabun menjadi padat dan

memungkinkan untuk berbusa jika ditambahkan bahan lainnya. Karna minyak kelapa

sawit merupakan basis dari pembuatan sabun padat maka dalam formulasi digunakan

sebanyak 25% untuk mendapatkan hasil yang optimum.

4. NaOH 15%

Kegunaan NaOH dalam sabun padat yaitu membantu proses saponifikasi dan

mempengaruhi kualitas sabun di antaranya kadar asam lemak bebas dan alkali

bebas. Kadar asam lemak bebas dan alkali bebas yang menyebabkan iritasi pada
kulit. Pada formulasi ini NaOH digunakan sebanyak 15% untuk menghasilkan sabun

yang optimal proses saponifikasinya.

5. Gliserin

Humektan merupakan suatu bahan yang dapat mempertahankan udara pada

sediaan. Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen

higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan

kulit. Efektifitas gliserin tergantung pada lingkungan di sekitarnya. Pada formulasi

ini gliserin efektif dengan konsentrasi sebesar 20 %

Pembuatan sediaan ini diawali dengan penimbangan bahan bahan secara

seksama dengan metode hot process. Hot process Merupakan metode pembuatan sabun

menggunakan panas untuk mempercepat proses saponifikasi. Proses saponifikasi sendiri

sudah menghasilkan panas karena reaksi, tetapi membutuhkan waktu yang lama hingga

sabun menjadi keras dan siap digunakan. Pembuatan sabun dimulai dengan memanaskan

minyak kelapa sawit hingga suhu 70oC lalu ditambahkan dengan asam stearat dan NaOH

15% kemudian campuran ini dihomogenkan. Gliserin, gula pasir, dan SLS yang

dilarutkan dengan air panas kemudian ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran

diaduk dengan mixer kecepatan 120 rpm dan ditambahkan etanol 96% perlahan sampai

campuran terlihat transparan. Campuran didinginkan dan dimasukkan serbuk arang aktif

cangkang sawit dan parfum dan diaduk hingga homogen, kemudian dituangkan ke dalam

cetakan sabun silikon, busa yang ikut tertuang dibersihkan secara manual. Campuran

didiamkan selama 24 jam dan sabun dikeluarkan dari cetakan untuk dievaluasi.

Apabila sediaan telah jadi selanjutnya dilakukan evaluasi pada sediaan sebagai

berikut :

a. Organoleptis

Uji penampilan dilakukan dengan melihat secara langsung warna, bentuk, dan bau

sabun cair yang terbentuk. Menurut FI edisi III, standar sabun padat yang ideal
yaitu stabil tidak terjadi perubahan warna, bau dan bentuk sediaan. Uji organoleptis

dilakukan dengan cara mengamati hasil sediaan dengan panca indra, hasilnya

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dari segi aroma dan bentuk sediaan, tetapi

berbeda warna antara F1, F2, dan F3 dengan F4. Pada F4 ditunjukan dengan warna

transparan. Hal ini dikarenakan tidak adanya penambahan arang aktif cangkang

sawit, arang aktif memberikan kontribusi terhadap perubahan intentisatas warna

dan penurunan konsentrasi arang aktif menunjukkan penurunan intensitas warna.

b. Kekerasan

Kekerasan sabun berperan dalam meningkatkan efisiensi sabun ketika digunakan.

Hasil menunjukkan perbedaan nyata kombinasi konsentrasi arang aktif cangkang

sawit dan SLS terhadap kekerasan sediaan. Semakin tinggi konsentrasi arang aktif

cangkang sawit, maka semakin meningkat kekerasan sabun. Hal ini disebabkan

oleh penggunaan arang aktif cangkang sawit dalam bentuk serbuk sehingga

meningkatkan kepadatan sediaan sabun yang dihasilkan. Kekerasan sabun padat ini

juga dipengaruhi oleh penggunaan minyak sawit sebagai bahan utama. Sabun padat

arang aktif cangkang sawit memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi dibandingkan

dengan sabun arang komersil yang menunjukkan bahwa sabun tidak mudah

menyusut dan tahan lama untuk digunakan.

c. Stabilitas busa

Tujuan uji stabilitas ini adalah untuk mengetahui stabilitas yang diukur dengan

tinggi busa dalam tabung reaksi dengan skala dengan rentan waktu tertentu dan

kemampuan surfaktan untuk menghasilkan busa. Untuk mengevaluasi stabilitas

busa yang dihasilkan, dilakukan dengan mengambil 5g sediaan sabun padat dari

formula uji dan kontrol yang dimasukkan ke dalam wadah tabung ukur kemudian

ditambahkan air sebanyak 120 mL. lakukan proses pengadukan dengan pengaduk

mekanik untuk memperoleh kecepatan pengadukan yang seragam, kemudian


ketinggian busa diukur pada menit pertama dan kelima. Stabilitas busa dinyatakan

sebagai ketahanan suatu gelembung, untuk stabilitas busa setelah lima menit busa

harus memilik ketinggian busa 13-220 mm baru dapat dikatakan baik. Berdasarkan

hasil evaluasi ketinggian busa yang dihasilkan dari sediaan ini mulai F1- F4 hanya

berkisar antara 3-6 cm. Artinya stabilitas busa ini masih kurang bagus atau tidak

memenuhi parameter.

d. pH

Nilai pH merupakan tolok ukur derajat keasaman dan merupakan salah satu

indikator pada sediaan sabun. Sabun dengan pH yang relatif tinggi dapat

meningkatkan daya absorpsi kulit sehingga kulit menjadi iritasi seperti mengelupas,

gatal, luka, dan kulit menjadi kering. Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi

kombinasi arang aktif cangkang sawit dan SLS tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap nilai pH. Nilai pH ini menunjukkan bahwa sediaan sabun yang dihasilkan

bersifat basa yang sesuai dengan nilai persyaratan pH sediaan sabun yaitu 9-11

e. Pembasahan

Hasil karakterisasi kemampuan pembasahan ditujukkan pada data pengamatan

bahwa waktu yang diperoleh cenderung semakin cepat dari F1, F2, F3, dan F4

karena perbedaan konsentrasi SLS dalam sediaan. SLS berfungsi sebagai bahan

pembasah sehingga semakin meningkat konsentrasi SLS maka semakin cepat sabun

menyerap ke dalam pori-pori (pembasah). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa

kombinasi arang aktif cangkang sawit dan SLS tidak berpengaruh nyata terhadap

daya pembasah sabun. Nilai uji pembasah tiap formula ini memenuhi persyaratan

daya pembasah yaitu tidak lebih dari 30 detik.

1.10. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian formuasi yang dikembangkan hasil sediaan yang

telah diuji sifat fisika dan kimianya ada beberapa uji yang belum memenuhi syarat.
Sehingga masih perlu dilakukan optimasi formula lagi untuk menghasilkan sediaan yang

memenuhi semua syarat uji. Hasil uji fisika dan kimia dari sediaan sebagai berikut :

Formula yang paling baik memenuhi persyaratan evaluasi sifat fisik, stabilitas

pada penyimpanan dan efektivitas daya bersih terdapat pada formula F2 (arang aktif

cangkang sawit 2% dan SLS 1%). Kombinasi arang aktif cangkang sawit dan SLS

meningkatkan efektivitas daya bersih sabun.

1. Organoleptis : berwarna hitam, mengkilat, aroma greentea, bentuk padat

2. pH sediaan 9,77 dan masih masuk dalam range pH sabun yang baik yaitu 9 - 11

3. Stabilitas busa memiliki hasil 4,07 cm sedangkan persyaratan stabilitas busa yang

bagus pada 13 – 220 mm, artinya stabilitas ini belum memenuhi syarat uji

4. Kekerasan sebesar 21,90 N/cm2.

5. Pembasahan sabun memiliki waktu 29,11 detik, hasil ini masih memenuhi syarat

daya pembasahan yaitu tidak lebih dari 30 detik.

1.11. DAFTAR PUSTAKA

1. Agustini, N. W. S dan Agustina, H. W. (2017). Karakteristik dan aktivitas

antioksidan sabun padat transparan yang diperkaya dengan ekstrak kasar karotenoid

chlorella pyrenoidosa. JPB Kelautan Dan Perikanan, 12(1): 1-12.

2. Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2009). Handbook of Cosmetics Science

and Technology, 3rd Edition. Informa Healthcare USA, Inc, New York.

3. Badan Standarisasi Nasional. (1996). Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06-3532-

1994, Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

4. Butler, H. (2000). Poacher’s Parfumes, Cosmetics and Soap, 10th Edition. Kluwer

Academy Publisher, London.

5. Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI, Jakarta.

6. Farn R.J. (2006). Chemistry and Technology of Surfactants, Blackwell Publishing,

Oxford.
7. Febriyenti, L. I. Sari., R. Nofita. (2014). Fomulasi sabun transparan minyak ylang-

ylang dan uji efektivitas terhadap bakteri penyebab jerawat. Jurnal Sains Farmasi &

Klinis, 1(1): 61-71.

8. Gusviputri, A., P. N., Meliana, A., dan N. Indraswati. (2013). Pembuatan sabun

dengan lidah buaya (Aloe vera) sebagai antiseptik alami. Widya Teknik, 12(1): 11-

21.

9. Hambali, E. A, Suryani dan M. Rival. (2005). Membuat Sabun Transparan. Penebar

Plus, Jakarta.

10. Hernani, T. K. Bunasor dan Ftriati. (2010). Formula sabun transparan anti jamur

dengan bahan aktif ekstrak lengkuas (Alpinia Galanga L. Swartz). Buletin Litro,

21(2): 192-205.

11. Jamilatun, S., Setyawan, M. (2014). Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa

dan aplikasinya untuk penjernihan asap cair. Spektrum Industri, 12(1): 74-83.

12. Khumaida. (2008). Kajian Proses Pembuatan Sabun Scrub Menggunakan Serat

Oyong (Luffa acutangula) Kering. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bandung.

13. Lestari, U., F. Farid dan P. M. Sari. (2017). Formulasi dan uji sifat fisik lulur body

scrub arang aktif dari cangkang sawit (Elaeis guineensis Jacg.) sebagai

detoksifikasi. Jurnal Sains Dan Teknologi Farmasi, 9(1): 74-79.

14. Lestari, U., F. Farid dan A. Fudholi. (2019). Formulation and effectivity test of

deodorant from activated charcoal of palm shell as excessive sweat adsorbent on

body. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 12(10): 193-196.

15. Löffer, H and R. Happle. (2003). Profile of irritant patch testing with detergents:

sodium lauryl sulfate, sodium laureth sulfate and alkyl polyglucoside. Contact

Dermatitis, 48(1): 26- 32.

16. Polii, F. F. (2017). Pengaruh suhu dan lama aktivasi terhadap mutu arang aktif dari

kayu kelapa. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 12(2): 21-28.


17. Priani, S.E dan Y. Lukmayani. (2010). Pembuatan Sabun Transparan Berbahan

Dasar Minyak Jelantah Serta Hasil Uji Iritasinya Pada Kelinci. Prosidings, Hal: 31-

48.

18. Qisti, Rachmiaty. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu

pada Konsentrasi yang Berbeda. Skripsi, Bogor: IPB.

19. Rowe, R. C., Sheskey, P. J. and Quinn, M. E. (2009). Handbook of Pharmaceutical

Excipients, 6th Edition, 53-54, RPS Publishing, UK.

20. Rumidatul, Alfi. (2006). Efektivitas Arang Aktif Sebagai Adsorber Pada

Pengolahan Air Limbah. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

21. Shancez, N., R. Fayne, B. Burroway, B.W. (2019). Charcoal: an ancient material

with a new face. Clinics in Dermatology, 38(2): 262-264.

22. Sari, T. Indah., J. P. Kasih, dan T. J. N. Sari. (2010). Pembuatan sabun padat dan

sabun cair dari minyak jarak. Jurnal Teknik Kimia, 17(1): 28-33.

23. Setyaningsih, H. 1995. Pengolahan Limbah Batik Dalam Proses Kimia Dan

Adsorpsi Karbon Aktif. Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

24. Standar Nasional Indonesia. (1996). Arang Aktif Teknis, SNI 06-3730-1995. Badan

Standarisasi Nasional, Jakarta.

25. Standar Nasional Indonesia. (2016). Standar Mutu Sabun Mandi Padat, SNI 3532-

2016. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

26. Syamsurizal., U. Lestari., Nurhasanah. (2019). Formulation of toothpaste activated

charcoal from palm shell (Elaeis guineensis jacg) as teeth withening for nicotine

addicts. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research,

58(2): 9-12.

27. Sihombing, Y. R., A. Syarifudin, R. Berutu. (2018). Formulasi sediaan sabun

mandi padat dari ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda Citrifolia L.) segar.

Jurnal Penelitian Farmasi Herbal, 1(1): 22-24.


28. Tranggono, R. I dan Latifah, F. (2013). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. PT Gramedia, Jakarta.

29. Warra, A. A., L. G. Hasan, S.Y. Gunu, S.A. Jega. (2010). Cold-process synthetis

and properties of soaps prepared from different triacylglycerol sources. Nigerian

Journal of Basic And Applied Science, 18(2): 315-321.

30. Wijana dan Muhammad Rohmadi. (2009). Analisis Wacana Pragmatik Kajian

Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai