Anda di halaman 1dari 7

COLE

(Coefficient of Linear Extensibility)

Pendahuluan
Nilai COLE merupakan salah satu nilai yang sering digunakan baik oleh
ahli tanah maupun ahli teknik untuk menggambarkan kesanggupan
pengembangan dan pengerutan tanah (Franzmeier dan Rose, 1968; Hallberg,
1977; BBSDLP 2006). Dengan demikian, keadaan mengembang dan mengerut
tanah dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dan untuk memprediksi
sifat-sifatnya untuk keperluan pertanian dan teknik (Franzmeier dan Rose 1968).
Hallberg (1977), dan Lal & Shukla (2005) juga menyatakan bahwa nilai COLE
dapat digunakan untuk keperluan analisis genesis dan karakterisasi tanah dan
pedologi tanah.
Contoh penggunaan nilai COLE dalam taksonomi tanah yaitu adanya sifat
penciri vertik yang digunakan dalam menggolongkan tanah ke dalam kelas yang
sesuai, terutama pada kategori tinggi, dan disamping itu ditemukan pula beberapa
sub-group seperti Vertik Haplaquent, Vertik Euchrent, dan lain-lain. Penggunaan
praktis nilai COLE tanah pada bidang teknik yaitu untuk perencanaan pembuatan
bangunan gedung, bendungan, jalan, dan lain-lain. Penggunaan nilai COLE di
bidang teknik perlu ditranslasikan menjadi suatu bentuk yang mudah dipahami
oleh penggunanya (Hallberg 1977).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat pengembangan dan pengerutan
tanah menurut Franzmeier dan Ross (1968) yaitu jenis liat, kandungan liat, soil
fabric, dan adsorbsi kation. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
kemampuan tanah mengikat air, sehingga menimbulkan perbedaan kemampuan
pengembangan dan pengerutan tanah. Semakin tinggi kandungan air suatu tanah,
maka kemampuan mengembang dari tanah tersebut juga akan semakin tinggi, dan
bila mongering akan mengerut. Secara detil, hasil penelitian Franzmeier dan Ross
(1968) menunjukkan bahwa contoh tanah dengan jenis liat kaolinite memiliki nilai
COLE yang lebih rendah dibandingkan contoh tanah dengan jenis liat
montmorillonite. Hasil penelitian Farni (2005) juga menunjukkan bahwa tanah-
tanah dengan kandungan mineral liat tipe 2:1 memiliki nilai COLE yang tinggi
dibandingkan dengan tanah yang memiliki kandungan mineral liat tipe 1:1.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi jenis liat maka semakin
tinggi pula nilai COLE. Nilai COLE juga semakin meningkat dengan
meningkatnya kandungan liat, dan hal ini ditentukan pula dari jenis mineral
liatnya (Franzmeier dan Ross 1968; Farni 2005).
Penetapan nilai COLE untuk contoh tanah menggunakan persamaan:

keterangan:
Lm = panjang bongkah tanah pada keadaan lembab 1/3 atmosfer
Ld = panjang bongkah tanah pada keadaan kering oven 105°.

Pada prakteknya, contoh tanah dengan bentuk yang tidak beraturan sering
digunakan untuk pengukuran sehingga penetapan panjang bongkah menjadi
sedikit sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan
menggunakan volume bongkah tanah yang kemudian disubstitusi dengan bobot
isi. Dengan demikian, perhitungan nilai COLE dilakukan melalui pendekatan
pengukuran bobot isi dengan bongkah tanah alami yang dilapisi suatu zat
(Grossman et al. 1968), dimana pengukuran bobot isi menggunakan bongkah
tanah alami dengan diameter 5-8 cm mengacu pada Brasher et al. (1966 dalam
Grossman et al. 1968). Oleh karena itu, pada keadaan diameter tanah tanpa
material lebih besar dari 2 mm, dan asumsi bahwa besarnya pengembangan sama
ke seluruh arah, maka persamaan COLE menjadi:

√ √

keterangan:
Vm = volume bongkah tanah dalam keadaan lembab 1/3 atmosfer
Vd = volume bongkah tanah dalam keadaan kering oven 105°
Dbd = berat volume bongkah dalam keadaan kering oven 105°
Dbm = berat volume bongkah dalam keadaan lembab 1/3 atmosfer.

Klasifikasi nilai COLE disajikan pada Tabel 1. Nilai COLE untuk berbagai
jenis tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Klasifikasi Nilai COLE


No Nilai COLE Kelas
1 0 – 0.03 Rendah
2 0.03 – 0.06 Sedang
3 .06 – 0.10 Tinggi
4 > 0.10 Sangat tinggi
Sumber: Franzmeier dan Ross, 1968
Tabel 2. Nilai COLE pada berbagai jenis tanah

No Jenis Tanah Nilai COLE


1 Regosol Muntilan* 0.005
2 Regosol Laladon* 0.001
3 Podsolik Jasinga* 0.135
4 Podsolik Serang* 0.043
5 Podsolik Talang Betulu* 0.050
6 Grumusol Cihea* 0.366
7 Grumusol Grobogan* 0.067
8 Grumusol Mranggen* 0.337
9 Latosol Merah Jatiasih* 0.038
10 Latosol Merah Gunung Sindur* 0.023
11 Latosol Alas Roban* 0.062
12 Latosol Coklat Bumi Serpong Damai* 0.036
13 Latosol Coklat Dramaga* 0.082
14 Latosol Coklat Klampok* 0.081
15 Latosol Coklat Sindang Barang* 0.020
16 Planosol Serang* 0.048
17 Planosol Cikarang* 0.056
18 Andosol Pangalengan* 0.353
19 Andosol Ngadirejo* 0.268
20 Aluvial Brebes* 0.124
21 Aluvial Karawang* 0.107
22 Mediteran Padalarang* 0.113
23 Mediteran Ciampea* 0.166
24 Sulfat Masam Gasing* 0.192
25 Horison C Plered* 0.087
26 Horison C Wonosobo* 0.066
27 Latosol Coklat Dramaga** 0.0697-0.0707
28 Tanah Sulfat Masam Delta Telang*** 0.17-0.24
Keterangan: * : Farni 2005
** : Nurhasanah 1986
*** : Hermansyah 1999
Pengukuran Nilai COLE di Laboratorium

1. Ambil dua bongkah contoh tanah yang berdiameter kira-kira 5 – 8 cm dan


tidak terganggu.
2. Masing-masing contoh diikat dengan benang.
3. Letakan di atas piring Pressure Plate apparatus dan masukkan ke dalam
bak perendam untuk dijenuhkan (kira-kira satu malam).
4. Masukkan piring dan contoh ke dalam Pressure Plate apparatuss.
5. Berikan tekanan 1/3 atmosfir dalam Pressure Plate apparatus sampai air
pada pipa pembuangan tidak menetes lagi.
6. Keluarkan contoh-contoh tanah dari Pressure Plate apparatus dan
timbang maing-masing contoh tanah berapa beratnya (gunakan cawan
porselin sebagai tempat contoh).
7. Contoh yang satu masukkan ke dalam oven dengan temperatur 1050C
sampai beratnya tetap.
8. Contoh yang satu lagi celupkan beberapa detik ke dalam parafin padat
yang dicairkan (dipanaskan sehingga seluruh permukaan tertutup rata oleh
parafin). Biarkan sampai dingin.
9. Timbang contoh tanah dan parafin pada no. 8. Disini akan didapakan berat
parafin.
10. Ukur volume contoh dan parafin (no. 8) dengan jalan mencelupkan ke
dalam ember yang berisi air. Jumlah air yang keluar sama dengan volume
contoh tanah parafin.
11. Cari berat jenis parafin padat. Dari no. 9 dapat dihitung volume parafin.
Kemudian dapat dihitung pula volume contoh 1/3 atmosfir, yaitu selisih
volume air yang dipindahkan dikurangi volume parafin.
12. Contoh tanah pada no. 7 ditimbang setelah kira-kira beratnya tetap.
Kemudian hitung persentase kadar airnya.
13. Persentase kadar air ini digunakan untuk menghitung berat contoh tanah
no 10 pada 1050C. Dari sini dapat dihitung:

14. Contoh tanah pada no. 12 setelah ditimbang kemudian dilapisi pula
dengan parafin padat yang dicairkan sampai merata seluruh permukaan.
Kemudian dinginkan seperti no.8
15. Timbang lagi contoh tanah 1050C dan parafinnya. Didapatkan berat
parafin yang dipergunakan untuk menghitung volume parafin padat seperti
pada no. 11.
16. Ukur volumenya seperti yang dilakukan pada no. 10 dan no. 11
17. Dari sini dapat diketahui
Dbd=

18. COLE = √ -1
19. Tuliskan hasil pengukuran dan perhitungan pada Tabel 2, 3, dan 4.

Daftar Pustaka
[BBSDLP] Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Sifat Fisik Tanah dan
Metode Analisisnya. Editor: Undang Kurnia, Fahmuddin Agus, Abdurrachman
Adimihardja, Ai Dariah. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Grossman RB, Brasher BR, Franzmeier DP, Walker JL. 1968. Linear extensibility
as calculated from natural clod bulk density measurements. Soil Sci. Soc. Amer.
Proc. 32: 570-573.
Farni Y. 2005. Karakteristik Fisika dan Mekanika Tanah pada Berbagai Jenis
Tanah. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB.
Franzmeier DP, Ross Jr SJ. 1968. Soil swelling: laboratory measurement and
relation to other soil properties. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 32: 573-577.
Hallberg GR. 1977. The use of COLE values for soil engineering evaluation. Soil
Sci. Soc. AM. J. 41: 775-777.
Hermansyah S. 1999. Pengaruh Pengelolaan Air melalui Pengeringan terhadap
Beberapa Sifat Fisik Tanah Sulfat Masam dari Delta Telang, Musibanyuasi,
Sumatera Selatan. [skripsp]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lal R, Shukla MK. 2005. Principles of Soil Physics. New York: Marcel Dekker,
Inc.
Nurhasanah. 1986. Efek Residu Beberapa Soil Conditioner terhadap Batas-batas
Atterberg, Nilai COLE (Coefficient of Linear Extensibility) dan Produksi
Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) pada Latosol Dramaga. [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tabel 2. Data bongkah tanah dalam keadaan kering
Bobot Volume
Bobot Bobot Volume
Contoh tanah Bobot cawan + Berat tanah Volume
BKU cawan BKM KA tanah tanah Dbd
pada tiap Ulangan Cawan tanah parafin kering + parafin
(g) + tanah (g) (%) kering + kering (g/cm3)
tutupan lahan (g) setelah oven (g) parafin (ml)
(g) parafin (g) (ml)
(g) (ml)
1
Sawit
2
1
Kopi
2
Lahan 1
Terbuka 2

Tabel 3. Data bongkah tanah dalam keadaan lembab

Bobot Volume
Contoh tanah Bobot Berat Volume
Berat tanah tanah basah tanah basah Volume tanah Berat contoh Dbm
pada tiap Ulangan Cawan parafin parafin
basah (g) + parafin + parafin basah (ml) pada 105° (g/cm3)
tutupan lahan (g) (g) (ml)
(g) (ml)

1
Lahan Terbuka
2
1
Kopi
2
1
Sawit
2
Tabel 4. Klasifikasi Nilai COLE
Contoh tanah pada tiap Nilai COLE Klasifikasi
tutupan lahan
Sawit
Kopi
Lahan Terbuka

Anda mungkin juga menyukai