Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

BLOK FUNGSI NORMAL NEUROSENSORIS, HEMAPOETIK &


LIMFORETIKULER
OBAT OTONOM

OLEH:
Nama: Hosea Ginola
NIM: 2010911310034
Kelompok: 4

ASISTEN PRAKTIKUM:
M. Ihrammuf Tezar (NIM. 1810911310014)

DOSEN KOORDINATOR PRAKTIKUM:


dr. Alfi Yasmina, M.Kes., M.pd.Ked.,Ph.D

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
A. Tujuan Praktikum
Memahami efek stimulasi saraf dan efek beberapa obat pada sistem saraf
simpatis dan parasimpatis terhadap sistem kardiovaskuler.

B. Probandus
Tikus

C. Alat-Alat
1. Kanula arteri
2. Kanula ventrikel kiri
3. Kanula vena
4. Pithing rod
5. Pressure transducer
6. Injektor obat

D. Cara Kerja
Praktikum ini dilakukan menggunakan simulator software RatCVS. RatCVS
merupakan simulator yang menunjukkan efek stimulasi saraf dan efek obat
pada sistem kardiovaskuler. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Buka software RatCVS (The Vrtual Rat) versi 3.3.7 yang sudah di-install ke
komputer.

2. Layar yang anda lihat adalah sebagai berikut:


Parameter-parameter yang dinilai adalah:

a. ABP, yaitu arterial blood pressure (tekanan darah arterial),

b. LVP, yaitu left ventricular pressure (tekanan ventrikel kiri),

c. VBP, yaitu venous blood pressure (tekanan darah vena),

d. HF, yaitu heart contractile force (kekuatan kontraktilitas jantung), dan

e. HR, yaitu heart rate (denyut jantung).

3. Untuk pelaksanaan praktikum ini, tikus dianestesi umum dan diberikan


ventilasi artifisial. Kanula arteri dimasukkan ke dalam arteri femoralis, kanula
venosa dimasukkan ke dalam vena femoralis, dan kanula ventrikel
dimasukkan ke dalam ventrikel kiri. Kanula arteri dihubungkan ke pressure
transducer untuk mengukur ABP. Kanula ventrikel dihubungkan ke pressure
transducer untuk mengukur LVP. Kanula venosa dihubungkan ke pressure
transducer untuk mengukur VBP. HF dihitung dari nilai LVP, dan HR
dihitung dari ABP.

4. Pilihlah “Normal Rat” bila ingin melihat efek obat/stimulasi seperti pada
kondisi sebenarnya (korda spinalis utuh dan refleks baroreseptor penuh).
Pilihlah “Pithed Rat” bila ingin melihat efek obat/stimulasi tanpa adanya
refleks baroreseptor.

5. Lakukan keenam eksperimen berikut ini (a sampai f). Setiap pemberian


obat/stimulasi direkam sepanjang minimal 1 kotak besar. Setiap selesai 1
eksperimen, bisa diklik Edit > Copy Image untuk mengkopi gambar ke file
lain, atau di-Print (menu File > Print).

Untuk setiap eksperimen, catat kelima parameter di atas setiap dilakukan


pemberian obat atau pemberian stimulasi saraf (lihat Tabel). Cara
mendapatkan angka kelima parameter itu, geser garis hijau ke kanan atau ke
kiri untuk memposisikannya di lokasi yang anda inginkan, dan angkanya akan
muncul pada garis hijau tersebut. Untuk memulai lagi eksperimen berikutnya,
klik “New Experiment”.
a. Pilih “Pithed Rat”.

Start – Stimulasi saraf simpatis (adrenal) – Stimulasi nervus vagus – Stop.

b. Pilih “Normal Rat”.

Start – Stimulasi saraf simpatis (adrenal) – Stimulasi nervus vagus – Stop.

c. Pilih “Normal Rat”.

Start – Adrenalin (10 µg/kg) – Asetilkolin (10 µg/kg) – Stop.

d. Pilih “Normal Rat”.

Start – Isoprenalin (10 µg/kg) – Propanolol (5 mg/kg) – Stop.

e. Pilih “Normal Rat”.

Start – Fenilefrin (10 µg/kg) – Prazosin (5 mg/kg) – Stop.

f. Pilih “Normal Rat”.

Start – Asetilkolin (20 µg/ml) – Atropin (5 mg/kg) – Stop.

6. Bahas hasil eksperimen berdasarkan mekanisme kerja stimulasi saraf


simpatis/parasimpatis atau mekanisme kerja obat terhadap parameter-
parameter di atas.

F. Hasil Eksperimen

No Eksperimen AKP LVP VBP HF HR


mmHg
1 Pithed 63,752 ,73278 11,285 ,14656 395,51

Stimulasi Simpatis 264,09 6,3019 6,3263 ,18564 484,61


(adr)
Stimulasi n.vagus 113,43 7,1812 8,6712 ,35173 250,9
2 Normal 56,097 ,87934 12,311 ,1661 416,61
Stimulasi Simpatis 244,02 262,63 6,4485 11,881 288,42
(adr)
Stimulasi n.vagus 132,05 117,68 8,2804 2,3351 215,73

3 Normal 65,364 ,73278 12,018 ,15633 242,31


Adrenalin 146,26 11,724 10,967 1,0552 490,08
Asetilkolin 70,2 114,61 11,676 1,573 448,66
4 Normal 65,071 ,73278 11,993 ,15633 406,45
Isoprenalin 114,75 9,3796 10,625 15,867 608,89
Propanolol 108,01 117,1 10,405 10,816 449,44
5 Normal 65,511 ,73278 11,993 ,15633 404,1
Fenilefrin 188,47 16,268 7,3766 ,38105 205,57
Prazosin 124,87 27,259 8,2804 2,0127 385,34
6 Normal 65,217 ,73278 11,993 ,15633 377,53
Asetilkolin 89,692 89,692 11,138 6,6243 250,9
Atropin 171,32 6,4485 7,2545 ,1661 383

Lampiran Eksperimen

Percobaan 1

Keterangan : Pithed

Keterangan : Stimulasi Simpatis (adr)


Keterangan : Stimulasi n.vagus

Percobaan 2

Keterangan : Normal

Keterangan : Stimulasi Simpatis (adr)


Keterangan : Stimulasi n.vagus

Percobaan 3

Keterangan : Normal

Keterangan : Adrenalin
Keterangan : Asetilkolin

Percobaan 4

Keterangan : Normal

Keterangan : Isoprenalin
Keterangan : Propanolol

Percobaan 5

Keterangan : Normal

Keterangan : Fenilefrin
Keterangan : Prazosin

Percobaan 6

Keterangan : Normal

Keterangan : Asetilkolin
Keterangan : Atropin

G. Pembahasan
Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan
saral otonom, mulai dari sel saral sampal sel efektor. Banyak obat dapat
mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara
spesilik dan bekerja pada dosis kecil. Saraf otonom terdiri dati saraf
praganglion,ganglion dan saral pascaganglion yang mempersarafi sel elektor.
Lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari: serat aferen yang sentripetal
disalurkan melalui N,vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf otonom lainnya.
Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Secara umum
dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan
fungsi yang antagonistik. Bila yang satu menghambat suatu fungsi maka yang
lain memacu fungsi tersebut. Contoh yang jelas ialah midriasis terjadi di
bawah pengaruh saral simpatis dan miosis di bawah pengaruh
Parasimpatis.[1,2] Meskipun secara umum kerja sistem saraf simpatis dan
parasimpatis hampir selalu berlawanan satu sama lain, tetapi ternyata hal itu
tidak selalu berlaku untuk semua organ yang dipelihara oleh kedua sistem
saraf tersebut. Pada arteriola misalnya, saraf simpatis lebih dominan, Secara
umum dapat dikatakan bahwa sistem parasimpatis berperan dalam fungsi
konservasi dan reservasi tubuh.Sedangkan sistem simpatis berfungsi
mempertahankan diri terhadap tantangan dari luar tubuh dengan reaksi berupa
perlawanan atau pertahanan diri yang dikenal sebagai light or ltight reaction.
pada jantung kekuatan kontraksi otot ventrikel lebih tergantung pada aktivitas
saraf simpatis, dan pada bronkus fungsi kedua sistem saraf tersebut benar-
benar tampak berlawanan. Pada kelenjar bronkus dan kelenjar ludah, fungsi
simpatis dan parasimpatis tampak sinergis, yaitu saraf parasimpatis berefek
peningkatan sekresi serous, sedangkan saraf simpatis memacu sekresi yang
bersifat mukous. Saling mempengaruhi antara dua sistem tersebut tampak pula
pada efek penghambatan pada pelepasan noradrenalin oleh asetilkolin, dan
sebaliknya noradrenalin juga dapat menghambat pelepasan asetilkolin melalui
reseptor prasinaptik.[1,3] lmpuls saraf dari SSP hanya dapat diteruskan ke
ganglion dan sel efektor melalui penglepasan suatu zat kimia yang khas yang
disebut transmitor neurohumoral atau disingkat transmitor. Tidak banyak obat
yang pada dosis terapi dapat mempengaruhi konduksi akson, tetapi banyak
sekali zat yang dapat mengubah transmisi neurohumoral.Konduksi saral hanya
dapat dipengaruhi oleh anestetik lokal dosis terapi yang diinfiltrasikan dalam
kadar yang relatif tinggi di sekitar batang saraf, dan oleh beberapa zat lain
seperti tetrodotoksin.[1] Secara klinis, propranolol digunakan secara luas untuk
menargetkan situs perifer dari sistem noradrenergik untuk mengobati
hipertensi, penyakit arteri koroner dan takiaritmia. Selanjutnya, propranolol
dapat digunakan untuk memblokir adrenoreseptor di sistem saraf pusat, karena
senyawa lipofilik dengan mudah memasuki sawar darah-otak.[4] Terdapat dua
jenis enzim yang berhubungan erat dengan ACh yaitu kolinasetilase dan
kolinesterase. Kolinasetilase disintesis dalam perikarion selsaral dan
ditransportasi sepanjang akson ke ujung saraf. Ada 2 macam kolinesterase,
yakni asetilkolinesterase (AChE) dan butirilkolinesterase (BuChE).
Asetilkolinesterase fiuga dikenal sebagai kolinesterase yang spesifik atau
kolinesterase yang sejati) terutama terdapat di tempat transmisi kolinergik
pada membrane pra maupun pascasinaps, dan merupakan kolinesterase (iuga
dikenal sebagai serum esterase atau pseudokolinesterase) terutama memecah
butirilkolin dan banyak terdapat dalam plasma dan hati fungsi fisiologisnya
tidak diketahui. Enzim ini berperan dalam eliminasi suksinilkolin, suatu obat
relaksan otot rangka. Metakolin dihidrolisis oleh AChE tapi tidak dihidrolisis
oleh BuChE. Ada 2 macam reseptor kolinergik, yakni reseptor nikotinik dan
reseptor muskarinik. Reseptor nikotinik yang terdapat di ganglia otonom,
adrenal medula, dan SSP disebut reseptor nikotinik neuronal (Nu), sedangkan
reseptor nikotinik yang terdapat di sambungan saral-otot disebut reseptor
nikotinik otot (Ng = nicotinic muscle). Reseptor muskarinik terjadi dalam lima
subtipe, yang semuanya termasuk dalam keluarga reseptor berpasangan
protein G. Protein G terdiri dari satu sub unit dan. Tergantung pada homologi
urutan primer sub unit , protein G diklasifikasikan sebagai Gs, Gi/o, Gq atau
G12. Subtipe reseptor muskarinik berpasangan secara berbeda dengan protein
G, dan subunit protein G mengaktifkan jalur seluler yang berbeda. Reseptor
nikotinik termasuk dalam famili saluran ion berpintu ligan, di mana
pengikatan dua molekul asetilkolin menghasilkan perubahan konformasi
reseptor dan pembentukan pori berikutnya antara subunit memungkinkan
permeasi kation melalui reseptor. Biasanya, ion natrium (Na+) mengalir ke
dalam dan kalium (K+) keluar, namun beberapa reseptor nikotinik neuronal
telah terbukti permeabel untuk kalsium (Ca2+) ion, sehingga mempengaruhi
pelepasan neurotransmiter lain.[5] Efek muskarinik merupakan efek yang
timbul pada pemberian muskarin, yaitu suatu racun dari jamur Amanita
muscaria yang dapat dihilangkan dengan pemberian atropin dosis kecil. Efek
nikotinik menyerupai efek yang timbul pada pemberian nikotin, yaitu berupa
pacuan sistem saraf parasimpatis yang diikuti dengan efek pacuan saraf
simpatis dan pacuan otot skelet. Hal ini terjadi karena Farmakologi
Kedokteran 5 reseptor nikotinik yang berada di ganglion simpatis dan
parasimpatis serta motor end plate terpacu. Obat parasimpatomimetik dapat
memacu langsung reseptor muskarinik (misalnya pilokarpin), atau tidak
langsung melalui penghambatan enzim kolinesterase (misalnya fisostigmin).
Obat penghambat saraf parasimpatis (parasimpatolitika) dapat bertitik tangkap
pada reseptor muskarinik (misalnya atropin), atau dapat juga melalui
hambatan pada pelepasan asetilkolin (misalnya ion Mg). Obat pemacu sistem
saraf simpatis (simpatomimetika) dapat memacu langsung reseptor adrenergik
alfa (misalnya fenilefrin) atau beta (misalnya isoprenalin) atau dapat pula
secara tidak langsung, misalnya melalui hambatan pada proses uptake
(misalnya kokain atau amfetamin). Obat penghambat sistem saraf adrenergik
dapat bertitik tangkap kerja pada reseptor alfa (misalnya prazosin memblok
reseptor alfa) atau pada reseptor beta (misalnya propanolol memblok reseptor
beta) atau secara tidak langsung antara lain dengan cara menghambat sintesis
transmitter noradrenalin (reserpin).[3] Obat otonom mempengaruhi transmisi
neurohumoral dengan cara menghambat atau mengintensifkannya. Terdapat
beberapa kemungkinan pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik
maupun adrenergik, yaitu : (1) hambatan pada sintesis atau penglepasan
transmitor; (2) menyebabkan penglepasan lransmitor; (3) ikatan dengan
reseptor; dan (4) hambatan destruksi transmitor[1]

H. Kesimpulan
Obat-obat otonom yaitu obat yang bekerja pada berbagai bagian susunan saral
otonom, mulai dari sel saral sampal sel efektor. Banyak obat dapat
mempengaruhi organ otonom, tetapi obat otonom mempengaruhinya secara
spesilik dan bekerja pada dosis kecil. Saraf otonom terdiri dati saraf
praganglion,ganglion dan saral pascaganglion yang mempersarafi sel elektor.
Lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari: serat aferen yang sentripetal
disalurkan melalui N,vagus, pelvikus, splanknikus dan saraf otonom lainnya.
Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Secara umum
dapat dikatakan bahwa system simpatis dan parasimpatis memperlihatkan
fungsi yang antagonistic. Pada sistem saraf simpatis dikenal adrenoseptor alfa
dan beta. Pada sistem saraf parasimpatis dikenal 2 macam reseptor, yaitu
reseptor muskarinik dan nikotinik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswara, SG. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4.Departemen Farmakologi


dan Terepeutik FK UI, Jakarta; 1995.
2. Katzung, Bertram G., Masters, S.B dan Trevor, A.J., Farmakologi Dasar &
Klinik, Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2014.
3. Tim Dosen Farmakologi. Petunjuk Pratikum Farmakologi Kedokteran Blok
Fungsi Normal Neurosensoris Hemapoetik & Limforetikuler Angkatan
2020.Laboratorium Fisiologi Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin; 2021.
4. Steenen SA, Van Wijk AJ, Van Der Heijden GJMG, Van Westrhenen R, De
Lange J, De Jongh A. Propranolol for the treatment of anxiety disorders:
Systematic review and meta-analysis. J Psychopharmacol. 2016;30(2):128-
139. doi:10.1177/0269881115612236
5. Soukup O, Winder M, Killi UK, et al. Acetylcholinesterase Inhibitors and
Drugs Acting on Muscarinic Receptors- Potential Crosstalk of Cholinergic
Mechanisms During Pharmacological Treatment. Curr Neuropharmacol.
2016;15(4):637-653. doi:10.2174/1570159x14666160607212615
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai