Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

BLOK FUNGSI NORMAL NEUROSENSORIS DAN HEMOPOETIK


LIMFORETIKULER
OBAT OTONOM

OLEH:
Nama: Siti Rabiatul Adabiah
NIM: 2010911320047
Kelompok: 19

ASISTEN PRAKTIKUM:
Muhammad Ihrammuf Tezar (NIM. 1810911310014)

DOSEN KOORDINATOR PRAKTIKUM:


dr. Alfi Yasmina, M.Kes., M.Pd.Ked., Ph.D.

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021
1. Tujuan Praktikum

Memahami efek stimulasi saraf dan efek beberapa obat pada sistem saraf
simpatis dan parasimpatis terhadap sistem kardiovaskuler.

2. Probandus
Tikus.

3. Bahan-Bahan
1. Adrenalin
2. Noradrenalin
3. Asetilkolin
4. Isoprenalin
5. Fenilefrin
6. Propanolol
7. Atropin
8. Prazosin
9. Anestetik umum

4. Alat-alat yang Digunakan


1. Kanula arteri
2. Kanula ventrikel kiri
3. Kanula vena
4. Pithing rod
5. Pressure transducer
6. Injektor obat

5. Cara Kerja
Praktikum ini dilakukan menggunakan simulator software RatCVS. RatCVS
merupakan simulator yang menunjukkan efek stimulasi saraf dan efek obat
pada sistem kardiovaskuler. Langkah-langkah yang dilakukan untuk
praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Buka software RatCVS (The Vrtual Rat) versi 3.3.7 yang sudah di-install
ke computer
2. Layar yang anda lihat adalah sebagai berikut:

Parameter-parameter yang dinilai adalah:


a. ABP, yaitu arterial blood pressure (tekanan darah arterial),
b. LVP, yaitu left ventricular pressure (tekanan ventrikel kiri),
c. VBP, yaitu venous blood pressure (tekanan darah vena),
d. HF, yaitu heart contractile force (kekuatan kontraktilitas jantung), dan
e. HR, yaitu heart rate (denyut jantung).
3. Untuk pelaksanaan praktikum ini, tikus dianestesi umum dan diberikan
ventilasi artifisial. Kanula arteri dimasukkan ke dalam arteri femoralis,
kanula venosa dimasukkan ke dalam vena femoralis, dan kanula ventrikel
dimasukkan ke dalam ventrikel kiri. Kanula arteri dihubungkan ke
pressure transducer untuk mengukur ABP. Kanula ventrikel dihubungkan
ke pressure transducer untuk mengukur LVP. Kanula venosa dihubungkan
ke pressure transducer untuk mengukur VBP. HF dihitung dari nilai LVP,
dan HR dihitung dari ABP.
4. Pilihlah “Normal Rat” bila ingin melihat efek obat/stimulasi seperti pada
kondisi sebenarnya (korda spinalis utuh dan refleks baroreseptor penuh).
Pilihlah “Pithed Rat” bila ingin melihat efek obat/stimulasi tanpa adanya
refleks baroreseptor.
5. Lakukan keenam eksperimen berikut ini (a sampai f). Setiap pemberian
obat/stimulasi direkam sepanjang minimal 1 kotak besar. Setiap selesai 1
eksperimen, bisa diklik Edit > Copy Image untuk mengkopi gambar ke file
lain, atau di-Print (menu File > Print). Untuk setiap eksperimen, catat
kelima parameter di atas setiap dilakukan pemberian obat atau pemberian
stimulasi saraf (lihat Tabel). Cara mendapatkan angka kelima parameter
itu, geser garis hijau ke kanan atau ke kiri untuk memposisikannya di
lokasi yang anda inginkan, dan angkanya akan muncul pada garis hijau
tersebut. Untuk memulai lagi eksperimen berikutnya, klik “New
Experiment”.
a. Pilih “Pithed Rat”. Start – Stimulasi saraf simpatis (adrenal) –
Stimulasi nervus vagus – Stop.
b. Pilih “Normal Rat”. Start – Stimulasi saraf simpatis (adrenal) –
Stimulasi nervus vagus – Stop.
c. Pilih “Normal Rat”. Start – Adrenalin (10 µg/kg) – Asetilkolin (10
µg/kg) – Stop.
d. Pilih “Normal Rat”. Start – Isoprenalin (10 µg/kg) – Propanolol (5
mg/kg) – Stop.
e. Pilih “Normal Rat”. Start – Fenilefrin (10 µg/kg) – Prazosin (5 mg/kg)
– Stop.
f. Pilih “Normal Rat”. Start – Asetilkolin (20 µg/ml) – Atropin (5
mg/kg) – Stop.
6. Bahas hasil eksperimen berdasarkan mekanisme kerja stimulasi saraf
simpatis/parasimpatis atau mekanisme kerja obat terhadap parameter-
parameter di atas.

F. Hasil Eksperimen

No Eksperimen ABP LVP VBP HF HR


1 Pithed 63,752 0,73278 11,285 0,14656 395,51
Stimulasi simpatis (adr) 264,09 6,3019 6,3263 0,18564 484,61
Stimulasi n. vagus 113,43 7,1812 8,6712 0,35173 250,9
2 Normal 66,097 0,87934 12,311 0,1661 416,61
Stimulasi simpatis (adr) 244,02 262,63 6,4485 11,881 288,42
Stimulasi n. vagus 132,05 117,68 8,2804 2,3351 215,73
3 Normal 65,364 0,73278 12,018 0,15633 242,31
Adrenalin 146,26 11,724 10,967 1,0552 490,08
Asetilkolin 70,2 114,61 11,676 1,573 448,66
4 Normal 65,071 0,73278 11,993 0,15633 406,45
Isoprenalin 114,75 9,3796 10,625 15,867 608,89
Propanolol 108,01 117,1 10,405 10,816 449,44
5 Normal 65,511 0,73278 11,993 0,15633 404,1
Fenilefrin 188,47 16,268 7,3766 0,38105 205,57
Prazosin 124,87 27,259 8,2804 2,0127 385,34
6 Normal 65,217 0,73278 11,993 0,15633 377,53
Asetilkolin 89,692 89,692 11,138 6,6243 250,9
Atropin 171,32 6,4485 7,2545 0,1661 383

Lampiran Eksperimen
a. Percobaan 1
b. Percobaan 2
c. Percobaan 3
d. Percobaan 4
e. Percobaan 5
f. Percobaan 6
G. Pembahasan
Sistem saraf secara konvensional dibagi menjadi susunan saraf pucat (SSP;
otak dan korda spinalis) dan sistem saraf perifer (jaringan neuron di luar
SSP). Bagian motorik (eferen) sistem saraf dapat dibagi menjadi dua
subdivisi utama: autonomik dan somatik. Sistem saraf autonom umumnya
tidak bergantung (autonom) yaitu aktivitasnya tidak berada di bawah kontrol
kesadaran langsung. Sistem ini terutama berkaitan dengan fungsi viseral
seperti curah jantung, aliran darah ke berbagai organ, dan pencernaan,yang
penting untuk kehidupan. berdasarkan anatominya, dapat dibagi menjadi dua
bagian utama: divisi simpatis (torakolumbal) dan divisi parasimpatis
(kraniosakral).[1] Sistem saraf otonom mengatur fungsi tubuh untuk
mempertahankan homeostasis dan mengoordinasikan respons akut terhadap
ancaman atau bahaya, terlibat dalam kontrol dan koordinasi saluran
gastrointestinal (GI), termasuk motilitas, aliran darah, dan sekresi..[3] Sistem
saraf otonom merupakan suatu sistem saraf yang tidak dikendalikan oleh
kesadaran. Sistem saraf ini berfungsi terutama untuk mengendalikan fungsi
organ-organ dalam, misalnya jantung, saluran nafas, saluran cerna, kelenjar,
dan pembuluh darah.[2] system saraf otonom terdiri dari system saraf simpatis
(SNS) dan system saram parasimpatis (PNS), SNS mempersiapkan tubuh
untuk respon melawan atau lari, dan PNS terlibat dalam respon istirahat dan
mencerna. Setelah aktivasi, SNS menginduksi respons termasuk peningkatan
denyut jantung (HR) dan kekuatan kontraksi ventrikel (kronotropisme positif
dan inotropisme positif masing-masing), penurunan motilitas saluran GI,
pelebaran pupil, kodilasi bronkus, penurunan fungsi sistem reproduksi,
sedikit peningkatan sekresi kelenjar dan mobilisasi substrat energi.
Neurotransmitter utama SNS adalah norepinefrin. Setelah aktivasi PNS,
responsnya meliputi penurunan HR dan kekuatan kontraktilitas jantung
(masing-masing kronotropisme negatif dan inotropisme negatif), peningkatan
motilitas saluran GI, konstriksi pupil, bronkokonstriksi, dan sekresi
substansial dari kelenjar lakrimal dan saliva. Neurotransmitter postganglionik
utama dari PNS adalah asetilkolin.[3] konduksi intrinsik jantung
menghasilkan impuls yang berasal dari pelepasan ritmik nodus sinoatrial,
yang menentukan HR. system mengatur HR dan car diac output tergantung
pada kondisi fisiologis, memastikan bahwa jantung bekerja secara optimal
baik saat istirahat maupun ketika respon akut diperlukan. Kontrol
parasimpatis jantung diperantarai oleh serabut saraf eferen ganglionik yang
berasal dari saraf vagus dan bersinaps didekat nodus sinoatrial dan
atrioventrikular. Aktivasi serabut saraf parasimpatis melepaskan asetilkolin
yang pada gilirannya mengaktifkan reseptor muskarinik dinodus sinoatrial
dan atrioventrikular hasilnya adalah penurunan heart rate (HR), kekuatan
ventrikel kontraksi, kecepatan relaksasi, dan kecepatan konduksi dari sinus
percobaan dan nodus atrioventrikular, yang semuanya merupakan
karakterisitik. SNS memiliki peran utama dalam regulasi otonom dari
pembuluh darah, mempersarafi arteri, vena, dan pembuluh mikro.[3]Kontrol
otonom jantung dicapai oleh impuls saraf aferen yang ditularkan jantung ke
neuron intrinsik jantung, untuk ganglia intrathoracic extracardiac
(misalnya, stellata ganglion), ke sumsum tulang belakang, dan batang otak
Sinyal-sinyal saraf aferen adalah diproses oleh berbagai bagian dari sistem
saraf untuk mengatur cardiomotor saraf keluaran ke jantung melalui saraf
simpatis dan parasimpatis. ganglia yang terdiri dari neuron aferen, eferen, dan
interkoneksi ke ganglia jantung lainnya. Ganglia ini mengoordinasikan input
simpatis dan parasimpatis yang diterima dari seluruh ANS jantung.[4] Peran
system saraf otonom dalam mempertahankan homeostasis kardiovaskular
selama perubahan postur erubahan dari posisi terlentang atau duduk ke posisi
berdiri memicu mekanisme pengaturan tekanan darah (TD) yang
meningkatkan HR, kontraktilitas jantung, dan tonus vaskular untuk
mempertahankan perfusi yang cukup pada organ vital. Saat bergerak ke
posisi berdiri, darah berpindah dari toraks ke tubuh bagian bawah
(pengumpulan vena), dan akibatnya tekanan darah turun. Baroreseptor di
pembuluh darah kardiovaskular dan paru mendeteksi penurunan tekanan
darah dan merespon dengan menghentikan aktivitas parasimpatis dan
meningkatkan aktivitas simpatis, sehingga meningkatkan tekanan darah.[3]
reflex otonom sangat penting untuk memahami respons kardiovaskular
terhadap obat-obat otonom.[1] Pada sistem saraf simpatis dikenal
adrenoseptor alfa dan beta sedangkan Pada sistem saraf parasimpatis dikenal
2 macam reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan nikotinik. Oleh karena itu
efek yang timbul juga dua macam, yaitu efek muskarinik dan efek
nikotinik.[2] pada percobaan kali ini untuk mengetahui dan memahami efek
stimulalsi saraf dan efek beberapa obat pada system saraf simpatis dan
parasimpatis terhadap kardiovaskuler, pengaruh system saraf simpatis dan
parasimpatis pada kardiovaskuler menunjukkan perbedaan pekerjaan yang
diberikan, pada system saraf simpatis lebih membuat ABP lebih
menigkat,LVP meningkat,HF lebih kuat,HR Meningkat dan VBP pun juga
meningkat, sedangkan tindakan saraf simpatis sinyal yang dipancarkan oleh
neuron pasca-ganglionic adalah cholinergic (norepinefrin), tidak adrenergic
(adrenalin), pekerjaan parasimpatis terbalik dengan simpatisan, saat system
saraf parasimpatis yang terkativasi ABP menjadi menurun / normal kembali
sesudah adanya rangsangan saraf simpatis, LVP,HF,HR juga jadi menurun
kekuatannya.Untuk obat –obat system saraf otonom merupakan
neurotransmitter sebagai obat yang meniru atau menyerupai kerja syaraf
kolinergik maupun adrenergic. Perangsangan syaraf adrenergic bila saraf
simpatis dirangsang maka tubuh disiapkan dengan cepat dapat menghasilkan
banyak energy jadi siap-siap untuk suatu reaksi “berkelahi”atau melarikan
diri”.Adrenergika bertujuan untuk mencapai keadaan waspada akibatnya
pada kardivaskuler perangsangan jantung membuat peningkatan denyut
jantung dan kekuatan kontraksi, dan sebaliknya jika obat mempunyai
reseptor yang dapat merangsang saraf parasimpatisnya maka mekanisme
yang dilakukan sering juga disebut sebagai “ istirahat dan mencerna”, pada
keadaan istirahat perangsangan pada kardiovaskular membuat penurunan /
menirmalkan kembali denyut jantung dan kekuatan kontraksi.

H. Kesimpulan
Percobaan dilakukan untuk dapata memahami efek stimulasi saraf dan efek
beberapa obat pada sistem saraf simpatis dan parasimpatis terhadap sistem
kardiovaskuler. Pada percobaan tersebut didapatkan bahwa pengarus system
saraf simpatis dengan system saraf parasimpatis bekerja berlawanan, dimana
system saraf simpatis tubuh disiapkan dengan cepat dapat menghasilkan
banyak energy jadi siap-siap untuk suatu reaksi “berkelahi”atau melarikan
diri”,sedangakan saat system saraf parasimpatis maka mekanisme yang
dilakukan sering juga disebut sebagai “ istirahat dan mencerna”. Pada sistem
saraf simpatis dikenal adrenoseptor alfa dan beta sedangkan system saraf
parasimpatis, dikenal 2 macam reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan
nikotinik. Oleh karena itu efek yang timbul juga dua macam, yaitu efek
muskarinik dan efek nikotinik. Obat otonom yang diberikan ketubuh akan
merangsang antara simpatis atau parasimpatis sesuai dengan reseptornya, dan
efek pada tubuh sesuai saraf mana yang dirangsang, pada kardiovaskular
ketika saraf simpatis dirangsang membuat peningkatan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi, dan ketika parasimpatis yang di rangsang membuat
penurunan / menirmalkan kembali denyut jantung dan kekuatan kontraksi
atau relaksasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung BG, Susan B, Anthony J.T, Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 12.
The McGraw-Hill companles. New York : McGraw -Hill; 2012.
2. Tim Dosen Farmakologi. Petunjuk Praktikum Farmakologi Keddokteran Blok
Fungsi Normal Neurosensoris, Hemopoetik dan Limforetikuler angkatan
2020, Editor: Farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas Lambung
Mangkurat.
3. Pravin Khemani, Ali A. Cardiovascular Disorders Mediated by Autonomic
Nervous System Dysfunction. Mehdirad Cardiol Rev. 2020 Mar-Apr; 28(2):
65–72.
4. Jeffrey J. Goldberger, Rishi Arora, Una Buckley, Kalyanam Shivkumar J Am
Coll Cardiol. Autonomic Nervous System Dysfunction. Author manuscript;
2019 Mar 19; 73(10): 1189–1206. doi: 10.1016/j.jacc.2018.12.064
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai