Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

PENGUJIAN TEGANGAN TEMBUS BAHAN ISOLASI LOW DENSITY


POLYETHYLENE (LDPE) DENGAN ARTIFICIAL VOID

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Teknik pada

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Sriwijaya

Oleh :

NOVRIZAL EKA PUTRA

03041181520001

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................I-1
PENDAHULUAN.................................................................................................I-1
1.1 Latar Belakang............................................................................................I-1
1.2 Perumusan Masalah.....................................................................................I-2
1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................I-2
1.4 Lingkup Kerja..............................................................................................I-3
1.5 Hipotesis......................................................................................................I-3
1.6 Sistematika Penulisan..................................................................................I-4
BAB II..................................................................................................................II-1
TINJAUAN PUSAKA.........................................................................................II-1
2.1 Isolator.......................................................................................................II-1
2.2 Isolasi Polimer............................................................................................II-2
2.3 Silicone Rubber..........................................................................................II-4
2.3.1 Karakteristik Silicone Rubber RTV..................................................II-6
2.4 Bahan Pengisi (Filler)................................................................................II-8
2.4.1 Bahan Pengisi Silicone Rubber.........................................................II-8
2.4.2 Alumina (Al2O3)..............................................................................II-13
2.5 Mekanisme Kegagalan Material Isolasi Padat.........................................II-15
2.6 Kuat Dielektrik.........................................................................................II-19
2.6.1 Kekuatan Breakdown Dielektrik Isolasi...............................................II-20
BAB III...............................................................................................................III-1
METODE PENELITIAN...................................................................................III-1
3.1 Lokasi Penelitian......................................................................................III-1
3.2 Waktu Penelitian.......................................................................................III-1
3.3 Metode Penelitian.....................................................................................III-1

3.4 Peralatan Pengujian Tegangan Tembus dan Bahan Sample.....................III-1


3.4.1 Peralatan Pengujian.........................................................................III-2
3.4.2 Bahan...............................................................................................III-5
3.5 Sample Uji Silicone Rubber......................................................................III-6
3.5.1 Bahan dan Material Sample Uji Silicone Rubber............................III-6
3.5.2 Proses Pencampuran Sample Uji Silicone Rubber..........................III-6
3.5.3 Proses Pencetakan Sample Uji Silicone Rubber..............................III-7
3.5.4 Pemilihan Sample............................................................................III-8
3.6 Rangkaian Percobaan................................................................................III-8
3.7 Bagan Alir Penelitian..............................................................................III-10
BAB IV...............................................................................................................IV-1
HASIL PERMULAAN......................................................................................IV-1
4.1 Pendahuluan.........................................................................................IV-1
4.2 Riset-riset sebelumnya.........................................................................IV-1
4.3 Rancang Bangun Alat..........................................................................IV-3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan akan energi listrik saat ini semakin meningkat, hal ini sejalan
dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan teknologi disuatu
negara, tidak terkecuali di Indonesia. Pemerintah Indoneisa bahkan telah memulai
program untuk membangun pembangkit energi listrik sebanyak 35000 MW.
Dalam mentransmisikan energi listrik yang banyak tersebut, dari pusat
pembangkit menuju konsumen, tentu dibutuhkan sistem transmisi dan distribusi
yang dapat diandalkan.

Banyak gangguan yang muncul selama transmisi energi listrik tersebut, dan
salah satu penyebabnya adalah terganggunya kinerja dari isolator [1]. Isolator
adalah komponen yang tidak dapat menghantarkan listrik sehingga dapat
memisahkan antara dua atau lebih konduktor yang bertegangan sehingga
mencegah listrik mengalir keluar dari sistem dan menyebabkan gangguan.
Mengacu padahal tersebut, adanya isolator yang baik dan dapat diandalkan adalah
salah satu kunci dalam mentransmisikan energi listrik.

Berdasarkan beberapa penelitian [2]–[4] bahwa polimer merupakan pilihan


terbaik dalam hal menjadi bahan dasar isolasi tegangan tinggi, karena memiliki
kuat dielektrik yang tinggi, memiliki sifat fisik yang tahan terhadap stress cukup
tinggi, sifat termal yang cukup baik, dan tahan terhadap korosi. Selain itu
perkembangan polimer sebagai material isolasi untuk tegangan tinggi juga
semakin banyak.

Salah satu jenis polimer yang digunakan sebagai material isolasi tegangan
tinggi adalah polyethylene atau dikenal dengan istilah plastik. Berdasarkan
densitasnya, polytehylene terbagi atas beberapa jenis [5]–[7], salah satu yang
cukup banyak digunakan sebagai material isolasi terutama sebagai pembungkus
kawat penghantar tegangan tinggi adalah jenis Low Density Polyethylene (LDPE).
LDPE memiliki sifat termoplastik, yang artinya dapat menjadi lunak saat terkena
panas dan kembali mengeras saat panas hilang, oleh karena itu LDPE dapat
dibentuk dengan mudah, ditambah sifatnya yang tahan terhadap korosi dan cuaca,
LDPE dapat digunakan sebagai material isolasi yang baik [8].

Salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada material isolasi adalah,
terdapatnya defect berupa void atau rongga udara didalam material sebagai akibat
dari cacat produksi atau kesalahan dalam proses instalasi komponen isolator, hal
ini dapat mengganggu kinerja dari isolator tersebut. Saat rongga terbentuk, ada
sebagian kecil udara yang terperangkap didalamnya, dan dikarenakan terdapat
perbedaan permitivitas udara dan material maka hal ini dapat memicu terjadinya
breakdown pada isolator tersebut [9]–[11].

Dari kondisi diatas, studi mengenai pengaruh rongga udara (void) terhadap
tegangan tembus material isolasi low density polytehylene sangat diperlukan.
Sehingga dapat mengetahui tingkat tegangan tembus material saat terdapat rongga
udara tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Dikarenakan pentingnya penggunaan isolator dalam sistem tegangan tinggi,
serta seringnya gangguan terjadi akibat adanya void dalam material isolasi yang
dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar, sehingga dalam upaya memonitor
dampak void dalam material isolasi dapat dilakukan uji tegangan tembus pada
material isolasi dengan void buatan (artificial void).

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengamati pengaruh adanya rongga udara (artificial void) pada
material isolasi low density polyethylene.
2. Mendapatkan besar tegangan tembus dari material isolator jenis low
density polyethylene dengan artificial void.
1.4 Lingkup Kerja
Lingkup kerja dalam penelitian ini adalah :
1. Mengukur kekuatan tembus material isolasi low density polyethylene
dengan artificial void.

1.5 Hipotesis
Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya mengenai void
atau rongga didalam material isolasi. Adanya void dalam material isolasi dapat
mempercepat proses breakdown dari material tersebut.
Berdasarkan teori, jika terdapat void didalam material isolasi padat dan ada
udara yang terjebak didalam void tersebut, jika tegangan tembus udara tersebut
lebih rendah dari tegangan tembus material, maka akan terjadi peluahan sebagian
yang akan membuat material isolasi lebih cepat mencapai kerusakan.
Dengan demikian adanya void pada material isolasi low density polyethylene
akan mengurangi tingkat kekuatan tembus yang dihasilkan.

1.6 Sistematika Penulisan


Penelitian tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai
berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode penulisan, dan sistematika penulisan Tugas Akhir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menjelaskan mengenai teori isolasi, bahan
polimer dan polietilen, teori tegangan tembus pada material
gas dan padat, dampak munculnya void pada material
isolasi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini berisi tentang penggunaan alat dan bahan,
waktu dan tempat penelitian, persiapan alat dan bahan,
pengujian sampel.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini membahas tentang hasil pengujian tegangan
tembus sampel, dan analisa terhadap data yang didapat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan, dan saran yang diberikan penulis untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Isolator [13]


Isolator adalah bahan yang memiliki tingkat resistansi yang sangat tinggi bila
dibandingkan dengan material lainnya. Fungsi utama dari isolator adalah untuk
melindungi dan memisahkan dua konduktor yang memiliki tegangan agar dapat
mengurangi arus yang bocor keluar.
Banyak material isolasi yang dapat dijadikan isoator, secara garis besar
terdapat tiga jenis berdasarkan wujudnya, yaitu isolasi padat, isolasi cair, dan
isolasi gas. Setiap material isolasi tersebut memiliki sifatnya masing-masing,
diantaranya sifat fisik, mekanis, kimiawi, dan memiliki tingkat ketahanan
terhadap panas dan arus listrik yang berbeda juga. Dalam penggunaannya, isolator
dari material isolasi yang paling banyak digunakan adalah dalam bentuk kabel.
Material isolasi kabel tidak hanya harus dapat menahan tegangan AC dalam
keadaan steady-state tetapi juga dalam keadaan transient dan tegangan surge.
Secara umum, terdapat 3 jenis isolasi kabel : isolasi tape (laminar), isolasi solid
(diekstruksi), isolasi compressed-gas. Isolasi tape terdiri dari kertas yang dilumuri
minyak. Biasanya kertas dilapisi diatas kawat penghantar lalu dilumuri dengan
isolasi minyak. Isolasi jenis ini mungkin saja diberi tekanan. Untuk tegangan
rendah dan menengah, isolasi jenis ini tidak diberi tekanan. Akan tetapi, untuk
tegangan tinggi, kabel diberi tekanan dengan minyak atau gas. Isolasi padat
biasanya terdiri dari material polimer yang menyelubungi pada kawat penghantar.
Baik itu polimer yang bersifat termoplastik ataupun termoseting. Polimer yang
bersifat termoplastik contohnya polietilen (PE), dan polivinilklorida (PVC),
material ini dapat diubah kebentuk cairnya dengan cara dipanaskan lalu dibentuk
dan kembali mengeras saat didinginkan, hal ini dapat terus dilakukan. Sedangkan
material polimer dengan sifat termoseting contohnya yaitu cross-linked
polyethylene (XLPE), buthyl rubber, ethylene-prophylene copolimer (EPR),

II-1
2

ethylene-prophylene-dieneterpolymer (EPDM), isobutylene, dan styrene


butadiene rubber (SBR).
2.2 Isolasi Polimer [8][13][14]
Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly yang berarti “banyak” dan
meres yang berarti “partisi atau bagian”. Secara sederhana polimer adalah
rangkaian panjang molekul-molekul kecil yang identik disebut monomer yang
berulang-ulang dan saling berikatan sehingga membentuk molekul yang lebih
besar (makromolekul). Beberapa polimer dapat ditemukan dialam, contohnya
protein, selulosa, dan sutra. Dan banyak juga merupakan hasil produksi sintesis,
misalnya polyethylene, polystyrene, nilon, dan masih banyak lagi. Berdasarkan hal
tersebut, maka polimer tidak bisa diasosiasikan langsung sebagai plastik, akan
tetapi patut diakui bahwa perkembangan teknologi polimer yang paling banyak
dan variatif adalah produk plastik.
Polimer sintetis merupakan produk kimia yang paling banyak dikomersilkan
dan dimanfaatkan diberbagai bidang. Polimer sintetsi dipilih karena
ketersediaannya tidak terpengaruh langsung dialam dan dapat disintesis dan
dimodifikasi sesuai keperluan. Dikarenakan polimer sintesis merupakan hasil
polimersiasi monomer-monomer tertentu yang memiliki sifat-sifat berbeda
tergantung penggunaannya. Dalam perannya sebagai material isolasi listrik,
polimer sintesis dipilih karena kemampuannya dalam menahan stress tegangan
dan arus yang tinggi. Berikut beberapa jenis polimer sintesis dan kegunaannya
dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini :

No. Polimer Monomer Kegunaan


1. Polietilena (polietena) Etena (C2H4) Botol plastik, botol
detergen, mainan,
pelapis kawat,
kabel
2. Polipropena (polipropilena) Propilena (C3H6) Karung, tali, botol
atau CH3-CH=CH2 minuman
3. Teflon Tetrafluoroetilena Pelapis anti lengket
(Politetrafluoroetilena/PTFE (CF2=CF2)
3

)
No. Polimer Monomer Kegunaan
4. Polivinil klorida (PVC) Vinil klorida atau Pipa, selang,
kloro etilen lapisan lantai,
(CH2=CHCl) piringan hitam
5. Polimetilmetakrilat (PMMA) C2H2CH3COOCH3 Kaca jendela
pesawat terbang
6. Terilen dakron (poliester) Asam tereflatat dan Serat tekstil dan
etilen glikol pita perekam
7. Polibutadiena Butadiena Karet sintesis
(CH2=CH-
CH=CH2)
8. Polikloroprena (Neoprena) Kloroprena atau 2- Selang oli
kloro-1,3-butadiena
(CH2=CCl-
CH=CH2)
9. Syrene-Butadiene Rubber Stirena Ban kendaraan
(SBR) (C6H5CH=CH2) dan bermotor
1,3-butadiena
10. Polistirena atau polifenil Stirena (C6H5- Pesawat terbang,
etena CH=CH2) mangkuk, televisi,
radio
11. Nilon 6,6 atau nilon Asam adipat dan Tali, jala, parasut,
heksametilendiamin jas hujan, tenda,
payung
12. Melamin Fenol formaldehida Piring,
gelas,melamin
13. Epoksi resin Metoksi benzena Penyalut cat (cat
dan alcohol
sekunder epoksi)
Tabel 2.1 Jenis Polimer Sintesis dan Penggunannya

Dalam aplikasinya sebagai material isolasi, polimer memiliki beberapa


kelebihan dibanding material lain, diantaranya :
4

1. Ringan, material isolasi polimer memiliki densitas yang lebih rendah


bila dibandingkan dengan keramik dan gelas, sehingga membuatnya
menjadi lebih ringan dan mudah dalam proses pembuatan,
pembentukan seta instalasinya.
2. Tahan terhadap polutan, material isolasi dengan bahan polimer
mempunyai tingkat ketahan terhadap polutan yang tinggi. Hal ini
dikarenakan sifatnya yang hidrofobik atau mampu menolak air dengan
baik, sehingga polutan akan sulit menempel pada permukaan isolasi
polimer tersebut.
3. Pada beberapa jenis polimer, pembuatannya jauh lebih cepat daripada
material lain, dan dikarenakan bahan ini hasil sintesis kimiawi maka
tidak bergantung pada ketersediaan bahannya dialam.
Material polimer biasanya digunakan sebagai isolasi yang berbentuk solid
atau padat, yang menyelubungi kawat penghantar. Baik itu polimer yang bersifat
termoplastik ataupun termoseting. Polimer yang bersifat termoplastik contohnya
polietilen (PE), dan polivinilklorida (PVC), material ini dapat diubah kebentuk
cairnya dengan cara dipanaskan lalu dibentuk dan kembali mengeras saat
didinginkan, hal ini dapat terus dilakukan. Sedangkan material polimer dengan
sifat termoseting, yang artinya setelah polimer dari bentuk cairnya menjadi keras,
maka material tidak dapat diubah kembali bentuknya seperti material
termoplastik. Contohnya yaitu cross-linked polyethylene (XLPE), buthyl rubber,
ethylene-prophylene copolimer (EPR), ethylene-prophylene-dieneterpolymer
(EPDM), isobutylene, dan styrene butadiene rubber (SBR). Berdasarkan sifat-
sifatnya tersebut, polimer terbagi atas banyak jenis dan digunakan sesuai dengan
kebutuhan.

2.3 Polyethylene [5]


Polietilen adalah salah satu jenis polimer, dalam bahasa komersilnya lebih
dikenal dengan plastik, karena polyethylene memiliki sifat termoplastik.
Polyethylene tersusun dari unit-unit terkecil (monomer), yang berikatan dan
berulang-ulang berasal dari monomer molekul etilen. Rumus kimia dari etilen
5

adalah C2H4, dan menjadi C2nH4n+2 saat menjadi polietilen (struktur kimianya dapat
dilihat pada gambar 2.1). Dimana n adalah jumlah derajat polimerisasinya. Secara
tipikial derajat polimerisasinya bisa mencapai lebih dari 100 dan bisa hingga
mencapai 250.000 atau bahkan lebih, dapat disesuaikan dengan berat
molekulernya, yang bervariasi dari 1400 hingga lebih dari 3.500.000. Polietilen
degan berat molekul yang renda (oligomer) dengan derajat polimerisasi berada
diantara 8 dan 100 memiliki sifat fisis seperti lilit padat, dan tidak memiliki sifat-
sifat seperti plastik pada umumnya. Ketika derajat polimerisasinya dibawah 8,
alkane berupa gas atau cair saat berada ditemperatur dan tekanan normal. Molekul
polietilen dapat memiliki hingga beberapa cabang dan mengandung sedikit rantai
yang tidak jenuh (ikatan rangkap pada karbon).

Gambar 2.1 Struktur Kimia Polietilen Murni


Terdapat banyak tipe polietilen, semuanya memiliki struktur kimia yang
sama, yaitu dua atom karbon yang terikat kovalen, dan 2 atom hidrogen dimasing-
masing atom karbon. Variasi dari polietilen ini muncul sebagai akibat dari
modifikasi cabang-cabang struktur kimianya, yang turut mempengaruhi sifat
alami polietilen. Terdapat banyak tipe percabangan yang terjadi, mulai dari alkil
sederhana, sampai asam dan ester. Ada banyak jenis cabang, mulai dari gugus
alkil sederhana hingga fungsi asam dan ester. Untuk tingkat yang lebih rendah,
variasi timbul dari cacat di tulang punggung polimer; ini terutama terdiri dari
kelompok vinil, yang sering dikaitkan dengan ujung rantai. Dalam keadaan padat,
cabang dan cacat lainnya dalam struktur rantai biasa membatasi tingkat
kristalinitas sampel. Rantai yang memiliki sedikit cacat memiliki tingkat
kristalinitas lebih tinggi daripada yang memiliki cacat lebih banyak. Karena
kerapatan daerah kristal lebih baik daripada daerah non-kristal, kerapatan
keseluruhan resin polietilen akan meningkat ketika derajat kristalinitas meningkat.
6

Umumnya, semakin tinggi konsentrasi cabang, semakin rendah kepadatan


padatannya. Jenis-jenis dari polietilen diilustrasikan secara skematik pada Gambar
2.2 dibawah. Adapun jenis-jenis dari polietilen diantaranya sebagai berikut :
1. High Density Polyethylene (HDPE)
High density polyethylene (HDPE) secara kimia adalah struktur yang
paling dekat dengan polyethylene murni. Terutama terdiri dari
molekul tidak bercabang dengan sangat sedikit defect untuk merusak
linearitasnya. Bentuk umum HDPE ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Dengan tingkat defect yang sangat rendah untuk menghalangi
organisasi linearitasnya, sehingga tingkat kristalinitas yang tinggi
dapat dicapai, menghasilkan polietilen yang memiliki densitas tinggi
(relatif terhadap tipe polietilen lainnya). Beberapa polietilen jenis ini
dikopolimerisasi dengan konsentrasi 1-alkena yang sangat kecil untuk
mengurangi sedikit tingkat kristalinitasnya. Polietilena dengan
densitas tinggi (HDPE) biasanya memiliki kerapatan jenis berkisar
antara 0,94 - 0,97 g/cm3. Karena tingkat polietilena ini memiliki
kepadatan tinggi dan memiliki cabang yang sedikit, maka kadang
disebut juga sebagai polietilena linier (LPE).

Gambar 2.2 Representasi Struktur Rantai HDPE

2. Low Density Polyethylene (LDPE)


Low Density Polyethylene (LDPE) dinamakan demikian karena
polimer tersebut memiliki konsentrasi cabang yang banyak, sehingga
menghambat proses kristalisasi, dan menghasilkan kerapatan yang
relatif rendah. Cabang-cabang utamanya terdiri dari etil dan kelompok
7

butil bersama dengan beberapa cabang rantai panjang. Representasi


struktur polyethylene dengan densitas rendah yang disederhanakan
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Karena sifat dari proses polimerisasi
tekanan tinggi dimana polietilena dengan densitas rendah dihasilkan,
maka cabang etil dan butil sering dikelompokkan bersama-sama,
dipisahkan oleh rantai yang tidak bercabang. Cabang rantai panjang
terjadi pada interval acak sepanjang rantai utama. Cabang-cabang
rantai panjang bisa menjadi cabang. Banyaknya cabang merupakan
karakteristik dari molekul LDPE yang menghambat kemampuan
mereka untuk mengkristal dan mengurangi densitasnya. LDPE pada
umumnya memiliki densitas dalam kisaran sekitar 0,90-0,94 g/cm3.

Gambar 2.3 Representasi Struktur Rantai LDPE

3. Linear Low Density Polyethylene (LLDPE)


Linear low density polyethylene (LLDPE) terdiri dari molekul-
molekul dengan rantai kimia linier polyethylene yang terikat dengan
gugus alkil pendek pada interval acak. Material ini dihasilkan dari
kopolimerisasi etilen dengan 1-alkena. Struktur umum linear low
density polyethylene ditunjukkan secara skematik pada Gambar 2.4.
Cabang-cabang yang paling sering ditemui adalah etil, butil, atau
gugus heksil tetapi dapat berupa berbagai gugus alkil lain, baik linier
maupun bercabang. Pemisahan rata-rata cabang sepanjang rantai
utama adalah 25-100 atom karbon. Linear low density polyethylene
juga dapat mengandung sebagian kecil percabangan rantai panjang,
tetapi tidak serumit percabangan yang ditemukan dalam LDPE. Secara
kimia ini dapat dianggap sebagai titik tengah antara polietilen linier
8

atau HDPE dan LDPE. Cabang-cabang menghambat kristalisasi hanya


sampai batas tertentu, dan mengurangi densitasnya, relatif terhadap
polietilena densitas tinggi. Menghasilkan kerapatan jenis sekitar 0,90-
0,94 g/cm3.

Gambar 2.4 Representasi Struktur Rantai LLDPE

4. Very Low Density Polyethylene (VLDPE)


Very Low Density Polyethylene (VLDPE) juga dikenal sebagai Ultra
Low Density Polyethylene (ULDPE) adalah bentuk khusus polietilen
berdensitas rendah linier yang memiliki konsentrasi cabang rantai
pendek yang jauh lebih tinggi. Struktur umum dari VLDPE
ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pemisahan cabang muncul dalam
kisaran 7–25 rantai atom karbon. Tingkat pencabangan yang tinggi
sangat efektif dalam menghambat kristalisasi, menghasilkan bahan
yang didominasi nonkristalin. Tingkat gangguan yang tinggi terlihat
dalam kepadatan material yang sangat rendah, yang jatuh dalam
kisaran 0,86-0,90 g/cm3.

Gambar 2.5 Representasi Struktur Rantai VLDPE

5. Cross-Linked Polyethylene (XLPE)


9

Cross-linked polyethylene (XLPE) terdiri dari polyethylene yang telah


dimodifikasi secara kimia untuk menghubungkan rantai yang
berdekatan secara kovalen. Gambaran skematik polietilena yang
terhubung silang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Cross-link dapat
terdiri dari ikatan karbon-karbon langsung atau sejenis bridging
seperti siloxanes. Cross-link terjadi pada interval acak sepanjang
rantai; Konsentrasi dapat sangat bervariasi, dari rata-rata hanya satu
per beberapa ribu atom karbon ke satu per lusin atom karbon. Efek
dari ikatan silang adalah untuk menciptakan jaringan yang mirip gel
dari rantai yang saling terhubung. Jaringan rantai ini pada dasarnya
tidak dapat larut, meskipun dapat menggelembung atau membengkak
oleh berbagai pelarut organik. Hal ini sangat berbeda dengan
polietilen non-cross-linked yang larut dalam pelarut yang sesuai pada
suhu tinggi. Cross-linked sangat menghambat kristalisasi, membatasi
pergerakan bebas rantai yang diperlukan untuk berorganisasi menjadi
kristal. Jadi densitas XLPE lebih rendah dari polietilen yang menjadi
dasarnya.

Gambar 2.6 Representasi Struktur Rantai XLPE


Dari jenis-jenis polietilen tersebut, memiliki sifatnya masing-masing,
dibedakan berdasarkan benuk molekul dan karakteristik morfologinya.
Setiap polietilen memiliki ciri khususnya sendiri, dan memiliki
spektrumnya masing-masing. Tabel data-data dari jenis-jenis
polietlien dalam bentuk padatnya dapat dilihat sebagai berikut :
10

2.4 Discharge (Peluahan)


Material isolasi diantara dua elektroda yang memiliki beda potensial akan
mengalami tekanan elektrik (electrical stresses). Ketahanan material isolasi
terhadap tekanan elektrik dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah
terjadinya proses penuaan (aging). Penuan ini diakibatkan oleh tekanan elektrik
yang diberikan, usia pemakaian, dan juga tekan suhu (thermal stress) yang
berlaku pada material isolasi tersebut. Apabila suatu material isolasi tidak dapat
menahan tekanan elektrik yang diberikan, maka dapat mengakibatkan kegagalan
isolasi pada material isolasi tersebut sehingga terjadi perluahan (electrical
discharge) [15][16].

Electrical discharge adalah pemicu terjadinya perluahan sebagian


(partial discharge) dan perluahan penuh (full discharge). Partial discharge terjadi
karena medan elektrik yang ada hanya menghasilkan ionisasi yang lemah
berdasarkan pergerakan elektron (electron avalance) yang terjadi. Sedangkan full
discharge terjadi apabila proses ionsasi yang terjadi mengakibatkan terbentuknya
saluran konduktif (conductive channel) yang menghubungkan suatu sistem
elektroda karena pengaruh suatu medan elektrik.

Peristiwa partial discharge tidak langsung menyebabkan kegagalan


isolasi. Akan tertapi partial discharge dapat mengakibatkan terbentuknya lintasan
karbon (carbon tracking) pada permukaan dan pepohon (treeing) pada bagian
dalam isolasi. Kedua hal ini secara berangsur-angsur dapat menurunkan kualitas
dan mengikis material isolasi dan pada akhirnya terjadilah perluahan penuh (full
discharge).

Apabila dilihat dari sisi tegangan yang diberikan pada suatu material
isolasi, full discharge biasa disebut dengan istilah tegangan tembus (breakdown
voltage). Breakdown voltage atau tembus dielektrik (dielectric breakdown) adalah
tegangan maksimum yang terjadi pada saat berlaku tembus pada suatu material
11

isolasi. Partial discharge maupun breakdown voltage dapat terjadi pada semua
jenis material isolasi, baik isolasi padat, isolasi cair maupun isolasi gas/udara [17].

Proses perluahan (discharge) pada udara dan gas dapat dibagi menjadi 2
bagian [16] yaitu Perluahan bertahan sendiri (self sustaining discharge) dan
Perluahan tak bertahan sendiri ( non-sustaining discharge ). Dalam hal ini proses
kegagalan gas dan udara adalah suau bentuk transisi dari keadaan Perluahan tak
bertahan menuju perluahan bertahan sendiri.

2.5 Mekanisme Tegangan Tembus Udara


Udara dan gas termasuk bahan isolasi yang banyak digunakan dalam sistem
listrik tegangan tinggi. Isolasi berfungsi memisahkan dua atau lebih penghantar
listrik yang memiliki tegangan, sehingga antar kawat penghantar tersebut tidak
terjadi lompatan listrik (flashover) atau percikan (sparkover).
Untuk tegangan yang semakin tinggi diperlukan bahan isolasi yang
mempunyai kuat isolasi lebih tinggi. Apabila tegangan yang diberikan melebihi
kekuatan tembus isolator, maka bahan isolasi tersebut akan mengalami pelepasan
muatan (discharge), yang merupakan bentuk kegagalan listrik. Kegagalan ini
menyebabkan hilangnya tegangan dan mengalirnya arus dalam bahan isolasi.
Dalam proses pelepasan listrik ada beberapa mekanisme pembangkitan atau
kehilangan ion, baik dalam bentuk tunggal, maupun dalam kombinasi. Proses
dasar pelepasan dalam gas meliputi :
1) Pembangkitan ion dengan cara benturan (collision) elektron,
fotoionisasi, ionisasi oleh benturan ion-positif, ionisasi termal,
pelepasan (detachment) elektron, ionisasi kumulatif, dan efek γ
sekunder;
2) Kehilangan ion dengan cara penggabungan (attachment) elektron,
rekombinasi, dan difusi.
Terdapat 2 (dua) teori yang menjelaskan proses terjadinya tembus elektrik
(electrical breakdown) pada udara , yaitu Teori Townsend (Tonwsent’s Theory)
dan teori streamer (Streamer Theory) [18].

2.5.1 Teori Townsend


12

Dalam teori Townsend dijelakan proses tembus terbagi kepada dua


bagian yaitu:

1. Proses ionisasi primer (primarily ionization process) yang terdiri dari


ionisasi karena tumbukan (ionization by collision) dan photo-ionisasi
(photo-ionization).

2. Proses ionisasi sekunder (secondary ionization process), terdiri dari


elektron emisi karena tumbukan ion positif, emisi elektron karena photon,
dan emisi elektron karena metastable dan atom netral. yang
memungkinkan terjadinya peningkatan banjiran ( avalanche) elektron.

Proses tembus tegangan townsend hanya berlaku pada jarak sela


elektroda yang kecil, yakni kurang dari 10 bar mm. Proses ini dimulai dengan
munculnya elektron avalance yang merupakan gabungan dari beberapa elektron
primer yang mengalir pada proses ionisasi dan menghasilkan arus. Proses
Townsend dapat dilihat pada dua plat sejajar yang diberi jarak (kurang dari 10 bar
mm) dan dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi [15].

2.5.2 Teori Streamer [16], [17]


Teori streamer atau proses streamer pertama kali diperkenalkan sekitar
tahun 1940, oleh Reater dan Meek serta Loeb. Proses ini digunakan untuk
mengatasi kelemahan yang terdapat pada proses towsend, sebab pada proses
towsen menjelaskan bahwa tegangan tembus elektrik hanya terjadi karena
ionisasi, sementara dalam prakteknya, tegangan tembus tergantung juga pada
tekanan udara dan bentuk geometri dari sela elektroda.

Seperti halnya proses towsend, elektron bebas akan mengionisasi molekul


netral hingga terbentuk satu gugus muatan. Gugus muatan ini mengubah distribusi
kuat medan listrik pada sela elektroda. Kuat medan listrik antara kumpulan ion
positif dengan katoda semakin besar. Akibatnya, elektron bebas hasil ionisasi
foton yang berada disekitar ion positif mengalami gaya yang arahnya menuju
kumpulan ion positif tersebut. Dalam prosesnya, elektron bebas ini mengionisasi
13

molekul netral, yang hasilnya menimbulkan ionisasi berantai, sehingga terbentuk


lagi gugus muatan baru yang elektron-elektronnya mengalami gaya yang arahnya
menuju kumpulan ion positif.
Ketika elektron-elektron gugus muatan baru menemui kumpulan ion
positif, jumlah elektron dan ion positif pada gugus muatan awal semakin
bertambah, sehingga kuat medan listrik disekitar kumpulan ion positif semakin
besar. Elektron bebas yang berada di sekitar kumpulan ion positif bergerak
menuju kumpulan ion positif, sehingga terjadi benturan yang menyebabkan
ioniasi sehingga minumbulkan gugus muatan baru kedua. Gugus muatan baru
kedua ini akan menambah jumlah elektron dari ion positif pada gugus muatan
awal. Demikian seterusnya, timbul gugus gugus muatan baru yang lain hingga
terbentuk streamer yang menghubungkan anoda dengan katoda. Akibatnya,
melalui streamer terjadi pemindahan sejumlah besar elektron dari katoda ke anoda
atau terjadi aliran arus tinggi dari anoda ke katoda, atau terjadi tembus elektrik.

Proses streamer berlaku pada medan elektrik seragam maupun tidak


seragam. Proses ini menjelaskan bahwa udara yang berada di antara dua plat
sejajar yang diberi tegangan, akan mengalami terpaan medan elektrik sebesar E0
yang seragam. Proses ionsasi radiasi sinar kosmis atau fotoionisasi menghasilkan
elektron bebas yang mengalami gaya yang arahnya menuju anoda, proses ini
menghasilkan ionisasi benturan sehingga terbentuk suatu muatan.

2.6 Mekanisme Tegangan Tembus Isolasi Padat [19][20]

Pada prinsipnya dan dalam kondisi tertentu, mekanisme kegagalam dalam zat
padat sama dengan proses terjadi di gas dan udara. Perbedaannya, kegagalam
dalam zat padat, seperti polimer, sedikit lebih rumit. Karena dalam hal terakhir ini
ada mekanisme kegagalan lain yang tidak dijumpai pada kegagalan dalam gas.
Nilai suatu zat padat tergantung dari cara dan kondisi pengukurannya. Banyak
teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan secara kuantitatif jenis-jenis
kegagalan yang dialami oleh zat dielektrik padat.
14

Kegagalan yang terjadi pada material isolasi padat terdiri dari beberapa jenis
kegagalan, yaitu kegagalan asasi (intrinsik), kegagalan elektromekanik, kegagalan
streamer, kegagalan termal, dan kegagalan erosi. Kegagalan ini terjadi sesuai
dengan wakktu penerapan tegangan yang dilakukan.
Penjelasan masing masing mengenai mekanisme kegagalan pada material
isolasi padat dapat dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 2.7 Kegagalan Material Isolasi Padat

2.6.1 Kegagalan asasi (Intrinsik)


Kegagalan asasi (intrinsik) disebabkan karena jenis dan suhu yang
digunakan dan ditimbulkan pada bahan isolasi dengan menghilangkan pengaruh
luar seperti tekanan, material elektroda, ketidakmurnian bahan, dan gelembung
udara pada bahan uji. Kegagalan ini akan terjadi apabila tegangan mula dinaikkan
sehingga tekanan listrik mencapai nilai 106 volt/cm dalam waktu 10-8 detik.

2.6.2 Kegagalan Elektromekanik


15

Gambar 2.7 Gaya tarik-menarik antar dua elektroda

Kegagalan ini disebabkan oleh perbedaan polaritas yang ada diantara


elektroda yag mengapit bahan uji isolasi padat, sehingga akan timbul tekanan
listrik pada bahan. Jika zat padat yang terletak diantara dua elektroda plat
diberikan tegangan dengan polaritas berbeda, maka akan timbul tekanan (stress)
listrik pada bahan tersebut. Tekanan listrik tersebut kemudian akan menghasilkan
tekanan mekanik sehingga akan menyebabkan tarik-menarik F antara kedua
elektroda tersebut (Gambar 2.7). Pada tegangan 106 volt/cm menimbulkan tekanan
mekanik 2 sampai 6 kg/cm2.

2.6.3 Kegagalan Streamer


Kegagalan streamer terjadi sesudah banjiran avalance elektron. Sebuah
elektron yang telah memenuhi band conduction pada katoda dan akan bergerak
menuju anoda yang berada dibawah pengaruh medan listrik yang memperoleh
energi diantara benturan dan kehilangan energinya pada saat membentur. Apabila
lintasan yang dilalui elektron cukup panjang maka pertambahan energi yang
diperoleh akan melebihi pengionisasi. Maka elektron yang dihasilkan akan
bertambah pada saat benturan. Jika tegangan diberikan terhadap elektroda, maka
pada media isolasi yang berdekatan seperti gas atau udara akan timbul tegangan.
Karena gas memiliki permitivitas yang lebih rendah daripada isolasi padat
sehingga isolasi gas akan mengalami tekanan listrik yang cukup besar, isolasi gas
tersebut akan mengalami kegagalan sebelum isolasi padat mencapai kekuatan
asasinya. Akibat kegagalan tersebut maka sebuah muatan akan jatuh pada
permukaan isolasi padat sehingga medan yang sebelumnya homogen akan
16

terganggu, pada ujung pelepasan muatan dalam keadaan tertentu bentuk muatan
dapat menimbulkan medan yang cukup tinggi sekitar 10 MV/cm. Karena medan
terseut melebihi kekuatan asasi atau intrinsiknya maka terjadilah kegagalan pada
bahan isolasi padat. Pada proses kegagalan ini sedikit demi sedikit akan terjadi hal
yang dapat menyebabkan kegagalan total.

2.6.4 Kegagalan Termal


Kegagalan Termal disebabkan jika kecepatan pembangkitan panas pada
suatu titik didalam bahan melebihi laju dari kecepatan pembuangan panas yang
dikeluarkan. Hasil dari kondisi ini akan menimbulkan keadaan yang tidak stabil
dari suatu bahan sehingga akan mengalami kegagalan. Berikut mekanisme
kegagala termal yang ditunjukkan pada gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.8 Mekanisme Kegagalan Termal

dimana :
U 0 =suhu yang dibangkitkan
U 1=suhu yang disalurkan keluar
U 2= panas yang menaikkan suhu bahan

2.6.5 Kegagalan Erosi


Kegagalan erosi ditimbulkan oleh zat isolasi padat yang idak sempurna
karena terdapat rongga (void) didalam bahan isolasi padat tersebut (lihat Gambar
17

2.9) . Rongga (void) tersebut akan terisi oleh gas atau cairan yang kegagalannya
bila dibandingkan dengan zat padat relatif lebih kecil. Disamping itu, konstanta
dielektrik di dalam rongga seringkali lebih rendah dariada εr dalam zat padat,
sehingga intensitas medan dalam rongga lebih besar daripada didalam zat padat.
Oleh hal tersebut, bisa jadi terjadi tegangan tembus elektrik didalam rongga
tersebut meskipun diberikan tegangan kerja normal pada zat padat.

Gambar 2.9 Ilustrasi Rongga didalam Zat Padat

Keadaan didalam isolasi padat tersebut diatas (Gambar 2.9) dapat


dinyatakan dalam sebuah rangkaian sederhana seperti pada gambar 2.10 berikut.

Gambar 2.10
Dimana :
C1 = kapasitansi rongga yang tebalnya t
C2 = kapasitansi zat padat yang tebalnya d

Benturan elektron pada anoda akan mengakibatkan terlepasnya ikatan


kimiawi zat padat tersebut. Demikian pula, pemboman katoda oleh ion-ion positif
akan mengakibatkan rusaknya zat isolasi padat karena kenaikan suhu, yang
18

kemudian mengakibatkan ketidakstabilan termal. Keadaan ini dapat menyebabkan


dinding zat padat tersebut lama kelamaan akan rusak, dan rongga akan semakin
membesar, sedangkan zat padat akan semakin menipis. Proses ini disebut erosi
dan kegagalan yang diakibatkannya disebut kegagalan erosi.

Gambar 2.11 Proses Kegagalan Erosi


BAB III
METODOLOGI
3.1 Umum
Pada bab ini membahas mengenai metodologi penelitian yang digunakan.
Hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, meliputi proses pembuatan alat
penelitian yaitu, frame elektroda, proses pembuatan sampel/objek uji berupa
isolasi LDPE yang diberi void berupa kapton sebagai spacer, perlakuan sampel,
dan pengujian. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh adanya rongga udara (void) terhadap
tegangan tembus LDPE, dan maka dari itu perlu dilakukannya pengujian kekuatan
tembus dari isolasi polimer tersebut.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Laboratorium Teknik Tegangan
Tinggi dan Pengukuran Listrik (TTTPL) Universitas Sriwijaya kampus Indralaya.

3.3 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan mulai dari bulan September 2018 - Maret 2019 yang
meliputi studi literatur, design alat, pembuatan alat, pengujian dan pengambilan
data, pengolaan data dan analisa, serta pembuatan kesimpulan.

3.4 Metode Penelitian


19

Penelitian ini diawali dengan melakukan studi literatur dari beberapa jurnal
dan paper hasil penelitian yang sesuai dengan topik yang telah dipilih untuk
dijadikan sebagai literatur. Studi literatur bertujuan untuk memahami apa saja
yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya, sehingga dalam penelitian
lanjutan ini dapat melakukan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan.
Studi literatur yang dilakukan yakni berupa cara pembuatan void dan bahan yang
digunakan, ukuran void, ketebalan sampel pengujian, dan mekanisme pengujian.

Selanjutnya, dilakukan rancang bangun alat berupa frame elektroda untuk


pengujian sampel yang akan dibuat dalam bentuk 3D dengan menggunakan
software SketchUp untuk menggambarkan detail bangun yang akan dibuat.
Selanjutnya, proses pembuatan alat dan sample beserta pengkodisiannya dan akan
dilanjutkan dengan penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.

3.5 Pembuatan Alat Pengujian


3.5.1 Peralatan Pengujian Tegangan Tembus dan Bahan Sample

Berikut ini adalah peralatan yang digunakan dalam pengujian tegangan


tembus dan bahan sampel :
A. Peralatan :
1. Frame pengujian sampel/objek uji
2. Circle cutter OLFA Japan tipe CMP-1
3. Trafo pembangkit tegangan tinggi
4. Elektroda bidang dan elektroda bidang
B. Bahan :
1. Low Density Polyethylen (LDPE)
2. Kapton Sheet dengan ketebalan 130μm

3.5.2 Frame Pengujian Sampel


Frame pengujian sample dan ukuran objek uji diawali dengan mendesign
frame tersebut mengunakan software SketchUp. Penggunaan SkecthUp dipilih
untuk menampilkan detail alat yang akan digunakan.
20

Gambar 3.1 Perangkat lunak design SketchUp

Berikut design gambar frame pengujian sample :

Gambar 3.2 Frame Pengujian Sample Tampak Depan

Gambar 3.3 Frame Pengujian Sample Tampak Samping


21

Dengan ukuran sample sebagai objek uji sebesar 5 mm x 5 mm x 1 mm seperti


terlihat pada gambar :

Gambar 3.4 Ukuran Sample Pengujian (tampak dari atas)

Gambar 3.5 Susunan Sandwich-Like Sample

3.6 Sampel Uji Low Density Polyethylene (LDPE)


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polimer jenis polietilen.
Polietilen yang digunakan adalah jenis polietilen berdesintas rendah atau low
density polyethylene. Pemilihan polietilen sebagai bahan dasar karena sifatnya
yang termoplastik dapat dibentuk dengan mudah hanya dengan dipanaskan.

3.6.1 Proses Pembuatan Artificial Void dengan Sandwich-like Sample LDPE


Layer dan Kapton Spacer
22

Dalam pembuatan rongga udara atau void pada sampel uji, digunakan cara
menyusun 2 layer LDPE dengan ada celah diantara keduanya, seperti susunan roti
lapis (sandwich-like sample). Bahan yang digunakan sebagai spacer diantara 2
layer LDPE tersebut adalah kapton sheet yang berbahan dasar polimida. Kapton
dipilih karena memiliki tegangan tembus dan daya tahan suhu yang lebih tinggi
dari LDPE, sehingga cocok digunakan sebagai spacer. Sampel kemudian disusun
seperti pada gambar 3.5. Menyerupai susuann roti lapis, dengan kapton sebagai
spacernya.
Kapton yang berfungsi sebagai spacer diberi lobang ditengahnya dengan
menggunakan circular cutter ( seperti pada gambar 3.6), sehingga saat disusun
menjadi sandwich-like sample, akan terbentuk rongga udara diantara 2 layer
LDPE (seperti pada gambar 3.4).

Gambar 3.6 Cara Menggunakan Circular Cutter untuk Membuat Rongga


Pada Kapton [21]
23

3.7 Rangkaian Percobaan

Cara pengukuran yang dilakukan pada pengujian ini adalah dengan metode
pengukuran langsung permukaan isolasi LDPE, lalu diuji tegangan tembus dengan
rangkaian pengujian seperti pada gambar 3.5. Objek uji dihubungkan pada
tegangan tinggi bolak-balik (HVAC). Dalam pengujian ini, tegangan dinaikkan
dalam waktu yang singkat dengan kecepatan konstan sampai kondisi tembus pada
material isolasi. Cara pengujian ini disebut pengujian singkat (Short-Time Test).

Rangkaian pengujian karakteristik tegangan tembus permukaan material


isolasi LDPE dapat dilihat pada gambar :
24

3.8 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Pembuatan Frame Pengujian Objek Uji

Pembuatan Objek Uji Sandwich-like Sample


Low Density Polyethylene

Pengukuran Tegangan Tembus

Proses berjalan lancar


Ganti Objek Uji dan data yang didapat
normal

Pencatatan dan Pengolahan


Data

Selesai
25

DAFTAR PUSTAKA

[1] D. Panth, “Reasons for Failure of Transmission Lines and Their Prevention
Strategies,” vol. 2, no. 1, pp. 1–4, 2014.
[2] H. Ghorbani et al., “Long-term conductivity decrease of polyethylene and
polypropylene insulation materials,” IEEE Trans. Dielectr. Electr. Insul.,
vol. 24, no. 3, pp. 1485–1493, 2017.
[3] A. Madi, Y. He, L. Jiang, and B. Yan, “Surface tracking on polymeric
insulators used in electrical transmission lines,” Indones. J. Electr. Eng.
Comput. Sci., vol. 3, no. 3, pp. 639–645, 2016.
[4] L. Liu, L. Weng, Y. Song, L. Gao, and Q. Lei, “Polymer Nanocomposites
in High Voltage Electrical Insulation Perspective: A Review K. Y. Lau*,
M. A. M. Piah,” J. Nanomater., vol. 2010, no. 1, pp. 1–5, 2010.
[5] A. J. Peacock, Handbook of Polyethylene (Structures, Properties, and
Applications). New York: Marcel Dekker, Inc., 2002.
[6] J. R. Fried, Polymer Science and Technology, 1st ed. New Jersey: Prentice
Hall, 1995.
[7] Y. V. Kissin, End-Use Properties and their. Cincinnati, Ohio: Hanser
Publications, 2013.
[8] J. G. Webster, Wiley Encyclopedia of Electrical and Electronic
Engineering. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2008.
[9] J. Fothergill, a Kelen, F. Kreuger, and G. Stevens, “Partial Discharges,”
no. 4, pp. 14–17, 1995.
[10] M. A. Alsharif, P. A. Wallace, D. M. Hepburn, and C. Zhou, “Electric Field
Investigation in MV PILC Cables with Void Defect,” vol. 9, no. 1, pp. 60–
26

63, 2015.
[11] I. W. McAllister, “Electric Field Theory and the Fallacy of Void
Capacitance,” IEEE Trans. Electr. Insul., vol. 26, no. 3, pp. 458–459, 1991.
[12] L. S. Mathur, A. Agrawal, and D. K. Singh, “MODELING OF
BREAKDOWN VOLTAGE OF SOLID INSULATING MATERIALS BY
ARTIFICIAL NEURAL NETWORK,” vol. 5, no. 6, pp. 788–796, 2016.
[13] R. Arora and W. Mosch, HIGH VOLTAGE AND ELECTRICAL
INSULATION ENGINEERING. Institute of Electrical and Electronics
Engineers.
[14] J. K. Nelson, Dielectric Polymer Nanocomposites. .
[15] I. M. Y. Negara, Teknik Tegangan Tinggi prinsip dan aplikasi praktis.
Graha Ilmu, 2013.
[16] S. teguh Prihatnolo, A. Syakur, and M. Facta, “Pengukuran tegangan
tembus dielektrik udara pada berbagai sela dan bentuk elektroda dengan
variasi temperatur sekitar.” .
[17] B. L. Tobing, Dasar-dasar teknik pengujian tegangan tinggi, Ketiga.
Erlangga, 2017.
[18] J. . Rees, Electrical Breakdown in Gases. A Halsted Press Book, 1973.
[19] A. Arismunandar, Teknik Tegangan Tinggi Suplemen. Galia Indonesia.
[20] Tadjuddin, “Mekanisme Kegagalan Isolasi Padat,” Univ. Hasanuddin,
1998.
[21] OLFA, “Circular Cutter Type CMP-1.”

Anda mungkin juga menyukai