Anda di halaman 1dari 111

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI WARNA HIJAU TERHADAP KECEMASAN


PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI UPT.
PUSKESMAS ABIANSEMAL I
TAHUN 2018

Oleh :
NI PUTU SONIYA DARMAYANTI
NIM : P07120214040

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV
DENPASAR
2018
HALAMAN JUDUL

ii
iii
iv
v
PENGARUH TERAPI WARNA HIJAU TERHADAP KECEMASAN
PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI UPT
PUSKESMAS ABIANSEMAL I
TAHUN 2018

ABSTRAK

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang dapat


menimbulkan gejala kecemasan pada pasien karena jalur perawatan diri yang
lebih buruk, salah satu cara mengatasi gejala kecemasan adalah dengan cara
melakukan terapi warna hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus di
UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018. Desain penelitian ini menggunakan
rancangan pra-eksperimental dengan pendekatan one-group pra-post test design.
Cara pengambilan sampel adalah non probability sampling menggunakan metode
purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 12 orang. Uji hipotesis
menggunakan uji statistik paired t-test dengan nilai p value 0,001 (α=0,05).
Instrumen penelitian ini menggunakan Hamilton Rating Scale for anxiety (HRS-
A). Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan (p=0,013) Terapi
Warna Hijau terhadap kecemasan pasien diabetes melitus di Puskesmas
Abiansemal I tahun 2018 bahwa Terapi Warna Hijau menurunkan tingkat
kecemasan pasien diabetes melitus. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya
diharapkan untuk mengembangkan sampel maupun desain penelitian tentang
Terapi Warna Hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus.

Kata kunci : Terapi Warna Hijau, Kecemasan, Diabetes melitus

vi
THE IMPACT OF ASSERTIVE BEHAVIOUR TO DEPRESSION
ON DIABETES MELLITUS PATIENTS AT GIANYAR I
PRIMARY HEALTH CENTER ON 2018

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a chronic disease that can cause anxiety symptoms in


patients because of poorer self-care path, one way to overcome the symptoms of
anxiety is to do a green color therapy. The purpose of this study was to determine
the effect of green color therapy on anxiety in patients with diabetes mellitus in
UPT. Puskesmas Abiansemal I Year 2018. The design of this study used a pre-
experimental design with a one-group pre-post test design approach. Sampling
method is non probability sampling using purposive sampling method. The
sample size is 12 people. Hypothesis test using paired t-test statistic with p value
0,001 (α = 0,05). The study instrument used the Hamilton Rating Scale for anxiety
(HRS-A). The results showed that there was a significant effect (p = 0,013) Green
Color Therapy on the anxiety of diabetes mellitus patients at Abiansemal I Public
Health Center 2018 that Green Color Therapy decreased the anxiety level of
patients with diabetes mellitus. Recommendations for future researchers are
expected to develop a sample and research design on Green Color Therapy on
anxiety in patients with diabetes mellitus.

Keywords: Green Color Therapy, Anxiety, Diabetes mellitus

vii
RINGKASAN PENELITIAN

Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus
Di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Oleh : Ni Putu Soniya Darmayanti (P07120214040)

Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang terjadi baik ketika


pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah,
atau glukosa) sehingga kadar glukosa darah menjadi tidak stabil dan dapat
menyebabkan berbagai komplikasi apabila tidak ditangani dengan manajemen
perawatan diri yang baik (World Health Organization, 2016). International
Diabetes Federation (2017) mencatat Indonesia menempati urutan ke-6 dengan
jumlah penderita DM sebanyak 10,3 juta orang. Menurut catatan Dinas Kesehatan
Provinsi Bali tahun 2016 jumlah kunjungan pasien diabetes melitus sebanyak
12.553 orang. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Badung mencatat penyakit
Diabetes mellitus pada tahun 2016 sebanyak 4.757 orang dan pada tahun 2017
sebanyak 6.890 orang. Menurut hasil studi pendahuluan peneliti pada tanggal 22
Januari 2018 di peroleh data jumlah pasien di Puskesmas Abiansemal I mencatat
jumlah pasien diabetes melitus yang menjalani perawatan pada tahun 2016
sebanyak 420 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 565 orang yang menderita
diabetes melitus.

Internasional Diabetic Federation (2017) mengemukakan faktor risiko


diabetes melitus yaitu riwayat keluarga menderita diabetes, obesitas, aktivitas fisik
yang kurang, gangguan toleransi glukosa, riwayat diabetes gestational atau
melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg, hipertensi, kadar kolesterol jahat
tinggi, riwayat kelainan darah. Internasional Diabetic Federation (2017) tanda
umum yang dialami yaitu sering buang air kecil, haus yang berlebihan, kelaparan
meningkat, berat badan menurun, kelelahan, kurangnya minat dan konsentrasi,
sebuah sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan atau kaki, penglihatan kabur,
sering infeksi, lambat penyembuhan luka. Komplikasi pada penyakit diabetes

viii
melitus yaitu penyakit kardiovaskuler, saraf, mata, ginjal dan komplikasi
kehamilan.

Pasien diabetes melitus mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya,


mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, dan kontrol gula darah yang harus
dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak tersebut
membuat pasien diabetes melitus menunjukan beberapa reaksi psikologis yang
negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna, kecemasan yang
meningkat. (Priyoto, 2015). Penelitian Muharyani and Sijabat, (2015)
menemukan salah satu cara untuk mengatasi depresi adalah dengan memberikan
terapi warna hijau.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi warna
hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus di UPT. Puskesmas
Abiansemal I Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan desain pra-eksperimental
dengan rancangan one-group pra-post test design. Metode yang digunakan untuk
menentukan sampel adalah non probability sampling jenis purposive sampling
yaitu mendapatkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian. Penelitian ini menggunakan 12 subjek penelitian yang telah memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi. Instrumen penelitian ini menggunakan Hamilton
Rating Scale for anxiety (HRS-A).
Uji hipotesis menggunakan uji statistik paired t-test dengan nilai p value
0,001 (α=0,05). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pasien diabetes
mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 orang (75,0%) sebelum perlakuan
terapi warna hijau. Setelah perlakuan terapi warna hijau jumlah pasien diabetes
melitus yang mengalami kecemasan sedang menjadi 7 orang (58,3%). Artinya ada
pengaruh yang signifikan (p=0,013) terapi warna hijau terhadap kecemasan pada
pasien diabetes melitus di UPT Puskesmas Abiansemal I tahun 2018, bahwa
terapi warna hijau menurunkan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.
Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan
penelitian tentang terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes
melitus.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh

Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT

Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018” tepat pada waktunya dan sesuai dengan

harapan.

Skripsi ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha peneliti sendiri,

melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. untuk itu melalui

kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., M.PH selaku Direktur

Poltekkes Denpasar yang telah memberikan kesempatan menempuh program

pendidikan D-IV Keperawatan Poltekkes Denpasar.

2. Ibu V.M.Endang SP Rahayu,S.Kp.,M.Pd selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Poltekkes Denpasar, yang telah memberikan kesempatan dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Bapak I Dewa Putu Gede Putra Yasa,S.Kp. M.Kep.Sp.MB selaku ketua

Program Studi D-IV Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

yang telah memberikan bimbingan selama pendidikan di Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Denpasar.

4. Bapak I Gede Widjanegara, SKM., M.Fis selaku pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Skripsi ini.

5. Bapak I Nengah Sumirta,SST.,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku pembimbing

pendamping yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Skripsi

ini.

x
6. Keluarga, kerabat, serta sahabat peneliti yang telah memberikan doa,dorongan

dan inspirasi dalam menyelesaikan proposal ini.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Skripsi ini yang tidak

bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Kemajuan selalu menyertai segala sisi kehidupan menuju ke arah yang lebih

baik. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan

peneliti selanjutnya.

Denpasar, Maret 2018

Peneliti

xi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................iii
SKRIPSI.................................................................................................................iii
SKRIPSI DENGAN JUDUL:.................................................................................iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................v
ABSTRAK..............................................................................................................vi
RINGKASAN PENELITIAN..............................................................................viii
KATA PENGANTAR.............................................................................................x
DAFTAR ISI..........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL..................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 5

1. Tujuan umum 5
2. Tujuan khusus 5
D. Manfaat Penelitian 5

1. Manfaat teoritis 5
2. Manfaat praktis 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus 7

1. Pengertian diabetes melitus 7


2. Klasifikasi diabetes melitus 7
3. Gejala diabetes melitus 8
4. Faktor resiko diabetes melitus 9
5. Komplikasi diabtes melitus 11

xii
6. Penatalaksanaan diabetes melitus 13
7. Dampak diabetes melitus 16
B. Kecemasan 17

1. Definisi kecemasan 17
2. Faktor penyebab kecemasan pasien diabetes melitus 18
3. Gejala kecemasan pasien diabetes melitus 19
4. Tingkat kecemasan 20
5. Penilaian kecemasan 22
6. Dampak kecemasan pasien diabetes mellitus 25
7. Penanganan gangguan kecemasan 25
C. Terapi Warna Hijau 27

1. Definisi terapi warna hijau 27

2. Manfaat dan metode terapi warna hijau 28


D. Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes
29

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Kerangka Konsep 31

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional32

1. Variabel penelitian 32
3. Definisi operasional 32
4. Hipotesis 34
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 35

B. Bagan Alur 36

C. Tempat dan Waktu Penelitian 37

D. Populasi dan Sampel Penelitian 38

1. Populasi penelitian 38
2. Sampel penelitian 38
3. Jumlah dan besar sampel 39
4. Teknik sampling 40

xiii
E. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 40

1. Jenis data 40
2. Cara pengumpulan data 41
3. Instrumen pengumpulan data 42
4. Prosedur Terapi Warna Hijau 44
F. Pengolahan dan Analisis Data 45

1. Teknik pengolahan data 45


2. Analisis data Error! Bookmark not defined.
G. Etika Penelitian 47

1. Informed cocent 47
2. Autonomy/menghormati harkat dan martabat manusia 48
3. Confidentiality/kerahasiaan 48
4. Justice/keadilan 48
5. Beneficience dan non maleficience 48
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian………………………………………………………………..50
1.Kondisi lokasi penelitian 50

2. Karakteristik subjek penelitian 52

3. Hasil pengamatan terhadap objek penelitian berdasarkan variabel


penelitian 54

4. Hasil analisis data 55

B.PembahasanPenelitian........................................................................................58
1. Kecemasan sebelum diberikan perlakuan terapi warna hijau 58

2. Kecemasan setelah dilakukan perlakuan terapi warna hijau 61

3. Pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes


melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal 1 62

C.KeterbatasanPenelitian.......................................................................................64
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan............................................................................................................65
A. Saran 65

xiv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................67
LAMPIRAN...........................................................................................................69

xv
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Definisi Operasional Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Mellitus di
UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 .……………. 33

Tabel 2 Rancangan Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di
UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 .……………. 35

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian


Berdasarkan Usia di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun
2018 ...……………………………………………………. 52

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian


Berdasarkan Jenis Kelamin di UPT Puskesmas
Abiansemal I Tahun 2018 ……………………………….. 52

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Berdasarkan Pendidikan di UPT Puskesmas Abiasemal I
Tahun 2018 ………………………………………………. 53

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian


Berdasarkan Pekerjaan di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018 ………………………………………………. 54

Tabel 7 Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan


Terapi Warna Hijau di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018 ………………………………………………. 54

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Kecemasan Sebelum Diberikan Perlakuan Terapi Warna
Hijau di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 ……. 55

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat


Kecemasan Setelah Diberikan Perlakuan Terapi Warna
Hijau di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 ……. 56

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Data Tingkat Kecemasan Pasien


Diabetes Melitus Sebelum dan Sesudah Diberikan
Perlakuan Terapi Warna Hijau di UPT Puskesmas

xvi
Abiansemal I Tahun 2018 ……………………………….. 57

Table 11 Hasil Analisis Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap


Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT
Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 …………………… 58

xvii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT.
Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018 ........................................ 34

Gambar 2 Alur Kerangka Kerja Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap


Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT. Puskesmas
Abiansemal I Tahun 2018…………………………................... 39

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Kegiatan Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun
2018

Lampiran 2 Rencana Anggaran Biaya Penelitian Pengaruh Terapi Warna


Hijau Terhadap Kecemasan Di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018

Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Menjadi Responden

Lampiran 5 Prosedur Pelaksanaan Terapi Warna Hijau

Lampiran 6 Lembar Kuesioner

Lampiran 7 Master Tabel Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan


Di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Lampiran 8 Hasil Analisis Data

Lampiran 9 Surat Ijin Melakukan Penelitian

xix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Menurut

World Health Organization, (2016) diabetes melitus merupakan suatu penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin ataupun kedua hal tersebut. Di Indonesia seseorang yang

menderita penyakit diabetes melitus akan cenderung mengalami berbagai

perubahan dalam hidupnya. Selama dekade terakhir, prevalensi diabetes melitus

telah meningkat lebih cepat hampir 80% orang diabetes melitus ada di negara

berpenghasilan rendah dan menengah (World Health Organization, 2016).

International Diabetes Federation (IDF) (2017) mencatat pasien diabetes

melitus secara global di tahun 2014 sebesar 7,9% ( 387 juta orang) dan pada

tahun 2015 sebesar 8,8% (415 juta orang), jika ini terus berlanjut maka pasien

diabetes akan meningkat menjadi 10,4% (642 juta orang) pada tahun 2040.

Indonesia menempati urutan ke-tujuh di dunia setelah China, Amerika Serikat,

India, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes

melitus sebesar sepuluh juta dengan jumlah pasien 7,6 juta pada rentang usia

sekitar 20-79 tahun dan jika terus berlanjut diperkirakan pada tahun 2040 akan

meningkat menjadi 16,2 juta orang atau menempati urutan ke-6 ((IDF)

International Diabetes Federation, 2017). Data Kementerian Kesehatan RI, (2013)

mencatat jumlah pasien Diabetes Melitus sebanyak 12.191.564 orang. World


Health Organization, (2016) menyatakan prevalensi orang dengan diabetes

melitus di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari 5,7%

pada tahun 2017 menjadi 6,9.

Menurut catatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2016 jumlah kunjungan

pasien diabetes melitus sebanyak 12.553 orang. Data Dinas Kesehatan Kabupaten

Badung mencatat penyakit Diabetes mellitus pada tahun 2016 sebanyak 4.757

orang dan pada tahun 2017 sebanyak 6.890 orang. Menurut hasil studi

pendahuluan peneliti pada tanggal 22 Januari 2018 di peroleh data jumlah pasien

di Puskesmas Abiansemal I mencatat jumlah pasien diabetes melitus yang

menjalani perawatan pada tahun 2016 sebanyak 420 orang dan pada tahun 2017

sebanyak 565 orang yang menderita diabetes melitus.

Pasien diabetes melitus mengalami banyak perubahan dalam hidupnya, mulai

dari pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, dan lain-lain yang harus

dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang mendadak membuat

pasien diabetes melitus menunjukkan beberapa reaksi psikologis yang negatif

salah satunya kecemasan. Selain perubahan tersebut jika pasien diabetes melitus

ini telah mengalami komplikasi maka akan menambah kecemasan pada pasien

karena dengan adanya komplikasi akan membuat pasien mengeluarkan lebih

banyak biaya, pandangan negatif tentang masa depan, dan lain-lain (Novitasari,

2012).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di UPT. Puskesmas

Abiansemal I pada tanggal 22 Januari 2018 di dapatkan hasil bahwa terdapat 11

pasien diabetes melitus yang melakukan kunjungan rutin setiap bulan untuk

2
mengecek kadar glukosa darah, setelah diukur menggunakan HRS-A 8 dari 11

pasien diabetes melitus didapatkan hasil bahwa pasien tidak bisa istirahat dengan

tenang, sulit untuk memulai tidur, gelisah, sukar untuk berkonsentrasi, dan

berkurangnya minat untuk bersosialisasi. Penyebab kecemasan antara lain cemas

terhadap kadar glukosa darah yang tinggi dan cemas akan timbulnya komplikasi

akibat kadar glukosa darah yang tinggi.

Setiap pasien diabetes melitus umumnya mengalami cemas terhadap setiap

hal yang berhubungan dengan penyakitnya (Novitasari, 2012). Apabila kecemasan

pada pasien diabetes melitus ini tidak ditangani secara baik maka akan

menimbulkan masalah tersendiri yang akan semakin menyulitkan dalam

pengelolaan penyakit diabetes melitus (Suyono, 2015). Fungsi psikologis yang

buruk dapat menyebabkan penderitaan, dapat secara serius mempengaruhi swa-

menejemen diabetes harian, dan dihubungkan dengan hasil medis yang buruk

serta biaya yang tinggi sehingga dapat menyulitkan proses penatalaksanaan pasien

diabetes melitus (International Diabetes Federation, 2017).

Dari berbagai penelitian ditemukan terapi warna hijau mampu mengurangi

suatu ketegangan atau kecemasan pada individu (Thompson, 2008). Warna hijau

dapat menimbulkan rasa nyaman, damai, rileks, mengurangi stres, khawatir,

cemas, menyeimbangi, dan menenangkan emosi. Warna hijau berefek pada sistem

saraf secara keseluruhan, terutama bermanfaat bagi sistem saraf pusat. Warna ini

memiliki efek penenang, mengurangi kelelahan serta dapat menenangkan

gangguan emosi (Struthers, 2012).

3
Penelitian yang di lakukan oleh Ebrahem & Masry, (2017) yang berjudul

pengaruh terapi relaksasi terhadap depresi, kecemasan, stres, dan kualitas hidup

pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Menoufia University, Menoufia

Gubernuran dengan jumlah responden 35 responden. Setelah diberikan terapi

relaksasi didapatkan hasil bahwa terjadi penurunan kecemasan pada pasien

diabetes melitus. Dari penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi relaksasi

berpengaruh untuk menurunkan tingkat kecemasan, stres, depresi dan kualitas

hidup pada pasien diabetes mellitus. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh

Harini, (2013) yang berjudul Terapi Warna Untuk Mengurangi Kecemasan,

didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan skor kecemasan antara kelompok

eksperimen dibandingkan kelompok kontrol setelah diberikan perlakuan terapi

warna. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Muharyani & Sijabat (2015)

dengan judul Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Tingkat Kecemasan Pada

Ibu Primigravida Trimester III menunjukkan bahwa adanya pengaruh terapi warna

hijau terhadap kecemasan ibu primigravida trimester III di Wilayah Kerja

Puskesmas Simpang Timbangan.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti tertarik meneliti “Pengaruh Terapi

Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT.

Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Pengaruh Terapi Warna Hijau

Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT. Puskesmas

Abiansemal I Tahun 2018 ? ”.

4
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi

warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus di UPT. Puskesmas

Abiansemal I Tahun 2018.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi kecemasan pada pasien diabetes melitus sebelum diberikan

terapi warna hijau di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018.

b. Mengidentifikasi kecemasan pada pasien diabetes melitus sesudah diberikan

terapi warna hijau di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018.

c. Menganalisa pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien

diabetes melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan asuhan

keperawatan yang propesional dan dapat mengembangkan ilmu dan teknologi di

bidang keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang pengaruh terapi warna

hijau terhadap kecemasan pasien diabetes melitus, dan untuk acuan bagi penelitian

berikutnya sebagai bahan kajian untuk mengembangkan tindakan keperawatan

pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus.

5
2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan

prosedur tindakan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pada pasien diabetes

melitus di puskesmas atau lembaga kesehatan lainnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Pengertian diabetes melitus

Diabetes Melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar gula

dalam darah akibat gangguan sekresi insulin dan penyakit kronis yang kompleks

yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes melitus berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai

organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (American

Diabetes Association, 2017a).

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis (menahun) yang terjadi ketika

pankreas (kelenjar ludah perut) tidak memproduksi cukup insulin atau ketika

tubuh tidak secara efektif menggunakan insulin. Insulin adalah hormon penting

yang diproduksi di pankreas kelenjar tubuh, dan transpor glukosa dari aliran darah

ke sel tubuh dimana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau

ketidakmampuan sel untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah

tinggi, atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas diabetes melitus

(International Diabetes Federation, 2017).

2. Klasifikasi diabetes melitus

International Diabetes Federation (2017) mengemukakan ada dua jenis

Diabetes melitus yaitu :


a. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun. Reaksi dimana sistem

kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil insulin di kelenjar pankreas.

Akibatnya tubuh menghasilkan insulin yang sangat sedikit atau tidak

menghasilkan insulin. Penyebab dari proses destruktif ini tidak sepenuhnya

dipahami tapi kombinasi genetik kerentanan dan pemicu lingkungan seperti

infeksi virus, toksin atau beberapa faktor makanan telah dilibatkan. Penyakit ini

bisa berkembang pada segala usia tapi diabetes tipe 1 paling sering terjadi pada

anak-anak dan remaja. Orang dengan diabetes tipe 1 memerlukan suntikan insulin

setiap hari agar mempertahankan kadar glukosa dalam kisaran yang tepat dan

tanpa insulin tidak akan bisa bertahan.

b. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah tipe diabetes yang paling umum dalam masyarakat,

terhitung sekitar 90% dari semua kasus diabetes melitus. Pada diabetes tipe 2,

hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin yang tidak memadai didefinisikan

sebagai retensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak efektif.

Diabetes tipe 2 Paling sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua, tapi

memang begitu semakin terlihat pada anak-anak, remaja dan orang dewasa muda

karena meningkatnya tingkat obesitas, ketidakaktifan fisik dan pola makan yang

buruk.

3. Gejala diabetes melitus

Menurut Barnard (2011) gelaja diabetes melitus sebagai berikut :

a. Cepat lelah, kehilangan tenaga.

b. Sering buang air kecil.

8
c. Lapas dan haus terus menerus.

d. Kelelahan berkepanjangan.

e. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun.

f. Imunitas tubuh rendah, daya sembuh lambat terutama jika mengalami luka

pada tangan dan kaki.

g. Mendengar bunyi berdengung serta mati rasa pada tungkai, tangan dan jari.

h. Mengalami penurunan daya tahan tubuh saat beraktivitas.

i. Gula darah puasa >126 mg/dL pada pagi hari.

4. Faktor resiko diabetes melitus

Priyoto (2015) mengemukakan faktor risiko yang memiliki peluang sangat

besar untuk diabetes melitus yaitu :

a. Riwayat keluarga

Faktor keluarga atau genetik mempunyai kontribusi yang sangat besar untuk

seseorang terserang penyakit diabetes melitus. Jika kita berasal dari keluarga

menderita penyakit diabetes melitus misalnya salah satu dari orang tua kita

menderita diabetes melitus maka anaknya kemungkinan untuk menderita lebih

besar dibandingkan dari jika dengan kita normal.

b. Obesitas (Indeks Massa Tubuh ≥ 25 kg/m2)

Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi

terhadap hormone insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak

untuk menyerap insulin. Akibatnya organ pancreas akan dipacu untuk

memproduksi insulin sebanyak-banyaknya sehingga menjadikan organ ini

menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.

9
c. Usia Yang Makin Bertambah

Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai

mengalami kepekaan terhadap insulin. Bahkan pada wanita yang sudah

mengalami menopause punya kecendrungan untuk lebih tidak peka terhadap

insulin.

d. Kurangnya aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang

mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung,

liver, ginjal dan juga pankreas.

e. Merokok

Asam rokok menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan dan sifatnya

sangat kompleks. Termasuk terhadap resiko seseorang mudah terserang penyakit

diabetes melitus.

f. Ras/etnis

Ada beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk

terserang diabetes melitus. Peningkatan pasien diabetes di wilayah Asia jauh lebih

tinggi dibanding benua lainnya. Bahkan diperkirakan lebih dari 60% berasal dari

Asia.

g. Riwayat Diabetes Gestational atau melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg

Pada saat hamil, placenta memproduksi hormone yang mengganggu

keseimbangan hormon insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh

menjadi resisten terhadap hormone insulin. Kondisi ini biasanya kembali normal

setelah masa kehamilan atau pasca melahirkan. Namun demikian menjadi sangat

10
berisiko terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepan mempunyai potensi

diabetes melitus.

h. Stres dalam jangka waktu yang lama

Kondisi setress berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormone

dalam tubuh termasuk hormone insulin. Disamping itu setres bisa memacu sel-sel

tubuh bersifat liar yang berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga

memicu untuk sel-sel tubuh menjadi tidak peka atau resisten terhadap hormone

insulin.

i. Hipertensi (tekanan darah ≥140/90 mmHg)

Mengonsumsi garam yang berlebih memicu untuk seseorang mengidap

penyakit Hipertensi yang pada akhirnya berperan dalam meningkatkan resiko

untuk terserang penyakit diabetes melitus apabila tekanan darah tidak terkontrol.

5. Komplikasi diabtes melitus

International Diabetes Federation (2017) mengemukakan komplikasi

diabetes melitus sebagai berikut :

a. Penyakit jantung (kardiovaskular): Diabetes melitus juga terkait dengan

tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol, yang menyebabkan peningkatan

risiko komplikasi kardiovaskular seperti angina, penyakit arteri koroner,

infark miokard, stroke dan gagal jantung kongestif.

b. Penyakit mata (retinopati diabetik): terjadi secara langsung akibat tingginya

kadar glukosa darah kronis, kerusakan pada kapiler retina, yang menyebabkan

kebocoran kapiler dan penyumbatan kapiler. Selanjutnya mengakibatkan

hilangnya penglihatan dan akhirnya, kebutaan. Komplikasi dari retinopati

diabetic selain kebutaan yaitu katarak, glaucoma, kehilangan kemampuan

11
focus dan penglihatan ganda. Hal ini dapat dikelola melalui pemeriksaan mata

secara teratur dan menjaga glukosa dan kadar lipid pada atau mendekati

normal.

c. Penyakit ginjal (nefropati diabetik): disebabkan oleh kerusakan pembuluh

darah kecil di ginjal yang mengarah ke ginjal menjadi kurang efisien atau

gagal sama sekali. Penyakit ginjal jauh lebih umum pada orang dengan

diabetes dibanding mereka yang tanpa diabetes. Mempertahankan tingkat

normal di dekat gula darah dan tekanan darah dapat sangat mengurangi risiko

penyakit ginjal.

d. Penyakit saraf (neuropati diabetic) dan diabetic foot : diabetes melitus dapat

menyebabkan kerusakan saraf di seluruh tubuh saat glukosa darah dan

tekanan darah yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan masalah

pencernaan, disfungsi ereksi, dan banyak fungsi lainnya. Di antara daerah

yang paling sering terkena adalah ekstremitas, khususnya kaki. kerusakan

saraf di daerah ini disebut neuropati perifer, dan dapat menyebabkan nyeri,

kesemutan, dan hilangnya rasa. Hilangnya rasa sangat penting karena dapat

memungkinkan luka tanpa diketahui, menyebabkan infeksi serius dan

kemungkinan amputasi. Manajemen yang komprehensif dapat mengatasi

sebagian besar amputasi yang berkaitan dengan diabetes dapat dicegah.

e. Kesehatan mulut : Pasien diabetes melitus memiliki peningkatan risiko

radang gusi (periodontitis) atau hiperplasia gingival jika glukosa darah tidak

dikelola dengan baik. Periodontitis adalah penyebab utama kehilangan gigi.

Kondisi oral terkait diabetes lainnya termasuk pembusukan gigi, kandidiasis,

12
lumut, planus, gangguan neurosensori, disfungsi saliva dan xerostomia, dan

gangguan rasa.

f. Komplikasi kehamilan (gestational diabetes): Wanita dengan semua jenis

diabetes selama kehamilan risiko sejumlah komplikasi jika mereka tidak hati-

hati memantau dan mengelola kondisi mereka. Untuk mencegah kerusakan

organ mungkin untuk janin, wanita dengan diabetes tipe 1 atau diabetes tipe 2

harus mencapai kadar glukosa sasaran sebelum konsepsi. Glukosa darah

tinggi selama kehamilan dapat menyebabkan janin menjadi kelebihan berat

badan.

6. Penatalaksanaan diabetes melitus

Banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada pasien diabetes melitus

tipe 2 dan harus dicegah sedini mungkin dengan cara penatalaksanaan yang tepat.

Menurut PERKENI, (2015) dalam pengelolaan/tata laksana diabetes melitus tipe

2, terdapat 4 pilar yang harus dilakukan dengan tepat. Empat pilar pengelolaan

diabetes melitus adalah sebagai berikut :

1) Pendidikan / edukasi

Edukasi merupakan proses interaksi pembelajaran yang direncanakan untuk

mempengaruhi sikap serta ketrampilan orang lain, baik individu, kelompok, atau

masyarakat, sehingga melakukan apa yang diharapkan pendidik ((Potter & Perry

(2005),Smeltzer,C.Suzanne & Bare (2013)). Dalam edukasi, perawat memberikan

informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan diri untuk memastikan

kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah (Potter & Perry, 2005). Peran

perawat sebagai educator dimana pembelajaran merupakan health education yang

13
berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan (Barnard,

2011).

2) Terapi gizi medis

Pengelolaan diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 sangat penting. Tujuan

dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu penderita memperbaiki gizi dan

untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan pada

pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi

penderita diabetes melitus tipe 2 ini merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes melitus secara total (Suyono, 2015).

Penatalaksanaan diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 berfokus pada

pembatasan jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (American

Diabetes Association, 2017b). Perencanaan makan pada pasien diabetes melitus

tipe 2 yang paling penting adalah kebutuhan kalori, dengan prinsip tidak ada diet

khusus diabetes dan tidak ada bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45 – 65

%, protein 10 – 15 %, dan lemak 20 – 25 % (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

3) Latihan jasmani / olahraga

Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat,

sehingga permeabilitas membran sel terhadap glukosa meningkat dan resistensi

insulin berkurang. Ada beberapa latihan jasmani yang disarankan bagi penderita

14
diabetes melitus, diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani

(Kurniali, 2013).

4) Pengobatan

Menurut Price, A. S., (2006) penatalaksanaan diabetes didasarkan pada :

a) Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi yang dilakukan yaitu diet yang terkontrol dan

terencana, latihan fisik, pengawasan kadar glukosa di rumah, pengetahuan tentang

pengobatan diabetes dan perawatan diri.

b) Terapi farmakologi

Pasien diabetes melitus tipe 2, umumnya perlu minum obat antidiabetes

secara oral atau tablet. Penderita diabetes memerlukan suntikan insulin pada

kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet (PERKENI,

2015).

1) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan oleh

dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun glukosa darah bukanlah hormon

insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk

menurunkan kadar glukosa darah. Terdapat lima golongan antidiabetik oral

(ADO) yang dapat digunakan dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan :

sulfonylurea, meglitnid, biguanid, penghambat a-glikosidase dan tiazolidinedion

(Kurniali, 2013).

15
2) Insulin

Insulin merupakan obat untuk diabetes melitus tipe 1 dan beberapa jenis

diabetes melitus tipe 2. Untuk terapi awal, regular insulin dan insulin kerja sedang

merupakan pilihan dan di berikan dua kali sehari. Dosis ditingkatkan secara

bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis insulin,

waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin (Suyono, 2015).

7. Dampak diabetes melitus

Penyakit diabetes melitus tipe 2 akan mempengaruhi kehidupan individu dan

keluarganya. Dampak dari penyakit diabetes melitus tipe 2 yang bisa terjadi

meliputi :

a) Dampak pada keluarga

Dampak dari salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat dirumah

sakit akan muncul bermacam-macam reaksi psikologis dari keluarga, karena

masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan

mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya

yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran

pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan

perannya (Novitasari, 2012).

b) Pada individu

Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini.

Berikut adalah dampak secara fisik dan psikologis yang dialami pasien diabetes

melitus tipe 2 menurut Novitasari, (2012),Susetya, (2012):

16
1) Dampak fisik

Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin

maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan

sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah

lelah. Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang

menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine

(glukosuria).

2) Dampak Psikologis

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan pasien

mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya waktu perawatan, banyaknya

biaya perawatan dan pengobatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak

berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif

berupa kemarahan, stres, kecemasan, malu, tidak berdaya, dan mudah

tersinggung.

B. Kecemasan

1. Definisi kecemasan

Kecemasan adalah sebagai keadaan emosional yang mempunyai ciri

keterangsangan fisiologis, perasaan yang tegang yang tidak menyenangkan dan

perasaan aprehansi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu hal

buruk akan segera terjadi (Suliswati, 2005). Stuart (2014) mengungkapkan bahwa

kecemasan merupakan respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan

keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik.

17
Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun

gangguan sakit. Sejalan dengan pernyataan Suliswati dan Stuart menurut (Donsu,

2017) mengungkapkan kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas

saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik

yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal.

Kecemasan banyak terjadi pada orang-orang yang menderita penyakit kronis

atau genetik. Pada penyakit diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi yang dapat

menyebabkan ganggren hingga amputasi menyebabkan kecacatan fisik dan

membutuhkan perawatan yang cukup lama (Kurniali, 2013). Penyakit diabetes

mellitus membutuhkan pengarturan terhadap pola makan, aktivitas dan

pengobatannya. Ketidaktahuan tentang diabetes mellitus akan semakin

meningkatkan emosionalitas penderita yang berkaitan dengan hubungan dengan

orang lain. Hal ini akan meningkatkan kecemasan dan mengubah segalanya dalam

kehidupannya (Novitasari, 2012). Menurut Nevid (2005) ada beberapa faktor

yang dapat menimbulkan cemas pada diri seseorang yakni lingkungan yang asing,

kehilangan kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan

bantuan orang lain, berpisah dengan pasangan atau keluarga, masalah biaya,

kurang informasi, ancaman akan penyakit yang lebih parah dan masalah

pengobatan.

2. Faktor penyebab kecemasan pasien diabetes melitus

Perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang setelah mengidap penyakit

diabetes melitus khususnya diabetes melitus tipe 2. Menurut (Novitasari, 2012),

faktor-faktor penyebab kecemasan pada pasien diabetes melitus tipe 2, antara lain:

18
a) Faktor-faktor intrinsik antara lain : usia, pengalaman menjalani pengobatan,

konsep diri dan peran.

b) Faktor-faktor ekstrinsik antara lain: kondisi medis (diagnosis penyakit),

tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi, tingkat sosial ekonomi,

jenis tindakan pengobatan, komunikasi terapiotik.

3. Gejala kecemasan pasien diabetes melitus

Menurut Stuart (2014), gejala kecemasan dapat dilihat dari tiga kategori, yaitu :

a) Respon fisiologis :

1) Kardiovaskular : jantung berdebar, tekanan darah meninggi, rasa mau

pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2) Pernafasan : nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal,

pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskular : reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,

insomnia, tremor, gelisah, wajah tegang, kaki goyah, badan lemah,

gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makanan, rasa tidak

nyaman pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Traktus urinarius : tidak dapat menahan kencing dan sering berkemih.

6) Kulit : wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal, rasa

panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b) Respon perilaku : gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat,

kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik diri dari hubungan

merpersonal, menghalangi, melarikan diri dari masalah, menghindar,

hiperventilasi.

19
c) Respon kognitif : perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, hambatan berpikir, bidang persepsi menurun,

kreativitas menurun, produktivitas menurun, sangat waspada, bingung,

kesadaran diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol,

takut pada gambaran visual, takut cidera atau kematian.

d) Respon efektif : mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,

ketakutan, gugup.

Menurut Novitasari (2012), gejala kecemasan pada pasien diabetes melitus

tipe 2 antara lain :

a) Kehilangan minat dan kegembiraan

b) Mudah lelah

c) Konsentrasi dan perhatian berkurang

d) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

e) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

g) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri

h) Tidur terganggu

i) Nafsu makan berkurang

4. Tingkat kecemasan

Stuart (2016) mengatakan cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak

pasti dan tidak berdaya. Keadaan cemas ini tidak memiliki objek spesifik dan

merupakan pengalaman subjektif serta dikomunikasikan dalam hubungan

interpersonal. Tingkat kecemasan mempunyai karakteristik atau manifestasi yang

20
berbeda satu sama lain, manifestasi yang terjadi tergantung pada kematangan

pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri dan mekanisme

yang digunakannya. Kecemasan digolongkan dalam empat tingkat yaitu :

a) Cemas ringan

Pada kecemasan ringan ini ketegangan yang dialami sehari-hari dan

menyebabkan pasien menjadi waspada dan lapangan persepsi meningkat. Pada

tingkat kecemasan ringan ini dapat memotivasi dan menghasilkan kreativitas

(Suliswati, 2005). Cemas ringan atau cemas yang normal menjadi bagian dari

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan waspada dan meningkatkan persepsinya

terhadap penyakit diabetes mellitus dengan komplikasi dan lama perawatannya

(Nevid, 2005).

b) Cemas sedang

Pada kecemasan sedang memungkinkan individu lebih memusatkan pada hal

yang penting dan mengesampingkan hal yang lain sehingga individu mengalami

perhatian yang selektif yang lebih terarah (Nevid, 2005). Menurut Novitasari

(2012), penyakit diabetes mellitus membutuhkan perhatian terhadap pola makan,

aktivitas dan pengobatannya sehingga penyakit diabetes melitus harus diutamakan

dan diperhatikan.

c) Cemas berat

Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat sempit, individu

tidak mampu berfikir berat lagi, sehingga membutuhkan banyak pengarahan,

cenderung memikirkan hal kecil saja dan mengabaikan yang lain (Stuart, 2016).

21
Pada penyakit diabetes mellitus yang sudah komplikasi yang membutuhkan

tindakan pembedahan, sehingga terjadi keluhan fisik dan individu terus menerus

merasa takut dan mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam mengambil

keputusan (Novitasari, 2012).

d) Panik

Panik pada tahap ini lapangan persepsi sudah terganggu, sehingga individu

tidak mampu mengendalikan diri dan tidak dapat melakuakan apa-apa walaupun

sudah diberi tuntunan(Stuart, 2016).

5. Penilaian kecemasan

Penilaian kecemasan dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan

langsung, mendengarkan cerita, serta mengobservasi terutama perilaku dan verbal.

Perilaku non verbal dapat digunakan sebagai tanda bahwa seseorang mengalami

kecemasan. Dalam Hawari (2016) dijelaskan bahwa untuk menilai tingkat

kecemasan digunakan suatu skala penilaian buku yaitu Hamilton Rating Scale for

anxiety (HRS-A) yang meliputi :

a) Perasaan cemas yang terdiri dari cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri, dan mudah tersinggung.

b) Ketegangan, terdiri dari merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang,

mudah terkejut, mudah menangis, gelisah dan gemetar.

c) Ketakutan dibagi atas ketakutan pada gelap, ketakutan pada orang asing,

ditinggal sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas, dan pada

kerumunan banyak orang.

22
d) Gangguan tidur terdiri dari sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari,

tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak bermimpi, mimpi buruk dan

mimpi menakutkan.

e) Gangguan kecerdasan terdiri dari sukar untuk berkonsentrasi, daya ingat

menurun.

f) Perasaan depresi (murung) terdiri dari hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari, dan perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

g) Gejala somatik/fisik (otot) terdiri dari sakit dan nyeri di otot-otot, kaku,

kejutan otot, gigi menggeretak, dan suara tidak stabil.

h) Gejala sensorik terdiri dari telinga berdenging, penglihatan kabur, muka pucat,

merasa lemas, dan perasaan ditusuk-tusuk.

i) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) terdiri dari takikardi

denyut jantung cepat, berdebar, nyeri dada, denyut jantung mengeras, lesu,

lemas seperti mau pingsan.

j) Gejala respiratori (pernafasan) terdiri dari rasa tertekan atau sempit di dada

rasa tercekik, sering menarik nafas, dan nafas pendek atau cepat.

k) Gejala gastrointestinal (pencernaan) terdiri dari sulit menelan, perut melilit,

ganggun pencernaan, nyeri sebelum dan setelah makan, perasaan terbakar

perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, buang air besar lembek, sukar

buang air besar (konstipasi), dan kehilangan berat badan.

l) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) terdiri dari sering buang air kecil

dan tidak dapat menahan air seni. Tidak datang bulan (tidak ada haid), darah

haid berlebihan, darah haid amat sedikit, masa haid berkepanjangan, masa

23
haid dangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid)

ejakulasi dini, dan ereksi hilang.

m) Gejala vegetatif/otonom terdiri dari mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, dan bulu-

bulu berdiri.

n) Tingkah lau (sikap) pada wawancara terdiri dari gelisah, tidak tenang, jari

gemetar, kening mengkerut, muka tegang, otot tegang/mengeras, nafas pendek

dan cepat, muka merah.

Dalam Hawari, (2016) pemberian skor masing-masing item tersebut

dilakukan dengan ketentuan :

- Skor 0 : bila tidak ditemukan gejala sama sekali

- Skor 1 : bila terdapat satu gejala dari pilihan yang ada

- Skor 2 : bila terdapat separuh dari gejala yang ada

- Skor 3 : bila terdapat lebih dari separuh gejala yang ada

- Skor 4 : bila terdapat semua gejala yang ada

Setelah dilakukan skoring terhadap masing-masing item pernyataan tersebut,

kecemasan dapat digolongkan kedalam beberapa kategori (Hawari, 2016), yaitu :

a) Skor <14 : tidak ada kecemasan

b) Skor 14-20 : kecemasan ringan

c) Skor 21-27 : kecemasan sedang

d) Skor 28-41 : kecemasan berat

e) Skor 42-56 : panik

24
6. Dampak kecemasan pasien diabetes mellitus

Dampak kecemasan menurut Novitasari (2012) terhadap sistem saraf

terjadi peningkatan sekresi kelenjar norepinefrin, sero tonin, dan gama

aminobuyric acid sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan :

a) Fisik (fisiologis), antara lain perubahan denyut jantung, suhu tubuh,

pernafasan, mual, muntah, diare, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, berat

badan menurun ekstrim, kelelahan yang luar biasa.

b) Gejala gangguan tingkah laku, antara lain aktivitas psikomotorik bertambah

atau berkurang, sikap menolak, sukar tidur, berbicara kasar, gerakan yang

aneh-aneh.

c) Gejala gangguan mental, antara lain kurang konsentrasi, pikiran meloncat-

loncat, kehilangan kemampuan persepsi, kehilangan ingatan, phobia, ilusi, dan

halusinasi.

7. Penanganan gangguan kecemasan

Jika kecemasan itu sudah sangat mengganggu dalam kehidupan sehari-hari

maka diperlukan tindakan untuk mengatasinya, meliputi :

a) Terapi humanistika

Terapi yang berfokus pada membantu klien mengidentifikasi dan menerima

dirinya yang sejati dan bukan dengan bereaksi pada kecemasan setiap kali

perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhannya yang sejati mulai muncul ke

permukaan (Suliswati, 2005).

25
b) Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka berfokus pada penggunaan obat anti cemas (anxiolytic)

dan obat-obat anti depresi seperti Diazepam, Clobazam, Bromazepam,

Lorazepam, Meprobamate, Alprazolam, Oxazolam, chlordiazepoxide HCI,

Hidroxyzine HCI (Hawari, 2016).

c) Terapi somatik

Terapi somatik dilakukan dengan memberikan obat-obatan untuk mengurangi

keluhan-keluhan fisik pada organ tubuh yang bersangkutan yang timbul sebagai

akibat dari stres, kecemasan dan depresi yang berkepanjangan (Hawari, 2016).

d) Terapi psikososial

Terapi psikososial adalah untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi

agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan

sehari-hari baik dirumah, sekolah/kampus, di tempat kerja maupun lingkungan

pergaulan sosialnya (Hawari, 2016).

e) Pendekatan keluarga

Dukungan (support) keluarga cukup efektif dalam mengurangi kecemasan

yang dirasakan (Suliswati, 2005).

f) Konseling

Konseling dapat dilakukan secara efisien dan efektif bila ada motivasi dari

kedua belah pihak, antara klien (orang yang mendapat konsultasi) dan konselor

(orang yang memberikan konsultasi) (Hawari, 2016).

26
g) Terapi psikoreligius

Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran,

pendekatan kepada Tuhan, dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan

harapan positif (Hawari, 2016).

h) Psikoterapi

Terapi dilakukan dalam sebuah group dan biasanya dipilih group terapi

dengan kondisi anggota yang satu tidak jauh beda dengan anggota yang lain

sehingga proses penyembuhan dapat berjalan lebih efektif. Dalam psikoterapi ini

dilakukan terapi pernafasan dan teknik relaksasi dengan cara terapi warna hijau

(Thompson, 2008).

C. Terapi Warna Hijau

1. Definisi terapi warna hijau

Terapi adalah sebuah label iklusif untuk semua cara dan bentuk perawatan

penyakit atau gangguan. Warna hijau didefinisikan secara obyektif atau fisik

sebagai sifat cahaya yang dipancarkan yang dapat membuat tubuh menjadi rileks,

atau secara subjektif atau psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera

penglihatan (Thompson (2008), Darmaprawira W.A (2002). Menurut Struthers

(2012) terapi warna hijau adalah teknik mengobati penyakit melalui penerapan

warna hijau, agar tubuh tetap sehat, tenang, nyaman, dan memperbaiki

ketidakseimbangan didalam tubuh sebelum hal itu menimbulkan masalah fisik

maupun mental. Menurut Thompson (2008) pemanfaatan perbedaan frekuensi

gelombang pada warna, terapi warna digolongkan sebagai elektromagnetik

27
medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromagnetik. Tanpa disadari

tubuh memiliki respon bawaan yang otomatis terhadap warna dan cahaya. Hal itu

dapat terjadi karena pada dasarnya warna merupakan unsur dari cahaya dan

cahaya adalah salah satu bentuk dari energi. Pemberian energi akan menimbulkan

efek positif. Bila diaplikasikan ke tubuh, warna memiliki karakteristik energi

tersendiri. Pemanfaatan warna tergantung permasalahan masing-masing yang

dialami seseorang karena diotak manusia ada kelenjar paniel yang bertugas

mengatur ritme hidup dari hari ke hari. Warna yang berbeda memiliki panjang

gelombang dan frekuensi yang berbeda pula. Perbedaan gelombang itulah yang

bisa mempengaruhi fungsi fisik dan psikologi manusia.

2. Manfaat dan metode terapi warna hijau

Berikut ini metode dan manfaat yang terkandung dari terapi warna hijau :

a) Menurut Thompson, (2008) dari hasil pengamatannya menyebutkan bahwa

warna-warna dapat dimanfaatkan untuk pengobatan dan menunjang proses

penyembuhan, karena dalam hal ini warna dapat memberikan suasana yang

tenang, damai, dan nyaman dalam beristirahat yaitu warna hijau yang

menimbulkan efek fisik menenangkan sistem saraf, digunakan untuk berbagai

macam masalah kesehatan berkenaan dengan organ jantung dan tekanan darah

yang tidak normal. Efek psikologis warna hijau merupakan warna

keseimbangan, sangat bermanfaat untuk kondisi-kondisi emosional pada saat

stres, emosi, dan mengalami rasa cemas yang berat.

b) Menurut Struthers (2012), kegunaan warna hijau dianggap memiliki kekuatan

untuk penyembuhan dan kemampuan untuk menenangkan dan menyegarkan

sehingga menimbulkan efek rileks pada tubuh.

28
Metode terapi warna hijau yang digunakan adalah pernafasan warna hijau dan

meditasi warna hijau. Pernafasan dalam dan terfokus membantu mengubah udara

yang kita tarik saat bernafas menjadi energi positif (Darmaprawira W.A, 2002).

Menurut Bassano (2001), meditasi yaitu melatih pikiran untuk merenungkan

sesuatu, sehingga bermanfaat untuk menenangkan pikiran dan menemukan

kedamaian jiwa.

D. Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien

Diabetes

Penelitian yang di lakukan oleh Ebrahem & Masry, (2017) yang berjudul

pengaruh terapi relaksasi terhadap depresi, kecemasan, stres, dan kualitas hidup

pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Menoufia University, Menoufia

Gubernuran dengan jumlah responden 35 responden yang tidak mengalami cemas

(14,3%), cemas ringan (22,9%), cemas sedang (57,1%). Setelah diberikan terapi

relaksasi terjadi penurunan kecemasan dimana yang tidak mengalami kecemasan

(51,4%), cemas ringan (25,7%), cemas sedang (17,1%). Dari penelitian tersebut

menunjukan bahwa terapi relaksasi berpengaruh untuk menurunkan tingkat

kecemasan, stres, depresi dan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Harini, (2013) dengan judul terapi

warna untuk mengurangi kecemasan, menyatakan bahwa terdapat perbedaan skor

kecemasan yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol setelah diberikan perlakuan terapi warna, yaitu tingkat kecemasan

kelompok eksperimen lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol, sehingga

terapi warna dapat mengurangi kecemasan. Selain itu hasil penelitian dari

Muharyani & Sijabat, (2015) dengan judul pengaruh terapi warna hijau terhadap

29
tingkat kecemasan pada ibu primigravida trimester III menunjukkan bahwa

adanya pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan ibu primigravida

trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Timbangan. Dari hasil

penelian diatas menunjukkan bahwa terapi warna hijau berpengaruh untuk

mengurangi kecemasan. Warna hijau dapat menimbulkan rasa nyaman, damai,

rileks, mengurangi stres, khawatir, cemas, menyeimbangi, dan menenangkan

emosi (Struthers, 2012). Warna hijau berefek pada sistem saraf secara

keseluruhan, terutama bermanfaat bagi sistem saraf pusat. Warna ini memiliki

efek penenang/ menenangkan gangguan emosi (Darmaprawira W.A, 2002).

30
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual penelitian adalah hubungan atau kaitan antara konsep

satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin ditelit (Setiadi, 2013).

Kerangka konsep dari penelitian ini disajikan dalam gambar 2:

Terapi Warna Hijau Kecemasan

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Kemampuan berkomunikasi
4. Sosial ekonomi
5. Kepribadian

Keterangan :
: variabel yang di teliti
: variabel yang tidak di teliti
: alur

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap


Kecemasan Pada Pasien Diabetes Mellitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik yang diamati serta mempunyai variasi nilai dan

merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris

atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2013). Dalam penelitian ini terdapat dua

variabel yaitu:

a. Variabel bebas

Variabel bebas (independent) yaitu variabel yang nilainya menentukan

variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti

menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variabel bebas biasanya

dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya dengan variabel

lain (Nursalam, 2016). Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah terapi warna

hijau.

b. Variabel terikat

Variabel terikat (dependent) adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam,

2016). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kecemasan.

3. Definisi operasional

Menurut Setiadi (2013), definisi operasional adalah unsur penelitian yang

menjelaskan bagaimana cara mengukur suatu variabel, sehingga definisi

operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti

lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional dari

variabel sangat diperlukan, terutama untuk menentukan alat atau instrumen yang

32
akan digunakan dalam pengumpulan data. Adapun definisi operasional dapat

dijelaskan secara lebih rinci dalam tabel 1 berikut.

Tabel 1
Definisi Operasional Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada
Pasien Diabetes Mellitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Skor

1 Variabel Latihan yang Prosedur - -


Independent dilakukan untuk Pelaksaan
Terapi mendapatkan rasa Terapi
warna Hijau yang nyaman tenang warna hijau
rileks, dan sumber:
memperbaiki Struthers
ketidakseimbangan (2012),
didalam tubuh. Latihan Muharyani
ini dilakukan oleh
and Sijabat
pasien untuk
(2015).
mengurangi
kecemasannya yang
dilakukan 1 kali dalam
sehari dengan durasi
10 menit selama 7
hari.

2 Variabel Kecemasan Hamilton interval 0-56


dependen: merupakan reaksi Rating
emosional yang
Kecemasan Scale for
timbul oleh
penyebab yang tidak anxiety
spesifik yang dapat (HRS-A)
menimbulkan
yang terdiri
perasaan tidak
nyaman dan merasa 14 item
terancam pernyataan.

33
4. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis adalah pendapat yang kebenarannya masih

dangkal dan perlu diuji, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya

akan dibuktikan dalam penelitian (Setiadi, 2013). Hipotesis pada penelitian ini

adalah ada pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes

mellitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018.

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre experimental karena masih

terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel

dependen dan tidak adanya variabel kontrol serta sampel tidak dipilih secara

random dengan menggunakan rancangan One-group pre-post test yaitu

rancangan penelitian yang mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara

melibatkan satu kelompok subjek (Nursalam, 2016). rancangan penelitian ini

disajikan dalam gambar 3:

Gambar 3
Rancangan Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada
Pasien Diabetes Melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Subjek Pre Test Perlakuan Post Test

R O1 X1 O2

Sumber. Metodologi Penelitian Keperawatan (Dharma, 2017)

Keterangan:
K : Subjek perlakuan (pasien diabetes melitus)
O : Pengukuran Kecemasan sebelum perlakuan
I : Intervensi (terapi warna hijau selama 10 menit)
O1 : Pengukuran Kecemasan sesudah perlakuan
B. Bagan Alur

Kecemasan

LB : Pasien Diabetes Melitus, Kecemasan, Terapi Warna Hijau

Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes melitus
di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada


Pasien Diabetes melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Populasi :
Pasien DM yang berobat di Puskesmas Abiansemal 1, berjumlah 565 orang

Teknik Sampling :
Menggunakan non-probability sampling dengan teknik purposive sampling

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Sampel :
Pasien DM yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, berjumlah 12 orang

Variabel independen Variabel dependen


Terapi Warna Hijau Kecemasan pada pasien DM

Prosedur Terapi HRS-A (Skor : 0-56)


Warna Hijau

Analisis univariat

Presentase dari jumlah pasien DM


yang mengalami kecemasan.

HRS-A (Skor : 0-56)

36
Pengolahan Data

(Analisa Bivariat)

Uji Normalitas (Uji Shapiro-Wilk)

Uji Non Parametrik Uji Parametrik

Analisa data: Analisa data:


Menggunakan uji statistik Menggunakan uji statistik komputerisasi, Uji
komputerisasi, Uji Wilcocxon Signed Paired Sample T Test
Rank Test (tingkat kepercayaan 95% p≤ 0.05)
(tingkat kepercayaan 95% p≤ 0.05)

Kesimpulan Kesimpulan

Gambar 2 Bagan Alur Kerangka Kerja

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Abiansemal I yang terletak di

Kabupaten Badung karena jumlah pasien diabetes melitus terbanyak di kawasan

Desa Abiansemal. Penelitian akan dilaksanakan dari bulan April - Mei 2018.

Adapun jadwal penelitian yang akan dilakukan dapat di lihat pada lampiran 1.

37
D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam,

2016). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus yang

berobat ke UPT. Puskesmas Abiansemal I dalam 1 bulan terakhir sebanyak 65

orang.

2. Sampel penelitian

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2016). Teknik sampling adalah

teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi (Setiadi, 2013).

Adapun kriteria inklusi dan ekslusi dari sampel yang diambil yaitu:

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2016). Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah :

1) Pasien diabetes melitus yang mengalami kecemasan

2) Pasien bersedia menjadi responden penelitian

3) Pasien diabetes melitus yang sugestibel terhadap terapi warna hijau

4) Pasien tidak memiliki gangguan pernafasan

5) Pasien dalam keadaan sehat

6) Pasien dapat berkomunikasi dengan baik

b. Kriteria eksklusi

38
Kriteria eksklusi adalah mengeliminasi subjek atau sampel yang tidak

memenuhi kriteria inklusi atau tidak layak menjadi sampel (Nursalam, 2016).

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

a) Pasien diabetes melitus yang memiliki gangguan pendengaran.

b) Pasien diabetes melitus yang sulit berkomunikasi.

c) Pasien diabetes melitus yang sebelumnya sudah bersedia menjadi responden

namun karena alasan tertentu berhalangan hadir dan berhenti ketika

mengikuti sesi dari prosedur terapi warna hijau.

3. Jumlah dan besar sampel

Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus

(Pocock, 2008) sebagai berikut:

Keterangan :

n = perkiraan besar sampel


= standar deviasi
µ2 = rerata skor pre test
µ1 = rerata skor post test
ƒ (α,β) = konstanta dilihat dilihat pada Tabel Pocock ( = 0,05, = 0,1)

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menurut Devi, Sawitri and Nurhesti,

(2008) dengan judul pengaruh terapi warna hijau terhadap stres pada lansia di

Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar didapatkan nilai µ2 = 35,3

didapatkan nilai µ1 = 27,73 dan = 5,21

39
Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka perkiraan jumlah sampel

sebanyak 10 orang untuk menghindari subjek ada yang drop out saat penelitian

maka ditambah 10 % sehingga jumlah sampel menjadi 12 orang,

4. Teknik sampling

Teknik sampling merupakan proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2016).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability

sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling adalah suatu cara

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi berdasarkan

kriteria inklusi dan ekslusi sesuai dengan yang dikehendaki oleh peneliti

(Nursalam, 2016).

40
E. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

1. Jenis data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder.

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil

pengukuran, pengamatan, survei dan lain-lain (Setiadi, 2013). Dalam penelitian

ini data diperoleh dari sampel yang akan diteliti dengan menggunakan instrumen

pengumpulan data yaitu HRS-A. Adapun data yang dikumpulkan adalah data

hasil pemeriksaan pengukuran tingkat kecemasan sebelum dan sesudah perlakuan

menggunakan HRS-A yang diberikan pada pasien diabetes melitus di UPT

Puskesmas Abiansemal I yang menjadi responden.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen yang ada pada suatu

lembaga atau orang lain (Setiadi, 2013). Data sekunder yang dikumpulkan pada

penelitian ini meliputi jumlah pasien diabetes melitus di UPT Puskesmas

Abiansemal I yang didapat dari buku register dan tercatat masih melakukan rawat

jalan ke UPT Puskesmas Abiansemal I.

2. Cara pengumpulan data

Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:

a. Melakukan pengurusan izin penelitian di Jurusan Keperawatan Poltekkes

Kemenkes Denpasar.

b. Mengurus surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke Dinas

Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali.

41
c. Mengurus surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke Kesbang

Limas Kabupaten Badung.

d. Mengurus surat permohonan izin untuk melakukan penelitian ke Dinas

Kesehatan Kabupaten Badung.

e. Pendekatan secara formal kepada Kepala UPT. Puskesmas Abiansemal I.

f. Pendekatan secara formal kepada perawat pemegang program penanganan

Penyakit Tidak Menular (PTM) di UPT. Puskesmas Abiansemal I.

g. Melakukan persamaan persepsi dengan peneliti pendamping (enumerator)

sebanyak dua orang mengenai cara pengumpulan data

h. Melakukan pemilihan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

untuk dijadikan sampel.

i. Meminta persetujuan dengan memberikan lembar persetujuan.

j. Melakukan pengukuran kecemasan dengan menggunakan Hamilton Rating

Scale for anxiety (HRS-A) sebelum diberikan perlakuan.

k. Memberikan perlakuan terapi warna hijau selama sepuluh menit dengan

mengikuti prosedur dan dilakukan sebanyak 7 kali.

l. Melakukan pengukuran kecemasan dengan menggunakan Hamilton Rating

Scale for anxiety (HRS-A) setelah diberikan terapi warna hijau.

3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam

sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini digunakan Hamilton Rating Scale for

anxiety (HRS-A) untuk mengukur kecemasan pada pasien diabetes melitus dan

Prosedur Terapi Warna Hijau berdasarkan kajian penelitian terkait oleh

(Muharyani and Sijabat, 2015). Hasil dicatatat dalam suatu lembar rekapitulasi

42
kecemasan, instrumen pengumpulan data lainnya adalah lembar prosedur

pelaksanaan terapi warna hijau. Langkah-langkah pengukuran kecemasan dan

terapi warna hijau dilakukan sesuai dengan prosedur pada lampiran 5.

Pada penelitian ini akan digunakan metode wawancara yang menggunakan

Hamilton Rating Scale for anxiety (HRS-A). Alat ukur ini telah diuji validitas dan

reliabilitas oleh Kautsar, Gustopo and Achmadi, (2015) dengan judul Uji Validitas

dan Reliabilitas Hamilton Anxiety Rating Scale Terhadap Kecemasan dan

Produktivitas Pekerja Visual Inspection PT. Widatra Bhakti. Pegujian validitas

dan reliabilitas yang dilakukan pada instrumen HRS-A menunjukkan bahwa

instrumen tersebut mampu mengungkap tingkat kecemasan terhadap produktivitas

pegawai serta konsistensi responden dalam mengisi instrumen dapat diandalkan.

Validitas instrumen HRS-A ditunjukkan dengan pada bagian Corrected Item-Total

Correlation seluruh soal memiliki nilai positif dan lebih besar dari syarat 0.05.

sedangkan reliabilitas ditunjukkan dengan nilai Cronbach’s Alpha adalah 0.793

dengan jumlah items 14 butir lebih besar dari 0.6, maka kuisioner yang digunakan

terbukti reliabel (0.793>0.6). Sehingga HRS-A dianjurkan untuk mengukur

tingkat kecemasan terhadap produktivitas pekerja. Dalam kuisioner terdiri dari

dua bagian yaitu tentang data umum mengenai karakteristik pasien diabetes

melitus. Dalam kuisioner data umum memuat tentang jenis kelamin, umur,

pendidikan dan pekerjaan. Dalam kuisioner tingkat kecemasan terdapat 14 item

pertanyaan untuk mengetahui tingkat kecemasan, dimana 14 item tersebut

meliputi : perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan

kecedasan, perasaan depresi, gejala somatik (otot), gejala somatik (sensorik),

gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital,

43
gejala autonom dan tingkah laku pada saat wawancara. Setiap pertanyaan tersebut

disertai tiga sampai sembilan jawaban, pemberian skor tergangtung dari jawaban

pasien terhadap setiap pertanyaan tersebut. Skor 0 jika tidak memilih, skor 1 jika

memilih 1 dari gejala yang ada, skor 2 jika memilih 2 sampai dengan separuh dari

gejala yang ada, skor 3 jika memilih lebih dari separuh gejala yang ada dan skor 4

jika memilih semua gejala yang ada. Jumlah skor terendah adalah 0 dan skor

tertinggi adalah 56. Masing-masing skor dari 14 pertanyaan tersebut dijumlahkan

dan hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang,

yaitu skor kurang dari 14 tidak ada kecemasan, skor 14-20 kecemasan ringan, skor

21-27 kecemasan sedang, skor 28-41 kecemasan berat, dan skor 42-56 kecemasan

berat sekali atau panik.

4. Prosedur Terapi Warna Hijau

Prosedur terapi warna hijau dibuat berdasarkan kajian penelitian terkait oleh

Muharyani & Sijabat (2015) dan diambil dari buku Struthers (2012). Prosedur

tersebut mencantumkan tahapan persiapan, tahap kerja, tahap evaluasi sebagai

pengarah terapi itu sendiri. Terapi warna hijau dilakukan dengan cara duduk

dengan posisi yang nyaman dan rileks, menarik nafas secara perlahan: tarik nafas

melalui hidung selama dua detik dengan lambat dan dalam, rasakan dengan perut

dan dada bergerak secara bersamaan menghembuskan nafas selama 10 detik

melalui bibir. Lalu pejamkan mata secara perlahan dan melepaskan seluruh

anggota tubuh dari kepala, bahu, punggung, tangan, sampai kaki secara perlahan-

lahan. Imajinasikan pemandangan hijau dan lakukan berulang selama kurang lebih

10 menit. Bila dirasakan sudah nyaman dan rileks, tetap duduk tenang dengan

44
mata masih tertutup untuk beberapa saat. Langkah terakhir buka mata secara

perlahan-lahan sambil merasakan kondisi yang rileks.

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik pengolahan data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh

data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan

menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan

(Setiadi, 2013).

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti dalam pengolahan data, yaitu:

a. Editing

Editing adalah pemeriksaan data termasuk melengkapi data-data yang belum

lengkap dan memilih data yang diperlukan (Setiadi, 2013). Pada penelitian ini

kegiatan editing yang dilakukan adalah mengumpulkan semua hasil pengukuran

kecemasan sebelum dan sesudah diberikan terapi warna hijau dan mengecek

kelengkapan lembar cek list dan melengkapi lembar cek list yang belum lengkap.

b. Coding

Coding adalah mengklasifikasikan atau mengelompokkan data sesuai dengan

klasifikasinya dengan cara memberikan kode tertentu. Kegunaan dari coding

adalah mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat

entry data (Setiadi, 2013). Data yang sudah terkumpul selanjutnya akan dilakukan

pengkodingan yaitu pada data umur. Data tingkat kecemasan : kode 1 (tidak ada

kecemasan), 2 (cemas ringan), 3 (cemas sedang), 4 (cemas berat), 5 (panik).

45
c. Processing

Setelah semua HRS-A sudah terisi penuh dan sudah melalui tahap coding,

maka langkah selanjutnya adalah memproses data yang diteliti agar dapat

dianalisis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program komputer SPSS

for Windows dalam pengolahan data responden (Hastono, 2007).

d. Cleaning

Pembersihan data dilakukan dengan melihat variabel apakah data sudah benar

atau belum. Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan

kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan

tersebut dimungkinkan terjadi pada saat meng-entry data ke komputer (Setiadi,

2013).

2. Variabel

Analisis data merupakan suatu proses atau analisa yang dilakukan secara

sistematis terhadap data yang telah dikumpulkan dengan tujuan supaya data trend

dan relationship bisa dideteksi (Nursalam, 2016).

a. Analisis univariat

Analisis univariat adalah suatu prosedur pengolahan data dengan

menggunakan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk table atau

grafik (Nursalam, 2016).

Karakteristik responden berupa jenis kelamin akan dianalisis dengan statistik

deskriptif dan disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi yang memuat

frekuensi dan persentase mengenai umur, pendidikan,pekerjaan, jenis kelamin,

status perkawinan berupa mean, median, modus dan standar deviasi.

b. Analisis bivariat

46
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis perbedaan kecemasan

sebelum dan sesudah pemberian terapi warna hijau dengan menggunakan uji

paired t-test oleh karena data yang tersedia pada kelompok sampel (data pre test

dan post test) adalah sampel kelompok berpasangan. Sebelum dilakukan uji

paired t-test, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Uji normalitas data

merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh

mengikuti distribusi teorinya. Uji normalitas data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan uji skewness. Data dikatakan berdistribusi

normal jika nilai skewness dibagi dengan standar errornya menghasilkan angka ≤

2 dan dikatakan tidak berdistribusi normal jika nilai skewness dibagi dengan

standar errornya menghasilkan angka > 2. Jika data berdistribusi normal,

dilanjutkan dengan menggunakan uji analisis paired t-test dan apabila tidak

berdistribusi normal menggunakan uji wilcoxon (dengan αlpha 0,05 atau tingkat

kepercayaan 95%) yang akan diolah dengan bantuan komputer. Jika p-value pada

kolom Sig (2-tailed) ≤ nilai alpha (0,05) maka Ho ditolak atau ada pengaruh yang

signifikan dari penelitian yang dilakukan. Jika p-value pada kolom Sig (2-tailed) >

nilai alpha (0,05) maka Ho gagal ditolak atau tidak ada pengaruh yang signifikan

dari penelitian yang dilakukan (Hastono, 2007).

G. Etika Penelitian

Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang

dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika penelitian. Hal ini dilaksanakan agar peneliti tidak melanggar hak-hak

(otonomi) manusia yang menjadi subjek penelitian (Nursalam, 2016).

47
1. Informed cocent

Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada responden. Responden

yang bersedia menjadi subjek penelitian ini bersifat sukarela.

2. Autonomy/menghormati harkat dan martabat manusia

Autonomy berarti responden memiliki kebebasan untuk memilih rencana

kehidupan dan cara bermoral mereka sendiri (Potter & Perry, 2005). Peneliti

memberikan responden kebebasan untuk memilih ingin menjadi responden atau

tidak. Peneliti tidak memaksa calon responden yang tidak bersedia menjadi

responden. Calon responden yang tidak bersedia menjadi responen tetap akan

diberikan pelayanan dari puskesmas

3. Confidentiality/kerahasiaan

Kerahasiaan adalah prinsip etika dasar yang menjamin kemandirian klien

(Potter & Perry, 2005). Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya (Hidayat, 2007). Kerahasian responden dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara memberikan kode reponden dan inisial bukan nama asli responden.

4. Justice/keadilan

Justice berarti bahwa dalam melakukan sesuatu pada responden, peneliti tidak

boleh mebeda-bedakan responden berdasarkan suku, agama, ras, status, sosial

ekonomi, politik ataupun atribut lainnya dan harus adil dan merata (Hidayat,

2007). Peneliti menyamankan setiap perlakuan yang diberikan kepada setiap

responden tanpa memandang suku, agama, ras dan status sosial ekonomi.

48
5. Beneficience dan non maleficience

Berprinsip pada aspek manfaat, maka segala bentuk penelitian diharapkan

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia (Hidayat, 2007). Penelitan

keperawatan mayoritas menggunakan populasi dan sampel manusia oleh karena

itu sangat berisiko terjadi kerugian fisik dan psikis terhadap subjek penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh perawat hendaknya tidak mengandung unsur

bahaya atau merugikan pasien sampai mengancam jiwa pasien (Wasis, 2008).

Penelitian ini memberikan manfaat rileks, kenyaman dan tenang pada klien yang

mengalami kecemasan serta dapat mencegah terjadinya gangguan psikologis pada

pasien diabetes melitus serta meningkatkan rasa percaya diri dan semangat hidup.

Penelitian ini juga tidak berbahaya karena responden hanya akan diberikan terapi

warna hijau untuk merilekskan tubuh.

49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kondisi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT. Puskesmas Abiansemal 1 yang merupakan

puskesmas yang pertama kali dibangun di Kecamatan Abiansemal pada tahun

1973, yang terletak di Banjar Delod Pasar Desa Blahkiuh, Kecamatan

Abiansemal, KabupatenBadung, sekitar 5 km dari Ibu Kota Mangupura. Pada

tahun 2014 dengan pengembangan pembangunan Puskesmas Abiansemal IV,

maka wilayah kerja di bagi menjadi dua. Batas wilayah kerja UPT.Puskesmas

Abiansemal I per tahun 2014 adalah batas utara Desa Carangsari, batas timur Desa

Selat, Desa Punggul, Desa Bongkasa, batas selatan Desa Mambal, batas barat

Desa Penarungan, Desa Baha.Luaswilayah kerja seluruhnya: 17,04 km2,

Jumlahpenduduk seluruhnya : 25.689 jiwa, Jumlah KK s/d 2017 :7054,

matapencahariaan penduduk sekitar adalah sebagai petani, dagang, industry

rumahtangga, PNS,Pekerjaswasta, Polri.

Jumlah tenaga kerja yang ada di UPT. Puskesmas Abiansemal 1 sebanyak 178

yaitu Kepala Puskesmas, S1 Keperawatan / Ka.Sub.Bag.Tu, dokter umum (PNS,

PTT), Dokter tenaga peningkatan, dokter gigi, perawat yang bekerja baik PNS

maupun PTT serta perawat tenaga peningkata, SPR, perawat gigi, , Asisten

Apoteker yang bekerja baik sudah PNS maupun peningkatan, Analisa Lab serta

tenaga peningkatan Analisa lab, Ahli gizi serta tenaga peningkatan ahli gizi,

Sarjana Kesehatan Masyarakat, KesehatanLingkungan / Sanitasrian, Keterapian


Fisik, Tenaga Non Kesehatan / SMA, Tenaga Non Kesehatan / SMEA, Pekarya,

Tenaga Sopir yang bekerja, baik yang sudah PNS maupun peningkatan

(pelayanan dan KBS), Tenaga Satpam, Tenaga PPTI, tenaga CS, Tenaga Operator

KBS, Tenaga KPA, Tenaga Rekam Medis, Jumantik berjumlah 38 orang, LKB

( VCT ) dan Tenaga Rontgen.

Upaya kesehatan yang diselenggarakan di UPT. Puskesmas Abiansemal I

mengacu pada Permenkes No. 75 Tahun 2014 dan SK Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Badung No 88 Tahun 2015 yaitu Pelayanan Promosi Kesehatan

termasuk UKS, , Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit,

Pelayanankeperawatankesehatanmasyarakat. Selain itu adapun upaya kesehatan

masyarakat pengembangan membawahi upaya pengembangan yang dilakukan

Puskesmas seperti Pelayanan Kesehatan Jiwa, Pelayanan KesehatanGigi

Masyarakat, Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer, Pelayanan Rawat

Inap untuk Puskesmas yang menyediakan Pelayanan Rawat Inap, Pelayanan

Kefarmasian, Pelayanan Laboratorium serta Jaringan Pelayanan Puskesmas dan

jejaring fasilatas Pelayanan kesehatan seperti Puskesmas Pembantu,

PuskesmasKeliling, Bidan Desa serta Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

meliputi Praktek Swasta tenaga kesehatan.

Jumlah kasus terbanyak adalah Hipertensi dengan jumlah 1.012 kasus

sepanjang tahun 2017 . Kemudian menurut catatan buku register di UPT

Puskesmas Abiansemal I kasus diabetes melitus rata-rata 65 kasus setiap bulan

dengan jumlah kunjungan pasien diabetes melitus di UPT Puskesmas Abiansemal

I pada tahun 2017 sebanyak 565 orang.

51
2. Karakteristik subjek penelitian

Karakteristik subjek penelitian meliputi : usia, jenis kelamin, pendidikan, dan

pekerjaan yang disajikan dalam tabel 3,4,5,6. Karakteristik subjek penelitian

semuanya dalam status kawin.

a. Usia

Karekteristik usia subjek penelitian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan

teori perkembangan. Santrock (2006) mengemukakan teori perkembangan yaitu

usia dewasa awal (20–30) tahun, dewasa madya (31-59) tahun, dewasa akhir ≥ 60

tahun. Dalam penelitian ini usia 20-30 tidak ditemukan. Subjek penelitian

berdasarkan usia selengkapnya disajikan dalam tabel 3.

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia di
UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Usia (Tahun) f %
31-59 8 66,6
≥60 4 33,4
Total 12 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa usia subjek penelitian yang terbanyak pada

rentang usia 31-59 tahun yaitu sebanyak 8 orang (66,6 %).

b. Jenis kelamin

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin selengkapnya

disajikan dalam tabel 4.

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Jenis Kelamin f %
Laki - laki 4 33,3
Perempuan 8 66,7
Total 12 100

52
Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kelamin pada subjek penelitian yang lebih
banyak adalah perempuan sebanyak 8 orang (66,7%).

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan dikategorikan berdasarkan Undang – Undang Sistem

Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 yang membagi jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pendidikan selengkapnya disajikan

dalam tabel 5.

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di
UPT Puskesmas Abiasemal I Tahun 2018

Penddiikan f %
Dasar 8 58,3
Menengah 2 25,0
Tinggi 2 16,7
Total 12 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian berpendidikan

dasar yaitu sebanyak 7 orang (58,3%).

d. Pekerjaan

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pekerjaan selengkapnya disajikan

dalam tabel 6.

53
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan di
UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Penddiikan f %
Pensiunan 1 8,3
Pegawai Swasta 1 8,3
Petani 1 8,3
Buruh 3 25,0
Wiraswasta 4 33,3
Tidak Bekerja 2 16,7
Total 12 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian bekerja sebagai

wiraswasta yaitu sebanyak 4 orang (33,3 %).

3. Hasil pengamatan terhadap objek penelitian berdasarkan variabel

penelitian

a. Kecemasan pada pasien diabetes melitus

Hasil pengamatan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus sebelum dan

sesudah diberikan terapi warna hijau, disajikan dalam tabel 7.

Tabel 6
Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Warna Hijau di
UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Kode Skor Kecemasan Skor Kecemasan


Resp Pre Post
001 23 22
002 24 22
003 18 17
004 19 18
005 26 25
006 25 25
007 25 24
008 27 26
009 24 23
010 19 20
011 24 23
012 22 22

54
Tabel 7 menunjukkan tingkat kecemasan terendah sebelum perlakuan adalah

18 dan tertinggi 27. Sedangkan tingkat kecemasan terendah setelah perlakuan

adalah 17 dan tertinggi 26.

4. Hasil analisis data

a. Kecemasan pada pasien diabetes melitus sebelum diberikan terapi warna hijau

Kecemasan diukur menggunakan Hamilton Rating Scale for anxiety (HRS-A)

yang sudah dibakukan. (Hawari, 2016) mengemukakan kecemasan dapat

digolongkan kedalam beberapa kategori yaitu sebagai berikut : tidak ada

kecemasan (0-14), kecemasan ringan bila rentang skor (14-20), kecemasan sedang

bila rentang skor (21-27), kecemasan berat bila rentang skor (28-41), panik bila

rentang skor (42-56). Dalam penelitian tidak ditemukan kecemasan berat dan

panik sehingga hanya diuraikan kecemasan ringan dan sedang. Hasil penelitian

disajikan dalam tabel 8.

Tabel 7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Sebelum
Diberikan Perlakuan Terapi Warna Hijau di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018

Tingkat Kecemasan f %
Ringan 3 25,0
Sedang 9 75,0
Total 12 100

Tabel 8 menunjukkan tingkat kecemasan sebelum diberikan perlakuan

terapi warna hijau pada subjek penelitian sebagian besar berada pada kategori

kecemasan sedang yaitu sebanyak 9 orang (75,0%).

b. Kecemasan pada pasien diabetes melitus setelah diberikan terapi warna hijau

55
Dalam penelitian tidak ditemukan kecemasan berat dan panik sehingga hanya

diuraikan kecemasan ringan dan sedang. Hasil penelitian disajikan dalam tabel 9.

Tabel 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Setelah
Diberikan Perlakuan Terapi Warna Hijau di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018

Tingkat Kecemasan f %
Ringan 5 41,7
Sedang 7 58,3
Total 12 100

Tabel 9 menunjukkan tingkat kecemasan setelah diberikan perlakuan terapi warna

hijau pada subjek penelitian sebagian besar berada pada kategori kecemasan

sedang yaitu sebanyak 7 orang (58,3%).

5. Uji normalitas data

Uji normalitas data perlu dilakukan sebelum pengujian hipotesis dan untuk

mengetahui teknik uji hipotesis yang digunakan. (Sugiono, 2013) mengemukakan

uji normalitas perlu dilakukan untuk mengetahui sebaran data apakah variabel

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data ini menggunakan uji

normalitas Shapiro-Wilk karena subjek penelitian kurang dari 50. Data dikatakan

berdistribusi normal jika nilai signifikan > 0,05 (Riadi, 2016). Hasil uji normalitas

data tingkat kecemasn sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terapi warna

hijau disajikan dalam tabel 10.

56
Tabel 9
Hasil Uji Normalitas Data Tingkat Kecemasan Pasien Diabetes Melitus
Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan Terapi Warna Hijau
di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Skor Kecemasan Shapiro Wilk

n p

sebelum melakukan terapi 12 0,037


warna hijau

sesudah melakukan terapi 12 0,040


warna hijau

Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas sebaran pada variabel

kecemasan sebelum diberikan terapi warna hijau didapat p = 0,037 hasil tersebut

lebih kecil dari p = 0,05 berarti data berdistribusi tidak normal. Hasil uji

normalitas pada variabel kecemasan sesudah diberikan perlakuan terapi warna

hijau didapat p = 0,040 hasil tersebut lebih kecil dari p = 0,05 berarti variabel

kecemasan sesudah diberikan perlakuan terapi warna hijau juga berdistribusi

tidak normal.

6. Analisis data

Hasil uji hipotesis ditentukan dari tingkat signifikansi atau nilai p yang dipilih

oleh peneliti, jika memilih singnifikansi 0,05 maka hipotesis akan diterima apabila

nilai p ≤ 0,05 (Heavey, 2015). Teknik uji hipotesis yang digunakan adalah uji

statistic nonparametrik yaitu uji Wilcoxon Signed Ranks Test. Uji Wilcoxon

Signed Ranks Test digunakan untuk menguji beda mean dua hasil pengukuran

pada dua kelompok data yang berpasangan (Riadi, 2016). Interpretasi hasil dari

uji Wilcoxon bila nilai signifikan p< 0,05 artinya ada perbedaan bermakna

57
diantara dua hasil pengukuran pada kelompok data tersebut (Dahlan, 2016). Hasil

analisis dengan uji Wilcoxon Signed Ranks Test, disajikan dalam tabel 11.

Table 10
Hasil Analisis Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada
Pasien Diabetes Melitus di UPT Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

Variabel n SD Mean Pvalue


(minimum-maksimum)
Pengaruh terapi warna 12 2,92 (18-27) 23,00
hijau sebelum perlakuan
0,013
Pengaruh terapi warna 12 2,76 (17-26) 22,25
hijau sesudah perlakuan

Tabel 11 menunjukkan hasil uji hipotesis menggunakan uji Wilcoxon Signed

Ranks Test diperoleh p = 0,013 lebih kecil dari p = 0,05 berarti hipotesis diterima.

Artinya ada pengaruh yang signifikan terapi warna hijau terhadap kecemasan pada

pasien diabetes melitus di UPT Puskesmas Abiansemal I tahun 2018, bahwa terapi

warna hijau dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.

B. Pembahasan Penelitian

1. Kecemasan sebelum diberikan perlakuan terapi warna hijau

Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh tingkat kecemasan sebelum

diberikan terapi warna hijau pada subjek penelitian sebagian besar pasien diabetes

melitus berada pada kategori kecemasan sedang, yaitu 9 orang (75,0%). Hasil

penelitian yang didapat sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ebrahem

and Masry, (2017) dengan judul pengaruh terapi relaksasi terhadap depresi,

kecemasan, stres, dan kualitas hidup pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit

Menoufia University, Menoufia Gubernuran. Penelitian ini menggunakan desain

pra eksperimen dengan pendekatan one group pretest-posttest dengan jumlah

58
subjek penelitian sebanyak 70 orang. Hasil penelitian menemukan bahwa

sebagian besar subjek penelitian yaitu 67 orang (57,1%) memiliki tingkat cemas

sedang. Menurut penelitian Hidajat dan Siregar (2017) di Puskesmas Gambir

Jakarta Pusat yang berjudul Faktor yang Berperan Terhadap Depresi, Kecemasan

dan Stress pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan jumlah sampel 5 orang

pasien diabetes melitus memperoleh hasil bahwa peran aspek kognitif, lama sakit,

ciri kepribadian, dan faktor ekonomi cukup mempengaruhi depresi, kecemasan

dan stress pada pasien diabetes melitus.

Namun penelitian lain ada yang tidak sesuai dengan hasil penelitian ini,

menurut penelitian yang dilakukan Murdiningsih (2016) mengenai Pengaruh

Kecemasan Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus, jenis

penelitian kuantitatif mendapatkan hasil pada lansia sehat tahun 2015 (n=76) dan

tahun 2016 (n=43). Hasil yang didapatkan pada tahun 2016 bahwa 45% (n=24)

pasien diabetes melitus yang tidak mengalami kecemasan.

Menurut penelitian yang dilakukan Rostami (2016) di Iran yang berjudul

Effect of Group Training on Depression and Anxiety among Patients with Type

Diabetes: a Randomized Clinical Trial dengan jumlah sampel 74 pasien diabetes

melitus tipe 1 dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Penelitian ini menemukan yang sebagian besar pasien mengalami cemas sedang

(50,0%) sebelum diberikan intervensi.

Pendapat peneliti bahwa sebagian besar pasien diabetes melitus di UPT

Puskesmas Abiansemal I mengalami kecemasan sedang, hal ini disebabkan karena

banyak pasien diabetes melitus yang mengalami komplikasi seperti diabetic foot,

stroke ringan dan katarak penanganan yang diberikan di puskesmas dengan

59
memberi obat golongan antidiabetes untuk mengontrol glukosa darah, penanganan

tersebut belum sepenuhnya dapat mengatasi masalah pasien diabetes melitus

karena belum adanya intervensi khusus untuk menangani gangguan psikologis

yang dialami pasien diabetes melitus. Apabila tidak ditangani akan

mengakibatkan kecemasan hingga depresi pada pasien sehingga manajemen

perawatan diri menjadi buruk. Pendapat ini didukung oleh pasien diabetes melitus

yang disertai komplikasi memiliki resiko lebih tinggi mengalami kecemasan.

Lubis (2016) mengemukakan terdiagnosis penyakit kronis seperti diabetes

yang sulit disembuhkan pasien akan merasa terkejut kemudian cemas berlebihan,

hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri (self-esteem) hingga

mengakibatkan depresi. Novitasari, (2012) mengemukakan diabetes melitus

menjadi penyakit endokrin yang paling sering dihubungkan dengan kecemasan.

Penyakit diabetes melitus dapat mempengaruhi keseimbangan sistem monoamine

di otak ini adalah suatu sistem yang mengatur kerja neurotransmitter di otak yang

bernama dopamine, serotonin dan norephinephrine. Ketidakseimbangan serotonin

dalam otak inilah yang dapat membuat pasien diabetes melitus rentan terhadap

cemas hingga depresi. Pasien diabetes melitus mengalami berbagai perubahan

dalam hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, dan kontrol gula

darah yang harus dilakukan sepanjang hidupnya. Perubahan dalam hidup yang

mendadak tersebut membuat pasien diabetes melitus menunjukan beberapa reaksi

psikologis yang negatif diantaranya adalah marah, merasa tidak berguna,

kecemasan yang meningkat, dan depresi (Barnard, 2011).

60
2. Kecemasan setelah dilakukan perlakuan terapi warna hijau

Hasil penelitian yang diperoleh dari 12 subjek penelitian setelah diberikan

perlakuan terapi warna hijau sebagian besar pasien diabetes melitus mengalami

cemas sedang yaitu 7 orang (58,3%) dan depresi ringan sejumlah 5 orang

(41,7%). Berarti adanya peningkatan jumlah yang ringan dan penurunan jumlah

yang sedang.

Penelitian yang sesuai yaitu penelitian yang dilakukan oleh Harini (2013)

menyatakan bahwa dengan melakukan terapi warna hijau dapat menurunkan

tingkat kecemasan pada mahasiswa semester akhir. Penelitian lainnya yang

sejalan adalah hasil penelitian Muharyani and Sijabat, (2015) yang menyatakan

bahwa terapi warna hijau dapat mempengaruhi kondisi psikososial ibu

primigravida trimester III seperti menurunkan tingkat kecemasan.

Menurut penelitian yang dilakukan Rostami (2016) di Iran yang berjudul

Effect of Group Training on Depression and Anxiety among Patients with Type

Diabetes: a Randomized Clinical Trial dengan jumlah sampel 74 pasien diabetes

melitus tipe 1 dibagi menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, setelah

intervensi diperoleh hasil yang signifikan (p=0,002) bahwa Group Training dapat

menurunkan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.

Peneliti sependapat bahwa pemberian terapi ini berdampak pada kecemasan.

Pendapat peneliti didukung oleh Kartika et al., (2016) bahwa banyak jenis

medikasi yang efektif untuk mengobati gangguan kecemasan namun banyak

percobaan dan kegagalan sebelum menemukan kombinasi dosis yang tepat untuk

mengatasi kecemasan sehingga dari beberapa penelitian menemukan bahwa

kombinasi psikoterapi dengan medikasi lebih efektif diberikan untuk gangguan

61
kecemasan pada pasien diabetes melitus. Kemudian sekarang tergantung situasi di

tempat tinggal pasien, psikoterapi dapat dilakukan secara individual maupun

berkelompok dengan sesama penderita diabetes melitus. Sebenarnya diabetes

melitus dengan ganguan psikososial memiliki hubungan timbal balik karena

seperempat dari penderita diabetes di dunia pernah mengalami stress, kecemasan

ataupun depresi selama hidupnya (Clay,2017). Menurut American Diabetes

Association (2017) bahwa pengkajian terhadap kesehatan mental sangat penting

direkomendasikan untuk pasien diabetes melitus karena akan mempermudah

pemberian psikoterapi sehingga kesehatan mental dapat ditingkatkan.

Terapi warna hijau yang dilakukan dalam penelitian ini dapat menurunkan

tingkat kecemasan pasien diabetes melitus namun rata-rata tingkat kecemasan

pasien diabetes melitus masih dalam kategori cemas sedang dan ringan. Tingkat

kecemasan pada hasil penelitian ini dikuatkan oleh teori Baji et al., (2014) bahwa

perolehan skor kecemasan digolongkan kedalam kategori sebagai berikut: (1) 0-

14: tidak ada gejala kecemasan, (2) 14-20: kecemasan ringan, (3) 21-27:

kecemasan sedang, (4) 28-41: kecemasan berat, (5) 42-56 : panik.

3. Pengaruh terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes

melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal 1

Hasil uji hipotesis menunjukkan ada pengaruh yang signifikan saat diberikan

perlakuan terapi warna hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus di

UPT Puskesmas Abiansemal I tahun 2018, dengan p =0,013 (p < 0,05). Peneliti

belum menemukan penelitian lain yang sama persis dengan subjek pasien diabetes

melitus namun peneliti menemukan penelitian yang serumpun, yang dilakukan

oleh Muharyani and Sijabat, (2015) dengan judul Pengaruh Terapi Warna Hijau

62
Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Primigravida Trisemeter III. Penelitian ini

menggunakan desain pra eksperimen dengan pendekatan one group pretest-

posttest dengan responden sebanyak 15 orang dengan kecemasan lalu diberikan

terapi warna hijau didapatkan hasil kecemasan dengan nilai 0,001 < p = 0,05.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi warna hijau terhadap

kecemasan pada ibu primigravida trimester III.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ebrahem and Masry, (2017) dengan

judul Effect Of Relaxation Therapy On Depession, Anxiety, Stress And Quality Of

Life Among Diabetic Patients dengan responden sebanyak 70 orang dengan p =

0,001 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi warna

hijau terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus. Terapi warna hijau dapat

dilakukan pasien untuk merilekskan tubuh untuk meningkatkan rasa percaya diri

agar lebih baik dari sebelumnya dalam perawatan diri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dari Thompson (2008) menyatakan

terapi warna hijau telah terbukti efektif dalam mengatasi kecemasan, kemarahan,

perasaan tersinggung, dan ansietas interpersonal, terutama ketika timbul gejala

karena lingkungan yang tidak adil. Dengan pasien melakukan terapi warna hijau

secara rutin, pasien mulai sadar terhadap hak pasien untuk relaks, dan bisa

meluangkan waktu untuk diri pasien sehingga dapat manajemen perawatan diri

pasien.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang ditunjukkan, terapi warna hijau

dapat berpengaruh karena mampu memberikan efek rileks pada tubuh. maka

peneliti sependapat bahwa masyarakat yang menderita diabetes melitus haruslah

diberikan intervensi di bidang psikologis untuk mencegah gangguan psikologis

63
seperti kecemasan salah satunya dengan memberikan atau mengajarkan terapi

warna hijau. Selain mudah dilakukan terapi warna hijau bisa dilakukan oleh siapa

saja dan kapan saja sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri pada pasien

diabetes melitus.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki kekurangan karena peneliti hanya menggunakan

rancangan penelitian pra-eksperimental dengan jumlah sampel 12 orang kemudian

jenis penelitian yang digunakan adalah one-group pra-post test design sehingga

tidak ada variabel kontrol yang digunakan.

64
BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat diuraikan simpulan sebagai


berikut :

1. Tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus sebelum diberikan Terapi

Warna Hijau menunjukkan sebagian besar pasien diabetes melitus

mengalami kecemasan sedang sejumlah 9 orang (75,0%).

2. Tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus sesudah diberikan Terapi

Warna Hijau menunjukkan sebagian besar pasien diabetes melitus yang

mengalami kecemasan sedang sejumlah 7 orang (58,3%).

3. Ada pengaruh yang signifikan (p=0,013) Terapi Warna Hijau terhadap

kecemasan pada pasien diabetes melitus di UPT Puskesmas Abiansemal I

Tahun 2018.

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai

berikut.

1. Bagi Tenaga Keperawatan di Puskesmas Abiansemal I

Hasil penelitian ini sebaiknya dapat dijadikan dasar pemberian terapi warna

hijau pada pasien diabetes melitus serta dapat ditambahkan ke dalam kegiatan

yang dilakukan pada pelayanan kesehatan pasien dengan gangguan kecemasan

khususnya pasien diabetes melitus yang diadakan setiap bulan di UPT Puskesmas

Abiansemal I. Juga bisa dijadikan sebagai informasi dalam menangani kecemasan


pada pasien diabetes melitus yang menjalani perawatan agar diberikan psikoterapi

dan psikoedukasi untuk menjadikan alternatif dalam implementasi keperawatan

tentang masalah psikososial bagi pasien diabetes melitus.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian

dengan menambah variable dan sampel dalam ruang lingkup yang sama dan

terhadap masalah psikososial lainnya.

66
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (2017b) ‘Standards of Medical care in diabetes -


2017’, The Journal of Clinical and Applied Research and Education,
40(January), pp. 1–142. doi: 10.2337/dc16-S003.

Baji, L. et al. (2014) ‘Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Perubahan


Tingkat Kecemasan Pasien Diabetes Melitus Di Rsud’. Available at:
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/2335/1/SKRIPSI NIRWANA.pdf.

Barnard, N. D. (2011) Hidup Bebas Diabetes. Bandung: Penerbit Qanita.

Bassano, M. (2001) Healing with music and colour. Edisi bahasa Indonesia, terapi
musik dan warna. Bahasa Ind. Yogyakarta: Rumpun.

Darmaprawira W.A, S. (2002) Warna: Teori dan Kreativitas Penggunaannya. ke


2. Bandung: ITB.

Devi, p s, Sawitri, k a and Nurhesti, Y. p o (2008) ‘Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Stress Pada Lansia’.

Donsu, J. D. T. (2017) PSIKOLOGI KEPERAWATAN. Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.

Ebrahem, S. M. and Masry, S. E. (2017) ‘Effect of relaxation therapy on


depression, anxiety, stress and quality of life among diabetic patients’,
Clinical Nursing Studies.

Harini, N. (2013) ‘Terapi Warna Untuk Mengurangi Kecemasan’.

Hastono, S. . (2007) Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia.

Hawari, D. (2016) MANAJEMEN STRES CEMAS DAN DEPRESI. Edisi II.


Jakarta: FKUI.

Hidayat, A. . (2007) Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Selemba Medika.

International Diabetes Federation (2017) IDF Diabetes Atlas Eighth edition


2017, Isbn. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

Kartika, U. et al. (2016) ‘Pengaruh Shalat Dalam Menurunkan Tingkat Ansietas


Dan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2’, jurnal
of nursing and health (JNH).
Kautsar, F., Gustopo, D. and Achmadi, F. (2015) ‘Uji Validitas dan Reliabilitas
Hamilton Anxiety Rating Scale Terhadap Kecemasan dan Produktivitas
Pekerja Visual Inspection PT . Widatra Bhakti’, pp. 588–592.

Kementerian Kesehatan RI (2013) ‘Buletin Data dan Jendela Informasi Kesehatan


Penyakit Tidak Menular’.

Kurniali, P. C. (2013) Hidup Bersama Diabetes Mengaktifkan Kekuatan


Kecerdasan Ragawi Untuk Mengontrol Diabetes dan Komplikasinya.
Jakarta: PT Gramedia.

Muharyani, P. W. and Sijabat, A. K. (2015) ‘Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Primigravida Trisemester III’.

Nevid, N. & (2005) Psikologi Abnormal. jilid 2. Edited by W. C. K. Ratri Medya.


Jakarta: PT Erlangga.

Novitasari, R. (2012) DIABETES MELLITUS (Dilengkapi dengan Senam DM).


Yogyakarta: Nuha Medika.

Nursalam (2016) Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu


Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Keperawatan.
Jakarta: Selemba Medika.

PERKENI (2015) Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia 2015, Perkeni. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

Pocock, S. . (2008) Clinical Trials, A Practical Approach. New York: Wiley


Medical Publication.

Potter, Patricia A & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan.


4th edn. Jakarta: EGC.

Price, A. S., W. M. L. (2006) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Priyoto (2015) Perubahan dalam Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Santrock (2006) Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5.


Jakarta: Erlangga.

Setiadi (2013) Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Smeltzer,C.Suzanne & Bare, G. B. (2013) Buku Ajar Keperawatan Medical


Bedah Brunner dan Suddarth. 8th edn. Edited by Monica Ester. Jakarta:
EGC.

68
Struthers, J. (2012) TERAPI WARNA ; cara praktis menggunakan warna untuk
menyembuhkan dan meningkatkan kualitas hidup. Yogyakarta: Kanisius.

Stuart, G. W. (2014) Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th edn. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. (2016) Prinsip dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.


Indonesia. Jakarta: Elsevier.

Suliswati, D. (2005) Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. I. Jakarta: EGC.

Susetya, W. (2012) Fungsi-Fungsi Terapi Psikologis dan Medis di Balik Puasa


Senin-Kamis. Jakarta: Diva Press.

Suyono, D. (2015) PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS TERPADU.


Edited by D. Soegondo Sidartawan.

Thompson, A. W. & G. (2008) TERAPI WARNA. Jakarta.

Wasis (2008) Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.

World Health Organization (2016) ‘Global Report on Diabetes’, Isbn, 978, p. 88.
doi: ISBN 978 92 4 156525 7.

LAMPIRAN

69
Lampiran 1

Jadwal Kegiatan Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus
di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018

No Kegiatan Waktu
Feb Mar Apr Mei
2018 2018 2018 2018
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan proposal
2 Seminar proposal
3 Revisi proposal
4 Pengurusan izin
penelitian
5 Pengumpulan data
6 Pengolahan data
7 Analisis data
8 Penyusunan laporan
9 Sidang hasil penelitian
10 Revisi laporan
11 Pengumpulan skripsi
Lampiran 2

Realisasi Anggaran Biaya Penelitian Pengaruh Terapi Warna Hijau


Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus
di UPT. Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018
Alokasi dana yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

No. Kegiatan Rencana Biaya


1. Tahap Persiapan
a. Penyusunan Proposal
Print hitam putih 500 X Rp 300,00 Rp 300.000,00
b. Penggandaan Proposal
Fotocopy 50 X Rp 300,00 X 4 Rp 75.000,00
Print Warna 4 X Rp 2500,00 Rp 10.000,00
MAP 5 X Rp 2500,00 Rp 12.500,00
c. Seminar Proposal Rp 75.000,00
d. Revisi Proposal
Print hitam putih 50 X Rp 300,00 X 5 Rp 60.000,00
Jilid 5 X Rp 20.000,00 Rp 100.000,00
Kertas Logo 4 X Rp 6000,00 Rp 24.000,00
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengurusan Izin Penelitian Rp 300.000,00
b. Penggandaan Lembar observasi, Lembar
permohonan subjek penelitian dan
Lembar persetujuan subjek penelitian
Fotocopy 40 X Rp 300,00 X 7 Rp 84.000,00
Fotocopy 40 X Rp 300,00 X 1 Rp 12.000,00
Fotocopy 40 X Rp 300,00 X 1 Rp 12.000,00
c. Transportasi dan Akomodasi
BBM 20 X Rp. 20.000,00 Rp 400.000,00
d. Pengganti waktu kerja
12 x 100.000,00 Rp 1.200.000,00
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan Laporan
Print hitam putih 100 X Rp 300,00 Rp 300.000,00
Print warna 4 X Rp 2500,00 Rp 10.000,00
Materai 2 X Rp 6500,00 Rp 13.000,00
b. Penggandaan Laporan
Fotocopy 100 X Rp 300,00 X 5 Rp 150.000,00
c. Revisi Laporan
Print hitam putih 100 X Rp 300,00 X 3 Rp 90.000,00
Jilid 3 X Rp 30.000,00 Rp 90.000,00
Jumlah Rp 3.317.500,00
Lampiran 3

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth: Saudara Calon Responden

Di UPT. Puskesmas Abiansemal I

Dengan hormat,

Saya mahasiswa D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar

semester VIII bermaksud akan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi

Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT.

Puskesmas Abiansemal I Tahun 2018”, sebagai persyaratan untuk menyelesaikan

program studi D-IV Keperawatan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kecemasan pada pasien

Diabetes Melitus di UPT. Puskesmas Abiansemal I tahun 2018, untuk tujuan

tersebut peneliti mohon kesediaan saudara untuk menjadi responden yang

merupakan sumber informasi bagi peneliti.

Demikianlah permohonan ini peneliti sampaikan dan atas perhatiannya,

peneliti ucapkan terimakasih.

Denpasar,..............................2018

Peneliti
Lampiran 4
Persetujuan Menjadi Responden
Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Sebagai Peserta Penelitian

Yang terhormat Bapak/ Ibu, Kami meminta kesediannya untuk berpartisipasi

dalam penelitian ini. Keikutsertaan dari penelitian ini bersifat sukarela/tidak

memaksa. Mohon untuk dibaca penjelasan dibawah dengan seksama dan

disilahkan bertanya bila ada yang belum dimengerti.

Judul Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada


Pasien Diabetes Melitus di UPT Puskesmas Abiansemal I
Tahun 2018
Peneliti Utama Ni Putu Soniya Darmayanti
Institusi Poltekkes Kemenkes Denpasar
Peneliti Lain Ni Luh Suci Novi Ariani
Made Wahyu Riantini
Ayu Indah Agustini
Pande Putu Setianingsih
Lokasi Penelitian UPT. Pusekesmas Abiansemal 1
Sumber pendanaan Swadana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi warna hijau

terhadap kecemasan pada pasien diabetes melitus jumlah peserta sebanyak 17

orang dengan syaratnya yaitu kriteria inklusi berupa pasien diabetes mellitus yang

mengalami kecemasan, pasien bersedia menjadi responden penelitian, pasien tidak

buta warna, pasien tidak memiliki gangguan pernafasan, pasien dalam keadaan

sehat, pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan kriteria eksklusi berupa pasien

diabetes melitus yang tidak mengalami kecemasan,


pasien diabetes melitus yang tidak bersedia sebagai responden penelitian, pasien

dengan buta warna, pasien yang memiliki gangguan pernafasan, pasien dalam

keadaan sakit, pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Peserta akan

diberikan terapi warna hijau sehingga dapat mengurangi kecemasan dan membuat

peserta rileks, kegiatan akan dilakukan selama 10 menit. Kegiatan ini akan

dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan.

Kepesertaan dalam penelitian ini tidak secara langsung memberikan manfaat

kepada peserta penelitian oleh karena itu perlu dilakukan lebih dari satu kali.

Kegiatan ini juga tidak berbahaya karena responden hanya akan diberikan terapi

warna hijau yang dapat merilekskan, menenangkan dan membuat pasien merasa

nyaman. Bagi peserta akan mengetahui apakah mengalami kecemasan atau tidak

serta dapat mencegah terjadinya kecemasan serta meningkatkan rasa percaya diri

dan semangat hidup.

Atas kesedian berpartisipasi dalam penelitian ini maka akan diberikan

imbalan sebagai pengganti waktu yang diluangkan untuk penelitian ini.

Kompensasi lain yaitu peneliti akan memberikan insentif serta snack selama

mengikuti kegiatan. Peneliti menjamin kerahasiaan semua data peserta penelitian

ini dengan menyimpannya dengan baik dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

Kepesertaan Bapak/Ibu pada penelitian ini bersifat sukarela. Bapak/Ibu dapat

menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan pada penelitian atau

menghentikan kepesertaan dari penelitian kapan saja tanpa ada sanksi. Keputusan

Bapak/Ibu untuk berhenti sebagai peserta penelitian tidak akan mempengaruhi

mutu dan akses/ kelanjutan pengobatan yang akan diberikan.


Jika setuju untuk menjadi peserta peneltian ini, Bapak/Ibu diminta untuk

menandatangani formulir ‘Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Sebagai *Peserta Penelitian/ *Wali’ setelah Bapak/Ibu benar-benar memahami

tentang penelitian ini. Bapak/Ibu akan diberi salinan persetujuan yang sudah

ditanda tangani ini.

Bila selama berlangsungnya penelitian terdapat perkembangan baru yang

dapat mempengaruhi keputusan Bapak/Ibu untuk kelanjutan kepesertaan dalam

penelitian, peneliti akan menyampaikan hal ini kepada Bapak/Ibu. Bila ada

pertanyaan yang perlu disampaikan kepada peneliti, silakan hubungi peneliti :

CP : Soniya (087861539920)

Tanda tangan Bapak/Ibu dibawah ini menunjukkan bahwa Bapak/Ibu telah

membaca, telah memahami dan telah mendapat kesempatan untuk bertanya

kepada peneliti tentang penelitian ini dan menyetujui untuk menjadi *peserta

penelitian/Wali.

Peserta/ Subyek Penelitian, Wali,

_______________________________ _______________________________

Tanggal : / / Tanggal : / /

Hubungan dengan Peserta/ Subyek Penelitian:

_________________________________________

Peneliti

__________________________________

Tanggal : / /
Tanda tangan saksi diperlukan pada formulir Consent ini hanya bila

Peserta Penelitian memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, tetapi

tidak dapat membaca/ tidak dapat bicara atau buta

Wali dari peserta penelitian tidak dapat membaca/ tidak dapat bicara atau

buta

Komisi Etik secara spesifik mengharuskan tanda tangan saksi pada penelitian

ini (misalnya untuk penelitian resiko tinggi dan atau prosedur penelitian

invasive)

Catatan:

Saksi harus merupakan keluarga peserta penelitian, tidak boleh anggota tim

penelitian.

Saksi:

Saya menyatakan bahwa informasi pada formulir penjelasan telah dijelaskan

dengan benar dan dimengerti oleh peserta penelitian atau walinya dan persetujuan

untuk menjadi peserta penelitian diberikan secara sukarela.

___________________________________

Tanggal : / /

(Jika tidak diperlukan tanda tangan saksi, bagian tanda tangan saksi ini

dibiarkan kosong)

* coret yang tidak perlu


Lampiran 5
PROSEDUR PELAKSANAAN

TERAPI WARNA HIJAU

Topik Terapi Warna Hijau

Pengertian Terapi warna merupakan sebuah metode pengobatan


alternatif untuk mengobati berbagai penyakit dengan
menggunakan warna psokologis yang menenangkan
dan merilekskan tubuh yaitu terapi warna hijau

Tujuan 1. Meningkatkan relaksasi otot


2. Memberikan perasaan nyaman
3. Memberikan ketenangan
4. Mengurangi Kecemasan
5. Mengurangi ketegangan
Prosedur Persiapan :

A. Pasien/klien
1. Beritahu klien
2. Atur posisi dalam posisi duduk atau
berbaring
B. Alat
Gambar pemandangan warna hijau.
C. Lingkungan
Atur lingkungan senyaman dan setenang
mungkin agar pasien/klien mudah
berkonsentrasi

Pelaksanaan :

1. Instruksikan klien untuk duduk dengan posisi yang


nyaman.
2. Anjurkan klien duduk dengan tenang dan nyaman.
3. Jelaskan kepada klien tujuan, manfaat, dan tata cara
terapi warna hijau.
4. Instruksikan klien untuk menarik nafas secara
perlahan : tarik nafas melalui hidung dan buang
nafas melalui mulut.
5. Instruksikan klien untuk melihat gambar
pemandangan hijau yang telah di sediakan
6. Anjurkan klien untuk memejamkan mata secara
perlahan-lahan.
7. Instruksikan klien untuk melemaskan seluruh
anggota tubuh dari kepala, bahu, punggung, tangan
sampai kaki secara perlahan-lahan
8. Anjurkan klien untuk mengimajinasikan
pemandangan hijau saat mendengarkan instruksi
yang didengarkan lewat fasilitator terapi warna
hijau.
9. Lakukan berulang selama kurang lebih 10 menit
10. Bila dirasakan sudah nyaman dan rileks, tetap
duduk tenang dengan mata masih tertutup untuk
beberapa saat.
11. Langkah terakhir anjurkan klien untuk buka mata
secara perlahan-lahan sambil merasakan kondisi
rileks.
Evaluasi  Klien dapat merasakan manfaat setelah melakukan
terapi ini.
 Kaji respon klien

Sumber: Struthers (2012),Muharyani & Sijabat (2015)

79
Lampiran 6
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Judul Penelitian : Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan

Pada Pasien Diabetes Melitus di UPT. Puskesmas

Abiansemal I Tahun 2018.

Kode Responden :

Tanggal Pengisian :

Petunjuk Pengisian
1. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti dan benar

2. Jawablah pada kolom yang tersedia, dengan cara memberi √ tanda

pada kolom yang anda pilih

A. Data Demografi

1. Umur ........tahun

2. Pendidikan

SD SMA
SMP Perguruan Tinggi
D-I
D-II
D-III
D-IV
S1
S2
S3

3. Agama
Islam Hindu
Kristen Budha
Katolik
4. Perkerjaan
Pensiunan PNS/TNI/Polri
Pegawai Swasta Buruh
Petani Wiraswasta
Nelayan Tidak Bekerja

5. Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan

6. Status Perkawinan
Kawin Janda
Belum Kawin Duda

B. Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Kecemasan Pada Pasien


Diabetes Melitus
Pernyataan berikut ini tentang beberapa situasi yang dapat mempengaruhi
kegiatan kehidupan sehari-hari. Jawaban yang harus diisi sendiri oleh
responden dan tidak boleh diwakilkan.Tentukan seberapa yakin Bapak/ Ibu
tetap mampu mengatasi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Jawaban
boleh diisi lebih dari satu sesuai dengan gejala yang anda rasakan. Berikan
tanda cek list (√) pada kolom jawaban yang telah disediakan sesuai kondisi
anda, dengan katagori skor sebagai berikut :
0 = Tidak ada gejala samasekali
1 = 1 dari gejala yang ada
2 = 2 sampai dengan separuh dari gejala yang ada
3 = 3 Lebih dari separuh yang ada
4 = Semua gejala yang ada

1. Perasaan cemas yang ditandain dengan :


Cemas Takut akan pikiran sendiri
Firasat Buruk Mudah Tersinggung

2. Ketegangan yang ditandai dengan :


Merasa Tegang Gemetar
Lesu Tidak dapat istirahat dengan
tenang
Mudah Menangis Gelisah
3. Ketakutan yang ditandai dengan :
Terhadap gelap Terhadap keramaian
Terhadap orang lain Terhadap binatag besar
Bila ditinggal sendiri

4. Gangguan tidur yang ditandai dengan :


Sukar tidur Bangun Keramaian
Terbangun pada malam hari Mimpi Buruk
Sedih Mimpi yang menakutkan

5. Gangguan Kesadaran yang ditandai dengan :


Daya ingat buruk Sulit berkonsentrasi
Daya ingat menurun
Mudah menangis

6. Perasaan depresi yang ditandai dengan :


Hilang Minat Bangun dini hari
Perasaan serubah-ubah Berkurangnya ketenangan
Sedih

7. Gejala somatik (keluhan fisik) yang ditandai dengan :


Nyeri pada otot Gigi gemetar
Kaku Suara tidak stabil
Kedutan otot

8. Gejala sensorik (gangguan pengindraan) yang ditandai dengan :


Tinitus (telinga berdenging) Merasa lemah
Penglihatan kabur Perasaan ditusuk-tusuk
Muka merah dan pucat

9. Gejala Kardiovaskuler (gangguan jantung dan pembuluh darah) yang


ditandai dengan :
Takikardi (detak jantung cepat)
Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut dadi mengeras
Rasa lemah seperti mau pingsan

10. Gejala pernafasan yang ditandai dengan :


Rasa tertekan didada Sering menarik nafas panjang
Rasa tercekik Nafas pendek/sesak
11. Gejala gastrointestinal (saluran pencernaan) yang ditandai dengan :
Sulit menelan
Mual
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri pada lambung sebelum atau sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa kembung
Mual/muntah

12. Gejala urogenital (gangguan saluran perkemihan) yang ditandai dengan :


Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Tidak dapat menstruasi pada saat subur
Haid berapa kali sebulan
Ereksi melemah
Impotensi

13. Gejala autonom yang ditandai dengan :


Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Pusing/sakit kepala
Bulu roma berdiri

14. Perilaku sewaktu wawancara yang ditandai dengan :


Gelisah
Tidak tenang
Jari-jari gemetar
Mengerut dahi/kening
Muka tegang
Tonus otot meningkat

Sumber: Hawari (2016), Manajemen Stress, Cemas dan Depresi.

Interpretasi Hasil :
1. Skor <14 : tidak ada kecemasan
2. Skor 14-20 : kecemasan ringan
3. Skor 21-27 : kecemasan sedang
4. Skor 28-41 : kecemasan berat
5. Skor 42-56 : panik
Lampiran 7

84
85
87
88
89
90
91
92

Anda mungkin juga menyukai