Anda di halaman 1dari 12

OBAT TETES HIDUNG ADRENALIN

I. Tujuan Percobaan
Membuat sediaan obat tetes hidung adrenalin dan mengevaluasi hasil sediaan.

II. Pendahuluan
Obat tetes hidung (OTH) adalah larutan dalam air atau dalam pembawa
minyak yang digunakan dengan jalan meneteskannya atau
menyemprotkannya kedalam lubang hidung pada daerah nasopharingeal.
Sediaan hidung adalah cairan, semisolid, atau sediaan padat yang digunakan
pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi
satu atau lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi
dan tidak memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan
cilianya. Sediaan hidung mengandung air atau berupa larutan yang pada
umumnya isotonik dan berisi eksipien untuk penyesuaian viskositas sediaan,
untuk melakukan penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan
kelarutan bahan aktif, atau kestabilan sediaan itu.
Sediaan hidung disediakan dalam dosis ganda atau kontainer dosis
tunggal, diberikan jika perlu, dengan suatu alat yang dirancang untuk
menghindari paparan kontaminan. Kecuali jika dibenarkan dan diijinkan,
sediaan hidung mengandung air atau yang berupa larutan dalam kontainer
dosis ganda mengandung suatu bahan pengawet antimikrobial dalam
konsentrasi yang sesuai, kecuali bahan aktif sediaan tersebut mempunyai
aktivitas antimikrobial yang cukup.
Beberapa kategori dari sediaan hidung mungkin dapat dibedakan:
 nasal drops dan liquid nasal sprays
 nasal powders (bedak hidung)
 semisolid nasal preparations (sediaan hidung semisolid)
 nasal washes (pencuci hidung)
 nasal sticks

1
Pada dasarnya sediaan obat tetes hidung sama dengan sediaan cair
lainnya karena bentuknya larutan atau suspensi; sehingga untuk teori sediaan,
evaluasi, dan lain-lain mengacu pada larutan atau suspensi.

III. Tinjauan Pustaka


Sediaan tetes hidung yang dibuat pada praktikum ini adalah obat tetes
hidung adrenalin. Obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang digunakan
untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat
megandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet (Farmakope Indonesia
III, 2003, 10). Obat tetes hidung adrenalin harus terlindung dari cahaya. Jika
terpapar cahaya dan udara, larutan atau garam adrenalin akan menjadi pink,
merah, dan menjadi kecoklatan akibat teroksidasi (The Pharmaceutical
Codex 12th Edition, 1994, hal 714). Oleh karena mudah teroksidasi, maka
sediaan tetes hidung adrenalin perlu ditambahkan antioksidan. Stabilitas
adrenalin terjadi pada suasana asam yakni pada rentang pH 3.2-3.6. Karena
rentang kestabilan pH adrenalin sempit, maka perlu ditambahkan dapar dalam
pembuatan sediaan tetes hidung adrenalin. Selain harus ditambahkan
pendapar, sebagai sediaan steril, tetes hidung adrenalin harus ditambahkan
NaCl sebagai pengisotonis. pH sediaan larutan obat tetes hidung umumnya
berkisar antara pH 5 sampai 6,7. Hal ini dikarenakan oleh pH sekresi hidung
orang dewasa antara 5,5 - 6,5 dan pH sekresi anak-anak antara 5,0 - 6,7.
Namun karena sediaan obat tetes hidung adrenalin bersifat hipertonis
(berdasarkan perhitungan tonisitas) maka sediaan obat tetes hidung dibuat
dengan pH target 3.4. Untuk mengurangi rasa sakit selama penggunaan, pada
sediaan obat tetes hidung adrenalin ditambahkan anestetikum lokal yakni
Lidokain HCl. Sediaan tetes hidung juga perlu viskos untuk memperlama
waktu kontak dengan mukosa hidung.
Dengan mempertimbangkan sifat-sifat dari injeksi furosemida yang telah
diuraikan di atas, formulasi dari injeksi furosemida yang dibuat mengandung
zat: adrenalin bitartat sebagai zat aktif, lidokain HCl sebagai anestetikum
lokal, klorbutanol sebagai pengawet antimikroba, propilen glikol sebagai
peningkat viskositas, asam fosfat dan natrium fosfat sebagai komponen dapar

2
dan antioksidan, dan aqua for injection sebagai pelarut. Setiap zat digunakan
dengan bobot yang sesuai berdasarkan literatur.
a. Adrenalin Bitartat
Epinefrin merilekskan bronchial smooth muscle dengan menstimulasi
reseptor β2-adrenergik dan mengkonstriksi bronchial arterioles dengan
menstimulasi reseptor α-adrenergik. Pada pasien dengan penyempitan
bronkus, epinefrin mengurangi bronchospasm, mengurangi kongesti dan
edema, dan meningkatkan volume tidal dan kapasitas vital paru-
paru. Epinefrin menghambat pelepasan histamin dan mengantagonis
pengaruh mediator sehingga epineprin dapat mengatasi penyempitan
bronkus, vasodilatasi, dan edema diproduksi oleh mediator tersebut. Obat
tetes hidung epinefrin yang dibuat mengandung 1274 mg dalam 70 ml
atau sama dengan 182 mg dalam 10 ml.
b. Lidokain HCl
Lidokain HCl bersifat anestetikum lokal. Dalam sediaan obat tetes
hidung adrenalin, lidokain HCl digunakan untuk mengurangi rasa sakit
yang dapat ditimbulkan selama penggunaan sediaan. pH sediaan obat
tetes hidung adrenalin yakni 3.4 dapat menyebabkan rasa sakit mengingat
pH sediaan larutan obat tetes hidung umumnya berkisar antara pH 5
sampai 6,7. Oleh karena itu, penambahan lidokain HCl diharapkan dapat
menekan rasa sakit selama penggunaan sediaan obat tetes hidung
adrenalin.
c. Klorbutanol
Salah satu bahan pembantu yang penting dalam sediaan tetes hidung
steril adalah pengawet mikroba. Bahan pengawet digunakan untuk
mencegah kontaminasi mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk
digunakan. Pengawet yang dipilih seharusnya dapat mencegah dan
membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Bahan
pengawet yang digunakan dalam sediaan obat tetes hidung adrenalin
adalah klorbutanol. Dalam formulasi, konsentrasi klorbutanol yang
digunakan adalah 0,3 % w/v karena kadar yang aman digunakan
berdasarkan literatur adalah sampai 0,5%. Dosis lethal Chlorbutanol

3
untuk manusia adalah 50-500mg/kg. Chlorbutanol bekerja sebagai
pengawet karena memiliki aktivitas antibakteri dan juga antijamur.
Aktivitas antibakterinya merupakan bakteriostatik daripada bakterisidal.
d. Propilen Glikol
Dalam suatu sediaan obat tetes hidung dibutuhkan suatu pengental untuk
memperlama kontak antara rongga hidung dengan zat aktif, sehingga zat
aktif akan lebih lama berpenetrasi dalam rongga hidung. Selain itu,
penambahan pengental dimaksudkan untuk memperbaiki sifat aliran dari
sediaan, sehingga ketika diteteskan, tidak terlalu encer. Propilen glikol
yang digunakan dalam percobaan ini konsentrasinya 5% w/v.
e. Asam Fosfat dan Natrium Fosfat
Kombinasi asam fosfat dan garam natrium fosfat berfungsi sebagai
larutan pendapar. Adrenalin bitartat dalam larutan memiliki pH stabilitas
antara 3.2-3.6. Dikarenakan rentang pH stabilitas yang relatif sempit,
maka digunakan dapar untuk menjaga stabilitas adrenalin bitartat.
Kombinasi asam fosfat dan garam dinatrium fosfat dipilih karena selain
berfungsi sebagai pendapar, keduanya juga berfungsi sebagai
antioksidan. Adrenalin bitartat merupakan suatu zat yang mudah
teroksidasi sehingga perlu ditambahkan suatu antioksidan untuk
mencegah terjadinya oksidasi tersebut. Kapasitas dapar yang digunakan
adalah 0,01 dengan konsentrasi asam fosfat 5,09 x 10-3 M dan konsentrasi
garam natrium fosfat 0,085 M. Massa asam fosfat dan garam natrium
fosfat yang digunakan dalam pembuatan sediaan obat tetes hidung
adrenalin berturut-turut adalah 35 mg dan 714 mg untuk 70 ml sediaan.

IV. Formulasi dan Prosedur Percobaan


IV.1 Formulasi
Tabel 1. Formulasi Obat Tetes Hidung Adrenalin
No Bahan Jumlah Fungsi Penambahan Bahan
(%)
1 Epineprin bitartrat 1,82 Agen simpatomimetik. (Farmakope
Indonesia ed. III, 1979, hal 240)
2 Lidokain HCl 2 Anestetikum lokal. (Farmakope
Indonesia ed. III, 1979, hal 348)

4
3 Chlorbutanol 0,3 Pengawet antimikroba. (Handbook
of Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 166)
4 Propilen glikol 5 Peningkat viskositas. (Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 592)
5 Asam fosfat 0,05 Komponen dapar, antioksidan.
(Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th ed., 2009, hal 503)
6 Natrium fosfat 1,02 Komponen dapar. (Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 659)
7 Aqua for injection Ad 100 Pelarut. (Farmakope Indonesia ed.
mL III, 1979, hal 97)

IV.2 Prosedur Percobaan


Tabel 2. Prosedur Pembuatan Obat Tetes Hidung Adrenalin
RUANG PROSEDUR
Grey area 1. Botol plastik ditara dahulu dengan cara mengisi botol
plastik tersebut dengan air sesuai volume yang
diperlukan (10,2 mL) lalu tandai volume tersebut pada
dinding luar botol dengan spidol. Botol plastik sediaan
disterilisasi dengan merendam botol dalam alkohol
selama 1 jam, lalu dikeringkan dalam oven dengan
suhu 700C sampai kering.
2. Semua alat dan wadah disterilsasi sesuai dengan
metode masing-masing.
3. Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah
dimasukkan ke dalam ruang penimbangan di white
area melalui transfer box.
Grey area 1. Epineprin bitartrat ditimbang sebanyak 1,274 g di atas
(ruang kaca arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau
penimbangan) alumunium foil.
2. Lidokain HCl ditimbang sebanyak 1,4 g di atas kaca
arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau alumunium
foil.
3. Chlorbutanol ditimbang sebanyak 210 mg di atas kaca
arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau alumunium
foil.
4. Propilenglikol ditimbang sebanyak 3,5 g di atas kaca
arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau alumunium
foil.
5. Asam fosfat ditimbang sebnayak 35 mg di atas kaca
arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau alumunium
foil.
6. Natrium fosfat ditimbang sebanyak 714 mg di atas

5
kaca arloji. Tutup dengan kaca arloji lain atau
alumunium foil.
White area 1. 1,274 g Epineprin bitartrat dilarutkan dalam 10 mL
(ruang aqua for injection dalam gelas kimia A.
pencampuran) 2. 210 mg Chlorbutanol dilarutkan dalam 3,5 g
propilen glikol dalam gelas kimia B.
3. 25 miligram Asam fosfat dan 714 mg Natrium
fosfat dimasukkan ke dalam gelas kimia C yang telah
ditara sesuai total volume sediaan (70 mL) lalu
dilarutkan dalam 10 mL aqua for injection.
4. 1,4 g Lidokain HCl dilarutkan dalam 10 mL aqua
for injection pada gelas kimia D.
5. Campurkan larutan pada gelas kimia B, D, dan A
ke dalam larutan pada gelas kimia C secara berurutan.
6. Tambahkan aqua for injection hingga 80 %
volume total.
7. Cek pH dan bila diperlukan adjust pH
menggunakan larutan NaOH atau larutan HCl hingga
tercapai pH 3,4.
8. Genapkan volume larutan dalam gelas kimia C
sampai batas tara menggunakan aqua for injection.
9. Saring larutan menggunakan membran filter
berpori 0.45μm (tetesan filtrat pertama dibuang) untuk
meminimalkan kontaminan partikulat.
White area 1. Larutan disterilkan menggunakan membran bakteri
(LAF) berpori 0.22 μm.
2. Sediaan diisikan ke dalam botol tetes hidung
dengan memperhitungkan volume terpindahkan (10,3
mL).
3. Botol ditutup dengan menggunakan pinset.
4. Sediaan ditransfer ke ruang evaluasi melalui
transfer box.
Grey area 1. Sediaan diberi etiket dan kemasan.
(ruang evaluasi) 2. Dilakukan evaluasi pada sediaan yang telah diberi
etiket dan kemasan.
3. Evaluasi yang dilakukan meliputi: pemeriksaan
kebocoran kemasan, pemeriksaan terhadap keberadaan
partikulat, pemeriksaan jumlah volume terpindahkan,
pemeriksaan pH sediaan, dan pemeriksaan kejernihan.

V. Data Pengamatan
Produk sediaan adalah obat tetes hidung adrenalin yang dikemas dalam
botol obat tetes hidung. Sediaan dikemas dalam lima buah botol tetes hidung
dengan volume injeksi setiap botol adalah 10 ml. Setelah sediaan jadi,
dilakukan evaluasi terhadap sediaan tersebut.

6
Tabel 3. Evaluasi Sediaan Obat Tetes Hidung Adrenalin
Hasil
Jenis Jumlah
No pengamata Syarat
evaluasi sampel
n
Uji
penetapan pH
sediaan pH = 3,4
1 (Farmakope 3 botol pH 3 (The Pharmaceutical Codex
Indonesia ed. 12th Edition, 1994, hal 714)
IV, 1995, hal
1039)
Uji Volume
Rata-rata tidak kurang dari
Terpindahkan
100%.
(Farmakope
2 3 botol 10 ml Tidak satupun wadah yang
Indonesia ed.
kurang dari 95% dari volume
IV, 1995, hal
yang dinyatakan pada etiket.
1089)
Penetapan
kejernihan
Kejernihannya sama dengan
(Farmakope
3 3 botol jernih air atau pelarut yang
Indonesia ed.
digunakan
IV, 1995, hal
881)
Uji Kertas tissue
4 3 botol Tidak ada kebocoran
kebocoran tetap kering

VI. Pembahasan
Sediaan steril yang dibuat adalah obat tetes hidung adrenalin bitartrat.
Untuk sediaan tetes hidung, diperlukan persyaratan isotonis dan isohidris
sehingga dilakukan perhitungan agar didapat bobot bahan yang sesuai untuk
pembuatan sediaan. pH target yang dipilih adalah 3,4 yang merupakan nilai
antara 3,2-3,6 supaya apabila pH berubah karena kondisi tertentu, diharapkan
masih berubah pada batas rentang yang diijinkan. Untuk menjaga kestabilan
pada rentang pH yang sempit ini, ditambahkan dapar. Campuran dapar yang
dipilih adalah asam fosfat dan natrium fosfat yang memang memiliki
kemampuan untuk menjaga stabilitas pH pada rentang tersebut. Sediaan tetes
hidung sendiri seharusnya berada dalam rentang pH antara 5-6,7.
Perhitungan dapar dan tonisitas dilakukan sesuai persyaratan. Sediaan
dibuat sebanyak 70 ml dengan tujuan untuk dimasukkan ke dalam lima botol

7
tetes hidung dengan masing-masing berat bersih sebesar 10 ml. Kombinasi
dapar fosfat yang diperoleh adalah sebesar 0,05% asam fosfat dan 1,02%
natrium fosfat. Persentase dari zat aktif dan eksipien lain juga ditentukan.
Setelah itu, dilakukan perhitungan tonisitas dengan metode penurunan titik
beku karena Liso dari setiap bahan sulit ditentukan. Penurunan titik beku NaCl
standar untuk larutan steril adalah 0,52°, yang setara dengan 0,9%. Dari
masing-masing bahan diperoleh ekivalensi NaCl sebesar:
 Epinefrin bitartrat
Digunakan sebanyak 1,82% yang setara dengan penurunan titik beku
sebesar 0,1729°. Nilai tersebut setara dengan 0,299% NaCl. Untuk
sediaan yang dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,209 gram
NaCl.
 Chlorbutanol
Digunakan sebanyak 0,3% yang setara dengan penurunan titik beku
sebesar 0,0426°. Nilai tersebut setara dengan 0,074% NaCl. Untuk
sediaan yang dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,052 gram
NaCl.
 Propilen glikol
Digunakan sebanyak 5% yang setara dengan penurunan titik beku sebesar
1,225°. Nilai tersebut setara dengan 0,5733% NaCl. Untuk sediaan yang
dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,401 gram NaCl.
 Asam fosfat
Digunakan sebanyak 0,05% yang setara dengan penurunan titik beku
sebesar 0,027°. Nilai tersebut setara dengan 0,0467% NaCl. Untuk
sediaan yang dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,033 gram
NaCl.
 Natrium fosfat
Digunakan sebanyak 1,02% yang setara dengan penurunan titik beku
sebesar 0,1632°. Nilai tersebut setara dengan 0,282% NaCl. Untuk
sediaan yang dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,198 gram
NaCl.

8
Jumlah bobot NaCl yang ada dari semua bahan di atas adalah 0,893 gram
sedangkan untuk sediaan sebanyak 70 ml diperlukan 0,63 NaCl. Oleh karena
itu, sediaan bersifat hipertonis. Solusinya adalah ditambahkan suatu anestetik
lokal, seperti lidokain HCl sebesar 2%. Ekivalensi NaCl dari lidokain HCl
adalah:
 Lidokain HCl
Digunakan sebanyak 2% yang setara dengan penurunan titik beku sebesar
0,26°. Nilai tersebut setara dengan 0,45% NaCl. Untuk sediaan yang
dibuat sebanyak 70 ml, maka setara dengan 0,315 gram NaCl.
Setelah penambahan lidokain HCl, maka ekivalensi NaCl dari sediaan
bertambah menjadi 1,208 gram.
Pada saat pembuatan, dilakukan pengecekan pH ketika mencapai 80%
volume, yaitu 56 ml. pH yang didapat adalah 5, tidak sesuai dengan
perhitungan. Hal ini dikarenakan ada bahan bersifat asam yang tidak ikut
melarut sempurna. Untuk mencapai pH target (pH = 3,4), ditambahkan HCl 1
N. Setelah itu, digenapkan volume sampai 70 ml.
Sediaan disterilisasi akhir dengan membran filter 0,22 µm untuk
menghilangkan mikroba yang ada. Proses sterilisasi dilakukan di bawah
laminar air flow.
Evaluasi
Pada tiga dari lima botol dilakukan uji terhadap pH. Alat yang
digunakan adalah kertas indikator universal. pH yang diamatai adalah sebesar
3, sesuai dengan pH target sebesar 3,4. Pengamatan menggunakan kertas
indikator universal tidak presisi karena tidak bisa diketahui pH secara tepat.
Hal ini berbeda jika menggunakan alat pengukur pH digital.
Uji volume terpindahkan juga dilakukan pada sediaan obat tetes
hidung. Tujuan dari uji ini adalah agar jumlah volume yang tertera pada etiket
dan kemasan sesuai dengan jumlah volume terpindahkan dari sediaan apabila
digunakan sampai habis oleh pasien. Metode uji ini adalah dengan
menuangkan seluruh isi dari satu botol ke dalam gelas ukur untuk kemudian
diukur volumenya. Sediaan obat tetes hidung adrenalin yang diuji

9
menunjukkan kesesuaian jumlah volume yang tertera di etiket dan kemasan,
yaitu sebesar 10 ml.
Evaluasi lain yang dilakukan ialah uji kejernihan. Setelah wadah
diperiksa dengan menyinari dari samping dengan latar belakang warna hitam,
warna muda dan warna putih, larutan dalam wadah terlihat jernih dan tidak
terdapat kotoran. Hal ini menunjukkan sediaan yang praktikan buat bebas
partikulat visible.
Pada sediaan juga dilakukan uji kebocoran untuk mengetahui apakah
wadah sediaan tidak bocor. Setelah proses sterilisasi akhir, wadah sediaan
diletakkan terbalik di atas selembar kertas tissue selama 15 menit dan diamati
apakah kertas tissue menjadi basah. Hasil evaluasi terhadap kebocoran
menunjukkan tidak terjadinya kebocoran pada wadah sediaan yang
digunakan.

VII. Kesimpulan
Sediaan obat tetes hidung adrenalin yang dibuat memenuhi syarat.

VIII. Usulan Formulasi


No Bahan Jumlah Fungsi Penambahan Bahan
(%)
1 Epineprin bitartrat 1,82 Agen simpatomimetik. (Farmakope
Indonesia ed. III, 1979, hal 240)
2 Lidokain HCl 2 Anestetikum lokal. (Farmakope
Indonesia ed. III, 1979, hal 348)
3 Chlorbutanol 0,3 Pengawet antimikroba. (Handbook
of Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 166)
4 Propilen glikol 5 Peningkat viskositas. (Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 592)
5 Asam fosfat 0,05 Komponen dapar, antioksidan.
(Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th ed., 2009, hal 503)
6 Natrium fosfat 1,02 Komponen dapar. (Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th ed.,
2009, hal 659)
7 Aqua for injection Ad 100 Pelarut. (Farmakope Indonesia ed.
mL III, 1979, hal 97)

10
11
IX. Daftar Putaka
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Lund, Walter. 1994. The Pharmaceutical Codex 12th Edition. London: The
Pharmaceutical Press.
McEvoy, Gerald K. 2002. AHFS Drug Information 2005. USA: American
Hospital Formulary Service.
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th.
London: Pharmaceutical Press.

12

Anda mungkin juga menyukai