Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMASI INDUSTRI

KRIM FLUOSINOLON

OLEH :
NAOMI INGGRID NAPITUPULU
183202202

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
I. INFORMASI PRODUK

Nama : CIFLUNOLON

Bentuk Sediaan : Krim

Kemasan : Tube

Nama Perusahaan : Silver Farma

Indikasi : Peradangan lokal, pruntus,alergi pada kulit dan

selaput lender terutama dermatosis atopik seperti

akzem neurodermatitis kontak seperti alergi,

psoriasis discoid lupus eritematosus, lichen

planus dan kasus lainseperti intertrigo, otitis

eksterna.

II. SPESIFIKASI MUTU OBAT JADI

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada

yaitu : krim tipe air minyak (A/M) dan krim minyak air (M/A). untuk membuat

krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan amoniak,

kationik dan non-ionik (Anief, 1997).

Krim adalah sediaan bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Krim ciflunolon (fluosinolon) yang dibuat bentuknya setengah padat, bau adeps

lanae, warna sediaan putih, krim tersebut homogen, tipe krim tersebut adalah air

dalam minyak (w/o).


III. FORMULA

Tiap gram mengandung

1. Fluosinolon asentonida 0,25 mg

2. Basis : Cleansing cream (FMS hal 101)

R/ Acid Stearic 145


Triaethanolum 15
Adeps Lanae 30
Paraffin Liquid 250
Aq. dest 550
Nipagin q.s
M.f. cream
S.U.E

Bahan aktif Jumlah Fungsi

Fluosinolon asetonide 0,25 mg Zat aktif

Bahan tambahan

Triaethanolum 15 g Pelarut; surfaktan

Adeps Lanae 30 g Dasar salep

Paraffin Liquid 250 g Pelarut

Aq. dest 550 g Pelarut

Nipagin q.s Pengawet


IV. CARA KERJA PEMBUATAN SEDIAAN

Jalur produksi krim terpisah dari jalur produksi yang lain dimana pada jalur

produksi ini terdiri dari beberapa ruangan. Ruangan tersebut telah diatur suhu,

kelembaban dan tekanan dengan Unit Pengatur Udara (Air Handling Unit/AHU).

Adapun ruangan pada jalur produksi krim terdiri dari:

a. Ruangan penimbangan.

Pada rungan ini dilengkapi dengan beberapa alat timbangan digital

(elektrik), lemari asam, Pengumpul Debu (Dust Collector), Unit Pengatur

Udara (Air Handling Unit/AHU). Bahan-bahan yang telah ditimbang

akan di tempatkan pada area antara (staging area) untuk kemudian

diambil oleh petugas produksi lain untuk dilakukan proses produksi

selanjutnya. Ruangan penimbangan dipakai untuk menimbang bahan

sediaan krim, salep, tablet dan kapsul.

b. Ruangan pencampuran.

Pada ruangan ini dilengkapi dengan alat Double Jacket Tank untuk

memanaskan air, alat Ultra Turrax untuk mencampur bahan aktif dengan

bahan dasar krim, alat Pencampur (Mixer) untuk pengadukan sehingga

diperoleh produk ruahan. Alat-alat tersebut dibersihkan setiap pagi hari

sebelum digunakan dan sore hari sesudah selesai digunakan. Bila tidak ada

kegiatan produksi maka pembersihan dilakukan seminggu sekali. Selama

proses produksi Pengawasan.

c. Ruangan pengisian.

Ruangan untuk melakukan pengisian sediaan krim ada 3 yaitu:


• Ruangan pengisian I: dilengkapi dengan mesin pengisian krim (Elemech)

dengan kapasitas 2400 tube per jam dan dilengkapi juga dengan neraca

analitik.

• Ruang pengisian II: dilengkapi dengan mesin pengisian krim (Pharmech)

dengan kapasitas 900 tube per jam sampai 2000 tube per jam dan

dilengkapi juga dengan neraca analitik.

• Ruang pengisian III: dilengkapi dengan mesin pengisian krim (Pharmech)

dengan kapasitas 1600 tube per jam dan dilengkapi juga dengan neraca

analitik.

Sebelum pengisian krim, tube kosong yang telah dibersihkan di bagian

pengemasan di masukkan ke Kotak Hantar (Passing Box), dibawa oleh petugas

produksi ke ruang pengisian dan disusun ke mesin pengisian yang telah

dimasukkan massa krim kemudian dilakukan pengisian. Setiap 15 menit

dilakukan pemeriksaan bobot oleh operator dan pada awal dan akhir pengisian

dilakukan pemeriksaan oleh Bagian Pengawasan Mutu.

d. Ruangan karantina.

Pada ruang ini disimpan produk ruahan untuk menunggu pemeriksaan

laboratorium. Produk ruahan yang telah selesai diperiksa akan dikirim ke

bagian pengemasan melalui Kotak Hantar (Passing Box) untuk dilakukan

pengemasan sekunder.

Prosedur Pembuatan

1. Setarakan timbangan, siapkan alat dan bahan obat yang digunakan

2. Timbang bahan obat

3. Percobaan TEA (1 g = 40 tetes) Sehingga: 40 x 1,5 g = 60 tetes


4. Cawan ditara , timbang paraffin liquid + asam stearic + adeps lanae. Lalu

leburkan pada waterbath

5. Panaskan mortir

6. Setelah mortir panas, buang air panas lalu lap kering

7. Masukkan TEA ke dalam mortir panas tersebut. Tambahkan nipagin + air

panas ¼ nya ditambah hasil leburan.

8. Tambahkan sisa air panas sedikit demi sedikit

9. Aduk hingga basis cream terbentuk, lalu keluarkan dan tempatkan pada

cawan

10. Timbang 950 mg basis untuk melakukan pengenceran. Masukkan ke

dalam mortir

11. Masukkan fluosinolon 50 mg aduk ad homogen

12. Setelah homogen timbang massa tersebut sebanyak 500 mg sebagai hasil

pengenceran, dan sisanya (500 mg) dimasukkan ke dalam pot plastik

13. Lalu masukkan basis yang terdapat di dalam cawan. Setelah itu masukkan

hasil pengenceran aduk ad homogen

14. Setelah cream jadi, cream dibagi menjadi 10 bagian ( 1 bagian = 10 g )

15. Masukkan 5 bagian cream ke dalam tube dengan dilapisi plastik karena

kandungan yang terdapat di dalam cream dapat bereaksi dengan lapisan

bagian dalam tube.

Masukkan sisa 5 bagian cream tersebut ke dalam pot plastik ( 1 bagian =

10 g ) untuk diuji.
EVALUASI SEDIAAN

1. Uji pH

a. Kertas pH dimasukkan ke dalam sediaan

b. Ditunggu beberapa saat

c. Diamati kertas pH

d. Dibandingkan indikator pH

e. Diamati warna yang terjadi, tulis hasil pH

2. Uji Homogenitas

a. Oleskan sediaan pada objek glass

b. Amati apakah terdapat partikel yang tidak merata

c. Homogeny atau tidak

3. Uji Daya Lekat

a. Sediaan ditimbang 0,5 gram

b. Diletakkan pada objek glass

c. Tutup objek dengan tutup objek pada alat uji daya lekat

d. Tambahkan beban 500 gram

e. Didiamkan selama 1 menit

f. Setelah 1 menit diturunkan beban, ditarik tuasnya, dan catat waktunya

catat waktunya.

4. Uji Daya Proteksi

a. Ambil kertas saring diukur 10 cm x 10 cm 1 buah basahi dengan

indicator PP dikeringkan

b. Ambil kertas saring lagi ukur 2,5 cm x 2,5 cm sebanyak 12 buah basahi

dengan indicator PP dikeringkan


c. Setelah kering kertas saring ukuran 10 cm x 10 cm diolesi dengan

sediaan, kemudian kertas saring ukuran 2,5 cm x 2,5 cm ditempelkan di

atasnya

d. Tetsi kertas saring dengan KOH pada kertas saring yang berukuran

kecil, diamati pada 5, 10, 15, 30, 45, 60 detik. Jika tidak ada noda

merah berarti sediaan dapat memberikan proteksi terhadap cairan.

5. Uji Daya Sebar

a. Sediaan di timbang 0,5 gram

b. Diletakkan ditengah alat ekstensometer, ditimbang dulu penutup kaca

ekstensometer

c. Kemudiaan diletakkan di ekstensometer dan ditutup dibiarkan selama 1

menit.

d. Diukur berapa diameter yang menyebar dengan mengambil panjang

rata-rata diameter dari beberapa sisi.

e. Ditambahkan beban 50 gram diamkan selama 1 menit dan catat

diameter sediaan yang menyebar seperti sebelumnya.

f. Diteruskan dengan menambahkan beban lagi seberat 50 gram dan catat

diameter sediaan yang menyebar setelah 1 menit dibiarkan sama seperti

sebelumnya.

6. Uji Tipe Krim

a. Sediaan dioleskan pada preparat

b. Ditetesi dengan 1 tetes metilen blue

c. Tutup dengan objek glasss

d. Diamati dengan mikroskop


V. IDENTIFIKASI BAHAN-BAHAN TAMBAHAN

1. Asam stearat (Acid stearic) (FI III Hal. 57)

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, 𝐶18 𝐻36 𝑂2 dan asam

heksadekanoat, 𝐶16 𝐻32 𝑂2 .

 Pemerian

Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau

kuning pucat; mirip lemak lilin

 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian ethanol (95%) P,

dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.

 Suhu Lebur

Tidak kurang dari 54°

 Bilangan Iodium

Tidah lebih dari 4

 Asam Mineral

Lebur 5 g kocok dengan air panas volume sama selama 2 menit,

dinginkan, saring. Pada filtrat tambahkan 1 tetes Larutan jingga metil P; tidak

terjadi warna merah.

 Lemak Netral atau Paraffin

1 g dan 500 mg natrium karbonat anhidrat P tambahkan pada 30 ml air

dalam sebuah labu, didihkan. Larutan panas hanya boleh beropalesensi

lemah.

 Sisa Pemijaran
Tidak lebih dari 0,1%; pengeringan dilakukan menggunakan 4 g

 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik

 Khasiat dan Penggunaan Zat tambahan

2. Triethanolamin (FI III Hal. 612)

Triethanolamin adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan

monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin, N (𝐶2 𝐻4 𝑂𝐻)3 .

 Pemerian

Cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat; bau lemah mirip

amoniak; higroskopik

 Kelarutan

Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform

P.

 Bobot Jenis

1,120 sampai 1,128

 Indeks Bias

1,481 sampai 1,486

 Kadar Air

Tidak lebih dari 0,5%; penetepan dilakukan dengan caratitrasi yang

tertera pada penetapan kadar air; sebagai pelarut digunakan campuran 5,0 ml

asam asetat glasial P dan 20 ml metanol P.

 Sisa Pemijaran

Tidak lebih dari 0,05%


 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

 Khasiat dan Penggunaan

Zat tambahan

3. Adeps Lanae (FI III Hal. 61)

Lemak Bulu Domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh

dari bulu domba Ovis aries Linne (Farm Bovidae), mengandung air tidak

lebih dari 0,25.

 Pemerian

Zat serupa lemak, liat, lekat; kuning muda atau kuning pucat, agak

yembus cahaya; bau lemah dan khas

 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P;

mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P

 Jarak Lebur

36° sampai 42°; penetapan dilakukan menurut cara Penetapan suhu lebur

lemak, malam dan sejenisnya yang tertera pada Penetapan jarak lebur, suhu

lebur, suhu beku dan jarak didih, dengan membiarkan pada suhu 15° sampai

20° selama 24 jam.

 Bilangan Asam

Tidak lebih dari 1,0

 Bilangan Iodium

18 sampai 32; penetapan dilakukan dengan menggunakan lebih kurang 1

g
 Susut Pengeringan

Tidak lebih dari 0,5%; pengeringan dilakukan pada suhu 105° selama 1

jam

 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya di tempat sejuk

 Khasiat dan Penggunaan

Zat tambahan

4. Paraffinum Liquidum (FI III Hal. 474)

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak

mineral; sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau

butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj.

 Pemerian

Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak berwarna; hampir

tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa.

 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam

kloroform P dan dalam eter P.

 Bobot per ml 0,870 g sampai 0,890 g.

 Keasaman-Kebasaan

Memenuhi syarat yang tertera pada Paraffinum Solidum

 Kekentalan

Pada suhu 37,8° tidak kurang dari 55 cP.

 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya


 Khasiat dan Penggunaan

Laksativum

5. Aqua Destillata/Air suling (FI III hal 96)

Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum

 Pemerian

Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.

 Keasaman-Kebasaan

Pada 10 ml tambahkan 2 tetes larutan merah metil P; tidak terjadi warna

merah. Pada 10 ml tambahkan 5 tetes larutan biru bromtimol P; tidak terjadi

warna biru.

 Besi, Tembaga dan Timbal

Pada 100 ml tambahkan 1 tetes larutan natrium sulfida P; cairan tetap

jernih dan tidak berwarna

 Kalsium

Pada 100 ml tambahkan 2 ml larutan amonium oksalat P; tidak terjadi

kekeruhan.

 Klorida

Pada 10 ml tambahkan 1 ml larutan perak nitrat P; biarkan selama 5

menit, cairan jernih tidak berwarna.

 Nitrat

Tuangkan hati-hati 5 ml di atas 5 ml latutan difenilamina P; tidak terjadi

warna biru pada bidang batas.

 Sulfat
Pada 10 ml tambahkan 1 ml larutan barium klorida P; biarkan selama 5

menit; cairan jernih tidak berwarna.

 Karbondioksida

Pada 25 ml tambahkan 25 ml larutan kalsium hidroksida P; biarkan

selama 5 menit; larutan jernih.

 Zat Teroksidasi

Didihkan 100 ml dengan 10 ml asam sulfat encer P; dan 0,5 ml kalium

permanganoat 0,01 N, warna tidak hilang.

 Sisa Penguapan

Tidak lebih dari 0,001% b/v; penguapan dilakukan di atas tangas air

hingga kering.

 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik

6. Methylis Parabenum/Nipagin (FI III hal 378)

Metil Paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

101,0% 𝐶8 𝐻8 03 .

 Pemerian

Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak mempunyai rasa,

kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.

 Kelarutan

Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5

bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter

P dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol P panas
dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan

tetap jernih.

 Suhu Lebur

125° sampai 128°

 Keasaman-kebasaan

Larutkan 200 mg dalam 250 ml air bebas karbondioksida P panas,

dinginkan, netralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan

indikator larutan merah metil P; diperlukan tidak lebih dari 0,1 ml.

 Sisa Pemijaran

Tidak lebih dari 0,1%

 Penetapan Kadar

Timbang saksama 100 mg, didihkan dengan 50 ml natrium hidroksida 1

N selama 30 menit, sambil mengganti kehilangan air karena penguapan

 Penyimpanan

Dalam wadah tertutup baik

 Khasiat dan Penggunaan

Zat tambahan; zat pengawet

VI. IDENTIFIKASI BAHAN AKTIF

Fluosinolon Asetonidum (FI IV hal 384)

Fluosinolon Asetonida berbentuk anhidrat atau mengandung 2 molekul air;

mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,% 𝐶24 𝐻30 𝐹2 𝑂4

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

 Pemerian
Serbuk hablur, putih atau praktis putih; tidak berbau, stabil. Meleleh pada

suhu 270°denganperubahankomposisi.

 Kelarutan

Tidak larut dalam air; larut dalam metanol; sukar larut dalam eter dan

dalam kloroform.

 Baku pembanding

Fluosinolon Asetonida BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara

pada suhu 105° selama 3 jam sebelum digunakan.

 Identifikasi

A. Spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan dan

didispersikan dalam kalium bromide P, menunjukkan maksimum hanya

pada panjang gelombang yang sama seperti Fluosinolon Asetonida BPFI.

Jika timmbul perbedaan, maka larutan zat uji dan baku pembanding dalam

etil asetat P, uapkan larutan sampai kering dan ulangi pengujian dengan

menggunakan residu.

B. Memenuhi identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis menggunakan

larutan uji dan larutan baku dengan kadar masing-masing 5 mg/ml dalam

aseton P, lempeng silika gel sebagai penjerap, fase gerak campuran

nitrometana P-diklorometana P-metanol P (50:50:1) dan penampakan

bercak cahaya ultraviolet.

Rotasi jenis. Antara +98 dan 108, dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan; lakukan penetapan menggunakan larutan metanol P yang

mengandung 100 mg per 10 ml.


Susut pengeringan. Tidak lebih dari 1,0% untuk bentuk anhidrat dan

tidak lebih dari 8,5% untuk bentuk hidrat; lakukan pengeringan dalam

hampan udara pada suhu 105 selama 3 jam.

VII. PENETAPAN KADAR BAHAN BAKU (BAHAN AKTIF)

Penetapan kadar. Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair

kinerja tinggi seperti yang tertera pada Kromatografi.

Fase gerak. Buat campuran air-asetonitril P-tertrahidrofuran P (77:13:10),

dan awaudarakan.

Larutan Baku. Timbang seksama lebih kurang 20 mg Fluosinolon

Asetonida BPFI, masukkan kedalam labu tentukur 100 ml, tambahkan 23

ml campuran asetonitril P-tetrahidrofuran P (13:10) dan encerkan dengan

air sampai tanda.

Larutan Uji. Timbang seksama lebih kurang 20 mg, masukkan kedalam

labu tentukur 100 ml, tambahkan 23 ml campuran asetonitril P-

tetrahidrofuran P (13:10) dan encerkan dengan air sampai tanda.

Sistem Kromatografi. Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi.

Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi dengan detektor 254 nm dan

kolom 4,5 nm x 10 cm berisi bahan pengisi. Laju aliran diatur hingga

waktu retensi fluosinolon asetonida antara 9 menit dan 13 menit. Lakukan

kromatografi terhadap Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang

tertera pada Prosedur: efisiensi kolom tidak kurang dari 3000 lempeng

teoritis, dan simpangan baku relatif pada penyuntikan ulang tidak lebih

dari 3,0%.
Prosedur. Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang

20 µl). Larutan baku dan Larutan uji kedalam kromatograf , ukur respons puncak

utama. Hitung jumlah dalam mg, C24H30O4 dengan rumus:

C adalah kadar Fluosinolon Asetonida BPFI dalam mg per ml Larutan baku; rU

dan rS berturut-turut adalah respons puncak Larutan uji dan Larutan baku.

VIII. PENETAPAN KADAR BAHAN AKTIF DALAM OBAT JADI

Penetapan kadar krim fluosinolon asetonid menggunakan KCKT dengan

fase diam C18 dan fase gerak hasil optimasi metanol:air dengan perbandingan

(80:20;55:45 dan 40:60) v/v dapat memenuhi persyaratan presisi, akurasi,

linearitas, selektivitas, dan sensitivitas.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

organik dan anorganik, senyawa biologis, analisis ketidakmurnian dan analisis

senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non volatil). KCKT juga sering

digunakan untuk penetapan kadar senyawa tertentu seperti asam amino, asam

nukleat, dan protein-protein dalam cairan biologis, menentukan kadar senyawa-

senyawa aktif obat dan lain-lain. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif

dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.

IX. UJI STABILITAS

1. Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis dapat dilihat dengan adanya pemisahan fasa atau

pecahnya krim, ketengikan dan perubahan warna (Agoes, 2012).

2. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara meletakkan sediaan

diantara 2 kaca objek dan partikel-partikel kasar/ ketidakhomogenan diperhatikan

(Agoes, 2012).

3. Pengukuran pH

Krim dimasukkan ke dalam wadah, kemudian pH diukur dengan

menggunakan indikator pH strip untuk daerah asam. Indikator pH strip

dimasukkan ke dalam krim, kemudian hasilnya dapat dilihat dengan cara

mencocokan warna strip dengan warna acuan yang tertera pada kemasan indikator

pH strip.

4. Uji Viskositas

Penentuan viskositas dilakukan dengan menggunakam alat viskometer.

Pengukuran dilakukan untuk masing-masing sediaan pada saat sediaan selesai

dibuat dan setiap minggu selama 4 minggu penyimpanan (Kumar, et al., 2011).

5. Daya Sebar

Krim sebanyak 0,5 gram di atas kaca arloji yang dilapisi kertas grafik.

Kemudian diberi beban dengan kaca arloji yang sama selama 60 detik, lalu diberi

masing-masing beban seberat 50 g, 100 g, 150 g dan 200 g dan dibiarkan selama

60 menit. Diameter penyebaran dihitung dengan cara mengukur dari rata-rata

diameter dari beberapa sisi (Silalahi, et al., 2015)

6. Penentuan Tipe Emulsi

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan metode pengenceran fase luar.

Sejumlah sampel krim diletakkan pada kaca objek kemudian ditambahkan air, jika

terlarut maka menandakan bahwa krim tersebut merupakan emulsi tipe m/a

(minyak dalam air) (Agoes, 2012).


7. Uji Sentrifugasi

Pengujian dilakukan dengan cara mensentrifugasi sediaan krim pada

kecepatan 3800 rpm selama 5 jam, kemudian diamati perubahan fisiknya apakah

terjadi pemisahan (Lachman, et al., 1994; Elya, et al., 2013).

8. Uji Cycling Test

Sampel krim disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam, lalu dipindahkan ke

dalam oven dengan suhu 40 ± 2oC selama 24 jam. Uji cycling test ini dilakukan

selama 6 siklus (Silalahi et al., 2015).

KESIMPULAN

1. Krim adalah sediaan bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian

luar.

2. Krim ciflunolon yang dibuat bentuknya setengah padat, bau adeps lanae,

warna sediaan putih, krim tersebut homogen, tipe krim tersebut adalah air

dalam minyak (w/o).

3. Dalam pembentukan emulsi, pemanasan bahan, dan penggerusan pada

lumpang sering menjadi masalah dalam pembentukan krim ciflunolon ini,

sehingga harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati.

4. Dalam pembuatan krim ciflunolon harus memperhatikan kestabilan dan

kelarutan zat aktif.

5. Penyimpanan krim ciflunolon dilakukan dalam wadah tertutup baik atau

tube ditempat sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta:


Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI. 1997. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press.
Ikatan Sardjana Farmasi Indonesia. 1968. Cetakan ketiga Formularium
Medicamentorum Selectum. Jawa Timur: ISFI.
Ikatan Sardjana Farmasi Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia
volume 47. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press.
Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai