Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID “KRIM”

LAPORAN PRAKTIKUM RESMI


TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID DAN LIQUID
“KRIM CINOLON-N”

Untuk memenuhi sebagian persyaratan


dalam menempuh mata kuliah Teknologi
Sediaan Semi Solid dan Liquid

Disusun oleh:

Rizal Aji Mustaqiem (P2.31.39.0.13.088)

Sela Dwi Agraini (P2.31.39.0.13.089)

Siti Nur Fathimah (P2.31.39.0.13.090)

Kelas/kelompok: IB/B14

Dosen Pengawas:

Dra. Harpolia Cartika, M. Far, Apt

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
2014
I. Tujuan Percobaan
Menentukan formula dan metode pembuatan serta evaluasi yang tepat dalam
pembuatan cream Cinolon-N dengan basis cleansing cream.

II. Latar Belakang


a. Teori
Krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar, (FI III hal 8). Keuntungan krim yaitu mudah
menyebar rata M/A dan lebih mudah dibersihkan daripada salep. Ada 2 tipe krim, yaitu krim
tipe minyak dalam air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Krim tipe minyak dalam
air stabil bila diencerkan dengan air, sedangkan krim tipe air dalam minyak akan rusak bila
diencerkan dengan air. Krim tipe air-minyak mudah menjadi kering dan mudah rusak.
Krim rusak jika terganggu sistem campurannya terutama disebabkan perubahan suhu
dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus
dilakukan dengan teknik aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu
1 bulan.
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan anion,
kation, atau non anion. Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat
krim yang dikehendaki. Sebagai zat pengemulsi dapat digunakan emulgid, lemak bulu
domba (adeps lanae), setaseum, setilalkohol, stearilalkohol, trietanolaminil stearat dan
golongan sorbitan, polisorbat, polietilenglikol, sabun.
Zat pengawet yang umum digunakan yaitu Metil Paraben 0,12% hingga 0,18% atau
Propil Paraben 0,02% hingga 0,05%.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik atau tube dan ditempat sejuk. Penandaan
pada etiket harus juga tertera “Obat Luar”.
(Menurut FI IV) Krim yang dapat dicuci dengan air lebih ditujukan untuk penggunaan
kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal.
b. Prinsip
Dalam pembuatan krim, prinsipnya adalah reaksi penyabunan antara zat yang bersifat
basa dengan asam lemak bersuhu tinggi ini akan berjalan sempurna pada suhu sekitar 70°C,
pencampuran harus dilakukan di mortir panas.
Cara menyiapkan mortir panas:
Siapkan mortir dan stamfer yang bersih, kemudian mortir diisi dengan air mendidih
biarkan stamfernya terendam, diamkan hingga bagian luar mortir menjadi panas, kemudian
airnya dibuang dan stamfernya dilap hingga kering dan siap digunakan untuk mencampur
basis krim.
c. Zat Aktif
Cinolon-N 10 gram (ISO volume 47 halaman 362)
Komposisi : Fluosinolon asetonid 0,25 mg ; Neomisin sulfat 5 mg
Indikasi : Dermatitis yang terinfeksi
KI : Hipersensitivitas
Dosis : Oleskan pada kulit yang terinfeksi sehari 2-4x
III. Preformulasi dan Permasalahan Farmasetik
A. Preformulasi Zat Aktif
1) Fluosinolon Asetonidum (FI IV hal 383 )
Fluosinolon Asetonida berbentuk anhidrat atau mengandung 2 molekul air;
mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,% 𝐶24 𝐻30 𝐹2 𝑂4 dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
 Pemerian
Serbuk hablur, putih atau praktis putih; ttidak berbau, stabil. Meleleh pada suhu
270° dengan perubahan komposisi.
 Kelarutan
Tidak larut dalam air; larut dalam metanol; sukar larut dalam eter dan dalam
kloroform.
 Baku pembanding
Fluosinolon Asetonida BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada suhu
105°
 Wadah dan penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik.
2) Neomisin Sulfat (FI III hal 429)
Neomisina Sulfat adalah campuran garam sulfat zat antimikroba yang dihasilkan
oleh biakan pilihan Steptomyces fradioe. Mengandung neomisina sulfat tidak kurang
dari jumlah yang setara dengan 60,0% neomisina, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
 Pemerian
Serbuk; putih atau putih kekuningan; hamper tidak berbau; higroskopik.
 Kelarutan
Mudah larut dalam 3 bagian air, dalam 1 bagian air larut perlahan-lahan; sangat
sukar larut dalam etanol (95%) P dalam eter P dan dalam aseton P.
 Keasaman-kebasaan
pH larutan 3,3% b/v 5,0 sampai 7,5.
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu tidak lebih dari 30°
 Penandaan
Pada etiket harus juga tertera:
1. Jumlah UI per mg dalam wadah
2. Daluwarsa
 Khasiat dan penggunaan
Antibiotikum.
Preformulasi Basis
1) Acidum Stearicum (FI III hal 57)
Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari lemak,
sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, 𝐶18 𝐻36 𝑂2 dan asam heksadekanoat,
𝐶16 𝐻32 𝑂2 .
 Pemerian
Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat;
mirip lemak lilin
 Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian ethanol (95%) P, dalam 2 bagian
kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
 Suhu Lebur
Tidak kurang dari 54°
 Bilangan Iodium
Tidah lebih dari 4
 Asam Mineral
Lebur 5 g kocok dengan air panas volume sama selama 2 menit, dinginkan, saring.
Pada filtrat tambahkan 1 tetes Larutan jingga metil P; tidak terjadi warna merah.
 Lemak Netral atau Paraffin
1 g dan 500 mg natrium karbonat anhidrat P tambahkan pada 30 ml air dalam
sebuah labu, didihkan. Larutan panas hanya boleh beropalesensi lemah.
 Sisa Pemijaran
Tidak lebih dari 0,1%; pengeringan dilakukan menggunakan 4 g
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
 Khasiat dan Penggunaan
Zat tambahan
2) Triethanolamin (TEA) (FI III hal 612)
Triethanolamin adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina, dan
monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 107,4%
dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin, N (𝐶2 𝐻4 𝑂𝐻)3 .
 Pemerian
Cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat; bau lemah mirip amoniak;
higroskopik
 Kelarutan
Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P.
 Bobot Jenis
1,120 sampai 1,128
 Indeks Bias
1,481 sampai 1,486
 Kadar Air
Tidak lebih dari 0,5%; penetepan dilakukan dengan cara titrasi yang tertera pada
penetapan kadar air; sebagai pelarut digunakan campuran 5,0 ml asam asetat glasial P
dan 20 ml metanol P.
 Sisa Pemijaran
Tidak lebih dari 0,05%
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
 Khasiat dan Penggunaan
Zat tambahan
3) Adeps Lanae (FI III hal 61)
Lemak Bulu Domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu
domba Ovis aries Linne (Farm Bovidae), mengandung air tidak lebih dari 0,25.
 Pemerian
Zat serupa lemak, liat, lekat; kuning muda atau kuning pucat, agak yembus cahaya;
bau lemah dan khas
 Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut
dalam kloroform P dan dalam eter P
 Jarak Lebur
36° sampai 42°; penetapan dilakukan menurut cara Penetapan suhu lebur lemak,
malam dan sejenisnya yang tertera pada Penetapan jarak lebur, suhu lebur, suhu beku
dan jarak didih, dengan membiarkan pada suhu 15° sampai 20° selama 24 jam.
 Bilangan Asam
Tidak lebih dari 1,0
 Bilangan Iodium
18 sampai 32; penetapan dilakukan dengan menggunakan lebih kurang 1 g
 Susut Pengeringan
Tidak lebih dari 0,5%; pengeringan dilakukan pada suhu 105° selama 1 jam
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya di tempat sejuk
 Khasiat dan Penggunaan
Zat tambahan
4) Paraffinum Liquidum (FI III hal 474)
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak mineral;
sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butilhidroksitoluen tidak lebih
dari 10 bpj.
 Pemerian
Cairan kental, transparan, tidak berfluoresensi; tidak berwarna; hampir tidak
berbau; hampir tidak mempunyai rasa.
 Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan
dalam eter P.
 Bobot per ml 0,870 g sampai 0,890 g.
 Keasaman-Kebasaan
Memenuhi syarat yang tertera pada Paraffinum Solidum
 Kekentalan
Pada suhu 37,8° tidak kurang dari 55 cP.
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
 Khasiat dan Penggunaan
Laksativum
5) Aqua Destillata/Air suling (FI III hal 96)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum
 Pemerian
Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
 Keasaman-Kebasaan
Pada 10 ml tambahkan 2 tetes larutan merah metil P; tidak terjadi warna merah.
Pada 10 ml tambahkan 5 tetes larutan biru bromtimol P; tidak terjadi warna biru.
 Besi, Tembaga dan Timbal
Pada 100 ml tambahkan 1 tetes larutan natrium sulfida P; cairan tetap jernih dan
tidak berwarna
 Kalsium
Pada 100 ml tambahkan 2 ml larutan amonium oksalat P; tidak terjadi kekeruhan.
 Klorida
Pada 10 ml tambahkan 1 ml larutan perak nitrat P; biarkan selama 5 menit, cairan
jernih tidak berwarna.
 Nitrat
Tuangkan hati-hati 5 ml di atas 5 ml latutan difenilamina P; tidak terjadi warna biru
pada bidang batas.
 Sulfat
Pada 10 ml tambahkan 1 ml larutan barium klorida P; biarkan selama 5 menit;
cairan jernih tidak berwarna.
 Karbondioksida
Pada 25 ml tambahkan 25 ml larutan kalsium hidroksida P; biarkan selama 5 menit;
larutan jernih.
 Zat Teroksidasi
Didihkan 100 ml dengan 10 ml asam sulfat encer P; dan 0,5 ml kalium
permanganoat 0,01 N, warna tidak hilang.
 Sisa Penguapan
Tidak lebih dari 0,001% b/v; penguapan dilakukan di atas tangas air hingga kering.
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
6) Methylis Parabenum /Nipagin M (FI III hal 378)
Metil Paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0%
𝐶8 𝐻8 03 .
 Pemerian
Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak mempunyai rasa, kemudian
agak membakar diikuti rasa tebal.
 Kelarutan
Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol
(95%) P dan dalam 3 bagian aseton P; mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali
hidroksida; larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak
nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
 Suhu Lebur
125° sampai 128°
 Keasaman-kebasaan
Larutkan 200 mg dalam 250 ml air bebas karbondioksida P panas, dinginkan,
netralkan dengan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator larutan merah metil
P; diperlukan tidak lebih dari 0,1 ml.
 Sisa Pemijaran
Tidak lebih dari 0,1%
 Penetapan Kadar
Timbang saksama 100 mg, didihkan dengan 50 ml natrium hidroksida 1 N selama 30
menit, sambil mengganti kehilangan air karena penguapan
 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup baik
 Khasiat dan Penggunaan
Zat tambahan; zat pengawet
B. Permasalahan Farmasetik
1. Zat Aktif
 Fluosinolon asetonid harus dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol 96% karena tidak
larut dalam air
 Neomisin sulfat merupakan zat antibakteri, sehingga:
 Harus ditambahkan nipagin karena neomisin sulfat merupakan zat antibakteri
 Sediaan cream harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus
cahaya untuk menghindari kontaminasi.
2. Basis Cream
 Hasil leburan dari acidum stearic, paraffin liquid, dan adeps lanae harus segera diaduk di
dalam mortir panas agar terbentuk basis yang baik dan tidak pecah
 Pengadukan basis tidak boleh terlalu lama karena basis dapat menjadi mengembang.
Hal itu dapat terjadi karena sifat basis sama seperti soda kue
 Pemberian air panas sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit dengan tujuan agar air
panas dengan adeps lanae dapat menyatu dengan baik dan agar basis tidak terlalu
encer.

IV. Metoda
a. Formula
Cinolon-N
Tiap gram mengandung
1. Fluosinolon asetonid 0,25 mg
2. Neomisin sulfat 5 mg
3. Basis : Cleansing cream (FMS hal 101)
R/ Acid Stearic 145
Triaethanolum 15
Adip. Lanao 30
Paraf. Liq 250
Aq. dest 550
Nipagin q.s
M.f. cream
S.U.E
b. Penimbangan
a) Untuk 10 kemasan : 10 gram × 10 = 100 gram
1) Fluosinolon asetonid : 0,25 mg × 10 = 2,5 mg × 10 = 25 mg = 0,025 gram
2) Neomisin sulfat : 5 mg × 10 = 50 mg × 10 = 500 mg = 0,5 gram
0,1%
3) Nipagin : 100% × 100 gram = 0,1 gram

Pengenceran Fluosinolon asetonid


 Fluosinolon = 50 mg
 Timbang basis cream untuk pengenceran ad 1000 mg, sehingga:
 Basis cream untuk pengenceran = 1000 mg − 50 mg = 950 mg.
25 mg
 Hasil pengenceran = 50 mg × 1000 mg = 500 mg
 Sisa pengenceran = 1000 mg − 500 mg = 500 mg

4) Basis
Penambahan 3 gram karena terdapat pengenceran. Setiap 1 tube beratnya 10
gram, sehingga 10 tube beratnya 100 gram.
Berat basis keseluruhan = 100 gram + 3 gram = 103 gram
Berat tiap kandungan basis = 103 − (0,5 + 0,5 + 0,1 gram) = 101,9 gram
145
 Acid Stearic : 990 × 101,9 = 14,92 ≈ 15
15
 TEA : × 101,9 = 1,54 ≈ 1,5
990
30
 Adeps lanae : 990 × 101,9 = 3,08 ≈ 3
250
 Paraf liq : 990 × 101,9 = 25,7 ≈ 26
550
 Aquadest : 990 × 101,9 = 56,6 ≈ 57
c. Alat dan Bahan
a. Mortir dan stamfer
b. Cawan uap
c. Waterbath
d. Kompor
e. Batang pengaduk
f. Pipet
g. Beaker glass
h. Gelas ukur
i. Pinset
j. Tube
k. Plastik
l. Perkamen
m. Timbangan
n. Anak timbangan
o. Sudip
d. Prosedur Pembuatan
1. Setarakan timbangan, siapkan alat dan bahan obat yang digunakan
2. Timbang bahan obat
3. Percobaan TEA (1 g = 40 tetes)
Sehingga: 40 x 1,5 g = 60 tetes
4. Cawan ditara , timbang paraffin liquid + asam stearic + adeps lanae. Lalu leburkan
pada waterbath
5. Panaskan mortir
6. Setelah mortir panas, buang air panas lalu lap kering
7. Masukkan TEA ke dalam mortir panas tersebut. Tambahkan nipagin + air panas ¼
nya ditambah hasil leburan.
8. Tambahkan sisa air panas sedikit demi sedikit
9. Aduk hingga basis cream terbentuk, lalu keluarkan dan tempatkan pada cawan
10. Timbang 950 mg basis untuk melakukan pengenceran. Masukkan ke dalam mortir
11. Masukkan fluosinolon 50 mg aduk ad homogen
12. Setelah homogen timbang massa tersebut sebanyak 500 mg sebagai hasil
pengenceran, dan sisanya (500 mg) dimasukkan ke dalam pot plastik
13. Gerus neomisin di dalam mortir, lalu masukkan basis yang terdapat di dalam cawan.
Setelah itu masukkan hasil pengenceran aduk ad homogen
14. Setelah cream jadi, cream dibagi menjadi 10 bagian ( 1 bagian = 10 g )
15. Masukkan 5 bagian cream ke dalam tube dengan dilapisi plastik karena kandungan
yang terdapat di dalam cream dapat bereaksi dengan lapisan bagian dalam tube
16. Masukkan sisa 5 bagian cream tersebut ke dalam pot plastik ( 1 bagian = 10 g )
untuk diuji
e. Hasil Evaluasi
1. Uji organoleptis

Bentuk Warna Bau


Setengah Putih Adeps lanae
padat

2. Uji Homogenitas

Keterangan
Uji Homogenitas Tidak ada partikel
(homogen)
3. Uji pH

pH = 7 (bersifat basa)
4. Uji dengan kertas lakmus

 Bersifat basa: Lakmus merah→biru

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan pembuatan krim cinolon-n dan
evaluasinya.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar.
Fluocinolone acetonide berbentuk anhidrat atau mengandung 2 molekul air: mengandung
tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 102,0% C24 H30 F2 O4.
Neomycine sulfate adalah campuran garam sulfat zat anti mikroba yang dihasilkan oleh
biakan Streptomyces fradioe, mengandung neomycine sulfate tidak kurang dari jumlah yang setara
dengan 60,0% neomisin, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Nipagin berbentuk serbuk hablur, putih, hampir tidak berbau, hampir tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutannya larut dalam 500
bagian air, dlam 20 bagian air mendidih, dlam 3,5 bagian etanol ( 95%) p dan dalam 3 bagian
aseton p : mudah larut dalam eter p dan dalam larutan alkali hidroksida : larut dalam 60
bagian gliserol p panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan
larutan tetap jernih.
Asam stearat / Acidum stearicum/ Asam oktadekanoat merupakan zat padat keras
mengkilat menunjukkan susunan hablur; putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin.
Kelarutan asam stearat mudah larut dalam benzene, carbon tetrachloride, kloroform dan
eter. Larut dalam etanol 95%, hexane dan propilenglikol. Praktis tidak larut dalam air. Asam
stearat merupakan bahan yang stabil terutama dengan penambahan antioksidan. Sebaiknya
disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat kering dan sejuk. Digunakan sebagai
emulsifying agent; solubilizing agent; tablet and capsule lubricant (1-3%).
Trietanolamin (TEA) memiliki sinonim Daltogen/ Tealan/ Trietilolamin,
trihidroksitrietilamin / Tris(hidroksi)etilamin. Merupakan cairan kental, jernih, dengan bau
ammonia, tidak berwarna hingga kuning pucat. Kelarutannya campur dengan air, metanol,
etanol (95%), dan aseton. Larut dalam kloroform, larut dalam 24 bagian benzen dan 63
bagian eter
pH = 10,5 untuk larutan aqueous 0,1 N. Kegunaan dalam formulasi terutama digunakan
sebagai pH adjusting agent. Kegunaan lain yaitu sebagai buffer, pelarut, humektan, dan
polimer plasticizer. Digunakan pada konsentrasi 2-4%.
Adeps Lanae atau lemak bulu domba merupakan zat serupa lemak, liat, lengket;
kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya; bau lemah dan khas. Praktis tidak
larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95 %) P; mudah larut dalam kloroform dan
dalam eter P, berkhasiat sebagai zat tambahan, zat pengikat (Anonim, 1979)

Parafin liquid merupakan minyak cair kental tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa . Larut dalam aseton, benzen, kloroform, carbon disulfida eter dan petroleum eter,
tidak bercampur dengan minyak menguap dan lemak pada, praktis tidak larut dalam etanol
95%, gliserin dan air.

Aquades merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Dapat bercampur
dengan pelarut polar. Memiliki kegunaan sebagai pelarut.

Dalam praktik, kami melakukan pembuatan sediaan krim cinolon-n berdasarkan


formula yang telah kami buat sebelumnya. Untuk membuat formula tersebut langkah
pertama yang kami lakukan adalah menyiapkan alat dan bahan, alat yang dipergunakan
untuk pembuatan sediaan krim ini adalah becker glass, batang pengaduk, spatula logam,
mortir dan stamper, kaca arloji, cawan porselen, neraca analitik, alat evaluasi sediaan.
Sedangkan bahan yang dipergunakan adalah fluocinolone acetonide, neomycine
sulfate , nipagin, aquadest, asam stearat, triethanolamin, lemak bulu domba, parafin cair,
dan aquadest .
Setelah alat dan bahan siap, langkah kedua adalah menimbang bahan sesuai dengan
perhitungan yang ada, dimana fluocinoloe acetonide ditimbang sebanyak 25mg, neomycine
sulfate 500 mg, nipagin 100 mg. Semua bahan ini ditimbang untuk 10 pembuatan krim
cinolon-n. Karena terdapat bahan obat yang tidak dapat ditimbang yaitu fluocinolone
acetonide 25 mg karena batas penimbangan yaitu 50 mg maka basis krim kami tambahkan
untuk melakukan pengenceran. Sehingga kami menimbang untuk basis krim menjadi: asam
stearat 15 g, TEA 1,5 g, lemak bulu domba 3 g, parafin cair 26 g, aquadest 57 g.
Langkah ketiga, setelah penimbangan bahan adalah praktikan membuat basis krim
terlebih dahulu, pembuatan basis dengan cara melebur dengan cawan porselen bahan –
bahan seperti asam stearat, trietanolamin, lemak bulu domba, parafin cair, dan sebagian
aquades diatas water bath. Aduk sampai mencair dan homogen. Kemudian masukan ke
dalam mortir panas gerus dengan air panas sampai terbentuk basis krim.
Kemudian langkah keempat adalah memulai pembuatan krim cinolon-n. Kita
membuat pengenceran terlebih dahulu dari fluocinolone acetonide dengan cara kita
menimbang fluocinolone acetonide sebanyak 50 mg kemudian ditambahkan basis krim
sampai beratnya 1000 mg, kemudian digerus sampai homogen, dari campuran tersebut
ditimbang kembali 500mg (hasil pengenceran) kemudian ditambahkan neomycie sulfate
gerus sampai homogen. Tambahkan basis krim ke dalam lumpang gerus sampai homogen
kemudian tambahkan nipagin yang sudah dilarutkan ke dalam lumpang gerus sampai
homogen. Tempatkan pada wadah (tube) yang sesuai menjadi 5 sediaan krim yang masing-
masing sediaan mempunyai berat 10 g. Dimana sisa sediaan digunakan untuk proses
evaluasi.
Langkah kelima, adalah evaluasi sediaan. Evaluasi sediaan yang dilakukan adalah
evaluasi organoleptis, homogenitas, keasaman (PH)
Evaluasi pertama adalah uji organoleptis, evaluasi yang dilakukan dengan cara
mengamati sediaan krim dilihat dari bentuk, warna, dan bau dari sediaan krim cinolon-n
yang dibuat tersebut. Evaluasi ini dilakukan agar mengetahui sediaan yang dibuat sesuai
dengan standar krim yang ada, dalam arti sediaan krim tersebut stabil dan tidak
menyimpang dari standar krim.
Evaluasi kedua yaitu uji homogenitas. Uji ini dilakukan dengan tujuan agar
mengetahui sediaan yang dibuat homogen atau tidak, karena sediaan krim yang baik harus
homogen dan bebas dari pertikel- partikel yang masih mengumpal. Cara kerja pada uji ini
yaitu dengan mengoleskan sedikit sediaan krim di kaca objek dan amati adakah partikel
yang masih menggumpal atau tidak tercampur sempurna. Jika tidak berarti larutan
dikatakan homogen.
Evaluasi ketiga yaitu uji keasaman (PH).
Evaluasi keempat yaitu uji stabilitas dengan dilakukan dengan cara mendiamkan krim
selama 3 hari dalam suatu suhu yang berbeda yaitu:
 Suhu dingin dilakukan menggunakan lemari pendingin
 Suhu kamar
 Suhu panas berlebih dilakukan menggunakan oven
Evaluasi keempat yaitu uji dengan kertas lakmus untuk mengetahui sifat kimia dari
krim cinolon-n.
Berdasarakan masing – masing uji diperoleh hasil sebagai berikut :
Uji organoleptis sediaan krim cinolon-n yaitu bentuknya setengah padat, bau : Adeps
lanae, warna : putih.
Uji homogenitas, hasil yang diperoleh adalah krim cinolon-n yang dibuat adalah
homogen, tidak terdapat partikel yang menggumpal.
Uji keasaman (PH) menggunakan kertas untuk mengukur pH dengan memasukan
kertas tersebut ke dalam sediaan krim. Hasil yang diperoleh ialah krim cinolon-n berpH 7
(basa).
Uji stabilitas dengan menempatkan sediaan krim cinolon-n dalam berbagai suhu
selama tiga hari. Hasil yang diperoleh:
 Suhu dingin : putih, bau adeps lanae
 Suhu kamar : putih, bau adeps lanae
 Suhu panas berlebih : putih, bau adeps lanae
Uji dengan kertas lakmus menghasilkan warna biru pada lakmus merah yang
menandakan bahwa krim cinolon-n bersifat basa.
Pada praktikum pembuatan dan sediaan krim cinolon-n ini menggunakan zat aktif
fluocinolone acetonide dan neomycin sulfate yang mana berkhasiat sebagai antibiotik.
Bahan tambahan lainya yang digunakan adalah nipagin yang mana berkhasiat sebagai
pengawet (anonim, 1979). Bila dalam resep krim diencerkan (dilarutkan) dalam air, dapat
pula ditumbuhi jamur. Untuk mencegah krim tidak menjadi busuk ditambah nipagin sebagai
pengawet (Moh. Anief, 1998). Maksud busuk disini adalah agar krim tidak cepat rusak dan
krim menjadi awet. Penambahan nipagin yang dianjurkan adalah 0,1% - 0,2% (Moh. Anief,
1998. Hal 112)
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan krim adalah :
1. Kelarutan
Perhatikan kelarutan dari zat aktif yang akan dipakai dalam pembuatan. Apakah
mudah larut, atau sukar larut.
2. Kestabilan
Perhatikan zat aktif yang digunakan apakah stabil dan dapat digunakan dalam
pembuatan sediaan. Zat aktif yang dipergunakan untuk pembuatan sediaan adalah zat
tersebut tidak mengalami perubahan fisika ataupun kimia bila dilarutkan dalam pelarut.
Karena dalam hal pembuatan sediaan setengah padat (krim) ada pelarut-pelarut tertentu
yang digunakan.
VI. KESIMPULAN
1. Mahasiswa dapat membuat sediaan krim dengan menggunakan formula buatan sendiri.
2. Krim adalah sediaan bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
3. Krim cinolon-n yang dibuat bentuknya setengah padat, bau adeps lanae, warna sediaan
putih, krim tersebut homogen, tipe krim tersebut adalah air dalam minyak (w/o).
4. Dalam pembentukan emulsi, pemanasan bahan, dan penggerusan pada lumpang sering
menjadi masalah dalam pembentukan krim cinolon-n ini, sehingga harus dilakukan
dengan teliti dan hati-hati.
5. Dalam pembuatan krim cinolon-n harus memperhatikan kestabilan dan kelarutan zat
aktif.
6. Penyimpanan krim cinolon-n dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat
sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera “obat luar”.

VII. DAFTAR PUSTAKA


1. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
2. Anonim. 1997. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
3. Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press
4. Ikatan Sardjana Farmasi Indonesia. 1968. Cetakan ketiga Formularium Medicamentorum
Selectum. Jawa Timur
5. Ikatan Sardjana Farmasi Indonesia. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 47.
Jakarta
6. Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press
7. Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan

VIII. ETIKET (Terlampir)


a) Etiket Tube

b) Brosur
c) Etiket Dus

Anda mungkin juga menyukai