Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI

DEPARTEMEN MATERNITAS

OLEH :

DONI MUHAMMAD SYAFI’I


202020461011085

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021
A. Konsep Dasar Mioma Uteri
1. Pengertian Mioma Uteri
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut
fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia
wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopouse). Mioma uteri
jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi
dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa
infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan malpresentasi
(Aspiani, 2017).

2. Etiologi
Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
1) Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan
sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri
jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).

2) Hormon Endogen (endogenous hormonal)


Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada
jaringan miometrium normal.

3) Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan
penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk
menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri.

4) Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang
(red meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun
sayuran hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.

5) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar
estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus.
Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor
pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, dan faktor pertumbuhan epidermal.

6) Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan
dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau
2 (2) kali

Faktor terbentuknya tomor:


a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-
sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan
genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya
mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap
kanker payudara, tidak serta merta semua anak gandisnya akan
mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami kesalahan
genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum
berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15%
kanker, disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh
faktor eksternal (Apiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditam,bahkan pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti
pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah
makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya.

Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,


misalnya aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa
yang lebih berbahaya bagi tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal
atau korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan
pada sel.

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
1) Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi
estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse
dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Enzim hidrxydesidrogenase mengungbah estradiol (sebuah estrogen
kuat) menjadi estrogen (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal.
2) Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu
mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada tumor.

3) Hormon pertumbuhan (growth hormone)


Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu
HPL, terlihat pada periode ini dan memberi kesan bahwa
pertumbuhan yang cepat dari leimioma selama kehamilan mungkin
merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan estrogen.
.
3. Klasifikasi Mioma
Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana mioma
tumbuh.
1) Lapisan Uterus
Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma
ini dibagi menjadi tiga jenis.
a. Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian
besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah (miometrium). Pertumbuhan tumor dapat menekan otot
disekitarnya dan terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma yaang terletak
pada dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan
keluhan miksi.

b. Mioma Uteri Subserosa


Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar
yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi oleh
serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosa
yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum
atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
disebut wandering parasitis fibroid.

c. Mioma Uteri Submukosa


Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga
menonjol ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau
berdasarkan lebar. Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
di keluarkan melalui saluran seviks yang disebut mioma geburt.
Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Tumor jenis ini sering
mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang
dilahirkan.

4. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak
menyusun semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor
didalam uterus mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya
banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri
maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan
mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluhan
miksi (Aspiani, 2017).

Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran
kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan
tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga
neoplasma masif yang jauh lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian
terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat di bawah
endometrium (submukosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir
membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ disekitarnya, dari
mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan
diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”. Neoplasma yang
berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai daerah
perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat
kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).
5. Pathway
Faktor predisposisi:
a. Usia penderita
b. Hormon endogen
c. Riwayat keluarga
d. Makanan, kehamilan dan paritas

Mioma Uteri

Mioma Intramural mioma submukosa mioma Sub

Tumbuh didinding uterus berada dibawah endometrium & tumbuh keluar d


Menonjol kedalam rogga uterus uteru

Mk: Resiko Syok Hipovolemik Gejala/Tanda

Anemia Perdarahan pembesaran

uterus suplai darah Gg Hematologi Kurang Penget

Gg sirkulasi Penekanan Syaraf


Mk: Gg Perfusi penurunan respon imun Nekrosis
Jaringan perifer Mk: Ansietas

Radang Nyeri

Mk: Resiko Infeksi Mk: Nyeri


Akut/Kronis

Penekanan
Kandung kemih uretra Ureter Rektum
kolon sigmoid

Poli Uria Retensio Urine Hidronefrosis obstipasi


kolon desenden dan ileum

Mk: Gangguan Eliminasi Urine Mk:


Konstipasi Kolon asendens Kolostomy Mk:
resiko gangguan identitas pribadi
Kolon
tranversum dan duodenum
usus membusuk terjadi infeksi pada usus

Fungsi pencernaan menurun

Terjadi pendarahan pada usus

Mk: Ketidak keseimbangan Anemia

Kelemahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuh
an tubuh

Mk:

(Aspiani,
2017)
6. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada pada tubuh karena mioma
uteri.
1. Degenerasi hialin, merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan.
a. Jaringan ikat bertambah
b. Berwarna putih dan keras
c. Sering disebut “mioma durum”.
2. Degenerasi kistik
a. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair.
b. Menjadi poket kistik.
3. Degenerasi membantu (calcareous degeneration)
a. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
b. Padat dan keras
c. Berwarna putih.
4. Degenerasi merah (carneus degeneration )
a. Paling sering terjadi pada masa kehamilan.
b. Estrogen merangsang perkembangan mioma.
c. Aliran darah tidak seimbang karena terjadi edema sekitar tungkai dan
tekanan hamil.
d. Terjadi kekurangan darah yang menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah hemosiderosis
atau hemofusin.
e. Biasanya disertai rasa nyeri, tetapi dapat hilang dengan sendirinya.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi kelahiran prematur,
ruptur tumor dengan perdarahan peritoneal, dan shock.
5. Degenerasi mukoid
Daerah hyalin digantikan dengan bahan gelatinosa yang lembut dan
biasa terjadi pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang tergangu.
6. Degenerasi lemak
Lemak ditemukan dalam serat otot polos.
7. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontraversi yang ada saat ini adalah
apakah hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah
neoplasma spontan. Leimiosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang
jarang terdiri dari sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.

7. Gambaran Klinis Mioma


Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-
apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami penyakit mioma uteri
dalam rahim.

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi hal-hal


berikut.
a. Besarnya mioma uteri.
b. Lokalisasi mioma uteri.
c. Perubahan-perubahan pada mioma uteri.
d. Gejala klinik terjadi hanya sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena.

2) Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri adalah sebagai
berikut.
a. Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragia,
metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat menyebabkan anemia
defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena
bertambahnya areah permukaan dari endometrium yang menyebabkan
gangguan kontraksi otot rahim, distorsi, dan kongesti dari pembuluh
darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
b. Penekanan rahim yang membesar.
c. Terasa berat di abdomen bagian bawah.
d. Terjadi gejalah traktus urinarius: urine freqency, retensi urine,
obstruksi ureter, dan hidronefrosis.
e. Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
f. Terasa nyeri karena saraf tertekan.

3) Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut.
a. Penekanan saraf.
b. Torsi bertangkai.
c. Submukosa mioma terlahir.
d. Infeksi pada mioma.

4) Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat berakibat


pada hal-hal berikut.
a. Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri, dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan kelahiran.
b. Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi.
c. Keguguran dapat terjadi.
d. Persalinan prematuritas.
e. Gangguan proses persalinan.
f. Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas.
g. Gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.
h. Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.

8. Penanganan Mioma Uteri


Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi,
dan ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas
kelompok-kelompok berikut.

1) Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra
dan postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif
adalah sebagai berikut.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid
asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap
minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor
dan menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada
periode postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran
tumor diobsevasi dalam 12 minggu.

2) Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.


a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.

3) Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa
langkah-langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya
karsinoma endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa
kehamilan. Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan
tangkai dan tumor yang dengan mudah dijepit dan diikat. Bila
miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat
berdekatan dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus
dilahirkan dengan seksio sesarea.

4) Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), kriteria


preoperasi adalah sebagai berikut.
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran
yang berulang tidak ditemukan.

5) Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada
pasien yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala. Kriteria ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut.
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.

6) Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal
berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian
bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
7) Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah
ini dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut.
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad
risk patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada pasien mioma uteri


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri,
misalnya timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif
lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi
jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang
perlu dikaji pada rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri,
waktu dan durasi serta kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwaya Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga
mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi,
jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan
riwayat penyakit mental.
5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang
perlu diketahui adalah

a. Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab
mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan
mengalami atrofi pada masa menopause.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana
mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan
dengan hormon estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam
jumlah yang besar.

c. Faktor Psikososial
1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas
dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri.
2) Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis
kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan
diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.

d. Pola Kebiasaan sehari-hari


Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.

e. Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.
f. Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi

g. Pola Istirahat dan Tidur


Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
2) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan.
3) Pemeriksaan Fisik Head to toe
a) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
d) Telinga : lihat kebersihan telinga.
e) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya
penbesaran tonsil.
f) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
g) Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler
dan sirkulasi, ketiak dan abdomen.
h) Abdomen
Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
Perkusi: timpani, pekak
Auskultasi: bagaimana bising usus
i) Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada ekstremitas
atas dan bawah pasien mioma uteri
j) Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi, perdarahan
diluar siklus menstruasi.

2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada
organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status
kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA

A. Pengertian anemia

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar

hemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukkan

suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh. Anemia merupakan

keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak

memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara

laboratoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta

hitung eritrosit dan hematokrit dibawah normal.

Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan kriteria

WHO, dengan kriteria sebagai berikut:

 Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl


 Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
 Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
 Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
 Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada

umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut

(Handayani.,Haribowo. 2008).

 Hb < 10 gr/dl
 Hematokrit < 30%
 Eritrosit < 2,8 juta/m
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang

umum dipakai adalah (Handayani.,Haribowo. 2008):

 Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl


 Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
 Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
 Berat Hb < 6 gr/dl
B. Klasifikasi

Menurut (Handayani.,Haribowo. 2008)., klasifikasi anemia adalah:


1. Anemia Aplastik
Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh penurunan pada

prekusor sel-sel sumsum tulang dan penggantian sumsum dengan lemak.

Anemia ini dapat disebabkan oleh kongenital atau didapat, idiopati

akibat dari infeksi tertentu, obat-obatan dan zat kimia, serta kerusakan

akibat radiasi. Penyembuhan sempurna dan cepat mungkin dapat

diantisipasi jika pemajanan pada pasien dihentikan secara dini.Jika

pemajanan tetap berlangsung setelah terjadi tanda-tanda hipoplasi,

depresi sumsum tulang hampir dapat berkembang menjadi gagal

sumsum tulang dan irreversible.

2. Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana kandungan besi dalam

tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi yang tidak adekuat

menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga menghambat proses

pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia yang paling

umum.Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita pasca

menopause karena perdarahan (misal, ulkus, gastritis, tumor

gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggi serat (mencegah

absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapat menyebabkan masukan

besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran

gastrointestinal.

3. Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B12 dan Defisiensi Asam

Folat)

Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan defisiensi asam

folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum tulang dan darah

perifer yang identik.Defisiensi vitamin B12 sangat jarang terjadi tetapi

dapat terjadi akibat ketidakadekuatan masukan pada vegetarian yang


ketat, kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal, penyakit yang

melibatkan ilium atau pankreas yang dapat merusak absorpsi vitamin

B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal setelah beberapa tahun,

biasanya akibat gagal jantung kongesti sekunder akibat dari anemia.

Sedangkan defisiensi asam folat terjadi karena asupan makanan yang

kurang gizi asam folat, terutama dapat ditemukan pada orang tua,

individu yang jarang makan sayuran dan buah,alkoholisme, anoreksia

nervosa, pasien hemodialisis.

4. Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang diakibatkan oleh

defek molekul Hb dan berkenaan dengan serangan nyeri.Anemia ini

ditemukan terutama pada orang Mediterania dan populasi di Afrika, serta

terutama pada orang-orang kulit hitam.Anemia sel sabit merupaka

gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan

gen hemoglobin defektis, satu buah dari masing-masing orang

tua.Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HbS), menjadi

kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen

berkadar rendah.

5. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses

hemolysis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum

waktunya. Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak sering dijumpai,

tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat.

Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh anemia sel sabit, malaria,

penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse.

C. Etiologi
Menurut (Handayani.,Haribowo. 2008).penyebab anemia dapat

dikelompokan sebagai berikut:

1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:

a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,

Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.

b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat

menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.

c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan

anemia aplastik dan leukemia.

d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.

2. Kehilangan darah

a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi

secara mendadak.

b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.

3. Meningkatnya pemecahan eritrosit

(hemolisis) Hemolisis dapat terjadi karena:

a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah

kerusakan eritrosit.

b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak

eritrosit misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau

penggunaan obat acetosal.

4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada

Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12, dan

mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan satu

atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan

oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

D. Tanda Gejala

Menurut (Handayani.,Haribowo. 2008), tanda dan gejala dari anemia,

meliputi:

1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).


2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak

tangan menjadi pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia

dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Gejala umum anemia

Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah

gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah

menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat

diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:

 Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak

nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.

 Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan

dingin pada ekstremitas.

 Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.


 Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, serta rambut tipis dan halus.

2. Gejala khas masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah

sebagai berikut:

 Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis


angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
 Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
 Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
 Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari

Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia

tersbut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi

cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran

parotis dan telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.

E. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang

atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum

tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,

atau akibat penyebab yang tidak diketahui.Lisis sel darah merah terjadi dalam

sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan

limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk
dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah

mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul

dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin

plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke

dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia

organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh

darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut

sindrom anemia (Handayani, 2008).

Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada

tiga kelompok (Handayani.,Haribowo. 2008) :

1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal

Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit

atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik.Hal ini

terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan

mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari

eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini

antara lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell,

anemia defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan

kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan

untuk proses eritropoesis.

2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah

Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu

bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur

lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia

hemolitik yang diketahui atara lain:


a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis.
3. Anemia akibat kehilangan darah

Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada

perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis

umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus,

hemoroid, gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat

obatan yang mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS),

menstruasi, dan proses kelahiran.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan diagnose

anemia adalah (Handayani, 2008):

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis

 Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.

Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,

seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan


MCHC), asupan darah tepi.

 Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit

dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap

darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

 Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan

diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya

tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.

2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis


 Faal ginjal
 Faal endokrin
 Asam urat
 Faat hati
 Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
 Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
 Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
 Pemeriksaan sitogenetik.
 Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,

FISH: fluorescence in situ hybridization).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai jenisnya,

dapat dilakukan dengan (Handayani.,Haribowo. 2008) :

1. Anemia Aplastik
 Transplantasi sumsum tulang.
 Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
 Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
 Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
 Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi

 Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi


gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
 Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
 Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
 Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
 Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.

3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)

Anemia defisiensi vitamin B12:

 Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada


vege tarian ketat).
 Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
 Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
Anemia defisiensi asam folat:
 Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
 Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
 Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin

prenatal).

4. Anemia sel sabit

 Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.


 Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
 Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
 Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih

ringan.

 Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak

responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan

darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk

mencegah krisis.
H. Pathway
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

ANEMIA MENURUT NIC NOC

a) Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan

secara menyeluru (Marrelli. 2008).

Pengkajian pasien dengan anemia (Marrelli. 2008) meliputi :


1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan

produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi

terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih

banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau

istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada

sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh

tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan

tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.

2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI

kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung

berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi

(takikardia kompensasi).

Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan

nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG,

depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;

takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas

(warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut,

faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat

dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat


(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau

putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan

aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah

patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering,

mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).

3) Integritas ego
Gejala: keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan

pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.

Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom

malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.

Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.

Tanda : distensi abdomen.


5) Makanan/cairan
Gejala: penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani

rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,

kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,

anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas

mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah

liat, dan sebagainya (DB).

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat

dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit :

buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan

glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir

dengan sudut mulut pecah. (DB).

6) Neurosensori
Gejala: sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan

bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;

parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin

Tanda: peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.

Mental: tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik :

hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-

lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa

getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan

aktivitas.

Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.


9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat

terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan.

Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan

panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,

penyembuhan luka buruk, sering infeksi.

Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam,

limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).

10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau

amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.

Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

b) Diagnosa Keperawatan
1) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau


penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)).

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna

makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan

komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman

oksigen/nutrient ke sel.

5) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.

6) Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet;

perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.

7) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat;

salah interpretasi informasi; tidak mengenal sumber informasi.


c) Intervensi/Implementasi keperawatan
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan

granulosit (respons inflamasi tertekan)).Tujuan : Infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan

risiko infeksi meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen

atau eritema, dan demam.

INTERVENSI RASIONAL

 Tingkatkan cuci tangan yang baik;  Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi


oleh pemberi perawatan dan pasien. bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko
 Pertahankan teknik aseptic ketat pada akibat flora normal kulit.
prosedur/perawatan luka.
 Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi
 Berikan perawatan kulit, perianal dan bakteri
oral dengan cermat.
 Menurunkan risiko
 Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang kerusakan kulit/jaringan dan
sering, latihan batuk dan napas dalam. infeksi.

 Tingkatkan masukkan cairan adekuat  Meningkatkan ventilasi semua segmen


paru dan membantu memobilisasi
 Pantau/batasi pengunjung. Berikan sekresi untuk mencegah pneumonia.
isolasi bila memungkinkan
 Membantu dalam pengenceran secret
 Pantau suhu tubuh. Catat adanya pernapasan untuk mempermudah
menggigil dan takikardia dengan atau pengeluaran dan mencegah stasis
tanpa demam. cairan tubuh misalnya pernapasan dan
ginjal.
 Amati eritema/cairan luka
 Membatasi pemajanan pada
 Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas
bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
sesuai indikasi (kolaborasi)
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila
 Berikan antiseptic topical ; antibiotic respons imun sangat terganggu.

 Adanya proses inflamasi/infeksi


membutuhkan evaluasi/pengobatan.
35

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan

/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

Tujuan : kebutuhan nutrisi

terpenuh Kriteria hasil :

a) Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai

laboratorium normal.

b) Tidak mengalami tanda mal nutrisi.

c) Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan

dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

INTERVENSI RASIONAL

 Kaji riwayat nutrisi, termasuk  Mengidentifikasi defisiensi,


makan yang disukai. mengawasi masukkan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi
 Observasi dan catat masukkan makanan.
makanan pasien. memudahkan intervensi

 Timbang berat badan setiap hari  Mengawasi penurunan berat badan


36
 Berikan makan sedikit dengan atau efektivitas intervensi nutrisi.
frekuensi sering dan atau
makan diantara waktu makan.  Menurunkan kelemahan,
meningkatkan pemasukkan
 Observasi dan catat kejadian dan mencegah distensi gaster.
mual/muntah, flatus dan dan gejala
lain yang berhubungan  Gejala GI dapat menunjukkan
efek anemia (hipoksia) pada
 Berikan dan Bantu hygiene mulut organ.
yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus  Meningkatkan nafsu makan dan
untuk penyikatan yang lembut. pemasukkan oral. Menurunkan
Berikan pencuci mulut yang di pertumbuhan bakteri,
encerkan bila mukosa oral luka. meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut
 Kolaborasi pada ahli gizi untuk khusus mungkin diperlukan bila
rencana diet. jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
 Kolaborasi ; pantau hasil
pemeriksaan laboraturium.  Membantu dalam rencana diet
untuk memenuhi kebutuhan
 Kolaborasi ; berikan obat individual.
sesuai indikasi
 Meningkatakan efektivitas
program pengobatan, termasuk
sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.

 Kebutuhan penggantian tergantung


pada tipe anemia dan atau
adanyan masukkan oral yang
buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

Kriteria hasil :

a) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-

hari)

b) Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi,

pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.


37

INTERVENSI RASIONAL

 Kaji kemampuan ADL pasien.  Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

 Kaji kehilangan atau gangguan  Menunjukkan perubahan neurology


keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan karena defisiensi vitamin B12
otot. mempengaruhi keamanan pasien/risiko
cedera.
 Observasi tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah aktivitas.  Manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah
 Berikan lingkungan tenang, batasi oksigen adekuat ke jaringan.
pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di  Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
indikasikan. kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
regangan jantung dan paru.
 Gunakan teknik menghemat energi,
anjurkan pasien istirahat bila terjadi  Meningkatkan aktivitas secara bertahap
kelelahan dan kelemahan, anjurkan sampai normal dan memperbaiki tonus
pasien melakukan aktivitas semampunya otot/stamina tanpa kelemahan.
(tanpa memaksakan diri). Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.

4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen

seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan : peningkatan perfusi jaringan

Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

INTERVENSI RASIONAL

 Awasi tanda vital kaji pengisian  Memberikan informasi tentang


kapiler, warna kulit/membrane mukosa, derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
dasar kuku. membantu menetukan kebutuhan
intervensi.
 Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi.  Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk
 Awasi upaya pernapasan ; kebutuhan seluler. Catatan :
auskultasi bunyi napas perhatikan kontraindikasi bila ada hipotensi.
bunyi adventisius.
 Dispnea, gemericik menununjukkan
 Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. gangguan jajntung karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi
 Hindari penggunaan botol penghangat curah jantung.
atau botol air panas. Ukur suhu air mandi
dengan thermometer.  Iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/ potensial risiko
 Kolaborasi pengawasan hasil infark.
pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed  Termoreseptor jaringan dermal
produk darah sesuai indikasi. dangkal karena gangguan oksigen.

 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.  Mengidentifikasi defisiensi dan


kebutuhan pengobatan /respons terhadap
terapi.

 Memaksimalkan transport oksigen ke


jaringan.

D. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Marrelli. 2008).
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
a) Infeksi tidak terjadi
b) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
d) Peningkatan perfusi jaringan.
e) Dapat mempertahankan integritas kulit.
f) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
g) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan
rencana pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai