Anda di halaman 1dari 170

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

STUNTING : STUDI LITERATUR REVIEW

SKRIPSI

Oleh :
DONI MUHAMMAD SYAFI.I
NIM. 201910420312126

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2021

ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
STUNTING : STUDI LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Derajat Sarjana


Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Oleh :
DONI MUHAMMAD SYAFI.I
NIM. 201910420312126

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya Yang Bertanda Tangan Dibawah Ini :

Nama : Doni Muhammad Syafi.i

Nim : 201610420312126

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting : Studi

Literature Review

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang Saya tulis ini benar-

benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran

orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pemikiran saya sendiri.

Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil

jiplakan, maka saya menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Malang, 19 September 2020


Yang Membuat Pernyataan

Doni Muhammad Syafi.i


NIM. 201910420312126

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin puji syukur kehadirat Allah SWT berkat

rahmat serta hidayah Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting : Studi Literature

Review”. Skripsi ini merupakan tugas akhir dan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu

Keperawatan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Saya sebagai penulis banyak menerima bimbingan dan bantuan dari

berbagai pihak dalam menyusun proposal skripsi ini. Bersama dengan ini

perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya dengan tulus

kepada:

1. Bapak Faqih Ruhyanudin, M.Kep., Sp.Kep, MB selaku Dekan Fakultas

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiah Malang.

2. Ibu Nur Lailatul Masrusoh, S.Kep., Ns., MNS selaku Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Bapak Dr. Yoyok Bekti. Prasetyo, M.Kep., Sp.Kom selaku pembimbing

yang telah memberikan banyak ilmu, dorongan motivasi dan bimbingan

dalam proses penyusunan proposal skripsi ini sampai selesai.

4. Kedua orang tua saya yang telah memberikah ridhonya, kekuatan, do’a,

motivasi kepada saya untuk menuntut ilmu ke jenjang sarjana dan

menyelesaikan proposal skripsi ini.

5. Nujha Husna selaku teman terdekat saya, yang telah membantu dan

memotivasi saya bersikap sabar dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

iv
6. Semua teman-teman Alih Jenjang terutama anggota kelompok 13 yang

telah memberikan semangat, bantuan dan masukan sehingga saya dapat

menyelesaikan proposal skripsi ini.

Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan

proposal skripsi ini. Saya menyadari bawa dalam penyusunan proposal skripsi ini

masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk segala

kritik yang bersifat membangun demi menyempurnakan proposal skripsi ini.

Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang mungkin telah

saya perbuat. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk terbaik,

pencerahan, dan kelapangan dada unruk menjalani kehidupan ini sehingga kita

mampu untuk tetap istiqomah dijalan-Nya

Malang, 19 September 2020


Penulis

Doni Muhammad
Syafi.i
NIM.
201910420312126

v
ABSTRACT 

Factors Affecting the Incidence of Stunting: A Literature Review 

Doni Muhammad Syafi.i , Yoyok Bekti Prasetyo  


1 2

Introduction: Stunting is a problem in various developing countries including


Indonesia because it is associated with suboptimal brain development which has
an impact on delayed motor development and stunted mental growth in children.
In the short term it results in decreased cognitive and motor skills of children, and
in the long term it will hinder work performance as adults. The purpose of this
study was to determine the factors that influence the incidence of stunting. 
Methods: This study uses a Systematic Literature Review, in which the
researcher analyzes 21 scientific articles obtained from five databases, namely
Scient Direct, Taylor & Francis, ProQuest, Wiley Online Library, and Pubmed.
With inclusion criteria, namely journals published in 2015-2020 and related to
factors that affect the incidence of stunting. The scientific articles obtained were
then reviewed and analyzed. 
Results: From 21 journals, the results showed that the highest direct factor was
gender having an odd ratio (AOR 2.2, 95% CI 1.1-4.2;). There were 10 articles,
nutrition had an odd ratio (mean HAZ = -2.9, 95% CI = [-3.58, -2.24]) there were
4 articles and LBW had an odd ratio (AOR = 2.55; CI 95 %: 2.05–3.15, p <0.001)
there are 6 articles. The highest indirect socioeconomic factor of the house had an
odd ratio (AOR = 5.41, 95% CI 3.91–7.48) there were 10 articles, parents'
education had an odd ratio (AOR = 2.55, 95% CI 1.26–5.17) there were 10
articles, and the mother's height had an odds ratio (AOR = 4.7; 95% CI, 4.5-5.0; P
<0.001) there were 8 articles.
Conclusion: the results of this study found that the factors that influence the
incidence of stunting are seen from direct factors and indirect factors. 

Keywords: stunting, child nutrition, impact, factors, school children 

1. School of Nursing, Health Science Faculty, Muhammadiyah University of Malang


2. School of Nursing, Health Science Faculty, Muhammadiyah University of Malang

vi
INTISARI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting : Studi Literature

Review

Doni Muhammad Syafi.i1, Yoyok Bekti Prasetyo2

Pendahuluan : Stunting menjadi permasalahan diberbagai negara berkembang


termasuk di indonesia karena berhubungan dengan perkembangan otak
suboptimal yang berdampak pada perkembangan motorik terlambat dan
terhambatnya pertumbuhan mental pada anak. Dalam jangka pendek
mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif dan motorik anak, serta dalam
jangka panjang akan menghambat performa kerja ketika dewasa.. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting.
Metode : Penelitian ini menggunakan Systematic Literature Review, dimana
peneliti menganalisa 21 artikel ilmiah yang didapat dari lima databaase yaitu
Scient Direct, Taylor & Francis, ProQuest, Wiley Online Libery, dan Pubmed.
Dengan kriteria inklusi yaitu jurnal yang di terbitkan pada tahun 2015-2020 dan
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Artikel
ilmiah yang didapat kemudian dilakukan review dan analisa.
Hasil : Dari 21 jurnal yang didapatkan hasil bahwa, faktor langsung tertinggi
adalah Jenis kelamin memiliki odd ratio (AOR 2.2, 95% CI 1.1-4.2;). Terdapat 10
artikel, nutrisi memiliki odd ratio (rata-rata HAZ = -2,9, 95% CI = [-3,58, -2,24])
terdapat 4 artikel dan BBLR memiliki odd ratio (AOR = 2.55; CI 95%: 2.05–3.15,
p <0.001) terdapat 6 artikel. Faktor tidak langsung tertinggi social ekonomi rumah
memiliki odd ratio (AOR = 5,41, 95% CI 3,91–7,48) terdapat 10 artikel,
pendidikan orang tua memiliki odd ratio (AOR = 2.55, 95% CI 1.26–5.17)
terdapat 10 artikel, dan Tinggi badan ibu memiliki odd rasio (AOR = 4,7; CI 95%,
4,5-5,0; P <0,001) terdapat 8 artikel.
Kesimpulan : hasil penelitian ini menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi
kejadian stunting dilihat dari faktor langsung dan faktor tidak langsung.

Kata Kunci : stunting, gizi anak, dampak, faktor, anak sekolah

vii
3. Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang
4. Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN..........................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
INTISARI..............................................................................................................vii
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xiii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................4
1.3 Manfaat Penelitian.........................................................................................4
1.3.1 Secara teoritis/keilmuan.........................................................................4
1.3.2 Secara praktisi/keperawatan...................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
2.1 Faktor langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi kejadian stunting.
6
2.1.1 Faktor Langsung....................................................................................6
2.1.2 Faktor tidak langsung.............................................................................9
2.2 Konsep Stunting Pada Anak.......................................................................12
2.2.1 Definisi.................................................................................................12
2.2.2 Penyebab Stunting................................................................................13
2.2.3 Dampak stunting..................................................................................14
2.3 Gizi Seimbang.............................................................................................15
2.4 Status Gizi Pada Anak.................................................................................16
2.5 Status gizi ibu hamil....................................................................................17
BAB III..................................................................................................................19
KERANGKA KONSEP.........................................................................................19
3.1 Kerangka Konsep........................................................................................19

viii
BAB IV..................................................................................................................20
METODE PENELITIAN.......................................................................................20
4.1 Strategi pencarian literature........................................................................20
4.1.1 Protokol dan Registrasi........................................................................20
4.1.2 Database Pencarian..............................................................................20
4.1.3 Kata kunci............................................................................................21
4.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi.........................................................................22
4.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas...........................................................23
4.3.1 Hasil Pencarian dan Seleksi Studi........................................................23
4.3.2 Penilaian kualitas.................................................................................24
BAB V....................................................................................................................27
5.1 Hasil Penelitian...........................................................................................27
5.2 Karakteristik................................................................................................27
5.3 Analisa Data................................................................................................29
5.4 Faktor Langsung Penyebab Teradinya Stunting.........................................53
5.4 Faktor Tidak Langsung Penyebab Teradinya Stunting...............................54
BAB VI..................................................................................................................60
6.1 Karakteristik responden..............................................................................60
6.2 Faktor langsung terjadinya stunting............................................................61
6.2.1 Jenis Kelamin.......................................................................................61
6.2.2 Berat Badan Lahir Rendah...................................................................62
6.2.3 Nutrisi...................................................................................................63
6.2.4 Penyakit Infeksi....................................................................................64
6.2.5 Usia anak..............................................................................................65
6.2.6 Anemia pada Anak...............................................................................66
6.3 Faktor tidak langsung terjadinya stunting...................................................68
6.3.1 Sosial Ekonomi Rumah Tangga...........................................................68
6.3.2 Inisiasi menyususi, ASI eklusif dan MP-ASI......................................69
6.3.3 Air, sanitasi dan kebersihan (WASH)..................................................71
6.3.4 Pemeriksaan saat ANC.........................................................................72
6.3.5 Imunisasi yang tidak lengkap...............................................................73
6.3.6 Tinggi Badan orang tua........................................................................74
6.3.7 Usia Ibu................................................................................................75
6.3.8 Wilayah perkotaan dan pedesaan.........................................................76
6.3.9 Jumlah Anggota Keluarga dan Balita >3 dalam Rumah Tangga.........77
6.3.10 Konsepsi.............................................................................................79

ix
6.3.11 Jarak Kehamilan <2 Tahun................................................................80
6.3.12 Kekerasan Fisik..................................................................................81
6.4 Keterbatasan Penelitian...............................................................................82
6.5 Implikasi Keperawatan...............................................................................82
BAB VII.................................................................................................................84
7.1 Kesimpulan.................................................................................................84
7.2 Saran............................................................................................................85
7.2.1 Bagi Institusi........................................................................................85
7.2.2 Bagi ilmu keperawatan.........................................................................85
7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya......................................................................85

x
DAFTAR TABEL
Table 4.0 Kata Kunci Literature Review...............................................................21
Tabel 4.0 Format PICOS Dalam Literature Review..............................................22
Tabel 5.2 karakteristik (N=21)...............................................................................28
Tabel 5.3 Desain Penelitian...................................................................................28
Tabel 5.4 Analisa Data Faktor Penyebab Stunting................................................30
Tabel 5.5 Faktor Langsung....................................................................................54
Tabel 5.6 faktor tidak langsung..............................................................................56

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep...............................................................................19

Gambar 4.1 Diagram Flow Literature Review.......................................................24

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisa JBI Critical Appraisal for Analytical Cross Sectional Studies
................................................................................................................................97
Lampiran 2 Analisa JBI Critical Appraisal for Case Control Studies................110
Lampiran 3 Analisa JBI Critical Appraisal for Randomized Controlled Trials..114
Lampiran 4 PRISMA Cheklist.............................................................................118
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Seminar Proposal..............................................120
Lampiran 6 Lembar Konsultasi............................................................................122
Lampiran 7 lembar konsultasi revisi sempro.......................................................124
Lampiran 8 Hasil Pencarian Jurnal berdasarkan Topik.......................................126
Lampiran 9 Lembar Hasil Deteksi Plagiasi.........................................................128
Lampiran 10 List Jurnal yang Dianalisis.............................................................129
Lampiran 11 List Jurnal yang Diexclude.............................................................132

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa balita adalah masa penting di dalam pertumbuhan balita. Asupan

zat gizi yang seimbang dan hidup sehat yang diterapkan, periode ini akan

menentukan pertumbuhan dan perkembangan balita di masa datang (Azmy &

Mundiastuti, 2018). Kurang gizi pada anak dan stunting pada anak merupakan

kondisi yang saling berhubungan (Tanaka et al., 2019). Stunting pada balita

adalah dampak dari tidak tercukupi nutrien selama seribu hari pertama

kehidupan balita (Schrijner & Smits, 2018).

Stunting menjadi permasalahan diberbagai negara berkembang

termasuk di indonesia karena berhubungan dengan meningkatnya risiko

terjadinya kesakitan dan kematian pada anak, sehingga dapat menyebabkan

perkembangan otak suboptimal berdampak pada perkembangan motorik

terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental pada anak (Mitra, 2015). Hal

ini akan mengakibatkan gangguan perkembangan fisik pada anak yang tidak

dapat di ubah atau irreversible, sehingga akan menyebabkan penurunan

kemampuan kognitif dan motorik anak, serta dalam jangka panjang akan

menghambat performa kerja ketika dewasa. Anak dengan kasus stunting rata-

rata memiliki skor Intelligence Quotient (IQ) 11 poin lebih rendah

dibandingkan rata-rata skor Intelligence Quotient (IQ) pada anak normal.

Gangguan tumbuh kembang pada anak yang diakibatkan kekurangan gizi,

apabila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berkelanjutan hingga

anak menjadi dewasa (Setiawan et al., 2018).

1
2

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health

Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan

prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional

(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2017 adalah

36,7%, sedangkan untuk standart stunting WHO sendiri dibawah 20%

(Kemenkes, 2018). Angka kejadian kekurangan gizi pada anak di Indonesia

adalah: 43,2%mengalami defisiensi energi, 31,9% mengalami defisiensi

protein. Anak dengan masalah stunting kategori sangat pendek adalah sebesar

11,50% dan kategoriiipendek adalah sebesar 19,30%. Jumlah ini jauh lebih

tinggi di bandingkan dengan presentase tahun 2017 kategori sangat pendek

adalah sebesar 9,80%, kategoriiipendek adalah sebesar 19,80%. Kondisi di

Propinsi Jawa Timur anak dengan kategori sangat pendek adalah sebesar

12,90% dan kategori pendek adalah sebesar 19,90%. Total kasus stunting ini

juga meningkat cukup tinggi dibandingkan pada tahun 2017 kategori sangat

pendek sebesar 7,90%, kategori pendek sebesar 18,80% (Kemenkes, 2018).

Kondisi di Kota Malang terdapat 14 anak (8 laki-laki; 6 perempuan) di bawah

garis merah (BGM) dan bayi dengan berat badan lahir rendah ditemukan

sebanyak 4,5% (Dinas Kesehatan Kota Malang, 2019).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruh kejadian stunting meliputi

faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang berhubungan

dengan kejadian stunting adalah karakteristik anak yang berupa jenis kelamin

laki-laki, berat badan lahir rendah (BBLR), konsumsi makanan yang tidak

memiliki gizi yang seimbang seperti asupan energi rendah dan asupan protein

rendah, faktor langsung lainnya adalah status kesehatan anak, riwayat penyakit
3

infeksi, ISPA dan diare (Mekonnen et al., 2019). Faktor tidak langsung

meliputi: bayi tidak mendapatkan ASI ekslusif selama 0-24 bulan, kurangnya

pengetahuan orang tua terhadap pelayanan kesehatan dan pentingnya status

imunisasi yang lengkap, karakteristik keluarga berupa pekerjaan orang tua,

pendidikan orang tua dan status ekonomi keluarga (Mugianti, Mulyadi, Anam,

et al., 2018). Selain itu pendorong kontekstual yang mendasari kejadian

stunting seperti persediaan makanan, air bersih dan sanitasi dapat

berkontribusi besar untuk meningkatkan status gizi. Ketersediaan air minum

yang bersih dan fasilitas toilet yang sesuai akan sangat mengurangi tingkat

malnutrisi parah dan sedang (Bharti & Dhillon, 2019).

Ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif akan meningkatkan resiko

stunting pada anak (Nigatu et al., 2019). Menurut walker, 2007 remaja berusia

17 tahun yang masa kecilnya mengalami stunting, berdampak pada

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, memiliki tingkat

kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya, lebih mudah

depresi, dan memiliki harga diri yang rendah (self esteem) dibandingkan

dengan remaja yang tidak terhambat pertumbuhannya (normal). Anak-anak

yang mengalami kejadian stunting pada usia 0-24 bulan cenderung memiliki

hasil yang lebih buruk dalam emosi dan perilakunya pada masa remaja akhir

(Abate et al., 2020).

Beberapa penelitian telah dipublikasikan dan mendiskukan tentang

faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Penelitian di Nigeria

menemukan penyebab stunting adaalah status sosial ekonomi, kurangnya

kesadaran perempuan tentang diet dan gizi yang tepat, kualitas air minum
4

yang buruk, status kesehatan yang buruk, kekurangan nutrisi, penyakit parasit

dan infeksi (Danjin et al., 2020). Sebuah penelitian yang dilakukan di ethiopia

menyebutkan bahwa kekurangan gizi, Jenis kelamin, menggunakan persediaan

air minum yang tidak aman dan tidak memiliki fasilitas jamban menjadi

penyebab stunting (Woday et al., 2018).

Sebuah penelitian yang dilakukan di Pakistan menyebutkan bahwa

termasuk pendidikan orang tua, pendapatan, dan jumlah saudara kandung,

perilaku sosial, lingkungan dan penyakit menjadi penyebab stunting (Noonari

et al., 2018). Berbagai variabel determinan juga berkaitan dengan kejadian

stunting(Purwanti & Nurfita, 2019). Faktor yang mempengaruhi stunting

bukan hanya disebabkan oleh satu faktor melainkan beberapa faktor, seperti

karakteristik keluarga, karakteristik social ekonomi, karakteristik anak balita,

karakteristik pelayanan kesehatan, karakteristik sanitasi, dan riwayat penyakit

ibu dan anak (Igbokwe et al., 2017). Penelitian yang akan dilakukan ini untuk

melengkapi penelitian terdahulu dan sekaligus menemukan faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian stunting secara langsung meupun tidak langsung.

1.2 Rumusan Masalah

Apa saja faktor-faktor langsung maupun tidak langsung terhadap kejadian

stunting pada anak ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya stunting pada anak.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui faktor langsung dan faktor tidak langsung yang

menyebabkan kejadian stunting

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara teoritis/keilmuan

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi ilmu terbaru

mengenai pengaruh modifikasi makanan terhadap pola makan pada anak

stunting sebagai bahan proses belajar mahasiswa keperawatan dalam

bidang keperawatan komunitas maupun untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Secara praktisi/keperawatan

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

keperawatan sebagai bahan proses belajar dalam keperawatan komunitas.

2. Peneliti diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa

modifikasi makanan untuk anak merupakan salah satu upaya yang dapat di

lakukan orang tua untuk menjaga pola makan pada anak stunting.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi kejadian stunting.

2.1.1 Faktor Langsung

faktor langsung yang dapat mempengaruhi stunting adalah

karakteristik anak berupa jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir rendah,

konsumsi makanan berupa asupan energi rendah dan asupan protein rendah,

faktor langsung lainnya yaitu status kesehatan penyakit infeksi ISPA dan

diare.

a) Pemenuhan zat gizi seimbang yang tidak adekuat

Gizi yang baik dan sehat pada masa balita (umur bawah lima tahun)

merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan. Kekurangan

dalam memenuhi zat gizi terutama energi dan protein pada anak akan

menyebabkan masalah gangguan pertumbuhan pada anak (Woodruff et al.,

2018). Stunting sendiri terjadi karena terjadi masalah pada pemenuhan gizi

yang bersifat kronik, yang memiliki status gizi berdasarkan penjang atau

tinggi badan menurut umur balita jika dibandingkan dengan standar buku

WHO-MGRS tahun 2005, memiliki nilai z-score kurang dari -2SD dan

apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat

pendek. Pemenuhan gizi bayi pada saat di dalam kandungan sanggat

menentukan apakah bayi akan mengalami stunting atau tidak stunting dapat

di ketahui pada saat berusia 2 tahun (Mugianti, Mulyadi, Anam, et al., 2018).

6
7

Asupan energi dan protein yang rendah berdampak pada

meningkatnya resiko masalah gizi seperti kekurangan energi kronis dan

kekurangan energi protein, selain pada balita dapat berdampak pada

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan kognitifnya atau stunting

(Islam et al., 2018). Ketidakseimbangan tingkat konsumsi zat gizi makro

seperti energi, karbohidrat lemak dan protein terhadap kebutuhan tubuh

secara berkepanjangan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada

jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada penurunan berat badan

dan tinggi badan(Adani & Nindya, 2017).

Protein berfungsi membantu proses pertumbuhan tinggi badan, selain

penyediaan untuk asupan pertumbuhan otak dan kecerdasan. Protein

merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini

disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah

sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak

dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Uauy et al., 2016). Sedankan untuk

anak yang kekurangan energi yang berasal dari makanan, menyebabkan

seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan

aktifitas. Pada anak-anak permasalahan makan yang sering terjadi adalah

sulitnya makan dengan teratur sesuai kualitas dan kuantitas makanan. Selain

masalah mengenai status gizi peran orang tua juga sangat penting dalam

pengetahuan gizi seimbang unuk anak, kondisi ekonomi, dan cara mengolah

makanan yang benar dijadikan sebagai bekal ibu untuk mengasuh balitanya

dalam kehidupan sehari- hari (Lailatul & Ni’mah., 2015).

b) Jenis kelamin
8

Jenis kelamin laki-laki cenderung lebih sering mengalami kejadian

stunting di bandingkan perempuan. Menurut Hurlock (2012) jenis kelamin

anak laki-laki atau perempuan sudah ditentukan pada saat konsepsi dan

sesudahnya tidak ada yang dapat mengubah jenis kelamin anak. Efeknya pada

perkembangan selanjutnya/pra lahir yaitu jenis kelamin akan memengaruhi

perbedaan dalam perkembangan fisik dan psikis anak laki-laki dan perempuan

(Sinambela et al., 2020).

c) Berat Badan Lahir Rendah

Berat lahir bayi sangat terkait dengan kematian janin, neonatal dan

postneonatal, morbiditas bayi dan anak, pertumbuhan dan perkembangan

jangka panjang. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir

dengan berat kurang dari 2500 g tanpa memandang masa kehamilan. Penilaian

terhadap BBLR dilakukan dengan cara menimbang bayi pada saat lahir atau

24 jam pertama. Kondisi ibu sebelum masa kehamilan baik postur tubuh (berat

badan dan tinggi badan) dan gizi merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi terjadinya stunting. Remaja putri sebagai calon ibu di masa

depan seharusnya memiliki status gizi yang baik (Kemenkes, 2018). Calon ibu

yang memiliki nutrisi yang tidak baik dan mengalami stunting dapat

menyebabkan lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi

prematur dan BBLR rawan terkena infeksi yang dapat menyebabkan

kematian. Bayi yang dapat bertahan hidup memiliki risiko kurang gizi dan

stunting pada 2 tahun pertama kehidupan (Lubis et al., 2018).

d) Infeksi penyakit
9

Malnutrisi dan infeksi merupakan faktor secara langsung pada kejadian

stunting, malnutrisi dan infeksi ini sering terjadi pada saat bersamaan.

Malnutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi, sedangkan infeksi dapat

menyebabkan malnutrisi terutama pada indikator TB/U. Hubungan yang

bermakna antara penyakit infeksi dengan kejadian stunting anak. Infeksi

Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang banyak

dijumpai pada anak dengan gejala ringan sampai berat dan menjadi isu

kesehatan global. ISPA berat terjadi jika infeksi sampai ke jaringan paru dan

mengakibatkan pneumonia, penyebab kematian terbesar pada anak di dunia.

penyakit infeksi yang menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi

pada anak di Indonesia. Kejadian ISPA dapat mempengaruhi sistem

metabolisme tubuh dan menyebabkan nafsu makan anak berkurang sehingga

asupan nutrisi tidak adekuat dan dapat mengakibatkan stunting pada anak

(Getaneh et al., 2019).

2.1.2 Faktor tidak langsung

a) ASI Ekslusif

ASI ekslusif sangat penting bagi balita, ASI memiliki kandungan

nutrisi yang di butuhkan dalam pertumbhan dan perkembangan kurangnya

ASI pada balita dalam jangka panjang dapat mengakibatkan stanting. ASI

ekslusif memiliki kalsium yang lebih banyak dan mudah di serap

dibandingkan dengan susu formula. Bayi yang diberikan ASI Eksklusif akan

memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kurva pertumbuhan

dibandingkan bayi yang diberikan susu formula (Mikawati et al., 2019). ASI

juga memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan kalium yang lebih rendah
10

daripada susu formula, sedangkan tembaga, kobalt, 8 dan selenium terdapat

dalam kadar yang lebih tinggi. Kandungan ASI ini sesuai dengan kebutuhan

bayi sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan bayi termasuk tinggi

badan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa kebutuhan bayi

terpenuhi, dan status gizi bayi menjadi normal baik tinggi badan maupun berat

badan jika bayi mendapatkan ASI Eksklusif (E. D. Lestari et al., 2018).

b) karakteristik keluarga (pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan status

ekonomi keluarga)

Penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 26,58 juta

orang (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Pendapatan orang tua yang rendah

akan meningkatkan resiko anak terjadi stunting karena tidak tercukupinya

asupan nutrisi pada anak. Dampak yang di timbulkan dari pendapatan orang

tua yang rendah biasanya terjadi malnutrisi dan gangguan jangka panjang

seperti kecerdasan yang menurun.

Rendahnya pendidikan disertai rendahnya pengetahuan gizi sering

dihubungkan dengan kejadian malnutrisi. Tingkat pendidikan memengaruhi

seseorang dalam mencari pekerjaan serta kesulitan dalam menerima informasi,

Orang dengan tingkat pendidikan yang lebih baik yang lebih baik akan lebih

mudah dalam menerima informasi dibandingkan orang dengan tingkat

pendidikan yang kurang. pengetahuan dijadikan sebagai bekal ibu untuk

mengasuh balitanya dalam kehidupan sehari- hari. Ekonomi keluarga yang

rendah mengakibatkan keluarga tersebut mengalami keterbatasan dalam

memenuhi kebutuhan gizi keluarga dari segi kualitas maupun kuantitas

(Lailatul & Ni’mah., 2015).


11

Banyak orang tua yang berfikir bahwa makanan yang baik untuk anak

adalah makanan yang memiliki nilai jual yang tinggi, tetapi makanan yang

sehat adalah makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik yang

diperlukan oleh bayi dan balita untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Pemberian makanan yang sehat juga menjadi faktor utama kesehatan anak,

sehingga harus orangtua memperhatikan jenis makanan yang sehat, pemberian

gizi yang seimbang dan pengaturan pola makan yang baik (Martini et al.,

2018). Seselain orang tua kendala biasa terjadi pada anak yang Sulit makan,

menolak untuk makan, dari sejak tidak mau membuka mulutnya, tidak

menguyah, atau tidak menelan makanan atau minuman dengan jenis dan

jumlah yang sesuai dengan usianya. Umumnya masalah sulit makan memang

dimulai diusia prasekolah, penyebab dari penurunan nafsu makan atau sulit

makan adalah faktor fisik yaitu anak menderita suatu penyakit dan faktor

psikis yaitu anak yang bosan dengan makanan yang dimakan (Saputri et al.,

2015).

Tinggi badan orang tua berkaitan dengan kejadian stunting. Ibu yang

pendek dan tidak diimabangi dengan gizi yang seimbang saat sebelum hamil

dan saat mengandung memiliki resiko tinggi melahirkan bayi yang pendek

atau stunting (Amin & Julia, 2016). Nutrisi ibu saat hamil adalah factor utama

yang harus di penuhi. Kecukupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan

seorang anak (dari kehamilan hingga 24 bulan) adalah jendela penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan linear. keluarga yang tidak rutin memantau

gizi ibu dan tidak rutin kontrol selama periode ini dapat berdampak negatif

terhadap perkembangan fisik dan kognitif anak-anak dengan kemungkinan


12

konsekuensi kesehatan dan ekonomi seumur hidup (Olney et al., 2018).

Kementrian kesehatan republik indonesia melakukan program pemberian

makanan tambahan untuk ibu hamil yaitu berupa biskuit ibu hamil sebagai

makanan tambahan yang difomulasikan memiliki kandungan yang penting

bagi proses kehamilan. Makanan tambahan berupa biskuit sandwich ibu hamil

tersebut hanya bisa didapatkan dari puskesmas maupun rumah sakit

pemerintahan. Biskuit makanan tambahan ibu hamil tersebut memiliki

kandungan nutrisi yang lengkap namun hanya dapat sebagai makanan

tambahan dan tetap memerlukan makanan pokok. Kurangnya pengetahuan ibu

dan minat ibu untuk rutin kontrol dan mendapatkan makanan tambahan untuk

ibu hamil di fasilitas kesehatan menjadi masalah yang brlum bisa di atasi

(Kemenkes, 2018).

c) Imunisasi

Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan terhadap tubuh anak.

Caranya adalah dengan memberikan vaksin. Vaksin berasal dari bibit penyakit

tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang terlebih dahulu dilemahkan.

Sehingga tidak berbahaya lagi bagi kelangsungan hidup manusia. Balita yang

tidak memiliki riwayat imunisasi dasar tidak lengkap mempunyai risiko

mengalami stunting 6 kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang

memiliki riwayat imunisasi dasar lengkap (Hidayah et al., 2018).

2.2 Konsep Stunting Pada Anak

2.2.1 Definisi

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
13

untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada

masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah

bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely

stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)

menurut umurnya [CITATION sek17 \l 1057 ]. Masalah stunting memiliki

dampak yang cukup serius dalam jangka pendek terkait dengan morbiditas

dan mortalitas pada bayi/balita, sedagkan jangka menengah terkait dengan

intelektualitas dan kemampuan kognitif yang rendah, jangka panjang sendiri

terkait dengan kualitas sumberdaya manusia dan masalah penyakit

degeneratif di usia dewasa (Nájera, Catalán, 2019).

Stunting adalah salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di

dunia saat ini. Di Indonesia, stunting merupakan masalah yang serius dan

juga merupakan masalah gizi utama yang sedang dihadapi. Stunting kronis

akan mempengauhi fungsi kognitif yakni tingkat kecerdasan yang rendah

dan berdampak pada kualitas sumberdaya manusia(Archda Saputri &

Tumangger, 2019). Anak-anak dengan kekurangan gizi atau stunting tidak

hanya membutuhkan makanan yang mengandung energi dan nutrisi untuk

memulihkan berat badan mereka, tetapi mereka juga membutuhkan nutrisi

yang mendukung perkembangan fungsional optimal jaringan (Rahmawaty et

al., 2020).

2.2.2 Penyebab Stunting

Gizi yang baik dan sehat pada masa balita (umur bawah lima tahun)

merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan. Kekurangan

dalam memenuhi zat gizi terutama energi dan protein pada anak akan
14

menyebabkan masalah gangguan pertumbuhan pada anak (Woodruff et al.,

2018). Stunting sendiri terjadi karena terjadi masalah pada pemenuhan gizi

yang bersifat kronik, yang memiliki status gizi berdasarkan penjang atau

tinggi badan menurut umur balita jika dibandingkan dengan standar buku

WHO-MGRS tahun 2005, memiliki nilai z-score kurang dari -2SD dan

apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat

pendek. Pemenuhan gizi bayi pada saat di dalam kandungan sanggat

menentukan apakah bayi akan mengalami stunting atau tidak stunting dapat

di ketahui pada saat berusia 2 tahun (Mugianti, Mulyadi, Anam, et al., 2018).

Asupan energi dan protein yang rendah berdampak pada

meningkatnya resiko masalah gizi seperti kekurangan energi kronis dan

kekurangan energi protein, selain pada balita dapat berdampak pada

terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan kognitifnya atau stunting

(Islam et al., 2018). Ketidakseimbangan tingkat konsumsi zat gizi makro

seperti energi, karbohidrat lemak dan protein terhadap kebutuhan tubuh

secara berkepanjangan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada

jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada penurunan berat badan

dan tinggi badan (Adani & Nindya, 2017).

Protein berfungsi membantu proses pertumbuhan tinggi badan, selain

penyediaan untuk asupan pertumbuhan otak dan kecerdasan. Protein

merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini

disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah

sumber asam- asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak

dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Uauy et al., 2016). Sedankan untuk
15

anak yang kekurangan energi yang berasal dari makanan, menyebabkan

seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan

aktifitas. Pada anak-anak permasalahan makan yang sering terjadi adalah

sulitnya makan dengan teratur sesuai kualitas dan kuantitas makanan. Selain

masalah mengenai status gizi peran orang tua juga sangat penting dalam

pengetahuan gizi seimbang unuk anak, kondisi ekonomi, dan cara mengolah

makanan yang benar dijadikan sebagai bekal ibu untuk mengasuh balitanya

dalam kehidupan sehari- hari (Lailatul & Ni’mah., 2015).

2.2.3 Dampak stunting

Status gizi pada ibu pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada

lahirnya anak IUGR dan BBLR. Kondisi IUGR hampir setengahnya terkait

dengan status gizi ibu, yaitu berat badan ibu pra-hamil yang tidak sesuai

dengan tinggi badan ibu atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan

selama kehamilannya kurang dari seharusnya. Ibu yang mengalami stunting

saat berusia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat meninjak dewasa

(Rahman et al., 2016). Apabila ibu mengalami stunting cenderung akan

melahirkan bayi yang BBLR. Ibu hamil yang mengalami stunting akan

membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin

sehingga akan lahir dengan berat badan rendah. Apabila tidak ada perbaikan,

terjadinya IUGR dan BBLR akan terus berlangsung di generasi selanjutnya

sehingga terjadi masalah stunting intergenerasi(Mitra, 2015).

Bahan pangan sangat diperlukan manusia untuk bertahan hidup.

Ketahanan pangan mengacu pada kemampuan individu atau kelompok dalam

pemenuhan akses pangan yang cukup baik dari segi ekonomi maupun fisik,
16

aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan agar dapat hidup dengan sehat

dan baik. stunting merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari

segi kualitas maupun kuantitas, tingginya kesakitan, atau merupakan

kombinasi dari keduanya. Nutrisi yang tidak terpenuhi akan berdampak pada

rendahnya kualiatas tingkat pendidikan, tingginya angka absensi dan

tingginya angka putus sekolah. Nutrisi sangat diperlukan perkebangan anak.

Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi yang buruk, dalam

jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang. Seperti terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan kognitifnya (Sutarto & Mayasari, 2018).

2.3 Gizi Seimbang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas yaitu SDM yang memiliki fisik tangguh,

mental kuat, kesehatan prima, serta tingkat prestasi baik. Perilaku gizi

seimbang merupakan upaya pencegahan utama terjadinya penyakit tidak

menular, Ketidaksesuaian konsumsi makanan dengan kebutuhan gizi yang

direkomendasikan dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit degeneratif.

Gizi Seimbang (PGS) adalah pedoman yang berisi susunan pangan sehari-hari

yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan tubuh. PGS menganjurkan empat pilar terkait perilaku gizi untuk

diterapkan dalam kehidupan setiap hari. Empat pilar gizi seimbang tersebut

adalah mengonsumsi aneka ragam pangan yang bergizi, berperilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS), melakukan aktivitas fisik, dan memantau berat

badan secara teratur untuk mempertahankan berat badan normal. Masalah

konsumsi pangan yang belum sesuai dengan PGS (pedoman gizi seimbang)
17

tersebut dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan praktik gizi yang rendah.

Sosialisasi PGS untuk ibu yang memiliki anak usia pre sekolah dan sekolah

sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut (Irnani & Sinaga,

2017).

Sosilasasi gizi seimbang masih belum mengimbangi laju tinggginya

penyakit tidak menular yang sring muncul pada masyarakat terutama pada

anak stunting. Keberhasilan edukasi pada masyarakat harus memperhatikan

empat aspek penting yaitu komiten, proses kognitif, kapabilitas, dan

keyakinan. Salah satu metode edukasi yang memenuhi aspek tersebut adalah

metode peer education. Peer education atau pendidikan pada kelompok

sebaya adalah metode transfer informasi atau model promosi perilaku yang

disampaikan melalui interaksi peserta kelompok yang sebaya dengan

karakteristik yang sama misalnya usia, jenis kelamin, atau budaya.

Menjelaskan bahwa pre education akan berdampak positif untuk mengubah

perilaku. Metode ini menstimulasi peserta untuk aktif mempelajari gizi

seimbang. Metode edukasi yang menekankan pada peran aktif peserta lebih

efektif meningkatkan pengetahuan dan memberikan paparan perilaku yang

diharapkan daripada metode edukasi yang bersifat pasif (Mardiyanto & Putri,

2019).

2.4 Status Gizi Pada Anak

Balita merupakan umur yang paling rentan dalam mengalami

kekurangan gizi dan mengakibatkan gizi buruk pada anak. Terpenuhinya

kebutuhan gizi merupakan hal yang sangat penting, terutama untuk anak pada

awal 1000 Hari Pertama Kehidupan dan hal ini perlu ditangani dengan serius.
18

Gangguan status gizi pada awal kehidupan anak akan menyebabkan gangguan

pertumbuhan fisik, selain itu dapat mempengaruhi kognitif dan produktivitas

ketika anak dewasa dan mulai bekerja yaitu kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM). Asupan zat gizi merupakan salah satu penyebab langsung yang dapat

mempengaruhi status gizi balita. Asupan zat gizi dapat diperoleh dari

beberapa zat gizi, diantaranya yaitu zat gizi makro seperti energi karbohidrat

protein dan lemak. Zat gizi makro merupakan zat gizi yang dibutuhkan dalam

jumlah besar oleh tubuh dan sebagian besar berperan dalam penyediaan

energi. Tingkat konsumsi zat gizi makro mempengaruhi terhadap status gizi

balita(Renyoet & Nai, 2019).

Masalah gizi yang dapat terjadi pada balita biasanya tidak

seimbangnya antara jumlah asupan makan atau zat gizi yang diperoleh dari

makanan dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan pada balita misalnya

Kekurangan Energi dan Protein. Dengan kekurangan energi dan protein akan

dapat mempengaruhi status gizi balita dan akan menunjukkan status gizi

kurang atau buruk pada balita. Status gizi pada balita dapat dipengaruhi oleh

dua faktor yaitu faktor langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung

yang dapat mempengaruhi status gizi adalah penyakit infeksi dan asupan

makan, sedangkan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi

adalah pengetahuan ibu tentang gizi, usia penyapihan, berat bayi lahir rendah

(BBLR), pemberian makanan terlalu dini, besar keluarga, pola asuh anak,

kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan (Nindyna Puspasari &

Merryana Andriani, 2017).


19

2.5 Status gizi ibu hamil

Status gizi pada masa kehamilan ibu adalah salah satu faktor penting

yang mempengaruhi perkembangan embrio dan janin serta status kesehatan

pada ibu hamil. Kehamilan merupakan tahapan yang berkesinambungan,

sehingga defisiensi pada suatu periode akan memberikan dampak secara yang

buruk pada outcome kehamilan (Vir, 2016a). Periode perikonsepsional terdiri

dari prekonsepsi, konsepsi, implantasi, plasentasi, serta masa embryogenesis.

Kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu

sebelum dan selama kehamilan (Azizah & Adriani, 2018).

Di indonesia ibu hamil usia 15-19 tahun sering mengalami kekurangan

energi kronis lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil di atas usia 19

tahun yaitu sebesar 33,5%. Ibu hamil yang menderita malnutrisi sebelum

hamil atau selama minggu pertama kehamilan cenderung akan melahirkan

bayi yang menderita kerusakan otak dan sumsum tulang karena sistem saraf

pusat sangat peka pada 2–5 minggu pertama kehamilan. Apabila hal tersebut

diderita ibu hingga sepanjang minggu terakhir kehamilan, maka ibu akan

melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan akan berdampak buruk

pada tumbuh kembang bayi ketika dewasa. Salah satu cara untuk mencegah

kondisi tersebut adalah dengan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk

ibu hamil. Pemerintah sudah melakukan program pemberian makanan

tambahan yaitu 89.7% ibu hamil mendapat program pemberian makanan

tambahan, namun masih banyak ibu hamil yang tidak mendapatkan PMT

yaitu sebesar 74.8% ibu tidak mendapatkan PMT (Riskesdas, 2018).


BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Faktor Langsung Faktor Tidak Langsung

jenis kelamin BBLR Penyakit infeksi Asupan energy dan ASI Ekslusif Karateristik imunisasi
protein keluarga

Bayi laki-laki Pemberian


bayi yang lahir ISPA dan diare Asupan energi dan pekerjaan kurangnya
lebih asi pada
dapat protein yang rendah orang tua, kesadaran
dengan berat bayi baru
cenderung mempengaruhi dapat mengakibatkan pendidikan masyarakat
kurang dari lahir 0-24
mengalami nafsu makan berbagai macam orang tua mengenai
2500 g bulan
stunting anak sehingga masalah gizi dan status imunisasi
asupan nutrisi ekonomi
tidak adekuat. keluarga

Dampak
Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak
optimal
Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya
Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
Menurunnya kesehatan reproduksi
Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah
Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.

Malnutrisi Stanting

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

20
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Strategi pencarian literature

4.1.1 Protokol dan Registrasi

Rangkuman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

stunting akan dikoreksi secara menyeluruh dalam bentuk literature review.

Protocol dan evaluasi dari literature review akan menggunakan metode

PRISMA checklist (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and

Meta-analyses) yang dilakukan secara sistematis dengan mengikuti tahapan

atau protocol (Ningsih et al., 2019). penelitian yang benar untuk

menentukan penyeleksian studi yang telah ditemukan dan di sesuaikan

dengan tujuan dari literature review.

Penulis melakukan registrasi melalui e-Resources Perpusnas dan

mendapatkan nomer anggota dari perpusnas. Hasil dari pencarian literature

review yang didapatkan dari lima database dan menggunakan kata kunci

(stunting AND child nutrition AND impact AND factors AND school

children) dan sudah disesuaikan dengan MeSH, dari e-Resources Perpusnas

peneliti mendapatkan 1.988 jurnal yang sesuai dengan kata tersebut

4.1.2 Database Pencarian

Literature review merupakan rangkuman menyeluruh dari beberapa

studi penelitian yang ditentukan berdasarkan tema tertentu. Metode yang

digunakan dalam literatur review ini menggunakan strategi secara

komprehensif, seperti pencarian artikel dalam database jurnal. Pencarian

21
literature dilakukan pada bulan juli-agustus 2020. Data yang digunakan

dalam

22
23

penelitian ini adalah data skunder yang di peroleh bukan dari pengamatan

langsung, akan tetapi diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan

oleh penelitian-penelitian terdahulu. Sumber data skunder yang didapatkan

berupa artikel jurnal bereputasi internasional dengan tema yang sudah

ditentukan. Pencarian literature dalam literature review ini menggunakan 5

database dengan kriteria kualitas tinggi dan sedang, yaitu Scient Direct,

Taylor & Francis, ProQuest, Wiley Online Libery, dan Pubmed.

4.1.3 Kata kunci

Pencarian artikel atau jurnal menggunakan keyword dan Boolean

operator (stunting AND child nutrition AND impact AND factors AND

school children) yang digunakan untuk memperluas menspesifikan

pencarian, sehingga mempermudah dalam penentuan artikel atau jurnal

yang digunakan. Kata kunci dalam literature review ini disesuaikan dengan

medical sabject heading


Table 4.0 Kata Kunci Literature
Review (MeSH) terdiri sebagai

berikut :

Factors Influenced Child Stunting Determinasi


Factors Influenzare Children Stunting Determinan
OR OR OR OR
Risk Factor Influence Children’s Stunted Determination
OR OR
Factored Affect
OR
Actuate
24

4.2 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Strategi yang digunakan untuk mencari artikel menggunakan PICOS

framework, yang terdiri dari :

1) Population/problem adalah populasi merupakan wilayah generalisasi

yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2017) dan masalah dari

jurnal yang akan di analisis sesuai dengan tema yang sudah di tentukan

dalam literature review.

2) Intervensi adalah merupakan tindakan penatalaksanaan yang dirancang

untuk membantu masyarakat atau perorangan serta pemaparan tentang

pelaksanaan sesuai dengan tema yang sudah detentukan dalam literature

review.

3) Comparation adalah intervensi atau penatalaksanaan yang lain yang

digunakan untuk melakukan perbandingan.

4) Outcome adalah efek jangka panjang dari hasil atau luaran yang diperoleh

pada studi terdahulu sesuai dengan judul tema yang sudah ditentukan

literature review.

5) Study design adalah design penelitian yang digunakan pada jurnal

terdahulu (Methley et al., 2014).

Tabel 4.0 Format PICOS Dalam Literature Review


Kriteria Inklusi Ekslusi
Population/problem the study consisted of child stunting children who
with stunting do not meet the criteria
25

in terms of number of
respondents and other
variables.
Intervensi No treatment -
Comparators No comparator -
results that do not meet
the results of the factors that
Outcomes the criteria in the
influence stunting
analysis of results
Study design and
all designs can be used No exclusion
publication type
Publication years Post-2017 Pre-2016
Langue other than
Language English
English

4.3 Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas

4.3.1 Hasil Pencarian dan Seleksi Studi

Hasil dari pencarian literature review yang didapatkan dari lima

database dan menggunakan kata kunci (stunting AND child nutrition AND

impact AND factors AND school children) dan sudah disesuaikan dengan

MeSH, dari NCBI (National Center for Biotechnology Information), e-

Resources Perpusnas peneliti mendapatkan 1.988 jurnal yang sesuai dengan

kata tersebut. Hasil pencarian yang sudah didapatkan kemudian diperiksa

duplikasi, ditemukan 103 jurnal dari Pubmed, 148 jurnal dari Science

Direct, 245 jurnal dari ProQuest, 112 jurnal dari Taylor & Francis dan 213

jurnal dari Wiley Online Libery total jurnal yang didapatkan 821. Didaptkan

72 jurnal dengan abstrak yang seusai. Jumlah jurnal full teks di dapatkan 43

jurnal. Setelah dilakukan screening dari 43 jurnal didapatkan hasil 21 jurnal

yang akan dianalisis untuk mendapatkan landasan teori yang bisa

mendukung pemecahan masalah yang sedang diteliti. Proses terakhir adalah

kesimpulan penelitian yaitu pernyataan singkat tentang hasil analisis


26

deskripsi berasal dari fakta- fakta atau hubungan yang logis dan berisi

jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada bagian rumusan masalah.

Keseluruhan jawaban hanya terfokus pada ruang lingkup pertanyaan dan

jumlah jawaban disesuaikan dengan rumusan masalah yang diajukan

(Handayani et al., 2017). Hasil seleksi artikel studi dapat digambarkan

dalam diagram flow dibawah ini :

Pengambilan data dilakukan dengan samfing internet,


dengan pencarian melalui 5 database : Scient Direct
didapatkan 383 artikel, Taylor & Francis didapatkan 345
artikel, ProQuest didapatkan 478 artikel, Wiley Online
Libery didapatkan 446 artikel dan Pubmed.didapatkan 336
artikel Dikeluarkan (N=1.167)
Terdapat duplikasi pada jurnal yang
Total : 1.988 ditemukan

Identifikasi dan screening judul.


N: 821 Dikeluarkan (N=677)
Jurnal tidak berfokus pada faktor penyebab
stunting (N=427)
Tidak menggunakan populasi kluarga, dan
anak stunting (N=337)
screening abstrak
N: 57

Dikeluarkan (N=36)
Analisis tidak mencakup faktor langsung
dan tidak langsung yang mempengaruhi
Salinan penuh dan dapat dinilai kelayakan. stunting
N: 21

Hasil akhir dari proses scrining dan kelayakan jurnal


N : 21

Gambar 4.1 Diagram Flow Literature Review Berdasarkan PRISMA 2009


(Moher et al., 2009)
27

4.3.2 Penilaian kualitas

Hipotesis ilmiah yang berfungsi baik didukung oleh metodologi

yang kuat adalah batu loncatan untuk melakukan penelitian yang bermakna.

Kelompok-kelompok yang akan dilibatkan dan titik akhir studi harus

ditentukan sebelum memulai studi. Metodologi yang kuat tergantung pada

beberapa aspek yang harus ditangani dan dievaluasi dengan benar. analisis

termasuk tes untuk pola distribusi data studi, tingkat signifikansi dan

perhitungan ukuran sampel harus didefinisikan dengan jelas di bagian

metode (Kerezoudis et al., 2018).

Analisis kualitas metodologi dalam setiap studi (n=21) dengan

checklist daftar penilaian dengan beberapa pertanyaan untuk menilai

kualitas dari studi. Penilaiankriteria di beri penilaian ‘ya’, ‘tidak’, ‘tidak

jelas’ atau ‘tidak berlaku’ dan setiap kriteriayang dengan kategori ‘ya’ akan

diberikan nilai sebesar satu poin, nilai dengan kategori ‘tidak’, ‘tidak jelas’

atau ‘tidak berlaku’ akan diberikan nilai nol, setiap artikel yang sudah

dinilai dan di berikan skor akan di jumlahkan. Critical appraisal adalah

Proses meneliti dengan cermat dan sistematis penelitian untuk menilai

kepercayaannya, dan nilai serta relevansinya dalam konteks tertentu sesuai

syarat yang dilakukan peneliti (Umesh et al., 2016). Jika skor penelitian

50% dan memunuhi kriteria critical appraisal dengan nilai titik cut-off

yang telah disepakati oleh peneliti, penilaian jurnal kemudian dimasukkan

kedalam kriteria inklusi.

Dalam hasil skrining didapatkan 21 jurnal yang akan dianalisis

untuk mendapatkan landasan teori yang bisa mendukung pemecahan


28

masalah yang sedang diteliti. Proses terakhir adalah kesimpulan penelitian

yaitu pernyataan singkat tentang hasil analisis deskripsi berasal dari fakta-

fakta atau hubungan yang logis dan berisi jawaban atas pertanyaan yang

diajukan pada bagian rumusan masalah. Keseluruhan jawaban hanya

terfokus pada ruang lingkup pertanyaan dan jumlah jawaban disesuaikan

dengan rumusan masalah yang diajukan(Handayani et al., 2017).

Resiko bias ini menggunakan asesmen pada metode penelitian

masing-masing studi, yang terdiri dari (Nursalam, 2020). Resiko bias ini

menggunakan asesmen TDSVIA (teori, desain, sempel, variabel, instrument,

analisa data) pada metode penelitian masing-masing studi, yang terdiri dari

(Nursalam, 2020). Teori tidak sesuai, kadaluwarsa, dan kredibilitas yang

kurang. Desain yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian. Besar sempel

yang tidak sesuai dengan kaidah pengambilan sempel. Variabel tidak sesuai

dari segi jumlah, pengontrolan variabel pemicu, dan variabel lainnya.

Instrument yang digunakan tidak memiliki sensitivitas, spesifikasi dan

validasi-rehabilitas. Dan analisis data tidak sesuai dengan standar analisis

yang ditetapkan.
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan terkait hasil dan analisa data dengan

menggunakan 21 journal internasional yang berkaitan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi kejadian stunting. Dua puluh satu jurnal internasional di

screening dan diektrasi ke dalam sebuah tabel untuk mempermudah dalam

menjelaskan isi jurnal. Hasil dari analisis data di susun dalam tabel yang

berisikan nama peneliti, judul jurnal, tahun jurnal, study penelitian, hasil

penelitian dan rekomendasi. Hasil pencarian original artikel yang didapatkan

dalam pencarian melalui 5 database Scient Direct, Taylor & Francis,

ProQuest, Wiley Online Libery, dan Pubmed. Penilaian jurnal mengenai judul

dan abstrak dilakukan secara rinci oleh penulis dengan berdasarkan kriteria

inklusi dan penggunaan kata kunci “(stunting AND child nutrition AND

impact AND factors AND school children)”. Setelah didapatkan jurnal

kemudian dilakukan screening dengan kriteria: a) jurnal diterbitkan dengan

rentang waktu 2015-2020, b) jurnal yang dapat diakses penuh. Setelah

dilakukan rangkaian proses screening didapatkan hasil, sebanyak 21 journal

yang kemudian akan dianalisis.

5.2 Karakteristik

Dalam karakteristik responden yang dianalisa pada 21 jurnal

internasional, penulis menguraikan menjadi 3 karakteristik. Pertama adalah

usia yang terdiri dari usia 0-5 tahun dan >6 tahun. Kedua adalah desain

29
penelitian yang terdiri atas Cluster-sampling, Cross-sectional, Placebo,

double-blind, Case control study

30
31

dan Randomized. Ketiga adalah area penelitian yang terdiri atas benua asia,

benua afrika dan benua america.

Tabel 5.2 karakteristik (N=21)


Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Jenis kelamin 163902 100
Laki-laki 82806 51
Perempuan 81096 49
Usia Anak 19 100
0-5 tahun 17 89
> 6 tahun 2 11
Area Penelitian 21 100
Asia 13 62
Afrika 7 33
America 1 5

Dari tabel 5.1 dapat diketahun dari 21 jurnal yang di analisa jenis

kelamin laki-laki lebih beresiko terkena stunting yaitu sebesar 51%

dibandingkan anak perempuan yaitu sebesar 49%. anak dengan usia 0-5 tahun

sebanyak 89% dan anak lebih dari 6 tahun sebanyak 11%. Mayoritas Wilayah

penelitian dalam jurnal ini berada di benua asia sebesar 62%, benua afrika

33% dan benua America 5%.

Tabel 5.3 Desain Penelitian


Desain Frekuensi Sampling Metode analisa
Cross- 13 1. cluster sampling 1. Multilevel logistic
sectional 2. systematic random regresi
sampling 2. chi squer
3. Random sampling 3. Binier regresi logistic
4. Non probability 4. regresi logistic
convenient sampling hikarki
5. simple random 5. regresi logistic
sampling 6. uji t independen
6. multistage cluster 7. bivariate
sampling 8. Regresi binier ganda
7. probability sampling 9. regresi logistic binier
8. two stage stratified sederhana
sampling
9. equal-probability
32

systematic sampling
Case control 4 1. cluster sampling 1. regresi logistic
study 2. multistage sampling multivariable
3. simple random 2. bivariate
sampling
Randomized 4 1. random sampling 1. regresi logistic
2. cluster sampling 2. generalized linier
mixed models
3. ANOVA

Dari tabel 5.2 dapat diketahun dari 21 jurnal yang di analisa desain

penelitian yang di gunakan dalam 21 jurnal yang di analisa adalah cluster-

sampling 4%, cross-sectional 52%, case control study 18% dan randomized

18%.

5.3 Analisa Data

Informasi data yang dianalisis disajikan dalam bentuk tabel yang

bersisikan, judul jurnal, tahun terbit, penulis, tujuan dalam jurnal, sampel dan

kriteria, instrumen penelitian, analisa data/metode penelitian dan hasil

penelitian dalam jurnal.


33

Tabel 5.4 Analisa Data Faktor Penyebab Stunting


Nama, dan tahun
No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
1 Sarma et al., 2017 Bangladesh Cross-sectional 1. Berat badan saat lahir 1. Pendidikan orang tua Hasil studi tersebut
berukuran kecil (OR yang kurang (20% ibu menekankan Program
=1.65, 95% CI: 1.30- dan 30% ayah) kesehatan masyarakat
2.08; P = .00) dan 2. Keluarga miskin 2,17 diperlukan untuk mencegah
mereka yang dianggap (OR = 2,17, 95% CI: faktor risiko stunting pada
sangat kecil (OR = 1,70-2,76; P = 0,00) anak-anak di Bangladesh.
1.64, 95% CI: 1.41- 3. Kurangnya paparan
1,92; P = .00) media massa 1,20 kali
(OR = 1,20, 95% CI:
1,06-1,36; P = 0,00)
4. Keluarga rawan
pangan ringan dan
sedang adalah 1,18
(OR = 1,18, 95% CI:
1,04-1,33; P = 0,01)
dan 1,27 (OR = 1,27,
95% CI: 1,05-1,54; P
= 0,01),
5. Prevalensi stunting
pada balita lebih tinggi
di perdesaan (43%)
dibandingkan di
34

perkotaan (36%)
Nama, dan tahun
No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
2. Hailu et al., 2020 Ethiopia Cross-sectional 1. Jenis kelamin laki-laki, 1. Ibu yang mengalami Hasil studi tersebut
2,4%. Anak laki-laki stunting dan wasting, menekankan
(AOR = 1.51, CI 1.16, 46,5% memberikan perhatian
1.96). 2. Keluarga miskin prioritas pada
2. Anak kembar (AOR = (AOR = 5,95, CI 2,58, peningkatan kekayaan
27.6, CI 10.73, 71.18). 13,69). rumah tangga mungkin
3. Anak-anak anemia (AOR 3. ibu yang
penting, Konseling
= 3.21, CI 2.3, 4.49) berpendidikan rendah
rumah tangga untuk
(AOR = 0,18 , CI 0,05
meningkatkan status gizi
- 0,71)
masa kanak-kanak,
4. ibu dengan malnutrisi
(AOR = 5,35, CI 3,45 praktik higienis terhadap
- 8,32). infeksi parasit, dan
kondisi yang
mendasarinya juga
dianjurkan guna
mencapai
perkembangan otak
yang optimal dan
menurunkan angka
kematian yang dipicu
oleh gizi buruk terutama
35

stunting yang parah.


36

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
3 Sinha et al., 2017 India placebo‐ 1. ibu pendek <150 Hasil studi tersebut
controlled ditemukan memiliki menekankan Intervensi
randomized trial kemungkinan nutrisi selama
stunting 2x lebih perikonsepsi atau
tinggi kehamilan kemungkinan
besar akan
meningkatkan ukuran
bayi, perawatan
persalinan yang
memadai harus
dipastikan untuk
mengatasi masalah
kemungkinan persalinan
yang terhambat pada ibu
bertubuh pendek
37

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
4 Ponum et al., 2020 Pakistan Cross-sectional 1. laki-laki sangat 1. anak stunting tinggal Hasil studi tersebut
terpengaruh dengan di pedesaan 58, 76% menekankan untuk
stunting sebesar 57,91 2. Persentase buta mengajarkan ibu tentang
% persen dan huruf ayah 57,46 % asupan makanan sehat
perempuan dengan dan ibu yang buta selama kehamilan,
persentase stunting huruf 61,20 %. suplementasi asam
sebesar 42,09 %
ironfolik selama
2. 55,36% anak stunting
kehamilan untuk
biasanya tidak sarapan
mengurangi risiko
stunting pada anak,
pemberian makanan
pendamping pada anak
kecil, air, sanitasi rumah
tangga dan praktik
kebersihan , kacang-
kacangan, sumber
protein alternatif, energi,
zat besi dan seng,
kerugian pemberian susu
botol.
38

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
5 El Kishawi et al., Palestine Cross-Sectional 1. ibu dengan tinggi Hasil studi tersebut
2017 badan 155–160 atau menekankan
<155 lebih mungkin Diperlukannya lebih
mengalami stunting banyak penelitian untuk
(p = 0. 008) atau (p mengeksplorasi
<0.001) pengaruh karakteristik
2. pernikahan kerabat
genetik dan faktor
orang tua
lingkungan terhadap
meningkatkan risiko
status gizi anak di Jalur
anak terhambat (p =
Gaza. Selain itu, tenaga
0. 015).
3. Variabel lain yang kesehatan harus
mempengaruhi lokasi menerapkan program
geografis, tingkat pendidikan sebelum
pendidikan ibu dan menikah di antara
ayah, jenis kelamin pasangan untuk
anak, usia, meningkatkan kesadaran
pendapatan bulanan, tentang risiko
pemberian ASI, dan perkawinan kerabat pada
usia ibu saat status kesehatan masa
melahirkan. kanak-kanak.
39

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
6 Demirchyan et al., Armenia. Case-control study 1. Kelahiran prematur 1. ibu dan ayah pendek Hasil studi tersebut
2016 lebih sering di antara secara signifikan (P menekankan intervensi
kasus-kasus (P < <0,001 dan P = 0,002, pengurangan kejadian
0,010) masing-masing) stunting harus mencakup
2. Pola makan (P = 2. Ibu melaporkan lebih tindakan sanitasi dan
0,008) jarang mencuci higienis bersama dengan
tangan anak mereka
perawatan perinatal
dalam satu hari (P =
yang memadai dan
0,006)
nutrisi ibu dan anak
3. Akses ke pasokan air
untuk mengurangi
pipa (P = 0,506).
4. Lahir dari persalinan stunting pada masa
keempat atau lebih kanak-kanak,
lambat (P = 0,008). memastikan manfaat
5. Inisiasi menyusui kesehatan jangka
dalam 24 jam setelah panjang bagi anak-anak
lahir (P = 0,022). tidak hanya di pedesaan
Armenia tetapi juga di
40

komunitas pedesaan di
kelas bawah atau
menengah lainnya.
41

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
7 Svefors et al., 2016 Bangladesh. Randomized 1. Bayi yang memiliki 1. Tinggi badan ibu, Hasil studi tersebut
berat badan lahir tingkat pendidikan menekankan lintasan
rendah (BBLR) 32% ibu, dan musim pertumbuhan tinggi
2. Pada usia 6 dan 12 konsepsi semuanya badan dan prevalensi
bulan, anak laki-laki merupakan prediktor stunting pada masa pra-
memiliki prevalensi independen HAZ remaja menunjukkan
stunting yang lebih sejak lahir hingga
asosiasi antargenerasi
tinggi dibandingkan pra-remaja (p <0,001)
yang kuat, perbedaan
anak perempuan (p- 2. anak yang lahir dari
sosial, dan pengaruh
value <0,001). ibu pendek (<147,5
lingkungan dari
3. usia 10 tahun cm) (ORadj 2,93, 95%
perempuan memiliki kehidupan janin.
CI: 2,06–4,20)
prevalensi stunting 3. ibu tanpa pendidikan Penargetan wanita
yang lebih tinggi sebelum dan selama
(ORadj 1,74, 95% CI
dibandingkan laki- kehamilan diperlukan
1,17– 2,81)
laki (perempuan untuk pencegahan
32,4% dan laki-laki gangguan tumbuh
26,2%, p = 0,029). kembang anak.
42

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
8 Akram et al., 2018 Bangladesh. Cross-Sectional 1. Anak laki-laki secara 1. Anak-anak dari ibu Hasil studi tersebut
signifikan lebih yang buta huruf menekankan adanya
mungkin mengalami ditemukan 2,12 kali perbedaan di antara
stunting (rasio odds = (95% CI: 1,49-3,02) daerah perkotaan dan
1,31; interval lebih mungkin pedesaan tentang
kepercayaan 95%: mengalami stunting. stunting di antara anak-
1,12-1,53). 2. Anak-anak dari
anak di bawah 5 tahun di
2. hubungan yang kelompok termiskin
Bangladesh, yang perlu
signifikan juga 2,34 (95% CI: 1,71-
dikurangi. Kebijakan dan
ditemukan antara anak- 3,2) kali lebih
intervensi kesehatan
anak stunting dan mungkin mengalami
stunting. masyarakat perlu
penyakit diare pada
mempertimbangkan
masa kanak-kanak (OR= 3. Stunting secara
signifikan lebih tinggi faktor risiko di perkotaan
1,85; 95% CI: 1,41-
di daerah pedesaan dan pedesaan secara
2,42).
(38,1%) terpisah.
dibandingkan di
perkotaan (31,2%).
43

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
9 Fatima et al., 2020 Pakistan Cross sectional 1. Jenis kelamin laki-laki 2. Keluarga yang Hasil studi tersebut
cenderung lebih tinggi memiliki anggota menekankan bahwa
mengalami stunting (p keluarga yang banyak Promosi praktik
= 0,047). (p = 0,049), pemberian ASI eksklusif
3. tingkat pendidikan dan vaksinasi di kalangan
ibu yang rendah (p = orang tua dapat
0,031) mengurangi beban
4. anak yang tidak stunting pada anak-anak
dilakukan vaksin Pakistan
lengkap (p = 0,003)
5. riwayat pemberian
susu botol (p = 0,037)
44

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
10 Fikadu et al., 2015 Ethiopia Case-control study 1. anak yang tinggal Hasil studi tersebut
dalam keluarga yang menekankan bahwa
berjumlah 8-10 [AOR intervensi kesehatan
= 4,44, 95% CI: 1,65, masyarakat yang bekerja
11,95] dan 5-7 [AOR untuk meningkatkan gizi
= 2,97, 95% CI: 1,41, anak harus
6,29] cenderung
mempertimbangkan
mengalami stunting.
faktor penentu ini.
2. Demikian pula, anak-
Dangan penyuluhan
anak yang tinggal
kesehatan harus
dalam rumah tangga
mendidik ibu / pengasuh
dengan tiga balita
tentang pentingnya
[AOR = 3,77, 95% CI:
pemberian ASI eksklusif,
1,33, 10,74] lebih
metode pemberian
mungkin mengalami
makanan pendamping
stunting.
ASI dan jarak antar anak
3. Anak-anak yang
yang memadai.
ibunya bekerja
Perencana program dan
sebagai pedagang
pengambil kebijakan
[AOR = 4,03, 95% CI:
harus
45

1,60, 10,17] lebih mempertimbangkan &


mungkin mengalami memperkuat kerjasama
stunting. dan koordinasi program
4. Anak-anak yang gizi yang bertujuan untuk
diberi susu botol mengatasi defisiensi gizi
[AOR = 3.30, 95% CI: dan program kesehatan
1.33, 8.17)] lebih keluarga.
mungkin mengalami
stunting.
5. Anak-anak yang
diberi ASI eksklusif
selama <6 bulan [AOR
= 3,27, 95% CI: 1,21,
8,82] lebih mungkin
untuk mengalami
stunting.
6. Anak-anak yang
menyusui <2 tahun
[AOR = 5,61, 95% CI:
1,49, 11,08] lebih
mungkin mengalami
stunting
dibandingkan mereka
yang diberi ASI ≥2
46

tahun.
47

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
11 Batiro et al., 2017 Ethiopia Case control study 1. sesekali 1 Minum air dari Hasil studi tersebut
mengonsumsi sumber yang tidak menekankan bahwa
makanan hewani aman (AOR = 7,06, pentingnya pemberian
(AOR = 0,51, 95% 95% CI; 4,40-20,42). makan kolostrum. Air
CI; 0,02–0,68). 2 inisiasi menyusui minum harus
2. ISPA dalam dua yang terlambat didekontaminasi.
minggu terakhir setelah satu jam Perluasan program
(AOR = 3,04, ( 95% setelah lahir (AOR = vaksinasi untuk
CI; 1.04-13.35). 5.16, 95% CI; 2.24- meningkatkan imunitas di
15.90) tingkat komunitas sangat
3 kurangnya vaksinasi penting.
(AOR = 6.38, 95% CI;
2.54-17.10).
48

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
12 Bogale et al., 2020 Southern Ethiopia. Cross Sectional 1. Prevalensi stunting 1. Anak-anak yang Hasil studi tersebut
pada anak usia 6–59 tinggal di rumah menekankan bahwa
bulan di wilayah tangga dengan status peningkatan pengambilan
penelitian adalah kekayaan sedang keputusan ibu dan
47,9% (95% CI; (AOR 2.20, 95% CI: perbaikan kondisi
44,0–51,7). 1.43–3.37) dan ekonomi rumah tangga
miskin (AOR 2.87,
perlu dipertimbangkan
95% CI: 1.72–4.81).
untuk mengurangi
2. anak-anak yang tidak
stunting pada anak.
disusui secara
Penting juga untuk
eksklusif (AOR 1.55,
memberikan penekanan
95% CI: 1.07–2.24)
yang tepat untuk
3. ibu yang tidak
intervensi yang berkaitan
berpartisipasi dalam
dengan pemberian makan
pemilihan rumah
bayi dan anak kecil
(AOR 2.27, 95% CI:
dengan penekanan
1.21–4.26)
khusus pada pemberian
4. kebebasan mobilitas
ASI eksklusif.
ibu (AOR 1,96, 95%
CI: 1,05–3,66)
49

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
13 Utami et al., 2018 Indonesa Cross Sectional 1. berat badan lahir 1. tingkat pendidikan Hasil studi tersebut
anak (OR = 1,003) ayah (OR = 5.797), menekankan perlunya
2. lama lahir anak (OR tingkat pendidikan program multisektor dan
= 1,378) ibu (OR = 0.412) terintegrasi untuk
3. jenis (OR = 1.670), 2. pendapatan keluarga meningkatkan
sikap (OR = 2.290) (OR = 6.625). pendapatan rumah
dan perilaku (OR =
tangga, pengetahuan, dan
2.185)
keterampilan keluarga
guna mengurangi
kejadian stunting pada
balita.
50

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
14 Torlesse et al., Indonesia Cross Sectional 1. Anak laki-laki 1. Interaksi yang Hasil studi tersebut
2016 memiliki peluang 45% signifikan antara menekankan bahwa
lebih tinggi untuk fasilitas sanitasi program untuk mengatasi
mengalami stunting rumah tangga dan stunting pada anak di
dibandingkan anak pengolahan air Indonesia harus
perempuan (AOR rumah tangga (P = mempertimbangkan
1,45; 95% CI 1,11- 0,007).
intervensi air, sanitasi dan
1,90) 2. rumah tangga
kebersihan. Riset
2. Anak-anak 12-23 menggunakan
operasional diperlukan
bulan memiliki jamban yang tidak
untuk menentukan cara
kemungkinan lebih bagus beresiko
dari empat kali lipat terbaik untuk
terkena stunting tiga
untuk mengalami menyatukan dan
kali lebih tinggi
stunting dibandingkan mengintegrasikan
(rasio odds yang
anak-anak berusia 0-5 intervensi air, sanitasi dan
disesuaikan 3,47,
bulan (AOR 4,40; kebersihan ke dalam
interval kepercayaan
95% 2,97-6,53). pendekatan multisektoral
95% 1,73-7,28, P
yang lebih luas untuk
<0,001)
mengurangi stunting di
3. Anak-anak dari
Indonesia.
indeks kekayaan
terendah memiliki
lebih dari dua kali
kemungkinan
51

menjadi pendek
(AOR 2.30; 95% CI
1.43-3.68).

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
15 Titaley, et al., 2019 Indonesia Cross-sectional 1. Anak laki-laki 1. stunting meningkat Hasil studi tersebut
memiliki secara signifikan menekankan bahwa
kemungkinan 33% pada anak yang mempromosikan asupan
lebih tinggi untuk tinggal dalam rumah makanan yang memadai
mengalami stunting tangga dengan tiga selama kehamilan,
dibandingkan anak atau lebih anak balita Penting untuk mendorong
perempuan (aOR = (aOR = 1,33, 95%
ibu hamil agar
1.33, 95% CI: 1.22- CI: 1,03–1,72).
mendapatkan perawatan
1.45, p <0.001). 2. stunting meningkat
antenatal yang memadai,
2. anak-anak berusia 12- secara signifikan
pemberian ASI eksklusif
23 bulan memiliki pada rumah tangga
kemungkinan 89% dengan lima hingga dalam enam bulan
lebih tinggi tujuh anggota (aOR pertama hingga
mengalami stunting. = 1,11; 95% CI: pemberian makanan
(aOR = 1,89; 95% CI: 1.03–1.20) pendamping ASI yang
1,54–2,32, p <0,001) 3. anak-anak yang sesuai, penting untuk
3. Kemungkinan ibunya selama asupan makanan yang
stunting pada anak kehamilan optimal, tumbuh
52

dengan berat badan menghadiri kurang kembang anak, dan untuk


<2500 g saat lahir dari empat layanan mencegah infeksi.
2,55 kali lipat perawatan antenatal Perbaikan status ekonomi
beresiko terkena (aOR = 1.22, 95% rumah tangga, serta
stunting (aOR = 2.55; CI: 1.08–1.39). perbaikan air, dan
CI 95%: 2.05–3.15, p sanitasi.
<0.001).
Nama, dan tahun
No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
16 Kragel et al., 2020 Guatemala Randomized trial 1. Mayoritas anak di 1. Penyakit yang tidak Hasil studi tersebut
bawah usia lima dilaporkan (F = menekankan bahwa
tahun mengalami 6.894, p = 0.014). asupan gizi yang tidak
stunting (65,6%) dan tingkat penyakit dekuat, rendahnya
kemungkinan yang dilaporkan laporan tentang penyakit
malnutrisi sendiri yang tinggi yang di laporkan.
2. Terdapat perbedaan (rata-rata HAZs =
Inervensi yang sangat
yang signifikan -2,8, 95% CI = [-
penting adalah
dalam skor Z tinggi- 3,13, -2,38] ).
mendapatkan data dasar
untuk-usia (HAZ)
untuk menilai intervensi
antara kelompok
dengan dan tanpa gizi dan kesehatan
nutrisi yang masyarakat untuk
memadai. (F = menurunkan status
7.069, p = 0.013). stunting dan malnutrisi
nutrisi yang tidak serta hasil kesehatan
anak-anak di pedesaan,
53

memadai (rata-rata masyarakat adat.


HAZ = -2,9, 95% CI
= [-3,58, -2,24]).
54

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tdak langsung Rekomendasi
penelitian
17 Bukusuba et al., Uganda Case–control 1. Anak laki-laki secara 1. Kemungkinan Hasil studi tersebut
2017 signifikan lebih stunting 2,4 kali lebih menekankan bahwa
mungkin mengalami besar pada anak-anak peningkatkan
stunting (rasio odds di rumah tangga produktivitas pertanian,
[OR]: 2.2, interval rawan pangan (OR: yang merupakan sumber
kepercayaan 95% 2.4, 95% CI: 1.1-5.0; pendapatan dan pangan
[CI]: 1.1-4.2; P <.05). P <.05).
utama di Kabupaten
2. Risiko pertumbuhan 2. Anak dengan tempat
Buhweju, akan
terhambat lebih tinggi tinggal yang buruk
memberikan kontribusi
pada anak-anak yang 4,5 kali lebih besar
yang signifikan terhadap
dilaporkan sakit dalam terkena stunting (OR:
ketahanan pangan, SES,
2 minggu sebelum 4.5, 95% CI: 1.4-13.0;
dan meningkatkan
survei (OR: 1,4, 95% P <.05).
kualitas gizi makanan
CI: 0,7-2,9), 3. Kemungkinan
yang dikonsumsi anak.
3. ISPA (OR: 1,5, 95% CI: stunting 1,5 kali lebih
0,7- 3.0) tetapi lebih besar pada anak-
sedikit pada mereka anak dari rumah
yang mengalami diare tangga dengan SES
(OR: 1.1, 95% CI: 0.4- miskin (OR: 1,5, 95%
3.2). CI: 0,6-3,5).
4. Risiko stunting jauh
lebih tinggi pada
anak yang ibunya
55

menggunakan
pralakta (OR: 1,4,
95% CI: 0,7-2,6).
Nama, dan tahun
No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
18 Khan et al., 2019 Pakistan Cross-sectional 1. Anak-anak usia 24-35 1. Anak yang ibunya Hasil studi tersebut
bulan (aOR = 3.65, tinggal di pedesaan menekankan bahwa usia
95% CI 2.23-5.95). (aOR = 0.67, 95% ibu saat menikah, tingkat
2. anak-anak yang lebih CI 0.48-0.92). pendidikan dan status gizi
kecil dari ukuran rata- 2. Wanita berusia ≥18 ibu dapat menyebabkan
rata pada saat lahir tahun saat menikah stunting pada anak. Oleh
(aOR = 1.48, 95% CI (aOR = 0.76, 95%
karena itu, untuk
1.02-2.216) lebih CI 0.59-0.99)
mengurangi beban
kemungkinan besar kunjungan klinik
malnutrisi diperlukan
akan terhambat antenatal lebih dari 3
intervensi yang dapat
3. Ukuran anak kecil saat kali (aOR = 0,61,
lahir atau BBLR (aOR 95% CI 0,38-0,98) mengatasi faktor-faktor
= 1.67, 95% CI 1.14– 3. Tingkat pendidikan tersebut seperti
2.45). ibu yang rendah pendidikan berbasis
(aOR = 2.55, 95% masyarakat dan intervensi
CI 1.26–5.17). gizi yang terarah.
4. memiliki indeks
kekayaan termiskin
(aOR = 5,41, 95%
CI 3,91–7,48)
56

5. perawakan pendek
(aOR = 2.31, 95%
CI 1.34– 3.98),
Nama, dan tahun
No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
19 Das et al., 2020) India Randomized 1. Prevalensi stunting 1. pendidikan ibu yang Hasil studi tersebut
controlled pada anak usia 0– rendah dapat menekankan pentingnya
23 bulan adalah mempengaruhi status perempuan dan
38% terjadinya stunting kekuatan pengambilan
2. Laki-laki memiliki (AOR 0,59; 95% CI keputusan di perkotaan
peluang lebih 0,42, 0,82). India, bersama dengan
tinggi untuk 2. jarak kelahiran
akses dan penggunaan
mengalami kurang dari dua
keluarga berencana dan
stunting (AOR tahun (AOR 0,71;
layanan untuk
1,33; 95% CI 1,14, 95% CI 0,58, 0,87).
memberikan dukungan
1,54) 3. konsepsi anak yang
3. Seorang anak diinginkan (AOR bagi korban kekerasan
berusia 18-23 0,80; 95% CI 0,64, dalam rumah tangga.
bulan memiliki 0,99).
kemungkinan 5,04 4. seorang ibu yang
kali lebih besar mengalami
(95% CI 3,91, 6,5) kekerasan fisik
mengalami dalam 2 tahun
stunting. terakhir (AOR 1,83;
95% CI 1,21, 2,77).
57
58

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
20 Ali et al., 2017 Ghana Utara. Cross-sectional 1. anak yang lebih tua 1. ibu dengan tinggi Hasil studi tersebut
berusia 12-23 bulan badan kurang dari menekankan konsumsi
beberapa kelompok
[AOR 9,81; 95% CI 150 cm sekitar 3,9
makanan tertentu
(2.85–33.76); p kali lebih mungkin termasuk, makanan
<0,001]. memiliki anak yang sumber hewani, kacang-
2. Anak laki-laki 1,9 stunting [AOR = kacangan, bahan pokok
dan telur dikaitkan
kali lebih mungkin 3,87; 95% CI (1,34-
dengan HAZ yang lebih
[AOR = 1,99; 95% 11,20); p = 0,01] dan
rendah tetapi dengan
CI (1,26–3,13); p = ibu dengan tinggi kemungkinan
0,003] menjadi 155–159 cm juga peningkatan WHZ yang
pendek memiliki peluang lebih tinggi di antara
anak-anak 6–59 bulan.
dibandingkan lebih tinggi untuk
dengan anak memiliki anak
perempuan. stunting [AOR =
2,21; 95% CI (1,34–
3,66); p = 0,002].
2. Diberikan makanan
pendamping pada 6
59

bulan (β = 0,097, p =
0,026) dikaitkan
dengan skor HAZ
yang lebih tinggi
dibandingkan hanya
di beri ASI (β =
-0,256, p <0,001)
dikaitkan dengan
skor HAZ yang lebih
rendah
60

Nama, dan tahun


No Area Study Faktor langsung Faktor tidak langsung Rekomendasi
penelitian
21 Li et al., 2020 35 negara Cross-sectional 1. Jenis kelamin laki- 1. Tinggi badan ibu Hasil studi tersebut
berpenghasilan laki lebih sering yang pendek adalah menekankan pentingnya
rendah dan mengalami stunting faktor terkuat yang secara universal untuk
menengah. 154.412 (51,6%). terkait dengan meningkatkan status gizi
stunting anak (rasio ibu dan keadaan sosial
odds [OR], 4,7; CI ekonomi rumah tangga.
95%, 4,5-5,0; P
menunjukkan perlunya
<0,001).
pemahaman konteks
2. kurangnya
spesifik untuk
pendidikan ibu (OR,
menginformasikan
1,9; 95% CI, 1,8-2,0;
P <0,001). kebijakan dan program
3. kekayaan rumah nasional.
tangga termiskin
(OR, 1,7; 95% CI,
1,6-1,8; P <0,001)
4. indeks massa tubuh
ibu yang rendah
(OR, 1,6; 95% CI ,
1.6-1.7; P <.001).
5. Tinggi badan ayah
yang pendek juga
secara signifikan
61

dikaitkan dengan
stunting yang lebih
tinggi (OR, 1.9; 95%
CI, 1.7-2.2; P
<.001).
6. Pada aderah
pedesaan cenderung
lebih tinggi
mengalami stunting
sebanyak 218.006
(72,8%). Secara
keseluruhan, 38,8%
(95% CI, 38,6%
-38,9%).
62

5.4 Faktor Langsung Penyebab Teradinya Stunting

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa penyebab langsung stunting adalah dari

faktor anak seperti: berat badan lahir, jenis kelamin, penyakit yang pernah

diderita, nutrisi, usia anak dan anemia pada anak.

Tabel 5.5 Faktor Langsung


No Faktor Langsung Odd Ratio N %
1 Jenis kelamin laki-laki (OR 2.2, 95% CI 1.1- 10 artikel 47%
4.2;).
2 BBLR (rata-rata HAZ = -2,9, 6 artikel 28%
95% CI = [-3,58, -2,24])
3 Nutrisi kurang dari (aOR = 2.55; CI 95%: 4 artikel 19%
kebutuhan tubuh 2.05–3.15, p <0.001)
4 Penyakit infeksi (ISPA (OR: 1,5, 95% CI: 3 artikel 14%
0,7- 3.0) diare (OR: 1.1,
95% CI: 0.4-3.2))
5 Usia anak [AOR = 1,99; 95% CI 2 artikel 9%
(1,26–3,13); p = 0,003]
6 Anemia pada anak (AOR = 3.21, CI 2.3, 1 artikel 5%
4.49)

Anak laki-laki memiliki odd ratio lebih tinggi dibandingkan anak

perempuan menderita stunting (OR 2.2, 95% CI 1.1-4.2;). Terdapat 10 artikel

yaitu dari Bukusuba et al., 2017, Haliu et al., 2020, Svefors et al., 2016,

Akram et al., 2018, Fatima et al., 2020, Torlesse et al., 2016, Titaley et al.,

2019, Das et al., 2020, Ali et al., 2017 dan Li et al., 2020 yang menyatakan

anak laki laki memiliki peluang lebih besar terjadi stunting daripadi anak

perempuan. Anak dengan nutrisi yang tidak adekuat memiliki odd ratio

terhadap kejadian stunting (rata-rata HAZ = -2,9, 95% CI = [-3,58, -2,24])

terdapat 4 artikel yaitu dari Kragel et al., 2020, Ponum et al., 2020,

Demirchyan et al., 2016 dan Batiro et al., 2017 yang menyatakan pemenuhan
63

nurtisi yang tidak seimbang dan adekuat memiliki peluang lebih besar

terhadap terjadinya kejadian stunting pada anak.

Anak dengan berat badan lahir rendah memiliki odd ratio terhadap

kejadian stunting (aOR = 2.55; CI 95%: 2.05–3.15, p <0.001) terdapat 6

artikel yaitu dari Titaley et al., 2019, Khan et al., 2019, Utami et al., 2019,

Svefors et al., 2016, Sinha et al., 2018, dan Sarma et al., 2017 yang

menyatakan Bayi BBLR rawan terkena infeksi yang dapat menyebabkan

risiko malnutrisi pada 2 tahun pertama kehidupan anak. berat badan lahir

rendah memiliki peluang lebih besar terjadi stunting daripadi anak dengan

berat badan lahir normal. Anak dengan riwayat penyakit infeksi (ISPA, diare)

memiliki odd ratio terdadap kejadian stunting (ISPA (OR: 1,5, 95% CI: 0,7-

3.0) diare (OR: 1.1, 95% CI: 0.4-3.2)) terdapat 3 artikel yaitu dari Bukusuba

et al., 2017, Akram et al., 2018, dan Batiro et al., 2017 yang menyatakan anak

dengan riwayat penyakit infeksi memiliki peluang lebih besar terjadi stunting

daripada anak yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi.

Anak pada usia 12-23 bulan memiliki odd ratio terdadap kejadian

stunting [AOR = 1,99; 95% CI (1,26–3,13); p = 0,003] terdapat 2 artikel yaitu

dari Ali et al., 2017, dan Das et al., 2020 yang menyatakan anak usia 12-23

bulan memiliki peluang lebih besar terjadi stunting daripada anak >53 bulan.

Anak yang mengalami anemia, ringan, sedang, berat memiliki odd ratio

terhadap kejadian stunting (AOR = 3.21, CI 2.3, 4.49) terdapat 1 artikel yaitu

dari Hailu., 2020 yang menyatakan anak yang mengalami anemia akan terjadi

infeksi parasite usus sehingga memiliki peluang lebih besar terjadi stunting.
64

5.5 Faktor Tidak Langsung Penyebab Teradinya Stunting

Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa penyebab langsung stunting

adalah dari faktor orang tua, lokasi tempat tinggal dan sanitasi seperti: social

ekonomi rumah tangga, pendidikan orang tua, ibu pendek, usia ibu, jumlah

anggota keluarga, jumlah balita dalam rumah tangga, kerawanan pangan,

vaksin yang tidak lengkap, pemeriksaan saat ANC, ASI eklusif, inisisasi

menyusui dalam satu jam pertama, MP-ASI, wilayah tempat tinggal, jarak

kehamilan <2 tahun, konsepsi anak, kekerasan fisik, mobilitas ibu, dan

WASH.

Tabel 5.6 faktor tidak langsung


No Faktor Tidak Langsung Odd Ratio N %
1 Social ekonomi rumah (aOR = 5,41, 95% CI 10 artikel 47%
tangga 3,91–7,48)
2 Pendidikan orang tua (aOR = 2.55, 95% CI 10 artikel 47%
1.26–5.17)
3 Ketahanan pangan (OR: 2.4, 95% CI: 1.1- 2 artikel 9%
5.0; P <.05)
4 Tinggi badan ibu (AOR = 4,7; CI 95%, 4,5- 8 artikel 38%
5,0; P <0,001)
5 Pemeriksaan ANC aOR = 1.22, 95% CI: 2 artikel 9%
1.08–1.39)
6 Wilayah tempat (95% CI, 38,6% -38,9%) 4 artikel 19%
tinggal
7 Imunisasi yang tidak (AOR = 6.38, 95% CI; 2 artikel 9%
lengkap 2.54-17.10)
8 Kehamilan yang tidak (AOR 0,80; 95% CI 0,64, 1 artikel 5%
diinginkan 0,99)
9 Jarak kehamilan < 2 (AOR 0,71; 95% CI 0,58, 1 artikel 5%
tahun 0,87)
10 Kekerasan fisik pada (AOR 1,83; 95% CI 1,21, 1 artikel 5%
ibu 2,77)
11 Inisiasi menyusui (AOR = 5.16, 95% CI; 2 artikel 9%
2.24-15.90
12 Asi ekslusif [AOR = 3,27, 95% CI: 3 artikel 14%
1,21, 8,82]
65

13 MP-ASI (β = -0,256, p <0,001) 1 artikel 5%


14 Susu botol [AOR = 3.30, 95% CI: 2 artikel 9%
1.33, 8.17)]
15 Jumlah anggota (aOR = 1,11; 95% CI: 3 artikel 14%
keluarga 1.03–1.20)
16 Jumlah balita > 3 (aOR = 1,33, 95% CI: 1 artikel 5%
dalam rumah tangga 1,03–1,72)
17 Sumber air minum (AOR = 7,06, 95% CI; 1 artikel 5%
tidak jelas 4,40-20,42)
18 Jamban yang tidak (AOR = 3,47, 95% 1,73- 1 artikel 5%
baik 7,28, P <0,001)
19 Kebebasan mobilitas (AOR 1,96, 95% CI: 1 artikel 5%
1,05–3,66)

Social ekonomi rumah memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting

(aOR = 5,41, 95% CI 3,91–7,48) terdapat 10 artikel yaitu dari Khan et al.,

2019, Sarma et al., 2017, Hailu et al., 2020, Akram et al., 2018, Fikadu et al.,

2015, Bogle et al., 2020, Utami et al., 2019, Torlesse ae al., 2016, Bukusuba

et al., 2017, dan Li et al., 2020 yang menyaktakan keluarga keluarga tidak

mampu memiliki peluang lebih besar terjadi stunting pada anak daripadi anak

dengan keluarga mampu. Ibu dengan pendidikan rendah memiliki odd ratio

terhadap kejadian stunting (aOR = 2.55, 95% CI 1.26–5.17) terdapat 10

artikel yaitu dari Khan et al., 2019, Sarma et al., 2017, Hailu et al., 2020,

Akram et al., 2018, Utami et al., 2019, Li et al., 2020, Ponum et al., 2020,

Svefors et al., 2016, Fatima et al., 2020 dan Das et al., 2020 yang menyatakan

ibu dengan pendidikan rendah memiliki peluang besar terjadi stunting pada

anak daripada ibu dengan pendidikan tinggi.

Ketahanan pangan pada keluarga memiliki odd rasio terdadap kejadian

stunting (OR: 2.4, 95% CI: 1.1-5.0; P <.05) terdapat 2 artikel yaitu dari
66

Bukusuba et al., 2017 dan Sarma et al., 2017 yang menyatakan keluarga

dengan rawan pangan memiliki peluang besar terjadi stunting pada anak

daripada keluarga dengan pangan yang terjamin. Tinggi badan ibu memiliki

odd rasio terhadap kejadian stunting (rasio odds [OR], 4,7; CI 95%, 4,5-5,0; P

<0,001) terdapat 8 artikel yaitu dari Li et al., 2020, Hailu et al., 2020, Khan et

al., 2019, Svefors et al., 2016, Sinha et al., 2018, El Kishawi et al., 2017,

Demirchyan et al., 2016, dan Ali et al., 2017 yang menyatakan ibu dengan

tinggi badan 150-160 cm memiliki peluang besar terjadi stunting pada anak

daripada ibu dengan tinggi >160 cm. Pemerikasaan kefasilitas kesehatan saat

ANC memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting (aOR = 1.22, 95% CI:

1.08–1.39) terdapat 2 artikel yaitu dari Titaley et al., 2019, dan Khan et al.,

2019 yang menyatakan ibu yang kurang dari 3 kali melakukan pemeriksaan

ANC memiliki peluang besar terjadi stunting pada anak yang akan dilahirkan.

Wilayah pedeaan memiliki odd ratio lebih tinggi dibandingkan

wilayah perkotaan menderita stunting (95% CI, 38,6% -38,9%) terdapat 4

artikel yaitu dari Li et al., 2020, Ponum et al., 2020, Sarma et al., 2017, dan

Khan et al., 2020 yang menyatakan anak di wilayah pedesaan memiliki

peluang lebih besar terjadi stunting daripadi anak di wilayah perkotaan.

Imunisasi yang tidak lengkap memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting

(AOR = 6.38, 95% CI; 2.54-17.10) terdapat 2 artikel yaitu dari Batiro et al.,

2017, dan Fatima et al., 2020 yang menyatakan anak yang tidak dilakukan

vaksinisasi memiliki peluang lebih besar terjadi stunting daripada anak yang

melakukan vaksin lengkap. Ibu dengan kehamilan yang tidak diinginkan


67

memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting (AOR 0,80; 95% CI 0,64, 0,99)

terdapat 1 artikel yaitu dari Das et al., 2020 yang menyatakan keluarga

dengan kehamilan yang tidak diinginkan memiliki peluang lebih besar terjadi

stunting pada anak.

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahuan memiliki odd ratio terhadap

kejadian stunting (AOR 0,71; 95% CI 0,58, 0,87) terdapat 1 artikel yaitu dari

Das et al., 2020 yang menyatakan anak yang lahir dalam waktu 2 tahun dari

anak sebelumnya memiliki risiko 68% lebih tinggi untuk mengalami stunting.

Kekerasan fisik yang terjadi pada ibu memiliki odd ratio (AOR 1,83; 95% CI

1,21, 2,77) terdapat 1 artikel yaitu dari Das et al., 2020 yang menyatakan

kesehatan fisik dan mental yang buruk dari para ibu dapat mempengaruhi

pengasuhan anak, kekerasan fisik pada ibu memiliki peluang lebih besar

terjadi stunting pada anak. Inisiasi menyusui dini memiliki odd ratio terhadap

kejadian stunting (AOR = 5.16, 95% CI; 2.24-15.90) terdapat 2 artikel yaitu

dari Batiro et al., 2017, dan Fikadu et al., 2015 yang menyatakan inisiasi

menyusui yang terlambat dikaitkan dengan penurunan ikatan ibu baru lahir

dan kemudian sekresi ASI ibu yang tidak memadai sehingga memiliki

peluang lebih besar terjadi stunting.

ASI eklusif memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting [AOR =

3,27, 95% CI: 1,21, 8,82] terdapat 3 artikel yaitu dari El Kishawi et al., 2017,

Demichyan et al., 2016, dan Fatima et al., 2020 yang menyatakan anak yang

tidak diberikan ASI eklusif akan lebih mudah terkena penyakit infeksi karena

sistem pencernaan dan kekebalan tubuh anak belum matang sehingga


68

memiliki peluang lebih besar terjadi stunting. Pemberian MP-ASI memiliki

odd ratio terhadap kejadian stunting (β = -0,256, p <0,001) terdapat 1 artikel

yaitu dari Ali et al., 2017 yang menyatakan anak yang tidak diberikan MP-

ASI setelah 6 bulan memiliki peluang lebih besar terjadi stunting. Pemberian

susu botol pada balita memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting [AOR =

3.30, 95% CI: 1.33, 8.17)] terdapat 2 artikel yaitu dari Bogale et al., 2020,

dan Ali et al., 2017 yang menyatakan pemberian susu botol memiliki peluang

lebih besar terjadi stunting dibandingkan dengan anak yang di berikan ASI

eklusif.

Jumlah anggota keluarga memiliki odd ratio terhadap kejadian

stunting (aOR = 1,11; 95% CI: 1.03–1.20) terdapat 3 artikel yaitu dari Titaley

et al., 2019, Fatima et al., 2020, dan Demirchyan et al., 2016 yang

menyatakan rumah tangga dengan anggota keluarga 7-10 orang memiliki

peluang lebih besar terjadi stunting pada anak. Jumlah balita dalam rumah

tangga memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting (aOR = 1,33, 95% CI:

1,03–1,72) terdapat 1 artikel yaitu dari Titaley et a;., 2019 yang menyatakan

kehadiran lebih dari satu anak balita juga dapat mengakibatkan praktik

pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang kurang optimal sehingga

memiliki peluang lebih besar terjadi stunting pada anak.

Pemilihan rumah memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting (AOR

2.27, 95% CI: 1.21–4.26) terdapat 1 artikel yaitu dari Bogale et al., 2020 yang

menyatakan ibu yang tidak ikut serta melakukan pemilihan rumah memiliki

peluang lebih besar terjadi stunting pada anak. Air minum memiliki odd ratio
69

terhadap kejadian stunting (AOR = 7,06, 95% CI; 4,40-20,42) terdapat 1

artikel yaitu dari Batiro et al., 2017 yang menyatakan anak yang minum dari

sumber air yang tidak jelas memiliki peluang lebih besar terjadi stunting.

Kebebasan mobilitas pada ibu memiliki odd ratio terhadap kejadian stunting

(AOR 1,96, 95% CI: 1,05–3,66) terdapat 1 artikel yaitu dari Bogale et al.,

2020 yang menyatakan ibu yang tidak memiliki keputusan tentang kebebasan

mobilitas memiliki peluang lebih besar terjadi stunting pada anak. Jamban

yang tidak baik dalam rumah tangga memiliki odd ratio terhadap kejadian

stunting (AOR = 3,47, 95% 1,73-7,28, P <0,001) terdapat 1 artikel yaitu dari

Torlesse et al., 2016 yang menyatakan rumah tangga yang tidak memiliki

jamban yang tidak baik berpeluang lebih besar terjadi stunting pada anak.
BAB VI

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan membahas interpretasi tentang literature review

pada faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Pembahasan pada

bab ini meliputi rangkuman dari analisa jurnal, yaitu karakteristik responden,

gambaran faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting, keterbatasan

dan implikasi dalam penelitian ini.

6.1 Karakteristik responden

Dari hasil pengkajian terhadap 21 jurnal internasional mayoritas

populasi yang didapatkan adalah anak stunting umur 0-5 tahun, anak >6 tahun

dan orang tua anak. Desain yang digunakan Cluster-sampling, Cross-

sectional, Placebo, double-blind, Case control study dan Randomized, dan

wilayah mencakup benua asia, benua afrika dan benua america. pengumpulan

data menggunakan software open data kit (ODK), food consumption score

(FCS), kuisioner tersetrutur, surve dan pengukuran antropometri. Surve yang

di dapatkan dari Low Middle Income Country (LMIC) dari setiap negara

yang berpenghasilan menengah-rendah sering di gunakan 32%, Kuisioner

yang digunakan adalah kuisioner yang terstruktur sehingga paling banyak

digunakan untuk mengambil data tentang demografi orang tua seperti

penghasilan, pendidikan dan tempat tinggal sebesar 81%. Untuk pengambilan

data tentang tinggi badan anak stunting menggunakan pengukuran

antropometri. Indeks antropometri dari Z Skor Tinggi untuk Usia (HAZ), Z

70
Skor Berat untuk Tinggi Badan (WHZ) dan Z Skor Berat Badan untuk Usia

(WAZ) digunakan untuk mengklasifikasikan stunting sebesar 77%.

71
72

Sedangkan food consumption score (FCS) digunakan untuk mengukur

ketahanan pangan pada setiap keluarga. Dalam hasil analisa jurnal juga

didapatkan bahwa faktor penentu stunting dapat berupa faktor langsung,

faktor tidak langsung maupun sanitasi pada lingkungan dan rumah.

6.2 Faktor langsung terjadinya stunting.

6.2.1 Jenis Kelamin

Hasil penelitian menemukan bahwa anak laki laki memiliki odd ratio

lebih tinggi dari pada anak perempuan untuk mengalami stunting. Hal ini

disebabkan karena anak laki lebih mendapat tekanan stress lingkungan lebih

tinggi dari anak perempuan (Akram et al., 2018). Pendidikan keluarga sebagai

pendidikan pertama anak untuk mengenal lingkungan. Pendidikan pertama ini

dianggap penting sebagai dasar dalam pengembangan-pengembangan

berikutnya. Orang tua terutama ayah biasanya cenderung lebih keras dalam

mendidik anak laki-laki sehingga menyebabkan anak mengalami tekakanan

psikologis dan mempengaruhi nafsu makan anak (Garenne et al., 2019). Anak

laki-laki lebih cenderung menjadi kerdil daripada perempuan, yang mungkin

menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih rentan terhadap ketidaksetaraan

kesehatan seperti anak yang sakit tidak dibawa ke pelayanan kesehatan,

sehingga laki-laki lebih rentan dalam menghadapi penyakit daripada rekan

perempuan mereka dalam kelompok usia yang sama (Das et al., 2020).

Temuan ini dapat dijelaskan oleh faktor biologis dan lingkungan

seperti perbedaan dalam pertumbuhan janin yang dipengaruhi oleh kecukupan

nutrisi pada saat ibu mengandung dan setelah ibu melahirkan, variasi
73

kerentanan terhadap penghinaan selama perkembangan awal, kondisi tersebut

lebih mengacu kearah yang dapat menjadikan anak trauma, cemas dan sikap-

sikap lain yang tidak nyaman (Svefors et al., 2016). Pertumbuhan pada anak

laki-laki cenderung lebih cepat, karena itu dibutuhkan kebutuhan nutrisi yang

lebih tinggi di usia anak-anak alasan lainnya karena faktor hormonal dan

genetic orang tua (Hailu et al., 2020).

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi

psikologis dalam tumbuh kembang anak. Pertumbuhan anak laki-laki mudah

terhambat karena keadaan psikologis seperti emosional anak, pola asuh orang

tua, trauma pada anak, dan interaksi dengan lingkungan (Gami Sandi Untara

& Somawati, 2020). Perkembangan psikologis melibatkan pemahaman,

kontrol ekspresi dan berbagai emosi. Perkembangan ini memperhitungkan

ketergantungan pengasuh utama yaitu orang tua untuk memenuhi kebutuhan

mereka. Sebuah lingkungan yang hangat, penuh kasih dan responsif sangat

penting untuk perkembangan psikologis pada anak (Mugianti, Mulyadi, &

Anam, 2018).

6.2.2 Berat Badan Lahir Rendah

Hasil penelitian menemukan bahwa anak dengan berat badan lahir

rendah memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai

dengan penelitian berat badan lahir rendah dapat terjadi karena hasil dari

hambatan pertumbuhan intrauterine, kelahiran prematur atau kombinasi

patofisiologi keduanya. bayi dengan BBLR akan mengalami gangguan

pertumbuhan karena risiko komplikasi pada masa kelahirannya


74

(Sulistianingsih & Sari, 2018). Bayi premature banyak mengalami

permasalahan pada sistem tubuh, yang dikarenakan kondisi tubuh yang tidak

stabil (Khan et al., 2019). Kematian perinatal pada bayi prematur lebih besar

dari bayi normal prognosis akan lebih buruk bila berat badan semakin rendah.

Bayi dikatakan IUGR bila janin tidak mampu dalam mencapai pertumbuhan

normalnya, baik dalam kondisi preterem, aterem, maupun posterm (Mgongo

et al., 2017).

Bayi yang lahir dengan berat badan lebih rendah dari berat badan bayi

rata-rata dinyatakan mengalami BBLR jika beratnya kurang dari 2500

kilogram (Hikmah, 2017). Bayi prematur dan BBLR rawan terkena infeksi

yang dapat menyebabkan kematian. Bayi yang dapat bertahan hidup memiliki

risiko kurang gizi dan stunting pada 2 tahun pertama kehidupan (Lubis et al.,

2018). , kematian sering disebabkan karena komplikasi neonatal seperti

asfiksia, aspirasi, pneumonia, perdarahan intracranial dan hipoglikemia. Bila

hidup akan dapat dijumpai kerusakan saraf, gangguan bicara, maupun tingkat

kecerdasan yang rendah (Setiawan et al., 2018).

6.2.3 Nutrisi

Hasil penelitian menemukan bahwa anak dengan nutrisi yang tidak

tercukupi memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sejalan

dengan individu yang makan sesekali dari sumber makanan hewani

terlindungi dari stunting dibandingkan yang tidak makan. makanan sumber

hewani memiliki berbagai manfaat kesehatan dan sumber nutrisi yang baik

dengan bentuk yang mudah diserap dan nyaman, yang membantu produksi
75

kekebalan tubuh pada anak yang memfasilitasi status kesehatan anak (Batiro

et al., 2017). Pemenuhan zat gizi yang tidak seimbang dan adekuat,

kekurangan energy dan protein dapat menyebabkan pertumbuhan anak

terganggu. Gizi yang baik dan sehat pada masa balita (umur bawah lima

tahun) merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan (Rasul et

al., 2018).

Kekurangan dalam memenuhi zat gizi terutama energi dan protein

pada anak akan menyebabkan masalah gangguan pertumbuhan pada anak

berdampak yang dapat di timbulkan, meningkatnya resiko masalah gizi

seperti kekurangan energi kronis dan kekurangan energi protein, selain pada

balita dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan

kognitifnya atau stunting (Islam et al., 2018). Rendahnya konsumsi energi

pada kelompok anak balita pendek diperkirakan karena beberapa faktor antara

lain kurangnya pengetahuan ibu tentang stunting yang berpengaruh dalam

pemberian gizi seimbang pada anak, nafsu makan anak berkurang karena

adanya penyakit infeksi (Tsaralatifah, 2020). asupan protein adekuat

merupakan hal penting karena protein tidak hanya bertambah, tapi juga habis

digunakan, sehingga masa sel tubuh dapat berkurang yang mengakibatkan

pertumbuhan terhambat (S. Khan et al., 2019).

6.2.4 Penyakit Infeksi

Hasil penelitian menemukan bahwa anak dengan riwayat penyakit

infeksi memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai

dengan penelitian bahwa diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan


76

elektrolit, kehilangan nafsu makan dan penyerapan di usus tidak optimal,

sedangkan ISPA 3 kali lebih mungkin mengalami kekurangan gizi

dibandingkan dengan mereka yang tidak mengeluhkan ISPA (Kragel et al.,

2020). Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat

menyebabkan malnutrisi, Infeksi yang sering mengubah flora normal seperti

laktobasilus dan kemudian anak-anak menjadi rentan terhadap agen infeksi

dan kehilangan penyerapan kembali di usus (Batiro et al., 2017). ASI

memiliki mikrobiota sehat seperti Lactobacilli dan Bifidobacteria.

mikroorganisme ini melalui ASI dan agen ini membantu mereka sebagai

penghalang kekebalan dan untuk memfasilitasi penyerapan kembali di saluran

pencernaan di antara anak-anak (Permatasari & Sumarmi, 2018).

ISPA berat terjadi jika infeksi sampai ke jaringan paru dan

mengakibatkan pneumonia, penyebab kematian terbesar pada anak di dunia.

penyakit infeksi yang menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas tertinggi

pada anak (Setiawan et al., 2018). Kejadian ISPA dapat mempengaruhi sistem

metabolisme tubuh dan menyebabkan nafsu makan anak berkurang sehingga

asupan nutrisi tidak adekuat dan dapat mengakibatkan stunting pada anak

(Getaneh et al., 2019). Penyakit infeksi yang disertai diare dan muntah dapat

menyebabkan anak kehilangan cairan serta sejumlah zat gizi. Seorang anak

yang mengalami diare akan terjadi malabsorbsi zat gizi dan hilangnya zat gizi

dan bila tidak segera ditindaklanjuti dan diimbangi dengan asupan yang

sesuai makan terjadi gagal tumbuh atau stunting (Desyanti & Nindya, 2017).
77

6.2.5 Usia anak

Hasil penelitian menemukan bahwa anak dengan usia 12-23 bulan

memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai dengan

penelitian Pertumbuhan suboptimal terkait dengan peningkatan usia yang

berasal dari transisi menyusui ke makanan pendamping. Masalah tumbuh

kembang anak akan terjadi jika pemberian ASI lanjutan tidak diimbangi

dengan pemberian makanan pendamping ASI yang memadai pada usia yang

sesuai (Titaley et al., 2019). Dengan peningkatan kebutuhan nutrisi, jika

seorang anak menerima makanan pendamping ASI yang tidak adekuat akan

berdampak pada gangguan pertumbuhan linier. Selain itu, peningkatan

paparan berbagai penyakit dan kondisi masa kanak-kanak sebagai akibat dari

peningkatan usia, seperti paparan kebersihan makanan yang buruk dan

sanitasi lingkungan, mungkin berkontribusi pada pertumbuhan yang buruk

(Julianti & Elni, 2020).

Pemberian makanan pendamping ASI merupakan proses transisi dari

asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat.

Seiring dengan bertambahnya usia pada anak kebutuhan nutrisi kian

bertambah. Pada anak usia 6 bulan ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan

nutrisi anak. Diperlukan pengenalan dan pemberian makanan pendamping

harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai

dengan kemampuan pencernaan anak (Mufida et al., 2015). ASI hanya

mampu memenuhi 2/3 dari kebutuhan gizi bayi, maka di usia ini bayi

membutuhkan makanan lain sebagai pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian


78

makanan pendamping yang tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi

kebutuuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan makan,

mencegah gangguan pertumbuhan linier dan merangsangg rasa percaya diri

pada bayi (Kustiani & Misa, 2018).

6.2.6 Anemia pada Anak

Hasil penelitian menemukan bahwa anak yang menderita anemia

memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal ini sejalan

dengan penelitian anemia memiliki kemungkinan hubungan dengan infeksi

parasit usus, sehingga anak-anak dengan situasi ini mungkin lebih

terpengaruh oleh stunting. Karena anak yang lebih besar lebih terpapar

kontaminasi yang dapat menyebabkan infeksi parasit, konseling gizi harus

diberikan kepada ibu selama pelayanan pascakelahiran (Hailu et al., 2020).

Anemia merupakan hubungan tidak langsung dengan durasi tidur malam yang

lebih pendek dan frekuensi bangun malam yang lebih tinggi. Bayi dengan

anemia dan stunting dianggap kurang pandai mengatur emosi mereka, dan

untuk mengeksplorasi dan berinteraksi lebih sedikit dengan lingkungan

mereka dibandingkan dengan anak-anak yang bergizi baik (Belachew &

Tewabe, 2020).

Anemia bagi anak dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang

fisik, rendahnya daya tahan terhadap penyakit, tingkat kecerdasan yang

kurang dari seharusnya, serta prestasi belajar dan olahraga yang rendah

(Umboh et al., 2018). Selain itu, anemia pada anak akan berdampak pada

menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan


79

baik sel-sel tubuh maupun sel-sel otak sehingga menimbulkan dampak jangka

pendek dan jangka panjang pada anak (Yulita & Warastuti, 2020). Pada ibu

anemia dapat menyebabkan aliran darah lebih banyak kembali ke jantung.

Hal ini menyebabkan jumlah darah yang mengalir ke jaringan lain berkurang.

Wanita hamil yang malnutrisi akan terjadi penurunan volume darah atau

keluaran jantung tidak kuat sehingga menyebabkan aliran darah ke plasenta

menurun, sehingga plasenta mengecil yang menghambat transfer nutrisi dari

ibu ke janin yang akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin

(Mohammed et al., 2019).


80

6.3 Faktor tidak langsung terjadinya stunting

6.3.1 Sosial Ekonomi Rumah Tangga

Hasil penelitian menemukan bahwa keluarga dengan masalah social

ekonomi rumah tangga memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting.

Hal ini sesuai dengan penelitian faktor status sosial-ekonomi orang tua yang

sangatlah memengaruhi proses pertumbuahan anak. Orang tua sebagai salah

satu faktor penguat untuk menciptakan perilaku sehat sangat berperan dalam

memenuhi kebutuhan. Status sosial ekonomi seperti status kekayaan,

pendidikan orang tua dan ketahanan pangan dapat memengaruhi kemampuan

seseorang untuk mengakses makanan tertentu yang nantinya akan

berpengaruh pada status gizi anak (Danjin et al., 2020). Seseorang dengan

status sosial-ekonomi rendah memiliki keterbatasan kemampuan dalam

mengakses makanan tertentu, sehingga berisiko mengonsumsi makanan

dengan jumlah yang kurang (Efevbera et al., 2017). Ibu dengan pendidikan

rendah biasanya lebih sulit dalam menerima informasi tentang kebutuhan gizi

anak, dan cenderung lebih memilih praktik tradisional dibandingkan

pelayanan kesehatan yang tersedia (Bommer et al., 2019).

Anak dengan status ekonomi rendah akan lebih sedikit untuk

menerima nutrisi yang tepat dan kadang-kadang bahkan harus mengurangi

asupan kalori dari kebutuhan harian minimum. Fenomena ini akan menurun

secara konsisten ketika status kekayaan meningkat. (Musbah & Worku,

2016). kekayaan rumah tangga memiliki heterogenitas sedang dalam

kaitannya dengan stunting anak dan berat badan kurang (Li et al., 2020). Para
81

ibu yang berpendidikan mendapat informasi yang baik tentang kebutuhan gizi

dan kesehatan anak-anak mereka dan karenanya lebih memilih untuk

menggunakan fasilitas kebersihan dan sanitasi yang lebih baik. Selain itu,

mereka membuat pilihan komparatif dari layanan kesehatan yang tersedia

daripada praktik tradisional untuk meningkatkan perawatan kesehatan anak-

anak mereka (S. Khan et al., 2019). Heterogenitas tersebut sebagian dapat

dijelaskan oleh perbedaan status makro ekonomi, sistem kesehatan, dan

keberadaan program nasional dan daerah (Akram et al., 2018). Status sosial

ekonomi berdampak pada ketahanan pangan rumah tangga dan selanjutnya

pertumbuhan anak. Anak-anak dari rumah tangga miskin memiliki akses

terbatas ke makanan dan layanan kesehatan, yang membuat mereka lebih

rentan terhadap kegagalan pertumbuhan (Sarma et al., 2017).

6.3.2 Inisiasi menyususi, ASI eklusif dan MP-ASI

Hasil penelitian menemukan bahwa inisiasi menyusui, ASI eklusif dan

MP-ASI memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai

dengan penelitian Individu yang mulai menyusui setelah satu jam setelah

kelahiran memiliki kemungkinan 5 kali lebih besar mengalami stunting

dibandingkan dengan anak-anak yang mulai menyusui dalam waktu satu jam

setelah lahir (El Kishawi et al., 2017). Hal ini bisa jadi karena inisiasi dini

mengakibatkan peningkatan produksi ASI tetapi inisiasi menyusui yang

terlambat dikaitkan dengan penurunan ikatan ibu baru lahir dan kemudian

sekresi ASI ibu yang tidak memadai (Batiro et al., 2017). 6 bulan pertama

manfaat ASI eklusif mencegah penyakit infeksi seperti diare dan infeksi
82

saluran pernapasan bagian bawah, karena sistem pencernaan dan kekebalan

tubuh anak-anak yang belum matang (Bogale et al., 2020). Setelah 6 bulan

ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan anak diperlukan MP-ASI tambahn untuk

membantu kecukupan nutrisi pada anak (Fikadu et al., 2015). ASI ekslusif

sangat penting bagi balita, ASI memiliki kandungan nutrisi yang di butuhkan

dalam pertumbuhan dan perkembangan kurangnya ASI pada balita dalam

jangka panjang dapat mengakibatkan stanting (E. D. Lestari et al., 2018). ASI

ekslusif memiliki kalsium yang lebih banyak dan mudah di serap

dibandingkan dengan susu formula. Pemberian ASI eksklusif bersifat

protektif terhadap kejadian stunting.

Air susu ibu yang keluar pada hari pertama kelahiran mengandung

kolostrum. Kolostrum kaya akan antibodi dan zat penting untuk pertumbuhan

usus dan ketahanan terhadap infeksi yang sangat dibutuhkan bayi demi

kelangsungan hidupnya. Kolostrum memiliki protein dan immunoglobulin

dengan konsentrasi paling tinggi. Immunoglobulin yang terdapat di kolostrum

adalah immunoglobulin A (IgA) yang melindungi permukaan saluran cerna

bayi terhadap berbagai bakteri patogen dan virus (Permadi et al., 2016). ASI

eksklusif dapat mencegah terjadinya stunting atau gagal tumbuh. Kandungan

laktoferin pada ASI berfungsi mengikat zat besi untuk menghambat

pertumbuhan bakteri, selain itu enzim peroksidase pada ASI dapat

menghancurkan bakteri pathogen. Selain itu ASI berfungsi meningkatkan

adaptasi saluran pencernaan bayi dengan jalan merangsang pertumbuhan sel

saluran pencernaan, pematangan sel, dan membentuk koloni bakteri


83

(Nugraheni et al., 2020). ASI eksklusif memberikan perlindungan pada

infeksi diare, ISPA, diabetes, tekanan darah, kolestrol dan obesitas (Mikawati

et al., 2019).
84

6.3.3 Air, sanitasi dan kebersihan (WASH)

Hasil penelitian menemukan bahwa air, sanitasi dan kebersihan

(WASH) memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai

dengan penelitian Fasilitas dan perilaku WASH yang buruk dapat berdampak

pada status gizi anak dengan menyebabkan diare, infeksi cacing usus, atau

enteropati lingkungan. Infeksi dan kondisi ini secara langsung mempengaruhi

status gizi melalui variasi jalur termasuk kehilangan nafsu makan, kehilangan

jaringan tubuh, pencernaan yang salah atau malabsorpsi nutrisi, aktivasi

kekebalan kronis, dan respons lain terhadap infeksi yang mengalihkan

penggunaan nutrisi dan energy (Torlesse et al., 2016).

Anak-anak yang hidup dengan fasilitas sanitasi dan pengolahan air

yang buruk 3 kali lebih tinggi terjadi stunting hal ini dikarenakan Kondisi

WASH yang buruk berpotensi memicu penyakit infeksi yang dapat

mengganggu penyerapan nutrisi dalam proses pencernaan, seperti diare,

cacingan, atau enteropati lingkungan (Hasanah et al., 2020). Infeksi dan

kondisi ini secara langsung mempengaruhi status nutrisi dalam berbagai cara,

termasuk kehilangan nafsu makan, gangguan nutrisi atau malabsorpsi,

aktivasi kekebalan kronis, dan respons lain terhadap infeksi yang dapat

mengganggu penyerapan nutrisi dan energi. Jika kondisi ini terjadi dalam

waktu yang lama dan tidak dibarengi dengan pemberian asupan yang cukup

untuk proses penyembuhan, maka dapat mengakibatkan stunting (Wahid et

al., 2020).
85

6.3.4 Pemeriksaan saat ANC

Hasil penelitian menemukan bahwa ibu yang tidak melakukan

pemeriksaan saat ANC memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ibu yang melakukan perawatan antenatal

yang memadai, dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pemberian

makanan yang tepat untuk bayi mereka setelah melahirkan, termasuk

menyusui dan makanan pendamping. Para ibu juga dapat memiliki

kesempatan untuk menerima informasi tentang penyakit dan infeksi masa

kanak-kanak, dan bagaimana mencegahnya (Titaley et al., 2019). Seorang

wanita hamil perlu mendapatkan perawatan antenatal tepat waktu karena ini

merupakan elemen kunci untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru

lahir. Pemeriksaan ANC yang memadai mungkin juga diterkait dengan sikap

ibu tentang memberikan perawatan yang memadai setelah melahirkan, yang

menghasilkan pertumbuhan dan kesejahteraan anak yang optimal (Aini &

Melda, 2020).

Perawatan kehamilan dan antenatal (ANC) seringkali merupakan pintu

masuk ke dalam rangkaian layanan kesehatan ibu dan anak, termasuk

pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, penyulit persalinan, layanan

pascakelahiran, kontrasepsi, dan perawatan anak yang baik (C. L. Patil et al.,

2017). Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak

mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan

kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan

kesehatan yang tersedia (Zakdiyah et al., 2018). Hal ini dapat berdampak juga
86

pada pertumbuhan seorang anak. Kesehatan anak harus mendapat perhatian

dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit

ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat agar dapat segera diobati, karena

penyakit infeksi yang terjadi secara berulang dapat meningkatkan risiko

terjadinya stunting pada anak (Kullu et al., 2018).

6.3.5 Imunisasi yang tidak lengkap

Hasil penelitian menemukan bahwa vaksin yang tidak lengkap pada

anak memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting. Hal ini sesuai

dengan penelitian anak yang tidak divaksinasi mungkin menghadapi beberapa

penyakit menular seperti pneumonia, diare dan campak. Dalam jangka

pendek akan berdampak pada gizi kurang dan stunting (Batiro et al., 2017).

Keluarga dengan pendapatan rendah, kurangnya akses ke perawatan

kesehatan, biaya perawatan kesehatan yang tinggi, pendidikan orang tua yang

rendah, persalinan tanpa bantuan tenaga kesehatan profesional, dan ibu

tunggal adalah faktor risiko rendahnya cakupan imunisasi pada anak (Samiak

& Emeto, 2017).

Imunisasi dasar adalah upaya untuk meningkatkan kekebalan secara

aktif terhadap suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus dan bakteri

sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit

atau hanya mengalami sakit ringan (Yundri et al., 2017). Imunisasi dasar

lengkap tersebut meliputi BCG, DPT-HBHib 1, DPT-HB-Hib 2, DPT-HB-

Hib 3, polio 1, polio 2, polio 3, polio 4 dan campak dengan rentang usia

dibawah 1 tahun. Penyakit yang diakibatkan oleh virus dan bakteri berakibat
87

fatal bagi manusia (Hailu et al., 2019). Pemberian imunisasi dilakukan

sebagai upaya dalam mencegah bahaya dari penyakit tersebut serta

menangkal komplikasi yang menyertainya.

Pemberian imunisasi hepatitis B dapat diberikan setelah 24 jam

kelahiran bayi. Oleh karena itu, bayi baru lahir dapat menerima imunisasi ini

segera setelah lahir jika ada penolong persalinan profesional, dan ibunya

memperoleh informasi yang memadai dari petugas kesehatan tentang urutan

imunisas (Holipah et al., 2018). Pentingnya pendidikan ibu dalam kesehatan

anak diakui secara universal. Anak-anak dari ibu yang lebih berpendidikan

lebih mungkin untuk diimunisasi lengkap. Seorang wanita dengan latar

belakang pendidikan yang lebih baik cenderung lebih menyadari pentingnya

imunisasi (Anokye et al., 2018). anak-anak dari keluarga kaya lebih mungkin

untuk diimunisasi daripada anak-anak dari keluarga miskin. Meskipun

layanan vaksinasi gratis ditawarkan di Indonesia, waktu dan biaya keuangan

untuk menjangkau fasilitas kesehatan dapat menjadi kendala bagi orang tua.

Keluarga dengan jumlah balita lebih dari 5 cenderung tidak melakukan

imunisasi dengan lengkap (Khan & Aslam, 2017).

6.3.6 Tinggi Badan orang tua

Hasil penelitian menemukan bahwa tinggi badan orang tua memiliki

odd ratio tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal ini sesuai dengan

penelitian tinggi badan ibu berhubungan dengan status antropometri anak

dapat dikaitkan dengan latar belakang genetik yang sama dan faktor penentu

lingkungan umum (misalnya, makanan, budaya, kelas sosial) yang pertama


88

kali mempengaruhi orang tua selama masa kanak-kanak mereka dan

kemudian mempengaruhi pertumbuhan keturunan mereka (Li et al., 2020).

Tinggi badan merupakan salah satu ekspresi genetik dan merupakan faktor

yang diturunkan kepada anak, anak dengan orangtua pendek baik salah satu

maupun keduanya, lebih berisiko untuk tumbuh pendek dibandingkan dengan

orangtua yang tinggi badanya normal (Saputri et al., 2015).

ibu dengan tinggi <150 beresiko mengalami kejadian stunting karena

aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin pada ibu hamil

pendek terbatas sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah,

sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap terjadinya perlambatan atau

retardasi pertumbuhan janin yang dikenal sebagai IUGR (Intra Uterine

Growth Retardation) dan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Nur Hadibah

Hanum, 2019). Kejadian ini akan berlangsung di generasi selanjutnya,

masalah anak pendek antar generasi tidak bisa dihindari kecuali ada

perbaikan gizi dan pelayanan kesehatan yang memadai pada masalah tersebut

(Mulyani & Ayunda, 2020).

6.3.7 Usia Ibu

Hasil penelitian menemukan bahwa usia ibu saat mengandung

memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal ini sesuai

dengan penelitian hamil pada usia remaja berakibat kurang baik terhadap

jalannya kehamilan. Setelah mengalami haid pertama, yang rata-rata terjadi

pada usia 13 tahun, seorang perempuan menjalani proses pendewasaan

hingga usia 18 tahun. Dengan demikian pada usia kurang dari 18 tahun,
89

sebenarnya secara fisik belum siap untuk hamil. Umur seorang ibu berkaitan

dengan alat-alat reproduksi wanita, Umur reproduksi yang sehat dan aman

adalah umur 20-35 tahun (S. Khan et al., 2019). Pernikahan dini (sebelum 18

tahun) meningkatkan risiko stunting pada anak. Remaja putri berada pada

usia <18 tahun masih perlu memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan

perkembangan mereka sendiri. Kehamilan pada wanita seperti itu

meningkatkan terkurasnya cadangan nutrisi mereka yang sudah rendah dan

dengan demikian meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi dengan berat

lahir rendah (Mulyani & Ayunda, 2020).

Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun dapat

menyebabkan anemia karena pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun

secara biologis belum optimal, emosinya cenderung labil, mentalnya belum

matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan

kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat- zat gizi selama

kehamilannya. Pada usia diatas 35 tahun terjadi kemunduran dan penurunan

daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa (Ika & Ariati,

2019). Kejadian stunting sering dimulai sejak dalam rahim, kemungkinan

kekurangan berat badan cenderung tetap sampai tahap anak usia dini.

Pertumbuhan bayi lahir rendah dilaporkan berada di belakang pertumbuhan

bayi dengan berat badan normal saat lahir (Julian et al., 2018). Pertumbuhan

anak yang kurang optimal selama periode prenatal sering kali disebabkan

oleh kekurangan gizi ibu. Namun, selama periode postnatal, praktik


90

pemberian makan yang optimal dapat mengurangi efek pertumbuhan

intrauterin yang buruk (Titaley et al., 2019).

6.3.8 Wilayah perkotaan dan pedesaan

Hasil penelitian menemukan bahwa wilayah pedesaan memiliki odd

ratio lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan untuk mengalami stunting

pada anak. Hal ini sesuai dengan penelitian fakta bahwa pendidikan yang

rendah, status sosial ekonomi yang buruk, kelangkaan air minum, prevalensi

penyakit menular, dan pengetahuan gizi yang buruk lebih banyak terjadi di

daerah pedesaan daripada di perkotaan (Akram et al., 2018). Pengetahuan

tentang praktik pemberian makan bayi dan anak yang buruk di kalangan ibu

pedesaan. Selain itu, urbanisasi yang cepat dan kemiskinan yang tinggi

berdampak pada kekurangan gizi dan stunting pada anak (C. Patil et al.,

2017).

Orang tua dari wilayah pedesaan cenderung memiliki pendidikan yang

rendah dan kemiskinan yang tinggi. Anak-anak ini mungkin mengalami

stunting karena status pendidikan ibunya yang rendah dan kurangnya sumber

pengetahuan tentang gizi anak. Ibu yang memiliki lebih banyak pengetahuan

tentang kesehatan dan gizi anak berasal dari orang tua yang berpendidikan

dan rumah tangga yang lebih kaya. mereka juga memiliki akses yang lebih

besar ke media dibandingkan dengan ibu dari rumah tangga yang lebih miskin

(Li et al., 2020). Kemampuan finansial sebuah rumah tangga juga penting

untuk memastikan bahwa anak mendapatkan jumlah makanan bergizi yang

dibutuhkan. Sebuah studi di Bangladesh menemukan bahwa ibu dari rumah


91

tangga miskin tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli makanan

bergizi untuk anak-anak mereka (Sarma et al., 2017).

6.3.9 Jumlah Anggota Keluarga dan Balita >3 dalam Rumah Tangga

Hasil penelitian menemukan bahwa jumlah anggota keluarga dan

keluarga yang memiliki >3 balita memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami

stunting pada anak. Hal ini sesuai dengan penelitian fakta bahwa ibu yang

bekerja dilapangan lapangan dan secara fisik mereka mungkin tidak fit untuk

mengasuh bayinya secara konsisten (Fatima et al., 2020). Selain itu, rumah

tangga besar mungkin menyarankan penipisan sumber daya, berkurangnya

ketersediaan pangan, aksesibilitas dan persaingan untuk sumber daya yang

langka (Titaley et al., 2019). Kehadiran lebih dari satu anak balita juga dapat

mengakibatkan praktik pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang

kurang optimal (Demirchyan et al., 2016). Jumlah anggota keluarga yang

banyak tidak menguntungkan bagi anak-anak. Keluarga yang jumlah

anggotanya lebih banyak, disertai dengan pendapatan keluarga yang rendah,

Anak-anak berpeluang untuk tidak mendapat asupan yang lebih baik guna

memenuhi kebutuhan tubuhnya (Fadare et al., 2019). Dengan adanya balita

lebih dari 3 pemberian nutrisi tidak akan optimal bahkan tidak mampu

bersaing dengan anggota keluarga lainnya untuk memperoleh makanan,

sehingga mereka berisiko untuk mengalami kurang gizi (Ntshebe et al.,

2019).

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat erat hubungannya

dengan balita. Seseorang dibesarkan, hidup di dalamnya, berinteraksi satu


92

sama lain, membentuk nilai-nilai, pola pikir dan kebiasaan serta berfungsi

sebagai saksi dari semua budaya luar dan menjadi perantara hubungan antara

anak dengan lingkungan dalam keluarga (Wahidin, 2017). Stunting juga

berkaitan erat dengan jumlah anggota keluarga. Anak yang berasal dari

keluarga dengan jumlah anggota lebih dari empat orang cenderung

mengalami anemia dibandingkan dengan anak dari keluarga yang anggota

keluarganya lebih sedikit. Hal ini berkaitan dengan pembagian makanan

dalam keluarga, jumlah anggota keluarga yang lebih banyak, porsi makanan

yang dikonsumsi anak-anak semakin sedikit sedangkan sebagian besar

berasal dari keluarga tidak mampu (S. Lestari et al., 2018). Anak dari

keluarga besar cenderung kurang mendapatkan asupan gizi, perhatian orang

tua, dan pelayanan kesehatan. Keluarga besar akan mengeluarkan lebih

banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya, dan akan ada persaingan dan

keterbatasan dalam menyediakan makanan bergizi seimbang. terutama pada

bahan makanan yang berfungsi untuk tumbuh kembang anak seperti sumber

protein, vitamin, dan mineral, sehingga meningkatkan risiko gizi buruk

(Diana et al., 2020).

6.3.10 Konsepsi

Hasil penelitian menemukan bahwa konsepsi anak memiliki odd ratio

tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal ini sesuai dengan penelitian

ibu dengan kehamilan yang tidak diinginkan dapat mempengaruhi kesehatan

anak, mungkin berkontribusi pada pengabaian sadar atau tidak sadar dan

nutrisi yang tidak memadai, kurangnya ikatan orang tua dan kurangnya
93

perhatian pada kebutuhan perawatan kesehatan. Efek ini mempengaruhi

proses stunting, mungkin dimulai pada periode perinatal dan berlanjut hingga

masa kanak-kanak (Das et al., 2020). Perasaan dan perilaku ibu yang disadari

atau tidak disadari terhadap kehamilan yang tidak diinginkan yang

menyebabkan pengabaian pada anak sehingga berpengaruh pada tumbuh

kembang anak dari segi fisik maupun mental (Hajizadeh & Nghiem, 2020).

Kehamilan yang tidak diinginkan dapat menyebabkan perawatan

antenatal yang tidak memadai sebelum enam bulan kehamilan, persalinan

yang tidak diawasi secara memadai, vaksinasi yang tidak memadai, dan

stunting. ikatan emosional yang lemah antara ibu dan anak yang tidak

diinginkan, mengakibatkan pola asuh yang buruk (Maribeth & Syafiq, 2018).

Pola asuh juga berperan penting dalam terjadinya angka stunting, seperti

kegagalan pemberian ASI eksklusif, pola makan dan kualitas makanan yang

buruk, serta pemberian MP-ASI yang dini Selain itu, mungkin ada persiapan /

kemampuan ekonomi dan psikologis yang buruk untuk membesarkan dan

memberi makan anak, yang secara substansial dapat mempengaruhi status

gizi anak (Shaka et al., 2020).

6.3.11 Jarak Kehamilan <2 Tahun

Hasil penelitian menemukan bahwa jarak kehamilan anak kurang dari

2 tahun memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal

ini sesuai dengan penelitian interval kelahiran yang lebih pendek merupakan

faktor risiko kekurangan gizi anak jika cadangan nutrisi ibu menjadi habis,

meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterin dan mempengaruhi


94

penyimpanan nutrisi bayi saat lahir dan pengiriman nutrisi melalui ASI.

Seorang anak yang lahir dalam waktu 2 tahun dari anak sebelumnya memiliki

risiko 68% lebih tinggi untuk meninggal pada periode neonatal (Khan et al.,

2019). Pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak optimal di karenakan jarak

kehamilan yang terlalu pendek mengakibatkan kekurangan gizi pada anak,

selain itu pola asuh ibu tidak optimal yang mengakibatkan salah satu anak

merasa kurang kasih saying dari ibu (Hajizadeh & Nghiem, 2020).

Anak kelahiran kurang dari 2 tahun cenderung memiliki pola makan

tidak baik. jarak yang pendek dengan kelahiran sebelumnya dapat berisiko

jika ibu kehabisan cadangan zat gizi, yang mana dapat meningkatkan risiko

hambatan pertumbuhan intrauterin dan berpengaruh buruk terhadap simpanan

zat gizi pada bayi lahir dan transfer zat gizi melalui ASI (Umesh et al., 2016).

Gizi kurang selama kehamilan mempengaruhi jumlah ASI bagi bayi, namun

kekurangam zat gizi mikro tertentu (sebagian besar vitamin dan mineral

tertentu seperti yodium dan selenium) dapat mempengaruhi kandungan zat

gizi dari ASI yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. jarak kelahiran

mempengaruhi pola asuh dalam pemberian makan pada anak. Jarak kelahiran

yang cukup membuat ibu dapat pulih dengan sempurna dari kondisi sehabis

melahirkan (Ratmana, 2019). Saat ibu sudah merasa nyaman dengan

kondisinya maka ibu dapat menciptakan pola asuh yang baik dalam

mengasuh dan membesarkan anaknya, sehingga memperhatikan pemberian

makan pada anak dengan baik (Fitri, 2018).


95

6.3.12 Kekerasan Fisik

Hasil penelitian menemukan bahwa kekerasan fisik pada wanita

memiliki odd ratio tinggi untuk mengalami stunting pada anak. Hal ini sesuai

dengan penelitian kesehatan fisik dan mental yang buruk dari para ibu dapat

mempengaruhi pengasuhan anak dalam berbagai dimensi seperti nutrisi yang

tidak terjaga dan bayi dengan berat badan lahir rendah. Paparan ibu terhadap

kekerasan fisik secara substansial meningkatkan risiko stunting pada anak

(Sarma et al., 2017). Paparan kekerasan dalam rumah tangga dapat

menyebabkan perilaku berisiko kesehatan, seperti (merokok, konsumsi

minuman keras dan obat-obatan secara berlebihan), serta psikologis seperti

(ketakutan, depresi), stres fisik seperti (cedera, kecacatan, kelelahan),

emosional (menangis, melampiaskan kepada anak) dan status gizi buruk

seperti (anemia, malnutrisi) di antara para ibu (Vir, 2016).

Stres yang disebabkan karena penganiayaan selama kehamilan diamati

terkait dengan kejadian BBLR yang lebih tinggi dan berat lahir rata-rata yang

lebih rendah. pengalaman atau penerimaan kekerasan dalam rumah tangga

fisik dan kekurangan gizi pada anak dan menghubungkannya dengan

penurunan harga diri dan kesehatan mental yang buruk, kurangnya kendali

atas sumber daya rumah tangga dan akses ke penggunaan layanan kesehatan

(Siddhanta & Chattopadhyay, 2017). Kekerasan dalam rumah tangga dengan

anemia dan berat badan rendah pada wanita, yang dihipotesiskan sebagai

akibat dari peningkatan stres oksidatif dan tingkat metabolism. bayi baru lahir

dari ibu yang mengalami depresi memiliki tingkat retardasi pertumbuhan


96

yang lebih tinggi yang terjadi pada masa bayi. Efek negatif kekerasan dalam

rumah tangga terhadap berat lahir dan pertumbuhan anak dalam 2 tahun

pertama kehidupan dengan risiko stunting yang lebih tinggi pada usia 2 tahun

serta perawakan pendek pada usia 7 tahun dan dewasa (Vir, 2016).

6.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan penelitian

yang dialami oleh peneliti. Peneliti mengidentifikasi keterbatasan antara lain :

1. Terdapat beberapa jurnal yang tidak dapat diakses secara penuh / Full

Text sehingga penulis memerlukan waktu lebih lama dalam mencari

jurnal

2. Penulis memerlukan waktu untuk mengumpulkan jurnal yang

berhubungan dengan masalah untuk dijadikan sumber referensi yang

sesuai dengan masalah.

3. Penulis memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menganalisa dan

memahami isi jurnal dan mengumpulkan jurnal atau buku yang

berhubungan dengan masalah untuk dijadikan sumber referensi yang

sesuai.

4. Sedikitnya peneliti menemukan jurnal yang mencantumkan hasil secara

rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting.

6.5 Implikasi Keperawatan

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian stanting secara langsung maupun tidak langsung di

negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, berdasarkan hasil


97

penelitian ini diharapkan perawat mampu memberi edukasi kepada

masyarakat khalayak tentang stunting yang meruupakan masalah utama di

negara-negara berkembang.

Pada penelitian ini implikasi keperawatan yang sesuai dengan fungsi

perawat sebagai edukasi dengan memberi informasi yang jelas dan lengkap

mengenai bahaya stunting yang akan berdampak pada masa depan anak.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Setelah serangkaian proses dilalui, berdasarkan hasil penelitian pada

jurnal internasional mengenai literature review faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian stunting, dapat ditarik kesimpulan yaitu, ukuran

anak, berat badan lahir, jenis kelamin, penyakit yang pernah diderita,

nutrisi, dan usia anak. Faktor diatas dapat disimpulkan sebagai faktor

langsung terjadinya stunting, pentingnya meningkatkan pengetahuan ibu

mengenai pola asuh pada anak, menunjukkan perlunya pemahaman

konteks spesifik untuk menginformasikan kebijakan dan program suatu

negara.

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting, dapat ditarik

kesimpulan yaitu, social ekonomi rumah tangga, pendidikan orang tua,

ibu pendek, usia ibu, jumlah anggota keluarga, jumlah balita dalam

rumah tangga, kerawanan pangan, vaksin yang tidak lengkap, anemia

pada anak, pemeriksaan saat ANC, ASI eklusif, inisisasi menyusui

dalam satu jam pertama, MP-ASI, wilayah tempat tinggal, jarak

kehamilan <2 tahun, konsepsi anak, kekerasan fisik, mobilitas ibu, dan

WASH. Faktor diatas dapat disimpulkan sebagai faktor tidak langsung

98
terjadinya stunting, pentingnya secara umum untuk meningkatkan status

gizi ibu dan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.

99
100

7.2 Saran

Penulis memberikan saran kepada beberapa pihak berikut setelah

menyusun studi literatur faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting.

7.2.1 Bagi Institusi

Sebagai dokumentasi, referensi dan informasi bagi mahasiswa,

dosen dan civitas akademik di Universitas Muhammadiyah Malang

dalam rangka mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian

stunting : studi literature review dalam melakukan peran dan fungsi

keperawatan. Selain itu, penulis juga berharap penelitian ini dapat

menjadi masukan terhadap dosen dan mahasiswa mengenai perlunya

tindakan terhadap kejadian stunting pada anak.

7.2.2 Bagi ilmu keperawatan

Bagi ilmu keperawatan diharapkan dapat memberikan

promosi kesehatan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting. Mahasiswa keperawatan sebagai edukator untuk

memberikan pengarahan pentingnya perhatian orang tua terhadap

kejadian stunting pada anak.

7.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan bisa mengkaji faktor tidak

langsung terkait kehamilan yang tidak diinginkan terhadap kejadian

stunting. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih detail dalam

menganalisis jurnal internasional. Pencarian referensi jurnal dan buku

yang sesuai serta lebih mempertimbangkan yang akurat.


101

DAFTAR PUSTAKA

Abate, B. B., Kassie, A. M., Zemariam, A. B., & Alamaw, A. W. (2020).


Prevalence and determinants of stunting among adolescent girls in Ethiopia.
2015(xxxx). https://doi.org/10.1016/j.pedn.2020.01.013
Adani, F. Y., & Nindya, T. S. (2017). Perbedaan Asupan Energi , Protein , Zink ,
dan Perkembangan pada Balita Stunting dan non Stunting The Differences of
Energy , Protein , Zinc Intake and Development to Stunting and non-Stunting
Toddler. Amerta Nutrition, 46–51.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i2.2017.46-51
Aini, Q., & Melda, B. (2020). Analysis Of Factors That Influence The Stunting
Event In Toddlers In Public Healt Center Gandusari Blitar District Website :
http://strada.ac.id/jqph | Email : jqph@strada.ac.id Journal for Quality in
Public Health. 4(1), 242–247. https://doi.org/10.30994/jqph.v4i1.158
Akram, R., Sultana, M., Ali, N., Sheikh, N., & Sarker, A. R. (2018). Prevalence
and Determinants of Stunting Among Preschool Children and Its Urban–
Rural Disparities in Bangladesh. Food and Nutrition Bulletin, 39(4), 521–
535. https://doi.org/10.1177/0379572118794770
Amin, N. A., & Julia, M. (2016). Faktor sosiodemografi dan tinggi badan orang
tua serta hubungannya dengan kejadian stunting pada balita usia 6-23 bulan.
Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and
Dietetics), 2(3), 170. https://doi.org/10.21927/ijnd.2014.2(3).170-177
Anokye, R., Acheampong, E., Budu-Ainooson, A., Edusei, A. K., Okyere, P.,
Dogbe, J., & Nadutey, A. (2018). Socio-demographic determinants of
childhood immunization incompletion in Koforidua, Ghana. BMC Research
Notes, 11(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s13104-018-3767-x
Archda Saputri, R., & Tumangger, J. (2019). HULU-HILIR
PENANGGULANGAN STUNTING DI INDONESIA. Journal of Political
Issues, 1(1), 1–9.
Azizah, A., & Adriani, M. (2018). Tingkat Kecukupan Energi Protein Pada Ibu
Hamil Trimester Pertama Dan Kejadian Kekurangan Energi Kronis. Media
Gizi Indonesia, 12(1), 21. https://doi.org/10.20473/mgi.v12i1.21-26
Azmy, U., & Mundiastuti, L. (2018). Nutrients Consumption of Stunted and Non-
stunted Children in Bangkalan. Amerta Nutrition, 2(3), 292–298.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2.i3.2018.292-298
Batiro, B., Demissie, T., Halala, Y., & Anjulo, A. A. (2017). Determinants of
stunting among children aged 6-59 months at Kindo Didaye woreda, Wolaita
Zone, Southern Ethiopia: Unmatched case control study. PLoS ONE, 12(12),
1–15. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0189106
Belachew, A., & Tewabe, T. (2020). Under-five anemia and its associated factors
with dietary diversity, food security, stunted, and deworming in Ethiopia:
Systematic review and meta-analysis. Systematic Reviews, 9(1), 10–12.
102

https://doi.org/10.1186/s13643-020-01289-7
Bharti, R., & Dhillon, P. (2019). A spatial analysis of childhood stunting and its
contextual correlates in India. Clinical Epidemiology and Global Health,
7(3), 488–495. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2019.04.005
Bogale, B., Gutema, B. T., & Chisha, Y. (2020). Prevalence of Stunting and Its
Associated Factors among Children of 6-59 Months in Arba Minch Health
and Demographic Surveillance Site (HDSS), Southern Ethiopia: A
Community-Based Cross-Sectional Study. Journal of Environmental and
Public Health, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/9520973
Bommer, C., Vollmer, S., & Subramanian, S. V. (2019). How socioeconomic
status moderates the stunting-age relationship in low-income and middle-
income countries. BMJ Global Health, 4(1), 1–10.
https://doi.org/10.1136/bmjgh-2018-001175
Danjin, M., Adewoye, S. O., & Sawyerr, H. O. (2020). Prevalence and Socio-
demographic Determinants of Stunting among School Age Children (SAC)
in Gombe State, Nigeria. Journal of Advances in Medicine and Medical
Research, 32(3), 22–34. https://doi.org/10.9734/jammr/2020/v32i330379
Das, S., Chanani, S., Shah More, N., Osrin, D., Pantvaidya, S., & Jayaraman, A.
(2020). Determinants of stunting among children under 2 years in urban
informal settlements in Mumbai, India: evidence from a household census.
Journal of Health, Population and Nutrition, 39(1), 1–13.
https://doi.org/10.1186/s41043-020-00222-x
Demirchyan, A., Petrosyan, V., Sargsyan, V., & Hekimian, K. (2016). Predictors
of stunting among children ages 0 to 59 months in a rural region of Armenia.
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition, 62(1), 150–156.
https://doi.org/10.1097/MPG.0000000000000901
Desyanti, C., & Nindya, T. S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit Diare dan
Praktik Higiene dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Amerta Nutrition, 1(3),
243. https://doi.org/10.20473/amnt.v1i3.6251
Diana, Susanti, Y., & Agus, D. Y. (2020). Overview of Family Characteristics of
Stunting Toddlers. Proceedings of the International Conference on Nursing
and Health Sciences, 1(1), 41–54.
Dinas Kesehatan Kota Malang. (2019). Profil Kesehatan kota Malang Tahun
2018. 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Efevbera, Y., Sc, M., Bhabha, J., Sc, M., Farmer, P. E., D, M., Fink, G., & A, M.
(2017). Social Science & Medicine Girl child marriage as a risk factor for
early childhood development and stunting. Social Science & Medicine, 185,
91–101. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2017.05.027
El Kishawi, R. R., Soo, K. L., Abed, Y. A., & Muda, W. A. M. W. (2017).
Prevalence and associated factors influencing stunting in children aged 2-
5years in the Gaza Strip-Palestine: A cross-sectional study. BMC Pediatrics,
103

17(1), 1–7. https://doi.org/10.1186/s12887-017-0957-y


Fadare, O., Mavrotas, G., Akerele, D., & Oyeyemi, M. (2019). Micronutrient-rich
food consumption, intra-household food allocation and child stunting in rural
Nigeria. Public Health Nutrition, 22(3), 444–454.
https://doi.org/10.1017/S1368980018003075
Fatima, S., Manzoor, I., Joya, A. M., Arif, S., & Qayyum, S. (2020). Stunting and
associated factors in children of less than five years: A hospital-based study.
Pakistan Journal of Medical Sciences, 36(3).
https://doi.org/10.12669/pjms.36.3.1370
Fikadu, T., Assegid, S., & Dube, L. (2015). Factors associated with stunting
among children of age 24 to 59 months in Meskan district, Gurage Zone,
South Ethiopia: a case-control study. BMC Public Health, 9(4), 1–7.
https://doi.org/10.4314/ajfand.v9i4.43872
Fitri, L. (2018). Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru. Jurnal Endurance, 3(1), 131.
https://doi.org/10.22216/jen.v3i1.1767
Gami Sandi Untara, I. M., & Somawati, A. V. (2020). Internalisasi Pendidikan
Karakter Pada Anak Usia Dini Dalam Keluarga Hindu Di Desa Timpag
Kabupaten Tabanan. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 333–358.
https://doi.org/10.37329/cetta.v3i2.458
Garenne, M., Myatt, M., Khara, T., Dolan, C., & Briend, A. (2019). Concurrent
wasting and stunting among under-five children in Niakhar, Senegal.
Maternal and Child Nutrition, 15(2), 1–8. https://doi.org/10.1111/mcn.12736
Getaneh, Z., Melku, M., Geta, M., Melak, T., & Hunegnaw, M. T. (2019).
Prevalence and determinants of stunting and wasting among public primary
school children in Gondar town, northwest, Ethiopia. BMC Pediatrics, 19(1),
1–11. https://doi.org/10.1186/s12887-019-1572-x
Hailu, B. A., Bogale, G. G., & Beyene, J. (2020). Spatial heterogeneity and
factors influencing stunting and severe stunting among under-5 children in
Ethiopia: spatial and multilevel analysis. Scientific Reports, 10(1), 1–10.
https://doi.org/10.1038/s41598-020-73572-5
Hailu, S., Astatkie, A., Johansson, K. A., & Lindtjørn, B. (2019). Low
immunization coverage in Wonago district, southern Ethiopia: A
community-based cross-sectional study. PLoS ONE, 14(7), 1–18.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0220144
Hajizadeh, M., & Nghiem, S. (2020). Does unwanted pregnancy lead to adverse
health and healthcare utilization for mother and child? Evidence from low-
and middle-income countries. International Journal of Public Health, 65(4),
457–468. https://doi.org/10.1007/s00038-020-01358-7
Handayani, S., Susidarti, R. A., Jenie, R. I., & Meiyanto, E. (2017). Two active
compounds from Caesalpinia sappan L. in combination with cisplatin
synergistically induce apoptosis and cell cycle arrest on WiDr cells.
104

Advanced Pharmaceutical Bulletin, 7(3), 375–380.


https://doi.org/10.15171/apb.2017.045
Hasanah, U., Maria, I. L., Jafar, N., Hardianti, A., Mallongi, A., & Syam, A.
(2020). Water, sanitation dan hygiene analysis, and individual factors for
stunting among children under two years in ambon. Open Access
Macedonian Journal of Medical Sciences, 8(T2), 22–26.
https://doi.org/10.3889/oamjms.2020.5177
Hidayah, N., Sihotang, H. M., & Lestari, W. (2018). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi Tahun 2017. Jurnal
Endurance, 3(1), 153. https://doi.org/10.22216/jen.v3i1.2820
Hikmah, R. (2017). Hubungan Pre-Eklamsi Berat Dengan Terjadinya Corelation
Severe Pre Eclampsia With Iugr Case. Kebidanan, IV(2), 85–89.
Holipah, Maharani, A., & Kuroda, Y. (2018). Determinants of immunization
status among 12- to 23-month-old children in Indonesia (2008-2013): A
multilevel analysis. BMC Public Health, 18(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12889-018-5193-3
Igbokwe, O., Adimorah, G., Ikefuna, A., Ibeziako, N., Ubesie, A., Ekeh, C., &
Iloh, K. (2017). Socio-demographic determinants of malnutrition among
primary school aged children in Enugu, Nigeria. Pan African Medical
Journal, 28, 1–5. https://doi.org/10.11604/pamj.2017.28.248.13171
Ika, L., & Ariati, P. (2019). Faktor-Faktor Resiko Penyebab Terjadinya Stunting
Pada Balita Usia 23-59 Bulan Risk Factors Causes Of Stunting In Toddlers
Aged 23-59 Months. Jurnal Oksitosn Kebidanan, VI(1), 28–37.
Irnani, H., & Sinaga, T. (2017). Pengaruh pendidikan gizi terhadap pengetahuan,
praktik gizi seimbang dan status gizi pada anak sekolah dasar. Jurnal Gizi
Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 6(1), 58–64.
https://doi.org/10.14710/jgi.6.1.58-64
Islam, M. M., Sanin, K. I., Mahfuz, M., Ahmed, A. M. S., Mondal, D., Haque, R.,
& Ahmed, T. (2018). Risk factors of stunting among children living in an
urban slum of Bangladesh : findings of a prospective cohort study. 1–13.
https://doi.org/10.1186/s12889-018-5101-x
Julian, N. A., Yanti, D., & Rusmini. (2018). Usia Ibu Saat Hamil dan Pemberian
ASI Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Balita. Riset Pangan Dan Gizi, 1, 1–
11.
Julianti, E., & Elni. (2020). Determinants of stunting in children aged 12-59
months. Nurse Media Journal of Nursing, 10(1), 36–45.
https://doi.org/10.14710/nmjn.v10i1.25770
Kemenkes. (2018a). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 301(5), 1163–1178.
Kemenkes. (2018b). Kemenkes 2018.
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun
105

2017.
Kerezoudis, P., Rinaldo, L., Alvi, M. A., Hunt, C. L., Qu, W., Maus, T. P., &
Bydon, M. (2018). The effect of epidural steroid injections on bone mineral
density and vertebral fracture risk: A systematic review and critical appraisal
of current literature. Pain Medicine (United States), 19(3), 569–579.
https://doi.org/10.1093/pm/pnx324
Khan, R. E. A., & Aslam, I. (2017). Child Immunization in Pakistan: Socio-
Institutional and Regional Aspects. Asian Journal of Economic Modelling,
5(1), 49–56. https://doi.org/10.18488/journal.8/2017.5.1/8.1.49.56
Khan, S., Zaheer, S., & Safdar, N. F. (2019). Determinants of stunting,
underweight and wasting among children. BMC Public Health, 19(1), 358.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30935382%0Ahttp://www.pubmedcen
tral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=PMC6444880
Kragel, E. A., Merz, A., Flood, D. M. N., & Haven, K. E. (2020). Risk factors for
stunting in children under the age of 5 in rural guatemalan highlands. Annals
of Global Health, 86(1), 1–5. https://doi.org/10.5334/aogh.2433
Kullu, V. M., Yasnani, & Hariati, L. (2018). Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Wawatu
Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2017. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 3(2), 1–11.
Kustiani, A., & Misa, A. P. (2018). Perubahan Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku
Ibu Dalam Pemberian Mp-Asi Anak Usia 6-24 Bulan Pada Intervensi
Penyuluhan Gizi Di Lubuk Buaya Kota Padang. JURNAL KESEHATAN
PERINTIS (Perintis’s Health Journal), 5(1), 51–57.
https://doi.org/10.33653/jkp.v5i1.94
Lailatul, M., & Ni’mah., C. (2015). Hubungan Tingkat Pendidikan, Tingkat
Pengetahuan dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Balita
Keluarga Miskin. Media Gizi Indonesia, 10(2015), 84–90.
https://doi.org/Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 84–90 terdiri
Lestari, E. D., Hasanah, F., & Nugroho, N. A. (2018). Correlation between non-
exclusive breastfeeding and low birth weight to stunting in children.
Paediatrica Indonesiana, 58(3), 123–127.
https://doi.org/10.14238/pi58.3.2018.123-7
Lestari, S., Fujiati, I. I., Keumalasari, D., & Daulay, M. (2018). The prevalence
and risk factors of stunting among primary school children in North
Sumatera, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 125(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/125/1/012219
Li, Z., Kim, R., Vollmer, S., & Subramanian, S. V. (2020). Factors Associated
With Child Stunting, Wasting, and Underweight in 35 Low- and Middle-
Income Countries. JAMA Network Open, 3(4), e203386.
https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2020.3386
Lubis, F. S. M., Cilmiaty, R., & Magna, A. (2018). Hubungan Beberapa Faktor
106

Dengan Stunting Pada Balita Berat Badan Lahir Rendah. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada, 13–18. https://doi.org/10.34035/jk.v9i1.254
Mardiyanto, R. T., & Putri, A. A. (2019). Peningkatan pengetahuan gizi
seimbang sebagai pedoman hidup sehat pada masyarakat di sekitar
kelurahan pondok jagung kecamatan serpong utara kota tangerang selatan.
September.
Maribeth, A. L., & Syafiq, A. (2018). The Association of Unintended Pregnancy
With Stunting on Children Under Five Years Old: a Systematic Review.
Icash, 3, 218–227.
https://publications.inschool.id/index.php/icash/article/view/238
Martini, Mufida, E., & Meitry, J. (2018). Aplikasi Parenting Untuk Makanan
Sehat Bayi Berbasis Android. 3(2), 139–144.
Mekonnen, H., Lakew, D., Tesfaye, D., & Wassie, B. (2019). Determinants of
stunting among under-five years children in Ethiopia from the 2016 Ethiopia
demographic and Health Survey : Application of ordinal logistic regression
model using complex sampling designs. Clinical Epidemiology and Global
Health, April, 1–10. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2019.09.011
Methley, A. M., Campbell, S., Chew-Graham, C., McNally, R., & Cheraghi-Sohi,
S. (2014). PICO, PICOS and SPIDER: A comparison study of specificity and
sensitivity in three search tools for qualitative systematic reviews. BMC
Health Services Research, 14(1). https://doi.org/10.1186/s12913-014-0579-0
Mgongo, M., Chotta, N. A. S., Hashim, T. H., Uriyo, J. G., Damian, D. J., Stray-
Pedersen, B., Msuya, S. E., Wandel, M., & Vangen, S. (2017). Underweight,
stunting and wasting among children in Kilimanjaro region, Tanzania; a
population-based cross-sectional study. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 14(5), 1–12.
https://doi.org/10.3390/ijerph14050509
Mikawati, Lusiana, E., & Hasriany. (2019). The Relationship between Exclusive
Breastfeeding (ASI) and Mother Heightwith Incident Rates Stunting among
Child Age 2-5 Years In Barombong Public Health Center, Gowa, Sulawesi
Selatan. KnE Life Sciences, 2019, 558–567.
https://doi.org/10.18502/kls.v4i13.5306
Mitra, M. (2015). Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk
Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian Kepustakaan). Jurnal
Kesehatan Komunitas, 2(6), 254–261.
https://doi.org/10.25311/jkk.vol2.iss6.85
Mohammed, S. H., Larijani, B., & Esmaillzadeh, A. (2019). Concurrent anemia
and stunting in young children: Prevalence, dietary and non-dietary
associated factors. Nutrition Journal, 18(1), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s12937-019-0436-4
Moher, D., Liberati, A., Tetzlaff, J., & Altman, D. G. (2009). Systematic Reviews
and Meta-Analyses: The PRISMA Statement. Annulas of Internal Medicine,
107

151(4), 264–269. https://doi.org/10.1371/journal.pmed1000097


Mufida, L., Widyaningsih, T. D., & Maligan, J. M. (2015). Prinsip Dasar
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk Bayi 6-24 Bulan:
Kajian Pustaka. Jurnal Pangan Dan Argoindustri, 3(4), 6.
Mugianti, S., Mulyadi, A., & Anam, A. K. (2018). Faktor penyebab anak Stunting
usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners Dan
Kebidanan, 5, 268–278. https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.ART.p268
Mugianti, S., Mulyadi, A., Anam, A. K., & Najah, Z. L. (2018). Faktor penyebab
anak stunting usia 25-60 Bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal
Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), 268–278.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.art.p268-278
Mulyani, I., & Ayunda, H. M. (2020). The Relation of LBW , Mother ’ s Height
with The Accidence of Stunting in the Children Among 6-24 months in Aceh
Barat Regency. 1(2), 33–37.
Musbah, E., & Worku, A. (2016). Influence of Maternal Education on Child
Stunting in SNNPR, Ethiopia. Http://Www.Sciencepublishinggroup.Com,
2(2), 71. https://doi.org/10.11648/j.cajph.20160202.15
Nájera, Catalán, H. (2019). Spatial and Spatio-temporal Epidemiology Small-area
estimates of stunting . Mexico 2010 : Based on a hierarchical Bayesian
estimator R. 29, 1–11. https://doi.org/10.1016/j.sste.2019.01.001
Nigatu, D., Muluken, A., & Motbainor, A. (2019). Effect of exclusive
breastfeeding cessation time on childhood morbidity and adverse nutritional
outcomes in Ethiopia : Analysis of the demographic and health surveys. 1–
12.
Nindyna Puspasari, & Merryana Andriani. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu
tentang Gizi dan Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita (BB/U)
Usia 12-24 Bulan. Amerta Nutrition, 1(4), 369–378.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i4.2017.369-378
Ningsih, S. W., Adi, M. S., & Saraswati, L. D. (2019). Systematic Review Metode
Intervensi Pengetahuan Masyarakat Dalam Pengendalian Kasus
Leptospirosis Di Wilayah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
Journal), 7(1), 211–220.
Noonari, A. A., Khan, R., Mushtaq, M., Abbasi, J., & Buriro, N. A. (2018).
Original Article ASSESSING NUTRITIONAL STATUS OF SCHOOL
CHILDREN OF A SINDH REGION ON SOCIO-DEMOGRAPHIC
INDICATORS.
Ntshebe, O., Channon, A. A., & Hosegood, V. (2019). Household composition
and child health in Botswana. BMC Public Health, 19(1), 1–13.
https://doi.org/10.1186/s12889-019-7963-y
Nugraheni, D., Nuryanto, Wijayanti, H. S., Panunggal, B., & Syauqy, A. (2020).
Asi eksklusif dan asupan energi berhubungan dengan kejadian stunting pada
108

usia 6 – 24 bulan di jawa tengah. Journal of Nutrition College, 26(12), 70–


73.
Nur Hadibah Hanum. (2019). Hubungan Tinggi Badan Ibu dan Riwayat
Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan.
Amerta Nutrition, 3(2), 78–84. https://doi.org/10.2473/amnt.v3i2.2019.78-84
Nursalam. (2020). Penulis Literature Review Dan Systematic Review Pada
Pendidikan Kesehatan (Contoh).
Olney, D. K., Leroy, J., Bliznashka, L., & Ruel, M. T. (2018). PROCOMIDA , a
Food-Assisted Maternal and Child Health and Nutrition Program , Reduces
Child Stunting in Guatemala : A Cluster-Randomized Controlled
Intervention Trial. 7. https://doi.org/10.1093/jn/nxy138
Patil, C. L., Klima, C. S., Leshabari, S. C., Steffen, A. D., Pauls, H., McGown,
M., & Norr, K. F. (2017). Randomized controlled pilot of a group antenatal
care model and the sociodemographic factors associated with pregnancy-
related empowerment in sub-Saharan Africa. BMC Pregnancy and
Childbirth, 17(Suppl 2). https://doi.org/10.1186/s12884-017-1493-3
Patil, C., Thakre, S., Khamgaonkar, M., & Thakre, S. (2017). Prevalence of
stunting and wasting among Anganwadi school children of rural and urban
area of Central India: A cross-sectional study. International Journal of
Medical Science and Public Health, 6(2), 1.
https://doi.org/10.5455/ijmsph.2017.17082016634
Permadi, M. R., Hanim, D., Kusnandar, K., & Indarto, D. (2016). Risiko Inisiasi
Menyusu Dini dan Praktek ASI Eksklusif terhadap Kejadian Stunting pada
Anak 6-24 Bulan. Penelitian Gizi Dan Makanan, 39(1), 9–14.
Permatasari, D. F., & Sumarmi, S. (2018). Differences of Born Body Length,
History of Infectious Diseases, and Development between Stunting and Non-
Stunting Toddlers. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), 182.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i22018.182-191
Purwanti, R., & Nurfita, D. (2019). Review Literatur: Analisis Determinan Sosio
Demografi Kejadian Stunting Pada Balita di Berbagai Negara Berkembang.
Buletin Penelitian Kesehatan, 47(3), 153–164.
https://doi.org/10.22435/bpk.v47i3.1349
Rahman, M. S., Howlader, T., & Masud, M. S. (2016). Association of Low-Birth
Weight with Malnutrition in Children under Five Years in Bangladesh : Do
Mother ’ s Education , Socio- Economic Status , and Birth Interval Matter ?
23, 1–16. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0157814
Rahmawaty, S., Meyer, & Barbara. (2020). Stunting is a recognized problem :
Evidence for the potential bene fi ts of v -3 long-chain polyunsaturated fatty
acids. 73. https://doi.org/10.1016/j.nut.2019.110564
Rasul, G., Hussain, A., Mahapatra, B., & Dangol, N. (2018). Food and nutrition
security in the Hindu Kush Himalayan region. Journal of the Science of
Food and Agriculture, 98(2), 429–438. https://doi.org/10.1002/jsfa.8530
109

Ratmana, D. (2019). Hubungan antara jarak kelahiran dengan kejadian. 1–19.


Renyoet, B. S., & Nai, H. M. E. (2019). Estimasi potensi kerugian ekonomi akibat
wasting pada balita di indonesia. Jurnal Gizi Indonesia, 7(2), 127.
https://doi.org/10.14710/jgi.7.2.127-132
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 1–100. https://doi.org/1 Desember 2013
Samiak, L., & Emeto, T. I. (2017). Vaccination and nutritional status of children
in Karawari, East Sepik Province, Papua New Guinea. PLoS ONE, 12(11),
1–12. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0187796
Saputri, M. P., Nuraeni, A., & Supriyono, M. (2015). Efektivitas variasi makanan
terhadap peningkatan nafsu makan anak usia prasekolah di kelurahan
kuningan semarang utara. Journal of Petrology, 1, 3–13.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Sarma, H., Khan, J. R., Asaduzzaman, M., Uddin, F., Tarannum, S., Hasan, M.
M., Rahman, A. S., & Ahmed, T. (2017). Factors Influencing the Prevalence
of Stunting Among Children Aged Below Five Years in Bangladesh. Food
and Nutrition Bulletin, 38(3), 291–301.
https://doi.org/10.1177/0379572117710103
Schrijner, S., & Smits, J. (2018). Social Science & Medicine Grandparents and
Children ’ s stunting in sub-Saharan Africa. Social Science & Medicine,
205(October 2017), 90–98. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2018.03.037
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang
Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), 275.
https://doi.org/10.25077/jka.v7.i2.p275-284.2018
Shaka, M. F., Woldie, Y. B., Lola, H. M., Olkamo, K. Y., & Anbasse, A. T.
(2020). Determinants of undernutrition among children under-five years old
in southern Ethiopia: Does pregnancy intention matter? A community-based
unmatched case-control study. BMC Pediatrics, 20(1), 1–10.
https://doi.org/10.1186/s12887-020-2004-7
Siddhanta, A., & Chattopadhyay, A. (2017). Role of Women’s Empowerment in
Determining Child Stunting in Eastern India and Bangladesh. Social Science
Spectrum, 3(1), 38–51.
http://www.socialspectrum.in/index.php/sp/article/view/93/84
Sinambela, D. P., Darsono, P. V., & Hidayah, N. (2020). Pengaruh Riwayat
Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah
Kerja PUSKESMAS Teluk Tiram Banjarmasin. Dinamika Kesehatan Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan, 10(1), 102–111.
https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.435
Sugiyono. (2017). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta.
110

Sulistianingsih, A., & Sari, R. (2018). ASI eksklusif dan berat lahir berpengaruh
terhadap stunting pada balita 2-5 tahun di Kabupaten Pesawaran. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia, 15(2), 45. https://doi.org/10.22146/ijcn.39086
Sutarto, & Mayasari, D. (2018). Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. J
Agromedicine, 5, 243–243. https://doi.org/10.1201/9781439810590-c34
Svefors, P., Rahman, A., Ekström, E. C., Khan, A. I., Lindström, E., Persson, L.
Å., & Selling, K. E. (2016). Stunted at 10 years. Linear growth trajectories
and stunting from birth to pre-adolescence in a rural Bangladeshi cohort.
PLoS ONE, 11(3). https://doi.org/10.1371/journal.pone.0149700
Tanaka, J., Yoshizawa, K., Hirayama, K., Karama, M., & Wanjihia, V. (2019).
Relationship between dietary patterns and stunting in preschool children : a
cohort analysis from Kwale , Kenya. Public Health, 173, 58–68.
https://doi.org/10.1016/j.puhe.2019.05.013
Titaley, C. R., Ariawan, I., Hapsari, D., Muasyaroh, A., & Dibley, M. J. (2019).
Determinants of the stunting of children under two years old in Indonesia: A
multilevel analysis of the 2013 Indonesia basic health survey. Nutrients,
11(5). https://doi.org/10.3390/nu11051106
Torlesse, H., Cronin, A. A., Sebayang, S. K., & Nandy, R. (2016). Determinants
of stunting in Indonesian children: Evidence from a cross-sectional survey
indicate a prominent role for the water, sanitation and hygiene sector in
stunting reduction. BMC Public Health, 16(1), 1–11.
https://doi.org/10.1186/s12889-016-3339-8
Tsaralatifah, R. (2020). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada
Baduta di Kelurahan Ampel Kota Surabaya. Amerta Nutrition, 4(2), 171.
https://doi.org/10.20473/amnt.v4i2.2020.171-177
Uauy, R., Suri, D. J., Ghosh, S., Kurpad, A., & Rosenberg, I. H. (2016).
EBioMedicine Low Circulating Amino Acids and Protein Quality : An
Interesting Piece in the Puzzle of Early Childhood Stunting. EBIOM, 8, 28–
29. https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2016.05.026
Umboh, F. V., Gunawan, S., & Runtunuwu, A. (2018). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Anemia pada Anak yang di Rawat Inap di
RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung. E-CliniC, 6(2).
https://doi.org/10.35790/ecl.6.2.2018.20602
Umesh, G., Karippacheril, J. G., & Magazine, R. (2016). Critical appraisal of
published literature. Indian Journal of Anaesthesia, 60(9), 670–673.
https://doi.org/10.4103/0019-5049.190624
Vir, S. C. (2016a). Improving women’s nutrition imperative for rapid reduction of
childhood stunting in South Asia: Coupling of nutrition specific interventions
with nutrition sensitive measures essential. Maternal and Child Nutrition, 12,
72–90. https://doi.org/10.1111/mcn.12255
Vir, S. C. (2016b). Improving women’s nutrition imperative for rapid reduction of
childhood stunting in South Asia: Coupling of nutrition specific interventions
111

with nutrition sensitive measures essential. Maternal and Child Nutrition, 12,
72–90. https://doi.org/10.1111/mcn.12255
Wahid, N. K., Maria, I. L., & Hidayanty, H. (2020). Relationship Between
Drinking Water Sources , Drinking Water Treatment And Sewage
Management With Stunting In Two-Years-Old Children In Mamuju Regency.
1873(4), 204–209. https://doi.org/10.36349/easjnfs.2020.v02i04.005
Wahidin, U. (2017). Peran Strategis Keluarga Dalam Pendidikan Anak. Edukasi
Islami : Jurnal Pendidikan Islam, 1(02). https://doi.org/10.30868/ei.v1i02.19
Woday, A., Menber, Y., & Tsegaye, D. (2018). Prevalence of and Associated
Factors of Stunting among Adolescents in Tehuledere District, North East
Ethiopia, 2017. Journal of Clinical & Cellular Immunology, April.
https://doi.org/10.4172/2155-9899.100054
Woodruff, B. A., Wirth, J. P., & Ngnie-teta, I. (2018). Determinants of Stunting ,
Wasting , and Anemia in Guinean Preschool-Age Children : An Analysis of
DHS Data From. 39(1), 39–53. https://doi.org/10.1177/0379572117743004
Yulita, N., & Warastuti, D. (2020). FAKTOR RISIKO KEJADIAN STUNTING
PADA BAYI DAN BALITA DI DESA CIAMBAR KECAMATAN
CIAMBAR KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2019 Yulita. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Dan Kebidanan Mitra Husada, 4.
Yundri, Y., Setiawati, M., Suhartono, S., Setyawan, H., & Budhi, K. (2017).
Faktor-Faktor Risiko Status Imunisasi Dasar Tidak Lengkap pada Anak
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas II Kuala Tungkal). Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 2(2), 78. https://doi.org/10.14710/jekk.v2i2.4000
Zakdiyah, L., Ca, S. H., Widi, R., & Yani, E. (2018). Health Notions , Volume 2
Number 8 ( August 2018 ) The Design of Antenatal Care Visit Behavior of
Pregnant Women in Public Health Center of Jember Regency 818 |
Publisher : Humanistic Network for Science and Technology Health
Notions , Volume 2 Number 8 (. 2(8), 818–824.
Lampiran 1 Analisa JBI Critical Appraisal for Analytical Cross Sectional Studies
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125

Lampiran 2 Analisa JBI Critical Appraisal for Case Control Studies


126
127
128
129

Lampiran 3 Analisa JBI Critical Appraisal for Randomized Controlled Trials


130
131
132
133

Lampiran 4 PRISMA Cheklist


134
135

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Seminar Proposal


136
137

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Seminar Hasil


138
139

Lampiran 7 lembar konsultasi revisi sempro

1
140
141

Lampiran 8 Hasil Pencarian Jurnal berdasarkan Topik


142
143

Lampiran 9 Lembar Hasil Deteksi Plagiasi


144
145

Lampiran 10 List Jurnal yang Dianalisis


146
147
148

Lampiran 11 List Jurnal yang Diexclude


149
150
151
152
153

Lampiran 12 Lembar Konsultasi Revisi Semhas


154
155

Anda mungkin juga menyukai