Anda di halaman 1dari 15

SOP FISIOTERAPI KLINIK/HOMECARE

Tahap 1 :
Kunjungan pasien/panggillan pasien

Tahap 2 :
Staf medis Fungsional

Tahap 3 :
Staf Fisioterapi Profesional

Tahap 4 :
Pelaksanaan Fisioterapi

A. STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI


1. Pengertian : Standar pelayanan fisioterapi ialah tata urutan kegiatan fisioterapi yang
diterapkan pada pasien / klien secara profesional, paripurna, efektif, efisien dan
terintegrasi.
2. Prosedur : Standar Pelayanan Fisioterapi berisikan kegiatan berurutan sebagai berikut :
2.1 Assesmen
2.2 Diagnosa
2.3 Perencanaan
2.4 Intervensi
2.5 Evaluasi
2.6 Dokumentasi.
Masing-masing prosedur diuraikan dalam standar prosedur operasional.
3. Dokumen terkait:
3.1 Standar prosedur rujukan masuk.
3.2 Standar prosedur rujukan keluar
3.3 Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.4 Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referensi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

B. ASSESMEN UMUM FISIOTERAPI


1. Pengertian : Assesmen umum fisioterapi adalah suatu rangkaian kegiatan yang
mencakup pemeriksaan pada diri individu atau kelompok, mengidentifikasi problem
yang nyata dan yang berpotensi terjadi kelemahan, keterbatasan fungsi, ketidakmampuan
atau kondisi kesehatan lain, dengan cara memperhatikan riwayat penyakit, telaah umum,
uji khusus dan pengukuran, pemeriksaan penunjang, dilanjutkan dengan evaluasi hasil
pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan klinis.
2. Prosedur :
2.1. Identifikasi umum :
2.1.1. Individu pasien/klien : Mencakup nama lengkap pasien/klien, jenis, tempat
tanggal lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan. Data ini dapat diisi oleh petugas
penerima/siswa/magang.
2.1.2. Rujukan dari pemrakarsa pelayanan fisioterapi : Akses langsung dan/atau
Rujukan internal Fisioterapi/pelayanan kesehatan lain, dicantumkan nama
perujuk.
2.2. Assesmen dan konsultasi. Data awal episode pelayanan fisioterapi mencakup
elemen-elemen sebagai berikut :
2.2.1. Riwayat penyakit dan harapan : Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal
mulai dirasakan dan upaya pencegahannya
2.2.2. Diagnosis dan riwayat medik yang berkaitan
2.2.3. Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor lingkungan yang terkait
2.2.4. Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan episode pelayanan
fisioterapi.
2.2.5. Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosis.
2.2.6. Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar
pengetahuannya.
2.2.7. Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (outcomes) dari pasien/klien dan
keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
2.3. Telaah sistemik. Status anatomi dan fisiologi yang berkait dengan data awal,
mencakup system-sistem :
2.3.1. Kardiovaskuler/pulmoner
2.3.2. Integumenter
2.3.3. Muskuloskeletal
2.3.4. Neuromuskuler
2.4. Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan kemampuan pembelajaran.
2.5. Pengujian dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan status pasien/klien.
Pengujian dan pengukuran termasuk dan tidak terbatas pada :
2.5.1. Arousal, atensi dan kognisi : Tingkat kesadaran, Kemampuan menjawab
perintah, Kemampuan tampilan secara umum.
2.5.2. Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris: Keterampilan motorik
kasar dan halus. Pola gerak reflek. Ketangkasan, kelincahan, dan koordinasi.
2.5.3. Range of motion : Luas gerak sendi. Nyeri jaringan lunak sekitar. Panjang dan
fleksibilitas otot.
2.5.4. Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan): Force, velocity,
torque, work, power. Gradasi manual muscle test. Elektromiografi :
Amplitudo, durasi, waveform, dan frekwensi.
2.5.5. Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi : Frekwensi denyut jantung,
frekwensi pernafasanm tekanan darah. Gas darah arteri. Palpasi denyut perifer.
2.5.6. Sikap: Sikap static. Sikap dinamik.
2.5.7. Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan: Karakteristik langkah.
Fungsional lokomasi. Karakteristik keseimbangan.
2.5.8. Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal: Aktifitas hidup harian.
Kapasitas fungsional. Transfer. Integrasi/reintegrasi masyarakat dan kerja
(pekerjaan/sekolah/bermain), Aktifitas instrumentasi kehidupan harian,
Kapasitas fungsional, Kemampuan adaptasi.
2.5.9. Pemeriksaan dan pengukuran lain-lain terpilih.
2.6. Pemeriksaan penunjang dengan cara Fisioterapis merujuk ke pelayanan lain sesuai
kebutuhan pasien/klien, seperti radiologi, laboratorium dan lain sebagainya.
2.7. Analisa data sebagai proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapi berdasar data
yang terkumpul pertimbangan klinis menyimpulkan diagnosis dan prognosis.
3. Prosedur terkait :
3.1. Standar prosedur rujukan masuk.
3.2. Standar prosedur rujukan keluar
3.3. Standar proses fisioterapi
3.4. Standar prosedur (masing-masing) proses.
3.5. Petunjuk teknis modalitas fisioterapi.
4. Referansi :
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Pengertian :
1.1 Diagnosis fisioterapi ialah label yang merangkum berbagai simtom, sindrom,
keterbatasan fungsi, keterbatasan gerak, impermen, atau potensi terjadinya, yang
merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan pada diri pasien/klien.
1.2 Prognosis fisioterapi ialah rumusan prediksi perkembangan dari kondisi sehat-sakit
pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan intervensi
fisioterapi.
2. Prosedur : Diagnosis fisioterapi dihasilkan dari proses pemeriksaan, pengukuran dan
evaluasi dengan pertimbangan klinis yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak,
mencakup adanya gangguan atau kelemahan jaringan tertentu, limitasi fungsi, hambatan
dan sindroma. Diagnosis akan berfungsi dalam menggambarkan keadaan pasien/klien,
menuntun penentuan prognosis dan menuntun penyusunan rencana intervensi.
2.1 Merumuskan adanya sintom dan atau sindrom.
2.2 Merumuskan hambatan memelihara diri, aktifitas hidup harian, kerja/sekolah dan
hobi.
2.3 Merumuskan keterbatasan gerak fungsional.
2.4 Merumuskan keterbatasan gerak komponen tubuh.
2.5 Merumuskan gangguan dan atau kelemahan jaringan.
2.6 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi seluler.
2.7 Merumuskan/mengidentifikasi adanya patologi biomolekuler.
3. Prognosis fisioterapi dihasilkan dengan cara merumuskan prediksi perkembangan varian
kondisi sehat sakit pasien/klien yang mungkin dicapai dalam waktu berikutnya dengan
intervensi fisioterapi.
4. Referensi
4.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
4.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
4.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
4.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
4.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
4.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
4.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association, 2001

D. STANDAR DIAGNOSIS FISIOTERAPI


1. Katagori Diagnosis Musculoskeletal
1.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system muskuloskeletal/ demineralisasi
1.2 Gangguan Sikap
1.3 Gangguan Kinerja otot
1.4 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan connective tissue
1.5 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan inflamasi lokal.
1.6 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan kerusakan spinal.
1.7 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan fraktur.
1.8 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan Arthroplasti sendi.
1.9 Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, dan ROM yang berkaitan
dengan bedah tulang atau jaringan lunak.
1.10Gangguan mobilitas sendi, motor function, kinerja otot, ROM, gait, locomotion,
balance yang berkaitan dengan amputasi
2. Kategori Diagnosa Neuromuskuler
2.1 Pencegahan dini/pengurangan resiko terhadap kehilangan balance and jatuh
2.2 Gangguan Perkembangan Neuromotor
2.3 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – congenital atau pada bayi dan masa anak.
2.4 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Non
progressive disorder CNS – pada usia dewasa
2.5 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan
progressive disorder CNS
2.6 Gangguan Peripheral nerve integrity dan motor function yang berkaitan dengan
Peripheral Nerve Injury.
2.7 Gangguan motor function dan sensory integration yang berkaitan dengan Acute
atau Chronic Polyneuropathies.
2.8 Gangguan motor function dan Peripheral nerve integration yang berkaitan dengan
Non progressive disorder Spinal Cord.
2.9 Gangguan kesadaran , ROM, Motor Control yang berkaitan dengan Coma, Near
coma, atau status vegetative.
3. Katagori Diagnosis Kardiovasculer /Pulmoner :
3.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system cardiovascular-pulmonary
3.2 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan decontioning
syndrome
3.3 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Airways clearance dysfunction.
3.4 Gangguan kapasitas aerobik/ketahanan yang berkaitan dengan Cardiovascular
Pump Dysfuntion or failure
3.5 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Ventilatory Pump Dysfunction or Failure.
3.6 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure.
3.7 Ganguan ventilasi, respirasi/gas exchange, aerobic capacity/indurance yang
berkaitan dengan Respiratory Failure pada neonatus
3.8 Ganguan sirkulasi darah, anthropometric dimensions berkaitan dengan
Lymphatetic System disorders
4. Katagori Diagnosis Integumenter :
4.1 Berpotensi untuk terjadi gangguan kinerja system integument
4.2 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Superficial skin involvement
4.3 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan partial thickness skin
involvement
4.4 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Full Thickness skin
involvement dan scar formation
4.5 Gangguan integumenary integrity berkaitan dengan Skin Involvement extended
Into Facia, Muscle, or Bone and scar formation.
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar
Profesi Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001
E. STANDAR INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Pengertian : Intervensi fisioterapi ialah implementasi perencanaan dan memodifikasi
untuk mencapai tujuan yang disepakati, mencakup : penanganan manual, peningkatan
gerak, peralatan fisis, peralatan elektroterapeutis dan peralatan mekanis, pelatihan
fungsional, penentuan bantuan dan peralatan bantuan, dokumentasi dan koordinasi,
komunikasi.
2. Prosedur : Intervensi setiap kunjungan/pertemuan, dengan mencermati respon dan
perkembangan kondisi pasien/klien perlu implementasi dan modifikasi dari perencanaan.
Intervensi oleh Fisioterapis dan atau dilaksanakan oleh asisten harus dibawah
direksi/pengarahan dan supervisi otentikasi (pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis
berizin, memuat unsur-unsur:
2.1 Laporan dari pasien/klien yang layak.
2.2 Identifikasi intervensi secara spesifik mencakup frekwensi, intensitas dan durasi.
2.3 Pemakaian peralatan.
2.4 Perubahan kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan.
2.5 Reaksi penolakan terhadap intervensi.
2.6 Faktor-faktor pemodifikasi frekwensi dan intensitas intervensi serta dengan
kemajuan mengarahkan pada tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi
terapi.
2.7 Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien dan pihak
lain yang terkait.
3. Lampiran
4. Dokumen terkait
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral Bina
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya Fasilitas
Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

F. STANDAR EVALUASI FISIOTERAPI


1. Pengertian : Evaluasi fisioterapi ialah assesmen ulang dengan pertimbangan klinis
setelah intervensi fisioterapi dalam periode waktu, disandingkan dengan hasil assesmen
sebelumnya, perencanaan dan intervensi, serta disimpulkan perkembangan (out come)
kondisi pasien/klien, dan tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pemeriksaan ulang setelah satu episode atau satu seri intervensi fisioterapi untuk
mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
2.2 Pemeriksaan ulang meancakup pengumpulan data subyektif, data obyektif,
assesmen/interpretasi dan rencana tindak lanjut (SOAP)
2.3 Unsur-unsur yang teridentifikasi pada assesmen awal untuk memperbaharui status
kondisi pasien/klien.
2.4 Interpretasi dari temuan-temuan dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk
mengantisipasi tujuan dan harapan.
2.5 Bilamana terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan dengan
antisipasi tujuan dan hasil yang diharapkan yang terdokumentasi.
2.6 Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapis berizin.
3. Lampiran
4. Dokumen terkait
5. Referansi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

G. STANDAR PENGAKHIRAN PROSES FISIOTERAPI


1. Pengertian : Pengakhiran proses fisioterapi adalah pelepasan (discharge) dan
penghentian (discontinuation) fisioterapi pada diri pasien/klien, berdasar pada analisis-
sintesis hasil evaluasi, faktor keterpaksaan, dengan pertimbangan klinis dan rekomendasi
tindak lanjut.
2. Prosedur :
2.1 Pelepasan (discharge) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.1.2 Fisioterapis memastikan tujuan telah tercapai.
2.1.3 Pasien/klien memastikan harapan telah terpenuhi.
2.1.4 Berpindah ke institusi lain.
2.1.5 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.2 Penghentian (discontinuation) pasien/klien dari proses fisioterapi, dengan kriteria :
2.2.1 Fisioterapis memastikan tidak bermanfaat lagi.
2.2.2 Pasien/klien, penyandang dana atau asuransi, tidak berkenan melanjutkan
proses fisioterapi.
2.2.3 Kontroversi kepentingan para stake holder perawatan pasien/klien.
2.2.4 Dibuat kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
2.3 Kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut, berisikan :
2.3.1 Diagnosis fisioterapi, diagnosis medis dan kondisi pasien/klien.
2.3.2 Proses fisioterapi yang telah dikenakan.
2.3.3 Hasil evaluasi terakhir.
2.3.4 Rekomendasi tindak lanjut : fisioterapi, program dirumah, proteksi-
pencegahan, tindakan lain.
3. Lampiran
4. Dokumen terkait
5. Referensi :
5.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang Registrasi dan
Izin Praktik Fisioterapi.
5.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar Profesi
Fisioterapi
5.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
5.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat Jendral
Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008, tertulis adanya
Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
5.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang Standar Profesi
Fisioterapi Indonesia.
5.7 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
5.8 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy Association,
2001

H. STANDAR DOKUMENTASI FISIOTERAPI.


1. Pengertian.
1.1 Dokumentasi ialah semua hal yang termasuk dalam catatan pasien/klien seperti
laporan konsultasi, laporan assesmen awalm, catatan perkembangan, catatan alur
pelayanan, re-assesmen dan kesimpulan pelayanan.
1.2 Autentikasi ialah proses untuk verifikasi bahwa semua data yang tercatat adalah
lengkap, akurat dan final. Ditandai dengan tanda tangan asli, atau tanda tangan
computer dengan system pengamanan elektronika.
2. Petunjuk Umum: Semua pendokumentasian harus sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
2.1 Tulisan tangan dan tanda tangan harus dengan tinta. Data elektronik harus dengan
ketentuan kerahasiaan dan pengamanan yang memadai.
2.2 Persetujuan (informed consent) : kepada pasien/klien harus ditanyakan pemahaman
dan kesadarannya sebelum intervensi dimulasi, dengan contoh-contoh cara
pendokumentasian sebagai berikut :
2.2.1 Tanda tangan pasien/klien atau keluarga/penanggung yang sah pada
formulir pernyataan pemahaman dan kesepakatan tindakan.
2.2.2 Hal-hal yang telah dijelaskan oleh Fisioterapis berizin dicatat sebagai data
resmi/legal.
2.2.3 Dokumentasi kelengkapan (checklist) data kesepakatan tindakan.
2.3 Mengkoreksi kesalahan dokumen dengan cara mencoretkan satu garis lurus
sepanjang tulisan yang dikoreksi diparaf dan ditanggali, atau bila koreksi pada
dokumen data elektronis perlu dengan mekanisme yang tepat tanpa menghapus
data orisinil.
2.4 Identifikasi.
2.4.1 Mencakup nama lengkap pasien/klien, memberikan penomoran pada setiap
dokumen baku/sah.
2.4.2 Setiap catatan/masukan harus ditnggali, diotentikasi (ditandatangani) dan
ditulis nama lengkap dan sebutan izin professional (Fisioterapis/No.SIPF).
2.4.3 Dokumentasi yang dibuat oleh petugas penerima/siswa/magang harus
diotentikasi/ditndatangani oleh Fisioterapi berizin.
2.5 Dokumentassi mencakup mekanisme rujukan dari pemrakarsa pelayanan
fisioterapi, contoh-contoh :
2.5.1 Rujukan internal Fisioterapi/akses langsung.
2.5.2 Permintaan konsultasi dari praktek umum.
3. Assesmen Awal dan Konsultasi
3.1 Dokumentasi mulai diperlukan saat permulaan setiap episode pelayanan fisioterapi.
3.2 Dokumentasi dari awal episode pelayanan fisioterapi mencakup elemen-elemen
sebagai berikut :
3.2.1 Dokumentasi tentang riwayat secukupnya :
3.2.1.1 Riwayat problem sekarang, keluhan, tanggal mulai dirasakan dan
upaya pencegahannya
3.2.1.2 Diagnosa dan riwayat medik yang berkaitan.
3.2.1.3 Karakteristik demografi, psikologik, social dan faktor lingkungan
yang terkait.
3.2.1.4 Pelayanan terkait sebelumnya atau yang bersamaan dengan
episode pelayanan fisioterapi.
3.2.1.5 Penyakit lain yang berpengaruh terhadap prognosa.
3.2.1.6 Pernyataan pasien/klien tentang problemnya sesuai dengan kadar
pengetahuannya.
3.2.1.7 Antisipasi tujuan dan harapan setelah terapi (out comes) dari
pasien/klien dan keluarga dan pihak lain yang berpengaruh.
3.2.2 Dokumentasi dari telaah sistemik.
3.2.2.1 Dokumentasi status anatomi dan fisiologi mencakup system-sistem
: Kardiovaskuler/pulmonal, Integumenter, Muskuloskeletal,
Neuromuskuler.
3.2.2.2 Telaah tentang komunikasi, afeksi, kognisi, bahasa dan
kemampuan pembelajaran.
3.2.3 Dokumentasi dari uji dan pengukuran yang terpilih untuk menentukan
status pasien/klien. Contoh-contoh pengujian dan pengukuran sebagai
berikut dan tidak terbatas :
3.2.3.1 Arousal, atensi dan kognisi: Tingkat kesadaran, Kemampuan
menjawab perintah, Kekurangan tampilan secara umum.
3.2.3.2 Perkembangan neuromotorik dan integrasi sensoris: Keterampilan
motorik kasar dan halus, Pola gerak reflek, Ketangkasan,
kelincahan dan koordinasi.
3.2.3.3 Range of motion: Luas Gerak Sendi, Nyeri jaringan lunak sekitar,
Panjang dan fleksibilitas otot.
3.2.3.4 Penampilan otot (termasuk kekuatan, tenaga dan daya tahan):
Force, velocity, torque, work, power, Gradasi manual muscle test,
Elektromiografi : amplitude, durasi, wafe form, dan frekwensi.
3.2.3.5 Ventilasi, respirasi (pertukaran gas) dan sirkulasi: Frekwensi
denyut jantung, frekwensi penafasan, tekanan darah. Gas darah
arteri, Palpasi denyut perifer.
3.2.3.6 Sikap: Sikap statis dan Sikap dinamis.
3.2.3.7 Langkah, gerak (lokomasi) dan keseimbangan: Karakteristik
langkah, Fungsional lokomasi, Karakteristik keseimbangan.
3.2.3.8 Pemeliharaan diri dan pengelolaan tempat tinggal: Aktifitas hidup
harian, Kapasitas fungsional, Transfer.
3.2.3.9 Integrasi/reintegritas masyarakat dan kerja (pekerjaan / sekolah /
bermain).
3.2.4 Dokumentasi/evaluasi (proses dinamis keputusan klinis oleh Fisioterapis
berdasar data yang terkumpul).
3.2.5 Dokumentasi diagnossis (label yang merangkum berbagai simtom, sindrom
atau kategori yang merefleksikan informasi yang didapat dari pemeriksaan).
3.2.6 Dokumentasi prognosis (ketetapan perkembangan optimal yang mungkin
dicapai dengan intervensi dalam suatu periode waktu. Dokumentasi
mencakup antisipasi tujuan, harapan, hasil/out come, dan rencana
pelayanan).
3.2.6.1 Pasien/klien (keluarga dan pihak lain berpengaruh) dilibatkan
dalam perumusan antisipasi tujuan dan harapan keberhasilan.
3.2.6.2 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan dinyatakan dalam
terminology terukur.
3.2.6.3 Tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan berkaitan dengan
impermen, keterbatasan fungsi dan disabilitas sesuai yang didapat
pada pemeriksaan.
3.2.6.4 Harapan keberhasilan dinyatakan dalam terminology fungsional.
3.2.6.5 Rencana pelayanan : Dikaitkan dengan antisipasi tujuan dan
harapan keberhasilan, Mencakup frekwensi dan durasi untuk
meancapai tujuan antisipatif dan harapan keberhasilan, Mencakup
tujuan pendidikan bagi pasien/klien dan keluarga/pemberian
pelayanan, Melibatkan secara memadai dengan kolaborasi dan
koordinasi pelayanan dengan profesi/pelayanan lain.
3.2.7 Otentikasi dengan rancangan yang tepat oleh Fisioterapis berizin.
4. Dokumentasi Keberlangsungan Intervensi
4.1 Dokumentasi intervensi dan atau pelayanan yang diberikan serta perkembangan
kondisi pasien/klien.
4.1.1 Dokumentasi dibutuhkan pada setiap kunjungan/pertemuan. Otentikasi
(pengesahan) dokumen oleh Fisioterapis berizin, intervensi dan atau
pelayanan yang dilaksanakan oleh asisten harus dibawah sireksi/pengarahan
dan supervise oleh Fisioterapis berizin.
4.1.2 Dokumentasi setiap kunjungan/pertemuan memuat unsure-unsur : Laporan
dari pasien/klien yang layak, Identifikasi intervensi secara spesifik
mencakup frekwensi, intensitas dan durasi, Pemakaian peralatan, Perubahan
kondisi pasien/klien berkaitan dengan modifikasi perencanaan, Reaksi
penolakan terhadap intervensi, Faktor-faktor pemodifikasi frekuensi dan
intensitas intervensi serta berkaitan dengan kemajuan mengarah pada
tujuan, sepanjang pasien/klien patuh pada instruksi terapi,
Komunikasi/konsultasi dengan profesi/tenaga lain, keluarga pasien/klien
dan pihak lain yang terkait.
4.2 Dokumentasi evaluasi/reasesman.
4.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap untuk
mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan.
4.2.2 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya mencakup unsur-unsur :
Dokumentasi unsur-unsur yang teridentifikasi pada III.A.2 untuk
memperbaharui status kondisi pasien/klien, Interpretasi dari temuan-temuan
dan bilamana terindikasi perlunya revisi untuk menatisipasi tujuan dan
harapan, Jika terindikasi maka perlu revisi perencanaan pelayanan dikaitkan
dengan antisipasi tujuan dan hasil uyang diharapkan yang terdokumentasi,
Otentikasi (pengesahan) oleh Fisioterapi berizin.

5. Dokumentasi Sumasi Episode Pelayanan


5.1 Dokumentasi dibutuhkan untuk menindak lanjuti kesimpulan berlangsungnya
konsekwensi episode intervensi.
5.2 Dokumentasi dari sumasi (kesimpulan) dari episode pelayanan hendaknya
mencakup unsur-unsur :
5.2.1 Dokumentasi untuk pemeriksaan ulang hendaknya tersedia lengkap untuk
mengevaluasi kemajuan, memodifikasi dan intervensi lanjutan: Antisipasi
tujuan dan harapan yang telah tercapai, Penolakan kelangsungan intervensi
oleh pasien/klien, pengasuh, penanggung jawab sah, Pasien/klien tidak
cakap/layak melanjutkan intervensi akibat komplikasi medis atau
psikososial, Fisioterapis menentukan bahwa kelangsungan intervensi tidak
bermanfaat bagi pasien/klien.
5.3 Status kemampuan fungsional fisik.

5.4 Derajat pencapaian tujuan dan harapan yang diantisipasi, dan alas an ketidak
tercapaiannya.

5.5 Rencana penyelesaian mencakup komunikasi tulis dan lisan selama


berlangsungnya pelayanan. Contoh-contoh mencakup :

5.5.1 Program dirumah.


5.5.2 Rujukan kepelayanan lain yang tepat.
5.5.3 Rekomendasi tindak lanjut pelayanan fisioterapi.
5.5.4 Pelatihan bagi keluarga/pengasuh.
5.5.5 Pemakaian peralatan.

6. Dokumen terkait :
6.1 Lampiran :
6.2 Referensi :
6.2.1 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1363 Tahun 2001 tentang
Registrasi dan Izin Praktik Fisioterapi.
6.2.2 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 376 Tahun 2007 tentang Standar
Profesi Fisioterapi
6.2.3 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 517 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 778 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pelayanan Fisioterapi di Sarana Kesehatan.
6.2.5 Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit oleh Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI Tahun 2008,
tertulis adanya Fasilitas Pelayanan Fisioterapi di Rumah Sakit.
6.2.6 Ketetapan IFI Nomor : TAP/02/KONAS IX/VIII/VIII/2004 tentang
Standar Profesi Fisioterapi Indonesia.
6.2.7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 749a/MENKES/PER/XII/1989
tentang Rekam Medik.
6.2.8 Dokumen World Confederation for Physical Therapy (WCPT), 2007.
6.2.9 Guide to Physical Therapist Praktice American Physical Therapy
Association, 2001

Anda mungkin juga menyukai