Anda di halaman 1dari 6

Mekanisme impuls saraf

Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+
berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut
menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang
diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40mV.
Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec.
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan
diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai
mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke
potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls
saraf (Snell. 2007).
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang
saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus.
Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah,
dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak
vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak
belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam
penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman (Campbell, et al, 2006:
578).

Fisiologi Otak

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada
tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi
serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR). Dalam keadaan normal dan
sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit Ambang
batas aliran darah otak ada tiga, yaitu ( Guyton, AC. Hall, JE, 2006). :

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
integritas sel-sel saraf masih utuh.
b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100
gram/menit.

Autoregulasi Otak

Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk


mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan
perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150
mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi
akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan
(Hadjiev et al, 2003).

Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan.


Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg
dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan
ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah
batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks
miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf
otonom ( Guyton, AC. Hall, JE, 2006).

Metabolisme Otak

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan


oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit
dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber
energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan
H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme
anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100 gram otak/ menit
maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan( Guyton, AC. Hall, JE, 2006).

Perubahan Fisiologi Pada Aliran Darah Otak

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan


menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di sekitarnya
disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi, memungkinkan
terjadinya beberapa keadaan berikut ini (Bruce F et al, 2008):

1. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat
dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara
klinis gejala yang timbul adalah transient ischemic attack (TIA) yang
timbul dapat berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24 jam atau
amnesia umum sepintas.
2. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan 2
minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan. Keadaan
ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit).
3. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.
Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang berlanjut.
1. Epidemiologi

Stroke Jumlah penderita stroke semakin meningkat tiap tahunnya. Stroke


merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada tahun
2002, stroke membunuh sekitar 162.672 orang atau setara dengan 1 dari 15
kematian di Amerika Serikat. Mengacu kepada laporan American Heart
Association, sekitar 700.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap
tahun. Dari jumlah ini, 500.000 diantaranya merupakan serangan stroke yang
pertama, sedangkan sisanya merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada 4 juta
orang di Amerika Serikat hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke, dengan 15-
30% diantaranya menderita kecacatan yang menetap (Centers for Disease Control
and Prevention,2009).

Di beberapa Negara Uni-Eropa seperti Islandia, Norwegia, dan Swiss,


memiliki insidensi stroke yang diperkirakan mencapai 1.1 juta orang setiap tahun.
Saat ini terdapat sekitar 6 juta orang yang sedang bertahan hidup pascaserangan
stroke di Negara-negara tersebut. WHO memperkirakan insidensi stroke ini akan
meningkat menjadi 1.5 juta jiwa pada 2025, jika didasarkan pada proyeksi
populasi penduduk (European Journal of Neurology,2005). Di Indonesia,
prevalensi stroke mencapai 8.3 per 1000 penduduk (Riset Kesehatan Dasar,2007).

2. Etiologi
Etiologi dan Klasifikasi Stroke Etiologi penyakit stroke dapat dibagi
berdasarkan klasifikasinya. Sebagai diagnosis klinik untuk gambaran manifestasi
lesi vaskular serebral, yang dapat dibagi dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke yang dapat dibagi lagi dalam
a. hemoragik
b. non-hemoragik

Pembagian klinis lain sebagai variasi klasifikasi di atas adalah:


1. Stroke non-hemoragik, yang mencakup - TIA - Stroke in evolution -
Thrombotic stroke - Embolic stroke - Stroke akibat kompresi terhadap
arteri oleh proses di luar arteri, seperti tumor, abses granuloma.
2. Stroke hemoragik
Klasifikasi stroke dalam jenis yang hemoragik dan non-hemoragik
memisahkan secara tegas kedua jenis stroke, seolah dapat dibedakan
berdasarkan manifestasi klinis masing-masing. Pada stroke hemoragik,
adanya peningkatan tekanan intrakranial menghasilkan sakit kepala
dan muntah-muntah yang disertai penurunan derajat kesadaran. Namun
demikian, gejala-gejala tersebut di atas juga dapat ditemukan pada
stroke non-hemoragik(trombotik). Untuk membedakan kedua jenis
stroke ini dapat digunakan CT-scan (Mahar & Priguna,2008)

Bruce F, Barbara CF. Mechanisms of Thrombus Formation. New England Journal


Medical. 2008;359:938-49.

Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistic:
Division for Heart Disease and Stroke Prevention.

Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan
Metabolisme Otak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm: 801-808.

Hadjiev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for First
Ischemic Stroke: a Population-based Epidemiological Study. European Journal of
Neurology. 2003; 10: 577-582.

Jan,S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med. 2005; 352:1791-8.

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Badan Penelitian dan Pengemba


Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta.

Snell, Richard, 2007; Neuroanatomi Klinik, edisi kedua., EGC, Jakarta.


Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus
Formation in Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The
American Society of Hematology. Blood. 2008; 112(9): 3555-3562.

ThirumaVArumugam Biswas, M. Sen, S. Simmons, J. Etiology and Risk Factors


of Ischemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospital-based Registry in
New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86.

Anda mungkin juga menyukai