Anda di halaman 1dari 11

BORDER MOULDING

Border moulding adalah suatu cara pencetakan untuk mendapatkan batas mukosa yang
bergerak dengan tidak bergerak dimana rongga mulut dalam keadaan fisiologis. Tujuannya
adalah agar gigi tiruan lebih adaptif terhadap jaringan lunak rongga mulut.

1. Lakukan handwash lalu memakai APD, yaitu baju kerja, masker dan handscoen.
2. Instruksikan pasien untuk berkumur terlebih dahulu.
3. Lakukan try in SCI dengan cara masukkan SCI ke dalam mulut pasien. Lakukan
evaluasi terhadap SCI dengan melihat apakah SCI telah menutupi seluruh jaringan
yang akan dicetak, apakah tidak terdapat permukaan yang tajam, melihat jarak antara
batas sendok cetak dengan sulkus kurang lebih 2 mm, dan apakah SCI tidak menekan
frenulum.
4. Selanjutnya keringkan SCI. Tahap selanjutnya yaitu lunakkan greenstick compound
diatas api bunsen.
5. Letakkan pada pinggir SCI, lakukan per regio.
6. Lalu celupkan pada air atau dinamakan teknik temper.
7. Masukkan SCI ke dalam mulut pasien, lakukan muscle trimming. Untuk daerah bukal,
kita menarik pipi pasien ke luar, ke bawah dan ke dalam. Instruksikan pasien untuk
mengerutkan bibir dan tersenyum. Lalu keluarkan sendok cetak.
8. Tahap yang sama dilakukan pada regio lainnya.
Labial : bibir pasien ditarik ke luar, ke bawah & ke dalam menekan gingiva. Pasien
mengerutkan bibir.
Distobukal : tarik pipi pasien ke luar, ke bawah & ke dalam lalu gerakkan maju
mundur. Pasien membuka mulut dengan lebar, gerakkan mandibula dari sisi ke sisi.
Posterior palatal (post dam) : pasien mengatakan AH beberapa kali untuk mencetak
vibrating line.
9. Tahap yang sama diulang untuk Rahang Bawah.
Labial : bibir ditarik ke luar, ke atas dan ke dalam menekan gingiva. Pasien
mengerutkan bibir
Bukal & Distobukal : pipi pasien ditarik ke luar, ke atas dan ke dalam. Pasien
mengerutkan bibir dan tersenyum.
Anterior Lingual : Instruksikan pasien untuk menjulurkan lidah & mendorong lidah
ke palatal anterior
Middle Portion Lingual : Pasien menjulurkan lidah & menjilat bibir atas dari kiri ke
kanan
Posterior Lingual : Pasien mengangkat lidah dan letakkan pada posterior palatum
gerakkan kiri ke kanan
10. Selanjutnya evaluasi hasil border moulding. Buang kelebihan wax dengan pisau gips.
Lakukan evaluasi apakah semua tepi membulat, tidak ada undercut, permukaan halus,
tidak ada yg tajam, ketebalan merata, dan wax retentif terhadap sendok cetak.
* Fungsi Stopper: utk mengalirkan bahan cetak yg berlebih, karena bila tertahan maka
nantinya akan menyebabkan penekanan pada gigi tiruan.
*Tujuan teknik temper: agar wax tidak panas sehingga tidak melukai pasien, dan agar
greenstick tidak terlalu encer.
*Perbedaan GTL sama GTSL :
Kalau GTSL hanya pada daerah free end atau edentulous saja, untuk perluasan sayap
basis tiruannya.

PENCETAKAN FISIOLOGIS

Menggunakan bahan cetak elastomer yaitu polyvinyl siloxane tipe regular.


1. Instruksikan pasien berkumur terlebih dahulu
2. Keringkan daerah kerja yang akan dicetak dengan tampon atau three way syringe
3. Keringkan SCI
4. Campurkan base & katalis dengan rasio 1:1 diatas glassplate, aduk dengan semen spatel
hingga homogen.
5. Masukkan bahan cetak ke SCI dengan merata.
6. Masukkan SCI ke mulut pasien, tekan dari arah posterior ke anterior.
7. Tunggu hingga setting. Setting time kurang lebih 4 menit.
8. Keluarkan dari mulut pasien. Bilas di air mengalir lalu desinfeksi.
9. Lakukan evaluasi hasil cetakan :
a. Mencetak seluruh jaringan mulut pasien
b. Permukaan halus, tidak ada ujung yg tajam
c. Tidak ada undercut
d. Ketebalan bahan merata
*Setelah pencetakan fisiologis dilakukan beading & boxing.

Beading : menggunakan modelling clay/wax / bedding wax, dibentuk 3 mm dibawah batas


cetakan. Tujuannya untuk menjaga lebar & tinggi sulkus pada model kerja

Boxing : menggunakan boxing wax, diletakkan di sekitar beading base. Tujuannya untuk
mendapat dasar model yang halus dan rata.

Selanjutnya lakukan pengecoran dengan dental stone.

*Full edentulous bisa pakai Zn OE, kalau GTS harus elastomer.

*Teknik pencetakannya mukokompresi.

INSERSI BITE RIM

1. Lakukan handwash lalu memakai APD


2. Siapkan alat OD, lecron/pisau gips, benang, foxplane, staples, bunsen&spiritus,
penggaris/jangka, bite rim RA-RB
3. Lakukan tahap Try in Bite Rim RA
a. Pasien diminta duduk dengan posisi tegak
b. Masukkan bite rim RA ke mulut pasien
c. Lakukan adaptasi baseplate :
-Baseplate tidak mudah lepas / bergerak
-Permukaan baseplate rapat dengan jaringan pendukung
-Tepi baseplate tepat
d. Lihat dukungan bibir & pipi pasien :
-Evaluasi labial fullness, apakah tampak normal seakan2 seperti bergigi, dinilai
dengan sulkus naso-labialis dan philtrum pasien tampak tidak terlalu dalam
-Bibir & pipi pasien tidak tampak cekung / cembung
-Pada saat rahang pasien dalam posisi istirahat, garis insisal bite rim atas 2 mm
dari low lip line (garis bawah bibir atas) dilihat dari depan, dan dilihat dari lateral
sejajar garis ala nasi-tragus. (ini sebagai pedoman ketebalan bite rim RA anterior).
-Kemudian pada saat pasien tersenyum, gigi insisal bite rim RA terlihat 1-2 mm
dibawah sudut bibir.

e. Pemeriksaan saat huruf S diucapkan berulang kali


f. Saat pengucapan huruf labiodental “f, v, w” bite rim RA berkontak ringan dengan
vermilion border bibir bawah.

4. Selanjutnya tahap Try In Bite Rim RB


a. Tahapnya sama dengan Bite Rim RA, yaitu lakukan adaptasi baseplate (baseplate
tidak mudah lepas)
b. Hal yang harus diperhatikan adalah:
-bidang orientasi bite rim RB merapat / tidak ada celah dengan bidang orientasi
bite rim RA
-Permukaan labial / bukal bite rim bawah sebidang dengan bite rim atas
-Tarik garis median pada bite rim sesuai dengan garis median pasien

KESEJAJARAN

1. Mengukur kesejajaran bidang orientasi menggunakan foxplane.


2. Mengatur posisi pasien, pasien duduk tegak.
3. Tentukan titik panduan garis garis interpupil untuk bagian anterior dan garis chamfer
yang berjalan dari tragus ke ala nasi untuk bagian posterior.
4. Masukkan bite rim ke dalam mulut pasien.
5. Pasang benang sebagai panduan pada garis chamfer.
6. Masukkan fox plane ke dalam mulut pasien.
7. Periksa kesejajaran foxplane dengan garis bantuan.
8. Apabila tidak sejajar, bite rim RA dikurangi hingga mencapai kesejajaran.

DIMENSI VERTIKAL (Teknik Two Dots)

1. Dimensi Vertikal Istirahat diukur terlebih dahulu, dimana bite rim tidak berada dalam
mulut pasien.
2. Posisi pasien duduk tegak, rileks, kepala tegak dan pandangan lurus ke depan.
3. Tentukan titik acuan pengukuran dimensi vertikal yaitu pada ujung hidung dan dagu,
pasang selotip selotip untuk menandai titik.
4. Ukur DVI pasien, dengan cara instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf M
beberapa kali. Kemudian ukur subnasion ke gnation menggunakan jangka sorong
(vernier caliper) atau penggaris.
5. Selanjutnya ukur DVO, dengan cara instruksikan pasien untuk beroklusi kemudian
ukur titik subnasion ke gnation.
6. Apabila DVO yang dihitung dan diukur tidak sesuai, maka dilakukan pengurangan /
penambahan pada bite rim RB.
7. Freeway space ditentukan dengan menghitung Jarak DVI dikurangi dengan DVO,
dimana nilai normalnya adalah 2-4 mm.

RELASI SENTRIS

1. Sandaran dental unit diatur agar pasien berada pada posisi semisupine untuk menarik
otot ke posterior. Minta pasien untuk menelan, operator membantu menekan
mandibula pasien ke belakang untuk mendapatkan posisi mandibula paling posterior,
dan kemudian beroklusi.
2. Kemudian tentukan garis median & garis kaninus, lalu minta pasien untuk
menggerakkan mandibula ke kiri dan ke kanan.
3. Pastikan garis kaninus yang telah ditandai tetap pada posisi.
4. Setelah relasi sentris didapatkan, tarik garis orientasi diantaranya high lip line yaitu
garis tertinggi bibir atas waktu pasien tersenyum, low lip line dan median line.
5. Lakukan fiksasi bite rim RA dan RB dengan menancapkan staples/paper clip yang
telah dipanaskan pada api bunsen & spiritus.
6. Bite rim yg telah difiksasi dikeluarkan dari mulut pasien, minta pasien membuka
mulut selebar mungkin, dan instruksikan untuk mendorong bite rim dengan lidah.
7. Kemudian pasang bite rim pada model kerja, lalu pasang pada artikulator.
GTSL

INSERSI BITE RIM

Perbedaannya dengan GTL, kalau GTL setelah bite rim dimasukkan per rahang, selanjutnya
bisa langsung dimasukkan kedua2nya. Sedangkan kalau GTSL, bite rim harus dimasukkan
per rahang. Bite rim bisa dimasukkan ke22nya setelah dilakukan bite records (dicacah &
digigitkan).

Pada GTSL, bite rim RB untuk daerah yang masih ada gigi antagonisnya itu bite rimnya
harus ditambah ketinggiannya 1-2 mm, supaya nanti saat bite records bisa tercetak cusp gigi
antagonisnya.

KESEJAJARAN

Kalau GTL harus selalu dilakukan kesejajaran. Sedangkan GTSL, tidak semua kasus
dilakukan kesejajaran. Contoh kasus yang dilakukan kesejajaran yaitu bila hilang kunci
gigitan, dan bilateral free end RA.

DIMENSI VERTIKAL

Kalau GTL harus selalu dilakukan pengukuran DV. Sedangkan GTSL, tidak semua kasus
dilakukan pengukuran DV. Contoh kasus dimana harus dilakukan pengukuran DV yaitu bila
hilang kunci gigitan, oklusi tidak stabil, dan terdapat kelainan posisi gigi misalnya ekstrusi.

RELASI SENTRIS

Prosedurnya kurang lebih sama dengan GTL. Tetapi, kalau GTSL relasi sentris dilakukan
setelah bite records.

Cara melakukan bite records GTSL :

1. Cacah bite rim RA, lalu celupkan ke air sebentar, lakukan insersi, instruksikan pasien
mengigit maksimal lalu keluarkan bite rim.

2. Cara yang sama dilakukan pada bite rim RB. Cacah bite rim RB, celupkan ke air sebentar,
insersi, instruksikan pasien menggigit maksimal lalu keluarkan bite rim.

3. Insersikan kedua bite rim, lalu instruksikan pasien mengigit

Catatan:
-Garis median : tengah filtrum bibir/ frenulum
-Garis kaninus : sudut mulut saat otot dalam keadaan relaks (tegak lurus ala nasi)
-Garis tertawa : saat tertawa 2/3 bagian insisal 11 terlihat

-Pengukuran Tinggi bite rim


RA ANTERIOR
- Tinggi BR ra anterior 20-22mm dari dasar vestibulum labial
- Lebar 4-6 mm
- Dari kaninus ke kaninus, bite rim memiliki inklinasi sebesar 15o ke arah labial untuk
memberikan dukungan pada bibir
- Kontak dengan vermilion border dari bibir bawah pada batas basah dan kering, dapat
ditentukan dengan bunyi F atau V
- Tebal rim atas sampai batas kering basah bibir bawah, dapat ditentukan dengan
ucapan bunyi F
RA POSTERIOR
- Tinggi BR RA posterior 18mm dari dasar vestibulum bukal
- Lebar 8-10mm
- Pada bagian posterior oklusal rim dipotong hingga membentuk sudut sebesar 45
derajat pada bidang oklusal
RB ANTERIOR
- Tinggi BR RB anterior 18mm dari dasarsulkus labial
- Lebar 4-6mm
- Inklinasi 15 derajat
RB POSTERIOR
- Tinggi posterior 2/3 retromolar pad
- Lebar 8-10mm

DV terlalu rendah:
a. Fungsi mastikasi menurun
b. Wajah terlihat lebih tua, kurang dukungan pada otot wajah
c. Pipi dan bibir sering tergigit
d. Pengucapan terganggu, terutama huruf “S”
e. Angular cheilitis
f. Gangguan TMJ

DV terlalu tinggi:
a. Gangguan TMJ
b. Rasa sakit dan tidak nyaman pada mukosa dan otot masseter
c. Masalah fonetik karena sulit merapatkan gigi
d. Wajah tampak tegang dan mulut terlihat penuh
e. Sulit menelan
TRY IN GTL
a. Sebelum dilakukan try in di mulut pasien, terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dari GT pada artikulator yaitu: relasi antara gigi-gigi RA dan RB harus
dalam hubungan cusp dengan fossa untuk gigi posterior. Untuk gigi anterior, tidak
dalam keadaan edge to edge (ada overlap). Relasinya ini bisa juga dilihat dari arah
lingual.
b. Kemudian basis wax harus memiliki tepi yang membulat dan tidak ada bagian yg
tajam.
c. Sentral groove dari gigi premolar dan molar RB sejajar dengan puncak residual ridge.
d. Sebelum menginsersikan GT ke mulut pasien dilakukan pemeriksaan pada rongga
mulut pasien: apakah terdapat lesi atau tidak.
e. Apabila keadaan rongga mulut normal, selanjutnya kita insersikan GT.
f. Kemudian kita lakukan evaluasi:
-apakah garis midline wajah dengan gigi sudah tepat,
-kemudian garis kaninus apakah tepat berada pada sudut bibir,
-kita juga periksa high lip line pasien dengan menginstrusikan pasien tersenyum dan
terlihat batas bibir atas berada pada ujung servikal dari gigi anterior atas.
-kemudian kita evaluasi tidak ada celah saat gigi RA dan RB beroklusi,
-kemudian evaluasi retensinya dengan menggerakkan bibir dan pipi apakah GTnya
terlepas atau tidak.
-kemudian periksa stabilitasnya dengan menekan salah satu sisi GT apakah terjungkit
atau tidak.
g. Untuk RB kita instruksikan pasien untuk menggerakkan lidahnya, lalu evaluasi:
-apakah gigi tiruannya terlepas atau tidak.
-evaluasi kembali dimensi vertikal oklusi / DVO pasien.
-lalu bidang oklusal juga dievaluasi: untuk gigi anterior RA sejajar dengan garis
interpupil, dan untuk gigi posterior RA sejajar dengan garis chamfer.
-untuk bidang oklusal RB setinggi 1/2 atau 2/3 dari retromolar pad.
h. Selanjutnya kita evaluasi fonetik:
-pada saat pasien mengucapkan huruf F dan V, tepi insisal dari gigi anterior RA
menyentuh bibir bawah,
-lalu evaluasi apabila ada gangguan pada dukungan bibir dengan menginstruksikan
pasien mengucapkan huruf B,P,M.
-lalu evaluasi apakah ketebalan basis GT mengganggu fonetik pasien dengan
menginstruksikan pasien menyebutkan huruf T,D,S,Z.
-perhatikan juga posisi lidah terhadap GT, jadi lidah ini harus berada diatas gigi
posterior RB dalam keadaan istirahat.
i. Selanjutnya kita beri kesempatan untuk pasien menilai GT dengan memberikan
cermin dan ditanyakan kepuasan pasien terhadap GTnya.
j. Apabila semuanya sudah sesuai, selanjutnya dilakukan pengiriman kembali ke lab
untuk proses packing GT akrilik.
TRY IN GTSL
Kurang lebih prosedurnya mirip dengan try in GTL. Perbedaannya adalah pada GTSL:
a. evaluasi gigi artifisial, periksa posisi dan inklinasinya. Pastikan tidak ada sisa wax
pada gigi geligi yang dapat mengganggu pemeriksaan oklusi.
b. Periksa oklusi pada relasi sentris,
c. Periksa kunci gigitan
d. Periksa hubungan gigi dengan gigi antagonisnya.
e. Juga lakukan pemeriksaan overjet, overbite, serta DV pasien. Bandingkan hasilnya
dengan pemeriksaan DV sebelum dan setelah penyusunan gigi geligi.
INSERSI GTL
a. Mempersilahkan pasien duduk di Dental Unit.
b. Operator melakukan handwash & memakai APD.
c. Sebelum GT dimasukkan ke dalam mulut pasien, lakukan evaluasi pada GT akrilik:
basis GT tidak porous, tidak tajam, tidak ada gips melengket, permukaan halus dan
mengkilap.
d. Kemudian lakukan pemeriksaan pada rongga mulut pasien, apakah terdapat lesi atau
ulser.
e. Insersikan GT ke dalam mulut pasien.
f. Lakukan penyesuaian basis dan sayap GT dengan PIP / Pressure Indicating Paste
(fletcher + powder + olive oil) dioleskan dengan kuas pada seluruh permukaan basis
dan sayap GT hingga merata.
g. Masukkan GT ke dalam mulut pasien, lalu lepaskan. Evaluasi apakah terdapat area
basis atau sayap yang menekan mukosa dan harus dikurangi dengan acrylic trimmer,
ulangi prosedur tersebut hingga jejas PIP merata.
h. Kemudian kita lakukan evaluasi untuk ekstra oral dilihat labial fullness dari pasien
dengan melihat bentuk filtrum, dan pada bagian pipinya tidak tampak terlalu
cembung/penuh dan tidak juga cekung.
i. Kemudian evaluasi high lip line & low lip line pasien, juga garis kaninus berada pada
sudut mulut pasien, dan juga lihat profil wajah pasien dari arah lateral.
j. Selanjutnya periksa midline pasien, apakah sesuai antara midline wajah dan midline
gigi baik RA dan RB. Lalu periksa pada bagian frenulum, apakah frenulum labialis,
bukalis dan lingualis dalam keadaan terbebas.
k. Lakukan evaluasi retensi GT. Caranya kita bisa meretraksi pipi pasien dan melihat
apakah GT terlepas/bergerak, dan bisa juga dengan cara kita menarik GT berlawanan
arah insersi, jika terdapat tahanan maka retensinya adekuat.
l. Lakukan evaluasi stabilitas GT. Caranya kita tekan salah satu sisi dari GT dan lihat
apakah sisi lainnya terjungkit atau tidak. Dan juga pada saat ditekan pada bagian
anterior, bagian posteriornya tidak terjungkit. Stabilitas juga dapat diperiksa dengan
menginstruksikan pasien untuk berbicara atau bisa menggerakkan lidahnya dan lihat
apakah terjadi displacement GT atau tidak.
m. Lakukan pengecekan oklusi, baik oklusi sentris maupun oklusi eksentris yaitu gerakan
lateral dan protrusif mandibula. Oklusi dievaluasi dengan menggunakan articulating
paper, pastikan jejas merata dan tidak ada daerah dengan jejas yang terlalu tebal.
n. Jika ada yang terlalu tebal, maka lalukan selective grinding pada gigi dengan prinsip
BULL (Buccal Upper Lingual Lower). Jadi dilakukan pengasahan pada cusp non-
fungsional (yaitu pada RA cusp bukal dan RB cusp lingual). Pengasahan tidak
dilakukan pada cusp fungsional karena dapat merubah DV pasien.
o. Lakukan pemeriksaan keseimbangan oklusi. Jadi pada GT ini digunakan bilateral
balanced occlusion, jadi ketika terjadi gerakan mandibula ke lateral, terdapat kontak
antara gigi RA & RB pada working side & balancing side. Begitupun pada gerakan
protrusif mandibula, ketika gigi anterior dalam keadaan edge to edge, terdapat kontak
antara gigi posterior RA & RB.
p. Lakukan evaluasi fonetik, dengan menginstruksikan pasien mengucapkan huruf
labiodental yaitu F & V, huruf bilabial yaitu B,P,M untuk melihat dukungan bibir, dan
huruf linguoalveolar yaitu T,D,S,Z untuk menilai ketebalan basis.
q. Lakukan evaluasi estetik dengan memberikan cermin kepada pasien dan menanyakan
kepuasan dan kenyamanan pasien terhadap gigi tiruannya.
r. Kemudian pasien diajarkan cara memasang dan melepaskan gigi tiruan.
INSERSI GTSL
Kurang lebih prosedurnya sama dengan insersi GTL. Perbedaannya, pada GTSL dilakukan
pemeriksaan seperti:
a. Apabila terdapat daerah edentulous pada bagian anterior, kita evaluasi midline pasien
harus sesuai antara midline RA dan RB dengan midline wajah.
b. Instruksikan pasien untuk mengatupkan rahangnya dan lihat relasi RA dan RB apakah
sudah sesuai, dalam hubungan cusp dan fossa, dan juga lihat kesesuaian kunci
oklusinya.
c. Evaluasi posisi klamer, yaitu klamer harus dalam keadaan pasif dan sesuai pada
kedudukannya. Klamer tidak tajam, tidak mengganggu oklusi, dan tidak mengganggu
gigi tetangga.
d. Evaluasi penampilan/estetik pasien, dengan melihat kesesuaian antara gigi artifisial
dan gigi yang masih tersisa, baik dari segi warna, bentuk dan ukurannya.
INSTRUKSI GTL/GTSL
a. Pasien diinstruksikan untuk memakai GT terus menerus selama 24 jam setelah insersi
agar pasien dapat beradaptasi dengan GTnya.
b. Menjaga kebersihan GT dengan cara menyikatnya dengan sikat yang halus.
c. Setelah 24 jam pertama, pasien diinstruksikan melepaskan GT pada malam hari
sebelum tidur, untuk mengistirahatkan jaringan mulut pendukung.
d. Ketika GT dilepas, tempatkan dalam wadah tertutup.
e. Hindari mengunyah makanan keras dan lengket untuk sementara.
f. Instruksikan untuk melakukan kontrol pada 24 jam setelah insersi, 1 minggu dan 3-6
bulan sekali.
KONTROL GTL/GTSL
a. Kontrol dilakukan 1 hari setelah insersi, 1 minggu setelah kontrol pertama, dan setiap
3-6 bulan.
b. Pada saat pasien datang untuk kontrol, lakukan pemeriksaan subjektif & objektif.
c. Pemeriksaan subjektif yaitu tanyakan keluhan pasien mengenai fungsi mastikasi,
fonetik, estetik dan kenyamanan setelah GT dipasang dan digunakan.
d. Pemeriksaan objektif yaitu lakukan pemeriksaan dalam rongga mulut pasien apakah
terdapat iritasi pada jaringan lunaknya, kemudian periksa kembali retensi & stabilitas
GT, dan juga cek kembali oklusi pasien.

Anda mungkin juga menyukai