Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fisika sebagai salah satu bagian dari IPA bukan hanya sebuah kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,

tetapi juga merupakan suatu proses pembelajaran yang memberikan pengalaman

langsung kepada siswa untuk memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran

fisika bertujuan untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap pengetahuan,

konsep, prinsip fisika, serta mengembangkan keterampilan siswa. Pada realisasinya

tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika.

Hal ini menyebabkan konsep yang dipahami siswa berbeda dengan konsep para ahli

sehingga terjadi miskonsepsi pada siswa.

Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak

sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam

bidang itu. Salah satu cabang fisika yang banyak terjadi miskonsepsi adalah pada

bidang mekanika. Mekanika merupakan cabang fisika yang sangat fundamental.

Hal ini relevan dengan penelitian Singh dan Schunn dalam Sutopo (2012) yang

menyatakan bahwa pembelajaran mekanika sering menjadi target utama intervensi

program pendidikan di jenjang SMA karena konsep-konsep dalam mekanika


2
merupakan dasar bagi cabang-cabang sains lainnya dan sangat berkaitan dengan

pengalaman sehari-hari.

Hasil temuan Suparno (2013) menyatakan bahwa miskonsepsi terbesar

terjadi pada bidang mekanika. Salah satu pokok bahasan mekanika yang sering

terjadi miskonsepsi yaitu pada konsep gerak lurus. Siswa mempunyai intuisi jika

dua benda mempunyai percepatan yang sama, maka kecepatan dan jaraknya juga

sama dan siswa kadang-kadang juga mempunyai intuisi bahwa benda yang besar

akan jatuh lebih cepat daripada benda yang kecil. Pemikiran atau pengertian intuitif

itu biasanya berasal dari pengamatan akan benda atau kejadian terus menerus,

akhirnya secara spontan, bila menghadapi persoalan fisika tertentu, yang muncul

dalam benak siswa adalah pengertian spontan tersebut.

Miskonsepsi perlu diidentifikasi terlebih dahulu sebelum akhirnya

menyimpulkan sebuah solusi. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi yaitu wawancara, peta konsep, dan tes diagnostik.

Penggunaan tes diagnostik di awal ataupun di akhir pembelajaran dapat membantu

guru untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Menurut Law

dan Treagust dalam Fariyani, dkk. (2015) menjelaskan tes diagnostik yang baik

dapat memberikan gambaran akurat mengenai miskonsepsi yang dialami siswa

berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Pertanyaan diagnostik yang baik

tidak hanya menunjukkan bahwa siswa tidak memahami bagian materi tertentu,

akan tetapi juga menunjukkan cara berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan

yang diberikan meskipun jawaban mereka tidak benar.

Tes diagnostik adalah alat yang digunakan untuk mengindentifikasi

kesulitan belajar termasuk kesalahpahaman konsep. Salah satu bentuk tes


3
diagnostik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yaitu

four-tier test. Tes diagnostik berformat fout-tier yang salah satunya dikembangkan

oleh Caleon dan Subramaniam dalam Jubaedah, dkk. (2017) yang dapat

mendiagnosis miskonsepsi secara langsung tanpa harus melakukan wawancara

pada siswa. Four-tier test untuk mendiagnosis miskonsepsi merupakan

pengembangan dari tes dua tingkat dimana pada format four-tier ini, satu butir soal

terdiri pilihan jawaban, tingkat keyakinan terhadap jawaban, pilihan alasan, dan

tingkat keyakinan terhadap alasan.

Berdasarkan studi pendahuluan disalah satu SMA provinsi Jambi

menjelaskan bahwa siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep

fisika pada bidang mekanika khususnya pada pokok bahasan kinematika gerak

lurus. Pada pokok bahasan kinematika gerak lurus dibahas mengenai materi gerak

lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah beraturan (GLBB). Siswa

mengalami kesulitan dalam memahami karakteristik dari konsep GLB dan GLBB

seperti perbedaan dari posisi, jarak dan perpindahan, kecepatan dan percepatan,

serta pengaruh ukuran dan massa benda yang mengalami gerak jatuh bebas.

Kesulitan dalam memahami konsep ini mengakibatkan banyak siswa mengalami

miskonsepsi.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka Peneliti ingin

mengembangkan instrumen four-tier diagnostic test untuk mengidentifikasi

miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus.


4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan

masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana produk four-tier diagnostic test untuk mengindentifikasi

miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus yang dikembangkan?

b. Apakah four-tier diagnostic test untuk mengindentifikasi miskonsepsi pada

materi kinematika gerak lurus yang dikembangkan telah memenuhi kriteria tes

yang baik dinilai dari validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya

pembeda?

1.3 Tujuan Pengembangan

Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:

a. Menghasilkan produk four-tier diagnostic test untuk mengindentifikasi

miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus.

b. Mengetahui nilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda

four-tier disgnostic test untuk megindentifikasi miskonsepsi pada materi

kinematika gerak lurus.

1.4 Spesifikasi Pengembangan

Spesifikasi dari produk four-tier diagnostic test untuk mengindentifikasi

miskonsepsi pada materi kinematika gerak lurus yang dikembangkan adalah

sebagai berikut:

a. Pembuatan produk berupa instrumen dalam format four-tier test yang terdiri

dari 9 butir soal.


5
b. Materi yang diujikan dalam instrumen four-tier test adalah materi kinematika

gerak lurus.

1.5 Pentingnya Pengembangan

Pentingnya penelitian pengembangan ini dilakukan yaitu:

a. Membantu untuk mengidentifikasi pemahaman konsep pada materi kinematika

gerak lurus.

b. Dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengidentifkasikan miskonsepsi

pada materi kinematika gerak lurus.

c. Menambah pengetahuan Penulis dalam mengembangkan instrumen four-tier

diagnostic test untuk mengindentifikasi miskonsepsi.

1.6 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Menghindari perluasan pembahasan dan kompleksnya permasalahan,

maka Penulis memberi pembatasan masalah yang diteliti agar pemahaman lebih

terarah yaitu:

a. Pengembangan instrumen tes untuk mengidentifikasi miskonsepsi

dikembangkan khusus menggunakan format four-tier.

b. Materi yang diujikan dalam four-tier diagnostic test adalah materi kinematika

gerak lurus, submateri gerak lurus beraturan (GLB) dan gerak lurus berubah

beraturan (GLBB).

c. Pengujian instrumen tes untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang

dikembangkan, meliputi pengujian kelayakan berdasarkan validasi oleh ahli


6
materi dan peserta didik, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

Tidak diujikan untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik.

d. Model pengembangan 4D yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi

menjadi 3D dimana tahapan penelitian hanya sampai pada tahap

pengembangan(development).

1.7 Definisi Istilah

Menghindari kesalahan penafsiran istilah dalam penelitian ini, maka Penulis

mencantumkan definisi istilah adalah sebagai berikut:

a. Tes diagnostik : alat atau instrumen yang digunakan untuk mengindentifikasi

kesulitan belajar yang dihadapi siswa, termasuk kesalahpahaman pada konsep

tertentu.

b. Miskonsepsi : konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau

pengertian yang diterima para ilmuwan.

c. Four-tier test : pola jawaban empat tingkat yang digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi.

Anda mungkin juga menyukai