Anda di halaman 1dari 4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Validitas

Validitas data merupakan bagian penting dalam sebuah penelitian dimana dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sang peneliti dapat dipertanggungjawabkan
kebenaranya. Pengertian validitas instrumen dalam konteks penelitian kuantitatif
dikemukakan para pakar metode penelitian sebagai “the degree to which it measures
what it is supposed to measure” (Holbrook & Bourke, 2005; Manning & Don Munro,
2006; Pallant, 2010; Sugiyono, 2010). Artinya bahwa validitas suatu penelitian
berkaitan dengan sejauh mana seorang peneliti mengukur apa yang seharusnya diukur.
Secara khusus, validitas penelitian kuantitatif berakar pada pandangan empirisme yang
menekankan pada bukti, objektivitas, kebenaran, deduksi, nalar, fakta dan data numerik
(Golafshani, 2003). Alat pengukuran yang umum dipakai ialah kuesioner dan tes.
Dalam konteks ini, alat ukur kuesioner tersebut perlu disusun sedemikian rupa agar
dapat dijadikan instrumen yang tepat untuk mendapatkan, menemukan,
mendeskripsikan, mengeksplorasi, dan/atau membandingkan berbagai informasi, topik,
dan variabel penelitian. Berikut ini dijelaskan tentang jenis-jenis validitas instrumen
penelitian kuantitatif (kuesioner atau tes).

Dalam berbagai buku tentang penelitian kuantitatif (Huck, 2012; Manning &
Don Munro, 2006; Nardi, 2003; Pallant, 2010), terdapat tiga jenis validitas yang sering
didiskusikan para ahli statistik, yakni validitas isi (content validity), validitas kriteria
pembanding (criterionrelated validity), dan validitas konstrak (construct validity).

2.1.1 Criterion Validity

Criterion validity berkaitan dengan apakah alat pengukuran yang baru


sudah tepat sesuai dengan instrumen pengukuran lainnya yang dianggap sebagai
model atau telah dipakai secara luas dalam bidang ilmu tertentu. Dalam konteks
ini, peneliti perlu membandingkan instrumen penelitian yang baru dengan
instrumen penelitian lainnya. Dalam bidang psikologi misalnya, hasil tes dengan
menggunakan alat pengukuran kecerdasan yang baru dikorelasikan dengan alat
pengukuran kecerdasan yang telah dipakai secara luas, yakni Stanford-Binet.
Dua hal utama yang perlu dibandingkan ialah konteks responden yang terdapat
dalam kedua alat pengukuran dan secara khusus dalam penelitian korelasi, skor
hasil tes perlu dibandingkan untuk melihat nilai korelasi koefi sien kedua
instrumen. Huck (2012) menjelaskan bahwa Korelasi Pearson dipakai untuk
melihat korelasi kedua skor instrumen. Semakin besar nilai korelasi Pearson (r)
kedua instrumen, semakin tinggi tingkat validitas instrumen tersebu

2.1.2 Content Validity


Validi isi berkaitan dengan apakah butir-butir pernyataan (itemitem)
yang tersusun dalam kuesioner atau tes sudah mencakup semua materi yang
hendak diukur. Misalnya, meneliti tentang gaya kepemimpinan kepala sekolah
dalam era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Untuk tujuan tersebut, dapat
melakukan kajian literatur (literature review) tentang gaya-gaya kepemimpinan
kepala sekolah dalam era MBS. Berdasarkan literature review, kemudian
menyusun kuesioner, misalnya dalam beberapa bagian:

Bagian 1, Informasi demografi s (latar belakang) responden;

Bagian 2, Gaya kepemimpinan distributif;

Bagian 3, Gaya kepemimpinan autentik;

Bagian 4, Gaya kepemimpinan moral (ethical leadership);

Bagian 5, Gaya kepemimpinan transformasional; dan

Bagian 6, Gaya kepemimpinan situasional.

Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner disusun berdasarkan masing-


masing gaya kepemimpinan kepala sekolah tersebut sehingga diharapkan agar
item-item tersebut dapat mewakili seluruh landasan teoretis tentang topik
penelitian tersebut (gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam era MBS).

2.1.3 Validitas Konstrak (Construct Validity)

Validitas ini berkaitan dengan apakah alat penelitian yang dipakai telah
disusun berdasarkan kerangka (construct) teoretis yang tepat dan relevan.
Kuesioner yang memiliki validitas konstruk tinggi selalu berdasarkan defi nisi
atau batasan para ahli tentang konsep tersebut, bukan pada defi nisi kamus.
Misalnya, kita ingin mengukur efektifi tas kepemimpinan kepala sekolah, maka
perlu ditentukan dulu konsep teoretis tentang teori efektivitas dan kepemimpinan
serta hubungan keduanya dalam efektivitas kepemimpinan di sekolah.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut, Anda dapat menyusun butir-butir
pernyataan dan/atau pertanyaan-pertanyaan yang sesuai. Dengan SPSS, item-
item kuesioner dan/atau tes perlu diukur dengan menggunakan analisis faktor.

2.2 Kredibilitas

Beberapa ahli (Guba & Lincoln, 1994) menegaskan pentingnya peneliti


memberikan jaminan bahwa penelitian yang terpercaya memiliki atribut yang kredibel.
Kredibel berarti peneliti dipercaya telah mengumpulkan data yang real di lapangan serta
menginterpretasi data autentik tersebut dengan akurat.

2.2.1 Triangulasi
Trianggulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2014:
330). Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong (2014: 330-
331) hal tersebut dapat dicapai melalui:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data


wawancara;

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum


dengan apa yang dikatakanya secara pribadi;

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi


penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu;

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan


berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,
orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada,
orang pemerintahan;

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi sesuatu dokumen


yang berkaitan.

2.2.2 Checklist

Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk


kerja yang sudah dideskrisipkan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa
apakah responden sudah mengerjakannya. Metode penilaian checklist
dimaksudkan untuk mengurangi beban penilai. Kebaikan checklist adalah
ekonomis, mudah administrasinya, latihan bagi penilai terbatas, dan
terstandardisasi. Kelemahannya meliputi penggunaan kriteria kepribadian di
samping kriteria prestasi kerja, kemungkinan terjadinya bias penilai (terutama
halo effect), interpretasi salah terhadap item-item checklist dan penggunaan
bobot yang tidak tepat, serta tidak memungkinkan penilai memberikan penilaian
relatif (Handoko, 2011).

Dalam bentuknya yang paling sederhana, checklist merupakan suatu


daftar pernyataan deskriptif dan/atau sifat yang mendeskripsikan perilaku yang
berhubungan dengan pekerjaan. Checklist mudah digunakan dan tidak
tergantung pada kesalahan penilain seperti kecenderungan sentral dan nilai yang
murah (leniency). Kelemahan metode ini meliputi kerentanannya terhadap bias
penilai (khususnya efek halo), penggunaan kriteria pribadi sebagai pengganti
kriteria kinerja, dan misinterpretasi terhadap butir-butir daftar pernyataan
(Simamora, 2004).

Anda mungkin juga menyukai