BAB 1
PENDAHULUAN
Penelitian yang baik akan menghasilkan temuan yang dapat bermanfaat dan
mampu menggeneralisasi suatu fenomena. Sebagai suatu proses yang terstruktur,
terencana dan sistematis, penelitan member sumbangan yang besar bagi
penyelesaian masalah dan pengembangan batang tubuh pengetahuan. Untuk itu
semua tahapan dalam mempersiapkan penelitian perlu dikerjakan dengan hati-hati
dan ketelitian yang tinggi.
Inti dari kegiatan penelitian adalah melakukan observasi karakteristik dari konsep
yang dikembangkan dari satu atau beberapa konstruk. Observasi dilakukan dengan
bantuan alat ukur yang dibuat sedemikian rupa sehingga alat ukur (tes) dapat
mengukur karakteristik dengan tepat dan benar-benar menggambarkan fenomena
yang diamati secara objektif.
Alat ukur yang baik sedianya memenuhi kriteria: terstandarisasi, valid dan reliabel
(Cohen & Swerdlik, 2010). Standarisasi berhubungan dengan format
pengembangan alat ukur. Sementara itu valid dan reliabel berhubungan dengan
serangkaian pengujian statistik dan pengujian oleh pakar dalam bidang yang
diteliti. Pengujian ini dilaksanakan sebelum penelitian yang sesungguhnya
dikerjakan untuk meyakinkan bahwa alat ukur yang digunakan benar-benar valid
dan reliabel.
Satu alat ukur dikatakan reliabel apabila korelasi antar item tinggi atau konsisten.
Sementara itu valid berarti alat ukur tersebut benar-benar dapat mengukur apa
yang diukur serta setiap item memiliki daya pembeda antar subjek yang diteliti.
2
Tulisan kedua berasal dari Neck dan Manz yang mulai mengembangkan teori self-
leadership sejak tahun 1989 melalui penelitian yang mereka lakukan sendiri, hasil
kerja sama dengan peneliti lain, dan peneliti lainnya yang ingin membuktikan teori
ini. Konstruk ini telah mengalami beberapa kali revisi hingga diterbitkannya buku
edisi kelima pada tahun 2010.
Self-leadership yang dikembangkan oleh ketiga penulis ini pada intinya nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya adalah sama. Neck dan Manz mengembangkan
konstruk ini secara lebih detil hingga pada bentuk yang dapat diaplikasikan melalui
berbagai penelitian. Untuk itu peneliti memilih hasil kerja mereka untuk
dikembangkan dalam penelitian pada populalsi mahasiswa. Sejauh ini baru ada
satu penelitian mengenai self-leadership pada populasi mahasiswa yang
dihubungkan dengan kemampuan berpikir kritis. Mayoritas penelitian untuk subjek
ini dilakukan dalam tatanan manajemen dan kepemimpinan dalam organisasi
pekerja (Houghton, 1996; Neck & Manz, 1989, 1996, 1999, 2004, 2007; dll).
Self-leadership pada berbagai populasi pada prinsipnya sama. Hanya saja bidang
tugas yang dihadapi berbeda sebagaimana tugas seorang mahasiswa berbeda
dengan tugas seorang pekerja. Untuk itu perlu dikembangkan alat ukur khusus
untuk populasi mahasiswa, pertimbangan lainnya, alat ukur yang sudah ada juga
disusun dalam bahasa Inggris yang memiliki struktur tata bahasa yang berbeda
dengan bahasa Indonesia. Penulis mengembangkan alat ukur ini merujuk
sepenuhnya kepada teori yang dikembangkan oleh Neck dan MAnz (2010).
1.2 Tujuan
Pengembangan alat ukur penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alat ukur (tes)
Self-leadership yang valid dan reliabel untuk populasi mahasiswa Diploma 3
Keperawatan. Dengan demikian tujuan khusus yang ingin dicapai untuk
mendapatkan hal tersebut adalah:
1.3 Kegunaan
Sesungguhnya setiap orang sudah memiliki potensi untuk menjadi pemimpin bagi
dirinya sendiri—demikian halnya bagi seorang mahasiswa, hanya saja belum
disadari sepenuhnya jika potensi itu ada. Dengan mengembangkan tes Self-
leadership pada mahasiswa dan bahkan secara lebih luas pada usia sekolah yang
lebih dini, diharapkan dapat menjadi alat ukur yang mampu memprediksi
pencapaian hasil belajar atau untuk memetakan potensi keberhasilan mahasiswa.
5
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Tes berbeda dalam prosedur penyelenggaraannya. Ada yang berupa kontak satu
satu, mendemonstrasikan tugas sebagai bagian dari kajian, dan tes juga ada yang
dirancang untuk kelompok.
Skor adalah kode atau ringkasan pernyataan biasanya tidak berbentuk numerik,
yang merefleksikan kinerja pada suatu tes, tugas, wawancara, atau beberapa
perilaku sampel lainnya. Scoring adalah proses penetapan kode atau pernyataan
terhadap kinerja tes, tugas, wawancara, atau perilaku sampel lainnya.
Tes yang baik sedianya memuat instruksi pengerjaan, penyekoran, dan interpretasi
yang jelas. Pada saat ini, sisi ekonomis juga dipertimbangkan baik dalam hal
biaya dan waktu yang digunakan pada saat pengerjaan, penyekoran, dan
interpretasinya. Hal yang terbaik dari semua itu, tes yang baik adalah yang mampu
mengukur apa yang ingin diukur. Untuk dapat mencapai hal tersebut ada dua aspek
kunci yang dilihat yaitu reliabilitas dan validitas (Cohen & Swerdlik, 2010).
6
2.1.2.1 Reliabilitas
Reliabilitas dalam pembicaraan sehari-hari memiliki sinonim ketergantungan atau
konsistensi. Dalam pengukuran reliabilitas merujuk pada konsistensi dalam
pengukuran.
Suatu tes dapat saja reliabel untuk satu konteks tetapi belum tentu untuk konteks
lainnya. Dengan demikian ada jenis-jenis dan derajat reliabilitas. Koefisien
reliabilitas adalah indeks reliabilitas yaitu proporsi yang menunjukkan rasio antara
varians skor benar pada suatu tes dengan varians total. Ada beberapa cara
mengukur reliabilitas yaitu reliabiltas test-retest, reliabilitas parallel-forms dan
alternate-forms, reliabilitas split-half, dan reliabilitas inter-scorer. Dengan
demikian ada beberapa bentuk koefisien korelasi yang berbeda untuk mengukur
reliabilitas.
Skor pada sebuah tes kemampuan diperkitrakan tidak hanya mereflelksikan skor
benar orang yang dites tetapi juga error (kesalahan). Error merupakan komponen
observasi skor tes yang tidak boleh dikerjakan dengan kemampuan orang yang
dites.
Reliabilitas merujuk pada proporsi dari total varians terhadap varians benar.
Semakin besar proporsi total varians terhadap varians benar, maka tes semakin
reliabel. Karena perbedaan-perbedaan yang benar diasumsikan stabil, perbedaan
ini diperkirakan akan menghasilkan skor yang konsisten pada pengujian berulang
7
tes yang sama. Mengingat varians error dapat menaikkan dan menurunkan skor tes
dengan jumlah yang bervariasi, konsistensi tes (reliabilitas) dapat terpengaruh.
Sumber error varian lainnya dapat berupa error sistematis dan nonsistematis.
Error sistematis terjadi apabila satu tes diberikan kepada orang yang pernah
mengalami apa yang terdapat di dalam isi dari tes dan tidak pernah mengalami,
skor tes akan cenderung tinggi pada yang sudah pernah mengalami kondisi
tersebut. Error nonsistematik terjadi apabila peserta tes lupa terhadap atau gagal
untuk mengidentifikasi situasi yang dialaminya.
8
Reliabilitas parallel-forms dari suatu tes hadir apabila setiap bentuk tes memiliki
mean dan varians skor tes yang diobservasi sama. Menurut teori, mean dari skor
yang didapat dari observasi berkorelasi sama dengan skor benar. Dengan kata lain
skor yang diobservasi pada tes yang paralel berkorelasi sama dengan pengukuran
lain.
Alternate-forms merupakan versi yang berbeda dari suatu tes yang dirancang agar
menjadi pararel. Bentuk ini dirancang untuk menjadi equivalen dengan
9
Cara yang diterima untuk memisahkan skor tes menjadi dua bagian dapat
digunakan secara acak atau dengan mengelompokkan berdasarkan nomor genap
dan ganjil dari item. Cara lainnya yang juga masih dapat diterima dengan membagi
berdasarkan tingkat kesulitan item tes.
Nilai dari koefisien reliabilitas berada dalam rentang 0 – 1. Hasil uji statistik
semakin mendekati angka 1 menunjukkan reliabilitas suatu alat ukur semakin
tinggi. Batasan seberapa tinggi reliabilitas satu tes bervariasi dari satu ahli ke ahli
lainnnya tergantung dari jenis tes. Kaplan dan Saccuzzo (2005) menyatakan
estimasi reliabilitas 0,7-0,8 untuk tes dalam penelitian dasar sudah cukup baik.
Pada situasi klinis reliabilitas 0,90 mungkin belum cukup baik. Untuk satu tes yang
berpengaruh terhadap kehidupan seseorang di masa mendatang, evaluator harus
berupaya untuk menemukan tes yang memiliki reliabilitas >95%.
Apa yang harus dilakukan apabila mendapakan nilai reliabilitas yang rendah?
Seringkkali penyusun ters berharap menmdapatkan reliabilitas yang tinggi dari
satu tes yang dikembangkannya, tetapi hasil analisis ternyata tidak adekuat. Kaplan
dan Saccuzzo (2005) mengusulkan beberapa cara untuk meningkatkan nilai
reliabilitas. Ada dua pendekatan umum yang biasa digunakan untuk meningkatkan
koefisien reliabilitas, yaitu dengan cara mengeliminasi item yang dapat
menurunkan reliabilitas dan meningkatkan panjang tes (penambahan jumlah item).
11
N = rd(1-r0)
r0(1-rd)
Dimana,
N = jumlah item tes yang diharapkan dapat meningkatkan reliabilitas
rd = tingkat reliabilitas yang diharapkan
r0 = tingkat reliabilitas berdasarkan hasil observasi yang sudah ada
Hasil perhitungan ini dikalikan dengan jumlah item yang tersedia dalam tes yang
telah dikerjakan dan akan didapatkan jumlah item baru yang perlu dikembangkan
untuk mencapai reliabilitas yang dapat diterima. Formula ini hanya berlaku untuk
jumlah item yang kecil dan koefisien reliabilitas awal yang tidak terlalu kecil.
Analisis faktor dan item dilakukan untuk mengeliminasi item yang menurunkan
koefisien reliabilitas. Reliabilitas suatu tes tergantung dari kemampuan setiap item
untuk mengukur satu karakteristik yang umum. Seringkali beberapa item tidak
mengukur konstruk yang dimaksud dalam suatu alat ukur. Membiarkanitem ini
dalam tes akan menurunkan reliabilitas. Untuk itu perlu dilakukan analisis faktor.
Tes akan lebih reliabel jika unidimensional. Hal ini berarti bahwa dengan satu
faktor akan menghitung lebih banyak varians daripada faktor lain. Item yg tidak
load.
Pendekatan lain adalah dengan memeriksa korelasi antar item dan total skor tes.
Bentuk analisis item ini disebut analisis diskriminan. Jika korelasi setiap item
dengan total skor rendah berarti item mengukur sesuatu yang berbeda dengan item
12
lain dalam tes. Dengan nilai korelasi yang rendah keputusan dibuat untuk
mengeluarkan item tersebut dari tes.
2.1.2.2 Validitas
Validitas dapat didefinisikan sebagai kesepakatan antara suatu tes skor atau
pengukuran dengan kulitas yang dipercaya untuk mengukur (Kaplan & Saccuzzo,
2005). Dengan kata lain validitas juga berarti suatu tes dapat mengukur apa yang
diukur.
Validitas adalah bukti untuk kesimpulan yang dibuat tentang suatu skor tes. Ada
tiga jenis bukti: (a) construct-related, (b) criterion-related, dan (3) content-related.
Ada tiga aspek dalam validitas. Pertama face validity, validitas ini ditolak sebagai
suatu kategori yang sah karena secara teknik tidak membentuk validitas. Face
validity semata-mata penampilan bahwa pengukuran memiliki validitas. Validitas
memerlukan bukti untuk kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Face
validity diperlukan untuk memotivasi peserta tes karena tes akan nampak relevan
dengan apa yang akan diukur.
Content-related evidence for validity dari sebuah tes atau pengukuran adalah
adekuasi dari representasi domain konseptual tes dirancang untuk mencakup hal
tersebut. Dengan demikian dapat dikenali apakah suatu tes telah disusun secara
adekuat. Agar dapat menyiapkannya untuk sebuah tes diperlukan logika yang baik,
keterampilan intuisi, dan ketekunan. Seorang pembuat tes perlu
mempertimbangkan penggunaan kata-kata yang tepat dan tingkat kemampuan
membaca peserta tes. Content-related evidence for validity biasanya diperiksa
dengan pertimbangan dari orang yang ahli dalam suatu konstruk. Untuk domain
konseptual dapat dilakukan analisis dengan pengujian statistic analisis faktor untuk
memastikan item cocok dengan domain konseptual. Generalisasi yang akurat dapat
13
Ada dua jenis bukti dalam criterion-related evidence, yaitu bukti predictive dan
concurrent. Fungsi peramalan tes merupakan satu jenis atau bentuk bukti kriteria
validasi dikenal sebagai bukti validasi prediksi. Validitas jenis ini digunakan untuk
memprediksi suatu kondisi pada masa yang akan dating dari peserta tes.
Jenis lainnya adalah kriteria validitas concurrent. Validitas jenis ini didapatkan
dari pengkajian hubungan antara tes dan kriteria yang berkesinambungan.
Pengukuran dan kriteria pengukuran diambil dalam waktu yang bersamaan karena
tes didesain untuk menjelaskan suatu keadaan dan latar belakang keadaan tersebut
terjadi. Tes dapat memberikan informasi diagnostik yang dapat membantu dalam
mengarahkan sesuatu.
Koefisien validitas adalah korelasi antara suatu tes dengan kriteria. Koefisien ini
memberitahukan bahwa tes adalah valid untuk membuat pernyataan tentang
kriteria. Acuan tinggi rendahnya koefisien validitas tergantung dari kebutuhan
penggunaan. Koefisien validitas dalam rentang 0,3-0,4 pada umumnya diartikan
sebagai validitas yang tinggi.
14
Kuadrat dari koefisien validitas merupakan persentasi dari variasi dalam kriteria
yang diharapkan dapat diketahui dalam meningkatkan pengetahuan pembuat tes
mengenai skor tes. Angka tersebut menggambarkan berapa persen variabel dapat
menjelaskan suatu konstruk.
Nilai koefisien validitas yang rendah dapat disebabkan oleh populasi yang tidak
merepresentasikan kelompok dimana kesimpulan akan dibuat: ukuran sampel yang
tidak adekuat: populasi yang sangat homogen; dan fakta bahwa satu situasi belum
tentu dapat digeneralisasikan terhadap sitausi yang lain.
Reliabilitas dan validitas adalah konsep yang saling berhubungan. Validitas tidak
mungkin tercapai apabila reliabilitas tes rendah. Di sisi lain dapat terjadi satu tes
yang memiliki koefien reliabilitas yang tinggi memiliki validitas yang rendah.
Dengan kata lain, secara logika tidak mungkin ada tes yang valid jika
reliabilitasnya rendah.
Teori self-ledership dari Neck dan Manz (2010) diturunkan dari riset dan teori
dalam dua area psikologi. Pertama teori kognitif sosial yang menggambarkan
adopsi dan perubahan perilaku manusia sebagai suatu proses yang kompleks
dengan banyak bagian. Menurut teori ini, manusia memengaruhi dan dipengaruhi
oleh dunia tempat tinggalnya. Teori ini juga menempatkan pentingnya kapasitas
manusia untuk mengelola dan mengontrol dirinya, terutama pada saat menghadapi
tugas-tugas penting yang sulit. Teori kognitif sosial juga menggambarkan
kemampuan manusia untuk mempelajari dan mengalami tugas-tugas atau peristiwa
15
Area pengetahuan penting kedua yang melandasi teori ini adalah teori motivasi
instrinsik. Teori ini memiliki sudut pandang mengenai pentingnya penghargaan
alamiah (natural rewards) yang menyenangkan dari suatu aktifitas atau tugas yang
disukai. Ide-ide ini dipinjam dari batang tubuh pengetahuan lain seperti teori
motivasi dan teori kepemimpinan.
Manusia adalah mahluk yang unik. Setiap orang memiliki kualitas, cara berpikir,
dan lain-lain yang membantu dalam cara bagaimana memandang dunia dan apa
yang dikerjakan dalam kehidupan. Dengan demikian, manusia penting untuk
mengenali dirinya dan bagaimana cara berpikirnya mengenai sesuatu. Hal ini
mengisyaratkan adanya perbedaan antar pribadi dalam kerangka tindakan yang
dipilih.
Perilaku berada pada tingkat fisik yang dapat diobservasi dan pada tingkat mental
yang tidak dapat diobservasi. Faktanya, peristiwa-peristiwa yang muncul sebelum
perilaku dan hasil-hasil perilaku berada pada tingkat fisik dan mental yang sama.
Dengan demikian terjadilah rantai perilaku yang kompleks. Untuk menjelaskan
pernyataan ini Neck dan Manz (2010) memberikan contoh seseorang yang
memikirkan nikmatnya memancing ikan hingga ia memutuskan untuk membolos
kerja yang pada akhirnya ia merasa bersalah. Dari contoh ini terlihat adanya
peristiwa mental (memikirkan kegiatan memancing ikan) yang muncul
sebelumnya dan memengaruhi perilaku fisik aktual (membolos kerja). Perilaku
fisik diikuti oleh akibat mental (merasa bersalah) yang kemungkinan pada saat
berikutnya akan menghindari perilaku yang sama. Berdasarkan uraian ini, dalam
mempraktikan self-leadership dipengaruhi oleh kecenderungan yang unik dari
setiap individu dalam pola pikir maupun tindakan fisik. Seseorang akan
17
Setiap orang adalah pemimpin setidaknya bagi dirinya sendiri. Untuk memperbaiki
kepemimpinan diri sendiri, cara yang bermanfaat untuk melihat diri sendiri adalah
dengan mengetahui predisposisi dari suatu perilaku. Cara ini berfokus pada
bagaimana kecenderungan perilaku seseorang (fisik dan mental) dalam berpikir
dan bereaksi terhadap berbagai situasi, dan bukan pada ide-ide penilaian tingkah
laku yang buruk dan yang baik. Kecenderungan-kecenderungan ini akan
memengaruhi bagaimana ia bertindak dan memandang dunia disekelilingnya.
Tendensi perilaku atau predisposisi ini dipengaruhi oleh pengalaman dan perilaku
sebelumnya.
seseorang memilih suatu tindakan yang memiliki dampak besar terhadap apa yang
dialaminya dan kemudian meningkatkan kesempatannya untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
Pilihan yang dibuat seseorang senantiasa berlandaskan pada ketiga faktor yang
disebutkan sebelumnya. Dunia atau lingkungan meliputi pengaruh-pengaruh
potensial yang tidak akan berpengaruh terhadap seseorang hingga orang tersebut
membuka dirinya terhadap pengaruh tersebut. Misalnya cuaca yang dingin tidak
akan berpengaruh terhadap orang tersebut selama ia mengenakan mantel tebal, dan
pengaruh cuaca dingin baru dapat diterima ketika ia melepaskan mantelnya.
Manusia juga memiliki pilihan tindakan untuk merubah dunia. Dicontohkan, ide
mengenai self-leadership hanya akan memberi pengaruh pada dunia jika penulis
berupaya menuangkan ide ini dalam buku. Jika pilihan menulis buku akan
membantu orang untuk menjadi lebih efektif dan merasa lebih puas, maka
selanjutnya dunia dapat diperbaiki.
Pilihan juga dapat dilakukan pada bagaimana seseorang berpikir terhadap apa
yang dialaminya. Contohnya, ia dapat memutuskan untuk memandang dunia
secara optimis, meskipun banyak orang lainnya memandang pesimis. Dalam hal
ini ia telah menyelesaikan dua hal. Pertama, dunianya akan nampak lebih positif
terhadap dirinya dan hasilnya dunia akan menjadi tempat hidup yang
menyenangkan bagi dirinya. Kedua, sebagai akibat dari pilihan memandang dunia
dengan optimis, ia akan berespons lebih terhadap kesempatan-kesempatan hidup
dari pada keterbatasan-keterbatasan yang dihadapinya.
Inti dari uraian ini adalah meskipun manusia berfungsi dalam suatu sistem
pengaruh yang kompleks—meliputi diri sendiri, perilaku diri, dan dunia—manusia
memiliki banyak pilihan berlandaskan pada apa yang dialami dan apa yang
dikerjakan dalam hidup ini. Manusia juga merupakan makhluk yang memiliki
keterbatasan. Keterbatasan yang dimaksud meliputi situasi (contoh, manusia tidak
19
dapat terbang tanpa alat bantu yang mempermudah karena adanya gravitasi bumi),
dan peran-peran yang disandang (sebagai orang tua, bos, warga negara).
Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan meletakkan berkas proyek prioritas
yang harus dikerjakan di tengah ruangan kerja. Dengan demikian pada saat
kembali ke ruang kerja dengan melihat berkas tersebut ada pengingat bahwa ada
tugas yang harus segera dikerjakan. Nilai yang penting dari strategi ini adalah
bahwa seseorang dapat menggunakan isyarat fisik untuk memokuskan pada
usahanya. Tantangannya adalah menemukan pengingat dan pemokus perhatian
yang tepat dan menggunakannya.
Increasing positive cues adalah strategi yang mengarahkan pada perilaku positif.
Jika seseorang ingin mendalami suatu pengetahuan tetapi tidak memiliki cukup
waktu untuk belajar secara khusus, maka yang dapat dilakukan adalah meletakkan
buku atau bahan bacaan yang sesuai di tempat yang terdekat dengan kursi santai
yang sering digunakan, sehingga jika ada waktu senggang dapat digunakan untuk
membacanya. Atau sekalipun dihadapkan pada pilihan membaca atau menonton
televisi, setidaknya ia akan lebih sadar dengan pilihannya.
21
Seseorang juga dapat merancang isyarat yang berdampak terhadap hal yang
penting—seperti ia akan menjadi seperti apa. Tempat kerja misalnya berisi banyak
isyarat penting untuk perilaku yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.
Jika tempat kerjanya lebih banyak berisi isyarat negatif daripada yang positif, ia
dapat mencoba merubah isyarat yang memungkinkan, atau jika pun tidak inilah
saatnya untuk merubah pekerjaan.
Teman kerja seseorang dapat menjadi isyarat yang kuat. Apakah nilai-nilai mereka
sesuai dengan nilai dirinya? Dari waktu ke waktu, teman kerja berpengaruh
terhadap akan menjadi seperti apa ia. Seseorang dapat memilih untuk berteman
dengan orang yang nilai-nilainya konsisten dengan dirinya dan yang berhasil
mencapai sukses.
lain yang dapat digunakan misalnya dengan menggunakan alat perekam dan kartu
kecil yang mencatat setiap kegiatan untuk dapat diperiksa lebih detil.
Strategi self observation menjadi landasan untuk mengelola diri sendiri. Penting
untuk diingat bahwa setiap orang sesungguhnya siap menggunakan strategi ini,
hanya saja permasalahannya adalah mereka menggunakannya tanpa disadari dan
kurang efektif. Strategi-strategi lainnya dibangun dari landasan ini.
berasal, dan akan ke mana. (Leider, 1997 dalam Neck & Manz, 2010). Maksud
juga merupakan kualitas dari pilihan untuk menentukan kehidupan. Karenanya
maksud menjadi sumber energi dan petunjuk untuk mencapai puncak kehidupan
yang berasal dari dimensi spiritual dan dimensi hubungan kerja.
Maksud adalah alasan mengapa seseorang dilahirkan, sejak lahir hingga akhir
kehidupan setiap orang senantiasa mencari alasan tersebut. Proses mencari maksud
merupakan proses yang panjang dan sulit sehingga perlu upaya keras untuk
mendapatkannya. Pahala adalah sesuatu yang perlu digali. Pahala adalah anugerah
kehidupan yang diyakini sebagai suatu pemberian untuk berkontribusi dalam
dunia.
Maksud adalah kalisator untuk mengelola kehidupan yang memberi arahan kepada
manusia mengenai bagaimana melewati kehidupan dan bagaimana
mengalokasikan sumber-sumber yang dimiliki. Jika manusia menyadari makna
keberadaannya di muka bumi maka setiap keputusan yang dibuat diarahkan oleh
realisasi kesadaran ini.
Menghadiahi diri sendiri pada tingkat mental dapat dilakukan dengan cara
berbicara kepada diri sendiri (pembicaraan internal) atau melalui imajinasi. Cara
ini sadar atau tidak sudah sering dilakukan oleh setiap orang. Perilaku diri sendiri
dapat diperbaiki secara bermakna dengan cara ini apabila seseorang benar-benar
memperhatikan pencapaian atas perilaku yang diharapkannya dan memberikan
kata-kata penghargaan pada diri sendiri atas pencapaian ini. Metode berbicara
kepada diri sendiri ini, khususnya bermanfaat bagi orang yang mudah mengritik
diri sendiri. Setiap orang memiliki pilihan apakah memokuskan pada sesuatu yang
dikerjakan dengan benar dan membangun diri, atau memokuskan pada sesuatu
yang dikerjakan dengan salah dan melemahkan diri sendiri. Perasaan bersalah dan
mengritik diri sendiri menyebabkan timbulnya tindakan yang tidak diharapkan dari
sistem sosial maupun personal. Contoh kata-kata yang sering dilontarkan langsung
maupun di dalam hati untuk menghadiahi diri sendiri misalnya: “ya ternyata saya
mampu”, “ya saya berhasil”, “saya melakukan sesuatu yang terbaik”, dan
sebagainya.
Cara menghadiahi diri sendiri dengan imajinasi merupakan metode lainnya yang
dilakukan pada tingkat mental. Contohnya, segera setelah menyelesaikan sebuah
tugas yang berat dan melelahkan, ia membayangkan pergi berlibur ke tempat yang
diimpikannya. Situasi yang ada di tempat itu divisualisasikan melalui imajinasi.
Dengan demikian di manapun dan apapun tempat itu, dapat dicapai dalam waktu
singkat melalui imajinasi.
Kombinasi dari tingkat fisik dan mental dapat dilaksanakan, khususnya dalam
rangka menghadiahi diri sendiri. Awalnya hanya membayangkan, dilanjutkan
dengan tindakan nyata terhadap apa yang menjadi imajinasi. Dengan demikian
pengalaman sebagai hasil dari tindakan ini akan menjadi energi baru dalam
menghadapi tugas berikutnya.
25
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengarahkan diri sendiri adalah
menghukum diri sendiri (self-punishment). Sayangnya, banyak individu yang
memnggunakan cara ini secara berlebihan. Perasaan bersalah dan kritik diri yang
terus menerus dapat merusak motivasi dan kreatifitas. Strategi menghukum diri
sendiri ditujukan untuk mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
Pelaksanaannya sama dengan strategi self-reward yang pada prinsipnya
menekankan pada aspek konsekuensi dari suatu perilaku. Pada tingkat fisik metode
ini dapat diterapkan dengan cara mengekang keinginan untuk melakukan suatu
kegiatan yang menyenangkan (olah raga, menonton televisi) setelah mengerjakan
suatu tugas dengan buruk. Pada tingkat pembicaraan internal dapat juga dilakukan
(misal,”saya gagal mengerjakan tugas, saya malu pada diri sendiri) sebagaimana
juga yang terjadi dalam imajinasi (terbayang kehilangan pekerjaan, kehilangan
relasi dan kepercayaan dari orang lain).
Strategi yang lebih baik untuk menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan
adalah dengan mengurangi pahala yang menyokong masalah perilaku dan
menghadiahi diri sendiri ketika melakukan sesuatu yang benar. Contohnya,
kebiasaan menghabiskan waktu di depan pesawat TV yang mengganggu
pekerjaan, dibatasi waktunya atau program pilihannya.
Ada saat dimana strategi menghukum diri sendiri bermanfaat, misalnya ketika
perasaan bersalah muncul setelah melakukan sesuatu yang benar-benar diketahui
hal itu salah. Hidup tanpa kata hati sama dengan bukan manusia. Pada kebanyakan
kasus seseorang dapat berdamai secara konstruktif dengan masalah perilakunya
dengan mempelajarinya, menghilangkan hadiah/pahala yang menyokongnya, dan
menghadiahi perilaku yang diharapkan. Tujuan harus dilaksanakan dengan
tindakan yang konstruktif untuk memperbaiki perilaku dan bukan untuk
menghilangkan moral serta melumpuhkan diri sendiri secara psikologis.
Praktik dapat dilakukan pada tingkat fisik maupun mental. Misalnya, dalam
menyiapkan sebuah presentasi untuk sebuah lembaga, dapat dilakukan sebelumnya
dengan berlatih secara verbal di depan kaca atau teman-teman sekerja atau
menyusun poin-poin penting dalam ingatan. Motivasi dan kepercayaan diri dapat
ditingkatkan dengan cara menggabungkan self-reward dan praktik secara bersama-
sama. Misalnya, menggambarkan sambutan yang akan diterima dari lembaga itu
setelah presentasi dilakukan.
Salah satu aspek dari aktifitas-aktifitas yang memberi penghargaan secara alamiah
adalah bahwa aktifitas ini seringkali membuat seseorang merasa lebih kompeten.
Setiap orang menyukai tugas-tugas yang dapat dikerjakannya dengan baik.
Misalnya, seseorang yang melakukan olah raga tertentu dengan baik seringkali
karena ia menyukai olah raga tersebut.
terhadap orang dewasa yang bermimpi menjadi “bos” nya, keinginan untuk
mengontrol dirinya sudah mulai nampak.
Setiap orang memiliki kecenderungan menjadi sebuah kekuatan yang besar dalam
menentukan apa yang terjadi disekelilingnya. Contohnya, kebanyakan orang akan
menyukai mengambil keputusan penting yang berpengaruh langsung terhadap
dirinya daripada didikte oleh orang lain. Orang-orang yang berada dalam situasi
yang mendikte dirinya baik dari orang lain, peraturan, atau sumber eksternal
lainnya akan menimbulkan perasaan tidak berdaya yang berasal dari lemahnya
kontrol diri.
cara untuk menikmati gaya hidup yang berharga, bebas dari stress yang
mengganggu adalah dengan melaksanakan egoism altruistik. Inti dari ide ini
membantu orang lain dan mendapat kasihnya, sementara itu pada saat yang
bersamaan kebutuhan dirinya sendiri terpenuhi serta mengangkat diri sendiri
(egoisme). Selye juga menjelaskan bahwa sifat alamiah manusia mendorong orang
untuk menyelamatkan diri sendiri, atau apa yang disebut dengan kasar sebagai
mementingkan diri sendiri (selfish). Filosofi menegaskan bahwa hanya dengan
mengawinkan sifat alamiah berpusat pada diri sendiri dengan suatu tingkah laku
yang mengedepankan kebaikan serta menghargai orang lain melalui upaya
altruistik, hidup akan bahagia dan bermakna.
Logika dari pendekatan yang pertama (building more naturally enjoyable features
into life’s activities), meliputi identifikasi aspek-aspek usaha yang secara alamiah
disukai dan mencoba meningkatkannya. Contohnya, pertemuan bisnis yang
dilakukan di lokasi yang tinggi. Hal yang sama jika dilakukan di ruang konferens
yang formal dalam sebuah gedung akan memberi warna yang berbeda
dibandingkan dengan penyelenggaraan di dalam ruang pertemuan yang santai di
sebuah resor. Seseorang yang menyukai pembicaraan langsung dengan
pengikutnya lebih menikmati ketika menyampaikan pesan verbal dengan
berhadap-hadapan secara langsung daripada menuliskannya dalam memo formal.
Intinya adalah bahwa setiap orang dapat mengidentifikasi beberapa cara untuk
menyelesaikan banyak aktifitas. Dengan memilih menyelesaikan tugas-tugas ini
31
dengan cara yang lebih disenangi, berarti penghargaan alamiah telah dibangun
untuk usaha-usaha yang dilakukan.
Perhatian utama dari pendekatan ini adalah pada aspek-aspek yang membuat
aktifitas tersebut dinikmati secara lamiah, dengan memilih konteks yang
menyenangkan dari tugas, dalam hal ini bagian dari tugas. Setiap orang dapat
mencari gambaran dari aktifitas yang memberikan perasaan kompeten, kontrol diri,
dan memiliki maksud yang merupakan faktor utama untuk membuat tugas yang
dapat memberikan penghargaan secara alamiah. Bahkan pendekatan humor dapat
digunakan dalam pendekatan ini
pekerjaannya dan menikmati aktifitas yang memberikan nilai. Fokus yang ketiga
merupakan kunci untuk dapat menikmati kesenangan alamiah.
experiences), berbicara kepada diri sendiri (self-talk), dan pola pikir (thought
patterns). Logika dasarnya adalah apabila seseorang melakukan usaha-usaha
sistematis untuk merubah pikiran dengan cara yang menguntungkan, ia dapat
merubah self-leadership nya. Berpikir positif memberi keuntungan dalam bentuk
potensi untuk membantu efektifitas pribadi.
Berbicara kepada diri sendiri (self-talk) yang positif dapat membantu seseorang
mengerjakan tugas dengan baik. Faktanya saat ini, jika ada seseorang yang
mengalami kegagalan dalam belajar, bekerja atau kehidupan pribadi, mungkin saja
hal tersebut merupakan hasil dari pembicaraan kepada diri sendiri yang negatif.
Pernyataan-pernyataan negatif terhadap diri sendiri merupakan kata-kata yang
melemahkan. Kata-kata yang melemahkan dapat menguras energi, menurunkan
rasa percaya diri, dan menghilangkan kebahagiaan. Kata-kata ini merusak dan
mencegah pencapaian tujuan serta perasaan baik dalam diri sendiri. Jika terus
diungkapkan akan menjadi ramalan untuk pencapaian diri, karena apa yang
dikatakan kepada diri sendiri setiap hari biasanya akan menjadi kenyataan di
kemudian hari.
efektif. Hal ini terjadi karena penolakan terhadap diri sendiri berhubungan dengan
hasil yang negatif. Pada sisi lain, jika bayangan yang dimunculkan adalah
pengalaman yang positif, maka akan mendorong munculnya rasa percaya diri yang
tinggi.
Inti dari strategi ini adalah bahwa setiap orang dapat menciptakan dunia yang unik
dalam diri sendiri. Inti dari pengalaman hidup berpusat di dalam dunia internal
yang diciptakannya. Bayangan pengalaman negatif terhadap suatu kegiatan atau
kejadian dapat berlangsung beberapa hari atau bahkan beberapa menit sebelum
peristiwa itu berlangsung. Misalnya, jika seseorang membayangkan dicabut gigi
itu menyakitkan, kemungkinan ketika ia benar-benar pergi ke dokter gigi, ia
merasakan rasa sakit yang lebih dari rasa sakit yang sesungguhnya ditimbulkan
oleh tindakan tersebut. Hal ini juga berlaku pada kondisi sebaliknya. Bayangan
pengalaman positif dapat menjadi lebih tepat dan kuat daripada kejadian yang
sesungguhnya pada dunia fisik. Kejadian-kejadian yang diantisipasi seringkali
pada akhirnya mengecewakan karena tidak sesuai dengan harapan. Ketika
menonton film yang berasal dari novel klasik seringkali hanya berdasarkan pada
karya aslinya karena pengayaan dapat dilakukan oleh setiap orang yang
menontonnya dengan menambahkan imaginasi masing-masing yang jarang dicapai
dalam bentuk visual oleh pembuat film.
Perilaku dapat berperan baik sebagai sesuatu yang memengaruhi pola pikir
maupun hasil dari pola pikir. Dengan kata lain, keduanya saling memengaruhi.
Karenanya, untuk memperbaiki self-leadership seseorang difokuskan pada kedua
faktor ini. Fakta-fakta menunjukkan bahwa jika seseorang merubah perilaku, ia
juga merubah dunia psikologisnya.
Ada dua jenis pola pikir yang dapat diadopsi seseorang, yaitu berpikir kesempatan
(opportunity thinkinng) atau berpikir rintangan (obstacle thinking). Berpikir
kesempatan mencakup pola pikir yang berfokus pada kesempatan dan
kemungkinan yang ada pada suatu situasi atau tantangan. Pola pikir jenis ini
dimiliki oleh orang-orang yang kreatif dan inovatif. Berpikir rintangan berfokus
pada jalan terjal dan jebakan dalam menghadapi suatu pekerjaan yang baru.
Setiap orang dapat memperlihatkan penggunaan kedua jenis pola pikir ini pada
waktu berbeda dan pada saat berhadapan dengan situasi yang berbeda. Situasi yang
terlalu banyak mengandung risiko pribadi biasanya dihindari. Seringkali
seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak diharapkan. Jika menghindar tidak
dapat lagi dilakukan, maka situasi itu menjadi sesuatu yang bagaimanapun harus
dihadapi. Ada orang yang memiliki kecenderungan lebih banyak menggunakan
salah satu dari kedua jenis pola pikir ini dibandingkan dengan orang lain dalam
37
Sejalan dengan uraian ini Antonio (2008) menegaskan bahwa esensi dari
kepemimpinan adalah mengenali, menemukan, dan mengidentifikasi diri
sesungguhnya. Kepemimpinan adalah bagaimana seseorang mempunyai kebiasaan
proaktif dan kreatif. Proaktif dan kreatif berarti berupaya mencari tahu,
mengembangkan, dan berbuat dengan arahan dari diri sendiri. Ada tiga hukum
dasar tentang bagaimana seseorang mau melakukan sesuatu. Ketiga hukum dasar
itu adalah: (a) seseorang baru akan mengerjakan sesuatu ketika suka dan senang
melakukannya, (b) orang mungkin akan melakukan sesuatu karena terpaksa atau
takut suatu ancaman, dan (c) seseorang akan melakukan sesuatu karena sudah
menjadi “kewajibannya”, namun ia kehilangan semangat dalam melakukannya
(Antonio, 2008). Atas dasar pernyataan ini, self-leadership mengarahkan seseorang
agar termotivasi untuk memilih mengerjakan sesuatu karena merasa suka dan
senang melakukannya, dan memiliki harapan bahwa di balik sebuah kegiatan ada
makna dan hikmah yang positif bagi dirinya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dolbier, Soderstrom, dan Steinhardt (2001)
menemukan bahwa self-leadership berhubungan secara bermakna dengan fungsi
psikologis yang lebih tinggi, lebih optimis, dan status kesehatan yang lebih baik
dari para pekerja. Self-leadership juga berhubungan secara bermakna dengan
persepsi yang lebih baik terhadap kepuasan kerja, memperbaiki komunikasi,
persepsi terhadap kesejahteraan yang lebih baik dan tingkat stress yang lebih
rendah, manajemen mutu, dan hubungan kerja yang efektif.
Pengukuran dilakukan satu bulan sebelum pelatihan (pre) dan satu bulan setelah
dilakukan pelatihan baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok intervensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mendapat pelatihan thought
self-leadership mengalami peningkatan kinerja mental, antusiasme, kepuasan
39
kerja dan menurunkan afek negatif seperti pesimis, dibandingkan dengan pekerja
yang tidak mendapatkannya.
Self-observations
Discover natural rewards
Purpose examination
Self-rewards
Self-goal-setting Imagined experience self-talk
Self-punishment
Practice
Behaviors
thoughts
BAB 3
3.1 Responden
Populasi yang akan diukur dalam penelitian adalah mahasiswa Program Diploma 3
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Muhammadiyah
Pontianak Kalimantan Barat. Uji coba instrumen dilakukan pada empat puluh (40)
mahasiswa Program Studi Diploma 3 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Sukabumi. Mahasiswa yang berpartisipasi berasal dari semester 1 (21 orang) dan
semester 3 (19 orang). Dasar dari pemilihan responden dalam uji coba ini,
karakteristik responden dan lembaga penyelenggara pendidikan memiliki
kesamaan dengan karakteristik mahasiswa dan lembaga yang akan digunakan
untuk penelitian.
Skala yang digunakan dalam tes adalah skala Likert dalam tingkat data ordinal.
Pemilihan skala berdasarkan pertimbangan karakteristik yang akan diukur adalah
sikap mahasiswa terhadap pernyataan yang menggambarkan kesesuaian antara
pernyataan dengan perilakunya sehari-hari yang berhubungan self-leadership.
Pertimbangan lainnya, skala Likert relative mudah untuk dikonstruksi dan
menghasilkan reliabilitas yang cukup tinggi (cohen & Swerdlik, 2010).
Ada enam kategori pilihan jawaban dalam skala mulai dari sangat tidak sesuai
hingga sangat sesuai (1-6). Enam kategori dipilih untuk mengendalikan
kemungkinan adanya kecenderungan memilih nilai tengah yang dianggap sebagai
nilai yang aman.
41
Self-leadership
- Strategi
Karakteristik mengelola diri
mahasiswa sendiri
- Umur - Strategi
- Jenis penghargaan
kelamin alamiah
- suku - Strategi
merancang
ulang dunia
mental
Strategi menimbulkan
rasa segan diri melalui
latihan mengontrol diri Saya berusaha menemukan hal-hal yang 10
1. Observasi diri untuk mengganggu konsentrasi belajar
mengenali bilamana,
mengapa dan dibawah Saya mencatat setiap kegiatan untuk 11
kondisi apa beberapa melihat seberapa efektif saya
perilaku digunakan menggunakan waktu setiap hari
mencapainya
mengerjakannya. (-)
Pengambilan data dilakukan pada pagi hari sebelum aktifitas perkuliahan dimulai.
Mahasiswa dikumpulkan di ruang belajar tempat perkuliahan berlangsung. Petugas
pengambil data memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan pertemuan kepada
mahasiswa. Salah satu dari dua petugas membagikan lembar instrumen (lampiran
1) beserta alat tulis. Setelah semua mahasiswa mendapatkan lembaran instrumen
petugas memastikan semua mahasiswa mendapatkan jumlah lembaran yang sama
(5 halaman). Selanjutnya petugas meminta responden untuk membaca lembar
pertama yang berisi perkenalan dari peneliti, ketentuan dalam mengisi, dan
jaminan kerahasiaan atas informasi yang disampaikan responden selama lima
menit). Penjelasan mengenai cara mengisi instrumen disampaikan setelah
dipastikan semua mahasiswa selesai membaca dan menyetujui untuk berpartisipasi
dalam uji coba ini.
Waktu yang digunakan dalam seluruh proses pengambilan data sebanyak 45 menit.
Pengisian instrumen sendiri menghabiskan waktu selama 30 menit. Tidak ada
pengondisian yang khusus misalnya ketentuan mengenai ruangan, tingkat distraksi
dan ketentuan lainnya yang berhubungan dengan kenyamanan peserta tes.
49
Pendekatan yang digunakan untuk mengukur reliabilitas dalam uji coba alat ukur
adalah alpha Cronbach. Hasil uji statistik untuk 35 item pernyataan dalam alat
ukur ini memiliki nilai alpha Cronbach 0, 806 (>0,70) dengan demikian semua
pernyataan tersebut reliabel. Uji yang sama dilakukan untuk setiap dimensi. Alpha
Cronbach untuk dimensi strategi mengelola diri sebesar 0,745(> 0,70); untuk
dimensi strategi penghargaan alamiah sebesar 0,493 (< 0,70): dan dimensi strategi
merancang ulang dunia mental sebesar 0,599> berdasarkan hasil uji statistik ini
terlihat hanya dimensi strategi mengelola diri sendiri yang semua itemnya reliabel.
Dengan mengeliminasi item yang memiliki koefisien korelasi corrected-item <0,3
didapatkan peningkatan nilai koefisien korelasi alpha Cronbach 0,830.
Tabel 3. 1 ReliabilityStatistics
Cronbach’s Alpha N of Items
Total 0,806 35
strategi mengelola diri sendiri 0,745 21
Strategi penghagaan alamiah 0,493 6
Strategi merancang ulang 0,599 8
dunia menmtal
Total setelah menghilangkan 0,830 19
item yang tidak valid
Analisis faktor dilakukan untuk menguji hubungan diantara beberapa variabel dan
menjelaskan variabel-variabel ini dalam keadaan umumnya berdasarkan dimensi
atau faktor (Yamin & Kurniawan, 2009). Hal yang dilihat dari analisis faktor
adalah total varians yang dijelaskan oleh alat ukur, diagram scree plot, dan loading
50
factor. Total varians yang dapat dijelaskan oleh alat ukur ini sebesar 81,64%
dengan jumlah optimum faktor yang terbentuk sebanyak 12 faktor baru. Hal ini
sesuai dengan yang ditunjukkan oleh diagram scree plot, sebagaimana terlihat
dalam diagram 3.1 terdapat 12 faktor yang memiliki eigenvalue > 1. Mengingat
konstruk self-leadership dibangun oleh tiga dimensi utama, maka analisis
dilanjutkan dengan mereduksi dari 12 faktor yang terbentuk menjadi tiga faktor.
Dengan tiga faktor yang terbentuk maka total varians yang dapat dijelaskan oleh
alat ukur ini sebesar 41, 297%. Loading factor dari setiap item dapat dilihat dalam
tabel validitas untuk setiap dimensi.
Hasil uji statistik sebagaimana terlihat pada tabel 3.3 pada dimensi strategi
mengelola diri sendiri, ada tujuh item yang memiliki nilai r-it total < 0,30 yaitu
item nomor 1, 2, 7, 10, 14, 18, dan 19. Pada kolom r-it dimensi terdapat tujuh item
yang memiliki koefisien korelasi < 0,30, yaitu item 7, 10, 14, 17, 18, 19, dan 20.
Hal ini berarti item tersebut tidak valid untuk konstruk self-leadership dan harus
dibuang (dikeluarkan dari alat ukur). Item 1 dan 2 diputuskan untuk dipertahankan
mengingat loading factor > 0,40 dan berada dalam satu kelompok faktor 2 (f2)
yang yang ditempati oleh mayoritas item dalam dimensi ini. Dengan demikian
item yang dihilangkan adalah item nomor 7, 10, 14, 17, 18, 19, dan 20
51
Tabel 3.2 Hasil Analisis Statistik Validitas Dimensi Mengelola Diri Sendiri
r-it r-it
Item total dimensi Loading Factor Keputusan
1 0,232 0,399 0,609 f2 Dipertahankan
2 0,245 0,356 0,622 f2 Dipertahankan
3 0,638 0,547 0,531 f2 Dipertahankan
4 0,496 0,472 0,473 f2 Dipertahankan
5 0,393 0,504 0,684 f2 Dipertahankan
6 0,506 0,559 0,593 f2 Dipertahankan
7 -0,149 -0,140 -0,482 f1 Dibuang
8 0,535 0,552 0,622 f2 Dipertahankan
9 0,620 0,691 0,660 f2 Dipertahankan
10 -0,149 -0,132 -0,155 f2 Dibuang
-0,141 f3
11 0,315 0,421 0,750 f2 Dipertahankan
12 0,396 0,361 0,544 f2 Dipertahankan
13 0,660 0,624 0,583 f2 Dipertahankan dengan
0,434 f1 perbaikan pada strukur
pernyataan
14 -0,376 -0,270 -0,621 f3 Dibuang
15 0,459 0,354 0,532 f3 Dipertahankan
16 0,454 0,268 0,750 f3 Dipertahankan
17 0,346 0,234 0,476 f1 Dibuang
18 0,259 0,215 0,368 f3 Dibuang
19 -0,105 -0,242 0,419 f1 Dibuang
20 0,319 0,231 0,637 f1 Dibuang
21 0,461 0,429 0,540 f1 Dipertahankan dengan
perbaikan pada struktur
pernyataan
Sementara itu pada kolom loading factor terlihat ada empat item yang memiliki
koefisien korelasi dengan nilai < 0,40 yaitu: 7, 10, 14, dan 18. Dari 14 item yang
tersisa terlihat ada 10 item yang berada dalam satu faktor (f2). Hal ini berarti
faktor dua ini diisi oleh dimensi strategi mengelola diri sendiri.
Tabel 3.3 Hasil Analisis Statistik Validitas Dimensi Strategi Penghargaan Alamiah
r-it r-it
Item total dimensi Loading Factor Keputusan
22 0,185 0,367 0,608 f3 Dibuang
23 0,081 0,384 0,466 f3 Dibuang
0,442 f1
52
Hasil uji statistik untuk validitas dimensi strategi penghargaan alamiah hanya ada
satu item yang memiliki koefisien korelasi r-it total dan r-it dimensi yang > 0,30
yaitu item nomor 24. Dengan demikian empat dari lima item yang tersedia
dihilangkan. Analisis dari dimensi ini hanya ada satu item yang dapat
menggambarkan konstruk penghargaan alamiah yang diberi nama faktor 3 (f3).
Tabel 3.4 Hasil Analisis Statistik Validitas Dimensi Strategi Merancang Ulang
Dunia Mental
r-it r-it
Item total dimensi Loading Factor Keputusan
28 0,468 0,610 0,803 f1 Dipertahankan
29 0,223 0,194 0,365 f3 Dibuang
30 0,446 0,583 0,683 f1 Dipertahankan
31 0,401 0,322 0,578 f1 Dipertahankan
32 0,223 0,130 0,489 f2 Dibuang
33 0,622 0,403 0,625 f2 Dipertahankan
34 0,220 0,145 0,709 f1 Dibuang
35 0,160 0,281 0,461 f3 Dibuang
Tabel 3.4 memperlihatkan validitas dan loading factor dari dimensi strategi
merancang ulang dunia mental. Dari tabel terlihat ada empat item yang memiliki
nilai koefisien korelasi total dan dimensi < 0,4 yaitu item nomor 29, 32, 34, dan
35. Dari keempat item yang tersisa, masing-masing memiliki nilai loading factor
>0,4. Mayoritas item berkumpul pada faktor 1 (f1). Hal ini menunjukkan bahwa
faktor 1 (f1) diisi oleh dimensi strategi merancang ulang dunia mental.
53
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Reliabilitas
Alat ukur yang baik harus memenuhi syarat reliabilitas dan validitas yang cukup
tinggi. Reliabilitas adalah konsistensi suatu alat ukur atau metode dalam memberi
skor kepada subjek (Waltz, Strictland, & Lenz, 2010). Metode yang digunakan
untuk mengukur reliabilias dalam uji coba alat ukur ini adalah koefisien alpha
yang dikembangkan oleh Cronbach tahun 1951 (Cohen & Swerdlik, 2010). Kaplan
& Saccuzo, 2005) menyatakan, bahwa untuk sebuah penelitian estimasi reliabilitas
cukup baik pada alpha 0,70 – 0,80. Nilai tersebut menunjukkan tingkat korelasi
antar butir pernyataan dalam alat ukur yang diperoleh dari hasil korelasi r-skor
antar individu yang menjadi responden dalam penelitian.
Hasil uji statistik terhadap reliabilitas total alat ukur self-leadership menunjukkan
bahwa alat ukur ini reliabel (0,806). Ketika uji statistik dilakukan masing-masing
dari ketiga dimensi yang ada, nilai alpha Cronbach yang memenuhi syarat hanya
pada dimensi strategi mengelola diri sendiri (0,745), sedangkan dua dimensi
lainnya memiiki nilai koefisen korelasi alpha Cronbach < 0,70. Kaplan dan
Saccuzo (2005) menyatakan ada dua cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan nilali koefiein korelasi alpha Cronbach, yaitu dengan menambah
panjang alat ukur (penambahan item) dan mengeliminasi item yang menurunkan
reliabilitas.
Jumlah item yang dikembangkan dalam dimensi strategi mengelola diri sendiri
sebanyak 21 butir pernyataan. Jumlah ini tiga kali lebih banyak jika dibandingkan
dengan item dua dimensi lainnya. Kaplan & Saccuzo (2005) menyatakan bahwa
menurut model sampel domain setiap item dari sebuah alat ukur adalah sampel
independen dari kepribadian atau kemampuan manusia yang dapat diukur.
Semakin besar sampel akan lebih merepresentasikan karakteristik yang benar.
54
Pada model ini, reliabilitas tes akan meningkat sejalan dengan penambahan jumlah
item.
Uji coba ini menggunakansampel yang berasal dari dua tingkat semester yang
berbeda, yaitu semester 1 (21 mahasiswa) dan semester 3 (19 mahasiswa).
Karakteristik pembelajaran diantara keduanya sangat berbeda. Untuk mahasiswa
semester 1 materi perkuliahan berfokus pada ilmu-ilmu dasar yang minim
penugasan, sedangkan mahasiswa semester 3 materi perkuliahan sudah berfokus
pada materi klinik yang beban studinya lebih besar, penugasan lebih banyak dan
sudah masuk ke pembelajaran di lapangan. Berdasarkan pertimbangan ini
dilakukan uji statistik reliabilitas pada kedua kelompok. Koefisien alpha untuk
skor tes mahasiswa semester 1 sebesar 0,555 dan untuk mahasiswa semester 3
sebesar 0,861. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tes lebih reliabel dilakukan
untuk kelompok mahasiswa semester 3.
55
4.2 Validitas
Koefisen validitas untuk item yang valid berkisar antara 0,315-0,693. Metode
pengujian yang digunakan adalah validitas isi (content). Dari 35 item yang diuji
hanya tersisa 19 item yang valid. Enambelas item yang dibuang dan analisis
terhadap item sebagaimana terlihat dalam kotak berikut:
17. Saya melakukan kegiatan yang saya sukai Pernyataan kurang spesifik
setelah menyelesaikan suatu tugas yang pada kata kegiatan yang
diberikan dosen kepada saya saya s Pooling pilihan pada
mayoritas 4
18. Saya menunda makan siang apabila tugas Pernyataan bersifat normatif
belum selesai saya kerjakan Pooling pilihan pada
mayoritas 4, 5
19. Meskipun banyak tugas dari dosen yang Pernyataan bersifat normatif
belum saya selesaikan, saya tetap Pooling pilihan pada
menyempatkan diri melakukan kegiatan di mayoritas 4 dan5
luar kegiatan perkuliahan
27. Ketika saya mendapat tugas yang saya nilai Pernyataan bersifat
sulit, saya minta orang lain untuk mengancam
mengerjakannya. Pooling pilihan pada
mayoritas 4 dan 5
29. Kegagalan saya dalam meraih prestasi belajar Pernyataan bersifat
disebabkan oleh sistem perkuliahan yang mengancam
tidak sesuai dengan jadwal yang tersedia Pooling pilihan pada
mayoritas 1 dan 2
32. Ketika saya gagal dalam ujian saya katakana Item tidak diharapkan
kepada diri sendiri “saya bodoh” Pooling pilihan pada
mayoritas 4
34. Saya mengerjakan tugas kelompok dengan Pernyataan bersifat normatif
dengan senang hati meskipun peran serta Pooling pilihan pada
anggota kelompok minim mayoritas 4 dan 5
Pada uji statistik dengan memisahkan kedua kelompok peserta tes, koefisien
validitas total untuk tingkat 2 ( semester 3) lebih tinggi dari tingkat 1(semester 1).
Kemungkinan perbedaan ini timbul karena beban pengalaman belajar tingkat 2
lebih besar, sehingga kemampuan untuk mengelola diri menjadi lebih baik.pada
sisi lain, karena ada item yang menggambarkan pengalaman yang belum dilalui,
kemungkinan peserta menebak saja respons terhadap pernyataan yang ada.
Hasil analisis faktor memperlihatkan hanya ada satu item dari dimensi
penghargaan alamiah yang valid dan seacara sendiri menjadi faktor 3 itupun
dengan faktor loading yang hanya mendekati nilai 0,4. Berdasarkan teori strategi
penghargaan alamiah adalah upaya-upaya untuk dapat memotivasi diri dalam
mengerjakan suatu tugas dengan melihat aspek positif dan menyenangkan dari
57
Validitas untuk dimensi mengelola diri sendiri memiliki nilai koefisien yang lebih
tinggi dari dua dimensi lainnya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jumlah itemnya
tiga kali lebih panjang dari dua dimensi yang lain. Tanpa mengeliminasi item yang
tidak valid dan dapat menurunkan reliabilitas, koefisien reliabilitas tetap >0,7.
Dengan demikian untuk meningkatkan koefisien validitas tidak perlu penambahan
item.
58
BAB 5
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur konstruk self-leadership
berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan koefisien reliabilitas (alpha Cronbach)
sebesar 0,806. Dengan demikian alat ukur ini memiliki konsistensi internal yang
baik.
Dari tiga dimensi yang ada, dua dimensi memiliki nilai koefisien reliabilitas yang
rendah (<0,70), dimensi tersebut adalah strategi penghargaan alamiah dan strategi
merancang ulang dunia mental. Untuk dimensi mengelola diri sendiri memiliki
koefisien yang cukup tinggi (>0,70). Rendahnya koefisien reliabilitas
kemungkinan besar penyebabnya adalah jumlah item kedua dimensi ini kurang
adekuat.
Alat ukur yang terdiri dari 35 item pernyataan ini setelah dilalkukan uji statistik
menjadi tinggal 19 item. Ada 16 item pernyataan yang dieliminasi karena memiliki
koefisien validitas yang rendah (<0,30). Item-item yang dieliminasi adalah
pernyataan yang pada umumnya bersifat normatif sehingga ada kecenderungan
peserta tes memilih jawaban yang diharapkan. Hal lailn yang mungkin
menyebabkan rendahnya adalah jumlah peserta tes yang kurang adekuat.
5.2 Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. S. (2008). Muhammad SAW the super leader super manager. Cetakan
XIII. Jakarta: Tazkia Publishing & ProLM Center.
Neck, C. P., & Manz, C. C. (1996). Thought self-leadership: The Impact of Mental
Strategies Training on Employee Cognition, Behavior, and Affect. Journal of
Organizational Behavior, 17, 445-467.
-------------------------------------(2010). Mastering self-leadership: Empowering
Yourself for Personal Excellence. 5th edition. Upper Saddle River: Prentice
Hall.
Waltz, C. F., Strickland, O. L., & Lenz, E. R. (2010). Measurement in nursing and
health research. New York: Springer Publishing Company, LLC.
Yamin, S., & Kurniawan, H. (2009). SPSS complete: Teknik Analisis Statistik
Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Medika.
61